efektifitas pengawasan hakim konstitusi oleh dewan …

75
EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN ETIK DAN MAJELIS KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI Skripsi DiajukanUntukMemenuhi Salah Satu syaratanMemperolehGelarSarjanaHukum (S.H) Oleh: Rabiatul Adabia Zahra NIM: 11140480000083 P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1439 H/2018 M

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN ETIK DAN

MAJELIS KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Skripsi

DiajukanUntukMemenuhi Salah Satu syaratanMemperolehGelarSarjanaHukum (S.H)

Oleh:

Rabiatul Adabia Zahra

NIM: 11140480000083

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1439 H/2018 M

Page 2: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …
Page 3: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …
Page 4: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …
Page 5: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

v

ABSTRAK

RABIATUL ADABIA ZAHRA. NIM 11140480000083. EFEKTIFITAS

PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN ETIK DAN MAJELIS

KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Program Studi Ilmu Hukum,

Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1439 H/2018 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pengawasan yang dilakukan

oleh Dewan Etik dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dan juga untuk

mengetahui bagaimana efektifitas pelakasaan peran Dewan Etik Hakim Konstitusi

dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dalam pengawasan hakim konstitusi.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan Statute

approach yang mana melakukan pengkajian mendasarkan pendekatan aspek-aspek:

implementasi ketentuan hukum normatif atau Undang-undang serta efektifitas dari

implementasi pengawasan hakim konstitusi yang berhubungan dengan tema sentral

skripsi ini dan buku-buku juga jurnal-jurnal yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

Hasil penelitian ditemukan bahwa pengawasan internal yang dilakukan oleh

Dewan Etik dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi efektif, karena tidak

memenuhi kriteria teori Mas Ahcmad Santosa tentang lemahnya sebuah pengawasan

internal, namun bentuk atau fungsi pengawasan yang dilakukan Dewan Etik pasif

hanya sebatas uraian mengenai tugas dan wewenangnya saja. Dewan Etik tidak

menyebutkan secara spesifik bentuk pengawasan terhadap Hakim Konstitusi, bentuk

pengawasannya hanya tersirat sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf a

PMK No. 2 Tahun 2014 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tidak ada

kejelasan bagaimana tatacara Dewan Etik melakukan pengawasan terhadap hakim

konstitusi jika tidak ada laporan terhadap masuk ke Dewan Etik.Selama ini

pengawasan internal hanya berfokus pada penanganannya saja.

Kata Kunci : Efektifitas, Pengawasan, Hakim Mahkamah Konstitusi,

Dewan Etik, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

Pembimbing : Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : 1980 sampai dengan 2016

Page 6: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, puji syukur Hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi

ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhamad Shallallahu

‘alaihi Wassallam, semoga kita semua mendapatkan syafa.atnya di akhirat kelak.

Amin.

Skipsi ini disususn untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana

Hukum (S.H) pada Konsentrasi Kelembagaan Negara, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya peneliti mengucapkan terimakasih kepada

para pihak baik secara langsung maupun tidak lamgsung yang telah membantu dalam

penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan dengan tulus dan

sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H, Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Drs. Abu Tamrin, S.H. M. Hum, Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengarahkan

penyelesaian skripsi

4. Prof. Dr. A. Salman Maggalatung, S.H., M.H, Dosen Pembimbing, yang dengan

arahan dan bimbingan serta kesabaran beliau sehingga penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini

5. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

dan Kepala Perpuastakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mengizinkan

Page 7: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

vii

saya untuk mencari dan meminjam buku-buku refrensi dan sumber-sumber data

lainnya yang diperlukan

6. Pihakpihak lain yang telah memberi kontribusi kepada penulis dalam

penyelesaikan karya tulis ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan

studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian ucapan terima kasih peneliti, semoga Allah SWT. Memberikan pahala dan

balasan yang setimpal atas semua jasa-jasa mereka. Peneliti menyadari bahwa skripsi

ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Peneliti berharap

semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan bagi para pembaca

umumnya. Amiin

Jakarta, Agustus 2018

Penulis,

Rabiatul Adabia Zahra

Page 8: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………....i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………............ii

PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI…………………………..iii

LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………….iv

ABSTRAK……………………………………………………………………v

KATA PENGANTAR……………………………………………………….vi

DAFTAR ISI…………………………………………………………………viii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………………….1

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah…………….4

C. Tujuan penelitian………………………………………………………6

D. Manfaat Penelitian……………………………………………………..6

E. Kerangka Teori dan Konseptual……………………………………….6

F. Metode Penelitian……………………………………………………...9

G. Sistematika Penulisan………………………………………………….12

BAB II: TINJAUAN UMUM MAHKAMAH KONSTITUSI DAN

PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI

A. Mahkamah Konstitusi di Indonesia……………………………………14

B. Sistem Pengawasan …………………………………………………...18

C. Konsep Pengawasan Hakim Konstitusi ……………………………….20

D. Teori Hukum ………………………………………………………….23

E. Tinjauan (Review) Terdahulu…………………………………………30

Page 9: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

ix

BAB III: GAMBARAN UMUM LEMBAGA PENGAWAS HAKIM

KONSTITUSI

A. Profil Lembaga Pengawas Hakim Konstitusi…………………….32

B. Mekanisme Kinerja Dewan Etik dan Majelis Kehormatan Mahkamah

Konstitusi…………………………………………………………38

BAB IV: BENTUK DAN EFEKTIFITAS DEWAN ETIK DAN MAJELIS

KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI

A. Bentuk Pengawasan Hakim Konstitusi di Indonesia………….......52

B. Efektifitas Pengawasan Hakim Konstitusi oleh Dewan Etik dan

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi……………………….54

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………….61

B. Saran………………………………………………………………62

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...63-66

Page 10: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Awal gerakan reformasi, gemuruh suara untuk memberantas segala

bentuk penyelewengan, ternyata tidak disertai dengan langkah konkrit oleh

pemerintah dan aparat penegak hukum. Terjadinya campur tangan kekuasaan

dalam proses peradilan yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat

terhadap institusi penegak hukum. Disadari bahwa untuk menciptakan

pemerintahan demokratis yang konstitusional, diperlukan adanya lembaga

Negara yang bertugas dan mempunyai kewenangan untuk melakukan control

yudisial. Kebutuhan lembaga yang dimaksud adalah Mahkamah konstitusi.

Mahkamah Konstitusi adalah lembaga peradilan, sebagai salah satu pelaksana

kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung.1

Rancangan perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

oleh PAH 1 BP MPR muncul gagasan pembentukan Mahkaham Konstitusi

sebagai lembaga Negara dalam cabang kekuasaan yudikatif yang diatur dalam

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 agar lebih kuat kedudukan dan

keberadaannya. Pembentukan Mahkamah Konstitusi dimaksud untuk

memperkuat pengawalan terhadap perkembangan demokrasi sehingga

diharapkan masa transisi dapat dilalui dengan lancar dan tercapai kehidupan

nasional baru yang demokratis dan terwujudnya supremasi hukum.

Pengaturan mengenai MK dalam UUD NRI 1945 terjadi melalui Perubahan

Ketiga (2001) dan Keempat (2002) UUD NRI tahun 1945. Pengaturan tentang

MK tercantum dalam pasal 24C UUD NRI tahun 1945. Pasca amandemen

inilah merupakan tonggak konstitusional bagi kemerdekaan kekuasaan

1 A. Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945,

Gramata Publishing, Bekasi, 2016, h. 119

Page 11: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

2

kehakiman, pengertian tersebut merupakan bentuk pelaksanaan amanat pasal

24 ayat (1) UUD NRI tahun 1945 setalah amandemen ketiga tahun 2001,

berbunyi “kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan” hal ini

menjadikan MK sebagai lembaga tertinggi dalam kekuasaan kehakiman.

Kekuasaan Kehakiman yang merdeka adalah komitmen dasar yang

dituangkan di dalam UUD NRI tahun 1945.2 Komitmen tersebut sebagai

bentuk perwujudan konsekuensi Negara hukum Indonesia. Kelahiran

Mahamah Konstitusi merupakan perwujudan atau realisasi dianutnya paham

Negara hukum sebagaimana termaksud dalam UUD NRI tahun 1945. Karena

itu, harus senantiasa memperhatikan, menghormati, menjaga, dan memelihara

UUD NRI tahun1945 sebagai sebuah Negara yang menganut paham

konstitusionalitas. Sejalan dengan MK sebagai pemegang kekuasaan

kehakiman tertinggi tidak menutup kemungkinan terjadi masalah saat

menjalankan tugas dan kewenangannya.

Hakim konstitusi merupakan salah satu unsur pelaku kekuasaan

kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakan hukum dan keadilan. Hakim sendiri memiliki prinsip-prinsip

pokok disamping prinsip lainnya, yaitu prinsip independensi dan prinsip

ketidakperpihakan. Prinsip indenpedensi adalah hakim merupakan jaminan

bagi tegaknya hukum dan keadilan, dan prasyarat bagi terwujudnya cita-cita

Negara hukum. Independensi melekat sangat dalam dan harus tercermin

dalalm proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan atas setiap perkara.

Sedangkan prinsip ketidak berpihakan adalah prinsip yang melekat alam

hakikat fungsi hakim, mencakup sikap netral, menjaga yang sama dengan

semua pihak yang terkait, dan tidak mengutamakan salah satu pihak mana

pun, disertai penghayatan yang mendalam mengenai keseimbangan antar

2 Patrialis Akbar, lembaga-lembaga Negara menurut UUD NRI 1945, Sinar grafika, Jakarta,

2013. H. 177

Page 12: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

3

kepentingan yang terkait dengan perkara. Sama seperti prinsip independensi,

prinsip ketidaberpihakan harus senantiasa melekat dan tercermin dalam setiap

tahapan proses berperkara sehingga keputusannya dapat benar-benar diterima

sebagai solusi hukum yang adil bagi semua pihak yang berperkara maupun

masyarakat luas pada umumnya.3

Masalah yang terjadi berupa faktor internal dan exsternal. Faktor

internal yang mempengaruhi kemandirian atau kemerdekaan hakim dalam

menjalankan tugas dan wewenangnya yang berawal dari dalam diri hakim itu

sendiri. Dalam faktor internal ini, sumber manusialah yang paling

menentukan, dimulai dari rekuitmen hakim untuk menjadi hakim, pendidikan

hakim, dan kesejahteraan hakim. Sedangkan faktor eksternal yang

mempengaruhi terhadap proses penyelenggaraan peradilan yang merdeka,

berawal dari luar diri para hakim itu sendiri. Hakim konstitusi harus memiliki

integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan.4

Sejak diucapkannya Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 pada

tanggal 23 Agustus 2006 dalam sidang terbuka untuk umum, hakim konstitusi

tidak memiliki pengawas yang bersifat eksternal, dan hanya diawasi oleh

pengawas internal yakni Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi,

sebagaimana diatur di dalam Pasal 23 ayat (3) dan ayat (5) UU Nomor 24

Tahun 2003.5 Dari penjabaran tentang masalah-masalah yang terjadi, terutama

masalah atau faktor internal, melalui PMK Nomor 2 Tahun 2013 tentang

Dewan Etik Hakim Konstitusi, Mahkamah menginisiasi terbentuknya Dewan

Etik Hakim Konstitusi yang merupakan perangkat Mahkamah untuk menjaga

3 Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, h. 316

4 Rimdan, Kekuasaan Kehakiman Pasca Amandeman Konstitusi. Kencana Perdana Media,

Jakarta, 2012, h. 312

5 Wiryanto, “Penguatan Dewan Etik dalam Menjaga Keluhuran Martabat Hakim Konstitusi”.

Jurnal Konstitusi, Volume 13 No 4, Desember 2016, 722.

Page 13: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

4

dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta kode etik dan

pedoman perilaku hakim konstitusi yang bersifat tetap.6

Dewan Etik Hakim Konstitusi adalah perangkat yang dibentuk oleh

Mahkamah Konstitusi untuk menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran

martabat dan perilaku hakim konstitusi, serta kode etik dan pedoman perilaku

hakim konstitusi. Dewan Etik Hakim Konstitusi memberikan teguran kepada

hakim yang di duga melakukan pelanggaran, atas usul Dewan Etik Hakim

Konstitusi di bentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi untuk memeriksa

dan mengambil keputusan terhadap hakim terlapor atau yang di duga

melakukan pelanggaran etik yang cukup berat. Menurut peraturan MK nomor

2 tahun 2014 Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi adalah salah satu

perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi untuk menjaga dan

menegakkan kehormatan, keluruhan martabat, dan kode etik hakim konstitusi

terkait dengan laporan mengenai dugaan pelanggaran berat yang dilakukan

oleh hakim terlapor atau terduga yang disampaikan oleh dewan etik.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dalam skripsi yang berjudul: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM

KONSTITUSI OLEH DEWAN ETIK DAN MAJELIS KEHORMATAN

MAHKAMAH KONSTITUSI

B. Identifikasi, Batasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijabarkan sebelumnya,

maka identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut:

a. Gagasan pembentukan Dewan Etik Hakim Konstitusi dan Majelis

Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawas internal Hakim

Konstitusi

6 Wiryanto, “Penguatan Dewan Etik dalam Menjaga Keluhuran Martabat Hakim Konstitusi”.

Jurnal Konstitusi, Volume 13 No 4, Desember 2016, 723.

Page 14: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

5

b. Sejumlah hakim melakukan pelanggaran penyalahgunaan wewenang

sebagai Hakim Konstitusi

c. Perbedaan pandangan antara Dewan Etik Hakim Konstitusi dan Majelis

Kehormatan Mahkamah Konstitusi dalam pengawasan Hakim

Konstitusi

d. Tumpang tindih pelaksanaan tugas pengawasan Dewan Etik Hakim

Konstitusi dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

e. Pelakasaan tugas Dewan Etik Hakim Konstitusi dan Majelis

Kehormatan Mahkamah Konstitusi dalam menindak pelanggaran yang

dilakukan oleh hakim konstitusi

2. Batasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah di atas, maka penelitian hanya

akan terfokus pada Bentuk Pengawasan dan Efektifitas Pengawasan Hakim

Konstitusi oleh Dewan Etik Hakim Konstitusi dan Majelis Kehormatan

Mahkamah Konstitusi.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka peneliti merumuskan

rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana bentuk pengawasan hakim konstitusi oleh Dewan Etik

dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi?

b. Bagaimana efektifitas pengawasan hakim konstitusi oleh Dewan Etik

Hakim Konstitusi dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk pengawasan hakim konstitusi oleh Dewan Etik

dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

Page 15: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

6

2. Untuk mengetahui efektifitas pengawasan hakim konstitusi oleh Dewan

Etik Hakim Konstitusi dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Secara teoritis, penelitian ini memberikan tambahan dokumentasi dari segi

ilmu hukum dalam rangka membahas efektifitas pengawasan hakim

konstitusi oleh Dewan Etik dan Majelis Kehormatan Mahkamah

Konstitusi

2. Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi para peminat hukum

tata negara dan praktisi ketatanegaraan dalam menganalisis tentang

pengawasan hakim konstitusi oleh Dewan Etik dan Majelis Kehormatan

Mahkamah Konstitusi

3. Secara akademis, penelitian ini merupakan syarat untuk meraih gelar

Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum konsenterasi Hukum

Kelembagaan Negara di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Kerangka Teori dan konseptual

1. Kerangka Teroritis

Sebuah penelitian hal, yang sangat penting karena memuat teori-teori

yang relevan dalam menjelaskan masalah yang sedang diteliti, kemudian

kerangka teori ini lah yang menjadi landasan teori atau dasar pemikiran

dalam penelitian yang dilakukan7. Kerangka teori dalam penulisan karya

ilmiah hukum mempunyai 4 (empat) ciri, yaitu (a) teori-teori hukum, (b)

asas-asas hukum, (c) doktrin hukum, dan (d) ulasan pakar hukum

7 H. Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,

1995. h. 39-40

Page 16: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

7

berdasarkan pembidangan kekhususannya8. Dalam penelitian ini teori yang

akan dijadikan landasan oleh peneliti adalah teori efektivitas hukum, sebagai

berikut:

1. Teori Efektivitas Hukum

Efektivitas mengandung arti keefektifan pengaruh efek

keberhasilan atau kemanjuran, dalam keefektifan hukum tentu tidak

terlepas dari penganalisisan terhadap krakteristik 2 (dua) variabel terkait9.

Menurut seorjono seokanto taraf kepatuhan yang tinggi adalah indikator

suatu berfungsinya suatu sistem hukum dan berfungsinya hukum

merupakan pertanda hukum tersebut mencapai tujuan hukum yaitu

berusaha mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaualan

hidup10

.

2. Teori Pengawasan

Lembaga Administrasi Negara mengungkapkan bahwa

pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang

merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan

menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas organisasi akan dan

telah terlaksana dengan baik sesuai rencana, kebijakan, instruksi, dan

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Hakikat

pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya

penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan,

dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta

pelaksanaan tugas organisasi.

8 Zainudi Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta 2010

9 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya, Bandung, Cet. 3, 2013, h.

67 10

Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Peran Saksi, Remaja Karya, Bandung, 1985, h.

7

Page 17: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

8

3. Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep

khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan istilah

yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah11

. Beberapa istilah-

islital yang digunakan di skripsi ini perlu dijabarkan pengertiannya sebagai

berikut:

a. Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan

menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau

pekerjaan, apakah sudah semestinya atau tidak12

b. Hakim adalah Pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang

diatur dalam undang-undang.

c. Hakim konstitusi menurut PMK No. 2 Tahun 2014 tentang Majelis

kehormatan Mahkamah Konstitusi adalah seseorang yang memangku

jabatan hakim pada Mahkamah Konstitusi yang bertugas memeriksa

mengadili dan memutus perkara yang menjadi kewenangan dan

kewajiban mahkamah konstitusi sebagaimana diamanatkan oleh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

d. Mahkamah konstitusi menurut pasal 1 UU No. 8 Tahun 2011 tentang

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang

melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk

menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

e. Kode etik hakim konstitusi adalah norma moral yang harus dipedomani

oleh setiap hakim konstitusi.

f. Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi adalah panduan moral dan etik

bagi setiap Hakim Konstitusi, baik dalam menjalankan tugas

konstitusionalnya maupun dalam pergaulan di masyarakat sebgaimana

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-press, Jakarta, cet. 3, 2014, h. 132

12

Sujanto, Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, h. 53

Page 18: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

9

dimaksud dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 09/PMK/2006

tentang Pemberlakukan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim

Konstitusi.

g. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi selanjutnya disebut majelis

kehormatan menurut PMK No. 2 Tahun 2014 tentang Majelis

kehormatan Mahkamah Konstitusi adalah perangkat yang dibentuk oleh

Mahkamah Konstitusi untuk menjaga dan menegakan kehormatan,

keluhuran martabat, dank ode etik hakim konstitusi terkait dengan

laporan mengenai dugaan pelanggaran berat yang dilakukan oleh hakim

terlapor atau hakim terduga yang disampaikan oleh dewan etik.

h. Dewan Etik Hakim Konstitusi menurut PMK No. 2 Tahun 2014 tentang

Majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi adalah perangkat yang

dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi untuk menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluruhan, martabat dan perilaku Hakim Konstitusi, serta

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Menurut Peter Mahmud Marzuki di dalam penelitian hukum terdapat

beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti dapat menemukan

informasi dari beberapa aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari

jawabannya. Pendekatan yang digunakan yaitu: Pendekatan Undang-undang

(Statute approach), Pendekatan Kasus (case approach), Pendekatan Historis

(historical approach), Pendekatan Komparatif / Perbandingan (comparative

approach), Pendekatan Konseptual (conceptual approach).

Pada skripsi ini penulis menggunakan pendekatan Statute approach

atau pendekatan undang-undang, karena isi dari skripsi ini adalah untuk

mengetahui bentuk serta efektifitas pengawasan hakim konstitusi oleh Dewan

Page 19: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

10

Etik dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, pendekatan Statute

approach peneliti perlu memahami hirarki dan asas dalam peraturan

perundang-undangan. Menurut pasal 1 angka 2 UU no. 10 tahun 2004,

peraturan perundang-undangan adalah peraturan yang tertulis yang dibentuk

oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara

umum. Dari pengertian tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa yang

dimaksud sebagai statute berupa legislasi dan regulasi. Jika demikian,

pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan

legislasi dan regulasi.13

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

dimati.

3. Bahan Hukum

Data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data

sekunder. Data sekunder dalam penelitian hukum adalah data yang

diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap

berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau

materi penelitian yang memberikan penjelasan mendalam mengenai bahan

hukum primer14

. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini ada

tiga jenis, antara lain:

b. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup

ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan

13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 119

14

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan

Empiris, Pustak Pelajar, Jakarta,2010, h. 156.

Page 20: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

11

mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat15

. Bahan hukum

yang digunakan penulis merupakan bahan hukum primer yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) UU No 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi

2) Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 2 Tahun 2014

tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

3) Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 2 Tahun 2013

tentang Dewan Etik Hakim Konstitusi

c. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh

dari penelusuran buku-buku dan artikel-artikel16

yang berkaitan

dengan penelitian ini, yang memberikan penjelasan mendalam

mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang

digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah buku-buku,

skripsi, tesis, dan disertasi serta artikel ilmiah dan tulisan di

internet untuk memperkaya sumber data dalam penulisan

penelitian ini.

d. Bahan non-hukum

Merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan

bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti

Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ensiklopedia

dan lain-lain.

4. Metode Analisis Bahan Hukum

Adapaun metode analisis bahan hukum yang penulis pakai pada

skripsi ini adalah metode normatf – yuridis dilakukan berdasarkan

15

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-press, Jakarta, cet. 3, 2014, h.52

16

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-press, Jakarta, cet. 3, 2014, h.52

Page 21: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

12

bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep,

asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan penelitian ini. Metode ini dikenal pula dengan

pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku,

peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan

dengan penelitian ini. baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan

sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih

sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan

5. Pedoman Penulisan

Teknik pedoman penulisan yang digunakan penulis dalam skripsi

ini disesuaikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah dan buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017”.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab

terdiri atas beberapa sub-sub bab guna lebih memperjelas ruang lingkup dan

cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-

masing bab serta pokok pembahasannya sebagai berikut:

BAB I: Bab I merupakan Pendahuluan yang memuat latar belakang,

identifikasi masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka

dan sistematika penelitian.

BAB II: Bab II berisis mengenai Landasan Teoritis terkait dengan judul

yang diambil, tinjauan umum tentang Tinjauan umum

Mahkamah Konstitusi dan Pengawasan Hakim Konstitusi

Page 22: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

13

serta kajian (review) studi terdahulu terkait dengan penelitian

ini.

BABIII: Bab III membahasa secara lebih mendalam dan spesifik

tentang Gambaran Umum Lembaga Pengawas Hakim

Konstitusi.

BAB IV: Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang

disertai dengan uraian mengenai hasil penelitian yang

merupakan paparan uraian atas permasalahan yang ada bab ini

membahas Bentuk dan Efektifitas Lembaga Pengawas

Hakim Konstitusi.

BAB V: Bab V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan atau

jawaban atas permasalahan yang ada disertai dengan

rekomendasi.

Page 23: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

14

BAB II

TINJAUAN UMUM MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENGAWASAN

HAKIM KONSTITUSI

A. Mahkamah Konstitusi di Indonesia

Di Indonesia perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan warna baru dalam sistem

ketatanegaraan. Salah satu perubahan mendasar dalam UUD NRI tahun 1945

adalah perubahan Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “Kedaulatan berada di

tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ketentuan

ini membawa implikasi bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilakukan

sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, tetapi dilakukan menurut

ketentuan Undang-Undang Dasar1. Selain itu perubahan UUD NRI tahun

1945 melahirkan gagasan suatu lembaga yang berfungsi sebagai pengawal dan

penafsir konstitusi yaitu Mahkamah konstitusi pada pembahasan amandemen

ke-3 UUD NRI tahun 1945. Menurut Jimly Asshiddiqie, gagasan

pembentukan Mahkamah Konstitusi oleh suatu Negara umumnya

dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman krisis konstitusional dan baru keluar

dari sistem pemerintahan yang otoriter2. Krisis konsitusional biasanya

menyertai perubahan menuju rezim demokrasi, dan dalam proses perubahan

itulah Mahkamah Konstitusi dibentuk3.

Konstitusi berasal dari bahasa prancis (constiture) yang berarti

membentuk. Pemakaian istilh konstitusi yang dimaksud ialah pembentukan

1 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Konstitusi Press,

Jakarta, 2006, h. 318.

2 Acmad Surkarti,”Kedudukan dan Wewenang Mahkamah Konstitusional Ditinjau dari

Konsep Demokrasi Konstitusional Studi Perbandingan di Tiga Negara (Indonesia, Jerman,

dan Thailand)”, Jurnal Equality, Vol. 11 No. 1, (Februari, 2006), h. 59.

3 Bachtiar, Problema Implementasi Putusan Mahkamah Konstutusi Pada Pengujian UU

Terhadap UUD, Penebar Swadaya Grup, Jakarta, 2015, h. 75

Page 24: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

15

suatu Negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara4, istilah konstitusi

pada umumnya dipergunakan untuk menunjukan kepada seluruh peraturan

mengenai ketatanegaraan suatu Negara yang secara keseluruhan akan

menggambarkan sistem ketatanegaraan5. Sejarah berdirinya lembaga

Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK

(Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana

dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B UUD

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil Perubahan Ketiga yang

disahkan pada 9 Nopember 2001.

Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka

menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA)

menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III

Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat DPR dan Pemerintah

kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah

Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah

menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu

(Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).

Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui

Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 hakim konstitusi untuk

pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para

hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003. Lembaran

perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada

tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK

4 Wiyono Prodikoro, Asas-Asas Hukum Tata Negara di Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta,

1989, h. 10

5 A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori Ilmu Negara, Fajar

Media, Bandung, 2013, h. 207

Page 25: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

16

sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD

Negara Republik Indonesia Tahun 19456.

Mahkamah Konstitusi menjadi salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, dalam pasal 24 ayat 1 UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman

dilakukan salah satunya oleh mahkamah konstitusi. Berdasarkan hal tersebut

mahkamah konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman

tertinggi, karena konstitusi merupakan hukum yang paling tinggi

tingkatannya, maka tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi juga untuk

mewujudkan tujuan tertinggi seperi keadilan, ketertiban, dan nilai-nilai ideal

seperti kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran

bersama, sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri Negara7.

Mahkamah konstitusi sebagai lembaga peradilan dan cabang yudikatif

mengadili sebuah perkara tertentu maka ada beberapa wewenang dan tugas

mahkamah konstitusi yang harus dijalankan sesuai aturan UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Secara konseptual, gagasan pembentukan

Mahkamah Konstitusi adalah untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan. Mengadili tingkat pertama dan terakhir

yang putusannya bersifat final dalam hal menguji undang-undang terhadap

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kewenangan lain yang

dimilikinya8. Indonesia sebagai Negara hukum memerlukan mahkamah

6 Mahkamah Konstitusi, Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi, Diakses Dari

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=1 (Pada Tanggal 12 April

pukul 21.46_

7 Jimly Asshidiqie, Konstitusi Ekonomi, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2010, h. 10

8 Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi, Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional

Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, h. 263.

Page 26: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

17

sebagai benteng yang senantiasa menjaga prinsip-prinsip konstitusionalitas9,

Indonesia sendiri merupakan negara ke-78 yang membentuk Mahkamah

Konstitusi, pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan fenomena negara

modern abad ke-2010

. Kewenangan Makamah Konstitusi dalam hal mengadili

putusannya bersifat final pada tingkat pertama dan terakhir, menguji undang-

undang terhadap UUD NRI Tahun 1945, memutuskan sengketa kewenangan

antar lembaga yang kewenangannya diberikan atau diatur oleh UUD NRI

Tahun 1945, membubarkan partai politik dan memutuskan perselisihan. Pada

prinsipnya tujuan konsitusi adalah untuk membatasi kesewenangan tindakan

pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah, dan merumuskan

pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat11

.

Sebagai organ kekuasaan kehakiman yang menjalankan fungsi

kehakiman, Mahkamah Konstitusi bersifat independen baik secara struktural

maupun fungsional untuk mendukung indenpendensinya, Mahkamah

Konstitusi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya juga tidak tidak

menutup kemungkinan terjadi masalah atau penyalah gunaan wewenangnya.

Salah satu alat kelengkapan Mahkamah Konstitusi yang berperan penting

dalam menjalankan tugas dan kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah

Hakim konstitusi, maka dari itu guna menegakan hukum dan keadilan,

Mahkamah Konstitusi juga perlu membentuk pengawasan terhadap Hakim

Konstitusi agar terjaganya kehormatan, keluruhan martabat, serta perilaku

Hakim Konstitusi itu sendiri sebagai salah satu penyelenggara peradilan

tertinggi di Negara ini.

9 A. Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945,

Gramata publishing, Bekasi, 2016, h. 124

10

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2010, h. 5.

11

Koerniatmanto Soeprawiro, konstitusi: pengertian dan perkembangannya, pro justitia, no. 2

tahun tahun V, mei 1987. h. 23

Page 27: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

18

B. Sistem Pengawasan

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia pengawasan berasal dari kata

„awas‟ yang berarti „penjagaan‟. Pengawasan adalah salah satu fungsi dasar

manajemen yang dalam bahasa inggris disebut controlling, menurut Sujanto

fungsi controlling itu mempunyai dua pandangan yaitu pengawasan dan

pengendalian. Pengawasan dalam arti sempit segala usaha atau kegiatan untuk

mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan

tugas atau pekerjaan, apakah sudah semestinya atau tidak. Sedangkan

pengendalian pengertiannya lebih forceful dari pada pengawasan yaitu sebagai

suatu usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pelaksanaan

tugas atau pekerjaan berjalan dengan semestinya12

.

Dalam konteks hukum, pengawasan disini berbeda dengan

pengawasan dalam prespektif administrasi dan manajemen. Didalam

prespektif hukum pengawasan merupakan salah satu unsur esensial dalam

mewujudkan pemerintahan yang bersih, sehingga siapapun termasuk pejabat

Negara tidak boleh menolak untuk diawasi. Melihat pengawasan tidak lain

untuk melakukan pengendalian yang bertujuan mencegah kekuasaan absolut,

keseweangan dan penyalahgunaan wewenang13

. Pengawasan juga bertujuan

untuk mengetahui apakah pelaksanaan sesuai dengan apa yang telah

ditetapkan atau tidak, dan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan apa saja yang

dijumpai pelaksana agar kemudian diambil langkah perbaikan14

. Menurut

Prayudi, ada beberapa asas untuk tercapainya pelaksanaan pengawasan antara

lain:

12

Sujanto, Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, h. 53

13

Yohanes Usfunan, Bunga Rampai Refleksi Satu Tahun Komisi Yudisial, Komisi Yudisial,

Jakarta, h. 207

14

Y.W, Sumandhia, Praktek Penyelenggara Pemerintah di Daerah, Rineka Cipta, Jakarta,

1996, h. 103

Page 28: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

19

1. Asas tercapainya tujuan, ditujukan ke arah tercapainya tujuan yaitu

dengan mengadakan perbaikan untuk menghindari penyimpangan-

penyimpangan atau deviasi perencanaan.

2. Asas efisiensi, yaitu sedapat mungkin menghindari deviasi dari

perencanaan sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain diluar dugaan.

3. Asas tanggung jawab, asas ini dapat dilaksanakan apabila pelaksana

bertanggung jawab penuh terhadap pelaksana perencanaan.

4. Asas pengawasan terhadap masa depan, maksud dari asas ini adalah

pencegahan penyimpangan perencanaan yang akan terjadi baik di

waktu sekarang maupun di masa yang akan datang.

5. Asas langsung, adalah mengusahakan agar pelaksana juga melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.

6. Asas refleksi perencanaan, bahwa harus mencerminkan karakter dan

susunan perencanaan.

7. Asas penyesuaian dengan organisasi, bahwa pengawasan dilakukan

sesuai dengan struktur organisasi dan kewenangan masing-masing.

8. Asas individual, bahwa pengawasan harus sesuai kebutuhan dan

ditujukan sesuai dengan tingkat dan tugas pelaksana.

9. Asas standar, bahwa pengawasan yang efektif dan efisien memerlukan

standar yang tepat, yang akan digunakan sebagai tolak ukur

pelaksanaan dan tujuan.

10. Asas pengawasan terhadap strategis, bahwa pengawasan yang efektif

dan efisien memerlukan adanya perhatian yang ditujukan terhadap

faktor-faktor yang strategis.

11. Asas kekecualiaan, bahwa efisiensi dalam pengawasan membutuhkan

perhatian yang di tujukan terhadap faktor kekecualian yang dapat

terjadi dalam keadaan tertentu, ketika situasi berubah atau tidak sama.

12. Asas pengendalian fleksibel bahwa pengawasan harus untuk

menghindarkan kegagalan pelaksanaan perencanaan.

Page 29: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

20

13. Asas peninjauan kembali, bahwa pengawasan harus selalu ditinjau,

agar sistim yang digunakan berguna untuk mencapai tujuan.

14. Asas tindakan, bahwa pengawasan dapat dilakukan apabila ada

ukuran-ukuran untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan

rencana, organisasi dan pelaksanaan15

.

Pengawasan kelembagaan yang dikontrol dan melaksanakan kontrol

tersebut bisa diklarifikasikan dalam 2 segi, yaitu kontrol intern dan kontrol

ekstern. Kontrol intern adalah pengawasan yangdilakukan oleh

badan/organ yang secara struktural masih termasuk organisasi dalam

lingkup pemerintahan, sedangkan kontrol ekstern adalah pengawasan

yangdilakukan oleh badan/organ yang secara struktur organisasi berada di

luar pemerintah dalam arti ekskutif. Pengawasan menurut sifatnya

dibedakan menjadi 2 yaitu, pengawasan preventif dimana pengawasan

yang sifatnya dalam rangka mecegah penyimpangan, dan pengawasan

respresif merupakan kelanjutan dari mata rantai pengawasa preventif yang

sifatnya mengoreksi atau memulihkan tindakan-tindakan yang keliru16

.

Untuk itulah, fungsi pengawasan dilaksanakan, agar diperoleh umpan

balik (feed back) untuk melaksanakan perbaikan bila terdapat kekeliruan

atau penyimpangan sebelum menjadi lebih buruk dan sulit diperbaiki.

C. Konsep Pengawasan Hakim Konstitusi

Hakim Konstitusi merupakan salah satu organ penting dalam

pelaksanaan peradilan di Mahkamah Konstitusi. Pengertian hakim konstitusi

itu sendiri adalah salah satu unsur pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan

dalam wilayah peradilan konstitusi. Sebagai salah satu unsur pelaku

15

Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981 , h. 86-87

16

W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, PT. Grasindo, Jakarta, 2006, h. 133

Page 30: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

21

kekuasaan yang merdeka Hakim Konstitusi perlu suatu konsep pengawasan

agar tugas dan kewenangannya berjalan sesuai dengan peraturan yang ada dan

untuk menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim

konstitusi itu sendiri. Hakim sendiri memiliki prinsip-prinsip pokok, yaitu

prinsip independensi dan prinsip ketidakperpihakan. Prinsip indenpedensi

adalah hakim merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan, dan

prasyarat bagi terwujudnya cita-cita Negara hukum, sedangkan prinsip ketidak

berpihakan adalah prinsip yang melekat alam hakikat fungsi hakim, mencakup

sikap netral, menjaga yang sama dengan semua pihak yang terkait, dan tidak

mengutamakan salah satu pihak mana pun, disertai penghayatan yang

mendalam mengenai keseimbangan antar kepentingan yang terkait dengan

perkara17

Pada awal pembentukan Mahkamah Konstitusi pengawasan hakim

konstitusi berada dalam kewenangan Komisi Yudisial sebagai lembaga

pengawasan external mulai dari hakim dibawah Mahkamah Agung, Hakim

Agung, hingga Hakim Mahkmakah Konstitusi, hal ini tertulis pada pasal 24B

ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi :

“Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan

pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan martabat, serta perilaku

hakim”

Selain Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi juga memiliki

pengawasan internal yaitu Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau

yang biasa disingkat MKMK. Namun, kewenangan Komisi Yudisial dalam

pengawasan hakim konstitusi berkurang sejak diucapkannya Putusan MK

Nomor 005/PUU-IV/2006 judicial review undang-undang nomor 22 tahun

2004 tentang Komisi Yudisial pada tanggal 23 Agustus 2006 dalam sidang

terbuka untuk umum, yang diusulkan oleh 31 orang hakim agung. Dalam

17

Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, h.

316

Page 31: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

22

amar putusan tersebut menyatakan beberapa hal. Permohonan para pemohon

menyangkut perluasan pengertian hakim menurut pasal 24B ayat (1) UUD

1945 yang meliputi hakim konstitusi bertentang dengan UUD 1945. Dengan

demikian, hakim konstitusi tidak termasuk dalam pengertian hakim yang

perilaku etiknya diawasi oleh KY. Pertama, pengawasan KY terhadap hakim

konstitusi akan mengganggu dan memandulkan MK sebagai lembaga pemutus

sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara. Kedua, permohonan

para pemohon menyangkut pengertian hakim menurut pasal 24B ayat (1)

UUD 1945 tidak cukup beralasan. Maka dari itu, permohonan para pemohon

menyangkut hakim agung tidak terdapat cukup alasan untuk

mengabulkannnya. MK tidak menemukan dasar konstitusionalitas dihapusnya

pengawasan KY terhadap hakim agung. Ketiga, menyangkut fungsi

pengawasan, MK berpendapat bahwa segala ketentuan dalam UUKY yang

menyangkut pengawasan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan

tidak mempuntai kekuatan hukum mengikat karena terbukti menimbulkan

ketidak pastian hukum.

Amar putusan Mahkamah Konstitusi No. 005/PUU-IV/2006 secara

subtansial membatalkan beberapa pasal antara lain pasal 1 angka 5, pasal 20,

pasal 21, pasal 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5), pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan

ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, serta pasal 34

ayat (3) UU Nomor 4 Tahun 20054 tentang Kekuasaan Kehakiman, karena

bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai ketuatan

hukum mengikat, pembatalan terhadap pasal-pasal dalam UU Nomor 22

Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman ini, mengakibatkan terjadinya kekosongan hukum

yang berfungsi sebagai dasar pijakan lembaga pengawasan hakim konstitusi

untuk melaksanakan pengawasan, sehingga diperlukan secepatnya

pembentukan terhadap aturan hukum yang berkaitan dengan fungsi

Page 32: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

23

pengawasan terhadap hakim konstitusi18

. Kekosongan hukum tersebut,

Mahkamah Konstitusi hanya memiliki pengawas internal yaitu Majelis

Kehormatan Hakim Konstitusi sebagai lembaga yang berwenang dalam

mengawasi hakim konstitusi, namum kini Mahkamah Konstitusi mempunyai

lembaga pengawasan yang bersifat tetap yaitu Dewan Etik Mahkamah

Konstitusi lembaga ini juga sebagai penawas harian Hakim Konstitusi, untuk

lebih jelasnya peneliti akan menjabarkannya pada sub bab pengertian Dewan

etik dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi.

D. Teori Hukum

1. Teori Efektifitas Hukum

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti

berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Efektif artinya ada

efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), Manjur atau mujarab, dapat

membawa hasil, berhasil guna (tentang usaha guna, atau tindakan), mulai

berlaku (tentang undang-undang, peraturan), sedagkan kefektifan artinya

keadaan berpengaruh, hal berkesan, kemanjuran, kemujaraban, keberhasilan

(usaha, tindakan) dan mulai berlakunya (undang-undang-peraturan)19

. Berikut

pandangan Teori Efektifitas Hukum menurut beberapa Pakar Hukum:

a. Hans Kelsen

Hans Kelsen menyajikan definisi tentang efektivitas hukum, efektivitas

hukum adalah:

“apakah orang-orang pada kenyataannya berbuat menurut suatu cara untuk

menghindari sangsi yang diancamkan oleh norma hukum atau bukan, dan

18

Titik Triwulan Tutuk, “Pengawasan Hakim Konstitusi dalam Sistem Pengawasan Hakim

Menurut UUDRI 1945”, Jurnal Dinamika Hukum, vol. 12, no. 2, (mei, 2012), h. 298

19

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, Hal. 284

Page 33: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

24

apakah sangsi tersebut benar-benar dilaksanakan bila syaratnya terpenuhi

atau tidak terpenuhi”. Konsep efektivitas dalam definisi Hans Kelsen

difokuskan pada subjek dan sanksi. Subjek yang melaksanakannya, yaitu

orang-orang atau badan hukum. Orang-orang tersebut harus melaksanakan

hukum sesuai dengan bunyi norma hukum. Bagi orang-orang yang dikenai

sanksi hukum, maka sanksi hukum benar-benar dilaksanakan atau tidak.

b. Anthony Allot

Anthony Allot juga mengemukakan tentang efektivitas hukum, bahwa:

“ hukum akan menjadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya

dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat

menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat

membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan, jika suatu kegagalan,

maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika terjadi

keharusan untuk melaksakan atau menerapkan hukum dalam suasana baru

yang berbeda, hukum akan menyelesaikannya”. Konsep Anthony Allot ini

difokuskan pada perwujudannya, hukum yang efektif secara umum dapat

membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan. Kedua pandangan diatas hanya menyajikan tentang

konsep efektivitas namun tidak mengkaji konsep teori efektivitas hukum.

Dengan melakukan sintesis terhadap dua pandangan tersebut maka dapat

dikemukakan konsep tentang teori efektivitas hukum. Teori Efektivitas

hukum adalah teori yang mengkaji dan menganalisisi tentang keberhasilan,

kegagalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan dan

penerapan hukum. Ada tiga fokus dalam kajian teori ini, yang meliputi:

a. Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum.

b. Kegagalan didalam melaksakannya, dan

Page 34: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

25

c. Faktor-faktor yang mempengaruhinya20

Bustanul Arifin yang dikutip oleh Raida L Tobing dkk, mengatakan bahwa

dalam negara yang berdasarkan hukum, berlaku efektifnya sebuah hukum

apabila didukung oleh tiga pilar, yaitu:

a. Lembaga atau penegak hukum yang berwibawa dapat diandalkan

b. Peraturan hukum yang jelas sistematis

c. Kesadaran hukum masyarakat tinggi21.

Faktor-faktor yang mengukur ketaatan terhadap hukum secara umum antara

lain:

a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari

orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu

b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah

dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum.

c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu

d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka

seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat

mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang (prohibitur) lebih

mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan

(mandatur)

e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan

sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut

f. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus

proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan

20

https://www.beritatransparansi.com/pengertian-teori-efektivitas-hukum/ (diakses pada 03

mei 2018 21.00)

21

Raida L Tobing, dkk, (Hasil Penelitian), Efektivitas Undang-Undang Monrey Loundering,

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementrian Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2011, H. 11.

Page 35: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

26

g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi

pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang

memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi,

memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya

memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan,

penyidikan, penuntutan, dan penghukuman)

h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan,

relatif akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang

bertentangan dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang

menjadi target diberlakukannya aturan tersebut

i. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum, juga

tergantung pada optimal dan profesional tidak aparat penegak hukum

untuk menegakkan aturan hukum tersebut

j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga

mensyaratkan adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di

dalam masyarakat22.

Sedangkan jika direlevansikan dengan pembahasan skripsi ini, menurut mas

Menurut Mas Ahcmad Santosa ada beberapa faktor efektif atau tidaknya sebuah

pengawasan internal antara lain:

a. Kualitas dan integritas yang tidak memadai

b. Proses pemeriksaan disiplin yang tidak transparan

c. Belum adanya kemudahan bagi masyarakat yang dirugikan untuk

menyampaikan pengaduan, memantau proses serta hasilnya

d. Semangat membela sesama korps

22

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, 2009

H. 376

Page 36: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

27

e. Tidak terpadat kehendak yang kuat dari pimpinan lembaga penegak

hukum untuk menindaklanjuti hasil pengawasan

Jadi, efektifitas mengandung arti keefektifan yaitu pengaruh efek

keberhasilan atau kemanjuran, dalam keefektifan hukum tentu tidak terlepas

dari penganalisisan terhadap krakteristik 2 (dua) variabel terkait. Untuk

mengetahui sejauh mana efektivitas suatu aturan hukum, maka kita harus

mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian orang-orang yang

menjadi latarbelakang terbentuknya peraturan itu sendiri23

. Maka dalam

penelitian ini penulis memakai teori efektifitas hukum yang untuk mengukur

bagaimana Dewan Etik dan Majleis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

melakukan pengawasan Hakim Konstitusi seperti apa yang dimaksud dalam

Undang-undang dan peraturan Mahkmah Konstitusi itu sendiri.

2. Teori Pengawasan

Lembaga Administrasi Negara mengungkapkan bahwa pengawasan

adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses

kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan

sasaran serta tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai

rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan dan yang berlaku. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah

sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan,

hambatan, kesalahan, dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran

serta pelaksanaan tugas organisasi.24

23

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, 2009,

Hal. 375

24

Titik Triwulan, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha

Negara Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 449.

Page 37: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

28

Menurut Manullang, pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan

pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu

dengan maksud agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.25

Menurut Nawawi (1993:6) fungsi pengawasan dapat dilakukan setiap saat, baik

selama proses manajemen/administrasi berlangsung, maupun setelah berakhir,

untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi/unit kerja. Fungsi

pengawasan harus dilakukan terhadap perencanaan dan pelaksanaannya.26

Pengawasan dapat di klasifikasikan seperti berikut ini:27

a. Pengawasan dipandang dari “kelembagaan” yang di kontrol dan yang

melaksanakan kontrol dapat di klasifikasikan:

1. Kontrol intern (internal control), yaitu: Pengawasan yang dilakukan oleh

suatu badan/organ yang secara struktural masih termasuk organisasi

dalam lingkungan pemerintah.

2. Kontrol ekstern (external control), yaitu: Pengawasan yang dilakukan

oleh badan/organ yang secara struktur organisasi berada di luar

pemerintah dalam arti eksekutif.

b. Pengawasan dipandang dari waktu pelaksanaan pengawasan, meliput hal-hal

berikut:

1. Konrol a-priori

Pengawasan yang dilakukan sebelum dilakukan tindakan atau

dikeluarkannya suatu keputusan atau ketetapan pemerintah atau

peraturan lainnya yang menjadi wewenang pemerintah. Kontrol ini

25

Titik Triwulan, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha

Negara Indonesia, h. 450. 26

Nomensen Sinamo, Hukum Pemerintahan Daerah, Pustaka Mandiri, Jakarta 2010, h. 140.

27

Nomensen Sinamo, Hukum Pemerintahan Daerah, Pustaka Mandiri, Jakarta, 2010, h. 145.

Page 38: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

29

mengandung unsur pengawasan preventif yaitu untuk mencegah atau

menghindarkan terjadinya kekeliruan.

2. Kontrol a-posteriori

Pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkan suatu keputusan atau

ketetapan pemerintah atau sesudah terjadinya tindakan pemerintah. Sifat

pengawasan ini represif yang bertujuan mengoreksi tindakan yang

keliru.

c. Pengawasan dipandang dari aspek yang diawasi, dapat diklasifikasikan atas:

1. Pengawasan dari segi “hukum” (legalitas)

Pengawasan dimaksudkan untuk menilai segi-segi hukumnya saja

(rechtmatigheid).

2. Pengawasan dari segi “kemanfaatan” (opportunitas)

Pengawasan dimaksudkan untuk menilai segi kemanfaatannya

(doelmatigheid). Kontrol internal secara hierarkhis oleh atasan adalah

jenis penilaian segi hukum (rechtmatigheid) dan sekaligus segi

(opportunitas).

d. Pengawasan dipandang dari cara pengawasan dibedakan atas:

1. Pengawasan “negatif represif”.

Pengawasan yang dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan.

2. Pengawasan “negatif preventif” atau positif.

Pengawasan yang dilakukan dengan cara badan pemerintah yang lebih

tinggi menghalangi terjadinya kelalaian pemerintah yang lebih rendah.

Page 39: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

30

E. Tinjauan (Review) Terdahulu

Untuk memperkuat refrensi penelitian ini penulis menampilkan judul studi

terdahulu yang berkaitan dengan skripsi yang penulis tulis:

1. Skripsi :

Sakti Lazuardi, Universitas Indonesia, 2011, judul skripsi

“Pengawasan Hakim Konstitusi Pasca Judicial Review Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial Republik Indonesia dan

Kaitannya dengan Independendi Kekuasaan Kehakiman” dalam skripsinya

ini, Sakti Lazuardi menemukan bahwa mewujudkan independensi

kekuasaan kehakiman srta peradilan yang bebas dan tidak memihak, perlu

diadakannya pengawasan hakim konstitusi oleh Komisi Yudisial.

Sedangkan temuan penulis pengawasan internal yang dilakukan Dewan

Etik dan Majelis Kehormatan sudan efektif dalam penanganan hakim

konstitusi.

2. Skripsi:

Masripattunnisa, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2014, judul skripsi “Efektifitas Pelaksanaan Fungsi Pengawasan oleh

Komisi Yudisial dalam Mengawasi Hakim dan Pengaruhnya dalam

Kekuasaan Kehakiman” dalam skripsinya ini, Masripattunnisa menemukan

bahwa Komisi Yudisial dalam mengawasi hakim konstitusi masih belum

cukup efektif karena masih terkendala beberapa faktor, yaitu faktor

resistensi Mahkmamah Agung, faktor regulasi dalam hal ini terbatasnya

wewenang pengawasan, dan faktor internal. Sedangkan, temuan penulis

berupa bentuk dan efektifitas pengawasan hakim konstitusi oleh Dewan

Etik dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

3. Jurnal:

Wiryanto, Jurnal Hukum vol. 13, 2016, “Penguatan Dewan Etik

Dalam Menjaga Keluhuran Martabat Hakim Konstitusi” dalam jurnalnya

Page 40: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

31

ini, wiyanto menjelaskan tentang Dewan Etik sebagai pengawas internal

Hakim Konstitusi serta gagasan pembentukannya dan mendungkung penuh

penguatan lembaga tersebut. Kemudian, ia juga mendukung adanya

pengawas eksternal terhadap Hakim Konstitusi. Sedangkan, dari temuan

penulis penulis setuju dengan pendapat Wiryanto bahwa perlu ada

penguatan terhadap lembaga pengawas internl terutama bentuk

pengawasan yang dilakukan oleh Dewan etik, namum penulis menemukan

bahwa pengawasan internal efektif jadi tidak perlu pengawasan eksternal.

Page 41: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

32

BAB III

GAMBARAN UMUM LEMBAGA PENGAWAS HAKIM KONSTITUSI

A. Profil Lembaga Pengawas Hakim Konstitusi

1. Dewan Etik Mahkamah Konstitusi

a. Pengertian Dewan Etik Mahkamah Konstitusi

Menurut peraturan Mahkamah Kontistusi Nomor 2 tahun 2013

tentang Dewan Etik Hakim Konstitusi, disebutkan Dewan Etik adalah

perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi untuk menjaga

dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim

konstitusi, serta kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi.

Keberadaan Dewan Etik Hakim Konstitusi adalah sebagai perangkat

untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan

perilaku hakim, serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

Konstitusi (Sapta Karsa Hutama). Makna kata “menjaga”

mengandung pengertian tindakan yang bersifat preventif, yang berarti

mencegah atau menghindari adanya pelanggaran Kode Etik Hakim

Konstitusi dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara.

Sedangkan kata “menegakkan” mengandung pengertian tindakan

secara represif, yaitu penindakan yang berupa pemberian sanksi

terhadap hakim yang terbukti melanggar Kode Etik.

Dewan Etik memiliki kewenangan memeriksa dan memutus

laporan pengaduan masyarakat dan informasi media/masyarakat

terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi

serta pelanggaran terhadap UU MK mengenai larangan dan kewajiban

Hakim Konstitusi1. Anggota Dewan Etik dipilih oleh panitia seleksi

yang bersifat independen, pembentukan panitia seleksi dan calon

1 Wiryanto, “Penguatan Dewan Etik dalam Menjaga Keluhuran Martabat Hakim Konstitusi”.

Jurnal Konstitusi, Volume 13 No 4, Desember 2016, h. 725

Page 42: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

33

anggota dewan Etik di tetapkan dengan keputusan Ketua Mahkamah.

Karena Dewan Etik adalah perangkat yang bersifat tetap yaitu dalam

rangka melakukan tugas sehari-hari, berarti Dewan Etik akan terus

mengawasi dan memastikan bahwa seluruh hakim konstitusi dalam

menjalankan tugas dan wewenangnya berjalan sesuai dengan aturan

hukum yang datur dalam peraturan perundang-undangan dan aturan

etika sebagaimana termuat dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku.

Sedangkan dalam hal terjadi pelanggaran berat atas dasar laporan

masyarakat dan/atau informasi yang disampaikan atau diterima Dewan

Etik, kemudian Dewan Etik dapat mengusulkan pembentukan Majelis

Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Dalam pelaksanaannya Dewan

Etik dibantu oleh secretariat yang ditetapkan oleh Sekretarian Jederal

Mahkamah. Berikut Tugas dan Kewenangan Dewan Etik menurut

PMK Nomor 2 Tahun 2014:

1) Tugas Dewan Etik

a) Melakukan pengumpulan, pengolahan, dan penelaahan

laporan dan informasi tentang perilaku Hakim Konstitusi;

b) Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas secara tertulis

setiap tahun kepada Mahkamah Konstitusi.

c) Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,

dan Kode Etik Hakim Konstitusi agar Hakim Konstitusi

tidak melakukan pelanggaran.

2) Kewenangan Dewan Etik:

a) Menyampaikan pendapat secara tertulis atas pertanyaan

Hakim Konstitusi mengenai suatu perbuatan yang dianggap

melanggar

b) Memanggil dan memeriksa Hakim Terlapor atau Hakim

Terduga untuk memberikan penjelasan dan pembelaan,

serta untuk dimintai dokumen atau alat bukti lain

Page 43: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

34

c) Memanggil dan meminta keterangan pelapor, saksi atau

pihak lain yang terkait, dengan dugaan pelanggaran yang

dilakukan oleh Hakim Terlapor atau Hakim Terduga

d) Menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan kepada Hakim

Terlapor atau Hakim Terduga yang terbukti melakukan

pelanggaran

e) Mengusulkan pembentukan Majelis Kehormatan untuk

memeriksa dan mengambil keputusan terhadap Hakim

Terlapor atau Hakim Terduga yang telah melakukan

pelanggaran berat atau telah mendapat teguran lisan

sebanyak 3 (tiga) kali

f) Mengusulkan pembebastugasan Hakim Terlapor atau

Hakim Terduga yang telah melakukan pelanggaran berat

atau telah mendapat teguran lisan sebanyak 3 (tiga) kali.

b. Keanggotaan, Masa Jabatan dan Susunan Dewan Etik

Menurut PMK Nomor 2 tahun 2014 tentang Majelis

Kehormaytan Mahkamah Konstitusi Keanggotaan Dewan Etik terdiri

atas unsur:

1) 1 orang mantan Hakim Konstitusi

2) 1 orang Guru Besar dalam bidang hukum

3) 1 orang Tokoh Masyarakat

Keanggotaan Dewan Etik memiliki masa jabatan selama 3 (tiga) tahun

dan tidak dapat dipilih kembali hal ini di atur dalam pasal 15 ayat (2)

PMK nomor 2 tahun 2014 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah

Konstitusi. Anggota Dewan Etik juga harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

1) Jujur, adil dan tidak memihak;

Page 44: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

35

2) Berusia palin rendah 60 (enam puluh) tahun;

3) Berwawasan luas dalam bidang etika, moral, dan profesi hakim;

4) Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

Mengenai dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik, dewan Etik

membedakan dalam pelanggaran ringan dan pelanggaran berat, untuk

pelanggaran ringan yaitu pelanggaran yang menurut penilaian Dewan Etik

sifatnya ringan dan pelanggaran yang dimaksud dilakukan kurang dari 3 (tiga)

kali. Sedangkan pelanggaran berat merupakan pelanggaran ringan yang telah

dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali atau pelanggaran yang berdasarkan penilaian

Dewan Etik bersifat berat karena mencemarkan nama baik dan martabat

hakim konstitusi, bahkan membahayakan eksistensi dan fungsi Mahkamah.

Dalam pelanggaran berat Dewan Etik berwenang mengusulkan Majelis

Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagai Majelis yang mampu mengadili

pelanggaran berat tersebut.

2. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

a. Pengertian Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

Dalam peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 tahun 2014

tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi di jelaskan bahwa

Majelis Mahkamah Konstitusi atau yang biasa di singkat MKMK

adalah salah satu perangkat untuk menjaga dan meneggakan

kehormatan, keluhuran martabat, dan kode etik Hakim Konstitusi

terkait dengan laporan mengenai dugaan pelanggaran berat yang

dilakukan oleh Hakim Telapor atau hakim Terduga yang disampaikan

oleh Dewan Etik. Didalam UU Nomor 8 tahun 2011 tentang

Mahkamah Konstitusi dalam pasal 1 angka 4 juga disebut pengertian

MKMK yaitu perangkat yang dibentuk oleh mahkamah konstitusi

untuk memantau, memeriksa, dan merekomendasikan tindakan

terhadap hakim konstitusi yang diduga melanggar kode etik dan

Page 45: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

36

pedoman perilaku Hakim Konstitusi. Dalam pelaksanaannya MKMK

dibentuk olek Mahkamah Konstitusi atas usulan dari Dewan Etik, usul

pembentukan Majelis Kehormatan disampaikan kepada Mahkamah

Konstitusi secara tertulis disertai dengan usul pembebastugasan Hakim

Terlapor atau Hakim Terguga, Mahkamah Konstitusi membentuk

Majelis Kehormatan dan pembebastugasan Hakim terlapor maupun

terduga dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak

diterimanya usul Dewan Etik dan ditetapkan dengan keputusan Ketua

Mahkamah Konstitusi.

b. Keanggotaan dan Susunan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstutusi

Keanggotaan Majelis Kehormatan tidak tetap, anggota Majelis

kehormatan yang telah ditetapkan hanya bertugas pada saat

pengusulan tersebut. Calon anggota MKMK dipilih dalam rapat pleno

hakim yang bersifat tertutup dan ditugaskan oleh Komisi Yudisial

sesuai permintaan Mahkamah Konstitusi, kemudian ditetapkan dengan

keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi. Anggota Majelis Kehormatan

terdiri dari 5 orang yang terdiri atas unsur:

1) 1 (satu) orang Hakim Konstitusi

2) 1 (satu) orang anggota Komisi Yudisial

3) 1 (satu) orang manyan Hakim Konstitusi

4) 1 (satu) orang Guru Besar dalam bidang hukum

5) 1 (satu) orang tokoh msyarakat

Ada beberapa syarat keanggotaan bagi anggota MKMK yaitu:

1) Jujur, adil, dan tidak memihak

2) Berusia paling rendah 60 (enam puluh) tahun untuk mantan

hakim konstitusi, guru besar dalam bidang hukum, dan tokoh

masyarakat

3) Berwawasan luas dalam bidang etika, moral, dan profesi hakim

Page 46: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

37

4) Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

Adapula susunan keanggotan Majelis Kehormatan sebagaimana tertera

dalam pasal 8 ayat (1) PMK nomor 2 tahun 2014, yang terdiri atas:

1) 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota

2) 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota

3) 3 (tiga) orang anggota

Susunan ini ditetapkan dengan keputusan ketua Mahkamah Konstitusi.

c. Tugas dan Kewewenang Majelis Kehormatan

Dalam pelaksanaannya Majelis Kehormatan Mahkamah

Konstitusi juga memiliki tugas dan kewenangan. Berikut tugas Majelis

Kehormatan Mahkamah Konstitusi:

a. Melakukan pengolahan dan penelaahan terhadap laporan yang

diajukan oleh Dewan Etik mengenai dugaan pelanggaran berat

yang dilakukan oleh hakim terlapor atau terduga, serta

mengenai hakim terlapor atau terduga yang telah mendapatkan

teguran lisan sebanyak 3 (tiga) kali

b. Menyampaikan keputusan Majelis Kehormatan kepada

Mahkamah Konstitusi

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Mejelis

Kehormatan juga mempunyai wewenang, yaitu:

a. Memanggil dan memeriksan hakim terlapor atau terduga yang dijukan

oleh Dewan Etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan,

termasuk untuk dimintai dokumen atau alat bukti lain

b. Memanggil dan meminta keterangan pelapor, saksi dan pihak lain

yang terkait dengan dugaan pelanggaran berat yang dilakukan oleh

hakim terlapor atau terduga untuk dimintai keterangan, termasuk

dokumen atau alat bukti lain

c. Menjatuhkan keputusan berupa sanksi atau rehabilitasi.

Page 47: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

38

B. Mekanisme Kinerja Dewan Etik dan Majelis Kehormatan Mahkamah

Konstitusi

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Dewan Etik Majelis

Kehormatan Mahkamah Konstitusi mempunyai tatacara dalam melakukan

tugasnya Dewan Etik mengawasi dan memastikan bahwa seluruh hakim

konstitusi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berjalan sesuai dengan

aturan hukum yang datur dalam peraturan perundang-undangan dan aturan

etika2 sebagaimana termuat dalam Kode Etik

3 dan Pedoman Perilaku.

Sedangkan dalam hal terjadi pelanggaran berat atas dasar laporan masyarakat

dan/atau informasi yang disampaikan atau diterima Dewan Etik, kemudian

Dewan Etik dapat mengusulkan pembentukan Majelis Kehormatan

Mahkamah Konstitusi. Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya

Dewan Etik dan Majleis Kehormatan mempunyai prinsip-prinsip sebagaimana

di atur dalam pasal 55 PMK nomor 2 tahun 2014 tentang Majelis Kehormatan

Mahkmah Konstitusi, yaitu:

a. Prinsip Independensi

Yaitu Dewan Etik dan Majelis Kehormatan dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim

Konstitusi dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.

b. Prinsip Objektivitas

Yaitu Dewan Etik dan Majelis Kehormatan dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya menggunakan kriteria, parameter, data, informasi,

dan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan

c. Prinsip Impersialitas

2 Ahmad Charis Zubair, Kuliah Etika, Rajawali Pers, Jakarta, Cet. 3, 1980, h. 7

3 Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, h. 13

Page 48: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

39

Yaitu Dewan Etik dan Majelis Kehormatan dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya tidak memihak kepada siapapun dan kepentingan

apapun

d. Prinsip Penghormatan Kepada Profesi Hakim Konstitusi

Yaitu Dewan Etik dan Majelis Kehormatan dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya wajib menjaga kehormatan dan keluhuran martabat

Hakim Konstitusi

e. Prinsip Praduga Tidak Bersalah

Hakim terlapor atau terduga dianggap tidak bersalah sampai dengan

dibuktikan sebaliknya berdasarkan keputusan Dewan Etik atau

keputusan Majelis Kehormatan

f. Prinsip Transparasi

Masyarakat dapat mengakses data, informasi, keputusan Dewan Etik ,

dan keputusan Majelis Kehormatan, kecuali hal-hal yang ditentukan

lain dalam PMK nomor 2 tahun 2014 tentang Majelis Kehormatan

Mahkamah Konstitusi

g. Prinsip Akuntabilitas

Dewan Etik dan Majelis Kehormatan harus dapat

mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

Berikut adalah penjabaran mekanisme kinerja Dewan Etik dan Majeleis

Kehormatan Mahkamah Konstitusi:

1. Dewan Etik

Pada pelaksanaan tugasnya Dewan Etik memeriksa perkara terkait

dugaan pelanggaran kode etik baik yang berasal dari laporan masyarakat

maupun berdasarkan informasi media. Terhadap laporan dari masyarakat

yaitu laporan yang diajukan oleh perseorangan, kelompok orang, lembaga

atau organisasi mengenai dugaan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan

oleh Hakim Terlapor, baik terkait dengan proses penanganan perkara

Page 49: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

40

konstitusi maupun di luar penanganan perkara konstitusi. Sedangkan

berdasarkan informasi adalah informasi mengenai dugaan pelanggaran

Kode Etik yang dilakukan oleh Hakim Terduga berdasarkan pemberitaan

media massa baik cetak maupun elektronik dan dari masyarakat. Adapun

tahapan penanganan perkara dugaan pelanggaran kode etik:

a. Rapat pemeriksaan (pemeriksaan laporan)

1) Penjelasan laporan oleh pelapor

2) Perbaikan laporan oleh pelapor apabila dipandang perlu

3) Pengesahan alat bukti

b. Rapat pemeriksaan (pembuktian)

1) Pembuktian pelapor dan terlapor

2) Dewan etik dapat memanggil Hakim terlapor dan pihak

lain yang terkait dengan perkara

c. Rapat Dewan Etik

1) Membahas dan memusyawarahkan perkara

2) Pengambil putusan

3) Penyusunan draft Berita Acara Hasil Pemeriksaan

d. Penyampaian Berita Acara Hasil Pemeriksaan

Berita acara hasil pemeriksaan disampaikan kepada Ketua dan

Wakil ketua Mahkamah, Hakim terlapor atau terduga dan pelapor.

Rapat Dewan Etik dilakukan secara tertutup untuk melakukan pemeriksaan

terhadap hakim terlapor atau terduga, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 28

PMK nomor 2 tahun 2014 tentang Majelis Kehormatan mahkamah Konstitusi.

Dalam hasil rapat Dewan Etik akan menghasilkan 3 (tiga) kesimpulan yaitu:

a. Tidak terdapat pelanggaran

Dewan Etik menyimpulkan tidak terdapat pelanggaran, apabila

terbukti Hakim terlapor atau terduga tidak melalukan pelanggaran, hal itu

tertuang dalam berita acara pemeriksaan Dewan Etik, yang akan

Page 50: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

41

disampaikan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi dan Hakim terlapor atau

terduga dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak berita

acara Dewan Etik ditandatangani.

b. Pelanggaran ringan

Dewan Etik menyimpulkan terdapat pelanggaran ringan, Dewan Etik

mengambil keputusan untuk mejatuhkan sanksi berupa teguran lisan. Hal

ini juga dituangkan dalam berita acara pemeriksaan Dewan Etik dan

disampaikan kepada Ketua Mahkmaha Konstitusi dan Hakim terlapor atau

terduga dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak berita

acara ditandatangani.

c. Dugaan pelanggaran berat

Dewan Etik menyimpulkan terdapat dugaan pelanggaran berat yakni

Hakim terlapor atau terduga telah mendapatkan teguran lisan sebanyak 3

(tiga) kali, dituangkan dalam berita acara pemeriksaan Dewan Etik,

disampaikan kepada Ketua Mahkmaha Konstitusi dan Hakim terlapor atau

terduga dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak berita

acara ditandatangani. Penyampaian berita acara pemeriksaan Dewan Etik

disertai dengan usul pembentukan Majelis Kehormatan dan

pembebastugasan Hakim terlapor atau terduga.

Dalam pelaksanaan tugasnya putusan Dewan Etik terhadap laporan tersebut

berupa Berita Acara Pemekriksaan yang dilakukan oleh anggota Dewan Etik

terhadap hakim terlapor atau terduga dan penyelesaiannya diadakan di dalam

rapat Dewan Etik. Berikut adalah data anatomi perkara, baik berupa Laporan

maupun informasi masyarakat tentang dugaan pelanggaran Kode Etik oleh

hakim konstitusi pada tahun 2014 adalah sebagai berikut:

a. Perkara masuk sejumlah 25 perkara yang terdiri atas 15 perkara

Pemilukada, 5 (lima) perkara Pemilu Legislatif, satu perkara Pemilu

Page 51: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

42

Presiden, dua perkara pengujian Undang-Undang, dan dua perkara

lain-lain.

b. Perkara yang ditindaklanjuti sebanyak 9 (sembilan) perkara, terdiri

atas 2 (dua) perkara Pemilukada, 4 (empat) perkara Pemilu Legislatif,

satu perkara pengujian undang-undang, dan dua perkara lain-lain.

Dari sembilan perkara yang ditindaklanjuti tidak ada sanksi yang

dijatuhkan oleh Dewan Etik, melainkan beberapa saran dan/atau

rekomendasi sebagai berikut:

a. Agar Pimpinan MK menertibkan pemberian izin kepada Hakim

Konstitusi yang melakukan kegiatan di luar tugas pokoknya;

b. Agar Pimpinan MK menyempurnakan penerapan Hukum Acara

MK, khususnya mengenai Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)

dan membuat pertimbangan hukum;

c. Agar Putusan MK yang dimaksudkan sebagai Putusan Sela

disebutkan secara eksplisit dalam putusan supaya tidak

menimbulkan kesalah pahaman;

d. Agar Hakim Konstitusi lebih mengontrol sikap dan ucapannya

supaya tidak menimbulkan salah paham sehingga menduga

sebagai pelanggaran etik;

e. Agar MK terus menerus memperbaiki sistem penanganan perkara

Perselisihan Hasil Pemilu Umum (PHPU) dengan menekankan

pada peranan hakim dan panitera khususnya dalam proses

pembuktian;

f. Agar Hakim Konstitusi lebih hati-hati berbicara, meskipun dalam

forum ilmiah, atas suatu masalah yang berpotensi menjadi perkara

konstitusi di MK;

g. Agar MK mengkaji ulang diperbolehkannya pemohon

perseorangan dalam PHPU Legislatif, sebab peserta dalam Pemilu

Page 52: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

43

DPR dan DPRD adalah partai politik, bukan perseorangan seperti

halnya pemilu anggota DPD. Hal itu penting agar tidak

menimbulkan perpecahan dalam internal partai politik.

h. Agar para Hakim Konstitusi dan Panitera lebih cermat dan hati-

hati dalam menangani perkara PHPU, sebab ketidakcermatan

berpotensi untuk pelanggaran etik.

Penanganan Perkara Tahun 2015:

a. Sejak Januari sampai dengan Desember 2015, Dewan Etik telah

menerima laporan masyarakat sebanyak 3 (tiga) laporan. Dari laporan

masyarakat yang masuk, sebanyak 2 (dua) laporan memenuhi syarat

untuk ditindak lanjuti, dengan rincian sebagai berikut:

1) Laporan yang diajukan oleh Nico Indra Sakti terhadap dugaan

pelanggaran Kode Etik yang dituduhkan kepada Hakim

Konstitusi Suhartoyo tatkala menjadi Hakim dan Ketua

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Laporan tersebut

ditindaklanjuti dalam Rapat Pemeriksaan oleh Dewan Etik;

2) Laporan yang diajukan oleh Forum Aliansi Masyarakat Anti

Gerakan Menodai Konstitusi (Forum Amankan MK) tentang

dugaan pelanggaran Kode Etik Hakim Konstitusi Anwar

Usman dan Suhartoyo kerena menghadiri acara pelantikan

Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen, Malang pada tanggal 31

Juli 2015. Laporan tersebut tidak secara lengkap

mencantumkan identitas lengkap Pelapor, sehingga dapat

dikategorikan sebagai surat kaleng yang tidak dapat diketahui

secara jelas siapa pengirimnya. Format laporan pelapor tidak

memenuhi salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Dewan Etik Hakim Konstitusi Nomor 1 Tahun 2014

tentang Mekanisme Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Laporan

Page 53: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

44

dan Informasi, sehingga tidak dapat diproses dan

ditindaklanjuti;

3) Laporan yang diajukan oleh Gerakan Mahasiswa Hukum

Jakarta (GMHJ) tentang dugaan pelanggaran Kode Etik Hakim

Konstitusi Arief Hidayat, Anwar Usman, Suhartoyo, dan

Manahan M.P. Sitompul dalam Penanganan Perkara Pengujian

Undang-Undang Nomor 43/PUU-XIII/2015. Laporan tersebut

ditindaklanjuti dalam Rapat Pemeriksaan oleh Dewan Etik.

b. Pelaksanaan tugas terkait penanganan dugaan pelanggaran Kode Etik

yang berdasarkan informasi sejak Januari s.d Desember 2015 belum

ada, karena belum ada informasi yang yang diduga terdapat

pelanggaran Kode Etik oleh Hakim Konstitusi.

c. Laporan masyarakat yang ditindaklanjuti dalam Rapat Pemeriksaan

Dewan Etik pada periode Januari s.d. Desember 2015 dan kemudian

kesimpulan dan keputusannya dituangkan dalam Berita Acara

Pemeriksaan berjumlah 2 (dua) perkara, yaitu sebagai berikut :

1) Berita Acara Pemeriksaan Nomor 10/Lap-II/BAP/DE/2015

(Laporan Nico Indra Sakti);

2) Berita Acara Pemeriksaan Nomor 11/Lap-II/BAP/DE/2015

(Laporan Organisasi Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta)

d. Pelaksanaan tugas terkait penyampaian pendapat tertulis atas

pertanyaan Hakim Konstitusi belum ada, karena belum ada permintaan

dari Hakim Konstitusi. Akan tetapi, baik dalam Berita Acara

Pemeriksaan maupun dalam surat resmi, Dewan Etik selalu

menyampaikan rekomendasi untuk berbagai perbaikan kepada MKRI

dalam menangani perkara-perkara konstitusi, khususnya Pengujian

Undang-Undang dan Perselisihan Hasil Pemilihan Gebernur, Bupati,

dan Walikota.

Page 54: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

45

Sejak Dewan Etik dibentuk sampai sekarang, Dewan Etik telah

memberikan rekomendasi yang dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan

(BAP), yaitu sebagai berikut:

a. Rekomendasi dalam BAP No. 01/Info-1/BAP/DE/2014: “Pimpinan

MK agar menertibkan perizinan bagi Hakim Konstitusi yang akan

melakukan kegiatan di luar tugas pokoknya agar tidak mengganggu

sidang MK”.

b. Rekomendasi dalam BAP No. 02/Lap-1/BAP/DE/2014:

“penyempurnaan dalam penerapan Hukum Acara Mahkamah

Konstitusi, khususnya dalam masalah Rapat Permusyawaratan Hakim

dan Pertimbangan Mahkamah dalam Putusan suatu perkara

Konstitusi”.

c. Rekomendasi dalam BAP No. 03/Lap-1/BAP/DE/2014: “Meskipun

tidak terdapat pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,

namun untuk perbaikan di masa depan, hendaknya Mahkamah selalu

menyebut dengan tegas bahwa Putusan yang memerintahkan pemilu

ulang, penghitungan suara ulang, dan verifikasi ulang sebagai Putusan

sela, agar pihak-pihak yang berperkara lebih mudah memahaminya”.

d. BAP No. 04/Lap-1/BP/DE/2014: tidak ada rekomendasi.

e. BAP No. 05/Lap-1/BAP/DE/2014: tidak ada rekomendasi.

f. Rekomendasi dalam BAP No. 06/Lap-1/BAP/DE/2014:

1) Hakim Konstitusi harus mengontrol sikap dan ucapannya agar

tidak menimbulkan kesalahpahaman dari pihak-pihak yang

tingkat sensitifitasnya berbeda-beda agar tidak dinilai

melanggar Kode Etik;

2) Bahwa Mahkamah harus terus menerus memperbaiki dan

menyempurnakan sistem penanganan PHPU agar lebih efektif

dan efisien, tetapi tidak mengurangi esensi penanganan suatu

Page 55: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

46

perkara yang merupakan ranah kewenangan Hakim yang

dibantu oleh Panitera, terutama terkait dengan proses

pembuktian.

g. Rekomendasi dalam BAP No. 07/Lap-1/BAP/DE/2014: “Bahwa

meskipun Hakim Terlapor tidak melakukan pelanggaran Kode Etik

dan Perilaku Hakim Konstitusi, tetapi Dewan Etik perlu mengingatkan

agar Hakim terlapor lebih hati-hati dalam berbicara meskipun dalam

forum kegiatan ilmiah, karena Penerapan Butir 10 huruf a Prinsip

Kepantasan dan Kesopanan Kode Etik telah memenentukan bahwa:

Dengan tetap mengutamakan dan terikat pada aturan-aturan tentang

tugas-tugasnya di bidang peradilan serta dengan tetap

mempertahankan prinsip independensi dan ketakberpihakan, Hakim

Konstitusi boleh: menulis, memberi kuliah, mengajar, dan turut serta

dalam kegiatan-kegiatan ilmiah di bidang hukum dan peradilan atau

hal-hal-hal yang terkait dengannya”.

h. Rekomendasi dalam BAP No. 08/Lap-1/BAAP/DE/2014:

1) Mahkamah perlu mengkaji ulang tentang diperbolehkannya

permohonan PHPU perseorangan, sebab hal itu tidak sesuai

dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD NRI 1945 yang

menyatakan bahwa peserta Pemilu anggota DPR dan DPRD

adalah partai politik, yang berarti sesungguhnya pemegang

legal standing dalam PHPU DPR dan DPRD adalah partai

politik. Ditiadakannya pemohon perseorangan akan

mengurangi jumlah perkara PHPU DPR dan DPRD yang

sangat banyak yang harus diselesaikan dalam waktu yang

sangat singkat dan sekaligus mengurangi konflik internal

partai politik peserta Pemilu;

Page 56: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

47

2) Mahkamah perlu terus menerus menyempurnakan mekanisme

penyelesaian PHPU DPR, DPD, dan DPRD agar lebih efektif dan

efisien.

i. Rekomendasi dalam BAP No. 09/Lap-1/BAP/DE/2014: “agar para

Hakim Terlapor lebih cermat dan hati-hati dalam memutus perkara

PHPU, karena kekurangcermatan akan berpotensi pelanggaran Kode

Etik”.

j. BAP No. 10/Lap-II/BAP/DE/2015: tidak ada rekomendasi.

k. Rekomendasi dalam BAP No. 11/Lap-II/BAP/DE/2015: “di masa

datang pola komunikasi antara hakim dengan para pihak dalam

persidangan perlu diperbaiki agar tidak menimbulkan miskomunikasi

dan kesalahpahaman yang dapat berakibat terjadinya pelanggaran

Kode Etik.”

l. BAP No. 12/Lap-III/BAP/DE/2016: tidak ada rekomendasi.

m. BAP No. 13/Info-III/BAP/DE/2016: Dewan Etik menjatuhkan

keputusan dengan sanksi “Teguran Lisan”.4

2. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

Dalam mekanisme kinerja Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi,

MKMK menerima laporan terkait dugaan pelanggaran berat yang

dilakukan oleh Hakim Konstitusi terlapor atau terduga dari Dewan Etik.

Berbeda dengan Dewan Etik yang mengadakan rapat Dewan etik untuk

memeriksa Hakim terlapor atau terduga, MKMK mengadakan

persidangan Majelis Kehormatan hal ini diatur dalam bab VII PMK nomor

2 tahun 2014 tentang Majleis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Dalam

persidangan Majelis Kehormatan terdiri atas 3 (tiga) tahapan, yaitu:

4 Wiryanto, “Penguatan Dewan Etik dalam Menjaga Keluhuran Martabat Hakim

Konstitusi”. Jurnal Konstitusi, Volume 13 No 4, Desember 2016, h. 729-734

Page 57: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

48

a. Sidang Pemeriksaan Pendahuluan

Sidang pemeriksaan pendahuluan dilakukan untuk

pemeriksaan pendahuluan terhadap hakim terlapor atau terdduga yang

diduga melakukan pelanggaran berat, sidang ini dilakukan tertutup

untuk umum kecuali ditentukan lain oleh Majelis kehormatan.

Namum, untuk membacakan keputusan Majelis Kehormatan

dilakukan terbuka untuk umum. Sidang ini juga dihadiri oleh anggota

Dewan Etik, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan meliputi:

1) Mendengarkan keterangan Dewan Etik

2) Mendengarkan keteranga pelapor

3) Memeriksa alat bukti

4) Mendengarkan penjelasan dan pembelaan hakim terlapor atau

terduga

Sidang pemeriksaan pendahuluan dilaksanakan dalam jangka

waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditetapkan keputusan Ketua

Mahkamah Konstitusi tentang pembentukan Majelis Kehormatan,

diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) dan dapat

diperpanjang dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja dengan

diterimanya perpanjangan pembebastugasan hakim Konstitusi terlapor

atau terduga dari Ketua Mahkamah Konstitusi. Dalam sidang

pemeriksaan pendahuluan menghasilkan kesimpulan Majelis

Kehormatan yang menyatakan bahwa:

1) Hakim terlapor atau terduga tidak terbukti melakukan

pelanggaran :

Hakim terlapor atau terduga tidak melakukan pelanggaran,

Majelis Kehormatan mengambil keputusan bahwa hakim

terlapor atau terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran dan

memberikan usul merehabilitasi yang bersangkutan.

Page 58: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

49

2) Hakim terlapor atau terduga terbukti melakukan pelanggaran

ringan:

Keputusan majelis kehormatan memuat penjatuhan sanksi

berupa terugaran lisan.

3) Hakim terlapor atau terduga terbukti melakukan pelanggaran

berat:

Jika hakim terlapor atau terduga diduga melakukan

pelanggaran berat, Majelis kehormatan mengambil keputusan

melanjutkan pemeriksaan terhadap hakim terlapor atau terduga

dalam sidang pemeriksaan lanjutan disertai rekomendasi

pemberhentian sementara.

b. Sidang Pemeriksaan Lanjutan

Sidang pemeriksaan lanjutan dilakukan untuk pemeriksaan

lanjutan terhadap hakim terlapor atau terduga melakukan pelanggaran

berat yang telah menerima teguran lisan sebanyak 3 (tiga) kali. Setiap

sidang pemeriksaan lanjutan dihadiri oleh Dewan Etik. Persidangan ini

bersifat tertutup untuk umum, kecuali ditentukan oleh Majelis

Kehormatan. Sedangkan untuk pembacaan keputusan terbuka untuk

umum. Sidang pemeriksaan lanjutan berisi:

1) Mendengarkan keterangan Dewan Etik

2) Mendengarkan keteranga pelapor

3) Memeriksa alat bukti

4) Mendengarkan penjelasan dan pembelaan hakim terlapor atau

terduga

Pengajuan Majelis Kehormatan untuk sidang pemeriksaan lanjutan di

sertai dengan surat pemberhentian sementar. Mahkamah konstitusi

mengajukan permintaan pemberhentian sementara Hakim terlapor

atau terduga kepada presiden dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)

Page 59: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

50

hari kerja sejak diterimanya keputusan Majelis Kehormatan. Setelah

ditetapkan Keputusan Presiden tentang pemberhentian sementara baru

lah sidang pemeriksaan lanjutan dapat dilaksanakan. Sidang

pemeriksaan lanjutan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama

60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang dalam jangka

waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Dalam sidang

pemeriksaan pendahuluan menghasilkan kesimpulan Majelis

Kehormatan yang menyatakan bahwa:

1) Hakim terlapor atau terduga tidak terbukti melakukan

pelanggaran :

Dalam hal hakim terlapor atau terduga tidak melakukan

pelanggaran, Majelis Kehormatan mengambil keputusan

bahwa hakim terlapor atau terlapor tidak terbukti melakukan

pelanggaran dan memberikan usul merehabilitasi yang

bersangkutan.

2) Hakim terlapor atau terduga terbukti melakukan pelanggaran

ringan:

Dalam hal ini keputusan majelis kehormatan memuat

penjatuhan sanksi berupa terugaran lisan.

3) Hakim terlapor atau terduga terbukti melakukan pelanggaran

berat:

Jika hakim terlapor atau terduga diduga melakukan

pelanggaran berat, Majelis kehormatan mengambil keputusan

yaitu penjatuhan sanksi berupa teguran lisan atau

pemberhentian tidak dengan hormat kepada Hakim terlapor

atau terduga, kemudian Mahkamah Konstitusi mengajukan

permintaan pemberhentian tidak dengan hormat kepada

Page 60: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

51

Presiden dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak

diterimanya keputusan Majelis Kehormatan.

c. Rapat Pleno Majelis Kehormatan

Rapat pleno dilaksanakan untuk mengambil keputusan Majelis

Kehormatan, rapat pleno adalah rangkaian terakhir dari pelaksanaan

Persidangan Majelis Kehormatan sebagai lembaga yang diusulkan

oleh Dewan Etik untuk memeriksa Hakim terlapor atau terdua

pelanggaran berat. Dalam rapat pleno dibicarakan atau

memusyawarahkan keputusan Majelis Kehormatan dari persidangan

Majelis Kehormatan. Rapat pleno tertutup untuk umum sebagai mana

di atur dalam pasal 54 ayat 2 PMK nomor 2 tahun 2014 tentang

Majelis Kehormanatan Mahkamah Konstitusi.

Dalam kinerjanya MKMK telah mengeluarkan 3 (tiga) putusan yaitu:

a. Putusan No. 01/MKMK/X/2013 tentang pemberhentian tidak dengan hormat

kepada Hakim terlapor Dr. H. M. Akil Mochtar., S.H., M.H.

b. Putusan No. 01/MKMK/SLP/II/2017 tentang pemberhentian tidak dengan

hormat kepada Hakim terduga Dr. H. Patrialis Akbar., S.H., M.H.

c. Putusan No. 01/MKMK/SPP/II/2017 tentang pemberhentian sememtara

terhadap Hakim terduga Dr. H. Patrialis Akbar., S.H., M.H.

Page 61: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

52

BAB IV

BENTUK DAN EFEKTIFITAS DEWAN ETIK DAN MAJELIS

KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI

A. Bentuk Pengawasan Hakim Konstitusi di Indonesia

Menurut Mahkamah konstitusi, independensi hakim dan pengadilan

terwujud dalam kemerdekaan hakim. Kemerdekaan hakim sangat berkaitan

dengan sikap tidak berpihak atau sikap imparsial hakim, baik dalam

pemeriksaan maupun pengambilan keputusan. Kemerdekaan hakim juga harus

dimaknai tetap dalam batasan-batasan yang ditentukan oleh hukum untuk

menciptakan keadilan. Hakim yang tidak independen tidak dapat diharapkan

bersikap netral atau imparsial dalam menjalankan tugasnya1. Maka, penting

adanya lembaga pengawasan terhadap hakim konstitusi agar tetap terjaga

kehormatan serta keluhuran martabatnya, agar selaras antara prinsip

indenpendesi serta perilaku hakim itu sendiri agar senantiasia selalu dalam

kaedah-kaedah kehormatan hakim.

Sejak diucapkannya Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 judicial

review Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial pada

tanggal 23 Agustus 2006 dalam sidang terbuka untuk umum, Komisi Yudisial

telah berkurang wewenangnya dalam pengawasan terhadap hakim konstitusi,

dimana dalam amar putusan tersebut disebutkan bahwa pengawasan KY

terhadap hakim konstitusi akan mengganggu dan memandulkan MK sebagai

lembaga pemutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga Negara. Hal

ini mengakibatkan kekosongan hukum bagi Pengawasan Hakim Konstitusi.

Dalam kekosongan hukum tersebut Mahkamah Konstitusi hanya memiliki

pengawas internal yaitu Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi sebagai

lembaga yang berwenang dalam mengawasi hakim konstitusi, juga kode etik

1 P. Wignjosumarto, “Peran Hakim Agung dalam Penemuan Hukum dan Penciptaan Hukum

pada Era Reformasi dan Trasformasi”, Varia Peradilan, No. 251 Okrober 2006, h. 69

Page 62: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

53

dan pedoman perilaku hakim Konstitusi yang dideklarasikan dan ditanda

tangani oleh 9 (Sembilan) hakim Konstitusi pada tanggal 17 Oktober 2006.

Deklarasi ini kemudian berlaku dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi

(PMK) Nomor 07 Tahun 2005 tanggal 18 Oktober 2005. Deklarasi tersebut

digunakan sebagai pedoman bagi Hakim Konstitusi dan tolak ukur guna

menilai perilaku hakim Konstitusi, serta membantu masyarakat termasuk

lembaga Negara lain agar memiliki pengertian tentang fungsi dan kinerja

Mahkamah Konstitusi.2

Sejak Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap

Ketua hakim Konstitusi Akil Mochtar pada tahun 2013, membuat paradigma

bahwa pengawasan yang dilakukan Majelis Kehormatan Mahkamah

Konstitusi selama ini tidak dapat menjadi upaya Preventif mahkamah

konstitusi dalam pengawasan internal, karena pengawasan yang dilakukan

Majelis Kehormatan bukan upaya mencegah tetapi hanya dalam batas

mengatasi, jika sudah terjadi barulah Majelis Kehormatan bertindak sebagai

peradilan perilaku Hakim Konstitusi. Pada tahun 2014 Mahkamah Konstitusi

memperbaruhi PMK tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

dimana Mahkamah Konstitusi kembali menjabarkan kinerja Majelis

Kehormatan serta Dewan Etik Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga

pengawas harian yang anggotanya bersifat tetap. Dewan Etik berperan untuk

mencegah perilaku-perilaku yang dianggap tidak sesuai dengan kaedah kode

etik dan pedoman perilaku Hakim Konstitusi. Masyarakat juga dapat

memberikan laporan melalui surat maupun email kepada Mahkamah

konstitusi. Hakim konstitusi yang diduga melanggar pedoman tersebut diberi

sanksi berupa teguran lisan dan surat pembebastugasan sementara, jika

pelanggaran tersebut merupakan pelanggaran berat maka Dewan Etik

2 Achmad Roestadi, Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab, Sekretariat Jendral dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006, h. 23-24

Page 63: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

54

mengusulkan dibentuknya Majelis Kehormatan sebagai lembaga Pengawas

yang berhak mengadili hal tersebut.

Sebagai lembaga pengawas Internal Dewan Etik dan Majelis

Kehormatan memiliki bentuk pengawasan sebagai tolak ukur dalam penilaian

etik dan perilaku hakim konstitusi. Membahas tentang bentuk pengawasan

yang dilakukan oleh Dewan Etik dan Majelis Kehormatan Mahkamah

Konstitusi, dilihat dari pasal 21 ayat (1) huruf a PMK No. 2 Tahun 2014

tentang Majelis Kehormatan Mahkamah penulis menemukan bahwa bentuk

pengawasan yang dilakukan Dewan Etik bukan sebagai pelaksana fungsi

pengawas melaikan lebih kepada pelaksanaan penangan. Hal ini sama dengan

fungsi Majelis Kehormatan. Berikut isi pasal 21 ayat (1) huruf a PMK No. 2

Tahun 2014 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah:

“Dewan etik melalukan pengumpulan, pengelolaan dan penelaahan laporan

atau informasi tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Hakim

Konstitusi”.

Dari kutipan tersebut penulis menemukan bahwa bentuk pengawasan Hakim

konstitusi baru dilakukan jika ada laporan, barulah Dewan Etik mengelola dan

menelaah laporan tersebut, lalu bagaimana jika tidak ada laporan mengenai

pelanggaran yang dilakukan Hakim Konstitusi? Pasalnya dewan etik

merupakan lembaga pengawas harian yang anggotanya bersifat tetap dalam

menjalankan Fungsi pengawasan terhadap Hakim Konstitusi.

B. Efektifitas Pengawasan Hakim Konstitusi oleh Dewan Etik dan Majelis

Kehormatan Mahkamah Konstitusi

Sebagai sebuah profesi yang berkaitan dengan proses di pengadilan,

definisi hakim tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana pada pasal 1 angka 8 KUHAP menyebutkan,

hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-

undang untuk mengadili. Sedangkan mengadili diartikan sebagai serangkaian

Page 64: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

55

tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara

berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam

hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang.

Pengadilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman adalah salah satu

unsur penting dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaat).

Untuk mewujudkan Negara hukum yang sebenarnya dimana prinsip-prinsip

hak asasi manusia dihargai oleh karena itu hanya pengadilan yang memenuhi

kriteria mandiri (independen), netral (tidak berpihak), dan kompeten yang

dapat menjamin pemenuhan hak asasi manusia. Oleh karena itu, posisi hakim

sebagai aktor utama lembaga peradilan menjadi amat vital, terlebih lagi

mengingat segala kewenangan yang dimilikinya. Melalui putusannya, hakim

dapat mengubah, mengalihkan, atau bahkan mencabut hak dan kebebasan

warga negara, dan semua itu dilakukan dalam rangka menegakkan hukum dan

keadilan. Besarnya kewenangan dan tingginya tanggung jawab hakim

ditunjukkan melalui putusan pengadilan yang selalu diucapkan dengan irah-

irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini

menegaskan bahwa kewajiban menegakkan keadilan tidak hanya

dipertanggungjawabkan kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Tuhan

Yang Maha Esa3.

Begitu besarnya peran hakim untuk mewujudkan sebuah Negara

hukum yang ideal, maka integritas dan indepedensi hakim itu sendiri haruslah

dijaga agar tujuan kekuasaan kehakiman tetap berada pada jalurnya demi

mewujudkan keadilan di masyarakat. Sebesar apapun peran hakim di

lingkungan masyarakat, hakim tetaplah manusia biasa yang bisa lalai dalam

pekerjaannya. Untuk mencegah atau meminimalisir kemungkinan tersebut

dirasa perlu aturan yang ketat dalam pengawasan hakim yang efektif sehingga

kehormatan serta keluhuran martabatnya tetap terjaga. Upaya tersebut

3 Pembukaan Pedoman Perilaku Hakim yang disusun pada tahun 2006 oleh Mahkamah Agung

Republik Indonesia

Page 65: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

56

tentunya tidak boleh sampai mengintervensi prinsip indepedensi kekuasaan

kehakiman. Hal ini juga termasuk profesi hakim Konstitusi, menurut pasal 1

angka 7 UU nomo 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang

dimaksud hakim konstitusi adalah hakim pada Mahkamah konstitusi. Hakim

konstitusi memiliki kebebasan untuk memutus perkara tanpa harus takut

adanya intervensi dari luar pengadilan. Namum sebagai konsekuensi

kebebasan tersebut hakim konstitusi harus tetap menjalani proses pengawasan

dan menaati peraturan yang ada dan berlaku, hal ini dilakukan untuk

mempertahankan martabat dan intregritas hakim konstitusi.

Setelah adanya Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 bahwa

pengawasan secara eksternal yang dilakukan oleh KY terhadap hakim

konstitusi dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945, maknanya bahwa

hakim konstitusi tidaklah termasuk dalam pengertian hakim yang perilaku

etiknya diawasi oleh KY. Sehingga pengawasan terhadap perilaku kode etik

hakim konstitusi dilakukan oleh Majelis Kehormatan yang tersendiri sesuai

dengan ketentuan Pasal 23 UU MK (sebelum dilakukan perubahan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003) sebagai pelaksanaan Pasal 24C ayat (6)

Undang-Undang Dasar 1945.4 Dari penjabaran diatas diketahui Mahkamah

Konstitusi tidak memiliki pengawasan secara eksternal. Pengawasan eksternal

dinilai belum mampu melakukan fungsi pengawasan tanpa mengurangi

prinsip indepedensi dan integritas Hakim Konstitusi itu sendiri. Jadi,

Mahkamah Konstitusi melakukan pengawasan secara internal. Hal tersebut

yaitu dengan adanya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitu yang diatur

dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2013. Kini PMK no 2

tahun 2013 digantikan PMK No 2 Tahun 2014. Dalam PMK No. 2 Tahun

2014 dimasukan Dewan Etik Sebagai Lembaga Pengawas Harian yang

4 Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Buku Cetak Biru Membangun

Mahkamah Konstitusi,Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2004,

hlm.121

Page 66: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

57

anggotanya bersifat tetap. Secara substansi tidak banyak perubahan yang

diatur dalam PMK no 2 tahun 2014. Bahkan dapat dikatakan PMK No 2

Tahun 2014 secara substansi hanya menggabungkan saja ketentuan yang

terdapat dalam PMK No. 2 Tahun 2013 ditambah dengan peraturan mengenai

Dewan Etik. Hal ini untuk menyiasati keberadaan Dewan Etik yang memang

tidak diatur dalam UU Mahkamah Konstitusi. Menurut Mas Ahcmad Santosa

ada beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya pengawasan internal antara

lain:5

a. Kualitas dan integritas yang tidak memadai

b. Proses pemeriksaan disiplin yang tidak transparan

c. Belum adanya kemudahan bagi masyarakat yang dirugikan untuk

menyampaikan pengaduan, memantau proses serta hasilnya

d. Semangat membela sesama korps

e. Tidak terpadat kehendak yang kuat dari pimpinan lembaga penegak

hukum untuk menindaklanjuti hasil pengawasan

Dari pendapat diatas pada poin a - e jika diselaraskan dengan

pengawasan internal yang dilakukan Dewan Etik dan Majelis Kehormatan

selama ini menurut penulis sebagai berikut:

a. Poin a kualitas dan integritas yang kurang memadai, menurut penulis dari

sisi kualitas dan integritas yang dimiliki oleh lembaga pengawas internal

Mahkamah Konstitusi sudah memadai dilihat dari sistem keanggotaannya

dimana dalam pasal 8 ayat (1), pasal 11, pasal 15 ayat (1), dan pasal 19

PMK nomor 2 tahun 2014 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah

Konstitusi disebutkan siapa saja dan syarat apa saja yang harus dipenuhi

oleh calon anggota dewan etik dan majelis kehormatan, bahkan untuk

anggota Dewan Etik sendiri, ada panitia seleksi yang keanggotaanya juga

5 Hermansyah, “Peran Lembaga Pengawas Eksternal Terhadap Hakim,” (http://www.

pemantauperadilan.com), 8 April 2006, (Diakses pada 28 juni 2018 pukul 20.46).

Page 67: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

58

harus berkualitas dan berintegritas seperti yang tertulis dalam pasal 20

ayat (3) PMK no 2 tahun 2014 tentang MKMK.

b. Poin b proses pemeriksaan yang disiplin yang tidak transparan, dari poin

ini memang dalam proses rapat pemeriksaan di Dewan Etik sifatnya

tertutup untuk umum namun masyarakat dapat mengunduh hasil

pemeriksaan tersebut via web Mahkamah Konstitusi, begitu juga sidang

pemeriksaan Majelis Kehormatan kecuali ditentukan lain oleh Majelis

Kehormatan. Hal ini terdapat dalam pasal 35 PMK no 2 tahun 2014

tentang MKMK.

c. Poin c Belum adanya kemudahan bagi masyarakat yang dirugikan untuk

menyampaikan pengaduan, memantau proses serta hasilnya. Mahkamah

Konstitusi telah memudahkan masyarakat untuk melakukan pengaduan

bisa dengan menelfon, datang langsung, atau via email. Semua informasi

tersebut sudah disedia di laman web Mahkamah Konstitusi dan hasilnya

pun di unduh dalam web tersebut.

d. Poin d Semangat membela sesama korps, dengan adanya pengawasan

internal yang dilakukan oleh Dewan Etik dan Majelis Kehormatan

sebenarnya sudah bentuk membela sesama korps. Namun, penulis

menemukan bahwa Dewan Etik dan Majelis Kehormatan kinerjanya

professional dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, ditambah lagi

keanggotaan DE dan MKMK yang tidak sepenuhnya berasal dari dalam

Mahkmah Konstitusi.

e. Poin e Tidak terpadat kehendak yang kuat dari pimpinan lembaga penegak

hukum untuk menindaklanjuti hasil pengawasan, dalam pelaksanaannya di

Mahkamah Konstitusi pelanggaran ringan dan berat yang dilakukan oleh

hakim konstitusi selalu ditindak lanjuti oleh ketua mahkamah konstitusi,

laporan dari Dewan Etik yang masuk segera di proses hal ini dapat dilihat

dalam bab III tentang mekanisme kinerja Dewan Etik dan Majelis

Kehormatan,

Page 68: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

59

Jika dinilai dari sisi efektifnya sebuah pengawasan, pengawasan

sendiri berarti salah satu unsur esensial dalam mewujudkan pemerintahan

yang bersih, sehingga siapapun termasuk pejabat Negara tidak boleh menolak

untuk diawasi. Melihat pengawasan tidak lain untuk melakukan pengendalian

yang bertujuan mencegah kekuasaan absolut, keseweangan dan

penyalahgunaan wewenang. Pengawasan internal yang dilakukan oleh Dewan

Etik dan Majelis Kehormatan sudah efektif, dilihat dari teori mas Ahcmad

Santosa bahwa Dewan Etik dan Majelis Kehormatan tidak memenuhi kriteria

lemahnya bentuk sebuah pengawasan internal. Namun, sangat disayangkan

bentuk pengawasan terutama yang dilakukan Dewan Etik kurang jelas

spesifikasinya, hanya sebatas uraian mengenai tugas dan wewenang yang

dilakukan oleh lembanga pengawasan tersebut. tidak ada bentuk lembaga

tersebut dalam melakukan fungsi pengawasan, selama ini fungsi penangannya

yang lebih berperan .

Karenan lemahnya bentuk fungsi pengawasan di Dewan Etik

penguatan perannya sebagai pengawas harian dirasa perlu, diketahui bahwa

pembentukan Dewan Etik tidak memiliki pijakan Undang-Undang. Dewan

Etik pertama kali muncul dengan dasar hukum PMK no 2 tahun 2013.

Kelahiran Dewan Etik tersebut merupakan reaksi internal MK dalam

menyikapi tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar. Karena tidak memiliki

pijakan Undang-undang Mahkamah Konstitusi mengeluarkan peraturan

sebagai dasar kerja MKMK dan Dewan Etik yaitu tertuang dalam PMK no 2

tahun 2014. Dalam peraturan tersebut diatur mengenai konstruksi Dewan Etik

yang otomatis berada dalam MKMK atau sebagai pelaksana harian yang tetap.

Dengan demikian, Dewan Etik juga memiliki peran yang cukup sentral dalam

penegakan kode etik Hakim Konstitusi. Dewan Etik memiliki peran untuk

melakukan pengawasan terhadap perilaku Hakim Konstitusi. saat dibentuknya

Dewan Etik dapat disimpulkan sejatinya MK masih membutuhkan lembaga

Page 69: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

60

pengawas dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran

martabat serta perilaku Hakim Konstitusi.6

Dalam upaya penguatan bentuk atau fungsi pengawasan terutama yang

dilakukan oleh Dewan Etik revisi undang-undang Mahkamah Konstitusi bisa

menjadi salah satu cara dalam mengatasi lemahnya bentuk pengawasannya

hakim konstitus, agar dapat diperjelas atau dispesifikasikan bentuk

pengawasannya dalam Undang-undang. Supaya lebih kuat kedudukannya

bukan hanya terdapat tugas dan kewenangannya saja seperti yang tertulis

dalam pertauran mahkamah konstitusi. Kareana Dewan Etik memiliki peranan

yang besar dalam sistem pengawasan etik, sebab terbentuk atau tidaknya

MKMK akan sangat bergantung pada usul yang disampaikan oleh Dewan

Etik. Karena, selain peran pengawasan internal yang efektif, seorang hakim

juga perlu memiliki kepribadian yang baik seperti yang tertera dalam Pasal

24B ayat (5) UUD 1945, yang berbunyi “hakim konstitusi juga harus memiliki

integritas, kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai

konstitusi dan ketatanegaraan, sesuai yang dimaksud dalam UUD 1945.” Hal

utama yang menjadi sorotan masyarakat untuk mempercayai hakim adalah

perilaku hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun dalam

kesehariannya. Pengawasan terhadap perilaku hakim konstitusi adalah mutlak

adanya dan merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar lagi. Terlepas dari

pengawas interal atau eksternal pengawasan itu sendiri haruslah efektif.

6 Wiryanto, “Penguatan Dewan Etik dalam Menjaga Keluhuran Martabat Hakim Konstitusi”.

Jurnal Konstitusi, Volume 13 No 4, Desember 2016, h. 740

Page 70: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

61

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di bab-bab sebelumnya yang dilakukan

oleh penulis mengenai peran Dewan Etik dan Majelis Kehormatan Mahkamah

Konstitusi dalam pengawasan Hakim Konstitusi dapat ditarik kesimpulan:

1. Bentuk pengawasan yang dilakukan Dewan Etik dan Majelis Kehormatan

Mahkamah Konstitusi pasif terutama Dewan Etik sebagai lembaga pengawas

harian yang anggotanya bersifat tetap, karena Dewan Etik tidak menyebutkan

secara spesifik bentuk pengawasanya terhadap Hakim Konstitusi, bentuk

pengawasan tersebut hanya tersirat di dalam pelaksanaan tugas Dewan Etik

dalam pasal 21 ayat (1) huruf a PMK No. 2 Tahun 2014 dimana pengawasan

yang dilakukan Dewan Etik sekarang hanya melakukan pengumpulan,

mengelola dan menelaah jika ada laporan pelanggaran kode etik terhadap

Hakim Konstitusi yang diduga bermasalah, tidak ada kejelasan bagaimana

tatacara dewan etik dalam melakukan pengawasan terhadap hakim konstitusi

jika tidak ada laporan terhadap hakim tersebut.

2. Pengawasan internal yang dilakukan oleh Dewan Etik dan Majelis

Kehormatan Mahkamah Konstitusi sudah efektif, hal ini penulis temukan dan

merelevansikannya dengan teori mas Ahcmad Santosa bahwa Dewan Etik dan

Majelis Kehormatan tidak memenuhi kriteria ukuran lemahnya sebuah

pengawasan internal, yaitu : kualitas dan integritas yang tidak memadai,

proses pemeriksaan disiplin yang tidak transparan, belum adanya kemudahan

bagi masyarakat yang dirugikan untuk menyampaikan pengaduan, memantau

proses serta hasilnya, semangat membela sesama korps, dan tidak terpadat

kehendak yang kuat dari lembaga penegak hukum untuk menindaklanjuti

hasil pengawasan

Page 71: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

62

B. Saran

1. Sebagai lembaga pengawas Internal Dewan Etik dan Majelis Kehormatan

harus mempunyai bentuk pengawasan sebagai tolak ukur dalam penilaian

etik dan perilaku hakim konstitusi, bukan hanya menangani saat ada

laporan masuk mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Hakim

Konstitusi. Bentuk pengawasannya bisa berupa rapat evaluasi yang

dilakukan Dewan Etik bersama Hakim Konstitusi, ada disetiap

persidangan guna mengawasi perilaku Hakim Konstitusi, dan berkerja

sama dengan lembaga Negara lain untuk mencegah pelanggaran yang

berat seperti korupsi

2. Sebagai upaya penguatan bentuk pengawasan internal yang pasif penulis

rasa perlu ada revisi undang-undang Mahkamah Konstitusi, terutama

tentang Dewan Etik agar dapat diperjelas atau dispesifikasikan bentuk

pengawasannya dalam Undang-undang, agar lebih kuat kedudukannya

bukan hanya terdapat tugas dan kewenangannya saja seperti yang tertulis

dalam pertauran mahkamah konstitusi. Kareana Dewan Etik memiliki

peranan yang besar dalam sistem pengawasan etik, sebab terbentuk atau

tidaknya MKMK akan sangat bergantung pada usul yang disampaikan

oleh Dewan Etik

Page 72: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

63

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asshidiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali pers: Jakarta, 2014

_____, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Konstitusi Press: Jakarta,

2006

_____, Konstitusi Ekonomi, Kompas Media Nusantara: Jakarta, 2010

_____, Peradilan Etik dan Etika Konstitusi, Sinar Grafika: Jakarta, 2014

Akbar, Patrialis, Lembaga-lembaga Negara menurut UUD NRI 1945, Sinar grafika:

Jakarta, 2013

Ali, Zainudin, Metode Penelitian Hukum, Sinar grafika: Jakarta, 2010

Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),

Kencana: Jakarta, 2009

Bachtiar, Problema Implementasi Putusan Mahkamah Konstutusi Pada Pengujian

UU terhadap UUD, Penebar Swadaya Grup: Jakarta, 2015

B Taneko, Soleman, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali Press:

Jakarta, 1993

Charis Zubair, Ahmad, Kuliah Etika, Cet. III, Rajawali Pers: Jakarta, 1980

DR. Munir, Teori-Teori Besar dalam Hukum, Prenadamedia: Jakarta, 2013

Fajar Nur Dewata, Mukti, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif

Dan Empiris, Pustaka Pelajar: Jakarta, 2010

H. Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press:

Yogyakarta, 1995

Kadir Muhammad, Abdul, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti: Bandung, 1997

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta, 2002

L Tobing, Raida, dkk, (Hasil Penelitian), Efektivitas Undang-Undang Monrey

Loundering, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementrian Hukum dan

HAM RI: Jakarta, 2011

Page 73: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

64

Maggalatung, A Salman, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD

1945, Gramata publishing: Bekasi, 2016

Maggalatung. A Salman, Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori Ilmu Negara, Fajar

Media: Bandung, 2013

Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Prenada Media: Jakarta, 2005

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi: Jakarta, 2010

Nawawi Arief, Barda Kapita Selekta Hukum Pidana, Cet, III, Citra Aditya: Bandung

2013

Prodikoro, Wiyono, Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia, Dian Rakyat:

Jakarta, 1989

Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1981

Pembukaan Pedoman Perilaku Hakim, Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2006

Rimdan, Kekuasaan Kehakiman Pasca Amandeman Konstitusi. Kencana Perdana

Media: Jakarta, 2012

Roestadi, Achmad, Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab, Sekretariat Jendral

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: Jakarta, 2006

Soekanto, Soerjono, Efektivitas Hukum dan Peran Saksi, Remaja Karya: Bandung,

1985

______, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, UI-press: Jakarta, 2014

______, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo

Persada: Jakarta, 2008

______, Sosiologi Suatau pengantar, Rajawali Pers: Bandung, 1996

Sujanto, Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar Grafika: Jakarta, 1996

Syahrizal, Ahmad, Peradilan Konstitusi, Suatu Studi tentang Adjudikasi

Konstitusional Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif,

Pradnya Paramita: Jakarta, 2006

Page 74: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

65

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Buku Cetak Biru

Membangun Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi: Jakarta, 2004

Sumandhia, Y. W, Praktek Penyelenggara Pemerintah di Daerah, Rineka Cipta:

Jakarta, 1996

Tjandra, W. Riawan, Hukum Keuangan Negara, PT. Grasindo: Jakarta, 2006

Usfunan, Yohanes, Bunga Rampai Refleksi Satu Tahun Komisi Yudisial, Komisi

Yudisial: Jakarta

Jurnal

Wiryanto, “Penguatan Dewan Etik dalam Menjaga Keluhuran Martabat Hakim

Konstitusi”. Jurnal Konstitusi, Volume 13 No 4, Desember 2016

Surkarti, Acmad, ”kedudukan dan wewenang Mahkamah Konstitusional Ditinjau dari

Konsep Demokrasi Konstitusional Studi Perbandingan di Tiga Negara

(Indonesia, Jerman, dan Thailand)”, Jurnal Equality, Volume 11 No. 1,

Februari, 2006

Soeprawiro, Koernianmanto, “Konstitusi: Pengertian dan Perkembangannya”, Pro

Justitia, Volume V No 2, Mei 1987.

Triwulan Tutuk, Titik “Pengawasan Hakim Konstitusi dalam Sistem Pengawasan

Hakim Menurut UUDRI 1945”, Jurnal Dinamika Hukum, Volume 12 No 2,

Mei, 2012

Wignjosumarto, P. “Peran Hakim Agung dalam Penemuan Hukum dan Penciptaan

Hukum pada Era Reformasi dan Trasformasi”, Varia Peradilan, No. 251

Okrober 2006

Page 75: EFEKTIFITAS PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI OLEH DEWAN …

66

Undang-undang

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Mahkamah Konstitusi

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Dewan Etik

Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Majelis Kehormatan

Mahkamah Konstitusi

Internet

Mahkamah konstitusi, sejarah pembentukan mahkamah konstitusi, diakses dari

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=

1 (diakses pada tanggal 12 April pukul 21.46)

https://www.beritatransparansi.com/pengertian-teori-efektivitas-hukum/ (diakses

pada 03 mei 2018 21.00)

Mahkamah konstitusi, profil Dewan Etik Mahkamah Konstitusi, diakses dari

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilDewanEti

k&menu=7 (diakses pada tanggal 18 Mei pukul 20.52)

Hermansyah, “Peran Lembaga Pengawas Eksternal terhadap Hakim,”

(http://www.pemantauperadilan.com), 8 April 2006, (diakses pada 28 juni

2018 pukul 20.46)