Download - Skenario 10 Blok 28
Seorang Perempuan Mengalami Stres Diperberat Oleh Pekerjaan
Lukfintia Filia
102010080
F5
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
PENDAHULUAN
Stres berasal dari bahasa latin stingere, yang digunakan pada abad XVII untuk
menggambarkan kesukaran, penderitan dan kemalangan. Stress adalah ketegangan atau
tekanan emosional yang dialami seseorang yang edang dihadapi tuntutan yang sangat besar,
hambatan-hambatan, dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi
emosi, pikiran, dan kondisi fisik seseorang.
Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja banyak terjadi pada individu
dengan latar belakang pekerjaan dibidang pelayanan, yaitu orang-orang yang bekerja pada
bidang pelayanan yang berkaitan erat dengan orang banyak atau masyarakat. Setiap aspek
dalam pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Kemampuan stres untuk bisa mendorong
maupun menghambat pelaksanaan kerja banyak tergantung pada reaksi yang diberikan oleh
pekerja dalam menghadapi stres. Semakin tinggi stres kerja yang dialami pekerja, maka
produktivitas tenaga kerja juga rendah
Stres menurunkan daya tahan tubuh sehingga mengakibatkan individu mudah
terserang penyakit, stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang
menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Sebenarnya
stres kerja tidak selalu membuahkan hasil yang buruk dalam kehidupan manusia.
Stres dibedakan menjadi dua kategori yaitu Distress yang destruktif dan eutstress
yang merupakan kekuatan positif. Stres diperlukan untuk menghasilkan prestasi serta
produktifitas yang tinggi. Stres dapat berkembang menjdi tenaga kerja sakit, baik fisik
maupun mental sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal. Stres kerja merupakan suatu
respon adaptif yang dirasakan oleh pekerja yang berasal dari interaksi antara kondisi kerja
dengan sifat-sifat pekerja yang dapat mengganggu fungsi mental, fisik, dan kimiawi di dalam
tubuh jika tidak ditanggapi secara positif.1,2
PEMBAHASAN
Skenario 10 Seorang perempuan usia 30 tahun, datang ke klinik anda dengan keluhan
utama mual berulang sejak 1 bulan yang lalu
Identifikasi istilah yang tidak diketahui Tidak ada
Rumusan masalah Perempuan usia 30 tahun dengan keluhan mual berulang sejak
1bulan lalu
Mind map
Hipotesis
Perempuan usia 30 tahun tersebut menderita stress yang diperberat oleh pekerjaan
wanita usia 30 tahun dengan keluhan mual sejak
1 bulan lalu
anamnesis
pemeriksaan fisik
pemeriksaan penunjang
diagnosis kerja
diagnosis banding
epidemiologietiologi
gejala klinik
dampak
penatalaksanaan
pencegahan
LANGKAH-LANGKAH MENDIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada individu perlu dilakukan
suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasikannya secara tepat yang terdiri dari tujuh langkah pendekatan klinis.
1. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-
fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit.
Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit
tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.2
a. Anamnesis
Menanyakan data-data pribadi seperti nama, umur, alamat, dan pekerjaan. Kemudian
menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat
penyakit keluarga. Riwayat penyakit sekarang biasanya merupakan cerita yang kronologis,
terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Sedangkan riwayat penyakit dahulu meliputi pertanyaan yang
menanyakan apakah pasien dulu pernah mengalami penyakit-penyakit tertentu yang
memungkinkan adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang. Riwayat penyakit
keluarga ditanyakan untuk mengetahui apakah pasien memiliki penyakit keturunan yang
mungkin diturunkan dari orang tua atau keluarga.
Pada pasien yang diduga mengalami penyakit akibat kerja, maka riwayat pekerjaan harus
ditanyakan lebih lengkap. Menggali lebih dalam sudah berapa lama pekerjaannya yang
sekarang, pekerjaan terakhir sebelum pekerjaan sekarang apa (mungkin saja pasien sudah
pensiun atau sudah berganti pekerjaan), jenis pekerjaan dan berbagai alat serta bahan yang
berhubungan dengan pekerjaan tersebut, jumlah jam kerja atau jam giliran kerja,
kemungkinan bahaya yang dialami, hubungan gejala dan waktu kerja, apakah ada pekerja lain
yang mengalami hal sama.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksan fisik yang dilakukan adalah tanda-tanda vital meliputi suhu, pernapasan, nadi,
dan tekanan darah. Suhu normal pada orang dewasa berkisar 36 derajat. Naik atau turunnya
suhu dipengaruhi oleh berbegai hal seperti umur, aktivitas tubuh, jenis kelamin, dan
sebagainya. Pengukuran dapat dilakukan di beberapa tempat yaitu di mulut, anus, ketiak, dan
telinga. Pernapasan normal pada dewasa adalah 16-20 x/menit. Menghitung pernapasan lebih
baik dilakukan tanpa diketahui oleh orang yang diperiksa agar tidak membiaskan hasil. Nilai
denyut nadi merupakan salah satu indikator untuk menilai sistem kardiovaskular. Nilai
normal pada orang dewasa adalah 70-80 x/menit. Tekanan darah menunjukkan nilai sistole
dan diastole. Nilai normal pada orang dewasa adalah sekitar 120/80 mmHg.
Selain melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, dilakukan juga pemeriksaan paru
normal. Pemeriksaan paru normal terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Bahan pemeriksaan penunjang diambil dari darah, feses, urin, atau dalam organ tubuh
untuk dilihat jenis racun yang terdapat pada sumber-sumber tersebut untuk memastikan
bahwa telah terjadi keracunan, apalagi jika kadarnya dalam tubuh melebihi nilai batas
normal.
d. Pemeriksaan tempat kerja
Pemeriksaan tempat kerja lebih ditekankan pada lingkungan tempat individu bekerja.
Dilihat penerangannya, kelembaban tanah dan udara, penempatan alat dan bahan yang
digunakan, terdapat atau tidaknya fasilitas untuk mencuci/membersihkan tubuh jika terkena
bahan kimia, dan lain-lain.
2. Pajanan yang dialami
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial
untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup: a)
Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis,
b) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan, c) Bahan yang diproduksi, d) Materi
(bahan baku) yang digunakan, e) Jumlah pajanannya, f) Pemakaian alat perlindungan diri
(misal: masker), g) Pola waktu terjadinya gejala, h) Informasi mengenai tenaga kerja lain
(apakah ada yang mengalami gejala serupa), i) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-
bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya).2
a. Faktor Fisik
Yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara perkapita atau
luas lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti penerangan, suhu udara,
kelembaban udara, tekanan udara, kecepata aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi,
gelombang eltromagnetis.1
b. Faktor Biologis
Semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun hewan. Dari yang paling
sederhana bersel tunggal sampai dengan yang paling tinggi tikatannya.1
c. Faktor Kimia
Semua zat kimia anorganis dan organis yang mungkin wujud fisiknya merupakan salah
satu atau lebih dari bentuk gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan, dan
atau zat padat.1
d. Faktor Ergonomis atau fisiologis
Interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya seperti
konstruksi mesin yang disesuaikan dengan fungsi indra manusia, postur dan cara kerja yang
mempertimbangkan aspek antropometris dan fisiologis manusia.1
e. Faktor Mental dan Psikologis
Reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan
tenaga kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan kerja dan lain-lain. Stress akibat
kerja dapat menyebabkan gangguan perilaku dan jiwa di lingkungan kerja. Stress akibat kerja
didefinisikan sebagai stress dalam kesehatan kerja akibat ketidakseimbangan antara hasil
kerja yang diharapkan dengan kemampuan untuk merealisasikannya. Stress merupakan
problem kesehatan kerja yang penting karena secara signifikan menyebabkan kerugian
ekonomis. Stres kerja merupakan reaksi pekerja terhadap situasi dan kondisi di tempat kerja
yang berdampak fisik dan psikososial bagi pekerja. Klasifikasi stress menurut Hans Selye
adalah distress yang destruktif, dan eustress yang positif. Terdapat 3 aspek yang dapat
menjadi dampak stress kerja yaitu gejala fisiologis seperti peningkatan debar jantung, dan
pernapasan serta tekanan darah; gejala psikologis seperti ketidakpuasan dan marah – marah;
serta gejala perilaku antara lain meliputi perubahan kebiasaan makan, banyak merokok,
gangguan tidur, tidak masuk kerja, dan penurunan prestasi kerja.1
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa
pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,
perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan
penyakit yang di derita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).2
4. Pajanan yang dialami cukup besar
Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti
lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan
diagnosis penyakit akibat kerja. Hal ini dapat diperkuat juga dengan mengetahui
patofisiologis penyakit serta pemakaian alat pelindung diri.2
5. Peranan faktor individu
Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit.
Dalam hal ini diperlukan status kesehatan fisik penderita seperti riwayat alergi, perlu
diketahui riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih
rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami, kebersihan personal, kepatuhan dalam
menaati peraturan terkait tempat kerja penderita, kebiasaan berolahraga.2
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Meliputi kebiasaan individu sehari-hari (merokok, minum minuman beralkohol, jarang
makan makanan sehat), ada atau tidak adanya pajanan di rumah, hobi individu, apakah
individu memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama.2
7. Diagnosis Okupasi
Sesudah menerapkan keenam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-
kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu
dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai
penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan
tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan
dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu
yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya
memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa
untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik,
tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien,
pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan data epidemiologis.1,2
WORKING DIAGNOSIS
Stress akibat kerja adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh kondisi-kondisi di
tempat pekerjaan yang berdampak negatif pada kinerja seseorang dan atau kesehatan fisik
dan jiwanya. Stress dalam kesehatan kerja diakibatkan karena adanya ketidakseimbangan
antara hasil kerja yang diharapkan dengan kemampuan untuk merealisasikannya.
Stress yang diperberat oleh pekerjaan yaitu suatu penyakit yang terjadi pada populasi
pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi
lingkungan pekerjaan yang buruk bagi kesehatan. 3-5
DIAGNOSIS BANDING
Gastritis
Stres memiliki efek negatif melalui mekanisme neuroendokrin terhadap saluran
pencernaan sehingga beresiko untuk mengalami gastritis. Gastritis merupakan salah satu
masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling sering terjadi. Gastritis lambung
merupakan gangguan umum diskontinuitas dari mukosa lambung, yang disebabkan oleh
berbagai faktor seperti alkohol, stres, obat antiinflamasi, dan lain-lain. Penderita gastritis
umumnya mengalami gangguan pada saluran pencernaan atas, berupa nafsu makan
menurun, perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah, dan bersendawa.
Biasanya untuk orang yang memiliki banyak kesibukan akan merasa cepat lelah dan tidak
bisa mengatur waktu makannya dengan baik sehingga mengalami gangguan pencernaan
seperti gastritis.6,7
Dispepsia
Stres merupakan usaha penyesuaian diri. Bila ia sanggup mengatasinya artinya tidak ada
gangguan pada fungsi organ tubuh maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami
stres. Sebaliknya bila ia mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga
yang bersangkutan tidak dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik maka ia
disebut mengalami distres.
Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan
pada orang sehat salah satunya dispepsia. Hal ini disebabkan karena asam lambung yang
berlebihan dan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual
setelah stimulus stres sentral. Selain itu, stres mengubah sekresi asam lambung, motilitas,
dan vaskularisasi saluran pencernaan.
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak atau sakit perut pada saluran cerna bagian atas (SCBA). Istilah dispepsia mulai
gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an, yang menggambarkan keluhan atau
kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,
mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa
panas yang menjalar di dada.(5) Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari
oleh berbagai penyakit, tentunya termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai
lambung.
Kebanyakan orang yang mengalami stres menjadi perantara terjadinya depresi. Mereka
cenderung banyak memakan makanan yang tinggi karbohidrat untuk mengurangi gejala
depresi tersebut. Keadaan stres yang berat dikaitkan dengan asupan tinggi lemak, kurang
buah dan sayuran, lebih banyak cemilan, dan penurunan frekuensi sarapan pagi, sehingga
pada pola makan yang tidak teratur tersebut dapat menyebabkan dispepsia.
Stres psikososial sangat berhubungan dengan derajat ansietas, ditemukan semakin banyak
stresor psikisosial semakin tinggi derajat ansietas yang menyertai pada pasien dispesia
organik.5-7
EPIDEMIOLOGI
Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi stress kerja, yaitu salah satunya adalah
karakteristik individu. Karakteristik demografi individu memiliki kaitan dengan stress yang
dialami individu terkait dengan pekerjaannya. Dalam beberapa penelitian diungkapkan bahwa
faktor karakteristik usia, jenis kelamin, bidang pekerjaan, pengalaman kerja, dan status
perkawinan berpengaruh terhadap tingkat stress kerja.3
ETIOLOGI
Cooper dan Davidson membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:
Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam
perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu
dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di
dalam perusahaan.
Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya
tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi
terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta
ketidakjelasan peran.4
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Ada 2 kategori
penyebab stress, yaitu on-the-job dan off-the-job. Ada sejumlah kondisi kerja yang sering
menyebabkan stress bagi para karyawan. Kondisi-kondisi kerja tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Beban kerja yang berlebihan
2. Tekanan atau desakan waktu
3. Kualitas supervise yang jelek
4. Iklim politis yang tidak aman
5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab
7. Kemenduaan peranan (role ambiguity)
8. Frustasi
9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok
10. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan
11. Berbagai bentuk perubahan
Di lain pihak, stress karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi di
luar perusahaan. Penyebab-penyebab stress “off-the-job” antara lain :
1. Kekhawatiran financial
2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak
3. Masalah-masalah phisik
4. Masalah-masalah perkawinan (misal : perceraian)
5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal
6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.3,4
GEJALA KLINIK
Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres
pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
1. Gejala Psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian
mengenai stres pekerjaan :
Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
Sensitif dan hyperreactivity
Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
Komunikasi yang tidak efektif
Perasaan terkucil dan terasing
Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
Kehilangan spontanitas dan kreativitas
Menurunnya rasa percaya diri
2. Gejala Fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami
penyakit kardiovaskular
Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis
(chronic fatigue syndrome)
Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
Gangguan pada kulit
Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
Gangguan tidur
Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker
3. Gejala Perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
Perilaku sabotase dalam pekerjaan
Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke
obesitas
Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan
kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-
tanda depresi
Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan
tidak hati-hati dan berjudi
Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.5
DAMPAK
Stress akibat kerja merupakan kondisi yang muncul akibat interaksi seseorang dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Stress ditandai dengan perubahan pada diri seseorang
yang memaksa mereka menyimpang dari fungsinya secara normal. Memang tidak
selamanya stress berdampak negatif pada penderitanya, dan bahkan dapat pula berdampak
positif. Semua itu tergantung pada kondisi psikologis dan sosial seseorang yang mengalami
stress, sehingga reaksi terhadap setiap kondisi stress sangat berbeda.4
1. Dampak Terhadap Individu
Dampak stress kerja bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang berhubungan
dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal.
a. Kesehatan
Sistem kekebalan tubuh manusia ini bekerja sama secara integral dengan sistem
fisiologis lain, dan kesemuanya berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh, baik fisik
maupun psikis yang cara kerjanya di atur oleh otak. Seluruh sistem tersebut sangat
mungkin dipengaruhi oleh faktor psikososial seperti stress
dan immunocompetence. Istilah immunocompetence ini biasanya digunakan di bidang
kedokteran untuk menjelaskan derajat keaktifan dan keefektifan dari sistem kekebalan
tubuh. Jadi, tidak heran jika orang yang mudah stress, mudah pula terserang penyakit.
b. Psikologis
Stress berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus-
menerus. Menurut istilah psikologi, stress berkepanjangan ini disebut stress kronis. Stress
kronis sifatnya menggerogoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan
penderitanya secara perlahan-lahan. Akibatnya, orang akan terus-menerus merasa tertekan
dan kehilangan harapan. Akar dari stress kronis ini adalah dari pengalaman traumatis di masa
lalu yang terinternalisasi, tersimpan terus dalam alam bawah sadar. Hal ini jadi berbahaya
karena orang jadi terbiasa "membawa" stress ini ke mana saja, dimana saja dan dalam situasi
apapun juga; stress kronis ini dianggap sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka
sehingga tidak ada upaya untuk mencari jalan keluarnya lagi. Singkatnya, orang yang
menderita stress kronis ini sudah hopeless and helpless. Tidak heran jika para penderita stress
kronis akhirnya mengambil keputusan untuk bunuh diri, atau meninggal karena serangan
jantung, stroke, kanker, atau tekanan darah tinggi.4,5
c. Interaksi Interpersonal
Orang yang sedang stress akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam
kondisi stress. Oleh karena itulah, sering terjadi salah persepsi dalam membaca dan
mengartikan suatu keadaan, pendapat atau penilaian, kritik, nasihat, bahkan perilaku orang
lain. Obyek yang sama bisa diartikan dan dinilai secara berbeda oleh orang yang sedang
stress.6 Selain itu, orang stress cenderung mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada
tingkat stress yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga
diri. Akibatnya, ia lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan
yang biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah
tersinggung, mudah marah, mudah emosi. 3,5
2. Dampak Terhadap Perusahaan
Sebuah organisasi atau perusahaan dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah
satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak,
menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak dapat
berfungsi secara normal. Demikian pula jika banyak di antara karyawan di dalam organisasi
mengalami stress kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu.
Randall Schuller, mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh
terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stress yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi
dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami
kecelakaan.
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:
Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja
Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
Menurunkan tingkat produktivitas
Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami
perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan
untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak karyawan yang tidak
masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah
karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang.5
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan stress di tempat kerja secara menyeluruh tidak hanya membutuhkan
kooperasi dan partisipasi pasien tapi juga partisipasi aktif organisasi tempat kerja,
melaksanakan perbaikan tempat kerja seoptimal mungkin, menciptakan manajemen yang
terbuka, terlaksananya komunikasi dua arah antara pekerja dan pimpinan, memberikan tugas-
tugas dan otoritas tugas yang jelas memberikan target-target yang menantang tapi mudah
dicapai, jadwal kerja yang fleksibel tapi terncana, memberikan teguran pada pekerja yang
salah secara wajar, adil tanpa kekerasan.
Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang dialami dengan
cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stresor psikososial
yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat
mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang digunakan biasanya digunakan adalah
anti cemas dan anti depresi.
Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami
sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain.
Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan
seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi redukatif di mana
psikoterapi suportif memberikan motivasi atau dukungan agar pasien mengalami percaya diri,
sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang.
Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.5-7
PENCEGAHAN
Ada berbagai cara untuk mengatasi stress. Jika akibat stres telah mempengaruhi fisik dan
bahkan menimbulkan penyakit tertentu, peranan obat / medikasi biasanya diperlukan.namun
obat itu sendiri kurang efektif untuk mengatasi stress dalam jangka panjang. Ada efek negatif
bila menggunakan obat terus menerus. Disamping obat-obat tertentu membutuhkan biaya
yang mahal,obat juga bias mengakibatkan ketergantungan dan bahkan membuat orang
tertentu kebal terhadap obat tertentu.Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai
ke tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara :
1. Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan
memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak.
2. Olah Raga atau Latihan Teratur
Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan
kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi
minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat
setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.
3. Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat
meningkatkan ststus kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh.
4. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres.
Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin
baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol.
5. Pengaturan Berat Badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres
karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang
akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.
6. Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi
stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik
dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara
efektif dan efisien serta melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti menggunakan waktu
untuk menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat.7,8
KESIMPULAN
Stress dapat dialami oleh setiap orang dan dapat diakibatkan berbagai faktor. Dalam
kasus ini perempuan yang berprofresi sebagai seorang karyawan di bagian administrasi
disebuah perusahaan di daerah sudirman, mengalami stress yang diperberat oleh karena
pekerjaan yang dimaksukkan ke dalam kategori pengaruh psikologis. Dampak yang terjadi
dapat mempengaruhi diri sendiri dan juga karir di mana perempuan tersebut bekerja. Perlu
penaganan yang tepat baik untuk individu dan pajanan disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. McKenzie, James F. Kesehatan masyarakat. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007.h.615-19.
2. Suma’mur. Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta: CV. Sagung
Seto; 2009. h. 74, 396-404.
3. Sadock, B.J. & Sadock,V.A., 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis,
Edisi 2. Jakarta : EGC.
4. Maramis, W.F. & Maramis, A.A., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2.
Surabaya : Airlangga University Press.
5. Hawari, D., 2011. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
6. Djojoningrat, D., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 5. Jakarta :
InternaPublishing.
7. Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.
8. Ivancevich, Jhon M. Robert Konopaske dan Michael. 2009. Perilaku dan Manajemen
Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta : Erlangga.