dimensi sufistik dalam penafsiran syafahȊ

74
DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ HABIB LUTHFI BIN YAHYA (Studi Analisis Ayat-Ayat Kebangsaan) Tesis Diajukan sebagai salah satu Syarat Pengajuan Memperoleh Gelar Master Agama (M.Ag) Oleh: Qumil Laila NIM. 219410893 PROGRAM PASCASARJANA STUDI ILMU AL-QUR’AN & TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1442 H/2021 M

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

HABIB LUTHFI BIN YAHYA

(Studi Analisis Ayat-Ayat Kebangsaan)

Tesis

Diajukan sebagai salah satu Syarat Pengajuan Memperoleh Gelar

Master Agama (M.Ag)

Oleh:

Qumil Laila

NIM. 219410893

PROGRAM PASCASARJANA STUDI ILMU AL-QUR’AN &

TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1442 H/2021 M

Page 2: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ HABIB

LUTHFI BIN YAHYA

(Studi Analisis Ayat-Ayat Kebangsaan)

Tesis

Diajukan sebagai salah satu Syarat Pengajuan Memperoleh Gelar

Master Agama (M.Ag)

Oleh : Qumil Laila (NIM: 219410893)

Pembimbing:

Dr. Arrazy Hasyim, M. Hum

H. M. Ziyad Ulhaq, SQ, SH, MA, Ph.D

PROGRAM PASCASARJANA STUDI ILMU AL-QUR’AN &

TAFSIR

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1442 H/2021 M

Page 3: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

1

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Dimensi Sufistik dalam Penafsiran Syafahî Habib

Luthfi bin Yahya (Studi Analisis Ayat-Ayat Kebangsaan)” yang

disusun oleh Qumil Laila dengan Nomor Induk Mahasiswa: 219410893

telah melalui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh pembimbing

telah memenuhi syarat ilmiah untuk diajukan di sidang munâqasyah.

Disahkan pada tanggal 5 Agustus, 2021.

Pembimbing 1,

Dr. Arrazy Hasyim, M. Hum

Pembimbing 2,

H. M. Ziyad Ulhaq, SQ, SH, MA, Ph. D

Page 4: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

2

Page 5: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

iii

PERNYATAAN PENULIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Qumil Laila

NIM : 219410893

Tempat/ Tgl. Lahir : Cirebon, 1 Mei 1996

Menyatakan bahwa tesis dengan judul “Dimensi Sufistik Dalam

Penafsiran Syafahî Habib Luthfi bin Yahya (Studi Analisis Ayat-

Ayat Kebangsaan)” adalah benar-benar hasil karya saya kecuali kutipan-

kutipan yang disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini

sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Cirebon, 5 Agustus 2021

Qumil Laila

Page 6: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

iv

Abstraksi

Pada penelitian ini, fokus penulis berpusat kepada Habib

Muhammad Luthfi bin Yahya, seorang tokoh Ulama kenamaan yang

sering mengurai beragam ide pemikirannya dalam berbagai kajian ilmiah

Islam, dintaranya mengenai tafsir Al-Qur‟an yang dilakukan secara oral

(syafahî). Penafsiran Habib Luthfi menghasilkan wawasan Qur‟ani yang

cenderung kontekstual serta sarat makna sosial maupun isyârî (sufistik).

Kecenderungan sufistik tersebut besar dipengaruhi oleh latar belakang

beliau sebagai ulama yang menempuh jalan sufisme serta berafiliasi pada

banyak tarekat mu‟tabarah. Ketertarikan penulis perihal menjadikan

Habib Luthfi bin Yahya sebagai tokoh utama dalam objek penelitian ini,

karena beliau seorang Ulama Tharekat yang secara umum selalu

berkecimpung pada urusan ukhrawiyah normatif parsial eskapis namun

semangat patriotisme kebangsaannya tinggi.

Rumusan masalah dalam penelitian ini tentang „Bagaimana

penafsiran ayat-ayat kebangsaan dalam khazanah tafsir? dan Bagaimana

dimensi sufistik dalam penafsiran syafahî Habib Luthfi bin Yahya tentang

ayat-ayat kebangsaan?‟. Jenis metodologi penelitian ini adalah kualitatif

yang menggunakan dua sumber data yaitu primer dan sekunder. Adapun

sumber data primer penelitian ini berasal dari kumpulan rekaman

pengajian dan ceramah Habib Luthfi bin Yahya dari hasil wawancara dan

jejak media sosial. Sementara data sekundernya merujuk kepada literatur

karya ilmiah yang berkaitan dengan tema. Sedangkan dalam menganalisis

data, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis-komperatif-

isyârî.‟

Temuan penulis menunjukkan bahwa dimensi sufistik dalam

penfasiran syafahî Habib Luthfi menggunakan sumber tafsir tafsir bi

ar-ra‟yi dan bi al-isyârî. Meski secara umum beliau tetap berpegang pada

penafsiran para Ulama klasik sebagaimana yang dijelaskan dalam tafsir

bi al-ma‟tsûr. Metode yang dipakai adalah tematik (maudhû‟î) dengan

corak sufistik (isyârî). Secara ideologi arah penafsiran Habib Luthfi

sesuai dengan ajaran Ahl as-Sunnah Wa al-Jamâ‟ah, yakni Asy‟âriyyah.

Aliran tasawuf yang diterapkan oleh beliau adalah tasawuf „amalî dan

akhlakî. Adapun dalam hal fiqh, beliau mengikuti madzhab Syâfi‟î.

Page 7: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

v

PERSEMBAHAN

Pertama

Karya sederhana ini, saya persembahkan untuk Cahaya Indah yang

senantiasa hidup dihati yaitu (Almh) Ibunda tercinta Umi Hajjah Fathmah

Ibunda yang namanya menebar harum dihati,

Dia yang mengajariku Kalam Ilahi,

Kasih sayangnya menafsirkan Kitab Suci,

Kedua

Untuk sosok hebat lagi dermawan yaitu (Alm) Ayahanda yang terhormat

Ketiga

Untuk sang motivator dan inspirator terbaik bagi diri ini yaitu

(Alm) Pamanda Guru Walid Muhammad Husein Nawawi yang mulia

Keempat

Untuk Ukhti Fillah,, Sahabat Seperjuangan,, Saudara Seperguruan,,

Kawan Curhat,, dan Teman Candaan,,

Mba-Mba Santriwati Pon-Pes Al-Qur‟an Al-Fathimiyyah Cirebon

Page 8: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menurunkan Al-Qur‟an

sebagai mukjizat dan petunjuk sepanjang masa. Shalawat serta salam

senantiasa tercurah limpahkan kepada sosok termulia Baginda Rasulullah

Muhammad Saw sang pembawa rahmat dan syafa‟at bagi seluruh alam.

Tesis yang berjudul “Dimensi Sufistik Dalam Penafsiran

Syafahî Habib Luthfi bin Yahya (Studi Analisis Ayat-Ayat

Kebangsaan)” ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk

memperoleh gelar Kesarjanaan Strata Dua Program Studi Ilmu Al-Qurꞌan

dan Tafsir di Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta. Karya

ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik sebab pertolongan Allah SWT

dan berkat dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, dari lubuk hati yang

terdalam, penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada:

1. (Almh) Ibu Prof. Dr. Hj. Khuzaemah Tahido Yanggo, Lc, MA,

selaku Rektor Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.

2. Dr. M. Azizan Fitriana MA selaku Direktur Program Pascasarjana

Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.

3. Dr. H. M. Ulinnuha MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin IIQ

Jakarta dan Dr. H. Ahmad Syukron MA selaku Kaprodi Ilmu

Al-Qur‟an dan Tafsir IIQ Jakarta.

4. Dr. Arrazy Hasyim, M. Hum dan H. M. Ziyad Ulhaq, SQ, SH,

MA, Ph.D selaku dosen pembimbing penulis dalam karya

penelitian ini.

5. Seluruh dosen Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an

Jakarta yang telah berbagi bermacam keilmuan dengan tulus.

Page 9: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

vii

6. Guru Mulia DR. (H.C) Maulana Habib Muhammad Luthfi bin

Yahya yang telah menyadarkan penulis tentang pentingnya

Nasionalisme dan telah berbaik hati memberi izin secara langsung

kepada penulis untuk menyusun karya penelitian ini.

7. Pamanda Guru yang mulia „Walid Muhammad Husein Nawawi

bin Achyad‟ yang sepajang masa senantiasa memotivasi dan

mendoakan penulis untuk menjadi pribadi yang maju.

8. Ibunda tercinta „Ummi Hj. Fathmah‟ yang cinta kasihnya abadi

sepanjang masa, doa dan keberkahannya senantiasa menuntun

ananda.

9. Ayahanda terhormat „Abah H. Sukiman‟ sang pahlawan yang

semasa hidupnya selalu mendukung putrinya serta „Abah Mahmud

Mukhtar‟ yang selalu ananda harap ridhanya.

10. Walid Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA yang selalu

memberi nasehat kepada penulis untuk selalu bersemangat dalam

menjaga tahfidz dan menggali ilmu Al-Qur‟an.

11. Adik tersayang si ganteng item manis „Muhammad Al-Kautsar‟

yang selalu ada dan akan senantiasa ada buat kaka-nya ini.

12. Uwa terbaik „Uwa Hj. Yeti‟ beserta seluruh keluarga bani Achyad

wabil khusus kaka sepupu tercantik „Ibu Dokter Emalia Fitriani‟

yang selalu baik, juga kedua adik sepupuku si „Ayen dan Anes‟

yang manis dan humble.

13. Sahabat seperjuangan dan saudara seperguruan „Para gadis hebat

penghafal Al-Qur‟an Mba-Mba Santriwati Pon-Pes Al-Qur‟an

Al-Fathimiyyah Cirebon‟ yang senantiasa membersamai diri ini

dengan cinta tulus dalam suka dan duka. Khususnya Mba-Mba

Ustadzah dan Mba-Mba Pengurus Al-Fathimiyyah „Mba Ana,

Page 10: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

viii

Mba Azizah, Mba Maula, Mba Nana, Mba Nur, Mba Pipit, Mba

Fia, Mba Widi Utami, Mba Muhsinah, Mba Amah, Mba Aisyah,

Mba Adawiyah, Mba Binti, dan Mba Aeni serta kawan-kawan

semuanya.

14. Ibu sambungku yang baik dan merdu suaranya „Ibu Hj. Rofiqoh

Pekalongan‟ beserta sahabat Ummi „Ibu Isti‟anah‟ yang selalu

setia menemani Mba-Mba Santriwati Al-Fathimiyyah.

15. Seluruh teman-teman seperjuangan IIQ Jakarta, khususnya kawan

Fakultas Ushuluddin Pascasarjana IIQ Jakarta.

Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan kasih cinta-

Nya kepada semua pihak yang terkait sebagai balasan atas

kebaikan mereka semua. Semoga tesis ini mendapat ridha dan

berkah dari Allah SWT sehingga dapat bermanfaat bagi

semuanya. Kemudian, tak lupa penulis sampaikan permohonan

maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pembaca jika terdapat

kesalahan dalam penulisan maupun penyusunan tesis ini.

Sebab, Kesempurnaan mutlak milik Allah SWT dan

kekurangan ada pada diri penulis. Kepada Allah SWT Dzat Yang

Maha Pengasih, penulis memohon ampunan.

Cirebon, 5 Agustus 2021

Qumil Laila

Page 11: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan metode

transliterasi Arab-Latin berdasarkan pedoman penulisan Proposal,

Tesis dan Disertasi dalam buku pedoman yang diberlakukan di

Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.

A. Konsonan

No Huruf

Arab

Huruf

Latin No Huruf Arab Huruf Latin

TH ط A 16 أ 1

ZH ظ B 17 ب 2

„ ع T 18 ث 3

GH غ TS 19 ث 4

F ف J 20 ج 5

Q ق H 21 ح 6

K ك KH 22 خ 7

L ل D 23 د 8

M و DZ 24 ذ 9

R 25 N ر 10

W و Z 26 ز 11

H ق S 27 س 12

„ ء SY 28 ش 13

Y ي SH 29 ص 14

DH ض 15

Page 12: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

x

B. Vokal

1. Vokal Tunggal (Monoftong).

Tanda Vokal

Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah ــــ

I Kasrah ــــ

U dhammah ــــ

2. Vokal Panjang (Diftong).

Tanda Vokal

Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

 ــــــاa dengan topi di

atas

Î ــi dengan topi di

atas

Û ـــوu dengan topi di

atas

3. Vokal Rangkap atau disebut juga diftong

Tanda Vokal

Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ـــ و

Au a dan u ـــ ي

C. Kata Sandang

1. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyyah.

Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyyah

ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

al-Bait = انبج al-Qur‟ân = انقرآ

Page 13: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

xi

2. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) syamsiyah.

Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) syamsiyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di

depan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

adh-Dhuhâ = انضحى al-Lail = انهم

3. Tasydîd/Syaddah (Konsonan Rangkap).

Tasydîd atau Syaddah dalam alih askara dilambangkan dengan

huruf yaitu dengan menggandakan huruf yang bertanda

syaddah tersebut. Aturan ini berlaku secara umum, baik yang

berada di tengah kata, di akhir kata ataupun yang terletak

setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.

Contoh:

علو =„allâm

غفار = ghaffâr

زقوو = zaqqûm

الله inna Allah = إ

4. Tâ‟ Marbûthah.

Untuk tâ‟ marbûthah penulisannya diperinci sebagai berikut:

a. Jika tâ‟ marbûthah berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh

kata sifat (na‟at), maka dialihaksarakan dengan huruf “h”

(ha). Contoh:

يشاركت = musyârakah

ذرت طبت = dzurriyyatan thayyibah

b. Jika tâ‟ marbûthah diikuti atau disambungkan (di-washl)

dengan kata benda (ism), maka dialihaksarakan dengan

huruf “t”. Contoh:

زوجت صانحت = zaujatan shâlihah

Page 14: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

xii

بهدة طبت = baldatun thayyibah

c. Hamzah

Hamzah ditransliterasikan dengan tanda apostrof. Akan

tetapi hanya berlaku di tengah dan akhir kata saja. Jika

hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan,

namun ditransliterasikan dengan huruf “a” atau “i” atau

“u” sesuai dengan harakat hamzah di awal kata tersebut.

Contoh:

انقرءا = al-Qur‟ân

أنى = alîm

d. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital,

akan tetapi apabila telah ditransliterasikan maka berlaku

ketentuan Ejaan yang Disempuurnakan (EYD) bahasa

Indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama

tempat, nama negara, nama bulan, nama diri dan lain-lain.

Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku juga dalam alih

aksara seperti ini, misalnya cetak miring (italic), atau cetak

tebal (bold) dan ketentuan-lainnya. adapun untuk nama diri

yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis

kapital adalah nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh:

Muhammad Fâtih al-„Azîzî, asy-Syâfi‟î, al-Hambalî dan

seterusnya. Khusus untuk penulisan Al-Qur‟an dan nama-

nama suratnya menggunakan huruf kapital. Contoh:

Al-Qur‟an, Ar-Rahmân, Al-Mulk dan seterusnya.

Page 15: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

xiii

DAFTAR ISI

Persetujuan Pembimbing ............................................................. i

Lembar Pengesahan ................................................................... ii

Pernyataan Penulis .................................................................... iii

Abstrak ...................................................................................... iv

Persembahan .............................................................................. v

Kata Pengantar .......................................................................... vi

Daftar Isi ................................................................................... vii

Pedoman Transliterasi ............................................................... ix

BAB 1: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah .......................................... 20

2. Pembatasan Masalah ......................................... 21

3. Perumusan Masalah .......................................... 23

C. Tujuan Penelitian .......................................................... 23

D. Kegunaan Penelitian...................................................... 23

E. Kajian Pustaka ............................................................... 24

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian .................................................. 33

2. Sumber Data ...................................................... 34

3. Teknik Pengumpulan Data ................................ 34

4. Metode Analisis Data ........................................ 35

G. Teknis dan Sistematika Penulisan ................................. 36

Page 16: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

xiv

BAB II: METODOLOGI TAFSIR SUFI, KONSEP

PENAFSIRAN SYAFAHÎ DAN KEBANGSAAN

A. Metodologi Tafsir Sufi

1. Polemik Seputar Terma Tafsir Sufi .................. 39

2. Sejarah Tafsir Sufi............................................. 43

3. Ragam Tafsir Sufi ............................................. 49

4. Landasan Epistemologis Tafsir Sufi ................. 60

5. Pandangan Ulama Terhadap Tafsir Sufi ........... 65

B. Konsep Penafsiran Syafahî

1. Definisi Penafsiran Syafahî ............................... 72

2. Sejarah Penafsiran Syafahî ................................ 76

3. Produk Penafsiran Syafahî ................................ 81

C. Kebangsaan

1. Istilah Bangsa .................................................... 85

2. Hakikat Kebangsaan.......................................... 87

3. Islam dan Kebangsaan....................................... 90

4. Nasionalisme.......................................................94

BAB III: BIOGRAFI HABIB LUTHFI BIN YAHYA

A. Riwayat Hidup dan Sanad Keilmuan Habib Luthfi bin

Yahya ............................................................................ 99

B. Metode dan Strategi Dakwah Habib Luthfi bin

Yahya ......................................................................... 114

C. Gerakan Dakwah Habib Luthfi bin Yahya dalam

Meneguhkan Cinta Tanah Air ..................................... 126

D. Wawasan Kebangsaan Berbasis Tasawuf Perspektif

Habib Luthfi bin Yahya .............................................. 139

Page 17: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

xv

BAB IV: ANALISIS MAKNA ISYÂRÎ HABIB LUTHFI

DALAM PENAFSIRAN SYAFAHÎ TENTANG AYAT-AYAT

KEBANGSAAN

A. Cinta Tanah Air (QS. Al-Baqarah [2]: 126 .................... 151

B. Kepatuhan kepada Ulil Amri (QS. An-Nisâ [4]: 59 ... 162

C. Jihad (QS. An-Nisâ [4]: 95......................................... 170

D. Persatuan Umat (QS. Al-Mukminûn [23]: 52) ........... 182

E. Negeri Impian (QS. Sabâ‟ [34]: 15) ........................... 191

F. Pluralisme (QS. Al- Hujurat [49]: 13)........................ 202

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................. 214

B. Saran-Saran ................................................................. 215

DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 216

Page 18: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak masa awal peradaban Islam, Diskursus Qur‟anic

Studies telah mewarnai kajian keislaman. Beragam metode1 dan

pendekatan2 dalam menginterpretasikan Al-Qur‟an ditawarkan

untuk menciptakan imperium besar khazanah intelektual Islam.

Para pecinta Al-Qur‟an pada masa awal Islam hingga kini telah

merumuskan beragam ilmu untuk memahami nilai-nilai yang

terkadung dalam Al-Qur‟an.

Salah satu perangkat wajib yang digunakan oleh orang

Islam guna memahami maksud dari Al-Qur‟an adalah tafsir yang

merupakan hasil ijtihad intelektual dari para Ulama.3 Menurut

adz-Dzahabî, “Tafsir adalah sebuah ilmu yang membahas hal

ihwal Al-Qur‟an dari dari sisi maksud sebagaimana yang

1 Metode tafsir dalam konteks ini adalah seperangkat kaidah yang

digunakan dalam menginterpretasikan Al-Qur‟an. Setidaknya terdapat empat arus

besar metode tafsir Al-Qur‟an yakni, Ijmâlî (global), tahlîlî (analitis), muqârîn

(perbandingan), dan maudlû‟î (tematik). Lihat Abd al-Hayy al-Farmawî, al-Bidâyah Fî

at-Tafsîr al-Maudlû‟î: Dirâsah Manhajiyyah Maudlû‟iyyah, (Kairo: Mathba‟at

al-Hadharah al-„Arabiyyah, 1997), h. 9 2 Berdasarkan klasifikasinya, terdapat tiga kecenderungan dalam pendekatan

kajian-kajian Al-Qur‟an yang hingga kini masih berkembang, yakni tekstualis, semi-

tekstualis, dan kontekstualis. Ketiga pendekatan tersebut digunakan untuk mengukur

sejauh mana penafsir berpegang pada aspek linguistik dalam upaya memahami

sebuah teks Al-Qur‟an, konteks kontemporer dan konteks sosio-historis Al-Qur‟an.

Lihat Abdullah Saeed, Interpreting the Qur‟an: Toward a Contemporary Approach,

(New York: Routledge, 2006). Abdullah Saeed, Islamic Thought: An Introduction (New

York: Routledge, 2006), h. 32. 3 Ahmad Faizun, “Naionalisme Tafsir Al-Ibriz Karya Bisri Mustafa”, Tesis,

(Lampung: Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung, 2020), h. 13, t.d.

Page 19: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

2

diinginkan Allah SWT dalam kitab-Nya sesuai dengan

kemampuan manusia atau si penafsir itu sendiri”.4

Kemajuan ilmu pengetahuan telah merangsang para

mufassir untuk lebih menyingkap tabir Al-Qur‟an dari beragam

bidang science (pengetahuan), sehingga varian tafsir menjadi lebih

berwarna. Terbukti dengan banyaknya perbedaan mengenai

pendekatan dan titik tekan yang digunakan dalam tafsir. Diantara

mereka ada yang menekankan pada aspek bahasa yang bertumpu

pada corak lughawi atau balaghi, ada yang menekankan dimensi

hukum yang bertumpu pada corak fiqhi, ada yang menekankan

dimensi filosofis yang bertumpu pada corak falsafi, ada yang

menekankan tentang akidah yang bertumpu pada corak teologi,

lalu ada yang menekankan dimensi tasawuf yang bertumpu pada

corak sufistik (isyârî) dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, muncul

berbagai pendekatan, metodologi, gaya, dan cara pandang dalam

memahami Al-Qur‟an.5

Selain itu latar belakang penafsir yang menjadi nahkoda

utama dalam penafsiran sangat mempengaruhi keberagaman

kaidah tafsir itu sendiri.6 Pada hakikatnya, keragaman corak

penafsiran yang menjadikan khazanah intelektual Islam semakin

kaya dan berkembang itu ditunjang oleh Al-Qur‟an selaku sumber

mutlak penafsiran yang bersifat sharîh fî kulli zamân wa makân

(senantiasa relevan untuk semua tempat dan waktu).

4 Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, terj. Nabhani Idris,

(Jakarta: Kalam Mulia, 2010), Cet. ke-1, h. 3 5 Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), Cet. ke-1, h.

7 6 Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Adab

Press, 2014), Edisi Revisi, h. 11

Page 20: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

3

Sebagaimana pernyataan „Abdullah Darrâz dalam

an-Nabâ‟ al-„Azhîm, ia menyebutkan bahwa Al-Qur‟an bagaikan

intan berlian yang memancarkan cahaya (nûr) berbeda bagi mata

yang memandang (mengkaji) pada setiap sudutnya.7 Secara

umum, terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam kitab-kitab

tafsir, baik dari masa klasik maupun modern-kontemporer.

Pendekatan yang pertama melalui dimensi eksoteris (lahir)8 yang

pembahasannya cenderung pada teks-teks dzahir Al-Qur‟an.

Adapun pendekatan yang kedua melalui dimensi esoterik (batin)

yang pembahasannya cenderung pada hal-hal mistis berupa isyarat

batin (simbolis) para sufi terkait makna Al-Qur‟an.9

Dibanding tinjauan lain dari beragam motode maupun

pendekatan yang terdapat dalam kajian penafsiran, tafsir

Al-Qur‟an dari sudut pandang sufi lebih cenderung membahas

7 M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Penerbit Mizan, 2011), Cet. ke-2, h. 107 8 Pendekatan eksoterik mengelaborasi seluruh potensi makna teks lahiriah

yang ada sesuai keahlian mufassir. Para ahli semisal Imâm Jalâl ad-Dîn as-Suyuthî

(849–911 H / 1445– 1505 M) pada bukunya yang berjudul al-Itqân Fî „Ulûm al-Qur‟ân

banyak membuat aturan-aturan jelas yang dapat dikatakan standar baku dalam

pendekatan eksoterik. Perhatian para ulama terhadap pendekatan eksoterik lebih

dominan dari pada pendekatan esoterik. Di antara indikasinya adalah keberhasilan

mereka dalam merumuskan beragam metodologi (manhaj) dan kaidah penafsiran

eksoterik. Indikasi lain yang menunjukkan kemajuan kajian-kajian penafsiran eksoterik

adalah produk-produk penafsiran eksoterik lebih banyak daripada produk penafsiran

esoterik. Pada setiap generasi penafsiran karya tafsir eksoterik selalu muncul dengan

corak yang identik, misalnya kitab at-Tafsîr Jâmi‟ al-Bayân Fî Tafsîr al-Qur‟ân

al-„Adzîm karya Ibn Jarîr ath-Thabarî (w. 310 H), Ma‟âlim at-Tanzîl karya al-Baghawî

(w. 516 H.), Tafsîr al-Qur‟ân al-‟Adzîm karya Ibn Katsîr (w. 774 H.), Mafâtih al-Ghaîb

karya Fakhr ad-Dîn Râzî (w. 606 H), Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta‟wîl karya

al-Baidhâwî (w. 691 H), Lubâb at-Ta‟wîl Fî Ma‟ân aT-Tanzîl karya al-Khâzin (w. 741

H), ad-Durr al-Mantsûr Fî at-Tafsîr bi al-Ma‟tsûr karya al-Suyûthî (w. 911 H.) dan lain

sebagainya. 9 Habibi Al-Amin, “Emosi Sufistik dalam Tafsir Isyârî: Studi atas Tafsir Lathâif

al-Isyârat Karya al-Qusyairî”, Disertasi, (Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta,

2015), h. 1, t.d

Page 21: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

4

persoalan-persoalan mistik dari sisi batin (intuisi mistik) yang

kadang sulit dipahami oleh logika (rasio), sebab Al-Qur‟an

merupakan penjelmaan kongkrit dari linguistik manifestasi Tuhan.

Dengan demikian tafsir sufi menjadi salah satu khazanah terunik

dalam dunia intelektual Islam.10

Menurut al-Imâm al-Ghazâlî (450-505 H/ 1058-1111 M),

Kajian tafsir esoterik relatif tidak aplikatif dan cenderung masuk

dalam wilayah yang sulit dijangkau karena sifatnya yang eksklusif

dan hanya dapat dijangkau sebagian kecil komunitas mufassir

yang berlatar belakang sufisme.11 Meski demikian, para pakar

tafsir memberikan sebuah kompromi terhadap eksistensi tafsir sufi

dengan cara memberikan syarat-syarat tertentu sebagai tolak ukur

diterimanya tafsir tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibn

al-Qayyim al-Jauzî dan adz-Dzahabî.12

Sebab beragam penilaian terhadap corak penafsiran ini

bermunculan. Sebagian kalangan menyangsikan otoritas kaum sufi

dalam menafsirkan Al-Qur‟an, tetapi tidak sedikit pula yang

membela. Kalangan yang tidak setuju dengan tafsir sufistik

10

Ibnu „Arabî, Isyarat Ilahi Tafsir Juz „Amma Ibn Arabi, terj. Cecep Ramli

Bihar Anwar, (Jakarta: Ilman, 2002), Cet. ke-1, h. 9 11

Oleh karena itu, kajian-kajian dan penjelasan tentang pendekatan tafsir

esoterik, tidak sedetail pendekatan eksoterik. Kita dapat melihat literatur-literatur kajian

Al-Qur‟an, misalnya adz-Dzahabî (1333-1365 H/1915-1945 M) yang menulis tentang

metodologi tafsir sufi dalam kitab at-Tafsîr Wa al-Mufassirûn hanya pada sub bagian

saja dan itupun tidak lebih dari 20 halaman. Penjelasan-penjelasan itu cenderung

membatasi diri hanya pada metodologi umum dan review karya-karya tafsir sufi, tidak

menyentuh pada aplikasi metode. Berbanding terbalik dengan metodologi tafsir

eksoterik yang mempunyai banyak tempat dalam kajian literatur „Ulûm al-Qur‟ân

(kajian al-Qur‟an).

Habibi Al-Amin, “Emosi Sufistik dalam Tafsir Isyârî: Studi atas Tafsir

Lathâif al-Isyârat Karya al-Qusyairî”, h. 4 12

Thameem Usama, Metodologi Tafsir Al-Qur‟an, terj. Hasan Basri dan

Amroeni, (Jakarta: Riora Cipta, 2000), Cet. ke-1, h. 25

Page 22: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

5

menganggap bahwa metode ini dianggap mirip dengan metode

ta‟wil yang dilakukan kalangan Syi„ah Bathiniyyah yang tidak

berangkat dari pemaknaan secara zahir dalam penafsirannya.

Diantara para pakar Al-Qur‟an, az-Zarkasyî adalah salah

satu pakar yang enggan menerima eksistensi tafsir sufi dalam

diskursus tafsir Al-Qur‟an bahkan menolaknya hingga tidak

sungkan menyematkan label kafir bagi siapa-pun yang

menganggap tafsir sufi adalah bagian dari Al-Qur‟an. Ia menolak

karya „Abd ar-Rahmân as-Sulamî yang berjudul Haqâiq at-Tafsîr

sebagai bagian dari produk tafsir Al-Qur‟an. Dalam hal ini

az-Zarkasyî mendukung pendapat Ibn Shalâh.13 Sementara

Quraish Shihab selaku mufasir kontemporer telah memberi

tanggapan atas pernyataan ulama klasik tersebut yakni az-Zarkasyî

terkait penolakannya terhadap tafsir sufi, beliau menyatakan

bahwa sebenarnya komentar tersebut tidak ditujukan kepada

tafsir sufi isyârî, melainkan tafsir bathinî yang secara jelas

mengingkari makna dzahir Al-Qur‟an.14

Oleh karena itu, tidak heran jika para pengkaji Al-Qur‟an

menemukan pendapat al-Ghazâlî yang justru memberikan respon

positifnya terhadap kehadiran tafsir sufi. Ia menyebutkan bahwa

diantara sikap yang menunjukkan kedangkalan ilmu adalah orang

yang menolak (tidak mengakui) adanya makna batin dibalik teks

Al-Qur‟an. Pandangan ini selaras dengan al-Qaththân.15

13

Muhammad „Abd al-„Adzîm az-Zarqânî, Manâhil al-„Urfân Fî „Ulûm

al-Qur‟ân, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 2001), Juz. 2, h. 67 14

Abd. Rochim, Tafsir Isyari Dan Kegunaannya Dalam Pengembangan Ilmu

Pengetahuan, (Yogyakarta: Perpustakaan Digital Uin Sunan Kalijaga, t.th). h. 73 15

Abdul Wahid, “Tafsir Isyârî dalam Pandangan Imam al-Ghazâlî”, dalam

Jurnal Ushuluddin, Vol. 16 No. 2 2010, h. 132

Page 23: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

6

Hemat penulis adalah tafsir sufi (isyârî) yang tidak lepas

dari unsur tasawuf dapat tampil sebagai solusi atas beragam

persoalan penting dalam globalisasi ini, diantaranya penyelamat

atas penafsiran radikal, dapat menjadi tolak ukur (barometer)

terkait penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan pendangkalan

iman, khususnya sebagai benteng dari rusaknya kepribadian

manusia sebab kebobrokan moral.

Dalam ruang lingkup kajian penafsiran Al-Qur‟an,

di Indonesia sendiri telah banyak kelompok yang melakukan

tindakan intoleran atas nama agama terhadap non-muslim. Ayat-

ayat Al-Qur‟an menjadi dasar dan nilai tertinggi perbuatan

terorisme dari sekelompok orang tersebut. Teks-teks Al-Qur‟an

seringkali dipakai untuk melegitimasi kekerasan atas nama agama,

seperti bom bunuh diri, melawan ulil amri, ataupun penerapan

sikap anarkis lainnya. Fakta ini sangat memprihatinkan karena

telah keluar jauh dari tujuan diturunkannya Kitab Suci tersebut

yakni untuk menciptakan tata sosial yang adil dan damai di muka

bumi.

Oleh sebab itu, gagasan tentang pentingnya mengenal

lebih luas persoalan penafsiran Al-Qur‟an terkait ayat-ayat yang

meresahkan karena terkesan radikal menjadi sangat penting, hal

tersebut bertujuan agar seseorang tidak terdorong melakukan

tindak kekerasan atau perilaku anarkis atas nama agama. Diantara

ayat-ayat yang sering ditafsirkan secara radikal adalah terkait

kebangsaan, diantaranya jihad membela negara dan lain

sebagainya. Melihat realitas yang ada, banyak umat Islam yang

menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an hanya dengan cara tekstual,

Page 24: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

7

seakan meniadakan konteks yang terjadi pada saat ini. Meskipun

pemahaman secara tekstual itu bisa saja digunakan, namun kadang

kala cara tersebut mampu melahirkan perilaku yang anarkis jika

hanya memahami teks tanpa konteks ayat itu turun.

Misalnya ayat tentang jihad, bagi sebagian kelompok,

jihâd terkadang diartikan perang melawan musuh Islam, sehingga

tindakan kekerasan terhadap segala sesuatu yang dianggap musuh

Islam, merupakan perbuatan jihâd yang mulia. Akibatnya, kata

jihâd menjadi sesuatu yang mengerikan dan mengakibatkan Islam

menjadi tertuduh. Islam dipandang oleh orang di luar Islam dan

Barat sebagai agama teroris. Sehingga, tidak berlebihan jika

dikatakan bahwa istilah jihâd merupakan salah satu konsepsi

Islam yang paling sering disalahpahami, khususnya di kalangan

para ahli dan pengamat Barat. Padahal, jika ditelusuri kata jihâd

dalam Al-Qur‟an penerapannya jauh dari radikalisme. Sebab ia

memiliki makna lebih luas.16

Menurut Seyyed Hossein Nasr, dari 36 ayat Al-Qur‟an

yang mengandung (sekitar) 39 kata ja-ha-da dengan berbagai

derivasinya, tidak lebih dari 10 ayat yang terkait dengan perang.

Selebihnya kata tersebut merujuk pada segala aktivitas lahir dan

batin, serta upaya intens dalam rangka menghadirkan kehendak

Allah SWT di muka bumi, yang pada dasarnya merupakan

pengembangan nilai-nilai moralitas luhur, dari mulai penegakan

keadilan hingga kedamaian dan kesejahteraan umat manusia.

16

Abd A‟la,“Pembumian Jihad dalam Konteks Indonesia Kekinian: Pengentasan Masyarakat dari Kemiskinan dan Keterbelakangan”, dalam Harmoni: Jurnal Multikultural dan Multireligius (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), Vol. 8 No. 32 Oktober-Desember 2009, h. 55.

Page 25: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

8

Dengan kata lain, jihâd adalah kesungguhan hati untuk

mengerahkan segala kemampuan untuk membumikan nilai-nilai

Islam dalam kehidupan. Pada tataran ini, pengabdian (ibadah)

yang tulus dan penuh kesungguhan serta hubungan antar sesama

manusia yang dilandasi kejujuran dan ketulusan adalah bagian

dari jihâd.17

Hemat penulis menyatakan, dari melihat realitas yang ada,

banyak umat Islam yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an hanya

dengan cara tekstual, seakan meniadakan konteks yang terjadi

pada saat ini serta mengabaikan kaidah hukum Islam yang ada

sehingga seringkali menghasilkan penafsiran yang bersebarangan

dengan tuntunan agama. Oleh karena itu, tafsir sufi (isyârî) dapat

mengambil tempat untuk berusaha sekuat tenaga mengatasi

berbagai isu-isu tersebut. Sebab ia lahir dari unsur tasawuf yang

cenderung berpusat pada perbaikan moral lahir batin, dan

menjauhkan dari pemahaman yang sempit yakni yang hanya

berkutat pada teks tanpa memahami konteks dan isyarat yang

terkandung pada sumber ajaran agama tersebut. Ia mengajarkan

pengembangan kemampuan berhubungan dengan Tuhan sehingga

dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan yang tampak

berserakan.

Tradisi penafsiran Al-Qur‟an beserta beragam

metodologinya akan terus berkembang di era modern-

kontemporer ini. Tafsîr syafahî18 hadir memberikan perspektif

17

Sayyed Hossein Nasr, The Heart of Islam: Pesan-pesan Universal Islam untuk Kemanusiaan, (Bandung: Mizan, 2003), h. 313-314.

18 Terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk tafsir oral, diantaranya;

tafsîr syafahî, tafsîr shautî, dan tafsîr bi al-lisân. Lihat Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir

Page 26: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

9

baru yang lebih menyegarkan dalam dunia penafsiran dari ruang

kontekstual, bahkan ia mampu melahirkan metode baru yakni

metode verbalisasi Al-Qur‟an, tentunya karena epistemologi

kokoh yang dimiliki penafsiran syafahî, yakni basis kelisanan

Al-Qur‟an yang menjadi pijakan awal serta jati diri dari

Kalâmullâh tersebut.19

Bahkan jauh sebelum itu, terkait tafsîr syafahî yang

kontekstual, Amin „Abdullah mengemukakan pendapatnya bahwa

dalam konteks Indonesia, pendekatan yang paling tepat untuk

diterapkan dalam memahami Al-Qur‟an adalah pendekatan

kontekstual.20 Sebab di Bumi Pertiwi ini, dari masa Maulana

Malik Ibrahim (w. 1419 M)21, kajian tafsir sudah aktif menyebar

melalui penafsiran lisan meski penjelasannya ditampilkan secara

Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi: Studi Analisis Penafsiran Syafahî”, Tesis, (Jakarta:

Fakultas Ushuluddin, IIQ Jakarta, 2019), h. 4, t.d. 19

“Metode Verbalisasi Al-Qur‟an adalah upaya menyampaikan kembali

pesan Al-Qur‟an dalam konteks hari ini yang menggunakan wacana kelisanan

Al-Qur‟an. Komponen yang digunakan dalam meode ini adalah penutur, lawan

tutur, teks tuturan, dan konteks tuturan”. Lihat Muhammad Alwi Hs dan Iin Parninsih, “Verbalisasi Al-Qur‟an; Metode Tafsir Kontekstual Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an:

Studi QS. Al-Baqarah: 256 Tentang Pemaksaan Agama”, dalam Jurnal Ilmu-Ilmu

Ushuluddin, Vol. 22, No. 2 Oktober 2020, h. 120 & 127 20

Menurut U.Syafruddin, tafsir kontekstual adalah “sebuah penafsiran yang

mempunyai kecenderungan tidak hanya bertumpu pada makna lahiriah teks (literal),

namun juga melibatkan dimensi sosio-historis teks dan keterlibatan subjektif mufasir

dalam aktivitas penafsirannya”. Lihat U.Syafrudin, Paradigma Tafsir Tekstual &

Kontekstual; Usaha Memaknai Pesan Al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017),

cet. ke-2, h. 48-49 21

Maulana Malik Ibrahim adalah tokoh yang termasuk walisembilan

(walisongo). Nama lain yang dipakai oleh beliau adalah Maulana Magribi atau Maulana

Ibrahim. Saat datang di Pulau Jawa beliau menetap di desa Leran yang terletak di kota

Gresik. Beliau mengajak Raja Majapahit untuk memeluk Islam. Dalam penyebaran

Islam Maualana Malik Ibrahim berdakwah dengan cara diplomasi yang ulung yang bisa

diterima oleh akal pikiran masyarakat sehingga Islam dapat diterima masyarakat. Lihat

Ridin Sofwan, Islamisasi Di Jawa Penyebaran Islam di Jawa Menurut Penuturan

Babad, (Pustaka Pelajar, 2004), h. 32

Page 27: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

10

global dan bercampur dengan kajian keislaman lainnya seperti,

akidah, tasawuf, dan fiqh.22

Penjelasan diatas menjadi bukti kuat terkait tajamnya

pengaruh tradisi oral dalam pentransmisian Al-Qur‟an. Bahkan

Kitab Suci itu sendiri secara langsung telah menyatakan

keberadaan pentransmisiannya secara oral. Dalam hal ini,

Al-Qur‟an secara konsisten telah menyebutkan beberapa kosa kata

seperti, talâ, yatlû, tatlû, yutlâ, utlû, yang terekam dalam QS.

Al-Baqarah [2]: 129, QS. Al-Baqarah [2]: 151, QS. Ali „Imrân

[3]:164, QS. Al-Jum‟ah [62]: 2 dan lain sebagainya.23 Ayat-ayat

yang disebutkan, secara keseluruhan memberikan sebuah

pemahaman akan peran Rasulullah Saw kepada para sahabatnya

terkait metode beliau dalam upaya mengenalkan ayat-ayat Allah

SWT melalui basis kelisanan.

Banyak ulama atau cendekiawan muslim yang tidak

menulis karya ilmiah dalam diskursus tafsir Al-Qur‟an, tetapi

banyak berkontribusi terkait sumbangsihnya dalam interpretasi

Al-Qur‟an. Sumbangsih tersebut disalurkan secara oral (syafahî)

melalui berbagai kajian ilmiah Islam seperti ceramah atau

pengajian. Sejauh ini, biasanya sumbangsih tersebut dinamakan

dengan tafsîr syafahî (oral). Di era klasik misalnya, terdapat kitab

tafsir „Amâlî al-Murtadhâ Ghurâr al-Fawâid Wa ad-Durâr

al-Qalâid yang isinya merupakan kumpulan mau‟idzah dari

22

Ali Syahidin Mubarok,” Mewujudkan Penafsir Otoritatif: Optimalisasi

Tafsir Nusantara Sebagai Upaya Reduksi Gerakan Radikal”, dalam Jurnal Qof, Vol. 2

No. 2 Juli 2018, h. 179 23

Derhana Bulan Dalimunthe, “Al-Qur‟an dan Fenomena Salah Tulis: Studi

atas al-Qur‟an dalam Tradisi Lisan dan Tulisan”, dalam Jurnal Qaf , Vol. 3 No. 1

Januari, 2019, h. 29

Page 28: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

11

berbagai kajian Islam seperti tafsîr, hadîts, lughah (bahasa) yang

disampaikan oleh asy-Syarîf al-Murtadhâ (w. 436 H).24

Adapun di era kontemporer, ada Syeikh Mutawallî

asy-Sya‟râwî (w. 1419 H/ 1998 M) yang juga memiliki tafsîr

syafahî. Beliau mengisi kajian Islam terkait tafsir yang direkam

oleh televisi Mesir, kemudian dibukukan dan rampung dicetak

sebanyak 30 juz pada tahun 1997 oleh penerbit Dâr al-Akhbâr

al-Yaûm.25 Kemudian ada Syeikh Wahbah az-Zuhailî (w. 2015 M)

yang menggelar pengajian tafsir di Damasykus Syria. Hasil

perasan dari penafsirannya itu lahir karya tulis yang diberi nama

Tafsîr al-Wasîth.26

24

Karya tafsir ini merupakan salah satu bentuk tafsîr syafahî yang

rangkaian pembahasannya tidak tertib (berurutan) dan hanya menafsirkan beberapa

ayat yang bersinggungan dengan akidah, khususnya aliran Mu‟tazilah. Sebab,

asy-Syarîf al-Murtadhâ merupakan pengikut sekte Mu‟tazilah. Sehingga penafsirannya

pun terkesan subjektif karena hanya ayat-ayat yang mengukuhkan eksistensi aliran

Mu‟tazilah yang masuk dalam penafsirannya. Hebatnya adalah beliau mampu mengolah

tafsir ayat-ayat Al-Qur‟an yang tidak sejalan dengan akidahnya, sehingga keduanya

tampil selaras dan tidak bersebrangan. Sebagaimana yang terlihat dari nama tafsir

tersebut, tafsir ini ditulis dengan cara imlâ‟ (didikte) oleh asy-Syarîf al-Murtadhâ. Oleh

karena itu, nama depan tafsir tersebut ditulis dengan „Amâlî yang merupakan jama‟

atau bentuk plural dari imlâ‟.

Muhammad Husain adz-Dzahabî, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Jilid 1, h. 286 25

Meski demikian, dengan ketawadhu‟annya asy-Sya‟râwî menyebut karya itu

dengan istilah khawâthir asy-Sya‟râwî (renungan-renungan Qur‟ani asy-Sya‟râwî) dan

tidak menyebutnya sebagai kitab tafsir. Terkait istilah tersebut, menurutnya sebuah

renungan manusia tentang kalam Ilahi tidak seluruhnya benar dan pasti ada saja yang

tidak sesuai, disamping karyanya tidak memuat semua penafasiran ayat-Al-Qur‟an,

hanya surat Al-Fatihah hingga surat Ar-Rum saja.

Muhammad Mutawallî asy-Syaʻrawî, Khawâthir asy-Syaʻrâwi Haul

Al-Qur‟ân al-Karîm, (Kairo: Dar Akhbar al-Yawm, 1991)

Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi; Studi

Analisis Penafsiran Syafahi”, h. 5 26

Karya ini merupakan hasil perasan dari pengajian az-Zuhailî yang direkam

dari berbagai stasiun televisi di Syria yang nama acaranya masyhur dengan sebutan

Qashash Min al-Qur‟ân dan menggelegar setiap pagi (selain hari Jum‟at) di wilayah

Damasykus dengan durasi enam menit. Ditambah lagi aktivitas kajian tafsir pada hari

Sabtu, Senin, dan Rabu pukul 06.15 dalam bingkai acara yang disebut dengan

Al-Qur‟ân Wa al-Hayâh. Kajian tafsir secara virtual tersebut berlangsung selama tujuh

Page 29: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

12

Juga ada Syeikh „Alî Jum‟ah seorang mantan Mufti Mesir

dan Grand Syeikh Al-Azhar University yang pengajian tafsirnya

dikodifikasi hingga menjadi sebuah kitab tafsir yang bernama

an-Nibrâs Fi at-Tafsîr al-Qur‟ân. Pengajian tersebut berlangsung

di beberapa majlis seperti di al-Azhar asy-Syarîf, Masjid Sulthân

Hasan dan lainnya.27

Secara umum, tafsîr syafahî yang berupa serapan dari

pemikiran para pakar tafsir dalam menginterpretasikan Al-Qur‟an

itu berasal dari sebuah catatan yang dikodifikasi dan hasil kajian

para kompilator setelahnya yang mayoritas merupakan murid dari

para pakar tersebut. Meski hampir semuanya berbentuk kodifikasi

dan kompilasi, namun dari beberapa tafsir yang disebutkan

dipenjelasan sebelumnya. Terdapat penafsiran yang memuat

analisa manhaj (metode), laûn (corak), dan sumber penafsiran.

Sehingga meski tidak menulis kitab tafsir secara khusus,

tahun dari 1992 M sampai 1998 M. Model aliran metode tafsir ini adalah tahlilî-maudhûî

yang mencakup seluruh ayat-ayat Al-Qur‟an hingga 30 juz dan mengelompokkan ayat-

ayat dengan tema-tema tertentu yang terkait, sering kali pembahasan tambahan dalam

tafsir ini menukil dari Tafsîr al-Munîr karya az-Zuhailî yang terdahulu. Ciri khas dari

sistematika penulisan Tafsîr al-Wasîth adalah selalu mengurai kata-kata ghârib (asing)

yang dirasa sulit dengan mencantumkan asbâb an-nuzûl disetiap ayatnya. Keseluruhan

halaman tafsir ini berjumlah 2900-an halaman dalam tiga jilid.

Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsîr al-Wasîth, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), h. 7 27

Menurut Usamah as-Sayyid al-Azharî yang merupakan murid Syeikh „Ali

Jum‟ah yang telah berhasil membukukan pengajian tafsir gurunya itu, corak kitab

tafsir ini yaitu ushû al-fiqh dan masih tercetak dalam satu jilid karena hanya memuat

Surat Al-Fatihah sampai surat Al-Baqarah ayat 25. Sistematika penulisan dalam tafsir

ini cukup unik karena pembahasannya dimulai dari profil setiap ayat, lalu sebelum

menjelaskan makna perkata dengan analisa kebahasaan yang tajam seperti pembahasan

fiqh al-lughah, „Ilm al-Istiqâq, mustarak al-lafdzî, furûq al-lughah, dan lainnya dari

setiap ayat, terlebih dahulu ditulis penjelasan esensi dan maqâshid dari setiap ayat

tersebut.

„Ali Jum‟ah, An-Nibrâs fî Tafsîr Al-Qur‟ân, (Kairo: al-Wabil ash-Shayyib,

2010), h. 10 & 14

Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi; Studi

Analisis Penafsiran Syafahi”, h. 5

Page 30: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

13

pemikiran Qur‟ani dari para pakar-pakar tersebut bisa tetap

dinikmati dan menjadi salah satu pembahasan dalam literatur

kajian tafsir.

Pada konteks hari ini, tafsîr syafahî dipahami sebagai

upaya menyampaikan kembali pesan yang terkandung dalam

Al-Qur‟an melalui wacana kelisanan Al-Qur‟an yang sebenarnya

gaya penafsiran ini adalah gaya tertua dalam diskursus keilmuan

Islam, khususnya tafsir Al-Qur‟an. Secara umum, respon para

ulama terhadap tafsîr syafahî adalah baik secara keseluruhan.

Sebagaimana pernyataan Syeikh Muhammad „Abduh (w. 1905 M)

yang tertuang dalam muqaddimah tafsîr al-manâr, disebutkan

bahwa media lisan adalah cara utama dalam mengoperasikan tafsir

tersebut dalam menginterpretasikan Al-Qur‟an di masyarakat

agar lebih mudah untuk dipahami.28 Salah satu sebab masyarakat

lebih mudah memahami model penafsiran yang demikian adalah

karena ia cenderung menggunakan pendekatan kontekstual. Sebab

kemampuan dalam mengkontekstualisasikan ayat-ayat Al-Qur‟an

sesuai dengan tanzîl al-âyât ʻalâ al-wâqiʻ (kondisi dan situasi)

dapat menjadikan masyarakat lebih sadar tentang keadaan

Al-Qur‟an yang sharîh fî kulli zamân wa makân.29

Dalam konteks perkembangan tafsir di Nusantara, Islah

Gusmian menyebutkan bahwa setiap penafsir memiliki identitas

sosial yang saling terhubung (rajut) antara satu sama lain. Identitas

tersebut dibagi menjadi lima macam, yaitu; “Pertama, sosial

28

Muhammad Rasyîd Ridhâ, Tafsîr Al-Quran al-Hakîm; Tafsîr al-Manâr,

(Kairo: Dar al-Manar, 1947), Vol. 1, h. 13 29

Abdul Aziz bin Abdurrahman adh-Dhamir, at-Tafsîr al-Îdzâʻî li al-Qur‟ân

al-Karîm, (Jedah: Majalah Maʻhad al-Imam asy-Syâthibî Li ad-Dirâsât al-Qur‟âniyyah,

2006), edisi ke-1, h. 147

Page 31: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

14

cendekiawan–akademisi. Kedua, sastrawan-budayawan. Ketiga,

sosial-birokrat. Keempat, sosial-politikus. Kelima, sosial-ulama.”30

Adapun aspek pertimbangan yang digunakan dalam memilih

tokoh untuk dapat diangkat dalam sebuah penelitian adalah

kontribusi, relevansi, intensitas, keunikan, kontroversi, pengaruh,

dan popularitas dari tokoh tersebut.31

Dalam konteks lokal di Indonesia sendiri, cukup banyak

tokoh ulama yang mumpuni dalam disiplin ilmu Al-Qur‟an dan

Tafsir namun sedikit mewariskan karya tulis, khususnya dalam

diskursus Al-Qur‟an dan Tafsir. Seperti (Alm) Prof. DR. (H.C)

KH. Hasyim Muzadi,32 KH. Bahauddin Nur Salim33 dan DR. (H.C)

30

Islah Gusmian,“Tafsir Al-Qur‟an di Indonesia: Sejarah dan Dinamika”,

dalam Jurnal Nun, Vol. 1 No. 12015, h. 16-19 31

Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur‟an dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea

Press, 2015), h.37-40 32

Ahmad Hasyim Muzadi lahir di Bangilan Kabupaten Tuban Jawa Timur

pada tanggal 8 Agustus tahun 1943 M1 dari pasangan Muzadi (w. 1969 M) dan Rumyati

(Arum Ati) (w. 1995 M). Secara organisasi, Kyai Hasyim Muzadi mempunyai karir yang

cukup mentereng mulai tingkat lokal hingga internasional. Adapun yang terpopuler

adalah beliau merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama selama sepuluh

tahun periode 1999-2004 dan periode 2004-2009. Pada tahun 2004 beliau membentuk

organisasi internasional yang dinamainya dengan International Conference of Islamic

Scholars (ICIS) sekaligus menjadi sekjen-nya. Pada tahun 2005 menjadi Anggota

Commission of Eminent Persons (CEP) Organization of Islamic Conference (OIC) dan

juga menjadi Anggota Majelis Pelaksana Muslim World League. Pada tahun 2006

ditunjuk sebagai Presiden World Conference of Religions for Peace (WCRP) melalui

deklarasi Kyoto Jepang yang diikuti sekitar 800 pemimpin agama yang berasal dari 100

negara seluruh dunia. 102 Pada 19 Januri 2015 beliau diangkat menjadi anggota Dewan

Pertimbangan Presiden (Wantimpres) hingga wafat tanggal 16 Maret 2017. Beliau

menerima gelar kehormatan Doctor Honoris Causa dibidang Peradaban Islam dari

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya, pada 2 Desember tahun

2006. Gelar kehormatan itu diberikan atas pengabdian beliau dalam membangun

peradaban Islam dengan mengadakan konferensi Ulama dan Cendekiawan Muslim

se-Dunia (ICIS). Lihat Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim

Muzadi; Studi Analisis Penafsiran Syafahi”, h. 97 33

KH. Bahauddin Nur Salim atau yang akrab disapa Gus Baha adalah putra dari

KH. Nursalim al-Hafizh dari Desa Narukan Kragan Rembang yang merupakan seorang

ulama ahli dalam bidang Al-Qur‟an. Begitu juga kakek buyutnya merupakan ahli di

bidang Al-Qur‟an. Sedangkan dari silsilah keluarga ibunda, Gus Baha merupakan

Page 32: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

15

Habib Luthfi bin Yahya.34 Pada kajian penelitian ini, fokus penulis

berpusat kepada Habib Muhammad Luthfi bin Yahya yang

merupakan seorang tokoh Ulama NU (Nahdlatul Ulama), ketua

MUI Jawa Tengah, Mursyid Tarekat, Rais „Am (pimpinan umum)

JATMAN35 serta pendiri sekaligus pembina Majlis Ta‟lim Kanzus

Shalawat Pekalongan, Adapun dalam skala internasional,

kedudukan beliau adalah menjadi ketua Forum Sufi Dunia sejak

tahun 2019. Menariknya adalah selain bergelut dalam bidang

keagamaan, Habib Luthfi juga aktif dalam pemerintahan. Sebab

beliau merupakan seorang pejabat negara yang tampil sebagai

Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres periode 2019-

2024.36

keturunan dari keluarga besar ulama‟ Lasem, Bani mbah Abdurrahman Basyaiban atau

mbah Sambu. Beliau merupakan murid senior dari Syakhina KH. Maimoen Zubair saat

mondok dan berkhidmat di PP. Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang sampai

dewasa. Saat ini Gus Baha adalah pengasuh PP. Tahfidzul Quran LPIA Narukan. ketua

Tim Lajnah Mushaf Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Beliau merupakan

merupakan seorang ulama ahli dalam bidang Al-Qur‟an, tafsir, tauhid dan fiqih, Prof.

Quraisy Shihab pernah mengungkapkan bahwa kedudukan Gus Baha di dewan tafsir

nasional bukan hanya sebagai “Mufassir” namun juga sebagai “Mufassir Faqih”,

dikarenakan penguasaan Gus Baha pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam

Al-Qur‟an. Lihat Aliyul Himam, “Makna Logika Nubuwwah dalam Dakwah KH.

Bahauddin Nur Salim: Analisis Trilogi Epistemologi Arab-Islam-Resepsi Encoding”,

dalam Jurnal Alijtimaiyyah, Vol. 7 No. 1, Januari-Juni 2021, h. 141-142 34

Beliau menerima gelar kehormatan Doctor Honoris Causa dari Program Studi

Ilmu Pendidikan Bahasa Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (UNNES) dibidang

Komunikasi Dakwah dan Sejarah Kebangsaan pada 9 November tahun 2020. Gelar

kehormatan itu diberikan atas kontribusi beliau dalam peningkatan nasionalisme

kebangsaan melalui seni dakwah yang menyejukkan dan mendamaikan kebhinnekaan

Indonesia. 35

JATMAN merupakan kata singkatan dari Jam'iyah Ahli at-Tharîqah

al-Mu‟tabarah an-Nahdhiyyah. Ia adalah badan otonom di bawah Nahdhatul Ulama

(NU) yang bertugas membantu melaksanakan kebijakan pada pengikut tarekat mu‟tabar

di lingkungan NU serta membina dan mengambangkan seni hadrah. 36

Muhdor Ahmad Assegaf, Cahaya dari Nusantara: Maulana Habib Luthfi bin

Yahya, (Pemalang: Abna‟ Seiwun, 2021), Cet. ke-2, h. 22

Page 33: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

16

Beliau yang tampil sebagai ulama sufi sekaligus sosok

negarawan dengan dakwah moderatnya di dunia virtual melalui

sosial media yang ada37 maupun non virtual, telah menunjukkan

Islam yang tawâsuth (moderat), tidak ta‟ashshub (berlebihan)

dalam segala hal, hidup secara tawâzun (seimbang) dan bersikap

adil dalam memandang manusia, serta menjunjung tinggi nilai

solidaritas kepada sesama yang berlandaskan nilai-nilai spritual.

Terlebih dengan semua gelar atau pangkat yang disematkan

kepada Habib Luthfi, tentu semua itu berdampak besar untuk

meluasnya pengaruh beliau di berbagai komunitas muslim.38

Sikap moderat Habib Luthfi juga ditampilkan dalam

menyuarakan nasioanalisme, karena modal fundamental bagi

pembentukan sebuah negara dan karakter bangsa dimulai dari

manifestasi kecintaan dan kesetiaan kepada tanah air.39 Dalam

salah satu ceramahnya, dengan penuh semangat beliau

menyatakan bahwa rasa kebangsaan yang dimiliki oleh setiap

anak bangsa merupakan pemersatu Bangsa Indonesia dari Sabang

37

Kini di era-modern, kajian keagamaan Islam telah memasuki babak yang

lebih maju. Pada fase ini, perkembangan teknologi berhasil menciptakan beragam media

baru yang canggih dan mudah diakses serta dapat dinikmati oleh semua kalangan

masyarakat. Para akademisi dengan mudah memperoleh data yang mereka butuhkan

sesuai dengan fan ilmu yang ditekuni. Hal tersebut terjadi sebab desakan globalisasi dan

modernasi yang telah berhasil menerobos ruang kehidupan manusia untuk memberikan

konsekuensi yang harus dihadapi dan tidak bisa ditolak. Oleh karena itu, perkembangan

teknologi ini akan sangat bermanfaat bagi kemajuan generasi muda jika dapat

menggunakannya dengan benar. Lihat. Moh. Azwar Hairul, “Tafsir Al-Qur‟an di

Youtube”, dalam Jurnal Al-Fanar Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Vol. 2 No. 2 2019, h. 90 38

Abdul Muhid & Samsuriyanto, “Dakwah Moderat Habib Muhammad Luthfi

bin Yahya di Dunia Virtual; Analisis Wacana Teks Media Teun A. Van Dijk”, dalam

Jurnal Ancoms, April, 2018, h. 1089 39

Muhammad Jamaluddin, Nasionalisme Islam Nusantara: Nasionalisme

Santri, (Jakarta: Kompas Media Pustaka, 2015), h. 16

Page 34: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

17

sampai Merauke. Hal ini menjadi pijakan dasar untuk

mewujudkan kemajuan dan kemashlahatan umat dan negara.40

Dengan perannya yang penting dalam kehidupan

masyarakat, Habib Luthfi ketika mengurai beragam ide

pemikirannya dalam berbagai kajian ilmiah Islam seperti;

ceramah, khutbah jum‟at, pengajian, taklim maupun kuliah,

seringkali mengutip dalil dari ayat Al-Qur‟an yang menghasilkan

wawasan Qur‟ani atau penafsiran yang cenderung kontekstual dan

selaras dengan kemajuan zaman serta sarat makna sosial maupun

isyârî (sufistik).

Sangat mungkin, jika kecenderungan Habib Luthfi dalam

kajian sufi saat menginterpretasikan Al-Qur‟an, besar dipengaruhi

oleh latar belakang beliau sebagai ulama yang menempuh jalan

sufisme serta berafiliasi pada tarekat Syâdziliyyah dan banyak

tarekat mu‟tabarah lainnya. Salah satu contoh pemikiran Qur‟ani

beliau adalah penjelasan mengenai kecintaan tumpah darah yang

bersumber dari doa Nabi Ibrahim as yang terdapat dalam QS.

Al-Baqarah ayat 126;

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku,

Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan

berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya

40

Jumrotul Inayah, “Nasionalisme Mahabbah ar-Rasul; Studi Pemikiran Habib

Muhammad Luthfi bin Yahya”, dalam Jurnal Yaqzhan, Vol. No. 2 Desember 2017, h.

53

Page 35: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

18

yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari

kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang

kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku

paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk

tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah [2]:126)

Menurut Habib Luthfi, doa Nabi Ibrahim as yang terekam

pada ayat tersebut memberikan pengertian bahwa bagi setiap anak

bangsa harus memiliki rasa cinta kepada tanah air dan keterikatan

jiwanya terhadap negaranya. Karena hakikat keanggotaan pada

suatu bangsa tidak dapat terwujud tanpa adanya rasa cinta. Sebab

cinta itulah benih nasionalisme dan kebangsaan. Sikap peduli

kepada negeri dan masyarakatnya akan muncul ketika cinta itu

hadir dan tumbuh dalam jiwanya.41

Lanjut beliau dengan rasa cinta itulah seseorang akan bisa

menghargai apa yang telah diberikan oleh Tuhan, ia akan menjaga

dan merawat segala apa yang diberikan Tuhan untuknya, termasuk

tanah airnya. Oleh karena itu, cinta dalam segala hal terletak pada

posisi utama. Lalu beliau mengaitkan pembahasan cinta tanah air

dalam diskursus tasawuf. Begitupun dalam tingkatan menuju

perjalanan kepada Allah SWT, Cinta menduduki posisi (maqâm)

tertinggi sebagaimana yang dikemukakan oleh Sufi besar yaitu

al-Imâm al-Kalabadzî (w. 880 M) dan Abû Ja‟far ath-Thûsî (w.

85-460 H) terkait tahapan-tahapan maqam dalam tasawuf. Maka,

jika kepada Tuhan Yang Maha Agung saja, senjata tajam yang

dapat digunakan untuk bisa wushûl atau sampai kepada-Nya

(Hadhrat al-Ilâhiyyah) adalah melalui pedang cinta. Begitupun

41

Wawancara dengan Narasumber Utama; Habib Luthfi bin Yahya,

Pekalongan, 3 April 2021

Page 36: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

19

terhadap mahkluknya, dan termasuk salah satu makhluk Tuhan

adalah bumi yang kita pijaki yang didalamnya terbentuk banyak

komunitas yang berlambangkan negara.

Oleh karena itu, cinta kepada negeri merupakan

manifestasi cinta kepada Sang Pemilik Negeri, terang Habib

Luthfi. Menurut beliau, inilah inti interpretasi permohonan Nabi

Ibrahim as agar tanah airnya terlindungi dan menjadi tempat

berteduh yang aman, sehingga hati rakyat setempat tenang dan

damai. Karena mewujudkan keta‟atan kepada Allah SWT dalam

segala aktivitasnya akan lebih mudah saat ketenangan dan

kedamaian menyelimuti hati. Disamping itu, pembangunan negara

akan dapat berjalan lancar sehingga misi mensejahterakan umat

akan lebih mudah terealisasi jika keamanan suatu wilayah

terjamin.42

NKRI adalah harga mati, begitulah semboyan yang selalu

didengungkan Habib Luthfi, sebab cinta tanah air merupakan

cerminan dari keimanan. Menurutnya merah putih yang menjadi

lambang simbolis NKRI harus menancap tajam dalam sanubari

setiap anak bangsa. Berjuang demi kejayaan merah putih

merupakan bentuk penghambaan diri kepada Tuhan dan

manifestasi iman kepada-Nya. Agama dan negara bukanlah suatu

hal yang berbeda, mereka tidak bisa dipisahkan. Sebab pertahanan

42

Wawancara dengan Narasumber Utama; Habib Luthfi bin Yahya, Pekalongan,

3 April 2021

Page 37: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

20

kokoh dalam bingkai persatuan di Nusantara lahir dari jati diri

insan yang bertuhan dan menjaga keutuhan tanah airnya.43

Dari pemaparan latar belakang di atas serta melihat sikap

Habib Luthfi yang berlatar belakang ulama tarekat (sufi) dan

selalu mengobarkan semangat nasionalisme dalam kegiatan

keagamaannya. Maka penulis tertarik untuk menjadikan Habib

Luthfi sebagai tokoh utama dalam objek penelitian ini. Penulis

akan mengumpulkan serpihan-serpihan pemikiran Qur‟ani Habib

Luthfi bin Yahya yang lahir dari identitas sosial-keulamaan terkait

ayat-ayat kebangsaan yang kemudian ditelaah dan dianalisa secara

objektif, kritis, dan argumentatif. Oleh karenanya penelitian ini

menjadi relevan untuk diangkat dalam sebuah karya ilmiah berupa

judul tesis “Dimensi Sufistik Dalam Penafsiran Syafahî Habib

Luthfi bin Yahya (Studi Analisis Ayat-Ayat Kebangsaan)”.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

a. Bagaimana Nasionalisme dalam perspektif Habib Luthfi bin

Yahya

b. Apa yang melatarbelakangi gelora Nasionalisme Ala Ulama

Tarekat Habib Luthfi bin Yahya

c. Upaya apa saja yang dilakukan Habib Luthfi bin Yahya untuk

menjadikan aktivitas keagamaan sebagai pijakan utama

penanaman nasionalisme bangsa

43

Imam Kanafi, “Tarekat Kebangsaan; Kajian Antropologi Sufi Terhadap

Pemikiran Habib Luthfi bin Yahya”, dalam Jurnal Penelitian, Vol. 10 No. 2, November

2013, h. 347-348

Said Agil Siradj, Nasionalisme Islam Nusantara, (Jakarta: Pustaka

Cinganjur 2015), h. 6

Page 38: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

21

d. Berasal dari mana rasa semangat patriotiseme kebangsaan

pada diri seorang ulama tarekat yang secara umum selalu

berkecimpung perihal ukhrawiyah normatif-persial-eskapis

e. Bagaimana penerapan konsep tasawuf dalam penafsiran

Al-Qur‟an

f. Sejauh mana pengaruh dimensi sufistik dalam pemikiran

Habib Luthfi bin Yahya terkait penafsirannya perihal ayat-

ayat Al-Qur‟an

g. Apa yang dimaksud dengan Tafsîr Syafahî

h. Bagaimana peran Tafsîr Syafahî yang tampil dengan

menggunakan wacana kelisanan Al-Qur‟an dalam dunia

penafsiran masa kini

i. Apa saja ayat-ayat yang menjadi objek penafsiran syafahî

Habib Luthfi bin Yahya tentang kebangsaan

j. Berasal dari mana sumber penafsiran yang dilakukan Habib

Luthfi bin Yahya

k. Bagaimana metodologi dan corak penafsiran syafahî Habib

Luthfi bin Yahya

l. Bagaimana penafsiran syafahî Habib Luthfi bin Yahya terkait

relasi agama dan negara dalam perspektif Al-Qur‟an

2. Pembatasan Masalah

Karena luasnya ruang lingkup pembahasan dalam upaya

penelitian ini, maka cukup banyak permasalahan akademik yang

muncul sehingga menjadi peluang besar bagi peneliti lainnya

untuk mengkaji. Oleh karena itu, Penulis akan membatasi ruang

lingkup kajian penelitian ini sehingga bisa menghasilkan karya

ilmiah yang komprehensif dan akurat.

Page 39: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

22

Penelitian ini akan dibatasi pada dimensi sufistik dalam

penafsiran syafahî Habib Luthfi bin Yahya yang kontekstual

tentang ayat-ayat kebangsaan meliputi; Cinta Tanah Air (QS.

Al-Baqarah [2]: 126), Kepatuhan Kepada Ulil Amri (QS. An-Nisâ

[4]: 59), Jihad (QS. An-Nisâ [4]: 95), Persatuan Umat (QS.

Al-Mukminûn [23]: 52), Negeri Impian (QS. Sabâ‟ [34]: 15),

Pluralisme (QS. Al- Hujurât [49]: 13). Penelitian penafsiran ini

akan dilakukan dengan menganalisa sumber, metode, corak dan

ideologinya serta relevansinya dengan ûlûm at-tafsîr.

Ketertarikan penulis perihal menjadikan Habib Luthfi bin

Yahya sebagai tokoh utama dalam objek penelitian ini, karena

beliau seorang Ulama Tharekat yang secara umum selalu

berkecimpung pada urusan ukhrawiyah normatif parsial eskapis

namun semangat patriotisme kebangsaannya tinggi, beliau selalu

mengobarkan semangat nasionalisme dalam kegiatan

keagamaannya. Kontribusi beliau juga cukup besar dalam

memberikan sumbangsih kemashlahatan kepada umat baik terkait

agama, ideologi, politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Hingga

nama beliau tertulis dalam daftar top 50 dari 500 tokoh muslim

yang paling berpengaruh di dunia, Hal tersebut dihimpun oleh

sebuah lembaga indenpenden Islam yang berbasis di Yordania

yaitu RISSC (Royal Islamic Strategic Studies).44 Oleh karenanya,

fokus kajian penelitian penulis terkait Habib Luthfi bin Yahya dan

Dimensi Sufistik dalam Penafsiran Syafahî-nya tentang Ayat-Ayat

Kebangsaan.

44

Muhdor Ahmad Assegaf, Cahaya dari Nusantara: Maulana Habib Luthfi bin

Yahya, h. 5

Page 40: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

23

3. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah yang telah disebutkan, rumusan

masalah yang akan menjadi titik fokus penelitian penulis adalah;

1. Bagaimana penafsiran ayat-ayat kebangsaan dalam khazanah

tafsir?

2. Bagaimana dimensi sufistik dalam penafsiran syafahî Habib

Luthfi bin Yahya tentang ayat-ayat kebangsaan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat kebangsaan dalam

khazanah tafsir

2. Untuk mengetahui dimensi sufistik dalam penafsiran syafahî

Habib Luthfi bin Yahya tentang ayat-ayat kebangsaan

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini berisi penjelasan tentang manfaat

penelitian ini dari segi teoritis maupun praktis. Adapun Manfaat

Teoritis dari penelitian ini adalah;

1. Penelitian ini tampil berguna sebagai salah satu bentuk

upaya untuk memperluas khazanah ilmu ke-Qur‟anan dalam

diskursus Tafsir Al-Qur‟an dan Tasawuf, khususnya

penafsiran ke-Indonesi-an serta menambah sumbangsih

tertulis dalam bingkai penafsiran syafahî dengan gaya

sufistik yang dikodifikasi oleh selain mufasir.

2. Menemukan solusi melalui penafsiran syafahî terkait

dimensi sufistik Habib Luthfi bin Yahya dalam bingkai

sosial kebangsaan.

Page 41: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

24

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah;

1. Sebagai salah satu cara untuk memahami Al-Quran dalam

ruang ke-Indonesia-an.

E. Kajian Pustaka

Penelitian terkait dimensi sufistik dalam penafsiran syafahî

Habib Luthfi bin Yahya (studi analisis tentang ayat-ayat

kebangsaan) ini merupakan tindak lanjut dari sebuah ilmu yang

didapat dari kegiatan pengajian di Majlis Habib Luthfi bin Yahya,

tepatnya di Gedung Kanzus Shalawat Pekalongan. Bermula dari

wawasan ilmiah yang diperoleh dari pengajian tersebut, penulis

tertarik untuk mengkaji tafsir ayat-ayat kebangsaan dalam

pandangan Habib Luthfi bin Yahya yang merupakan sosok Ulama

kharismatik yang selalu mengobarkan gelora api kesemangatan

dalam jiwa anak bangsa untuk senantiasa mencintai negerinya

yaitu Indonesia.

Dalam rangka mewujudkan sebuah karya ilmiah dalam

penelitian ini, Penulis mencari data pembanding dari berbagai

karya tulis ilmiah seperti jurnal, buku, tesis, disertasi dan lain

semisalnya untuk dijadikan data pustaka. Adapun data-data

pembanding yang memiliki korelasi dengan objek penelitian ini,

diantaranya;

1. Buku karya Imam Suprayogo yang bejudul „Kyai dan Politik;

Membaca Citra Politik Kyai‟.45 Buku ini pembahasannya

menitikberatkan pada keterlibatan komunitas elite agama

45

Suprayogo, Imam, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai, (Malang:

UIN-Maliki Press, 2016), h. 2

Page 42: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

25

dalam ruang politik yang kajian pembahasannya meliputi

peran politik kyai, bentuk hubungan elite agama dengan

pemerintah, objek kajian agama, rasionalitas elite agama, dan

pola hubungan kepemimpinan agama.46 Pertimbangan normatif

agama dan pertimbangan rasional menjadi pijakan awal para

kyai dalam menentukan pilihan politik. Kajian yang

mengambil lokasi di Kecamatan Tebon Kabupaten Malang ini

mendeskripsikan berbagai tipologi Kyai dalam merespon

problematika yang berkaitan dengan pilihan politik dalam

keikut-sertaannya bergabung pada suatu kubu partai tertentu.

Persamaan artikel ini dengan penelitian yang akan

dilakukan penulis terletak pada sosok tokoh utama yang dikaji

yang merupakan elemen masyarakat yang lahir dari identitas

ke-ulamaan namun memiliki kelebihan yang bersifat riel atas

masa pendukungnya. Sebagai penyandang profetik, pemimpin

agama mampu melakukan peran ganda baik sebagai kekuatan

transformatif, legimatif, maupun korektif terhadap kehidupan

masyarakat.47 Adapun perbedaannya, dalam penelitian yang

akan dilakukan penulis fokus kajian tokoh utamanya tertuju

pada satu orang yakni Habib Luthfi bin Yahya, namun dalam

artikel ini yang dikaji adalah segenap masyarakat yang lahir

dari identitas ke-ulamaan (kyai) pada daerah tertentu yakni di

daerah Kecamatan Tebon Kabupaten Malang.

46

Suprayogo, Imam, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai, h. 2 47

Suprayogo, Imam, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai, h. 2

Page 43: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

26

2. Tesis karya Ali Fitriana Rahmat tentang „Tafsir Kontekstual

Ahmad Hasyim Muzadi; Studi Analisis Penafsiran Syafahi‟.48

“Penelitian ini menganalisa penafsiran Ahmad Hasyim

Muzadi yang kontekstual melalui metode syafahî yang

dilakukannya. Bagaimana relevansinya dengan kaidah ilmu

tafsir dan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Serta

menjelaskan rangkaian metodologi penafsiran yang digunakan

meliputi sumber, corak, metode, dan kecenderungan

ideologinya.”49 Dengan metode kualitatif dan tiga pendekatan

berupa sosiologis, historis, dan linguistik yang digunakan,

hasil dari penelitian ini memberikan pemahaman bahwa dari

segi metodologi, penafsiran syafahî Ahmad Hasyim Muzadi

lebih cenderung menggunkan sumber bi ar-ra‟yî, metode

madhû‟î-ijmâlî dan bercorak adâbu ijtimâ‟î. Adapun ideologi

penafsirannya bertumpu pada akidah Sunni Asy‟ari dan

bermadzhab fikih Syafi‟i.

Persamaan tesis ini dengan penelitian yang akan

dilakukan penulis terletak pada metode yang digunakan yakni

metode tafsîr syafahî yang kontekstual. Adapun perbedaannya

terletak pada tokoh utama yang menjadi objek penelitian.

Dalam tesis ini KH. Hasyim Muzadi lah yang menjadi aktor

utama, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan

penulis Habib Luthfi bin Yahya yang menjadi aktor utama.

Kedua tokoh tersebut sama sama mempunyai pengaruh yang

48

Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi; Studi

Analisis Penafsiran Syafahi”, Tesis, (Jakarta: Pascasarjana IIQ Jakarta, 2019), t.d. 49

Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi; Studi

Analisis Penafsiran Syafahi”,

Page 44: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

27

cukup besar terhadap semua elemen masyarakat, dari mulai

para ulama, umara, akademisi, wirausaha, sampai rakyat biasa.

Sumbangsihnya pun sangat terasa baik dalam masalah agama

maupun negara.

3. Tesis karya Hammydiati Azifa Lazuardini Iskarillah tentang

„Padadogi Sufi dan Politik; Pemikiran Pendidikan dan Politik

Habib Luthfi serta Pengaruhnya terhadap Pilihan Politik

Jama‟ahnya dalam Pemilu 2019.50 Tesis ini mengkaji tentang

“pendidikan (ta‟dîb) sufi dan politik perspektif Habib Luthfi

serta pengaruhnya jika diterapkan dalam pemilihan politik

jama‟ah. Kontribusi penelitian ini berkenaan dalam studi

terkait kontiunitas peran Ulama dalam mendidik masyarakat

yang tidak hanya berkonsentrasi dalam aktivitas keagamaan

saja, tetapi juga dalam ruang pemerintahan seperti politik.51

Hasil penelitian ini memberikan pemahaman bahwa

konsep padadogi sufi Habib Luthfi bukanlah suatu hal yang

tidak bersumber, justru merupakan transmisi dari ajaran

Syari‟at Islam dimana konsep tersebut sangat terikat dengan

Sunnah dan bersanad. Selain itu, penerapan konsep padadogi

sufi Habib Luthfi dalam konteks politik ditampilkan melalui

berbagai aktivitas kebangsaan yang didalamnya hadir para

tokoh agama, tokoh pejabat dan pemerintahan, akademisi,

wirausaha, hingga masyarakat awam yang diharapkan dapat

50

Hammydiati Azifa Lazuardini, “Padadogi Sufi dan Politik; Pemikiran

Pendidikan dan Politik Habib Luthfi serta Pengaruhnya terhadap Pilihan Politik

Jama‟ahnya dalam Pemilu 2019”, Tesis (Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga,

2019), t.d. 51

Hammydiati Azifa Lazuardini, “Padadogi Sufi dan Politik; Pemikiran

Pendidikan dan Politik Habib Luthfi serta Pengaruhnya terhadap Pilihan Politik

Jama‟ahnya dalam Pemilu 2019”

Page 45: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

28

mengokohkan jiwa nasionalisme dan dapat berpolitik

kenegaraan dengan benar.

Persamaan tesis ini dengan penelitian yang akan

dilakukan penulis terletak pada tokoh utama yang dikaji, yakni

Habib Luthfi bin Yahya. Sedangkan perbedaanya terletak pada

aliran pandangan yang ditujukan kepada Habib Luthfi bin

Yahya. Jika dalam tesis ini perspektif tasawuf yang menjadi

tolak ukur pemikiran Habib Luthfi, namun jika dalam

penelitian yang akan dilakukan penulis menitik beratkan pada

perspektif Al-Qur‟an yang menjadi tolak ukur pemikiran

Habib Luthfi tentang ayat-ayat kebangsaan yang juga

didalamnya mengandung unsur politik dan semisalnya.

4. Jurnal karya Mufaizin tentang „Nasionalisme dalam Perspektif

Al-Qur‟an dan Hadits‟.52 Jurnal ini membahas pandangan

Al-Qur‟an dan Hadits mengenai Nasionalisme. Penelitian ini

bertujuan untuk menepis anggapan sebagian orang-orang yang

berasumsi bahwa cinta tanah air itu tidak termasuk dalam

ajaran Syariat Islam sebab tidak ada dalil atau landasan yang

jelas terkait pernyataan yang mendukung bahwa hal tersebut

merupakan bagian dari Islam.

Kenyataannya adalah bahwa Islam yang tampil sebagai

agama telah mengajarkan konsep nasionalisme yang tertuang

melalui sumber primer ajaran Islam. Memang secara eksplisit

Al-Qur‟an maupun Hadits tidak menyebutkan penjelasan

mengenai pentingnya nasionalisme akan tetapi secara implisit

52

Mufaizin, “Nasionalisme dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits”, dalam

Jurnal Al-Insyiroh, Vol. 5 No. 1 Maret, 2019

Page 46: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

29

anjuran dan penjelasan tentang hal tersebut memang ada

melalui interpretasi para Ulama yang kompeten dalam

bidangnya.

Persamaan karya tulis ini dengan penelitian yang akan

dilakukan penulis terletak pada salah satu sub tema yang

terdapat pada penelitian penulis yaitu tentang nasionalisme,

dimana di karya tulis ini fokus pembahasaanya tentang

Nasionalisme dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits,

sedangkan penelitian penulis menitik beratkan pada tafsir ayat-

ayat kebangsaan yang didalamnya berisi juga tentang

nasionalisme. Artinya bahwa penelitian yang dilakukan

penulis lebih meluas mencakup tema besar yang ada. Hal ini

menjadi perbedaan yang cukup signifikan terkait pembahasan

yang terdapat dalam karya tulis ini.

5. Tesis karya Ahmad Faizun tentang „Nasionalisme Tafsîr

Al-Ibrîz Karya Bisri Mustafa.53 Fokus kajian penelitian ini

berkenaan dengan tafsir ayat-ayat Nasionalisme dalam tafsîr

al-Ibrîz karya KH. Bisri Mustofa dan menjelaskan kerja

praktik serta implementasi penafsiran tersebut dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesimpulan dari

penafsiran sikap Nasionalisme KH Bisri Mustofa ini

memberikan suatu pemahaman bahwa fanatisme terhadap

cinta tanah air yang dimiliki setiap anak bangsa harus diiringi

dengan kepatuhan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar sikap

nasionalisme tumbuh berkembang dengan adil dan tidak

53

Ahmad Faizun, “Nasionalisme Tafsir Al-Ibriz Karya Bisri Mustafa”, Tesis,

(Lampung: UIN Raden Intan Lampung, 2020), t.d

Page 47: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

30

merugikan pihak lain demi meraih kemerdekaan dan keutuhan

bangsa dan negara. Terlebih Indonesia merupakan negara yang

memiliki beragam etnis, suku, dan lain sebagainya.

Pemikiran Nasionalisme K.H. Bisri Mustofa ini sejalan

dengan penafsiran Prof. Dr. Habib Muhammad Quraish

Shihab dalam tafsirnya Al-Mishbāh (Pesan, Kesan dan

Keserasian Al-Qur‟an), Tafsīr Al-Munîr karya Syeikh Wahbah

Az-Zuhailî, dan juga penjelasan dari Syeikh Isma‟îl Haqqî

al-Hanafî al-Khalwathî dalam tafsirnya Rûh al-Bayān.54

Persamaan tesis ini dengan penelitian yang akan

dilakukan penulis terletak pada tema yang dijadikan judul

utama dalam tesis ini. Namun perbedaannya dalam penelitian

penulis judul utama tersebut termasuk salah satu bagian dari

turunan judul besar dalam penelitiannya, jadi pembahasan

yang akan dilakukan penulis akan lebih luas dan mendetail

karena menitik beratkan tafsir ayat-ayat kebangsaan secara

umum. Perbedaannya juga terletak pada kajian tokoh utama,

dimana pada penelitian yang akan dlakukan penulis, Habib

Luthfi bin Yahya yang merupakan sosok ulama kharismatik

dan membaur dalam pemerintahan yang menjadi aktor utama

sedangkan dalam tesis ini yang menjadi aktor utama adalah

K.H. Bisri Mustafa.

6. Jurnal karya Muhammad Alwi HS dan Iin Parninsih yang

berjudul „Verbalisasi Al-Qur‟an; Metode Tafsir Kontekstual

Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an (Studi QS. Al-Baqarah: 256

54

Ahmad Faizun, “Nasionalisme Tafsir Al-Ibriz Karya Bisri Mustafa”

Page 48: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

31

Tentang Pemaksaan Agama)‟.55 Artikel ini berkontribusi

dalam memberikan alternatif baru dalam dunia penafsiran

Al-Qur‟an melalui metode Verbalisasi Al-Qur‟an yang cara

kerjanya berbasis kelisanan dalam wadah pemahaman

kontesktual Al-Qur‟an. Metode Verbalisasi Al-Qur‟an ini

tampil sebagai upaya menghubungkan pemahaman antar

berbagai kelompok yang selama ini terpisah-pisahkan. Ia

memiliki epistemologi yang sangat kuat dalam tradisi

pemahaman Al-Qur‟an karena lahir dari sisi kelisanan

Al-Qur‟an yang merupakan jati diri dan bentuk awal dari

Al-Qur‟an di masa pewahyuan.56

Objek kajian yang dijadikan bahan penelitian ini

adalah QS. Al-Baqarah ayat 256 tentang konsep penolakan

atas tidakan pemaksaan memeluk suatu agama tertentu.

Pemahaman yang kontekstual tersebut dapat diverbalisasikan

ke dalam bentuk UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM,

UUD 1945 dalam pasal 28E ayat 1, UU 1945 dalam pasal 28 I,

dan UUD 1945 pada pasal 29 ayat (2)57, yang dalam konteks

Indonesia, semua mengarah pada upaya penolakan atas

perilaku pemaksaan dalam memilih agama tertentu.

55

Muhammad Alwi Hs dan Iin Parninsih, “Verbalisasi Al-Qur‟an; Metode

Tafsir Kontekstual Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an: Studi QS. Al-Baqarah: 256 Tentang

Pemaksaan Agama”, dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Vol. 22, No. 2 Oktober 2020,

h. 120 56

Muhammad Alwi Hs dan Iin Parninsih, “Verbalisasi Al-Qur‟an; Metode

Tafsir Kontekstual Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an: Studi QS. Al-Baqarah: 256 Tentang

Pemaksaan Agama” 57

Muhammad Alwi Hs dan Iin Parninsih, “Verbalisasi Al-Qur‟an; Metode

Tafsir Kontekstual Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an: Studi QS. Al-Baqarah: 256 Tentang

Pemaksaan Agama”

Page 49: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

32

Persamaan artikel ini dengan penelitian yang akan

dilakukan penulis terletak pada perangkat kaidah yang

dilakukan dalam menginterpretasikan Al-Qur‟an yaitu dengan

basis kelisanan (tafsîr syafahî). Adapun perbedaannya terletak

pada tema besar yang dikaji. Dalam artikel ini ayat-ayat yang

dikaji tentang kebebasan dalam memilih keyakinan bahwa

tidak ada paksaan dalam memeluk suatu agama. Adapun

dalam penelitian yang akan dilakukan penulis tema besar yang

dikaji tentang tafsir ayat-ayat kebangsaan.

Dari beberapa karya ilmiah yang masuk pada kajian

pustaka dalam penelitian ini, penulis berkesimpulan bahwa

penelitian yang menyinggung Habib Luthfi bin Yahya

kebanyakan berkenaan tentang pemikiran tasawuf dan politik

kebangsaan. Belum ditemukan penelitian mengenai

pemikirannya di bidang tafsir Al-Quran. Penulis berniat

memadukan pemikiran Habib Luthfi dalam bingkai Penafsiran

Al-Qur‟an dengan latar belakang beliau yang berafiliasi

tasawuf dan tarekat. Sehingga revitalisasi kajian tafsir

Al-Qur‟an berbasis penafsiran syafahî yang dikombinasi

dengan diskursus tasawuf menjadi kontribusi utama adanya

penelitian ini.

Page 50: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

33

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat

penelitian kepustakaan (library research).58 Penelitan pustaka

mempunyai beragam aktivitas terkait metode pengumpulan

data, baik secara primer maupun sekunder seperti mengolah

bahan-bahan penelitian secara faktual dan akurat melalui

rangkaian membaca, menelaah, mencatat, mengkaji, memfilter

dan lain sebagainya.59

Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang

bertujuan untuk memperoleh pemahaman dari sebuah

fenomena tentang suatu keadaan yang dialami oleh subjek

penelitian lapangan dari segi perilaku, motivasi, persepsi dan

lain sebagainya. Mudahnya, “penelitian kualitatif adalah suatu

jenis penelitian data yang menggunakan informasi faktual di

lapangan dan tidak menggunakan ukuran atau nilai secara

langsung dari analisa statistik”60, seperti melalui tabel angka-

angka hasil pengukuran atau penilaian. Intinya bahwa

58

Terdapat akses penelitian melalui pencarian dokumen-dokumen dalam

penelitian kualitatif yang akan mendorong pengguna metode ini untuk menelusuri

beragam data dan fakta yang telah berbentuk dokumentasi seperti laporan, surat-surat,

cendramata, foto, artefak dan lain semisalnya. Adapun data selain itu yang tersedia tidak

terbatas ruang dan waktu. Sehingga peneliti berpeluang besar untuk mengkaji sejarah

di masa lampau.

Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research For

Education An Introduction to Theory and Methode, (United States of America: Pearson

Education, 2012), Cet. ke-6 59

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2008), Cet. ke-1 Edisi. 2 h. 17 60

Andi Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif,

(Jogjakarta: DIVA Press, 2010), h.13

Page 51: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

34

penelitian ini merupakan perpaduan antara studi kepustakaan

dan studi kasus. 61

2. Sumber Data

Terdapat dua sumber data yang menjadi rujukan ilmiah

dalam penelitian ini, yaitu; sumber data primer dan sumber

data sekunder. Sumber data primer penelitian ini berasal dari

kumpulan rekaman pengajian dan ceramah Habib Luthfi bin

Yahya baik berupa yang ada di media sosial maupun rekaman

pribadi dengan melakukan wawancara eksklusif kepada

narasumber utama. Sedangkan data sekundernya merujuk

kepada literatur karya ilmiah yang mendukung seperti; buku,

artikel, majalah, diktat paper yang berkaitan dengan ilmu tafsir

dan tema yang berkaitan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, berupa

data literer dan wawancara yang dilakukan dengan langkah-

langkah berikut: a.) mencari dan memfilter data, yaitu berupa

rekaman ceramah Habib Luthfi yang terdapat di sosial media

dan karya-karya tulis beliau yang masih terhubung dengan

epistemologi tafsirnya, b.) mencari data yang terkait dengan

objek formal dalam kajian ini, c.) membaca data primer dan

sekunder yang terkumpul, untuk kemudian diklasifikasi dalam

kategorinya masing-masing, d.) data yang terkumpul untuk

kemudian dianalisis secara komprehensif dan mengeksplor

61

Andi Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif,

h.13

Page 52: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

35

penafsiran syafahî dari Habib Luthfi bin Yahya, e.) penulis

melakukan wawancara dengan teknik wawancara langsung.62

Dalam hal ini, penulis akan menyiapkan list pertanyaan

seputar Habib Luthfi bin Yahya dari mulai biografi hingga

pemikiran Qur‟aninya.

4. Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan

metode deskriptif analisis, yang artinya metode ini berupaya

untuk dapat menganalisa beragam interpretasi yang terdapat

pada data-data yang telah dikumpulkan dalam penelitian dan

kemudian mengklarifikas.63 Dengan metode ini, penulis

berusaha untuk mendeskripsikan perihal dimensi sufistik

dalam penafsiran syafahî Habib Luthfi bin Yahya tentang

ayat-ayat kebangsaan secara sistematis, faktual, akurat, dan

apa adanya.

Kemudian penulis akan menganalisa interpretasi ayat-

ayat syafahî tersebut dari dua sudut pandang; Pertama;

diskursus tafsîr wa „ulûmuhû yang digunakan untuk

menelusuri sumber, metodologi, corak, dan ideologi

penafsirannya. Kedua; melakukan perbandingan (studi

komperatif) dengan berbagai penafsiran yang terdapat dalam

62

Teknik wawancara langsung dapat dilakukan oleh peneliti dengan hanya

mendengarkan penjelasan dari tokoh yang bersangkutan terkait tema atau isu yang

diangkat dalam kajian penelitiannya. Hal tersebut dilakukan guna memperoleh informasi

yang akurat dan faktual. Lihat A.Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif

dan Penelitian Gabungan, (Jakarta: Kencana, 2017), Cet. ke-4, h. 372 dan Lihat

Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017),

Cet. ke-2, h. 2 63

Muharto dan Arisandi Ambarita, Metode Penelitian Sistem Informasi,

(Yogyakarta: Deepublish, 2016), Cet. ke-1, h. 90

Page 53: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

36

literatur tafsir yang otoritatif. Karena bagian ini termasuk

salah satu tipe atau model dari metode deskriptif.64 Sehingga

hasil komperatif tersebut memudahkan penulis untuk

mengukur relevansi penafsiran yang ditampilkan dengan

kaidah ilmu tafsir.

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan isyârî karena unsur hidayah dalam

penafsiran syafahî beliau tidak lepas dari dimensi sufistik.

Sedangkan kerangka teori penafsiran sufistik yang dipakai

penulis dalam penelitian ini adalah teori Thaher Ibn „Asyur

yang menyatakan bahwa tafsir sufi (isyârî) dapat diterima jika

isyarat-isyarat yang dikemukakan tidak keluar dari 3 hal,

yaitu; Pertama, merupakan sesuatu yang serupa keadaannya

dengan apa yang dilukiskan ayat. Kedua, isyarat yang lahir

dari dorongan sangka baik dan optimisme. Ketiga, isyarat

berupa hikmah dan pelajaran yang selalu ditarik oleh orang-

orang yang sadar akan hikmah dari segala apa yang

terbentang.

G. Teknik dan Sistematika Penulisan

1. Teknik Penelitian

Secara teknisi, penelitian ini mengacu pada buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) Institut

Ilmu Al-Qur‟an Jakarta. Tahun 2017.

64

Suryana, Metodologi Penelitian; Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif, h. 20

Page 54: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

37

2. Sistematika Penulisan

Rangkaian pembahasan penelitian ini disusun dalam lima bab

yang saling mengisi dan terkait.

Bab Pertama merupakan pengantar atau pendahuluan

yang memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, kemudian

diakhiri dengan teknik dan sistematika penulisan pembahasan.

Tentu apa yang diuraikan pada bab ini memberikan gambaran

bentuk penelitian dan objek yang dikaji.

Bab Kedua pembahasannya dimulai metodologi tafsir

sufi yang meliputi polemik terma tafsir sufi, sejarah tafsir sufi,

ragam tafsir sufi, landasan epistemologi tafsir sufi, dan

pandangan ulama terhadap tasfir tersebut. Kemudian

dilanjutkan membahas tentang konsep penafsiran syafahî.

Uraian ini meliputi definisi tafsir syafahî, sejarah dan produk

penafsiran syafahî serta karakteristik pensfiran syafahî. Setelah

itu dibahas juga tentang kebangsaan, meliputi istilah bangsa,

hakikat kebangsaan, Islam dan kebangsaan serta nasionalisme.

Pada bab ini sangat penting menguraikan hal-hal yang telah

disebutkan agar karya ilmiah ini dibangun pada pondasi ilmiah

yang kokoh.

Bab Ketiga membahas tentang biografi tokoh utama

dalam penelitian ini, yakni Habib Luthfi bin Yahya. Uraian ini

meliputi riwayat hidup dan sanad keilmuan Habib Luthfi bin

Yahya, metode dan strategi dakwah beliau, gerakan dakwah

Page 55: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

38

beliau dalam meneguhkan cinta Tanah Air, serta wawasan

kebangsaan berbasis tasawuf perspektif Habib Luthfi bin

Yahya.

Bab Keempat, merupakan inti penelitian. Bab ini

memaparkan sekaligus menganalisa hasil Penafsiran Ayat-

Ayat Kebangsaan dalam Khazanah Tafsir dan Makna Isyârî

Habib Luthfi bin Yahya dalam Penafsiran Syafahî Tentang

Ayat-Ayat Kebangsaan yang diurai dengan berurutan sebagai

bentuk jawaban dari rumusan masalah yang ada.

Bab Kelima berisi hasil akhir pembahasan berupa

kesimpulan dan saran. Berbagai jawaban dari permasalahan

ilmiah penelitian ini akan ditampilkan yang kemudian ditutup

dengan saran-saran yang bisa menjadi stimulan dan peluang

besar bagi para peneliti setelahnya, tentunya dengan kasus

yang serupa.

Page 56: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

214

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penafsiran syafahî Habib Luthfi diatas, dapat disimpulkan

bahwa secara metodologi penafsiran, Habib Luthfi menggunakan

sumber tafsir bi ar-ra‟yi dan bi al-isyârî. Meski secara umum

beliau tetap berpegang pada penafsiran Ulama-Ulama klasik

sebagaimana yang dijelaskan dalam tafsir bi al-ma‟tsûr. Adapun

terkait metode penafsiran, beliau lebih cenderung menggunakan

tafsir tematik (maudhû‟î). Sebab penafsiran-penafsiran yang

dilakukannya sebagian besar berangkat dari tema besar yang

beliau urai dalam beberapa ceramahnya seperti tema kebangsaan,

jihad ataupun nasionalisme. Sedangkan dalam hal corak

penafsiran, Habib Luthfi cenderung pada corak sufistik (isyârî),

hal demikian sangat terlihat dalam berbagai penafsiran beliau,

khusunya dalam kajian penelitian yang dilakukan penulis. Meski

tidak jarang pula penafsiran beliau mengarah pada corak sosial

(adâbu ijtimâ‟î).

Aliran tasawuf yang diterapkan oleh beliau adalah tasawuf

„amalî dan akhlakî yang fokus ajarannya terkait perihal

pendekatan diri kepada Allah SWT melalui berbagai amal baik

dan pensucian jiwa dari berbagai kekotoran hati. Hal demikian

dapat terbaca dari pemaparan beliau saat menafsirkan ayat-ayat di

atas. Beliau sangat terinspirasi oleh Hujjat al-Islâm yakni Imâm

Ghazâlî, sementara dari sekian banyak thariqat yang diikuti, beliau

lebih cenderung pada thariqat Syâdziliyyah. Sebab arah penfasiran

Page 57: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

215

beliau selalu bermuara pada ajakan untuk senantiasa bersemangat

dalam hidup dan menampilkan sesuatu yang terbaik dalam segala

bidangnya, baik urusan ukhrawi maupun duniawi. Situasi ini

sangat cocok dengan konsep thariqat aliran Syâdziliyyah yang

tidak mempermasalahkan sikap semangat terkait perilaku lahir

dalam meraih kebahagiaan dunia. Kemudian, secara ideologi arah

penafsiran Habib Luthfi sesuai dengan ajaran Ahl as-Sunnah Wa

al-Jamâ‟ah, yakni Asy‟âriyyah. Adapun dalam hal fiqh, beliau

mengikuti madzhab Syâfi‟î.

B. Saran

Untuk selanjutnya, diharapkan lahir kajian se-tema dengan

penelitian ini. Terutama tentang penafsiran syafahî Habib Luthfi

bin Yahya yang memang perlu dikembangkan secara

komprehensif dan lebih luas lagi. Terlebih dengan kajian

keagamaan yang lebih maju melalui perkembangan teknologi

yang berhasil menciptakan beragam media baru yang canggih dan

mudah diakses oleh semua kalangan masyarakat dewasa ini. Para

pengkaji akan mudah menemukan penafsiran syafahî dari para

Ulama terkemuka di berbagai media sosial. Diantaranya adalah

Habib Luthfi bin Yahya. Selain itu terdapat banyak peluang untuk

meneliti tafsir yang satu frekuensi dengan tema yang diangkat

dalam penelitian ini, Mengingat penelitian ini hanya membahas

dimensi sufistik dalam penafsiran syafahî Habib Luthfi bin Yahya

tentang tema tertentu, yakni kebangsaan. Sedangkan banyak tema

lain yang dibahas oleh beliau dalam berbagai kajian ilmiah

keagamannya.

Page 58: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

216

DAFTAR PUSTAKA

„Abd al-Bâqî, Muhammad Fuâd, al-Mu‟jam al-Mufahras Li al-Fâdz

al-Qur‟ân al-Karîm, Beirut: Dâr al-Fikr, 1981.

Abdullah, Faiqah Idris, at-Tafsîr fî al-Qarn al-Awwal al-Hijrî, Makkah:

Umm al-Qura University, 1405 H.

Abshor, M. Ulil, “Epistemologi „Irfani: Sebuah Tinjauan Tafsir Sufistik”,

Jurnal At-Tibyan, Vol. 3 No. 2 Desember 2018.

Ad-Dimasyqî, Al-Imâm al-Hâfidz „Imâd ad-Dîn Abî al-Fidâ Ismâ‟îl bin

„Umar bin Katsîr , Tafsîr al-Qur‟ân al-„Adzîm, Libanon: Dâr

al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1971.

Adh-Dhamir, Abdul Aziz bin Abdurrahman, at-Tafsîr al-Îdzâʻî li

al-Qur‟ân al-Karîm, Jedah: Majalah Maʻhad al-Imam

asy-Syâthibî Li ad-Dirâsât al-Qur‟âniyyah, 2006.

Adz-Dzahabî, Muhammad Husein, at-Tafsîr Wa al-Mufassirûn, Beirut:

Maktabah Mush‟ab ibn „Umar al-Islamiyyah, 2004.

___________, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Jilid. 4, Kairo: Maktabah

Wahbah, 2004.

___________, Ensiklopedia Tafsir, terj. Nabhani Idris, Jakarta: Kalam

Mulia, 2010.

Ahmadi, Abdullah Saad, Kang Bejo 2 (Mahabbah): Ajar Tresno Marang

Gusti Alloh Lan Kanjeng Nabi, Karanganyar, Jateng: Inshofi

Publisher, 2016.

Abdul, A‟la, “Pembumian Jihad dalam Konteks Indonesia Kekinian

Pengentasan Masyarakat dari Kemiskinan dan Keterbelakangan”,

Jurnal Harmoni: Jurnal Multikutural dan Multireligius, Vol. 8

No. 32 Oktober-Desember 2009.

Page 59: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

217

Al-Alûsî, Imâm Mahmûd bin „Abdillâh al-Husainî, Tafsîr Rûh al-Ma‟ânî

Fî Tafsîr al-Qur‟ân al-„Adzîm Wa Sab‟ al-Matsânî, Beirut: Dâr

al-Fikr, 1999.

Al-Amin, Habibi, “Emosi Sufistik dalam Tafsir Isyârî: Studi atas Tafsir

Lathâif al-Isyârat Karya al-Qusyairî”, Disertasi, UIN Jakarta,

2015, Tidak diterbitkan..

_______________, “Tafsir Sufi Lathâif al-Isyârât Karya al-Qusyairî:

Perspektif Tasawuf dan Psikologi”, Jurnal Suhuf, Vol. 9 No. 1

2016.

Al-Ashfihânî, Râghib, Mufrodât al-Fâdz al-Qur‟ân, Damaskus: Dâr

al-Qalam, t.th.

Al-Asqâlânî, Ahmad bin „Alî bin Hajar Abû al-Fadhl, Fath al-Bârî

Syarah Shahîh al-Bukhârî, Juz. 9, Beirut: Dâr al-M‟rifat, 1379.

Al-Bantani, Azka Muharrom dan Suratman, Junizar, “Pendekatan dalam

Tafsir: Tafsir bi al-Ma‟tsûr, Tafsir bi ar-Ra‟y, dan Tafsir bi

al-Isyârî”, Jurnal Hikamuna, Vol. 1 No. 2 2016.

Al-Baqlî, Syeikh Muhammad Shadr ad-Dîn Ruzbihân bin Abî Nashr,

Tafsîr „Arâis al-Bayân Fî Haqâiq al-Qur‟ân, Jilid. 1, Beirut: Dâr

al-Kutub, 2008.

Al-Bukhârî, Muhammad bi Ismâ‟îl bin Ibrâhîm bin Mughîrah, Shahih

al-Bukhârî, Kairo: Dâr al-Hadîts, 2005.

Al-Farmawî, Abd al-Hayy al-Farmawî, al-Bidâyah Fî at-Tafsîr

al-Maudlû‟î: Dirâsah Manhajiyyah Maudlû‟iyyah, Kairo:

Mathba‟at al-Hadlarah al-Arabiyyah, 1997.

Al-Ghazâlî, Abû Hâmid Muhammad bin Muhammad, Ihyâ „Ulûm ad-Dîn,

Jilid. 3, Surabaya: Al-Hidayah, t.th.

Page 60: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

218

________________, Ar-Risâlah al-Ladduniyyah: Majmû‟ah ar-Rasâil

al-Imâm al-Ghazâlî, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1994.

Al-Haji, Muhammad Umar, Mausûʻah at-Tafsîr Qabla ʻAhd at-Tadwîn,

Damaskus: Dar al-Maktabi, 2007.

Al-Hasanî, Abi al-„Abbâs Ahmad bin Muhammad bin „Ajîbah, al-Bahr

al-Madîd Fi Tafsîr al-Qur‟an al-Majîd, Jilid. 1, Beirut: Dâr

al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2005.

Al-Hushârî, Ahmad Muhammad, Tafsîr al-Ahkâm, terj. Abdurrahman

Kasdi, Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2014.

Al-Imilî, Mishbâh, Ibnu Khaldun Wa Tawaqquf al-Fikr al-„Arabî „Alâ

al-Fikr al-Yunânî Bi Iktisyâfihî Haqâiq al-Falsafah, t.tp: ad-Dâr

al-Jamâhîriyyah Li an-Nasyr Wa at-Tauzî‟ Wa al-I‟lân, 1998.

Al-Istanbulî, Ismâ‟îl Haqqî bin Musthafâ, Rûh al-Bayân, Jilid. 1, Bairut:

Dâr al-Fikr, t.th.

Al-Qazwaini, Abû „Abdillâh Muhammad bin Yazîd Ibnu Mâjah, Sunan

Ibnu Mâjah, Beirut: Dâr Ihyâ Kutub al-„Arabiyyah, t.th.

Ali, Syaikhul Islam Ali, Kaidah Fikih Politik: Pergulatan Pemikiran

Politik Kebangsaan Ulama, Tanggerang: Harakah Book, 2017.

Ali, Atabik dan Muhdlor Ahmad Zuhdi, Kamus Kontemporer Arab-

Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998.

Al-Jazairî, Abû Bakr, Aysar at-Tafâsîr li Kalâm al-ʻAliyy al-Kabîr,

Madinah: Nahr al-Khaîr, 1993.

Al-Khalwathî, Imâm Ismâ‟îl Haqqî bin Musthafâ al-Hanafî, Tafsîr Rûh

al-Bayâan, (Beirut: Dâr al-Ihyâ at-Turâts al-„Arabî, t.th.

Al-Marâghî, Ahmad Musthafâ, Tafsîr al-Marâghî, Juz. 3, Mesir:

Mushtafâ al-Bâb al-Hablî Wa Aulâduhû,, 1946.

Page 61: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

219

Al-Mâwardî, Muhammad bin Habîb, an-Nukat Wa al-„Uyyûn Tafsîr al-

Mâwardî, Jilid. 1, Beirut: Dâr-al Kutub al-„Ilmiyyah, t.th.

Al-Munawî, Imâm Muhammad „Abd ar-Rahmân, Faidh al-Qadîr, Beirut:

Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1994.

Al-Munawwir, Ahmad Warson dan Fairuz Muhammad, Kamus

Al-Munawir Indonesia-Arab, Surabaya: Pustaka Progresif, 2007.

Al-Qaththan, Manna‟ Khalil, Mabâhits Fî „Ulûm al-Qur‟ân, terj.

Mudzakir As, Bogor: Lintera AntarNusa, 2017.

Alwi Hs, Muhammad Alwi, dan Parninsih, Iin, “Verbalisasi Al-Qur‟an;

Metode Tafsir Kontekstual Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an: Studi

QS. Al-Baqarah: 256 Tentang Pemaksaan Agama”, Jurnal Ilmu-

Ilmu Ushuluddin, Vol. 22, No. 2 Oktober 2020.

Az-Zarkasyî, Badruddin, Al-Burhân Fî „Ulûm al-Qur‟ân, Jilid. 2, Beirut:

Dâr al-Ma‟rifah, 1957.

Amin, Samsul Munir, Percik Pemikiran Para Kiai, Yogyakarta: Pustaka

Pesantren, 2009.

_________________, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2017.

Amin, Kamaruddin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadits,

Jakarta: Hikmah, 2009.

An-Najjâr, Jamal Musthafâ „Abd al-Hamid „Abd al-Wahhab, Ushûl

ad-Dâkhil Fî Tafsîr at-Tanzîl, Kairo: Jamî‟ah al-Azhar, 2009.

An-Nawâwî, Abû Zakariyâ Muhy ad-Dîn Ibn Syarf, al-Adzkâr Li

an-Nawâwî, Beirut: al-Jafan wa al-Jabi, 2004.

Anwar, Rosihon, Samudera Al-Qur'an, Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Arabi, Muhy ad-Din Ibnu, Fushus al-Hikam, Beirut; Dar al-Kitab

al-„Arabi, 1946

Page 62: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

220

„Arabî, Ibnu, Isyarat Ilahi Tafsir Juz „Amma Ibn Arabi, terj. Cecep Ramli

Bihar Anwar, Jakarta: Ilman, 2002.

Arifin, Gus dan Faqih, Suhendri Abu, Al-Qur‟an Sang Mahkota Cahaya,

Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010.

Arif, Syamsuddin, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta: Gema

Insani, 2008.

Arifin, Anwar, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi,

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

Ar-Rifâ‟î, Muhammad Nasib, Taisîr al-„Aliy al- Qadîr Li Ikhtishîri Tafsîr

Ibnu Katsir, terj. Shibaduddin, Jilid. 1, Jakarta: Gema Insani,

2011.

Ash-Shabûnî, Muhammad „Ali, at-Tibyân Fî „Ulûm al-Qur‟ân, Beirut:

„Alam al-Kutub,t.th.

As-Sa‟dî, Syeikh Abd ar-Rahmân bin Nâshir, Tafsîr al-Karîm ar-Rahmân

Fî Tafsîr al-Kalâm al-Mannân, terj. Tim Pustka Sahifa, Jilid. 2,

Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007.

Assegaf, Muhdor Ahmad, Cahaya dari Nusantara: Maulana Habib Luthfi

bin Yahya, Pemalang: Abna‟ Seiwun, 2021.

As-Suyûthî, al-Imâm Jalâl ad-Dîn, al-Itqân Fî „Ulûm al-Qur‟ân, Beirut:

Dâr al-Kitâb al-„Ilmiyyah, t.th.

Asy-Syaibânî, Abî al-Hasan „Alî bin Abî Karâm Muhammad bin

Muhammad bin „Abd al-Karîm bin „Abd al-Wahîd, al-Kâmil Fi

at-Târikh, Jilid. 1,Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1987.

Asy-Syaʻrawî, Muhammad Mutawallî, Khawâthir asy-Syaʻrâwi Haul

Al-Qur‟ân al-Karîm, Kairo: Dar Akhbar al-Yawm, 1991.

Page 63: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

221

At-Taimî, Muhammad bin Hibbân bin Ahmad bin Hibbân bin Mu‟adz bin

Ma‟ad Abû Hâtim ad-Dârimî, al-Ihsân Fî Taqrîb Shahîh Ibnu

Hibbân, Juz.1, Beirut: Muassasat ar-Risâlah, 1988.

Ath-Thabarî, Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr, Tafsîr ath-Thabarî, terj.

Ahsan Askan, Jilid. 9, Jakarta: Pustaka Azam, 2007.

At-Tirmidzî, Imâm Hâkim, Riyâdhat an-Nafs, terj. Khalifurrohman Fath,

Ciputat: Alifia Books, 2021.

Azra, Azyumardi, Islam Substantif Agar Umat Tidak Jadi Buih,

Bandung:Mizan, 2000.

Azwar, Saifuddin, Metodologi Penelitian Psikologi, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2017.

Az-Zarqâni, „Abd „Adzim az-Zarqâni, Manâhil al-Irfân Fî „Ulûm

al-Qur‟ân, Jilid. 2, Beirut: Dar al-Kotob al-Arabiy, 1995.

Az-Zarqânî, Muhammad „Abd al-„Adzîm, Manâhil al-„Urfân Fî „Ulûm

al-Qur‟ân, Kairo: Dâr al-Hadîts, 2001.

Az-Zarkasyî, Badruddîn az-Zarkasyî, Al-Burhân Fî „Ulûm al-Qur‟ân,

Jilid. 2, Beirut: Dâr al-Ma‟rifah, 1957.

Az-Zuhailî, Wahbah bin Musthafâ, Tafsîr al-Munîr, Jilid. 1, Damaskus:

Dâr al-Fikr, 1418 H.

___________________, Wahbah, at-Tafsîr al-Wasîth, Damaskus: Dâr

al-Fikr, 2001.

Badawi, Abdurrahman, al-Maushû‟ah al-Musytariqîn: Ensiklopedia

Tokoh Orientalis, terj. Amroeni Derajat, Yogyakarta: LkiS,

2003.

Baidan, Nashiruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. 2011.

Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Al-Mu'jam Mufahras Li Alfaz Al-Qur'an

Page 64: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

222

Al-Karim, Cairo: Dar al- Hadith, 2001.

Bhakti, Wirayudha Pramana dan Nur Kumala, “Analisis Wacana Teun A.

Van Dijk terhadap Pesan Komunikasi Dakwah Habib Luthfi bin

Yahya Tentang Bela Negara, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 39 No. 1

2019.

Bin Yahya, Habib Muhammad Luthfi, Secercah Tinta, Jalinan Cinta

Seorang Hamba Dengan Sang Pencipta, Pekalongan: Menara

Publisher, 2012.

Bogdan , Robert C. Bogdan, dan Biklen, Sari Knopp, Qualitative

Research For Education An Introduction to Theory and

Methode, United States of America: Pearson Education, 2012.

Bustomi, Ridwan, “Metode Bimbingan Maulana Habib Muhammad

Luthfi bin Yahya dalam Menumbuhkan Bela Negara”, Skripsi,

UIN Syarif Hidayatullah, 2017.

Dalimunthe, Derhana Bulan, “Al-Qur‟an dan Fenomena Salah Tulis:

Studi atas al-Qur‟an dalam Tradisi Lisan dan Tulisan”, Jurnal

Qaf , Vol. 3 No. 1 Januari 2019.

Dault, Adhyaksa, Islam dan Nasionalisme, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2005.

Efendi, Djohan, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi:Wacana

Keagamaan di Kalangan Generasi Muda NU Masa

Kepemimpinan Gus Dur, Jakarta: Kompas, 2010.

Faizun, Ahmad, “Naionalisme Tafsir Al-Ibriz Karya Bisri Mustafa”,

Tesis, UIN Raden Intan Lampung, 2020, Tidak diterbitkan.

Farida, Ida, “Metode Dakwah Habib Luthfi bin Yahya di Radio Abirawa

106.20 MHZ Batang”, Skripsi, Semarang: IAIN Walisongo,

2008.

Page 65: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

223

Godlas, Alan, dkk, “Sufism” The Blackwall Companion to The Qur‟an

Blackwell Publishing, 2006.

Goldziher, Ignaz, Madzhab Tafsir: Dari Klasik Hingga Modern, terj.

Saifuddin Zuhri Qudsy, Yogyakarta: ELSAQ, 2009.

Gusmian, Islah,“Tafsir Al-Qur‟an di Indonesia: Sejarah dan Dinamika”,

Jurnal Nun, Vol. 1 No. 1 2015.

Hairul, Moh. Azwar, “Tafsir Al-Qur‟an di Youtube”, Jurnal Al-Fanar

Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Vol. 2 No. 2 2019.

Hamka, Buya, Tafsir Al-Azhar, Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD,

2007.

____________, Tafsir Al-Azhar: Diperkaya dengan pendekatan sejarah,

Sosiologi, Tasawuf, Ilmu Kalam, Sastra, dan Psikologi, Jakarta:

Gema Insani, 2015.

____________, Studi Islam, Jakarta: Gema Insani, 2020.

Himam, Aliyul, “Makna Logika Nubuwwah dalam Dakwah KH.

Bahauddin Nur Salim: Analisis Trilogi Epistemologi Arab-

Islam-Resepsi Encoding”, Jurnal Alijtimaiyyah, Vol. 7 No. 1

Januari-Juni 2021.

Ilahi, Muhammad Taqdir, Nasionalisme dalam Bingkai Pluralitas

Bangsa, Paradigma Pembangunan dan Kemandirian Bangsa,

Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2012.

Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, Jakarta: Pustaka Amani,

t.th.

Inayah, Jumrotul, “Nasionalisme Mahabbah ar-Rasul; Studi Pemikiran

Habib Muhammad Luthfi bin Yahya”, Jurnal Yaqzhan, Vol. No.

2 Desember 2017.

‟Isa, Syaikh‟Abdul Qadir, Hakekat Tasawuf, terj. Khairul Amru Harahap

Page 66: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

224

dan Afrizal Lubis, Jakarta: Qisthi Press, 2011.

Isbiq, Muhammad, “Pemikiran Pendidikan Sufistik KH. Habib Luthfi bin

Ali Yahya dan Respon Jamaah Kanzuz Shalawat di Pekalongan”,

Tesis, IAIN Walisongo, 2011, Tidak diterbitkan.

Iskarilla, Hammydiati Azifa Lazuardini, “Padadogi Sufi dan Politik:

Pemikiran Pendidikan dan Politik Habib Luthfi bin Yahya serta

Pengaruhnya terhadap Pemilihan Politik Jamaahnya dalam

Pemilu 2019”, Tesis, UIN Sunan Kalijaga, 2019, Tidak

diterbitkan.

Jamal, Khairunnas dan Kadarusman, “Terminologi Pemimpin dalam

Al-Qur‟an: Studi Analisis Makna Ulil Amri dalam Kajian Tafsir

Tematik”, Jurnal An-Nida: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 39 No.

1 Januari-Juni 2014.

Jamaluddin, Muhammad, Nasionalisme Islam Nusantara: Nasionalisme

Santri, Jakarta: Kompas Media Pustaka, 2015.

Jihad, Saiful “ Ashabiyah dari filsafat Sejarah ke Filsafat Politik: Telaah

atas Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun” Jurnal Ilmilah Islamic

Resources, Vol. 14 No. 45 2017.

Jum‟ah, „Ali, An-Nibrâs fî Tafsîr Al-Qur‟ân, Kairo: al-Wabil

ash-Shayyib, 2010.

Jum‟ah, Muhammad Rasyîd, Tafsîr Al-Quran al-Hakîm; Tafsîr al-Manâr,

Kairo: Dar al-Manar, 1947.

Jurdi, Syarifuddin, Pemikiran Politik Islam Indoensia, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar 2006.

Kanafi, Imam, “Tarekat Kebangsaan; Kajian Antropologi Sufi Terhadap

Pemikiran Habib Luthfi bin Yahya”, Jurnal Penelitian, Vol. 10

No. 2, November 2013.

Page 67: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

225

Khasinah, Siti, “Hakikat Manusia menurut Pandangan Islam dan Barat”,

Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol. 8 No. 2 Februari 2013.

Kellen, Willi Ihsan, Pelita Hati Seorang Ulama Sejati: Biografi Singkat

Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya,

Pekalongan: Kanzus Press, 2005.

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya: Edisi Yang

Disempurnakan, Jilid. 1, Jakarta: Lentera Abadi, 2010.

Khawaji, Miftachul, “Sejarah Perayaan Maulid Kanzus Shalawat

Pekalongan dan Perananannya dalam Pengembangan

Kebudayaan Islami”, Jurnal Prosiding Konferensi Ilmiah

Mahasiswa UNISSULA, Oktober 2020.

Kurnia PS, Alaika M. Bagus, dkk, “Susisme Mahasiswa: Wawasan

Kebangsaan Inklusif Berbasis Tasawuf‟, Jurnal al-Afkar, Vol. 4

No. 1 Februari 2021.

Latif, Yudi, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas

Pancasila, Jakarta: Gramedia, 2011.

Lazuardini, Hammydiati Azifa, “Padadogi Sufi dan Politik; Pemikiran

Pendidikan dan Politik Habib Luthfi serta Pengaruhnya terhadap

Pilihan Politik Jama‟ahnya dalam Pemilu 2019”, Tesis,

Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2019.

Lestari, Lenni, “Epistemologi Corak Tafsir Sufistik”, dalam Jurnal

Syahadah, Vol. 2 No. 1 April 2014.

Madid, Izzul, “Tafsir Sufi: Kajian atas Konsep Tafsir dengan Pendekatan

Sufi”, Jurnal Wasathiyah, Vol. 2, No. 1 Desember 2018.

Mandzûr, Ibnu, Lisân al-„Arab, Kairo: Ad-Dâr al-Mishriyyah Li at-Ta'lîf

Wa al-Tarjamah,t.th.

Masykuri, Muhammad Saifuddin, Jihad Ekonomi dalam Bingkai NKRI:

Page 68: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

226

Belajar Nasionalisme dan Ekonomi kepada Habib Luthfi bin

Yahya, Bantul: Lembaga Ladang Kata, 2019.

Moesa, Ali Maschan, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosisal Berbasis

Agama, Yogyakarta: LkiS, 2007.

Mubarok, Ali Syahidin, “Mewujudkan Penafsir Otoritatif: Optimalisasi

Tafsir Nusantara Sebagai Upaya Reduksi Gerakan Radikal”,

Jurnal Qof, Vol. 2 No. 2 Juli 2018.

Mufaizin, “Nasionalisme dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits”, Jurnal

Al-Insyiroh, Vol. 5 No. 1 Maret, 2019.

Mufid, M., “Kepemimpinan Habib Luthfi dalam pendidikan Islam: studi

Manajemen Majlis Taklim Kanzus Sholawat di Pekalongan”,

Tesis, Pasca Sarjana IKH Jombang, 2012, Tidak diterbitkan.

Mufid, Muhammad Basyrul, Para Sufi Moderat: Melacak Pemikiran dan

Gerakan Spritual Tokoh Sufi Nusantara hingga Dunia,

Yogyakarta: Aswaja Presindo, 2011.

__________________, Tasawuf Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2020.

__________________, Tipologi Aliran-Aliran Tasawuf, Yogyakarta: CV

Bildung Nusantara, 2019.

Muharto dan Arisandi Ambarita, Metode Penelitian Sistem Informasi,

Yogyakarta: Deepublish, 2016.

Muhid, Abdul, dan Samsuriyanto, “Dakwah Moderat Habib Muhammad

Luthfi bin Yahya di Dunia Virtual; Analisis Wacana Teks Media

Teun A. Van Dijk”, Jurnal Ancoms, April 2018.

Muhtarom, Ali, “Peningkatan Spritualitas Melalui Zikir Berjama‟ah:

Studi terhadap Jamaah Zikir Kanzus Shalawat Kota Pekalongan

Jawa Tengah”, Jurnal ‟AnilIslam, Vol. 9 No 2 Desember 2016.

Page 69: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

227

Mu‟is, Hasan, Filsafat Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Mukhtarom, Asrori, dkk, “Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif

Al-Qur‟an”, Jurnal Miqot, Vol. 43 No. 1 Januari-Juli 2019.

Munawwir, Ahmad Warson dan Fairuz, Muhammad, Kamus Bahasa

Indonesia-Arab, Surabaya: Pustaka Progressif, 2007.

Musadad, Asep Nahrul, “Tafsir Sufistik Dalam Tradisi Penafsiran

Al-Qur‟an: Sejarah Perkembangan Dan Konstruksi

Hermeneutis”, Jurnal Farabi, Vol. 12 No. 1 2015.

Mustari, Mohammad, Nilai Karakter: Refleksi Untuk Pendidikan, Jakarta:

PT. Raja Grafindo, 2014.

Mustaqim, Abdul, “Bela Negara Dalam Perspektif Al-Qur'an: Sebuah

Transformasi Makna Jihad”, Jurnal Analisis, Vol XI, No 1 Juni

2011.

_______________, Dinamika Sejarah Tafsir al-Quran: Studi Aliran-

aliran Dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga Modern-

Kontemporer, Yogyakarta: Adab Press. 2012.

_______________, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur‟an, Yogyakarta:

Adab Press, 2014.

_______________, Metode Penelitian Al-Qur‟an dan Tafsir, Yogyakarta:

Idea Press, 2015.

Mustaqim, Muhammad, dan Miftah, Muhammad Miftah, “Tantangan

Negara-Bangsa dalam Menghadapi Fundamentalisme Islam”,

Jurnal Addin, Vol. 9 No. 1 Februari 2015.

Nasir, Rabi‟ah, dan Malik, Arsheed Ahmad, “Role and Importance of

Sufism in Modern World”, International Journal of

Advancements in Research and Technology, Vol. 2, No. 1

Januari. 2013.

Page 70: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

228

Nasr, Sayyed Hossein, The Heart of IsLAM: Pesan-Pesan Universal

Islam untuk Kemanusiaan, Bandung: Mizan, 2003.

Nata, Abuddin, Islam dan Kebangsaan, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,

2016.

Nawawi, Muhammad Husein, Jawâhir al-Ma‟ânî Wa Ta‟wîl asy-Syirbâni

Fî Bayâni Sab‟i al-Matsâni, Cirebon: Kamalul Mutaba‟ah Perss,

2017.

Negara, Brian Mitra, “Pesan Dakwah Habib Luthfi Bin Yahya Dalam

Membangun Jiwa Nasionalisme Jama‟ah Kanzus Sholawat:

Analisis Semiotik”, Tesis, UIN Sunan Ampel, 2018, Tidak

diterbitkan.

Noor, Acep Zamzam, dkk, Nu Muhammadiyah Bicara Nasionalisme,

Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2011.

Nur, Afrizal, “Muhammad Quraish Shihab dan Rasionalitas Tafsir”,

Jurnal Ushuluddin, Vol. 18 No. 1 Januari 2012.

Permana,Agus, dkk, “Jaringan Habaib di Abad 20”, Jurnal Al-Tsaqafa:

Jurnal Peradaban Islam, Vol. 15 No.2 Desember 2018.

Prastowo, Andi, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian

Kualitatif, Jogjakarta: DIVA Press, 2010.

Pudentia MPSS (ed.), Metodologi Kajian Tradisi Lisan, Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2015.

Rahmat, Ali Fitriana, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi: Studi

Analisis Penafsiran Syafahî”, Tesis, IIQ Jakarta, 2019, Tidak

diterbitkan.

Rahtikawati, Yaya dan Rusmana, Dadan, Metodologi Tafsir Al-Quran;

Strukturalisme, Semantik, Semiotik, Shcoeler dan Hermeneutik,

Bandung: Pustaka Setia, 2013.

Page 71: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

229

Ridhâ, Muhammad Rasyîd, Tafsîr Al-Quran al-Hakîm; Tafsîr al-Manâr,

Kairo: Dar al-Manar, 1947.

Rochim, Abd, Tafsir Isyari Dan Kegunaannya Dalam Pengembangan

Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Perpustakaan Digital Uin Sunan

Kalijaga, t.th.

Rosyada, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)

Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,

Jakarta: Pustaka Nasional, 2003.

Saeed, Abdullah, Al-Qur‟an Abad 21: Tafsir Kontekstual, terj. Ervan

Nurtawab, Bandung: Mizan, 2016.

______________, Interpreting the Qur‟an: Toward a Contemporary

Approach, New York: Routledge, 2006.

______________, Islamic Thought: An Introduction, New York:

Routledge, 2006.

Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Amzah, 2014.

Samuddin, Rampung, Fiqih Demokrasi: Menguak Kekeliruan Haramnya

Umat Terlibat Pemilu dan Politik, Jakarta Pusat: Gozian Press,

2013.

Sand, Kristin Zahra, Sufi Commentaries on The Qur‟an in Classical

Islam, London: Routledge, t.th.

Sunusi, Dzulqarnain M., Antara Jihad dan Terorisme, Makassar: Pustaka

As-Sunnah, 2011.

Shcoeler, Gregor, The Genesis of Literature in Islam From the Aural to

the Read, terj. Shawkat M. Toorawa, Edinburgh: Edinburgh

University Press, 2009.

Shihab, Alwi, Islam dan Kebhinnekaan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, t.th.

Page 72: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

230

Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur‟an:Tafsir Maudu‟i atas Berbagai

Persoalan Umat, Bandung: MIZAN, 1996

________________, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-

Qur‟an, Vol. 7, Jakarta: Lentera Hati, 2002

________________, Ensiklopedi al-Qur‟an: Kajian Kosa Kata, Jakarta:

Lentera Hati, 2007.

________________, Membumikan Al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu

dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Penerbit Mizan, 2011.

________________, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu

Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Pustaka Mizan, 2014.

________________, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, Dan Aturan yang

Patut Anda Ketahui dalam Memahami Al-Qur‟an, Ciputat:

Lentera Hati, 2015.

________________, Islam dan Kebangsaan; Tauhid, Kemanusiaan, dan

Kewarganegaraan, Tanggerang: Lentera Hati, 2020.

Sofwan, Ridin, Islamisasi di Jawa: Penyebaran Islam di Jawa Menurut

Penuturan Babad, t.tp, Pustaka Pelajar, 2004.

Soekarno, Badri Yatim, Islam dan Nasionalisme, Jakarta: Logos Wacana

Ilmu, 1999.

Sholehuddin, M. Sugeng, Reiventing Kepemimpinan dalam Pendidikan

Islam, Pekalongan: STAIN Press, 2010.

Siradj, Said Agil, Nasionalisme Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka

Cinganjur 2015.

Sodiq, Akhmad, Epistemologi Islam: Argumen al-Ghazali atas

Superioritas Ma‟rifat, Depok: Kencana, 2017.

______________, Prophetic Character Building; Tema Pokok

Pendidikan Akhlak Menurut Al-Ghazali, Jakarta: Kencana, 2018.

Page 73: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

231

Solikhin, Muhammad, Filsafat dan Metafisika dalam Islam, Yogyakarta:

Penrbit Insani, 2008.

Suprayogo, Imam, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai, UIN-

Maliki Press, 2016.

Syaefudin, Machfud Syaefudin, “Gerakan Dakwah Cinta Tanah Air

Indonesia: Strategi dan Meode Dakwah KH. Habib Luthfi bin

Yahya Pekalongan”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 37 No. 2 Juli-

Desember 2017.

Syafrudin, U, Paradigma Tafsir Tekstual & Kontekstual; Usaha

Memaknai Pesan Al-Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.

Syahputra, Afrizal El Adzim, “Nasionalisme Nabi Ibrahim dalam

Al-Qur‟an”, Jurnal Dinamika Penelitian: Media Komunikasi

Sosial Keagamaan, Vol. 19 No. 01 Juli 2019.

Syamsuddin, Muhammad, “Kategorisasi Tafsir Model Muhammad

Husein adz-Dzahabî”, Jurnal Tsaqofah, Vol. 6 No. 1 Januari-

Juni 2010.

Taufiq, Imam, Al-Qur‟an dan Perdamaian Profetik Dalam Bingkai

Kebhinekaan: Pembacaan Tafsir Maqasidi, Semarang: UIN

Walisongo, 2017.

Thanthâwiî, Muhammad Sayyid, at-Tafsîr al-Wasîth Li al-Qur‟ân al-

Karîm, Kairo: Dâr al-Hadîts, t.th.

Tsauri, Ahmad, Sejarah Maulid Nabi: Meneguhkan Semangat Ke-

Islaman dan Kebangsaan, Pekalongan: Menara Publisher, 2015.

Ulinnuha, Muhammad, Metode Kritik ad-Dâkhil Fî at-Tafsîr, Jakarta:

Penerbit Qaf, 2019.

Usama, Thameem, Metodologi Tafsir Al-Qur‟an, terj. Hasan Basri dan

Amroeni, Jakarta: Riora Cipta, 2000.

Page 74: DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ

232

Wahid, Abdul, “Tafsir Isyârî dalam Pandangan Imam al-Ghazâlî”, Jurnal

Ushuluddin, Vol. 16 No. 2 2010.

Wawancara dengan Narasumber Utama; Habib Luthfi bin Yahya,

Pekalongan, 3 April 2021.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan

Penyelenggara Penterjemah Pentafsiran, 1973.

Yusuf, A.Muri, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Penelitian

Gabungan, Jakarta: Kencana, 2017.

Zakariyâ, Abî al-Husein Ahmad bin Fâris, Mu‟jam Maqâyi al-Lughah,

Beirut: Dâr al-Ihyâ at-Turâts al-Arabî, 2001.

Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2008.

Wabsite

https://youtu.be/iUWee4vG-wQ

https://youtu.be/RKFLWCg9mlg

https://youtu.be/6d-KfnBRL80

https://youtu.be/593p-a7wTh0

https://youtu.be/guiYW7GWVFg

https://youtu.be/XgeKawDf-Y0

https://youtu.be/pe8Pj-oILfk

https://youtu.be/nc9JiH7qc5E

https://youtu.be/3itjHhKdTAk

https://youtu.be/69FWhFjYIso

https://youtu.be/ M_pBhXQNaA

https://youtu.be/_mWo48Fr_M0