digestif - lp mar
DESCRIPTION
Malformasi AnorectalTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
MALFORMASI ANOREKTAL (MAR)
I. Konsep Medis
A. Pengertian
Malformasi anorektal (anus imperforata) adalah malformasi kongenital di mana
rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik.
Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan
kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra
dan vagina.
B. Klasifikasi
- Klasifikasi pada anorektal menurut insidennya, antara lain:
1. Pada laki-laki
a) Fistula pirenium (kutaneus)
Adalah cacat paling sederhana pada kedua jenis kelamin. Penderita
mempunyai lubang kecil terletak di perineum, sebelah anterior dari titik
pusat, sfingter eksterna didekat skrotum pada pria / vulva pada perempuan.
b) Fistula rektrovesika
Pada penderita dengan fistula rektrovesika, rektum berhubungan dengan
saluran kencing pada setinggi leher vesika urinaria.
c) Fistula rektrouretra
Pada kasus fistula rektrouretra, rektum berhubungan dengan bagian bawah
uretra (uretra bulbar) atau bagian atas uretra (uretra prostat).
d) Anus imperforate tanpa vistula
Mempunyai karakteristik sama pada kedua jenis kelamin
Rectum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di atas
kulit perineum
e) Atresium rektum
Adalah yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomaly anorektum
Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik pada kedua jenis kelamin.
Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal
anul & anus yang normal. Ada obstruksi sekitar 2 cm di atas batas kulit
2. Pada permpuan
a) Kloaka persisten
Pada kasus kloaka persisten ini , rectum, vagina dan saluran kencing bertemu
dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak
sedikit di belakang klitoris.
b) Fistula vestibular
Adalah cacat yang sering ditemukan pada perempuan. Rectum bermuara ke
dalam vestibula kelamin perempuan sedikit diluar salaput dara.
- Klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan atas hubungan rektum dengan otot
puborektal :
1) Kelainan letak rendah (low anomalies)
Pada letak ini rektum menyambung pada otot puborektal,spinter interna dan
eksterna fungsi berkembang normal, tidak ada hubungan dengan traktus
genitourinaria.
2) Kelainan letak sedang (intermedieat anomalies)
Rektum terletak dibawah otot puborektal, terdapat cekungan anus, dan posisi
spinter eksterna normal.
3) Kelainan letak tinggi (high anomalies)
Akhir rektum terletak diatas otot puborektal, tidak terdapat spinter interna
dan terdapat hubungan dengan genitourinaria pada laki-laki fistula
rektouretra, pada perempuan rektovaginal.
- Malformasi anorektal terdiri dari berbagai macam bentuk. Beberapa bentuk
tersebut diantaranya adalah:
1) Congenital anal stenosis
2) Anal membrane atresia.
3) Anal agenesis
4) Rectal atresia
5) Rectoperitoneal fistula
6) Rectovaginal fistula
C. Manifestasi Klinis
Malformasi anorektal mempunyai manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Perut kembung, sedang muntah timbul kemudian.
2) Cairan muntah mula-mula hijau kemudian bercampur tinja.
3) Kejang usus.
4) bising usus meningkat.
5) Distensi abdomen.
6) Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak
fistel).
7) Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.
D. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. Tidak ada faktor resiko jelas yang mempengaruhi
seorang anak dengan anus imperforata. Tetapi, hubungan genetik terkadang ada.
Paling banyak kasus anus imperforata jarang tanpa adanya riwayat keluarga, tetapi
beberapa keluarga memiliki anak dengan malformasi.
E. Patofisiologi
Embriogenesis malformasi ini tidak jelas. Rectum dan anus berkembang dari bagian
dorsal usus atau ruang cloaca ketika mesenchym bertumbuh ke dalam membentuk
septum anorectum pada midline. Septum ini memisahkan rectum dan canalis anus
secara dorsal dari vesica urinaria dan uretra. Ductus cloaca adalah penghubung kecil
antara 2 usus. Pertumbuhan ke bawah septum urorectalis menutup ductus ini selama 7
minggu kehamilan.
Selama itu, bagian ventral urogenital berhubungan dengan dunia luar; membran analis
dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan penyatuan tuberculum analis
dan invaginasi external, diketahui sebagai proctodeum, yang mengarah ke rectum
tetapi terpisah oleh membran anal. Membran pemisah ini akan terpisahkan pada usia 8
minggu kehamilan.
Gangguan perkembangan struktur anorectum pada tingkat bermacam-macam menjadi
berbagai kelainan, berawal dari stenosis anus, anus imperforate, atau agenesis anus
dan gagalnya invaginasi proctodeum. Hubungan antara tractus urogenital dan bagian
rectum menyebabkan fistula rectourethralis atau rectovestibularis.
F. Komplikasi
1) Asidosis hiperkloremia
2) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3) Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )
4) Komplikasi jangka panjang :
a) Eversi mukosa anal
b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
d) Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training
e) Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
f) Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten)
g) Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan infeksi)
G. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang umum
dilakukan pada gangguan ini
2) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium
3) Pemeriksaan sinar-X lateral inverse (teknik Wangensteen-Rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada atau
di dekat perineum; dapat menyesatkan jika rectum penuh dengan mekonium
yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal
4) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal
5) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukkan jarum
tersebut sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada saat jarum
sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap sebagai defek tingkat tinggi
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit maformasi anorektal
ada dua macam yaitu dengan tindakan sementara dan tindakan definitive, sebagai
berikut:
1) Tindakan Sementara
a) Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak segera
dipuasakan untuk pembedahan. Bila diduga ada malformasi rektum, bayi
harus segera dikirim ke ahli bedah yaitu dilakukan kolostomi transversum
akut. Ada 2 tempat yang kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus
dan bayi yaitu transversokolostomi dan sigmoidkolostomi. Khusus untuk
defek tipe kloaka pada perempuan selain kolostomi juga dilakukan
vaginostomi dan diversi urine jika perlu (setelah anak lebih besar 1 – 1,5
tahun).
b) Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/ diiris
hanya pada garis hitam di kulitnya, kemudian diperlebar perlahan-lahan dan
apabila ada lubang dilanjutkan dengan kelingkin yang dilapisi vaselin
didorong masuk sampai teraba/ menonjol ujung rektum kemudian ujung
rektum di insisi tanpa dijahit. Pada defek letak rendah langsung dilakukan
terapi definitif yaitu anorektoplasti posterior sagital (PSARP), sisanya
dilakukan kolostomi sementara.
2) Tindakan Definitif
a) Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi dan
mempertahankan kontak kontinensi. Untuk malformasi rectum setelah bayi
berumur 6 bulan dilakukan ano-rekto-vagina-uretroplasti posterior sagital
(PSAVURP).
b) Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada defek ;
1) Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada anal
dimple dilakukan insisi dianal dimple melalui tengah sfingter ani
eksternus.
2) Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung
ditembus tapi lebih dulu fistel ano uretralis tersbeut diikat. Bila tidak
bisa kasus dianggap dan diperlakukan sebagai kasus malformasi
rektum.
3) Pada agenesis anorektal pada kelainana tinggi setelah bayi berat badan
mencapai 10 kg tersebut harus diperbaiki dengan operasi sakroperineal
atau abdomino perineal dimana kolon distal ditarik ke aneterior ke
muskulus puborektalis dan dijahitkan ke perinuem. Pada anomali ini,
sfingter ani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter internus,
sehingga kontinensi fekal tergantung pada fungsi muskulus pubo
rektalis. Sebagai hasil dari anak dengan kelainan tinggi tanpa
muskulatur atau muskolatur yang buruk, kontinensia mungkin didapat
secara lambat tetapi dengan pelatihan intensif dengan menggunakan
otot yang ada, pengencangan otot kemudian dengan levator plasti,
nasihat tentang diet dan memelihara "neorektum" tetap kosong,
kemajuan dapat dicapai.
II. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Pre Operatif
- Daerah perineum
Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk mencari hubungan
fistula ke kulit untuk menemukan muara anus ektopik atau stenatik untuk
memperbaiki bentuk luar jangka panjang untuk melihat adanya mekonium
untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan terapi
segeranya.
- Abdomen
Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung) Amati adanya distensi
abdomen Ukur lingkar abdomen Dengarkan bising usus ( 4 koadran) Perkusi
abdomen Palpasi abdomen (mungkin kejang usus) Kaji hidrasi dan status
nutrisi Timbang berat badan tiap hari Amati muntah proyektif (karakteristik
muntah)
- TTV
Ukur suhu badan (umumnya terjadi peningkatan) Ukur frekuensi pernafasan
(terjadinya takipnea atau dispnea) Ukur nadi (terjadinya takikardia)
- Observasi manifestasi malformasi anorektal
Pemeriksaan colok dubur pada anus yang tampak normal, tapi bila tidak dapat
masuk lebih 1 – 2 cm berarti terjadi atresia rektum.
Pemeriksaan dengan kateter untuk membedakan fistel uretra dan fistel vesika.
Post Operatif
- Kaji integritas kulit meliput tekstur, warna, suhu kulit.
- Amati tanda-tanda infeksi
- Amati pola eliminasi dan keadaan umum pasien.
B. Dioagosa Keperawatan
Pra Operatif
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal sekunder
terhadap distensi abdomen.
3. Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur
pembedahan.
Post operatif
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru
sekunder terhadap pemberian anestesi.
2. Nyeri berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah sekunder terhadap
pembedahan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan pada
pembedahan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penumpukan asam laktat sekunder
terhadap tirah baring
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan
6. Perubahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnya kemampuan fisik dan proses hospitalisasi
C. Intervensi dan rasional
a. Pra operatif
Dp
keIntervensi Rasional
1 1. Ukur jumlah Input –
Output cairan.
2. Inspeksi turgor kulit.
3. Ukur tanda- tanda vital.
4. Inspeksi adanya distensi
abdomen.
5. Kolaborasi berikan cairan
IV.
1. Mengidentifikasi adanya
ketidakseimbangan.
2. Pada keadaan dehidrasi turgor kulit
tidak elastis.
3. Keadaan dehidrasi diidentifikasi dg
adanya perubahan
TTV :takikardi,hipotensi,peningkatan
suhu.
4. Peningkatan tekanan abdomen ditandai
dengan adanya
5. Menganti cairan dan elektrolit yang
hilang.
21. Posisikan anak pada
posisi yang nyaman
dengan penggunaan bantal
30 Gangguan pola nafas
berhubungan dengan
penekanan torakal
sekunder terhadap distensi
abdomen
2. Catat TTV dan irama
jantung
1. untuk efisiensi ventilasi maksimum
2. takikardi, disritmia dan perubahan
tekanan dapat menunjukkan efek
hipoksia sistemik pada fungsi jantung.
3. dapat memperbaiki dan mencegah
hipoksia
4. biasanya bunyi nafas menurun.
5. Mengindikasikan adanya kekurangan
oksigen ke jaringan.
3. Berikan O2 sesuai
dengan kebutuhan
4. Auskultasi bunyi nafas
catat adanya bunyi nafas
adventisius seperti :
krekel,mengi
5. Inspeksi adanya sianosis
31. Identifikasi
ketidaktahuan.
2. Peningkatan support
terhadap keluarga
“tindakan atau prosdur tsb
tindakan tepat”.
3. Menjelaskan tentang
prosedur tepat waktu.
1. Dengan memberikan kejelasan dari
keluarga agar sedikit tenang.
2. Dengan support akan menurunkan
cemas
3. Meningkatkan rasa optimis dengan
pembedahan
b. Post operatif
Dp
keIntervensi Rasional
11. Catat kecepatan/
kedalaman pernafasan,
auskultasi bunyi nafas,
amati adanya pucat,
sianosis.
2. Posisikan klien dengan
meninggikan kepala 30°.
3. Ubah posisi secara
periodik
4. Berikan O2 sesuai
kebutuhan
1. pernafasan mengorok/ pengaruh
anestesi menurunkan ventilasi dan dapat
mengakibatkan hipoksia
2. Dapat mendorong ekspansi paru optimal
dan meminimalkan tekanan isi ke
abdomen pada rongga thorak
3. Meningkatkan pengisian udara seluruh
segmen paru.
4. Memaksimalkan sediaan O2 untuk
pertukaran gas dan penurunan kerja
pernafasan
21. Kaji dan catat adanya
peningkatan nyeri
1. Digunakan untuk mengetahui keadaan
nyeri klien untuk menentukan tindakan
2. Hindari palpasi area
pembedahan kecuali jika
diperlukan
3. Berikan lingkungan
yang nyaman dan tenang
4. Kolaborasi pemberian
analgesi sesuai ketentuan
dan pantau keefektifannya.
pengurangan nyeri
2. Agar terhindar dari peningkatan rasa
nyeri pasca operasi.
3. Berkurangnya stimulus nyeri.
4. Digunakan untuk farmakoterapi untuk
nyeri
31. Ukur suhu tubuh setiap 4
jam
2. Gunakan teknik septik
dan aseptik medik
3. Lakukan perawatan luka
dengan hati-hati agar luka
tetap bersih
4. Ganti balutan luka
setelah 3 hari post operasi
secara "kering-kering"
dengan cara; luka dialas
betadin dan tutup dengan
kasa kering.
5. Kolaborasi pemberian
antimikrobial/ antibiotik
sesuai kebutuhan.
1. Peningkatan suhu tubuh menunjukkan
terjadinya infeksi sistemik.
2. Mencegah terjadinya infeksi dan sepsis.
3. Untuk meminimalkan resiko infeksi.
4. Dengan balutan dapat
meningkatkankelembaban dan
memperlambat penyembuhan luka
5. Digunakan untuk pencegahan infeksi
secara sistemik
41. Periksa tingkat toleransi
fisik anak
2. Beri periode istirahat dan
tidur yang sesuai dengan
kondisinya
3. Berikan lingkungan yang
tenang dan nyaman
1. Dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat kelelahan anak.
2. Istirahat digunakan untuk menghemat
energi dan kelelahan dapat berkurang
3. Lingkungan yang tenang dapat
meningkatkan rentang istirahat klien
untuk penghematan energi.
51. Inspeksi warna ukuran 1. Kemerahan bengkak mengidentifikasi
luka.
2. Bersihkan permukaan
kulit dg menggunakan
hydrogen/air dg sabun
lunak/petrolatum
3. Gunakan balutan teknik
aseptik
adanya kerusakan integritas kulit
2. Petrolatum membersihkan feses yang
menempel
3. Menurunkan iritasi kulit.
61. Kaji tingkat
perkembangan anak dalam
seluruh area fungsi
2. Berikan kesempatan bagi
seorang anak sakit untuk
memenuhi tugas
perkambangan sesuai
kelompok usia
3. Ajarkan orang tua
tentang tugas
perkembngan normal anak
sesuai kelompok usianya
1. penting untuk mengetahui apakah anak
sudah mencapai tumbangnya.
2. keluarga (ibu ) menjadi perawat anak
selama dirumah, diharapkan mampu
memantau perkembangan anak setiap
waktu.
3. Mencegah terjadinya regresi karena
proses hospitalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,LJ, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan
dan Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.
Doengoes, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Price & Wilson,1995, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta
Syamsudin, R. Song. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta