cerpen

12
Duet Terakhir Welly memandang cemas jam ditangannya. Ia masih menunggu Pak Kano keluar dari kelas 12 IPA 3, dengan sabar ia duduk di bangku depan kelas tersebut. Akhirnya Pak Kano keluar, ia membawa banyak alat tulis. Welly menghampiri Pak Kano yang berjalan dengan cepat. “Pak” panggil Welly setengah berlari. Pak Kano langsung menoleh kearah Welly yang berlari. “Ada apa?” tanya Pak Welly. Welly behenti tepat didepan pintu UKS sambil menarik napas. “Pak, saya dan teman saya mau mengisi acara perpisahan. Apa bisa Pak?” Welly memandang harap pada Pak Kano. Pak Kano hanya diam, dengan hati- hati ia bicara “Kamu mau..” belum selesai Pak Kano bicara, Welly langsung bicara “Permainan musik antara piano dan biola”. Pak Kano kembali diam sesaat, sejenak ia memandang wajah Welly yang bersungguh-sunggu. Setengah yakin Pak Kano mengijinkan tapi sebelumnya harus diseleksi. Betapa senangnya Welly ketika Pak Kano mengijinkan. Tanpa membuang waktu, Welly berlari mencari Via dikantin. Kantin masih sangat ramai, padahal bel masuk baru saja berbunyi. Beberapa anak masih duduk santai dibangku. Mata Welly melirik kesekitar kantin. Ia mencari sosok Via disegala penjuru kantin. Dari belakang seseorang menepuk bahunya. 1

Upload: gladys

Post on 16-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Fiksi

TRANSCRIPT

Duet TerakhirWelly memandang cemas jam ditangannya. Ia masih menunggu Pak Kano keluar dari kelas 12 IPA 3, dengan sabar ia duduk di bangku depan kelas tersebut. Akhirnya Pak Kano keluar, ia membawa banyak alat tulis. Welly menghampiri Pak Kano yang berjalan dengan cepat.

Pak panggil Welly setengah berlari. Pak Kano langsung menoleh kearah Welly yang berlari.

Ada apa? tanya Pak Welly. Welly behenti tepat didepan pintu UKS sambil menarik napas.

Pak, saya dan teman saya mau mengisi acara perpisahan. Apa bisa Pak? Welly memandang harap pada Pak Kano. Pak Kano hanya diam, dengan hati-hati ia bicara Kamu mau.. belum selesai Pak Kano bicara, Welly langsung bicara Permainan musik antara piano dan biola. Pak Kano kembali diam sesaat, sejenak ia memandang wajah Welly yang bersungguh-sunggu. Setengah yakin Pak Kano mengijinkan tapi sebelumnya harus diseleksi. Betapa senangnya Welly ketika Pak Kano mengijinkan. Tanpa membuang waktu, Welly berlari mencari Via dikantin.

Kantin masih sangat ramai, padahal bel masuk baru saja berbunyi. Beberapa anak masih duduk santai dibangku. Mata Welly melirik kesekitar kantin. Ia mencari sosok Via disegala penjuru kantin. Dari belakang seseorang menepuk bahunya.

Apa ini? kaget Welly, ia menoleh kebalakang. Dilihatnya Via tertawa, ia kemudian tersenyum simpul pada sahabatnya itu.

Ngapain kamu, ayo cepat masuk Bu Nara sudah dikelas ajak Via. Ia lantas menarik tangan sahabatnya itu. Welly tersenyum simpul, kemudian berjalan bersama Via menuju kelas.

Vi, Pak Kano setuju bisik Welly. Matanya memandang Bu Nara yang sedang menjelaskan Matematika. Via menoleh kearah Welly setengah tidak percaya. Ia ingin melompat dan teriak karena senang mendengar itu tapi niatnya cepat dicegah oleh Welly. Welly memberi isyarat untuk diam.

Bener Wel? tanya Via. Ia memutar kedua bola matanya lalu memandang Welly lekat-lekat. Welly mengangguk pasti. Impian Welly dan Via untuk tampil bermain musik bersama akhirnya dapat dicapai. Lima tahun, Welly dan Via menunggu saat seperti ini.

Welly dan Via bermain piano dan musik dirumah Via. Welly dan Via bermain lagu A Little Too Not Over You dengan santai. Welly sudah terbiasa dengan piano, dari kecil Welly dan Via les musik bersama. Via juga pandai dalam bermain biola. Kepandaiannya itu membuatnya banyak dikenal warga sekolah. Dari musik, mereka mulai menjalin persahabatan sampai saat ini.

Wel, jujur aku nggak sabar. Dua minggu lagi kita bakal duet bareng di perpisahan kakak kelas kata Via. Ia mengelap biolanya. Sebenarnya Welly juga tidak sabar tapi dia harus bersikap tenang. Ia tidak mau terlalu berharap banyak. Welly duduk dikursi biru kecil, ia memeggang erat gelang persahabatannya.

Vi, aku mau cerita kata Welly kecil, ia menunduk. Via melihat kearah sahabatnya itu. Kemudian duduk disamping Welly.

Cerita aja Wel Via siap mendengar Welly, walaupun dia sebenarnya tak mau mendengar. Ia melihat air mata Welly keluar membasahi pipi merahnya. Tak lama, Welly menangis. Via kebingungan, ia segera mengambil tissu dari tasnya lalu memberikannya pada Welly.

Ada apa Wel, kenapa kamu nangis? tanya Via prihatin.

Vi, aku.. putus Welly, ia menangis kembali. Via tambah bingung. Ia tidak biasa melihat Welly menangis. Welly selalu tenang dalam setiap masalah dan baru kali ini Via menangis. Dengan gusar, Welly mengambil tasnya dan menegeluarkan selembar kertas. Ia memberikan kertas itu pada Via. Via membaca kertas itu, kemudain Via merasa air matanya membendung. Ia tak menyangka, sahabatnya menderita penyakit kanker otak. Via menutup mulutnya, ia tidak percaya.

Vi, aku takut. Aku takut kehilangan kalian semua Welly memeluk sahabatnya erat. Dipikiran Via hanya satu ia tidak mau kehilangan sahabatnya itu untuk selama-lamanya. Via memeluk erat sahabatnya.

Tuhan, kenapa disaat seperti ini aku harus mendapat ini. Aku tak mau Welly pergi, aku sayang dia Tuhan. Dia seperti kakakku. Jangan ambil dia Tuhan kata Via dalam hati.

Pelajaran pertama kelas Via dan Welly kosong. Beberapa anak pergi ke kantin. Via dan Welly memilih dikelas, seperti biasa mereka berdua bermain sudoku. Kali ini Welly kembali menang, Via kalah cepat jika dibandingkan dengan Welly. Wajar saja, Welly anak terpintar disekolah. Sedangkan Via hanya dalam bidang musik saja ia lebih menonjol. Rava ketua kelas mengahampiri mereka berdua.

Apa benar kelian mau tampil di acara perpisahan kakak kelas? tanya Rava sambil memakan keripik kentangnya. Matanya melihat kerahan Welly dan Via satu per satu.

Yap, dan kenapa Rav? tanya Via balik. Via mengambil keripik kentang Rava sambil tersenyum nakal. Wajah Rava langsung kesal, diambilnya lagi keripik kentangnya. Laki-laki itu selalu salah tingkah jika berhadapan dengan Via. Sikapnya yang sering salah tingkah membuat Via lebih suka menganggunya.

Nggak, cuma nanya. jawab Rava sewot. Wel, pulang sekolah jadi kan ke toko buku?. Welly mengangguk, ia masih terpaku pada permainan sudoku. Rava berdiri, ia meloncat tertawa girang. Rava sudah lama menyukai Via, tapi dia takut bicara langsung dengan Via. Salah satu cara agar Via tahu yaitu melalui Welly pikir Rava. Via tertawa nakal kearah Rava Jangan senang dulu. Rava tak peduli dengan perkataan Via, ia tetap meloncat kegirangan.

Rava menarik tangan Welly Well, disana ada yang mau aku kasih tahu

Welly heran melihat Rava memegang tangannya. Welly lalu melepas tangannya dari Rava. Rava terdiam, dan tetap tersenyum senang.

Ada apa sih? tanya Welly pada Rava. Rava bingung melihat Welly bertanya. Welly melepaskan headsetnya dan kembali bertanya-tanya pada Rava.

Well, Rava itu tanya sama kamu tadi. Kamu nggak dengar? tanya Via masih dalam kondisi tertawa kecil. Welly memasang muka bingung Rav, kamu tadi nanya apa sama aku?. Rava terdiam salah tingkah, ia kira Welly mendengarnya.

Wel, jadi nggak entar sore ke toko buku? tanya Rava pelan. Ia menahan malu, anak-anak dikelas tertawa kecil kearah Rava.

Rav, aku nggak bisa. Aku sama Via ada latihan, kapan-kapan aja gimana? Welly merasa tidak enak hati pada Rava. Rava sendiri terdiam, dan tertawa kecil Oh, ya udah. Padahal, ditoko buku ada novel baru kata Rava masih mencoba merayu Welly untuk pergi.

Novel kaget Welly. Ia menggoyangkan badan Rava sampai Rava merasa pusing Rav, novel apa?

Aduh, pusing nih rintih Rava. Welly menghentikan perbuatannya itu kemudian memandang Rava lekat-lekat.Rava mencari judul novel yang dia ingat. Mulutnya masih tertutup kuat, Welly terus menunngu jawaban Rava.

Well, Rava itu cuma bohong. Dia kan nggak suka sama yang namanya novel. Jadi, jangan didengar perkataannya oceh Via. Rava memandangnya kesal. Via balik membalas pandangan Rava sambil menjulurkan lidahnya.

Sore ini Via dan Welly mau berlatih bersama. Via menunggu Welly datang kerumahnya. Sepulang sekolah tadi Welly bilang kalau dia harus pergi terapi dulu lalu baru kerumah Via, latihan untuk duet musik. Via menatap jam didinding yang sudah menunjukan pukul setengah empat sore. Via masih menunggu Welly di lantai dua, matanya memperhatikan halaman depan.

Sebuah mobil sedan silver terparkir dihalaman depan rumahnya. Via segera turun, mengahampiri. Ia sudah siap menjamu sahabatnya itu dengan senang. Tapi, yang keluar dari mobil itu bukan Welly melainkan omanya.

Wah, Via sudah besar kata omanya. Via kaget, ia kira Welly yang datang tapi malah omanya.

Oma datang kok nggak ada bilang Via menatap kesal omanya itu. Dulu omanya pernah kesasar di stasisun dan membuat semua orang khawtir. Via tidak mau kejadian itu terulang lagi.

Oma takut ganggu kerja kalian oma mengelus rambut Via. Kemudian Via mengantar omanya masuk kedalam rumah.

Via membantu membawa barang omanya. Via meletakan sebuah tas besar dan berat dipojok kamar. Kemudian memberi pengharum ruangan dan menyalakan AC. Ia lalu pergi keluar meninggalkan omanya yang sedang istirahat.

Kemana Welly? Kok, belum datang tanya Via sendiri. Ia kemudian menelpon Welly tapi handphone Welly tidak bisa dihubungi. Ia terus mencoba menelpon Welly.

Keesokan harinya Via mendapati surat dari dokter. Surat itu ditujukan kepada guru. Via tahu yang sakit adalah Welly. Via semakin khawatir dengan keadaan Welly. Ia berencana dengan Rava untuk menjenguk Welly sepulang sekolah.

Vi, kamu nggak tanya dulu sama ortunya Welly? tanya Rava diparkiran. Sekolah tumpah ruah dengan ratusan anak SMA yang pulang menggunakan motor. Suara Rava saja hampir tak terdengar.

Sudah, katanya Welly lagi dirumah sakit Kasih Bunda jawab Via. Via naik ke mobilnya kemudian pergi keluar gang sekolah dususl Rava menggunakan sepeda motornya.

Sesampai di rumah sakit Rava dan Via langsung ke kamar Welly berisitirahat. Papan nama tempat pasien Kanker tertera besar di lantai tiga. Satu per satu kamar dilewati oleh mereka berdua hingga mereka menemukan kamar Welly. Kamar itu sepi, hanya ada mamah dan papah Welly saja.

Kamu Vi, ayo masuk dan kamu juga mamah Welly menerima mereka berdua denga hangan. Rava dan Via bersalaman dengan orangtua Welly kemudian melihat kondisi Welly yang lemas.

Well, cepat sembuh ya kata Rava pelan. Ia memandang dalam ke Welly yang tertidur pulas. Via menaruh bunga di vas bunga. Via melihat kearah Welly yang tidur. Dengan sayang, ia memperhatikan sahabatnya itu.

Tan, sejak kapan Welly mederita kanker otak? tanya Via cemas. Rava kaget mendengar Via, kemudian diam lagi dengan tenang ia mendengar jawaban mamah Welly.

Welly sudah divonis menderita kanker smenjak satu tahun yang lalu. Kami sudah berusaha mengajaknya tinggal di Amerika untuk terapi disana, tapi Welly nggak mau. jawab mamah Welly pelan. Ia memnyediakan air putih untuk Via dan Rava. Mamah Welly terlihat lelah, garis hitam dibawang matanya sangat kelihatan sepertinya kurang tidur kata Via dalam hati.

Betapa kagetnya Via dan Rava mendengar itu. Mamah Via bilang juga bilang kalau penyakit kanker otak Welly sudah sangat berbahaya. Via semakin sedih karena Welly tak pernah cerita kalau dia menderita kanker setahun yang lalu. Air mata Via ingin keluar, Via tidak tahan didalam terus. Ia keluar kamar dan manangis. Rava menyusul Via keluar.

Vi kata Rava lembut. Rava memeluk Via yang menangis.

Rav, kenapa? Kenapa harus Welly? Kenapa? Via tak dapat membendung kesedihannya. Ia menangis dipelukan Rava.

Seminggu sudah Welly tidak sekolah. Via tiap hari selalu datang menjenguk sahabatnya itu. Sore ini ia kembali menjenguk Welly. orang tua Welly sedang pergi keluar sebentar untuk makan siang. Via menunggu Welly sambil bermain sudoku disamping Welly. Ia menginggat kambali waktu bersama Welly bermain sudoku. Welly selalu menang.

Wel, ayo cepat sembuh. Kita kan mau duet bisisk Via ditelinga Welly. Suaranya terdengar lirih, tak sanggup Via berbicara banyak, ia tak mau menangis dan terlihat lemah dihadapan Welly. beberapa menit kemudian Welly menggerakan tangannya. Matanyanya mulai terbuka walaupu hanya sedikit Via, besok kita harus duet. Ingat janji kita suara Welly terdengar sayup tapi jelas. Via kaget dan memeluk Welly. Tentu Wel, harus

Gedung perpisahan diuabah menjadi istana ditengah kota. Anak kelas 12 menggunakan pakaian pesta dan topeng. Gedung itu penuh dengan anak remaja. Via duduk dikursi belakang panggung. Wajahnya harap cemas, ia takut Welly tidak bisa datang.

Acara perpisahan dimulai. Acara dimulai oleh paduan suara sekolah. Disusul dengan acara formal. Via dan Welly mengisi acara hiburan. Suara tepuk sorak sorai membendung di gedung.

Via melirik jam ditangannya. Sepuluh menit lagi bagian Via dan Welly. Tapi, Welly tidak datang. Wajah Via semakin gusar, ia panik takut semua campur aduk. Ia duduk berdiri semua dilakukannya secara berulang-ulang.

Via! panggil seseorang. Spontan Via menolah ke sumber suara, ia melihat Welly dikursi roda mengguanakn topi. Badannya kurus, rambutnya semakin menipis tidak lagi lebat seperti dulu. Semua itu disebabkan penyakit kanker otak yang sudah parah.

Welly! Via berlari menghampirir Welly. Via memeluk Welly Wel, ayo kita tampil. Sekarang giliran kita.

Tentu. Tapi bisa sebelumnya kamu membantuku ke panggung? tanya Welly pada Via. Ia tertawa kecil. Via mengangguk lalu mendorong kursi roda Welly ke panggung.

Semua orang digedung kaget bukan main melihat keadaan Welly yang berubah. Welly tak dapat berdiri. Ia sebenarnya malu dengan keadaannya tapi ia tetap tersenyum.

Welly dan Via? Apa benar kalian yang mau.. kata pembawa acara kurang yakin.

Iya, kami berdua ingin duet musik antara piano dan biola Welly angkat bicara. Kak, apa bisa aku pinjam mikrofonnya sebentar? tanya Welly.

Via pergi mengambil biolanya di pojok panggung dan berdiri tepat dibawah sorot lampu. Kini dipanggung hanya ada dua sorot lampu utama yaitu Via dan Welly. Welly bernyanyi sambil bermain piano. Via setengah kaget, itu diluar rencana mereka sebelumnya.

Aku mau bernyanyi untuk terakhir kalinya. Lagu ini buat sahabatku buat semuanya. Selamat mendengarkan sepatah kata dari Welly sebelum bernyanyi. Matanya berkaca seolah hendak menangis. Via melihat kearah Welly sedih, ia tak mau sahabatnya pergi. Tim dokter pribadi Welly sudah siap dibelakang panggung. Mamah dan papah Welly duduk dikursi penontong. Rava merekam penampilan Via dan Welly.

Dentingan piano mulai terdengar, halus sekali dan sangat merdu kemudian disusul dengan biola. Kedua jenis musik ini kemudian bersatu menjadi sebuah lagu yang indah. Via dan Welly memainkan lagi The Gift of The Friend. Ratusan bahkan ribuan pasang mata kini tertuju kearah Via dan Welly. Via dan Welly seperti malaikat yang sedang bermain musik. Gaun cokelat muda mereka berdua sangat cocok dan tak jauh beda bentuknya.

Permainan musik itu selesai. Tepuk tangan dari penonton memenuhi gedung. Via menundukan kepala mengucapkan terimakasih sedangkan Welly tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Via menghampiri Welly dan membawanya kembali ke belakang panggung. Vi, kita berhasil. Impian kita terwujud Welly tersenyum puas.

Well, kita memang berhasil Via memandang Welly tersnyum senang. Saat hendak menuruni panggung, tiba-tiba saja Welly kehilangan kesadarannya. Ia pingsan, dokter probadinya segera membawanya ke rumah sakit. Via terkejut, ia ikut ke rumah sakit.

Suara itu, kata-kata itu, dan senyumnya itu adalah perpisahan terakhir. Welly pergi selama-lamanya, meninggalkan banyak kenangan.

Well, kamu pianis terhebat, sahabat yang baik, dan kau adalah keluargaku. Aku akan selalu merindukanmu Well kata Via, ia berdiri didepan piano kesayangan Welly. Sebelum Welly meninggal Welly sempat memberikan piano kesayangannya itu pada Via.

Hari-hari tanpa Welly sangat berbeda. Via merasa dunia sangat sepi. Ia masih merindukan sahabatnya itu. Kini Via telah mempunyai teman baru tetapi Welly tetap menjadi sahabat sejati dihatinya yang tak akan pernah dilupakan dalam hidupnya. 8