cara memperoleh ilmu pengetahuan

26
CARA MEMPEROLEH MEMPEROLEH ILMU (Tinjauan Filosofis) * Oleh: MH. Zulkarnain Mubhar, S.Th.I * Pendahuluan Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna lagi paripurna, kesempurnaannya tampak pada kecakapan dalam menghadapi pelbagai bentuk permasalahan hidup yang merupakan manifestasi dari kesucian fitrah insaniyah yang dianugrahkan oleh Allah kepadanya, dan keparipurnaannya tampak pada kemampuannya menganalisa setiap permasalahan guna mendapatkan jalan keluar yang akurat tanpa menimbulkan problematika yang lebih parah dari sebelumnya, keparipurnaan ini merupkan bentuk manifestasi hikmah ‘aqliyyah yang menjadi bagian utama terbentuknya makhluk Tuhan yang teristimewa diantara seluruh makhluk yang tercipta di bumi. Diantara masa terputusnya ke-Rasul-an Musa A.s dan diutusnya Isa A.s sebagai Rasul Allah, manusia berada pada kebimbangan ilmiah dan terombang-abing akibat kehilangan bimbingan ditambah dengan kesewenang- wenangan sebahagian ahli Kitab dalam melakukan * Makalah dipresentasikan pada seminar kelas khusus beasiswa Magister S2 Konsentrasi Studi Hadis Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya untuk mata kuliah Filsafat Ilmu dibawah bimbingan dosen mata kuliah ibu Dr. Hj. Muzayyanah Mu’tashim H, MA., pada Hari Kamis, 25 November 2010 ** Alumni Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Program Khusus Tafsir Hadis UIN Alauddin Makassar 2009, dan Mahasiswa Magister (S2) Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya dengan konsentrasi Studi Hadis, angkatan 2010. 1

Upload: abu-hidah-al-qornain

Post on 26-Jun-2015

1.909 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

CARA MEMPEROLEH MEMPEROLEH ILMU(Tinjauan Filosofis)*

Oleh: MH. Zulkarnain Mubhar, S.Th.I*

Pendahuluan

Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna

lagi paripurna, kesempurnaannya tampak pada kecakapan dalam

menghadapi pelbagai bentuk permasalahan hidup yang

merupakan manifestasi dari kesucian fitrah insaniyah yang

dianugrahkan oleh Allah kepadanya, dan keparipurnaannya

tampak pada kemampuannya menganalisa setiap permasalahan

guna mendapatkan jalan keluar yang akurat tanpa menimbulkan

problematika yang lebih parah dari sebelumnya, keparipurnaan

ini merupkan bentuk manifestasi hikmah ‘aqliyyah yang menjadi

bagian utama terbentuknya makhluk Tuhan yang teristimewa

diantara seluruh makhluk yang tercipta di bumi.

Diantara masa terputusnya ke-Rasul-an Musa A.s dan

diutusnya Isa A.s sebagai Rasul Allah, manusia berada pada

kebimbangan ilmiah dan terombang-abing akibat kehilangan

bimbingan ditambah dengan kesewenang-wenangan sebahagian

ahli Kitab dalam melakukan perubahan dan perombakan Torah

serta kesewenang-wenangan para penguasa dalam melakukan

pendoktirinan sesat kepada umat manusia yang hidup pada

masa transisi ke-Rasul-an tersebut, maka sekolompok manusia

yang mayoritasnya berkebangsaan Yunani melakukan

penentangan terhadap indoktrinisasi para penguasa yang

dianggap sesat lagi menyesatkan dengan menggunakan daya

* Makalah dipresentasikan pada seminar kelas khusus beasiswa Magister S2 Konsentrasi Studi Hadis Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya untuk mata kuliah Filsafat Ilmu dibawah bimbingan dosen mata kuliah ibu Dr. Hj. Muzayyanah Mu’tashim H, MA., pada Hari Kamis, 25 November 2010 ** Alumni Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Program Khusus Tafsir Hadis UIN Alauddin Makassar 2009, dan Mahasiswa Magister (S2) Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya dengan konsentrasi Studi Hadis, angkatan 2010.

1

Page 2: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

2

nalar-kritis mereka terhadap doktrin-doktrin penguasa yang

merupakan hasil penalaran akal terhadap kebenaran yang

terdapat dibalik fisik alamiyah dan metafisis. Kelompok manusia

ini kemudian dikenal dengan istilah Filusuf yang diartikan

sebagai para pencari atau pecinta hikmah. Penggunaan istilah ini

merupakan bentuk perlawanan terhadap para retorik-retorik

sesat yang dikenal dengan istilah Shophis yang menggunakan

cara berfikir sesat (shophistry) atau dalam bahasa Arab dikenal

dengan istilah safastah.1

Pernayataan di atas memebrikan ketegasan konseptual-

faktual bahwasanya filsafat pertama kali dirumuskan dan

diperkenalkan dalam Bahasa Yunani kemudian diterjemahkan

kedalam Bahasa Suryani lalu ke dalam Bahasa Arab. Al-Ahwaniy

mengungkap penuturan al-Farabiy tentang asal muasal filsafat

sejak bangsa-bangsa kuno sampai pada orang Arab sebagai

berikut:

Konon ilmu tersebut pada zaman dahulu milik orang-orang Kaldan, penduduk Iraq. Lantas berpindah pada orang Mesir lalu berpindah lagi pada orang Yunani, beberapa kurun waktu kemudian, ilmu tersebut berpindah lagi pada orang-orang Arab. Semua yang tercakup dalam ilmu itu dirumuskan dalam bahasa Yunani, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Suryani lalu kedalam bahasa Arab. Ilmu yang mereka peroleh dari orang-orang Yunani itu pada umumnya mereka beri nama Hikmah dan Hikmah Terbesar.2

Jika kita memperhatikan dan memahami dengan baik

tentang perjalanan filsafat sebagaimana yang tampak dalam

ungkapan al-Farabiy, maka kita akan berkesimpulan bahwa

Filsafat (hikmah atau hikmah terbesar) adalah milik orang-orang

1 Murtada Mutahhariy, Fundamentals of Islamic Thoght, diterj. A. Rifa'i Hasan dan Yuliani, Tema-Tema Penting Filsafat Islam, (Bandung: Yayasan Muthahhary, 1993), 11-12.

2 Ahmad Fuad al-Ahwaniy, al-Falsafah al-Islamiyyah, (Kairo: al-Maktabah al-Thaqafiyyah, 1962), 4.

Page 3: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

3

Persia yang pada akhirnya masuk kedunia Islam pada zaman

Abbasiyah. Hal ini sejalan dengan sebuah hadith sebagaimana

yang direkam dan didokumentasikan dengan baik oleh At-

Tirmidzy dalam Sunan-nya.

Aَم?ُة= ?ِل Dَك Aَه?ااْل ?َح?ُّقJ ِب Dُث= َو?َج?َد?َه?ا َف?َه=َو? َأ Dَم=ْؤDِمAِنA َف?َح?ْي Zُة= اْل Dَم?ُة= َض?اْل DَحAَك اْل"Kalimat penuh hikmah adalah permata mu'min yang hilang, maka dimanapun hikmah itu ditemukan, maka hendaklah mengambilnya" 3

Penegasan hadith di atas menunjukkan bahwa Islam

mengakomodasi proses pencarian ilmu yang mengantarkan

seorang muslim dapat menjadi ahli ilmu yang jujur secara ilmiah

baik dalam bentuk konseputal maupun kontekstual dimana

proses perkembangan pengetahuan manusia dari pengetahuan

biasa ke arah pengetahuan ilmiah yang melibatkan cara dan

sistem-sistem tertentu, termasuk di dalamnya pengetahuan yang

dihasilkan dengan jalan filsafat.4 Penegasan ini secara implisit

menjelaskan bahwa cara dalam memperoleh pengetahuan yang

bersifat ilmiah dibutuhkan sebuah pengkajian metodologis

sebagai sebuah gambaran umum tentang proses atau cara untuk

menghasilkan pengetahuan ilmiah yang kemudian akan

dipaparkan lebih lanjut dalam tulisan ini.

Berdasar pada uraian di atas, maka permasalahan yang

akan dibahas dalam tulisan ini dibatasi pada “Cara

Memperoleh Ilmu; Tinjauan Filosofis” dalam usaha untuk

menjawab dua perkara yaitu; Bagaimana konsepsi teori Ilmu

3 Hadith ini Da’if, menurut at-Tirmidzy hadith ini merupakan hadith gharib dari sisi sanad dan matannya sebab tidak ditemukan kecuali dari sisi ini, dan didalmnya terdapat Ibrahim bin al-Fadl al-Madiniy al-Makhzumiy yang di da’ifkan akibat kelemahan hafalnya. Lihat: Sunan at-Tirmidzy, Kitab: Ilmu, Bab: Keutaman Fiqih dari Ibadah-ibadah Lainnya (Semarang: Toha Putra, T.Th), Jld. IV, 155.

4 Eko Marhaendy, Pengetahuan Manusia Secara Umum (Makalah, dipersentasekan pada Mata Kuliah Pendekatan dalam Pengkajian Islam (PDPI) Program Pasca Sarjana IAIN Sumut, Naskah tersebut diakses di www.ekomarhaendy.wordpress.com dikunjungi pada 15-Oktober-2010), 3.

Page 4: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

4

pengetehuan dan Bagaimana cara memperoleh Ilmu

pengetahuan?

Tulisan ini bermaksud untuk mengetahui cara perolehan

ilmu pengetahuan secara filosofis yang bertujuan untuk

mendapatkan pencerahan ilmiah. Pada sisi lain konsep teori Ilmu

dan cara memperoleh Ilmu pengetahuan dapat dijadikan sebagai

landasan dalam melakukan proses pencarian ilmu pengetahuan

guna menemukan kebenaran ilmu pengetahuan secara ilmiah.

Adapun Hirarki pembahasan dalam tulisan ini adalah

dengan mendahulukan pembahasan tentang keterangan-

keterangan epistemik-filosofis akan konsepsi teori ilmu

pengetahuan berdasarkan perdebatan-perdebatan filosofis para

filusuf ditinjau dari aspek epistemologinya yang bertujuan untuk

menampakkan perbedaan dan pertentangan teori –untuk tidak

mengatakan kekacauan epistemik- tentang cara atau cara

memperoleh ilmu pengetahuan untuk mencapai sebua

“kebenaran” ilmiah. Selanjutnya pembahasan difokuskan pada

uaraian tentang cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan secara

epistemic-folosofis.

Pembahasan

A. Konsepsi Teori Ilmu Pengetahuan

Berbicara tentangan cara atau cara memperoleh ilmu

pengetahuan, maka kita berbicara tentang epistemology dalam

filsafat ilmu yang disebut juga dengan istilah teori pengetahuan.

Epistemology memiliki obyek telaah yang bersifat penjelas atas

proses terbentuknya ilmu pengetahuan yang memunculkan

pertanyaa-pertanyaan utama seperti; bagaimana sesuatu itu

datang?, bagaimana kita mengetahuinya?, bagaimana

membedakannya dengan yang lain? Dan sebagainya.

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini adalah bentuk penegasan

Page 5: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

5

tentang hubungan sesuatu dengan situasi dan kondisi ruang

serta watu,5 ketika berbicara tentang epistemology ilmu, maka

harus dikaitkan dengan ontology ilmu dan aksiologinya misalnya;

ketika hendak membicarakan tentang ilmu alam yang apa

adanya yang terbatas pada lingkup pengalaman kita dimana

pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu untuk menjawab

permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari oleh

manusia, dan untuk digunakan dalam menawarkan pelbagai

kemudahan kepadanya. Pemecahan tersebut pada dasarnya

adalah dengan mengasumsikan, meramalkan dan mengontrol

gejala-gejala alam. Berdasaran landasan ontology dan aksiologi

seperti itu, maka dibutuhkan bangunan landasan epistemology

yang sesuai, sebab pada dasarnya persoalan utama yang sering

dihadapi oleh setiap epistemology pengetahuan adalah

bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan

memperhitungkan aspek ontology dan aksiologi masing-masing.6

Jadi dalam pandangan ini kekokohan epistemic dalam bangunan

ilmu pengetahuan terletak pada kebenaran cara tanpa

memishkannya dengan ontology dan aksiologi dari sautu

bangunan ilmu, sebagaimana yang dapat diilustrasikan secara

hirarki sebagai berikut;

5 Inu Kencana Syafiie, Pengantar Filsafat (Bandung : Rafika Aditama, 2007), 10.6 Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Sinar Harapan, 2001), 105-106. Yang selanjutnya ditulis Jujun, Filsafat Ilmu…

Page 6: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

6

Hirarki illustrasi bangunan ilmu pengetahuan di atas

menunjukkan bahwa ontology ilmu ditempatkan sebelum

epistemology dengan cara mengasumsikan “ada” realitas

kemudian ditambahkan epistemology untuk menjelaskan

bagaimana kita mengetahui realitas tersebut. Hirarki dari

bangunan ilmu pengetahuan tersebut – yang dalam istilah Keith

Lethrer – adalah teori dogmatic epistemology.7 Konsepsi dari

teori ini adalah dengan menempatkan ontology sebelum

epistemology.

Selain dari teori dogmatic epistemology terdapat pula

teori critical epistemology dimana teori ini merupakan bentuk

revolusi dari teori dogmatic epistemology yang dalam prosesnya

adalah menanyakan apa yang telah diketahui sebelum

menjelaskannya, artinya bahwa teori ini berada pada wilayah

mempertanyakan suatu pengetahuan awal secara kritis

kemudian diyakini, meragukan sesutu yang telah “ada” terlebih

dahulu sebelum kemudian menjelaskannya setelah terbukti

keber”ada”annya, dan berpikir dahulu sebelum meyakini dan

atau tidak meyakini kebenarannya.8 Konsepsi dari teori ini

menempatkan wilayah epistemic sebelum ontal sebagaimana

yang dapat dillustrasikan secara hirarki sebagai berikut:

7 Muhammad Adib, Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), 76. Selanjutnya ditulis Adib, Filsafat Ilmu…8 Ibid., 77.

Page 7: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

7

Subyektifitas dan obyetifitas kebenaran ilmu merupakan

hasil dari suatu bangunan ilmu yang memiliki ketergantungan

pada kebenaran teori, cara dan cara memperolehnya. teori ilmu

yang diterapkan oleh Para filusuf kuno tergolong masih sangat

premature dimana mereka mencari unsur-unsur atau entitas-

entitas yang dikandung oleh semua benda dengan menggunakan

pertimbagan-pertimbangan empiris atau hasil-hasil pengamatan

yang mendalam terhadap entitas-entitas tersebut yang dapat

mendukung penjelasan yang satu atau yang lainnya. Mereka

mendasaran jawaban mereka sedapat mungkin pada landasan-

landasan epistemic dengan mempertimbangkan jenis-jenis apa

yang dapat dimengerti secara sungguh-sungguh, sebagaimana

halnya yang berdasar pada empiris dengan mempertimbangkan

jenis-jenis entitas abadi yang mungkin dapat diperoleh dari dan

atau dalam pengalaman.9

Secara umum dapat dinyatakan bahwa prematurisme

konsep teori ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh para filusuf

klasik kuno didasarkan pada lima kemampuan yaitu; (1)

Pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman, (2)

pengetahuan dari hasil pengalaman tersebut diterima sebagai

suatu fakta dengan sikap receptive mind, dan jika terdapat

keterangan-keterang epistemic tentang fakta-fakta tersebut,

maka keterangan-keterangan tersebut adalah mitologi (mistis,

magis dan religious), (3) kemampuan menemukan abjad dan

bilangan alam yang menunjukkan terjadinya tingkat abstraksi

pemikiran, (4) kemampuan menulis, menghitung dan menyusun

kalender merupakan bentuk sintesis dari hasil abstraksi, (5)

9 Jerome R Ravertz, The Philosophy of Science (Oxford University Press, 1982) diterj. Saut Pasaribu, Filsafat Ilmu Sejarah & Ruang Lingup Bahasan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 92-93. Yang selanjutnya ditulis Jerome, The Philosophy of Science…

Page 8: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

8

kemampuan meramalkan peristiwa-peristiwa fisis atas dasar a

priori seperti hujan, gerhana dan sebagainya.10

Perbedaan-perbedaan para filusuf klasik Yunani pra-

Sokratik tentang konsepsi teori ilmu pengetahuan terletak pada

pendalam pengamatan empirisme mereka terhadap entitas-

entitas dari benda-benda yang ada tidak dapat diilekkan, dalam

pandangan Parmenidas misalanya bahwa “segala bentuk

perubahan merupakan penampakan sementara yang berada

dibalik hubungan timbal-balik dari realitas-realitas yang lebih

dalam dan tidak berubah”, semantara Hiraklitus berada pada

kutub yang lebih ekstrim yang menyatakan bahwa “sejauh

pengetahuan manusia semua bersifat mitologi sebab secara

empiris pengetahuan itu berubah terus menerus,11 dan apa pun

yang berada dalam waktu selalu fana dan keabadian bukanlah

sesuatu yang tidak berubah disepanjang waktu yang terbatas,

akan tetapi dia adalah eksistensi yang berada diluar seluruh

proses temporal”.12

Para filususf pra-Sokratik memfokuskan diri pada

pencarian secara empiric tentang arche (unsure induk)13 yang

dianggap sebagai asal kejadian segala sesuatu dengan

melakukan pengamatan empiris secara medalam terhadap

fenomena-fenomena alam sehingga menghasilkan beberapa

konsep tentang asal-usul alam dalam segala bentuk jenis, entitas

dan geraknya. Konsep-konsep yang mereka hasilkan dari hasil

pengamatan empiris tersebut pun berbeda anatara satu dengan 10 A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 194. Yang selanjutnya ditulis A.Fuad, Filsafat Ilmu…11 Jerome, The Philosophy of Science…94.12 Bernard Russell, History of Western Philosophy and its Connection with Political and Social Circumstances From the Earliest Time to Present Day (London: George Allen and UNWIN, 1946). Diterj. Sigit Jatmiko dkk., Sejarah Filsafat Barat; dan Kaitannya dengan Kondisi Sosial-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 61. Yang selanjutnya ditulis Bernard, History of Western Philosophy...13 A. Fuad, Filsafat Ilmu, 195.

Page 9: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

9

lainnya dimana dalam pandangan Thales sebagaimana yang

diungkapan oleh Aristotales bahwa “air adalah substansi dasar

yang membetuk segala sesuatu dan ia mengatakan bahwa bumi

terapung di atas air, dan bahwa magnet memiliki nyawa karena

dapat menggerakan besi”.14 Russell memandang bahwa

pendapat ini – tentang air sebagai asal dari segala sesuatu –

dapat dianggap sebagai bentuk hipotesis ilmiah yang tidak

dapat dianggap sebagai pendapat tolol sebab dua pulu tahun

yang lalu15 telah ditemuan bahwa segala sesuatu terbuta dari

hydrogen dimana dua pertiganya adalah air.16 Pada bagian lain

Anaximanders berpendapat bahwa “arch itu adalah Substansi

yang tidak terbatas, abadi, dan tak mengenal usia, substansi

asali itu dibentuk menjadi pelbagai subtansi yang kita kenal dan

kemudian substansi-substansi tersebut ditransformasikan antara

satu dengan lainnya menjadi substansi lain”, sehingga dalam

kesimpulannya bahwa “dunia kita ini adalah salah satu diantara

dunia-dunia yang ada dan dunia tidak diciptakan namun lahir

dari evolusi yang merupakan bentuk transformasi dari pelbagai

substansi dari substansi tak terbatas tersebut”.17 Sementara itu

Phytagoras memandang bahwa “substansi asal dari segala

sesuatu adalah bilangan”, pandangan Phytagora ini disandarkan

pada music dan hubungan yang dibangun anatara music dan

matematika.18

Secara umum dapat dinyatakan bahwa konsep teori ilmu

pengetahuan pada periode ini dapat dibagi kedalam empat

tahapan yaitu; (1) Pengamatan atas pengalaman dan benda-

benda yang mengitari ruang dan waktu dimana sang filusuf

14 Bernard, History of Western Philosophy..., 33.15 Yaitu dua puluh tahun dari tahun dimana Bernarnd Russell hidup dan menyusun karyanya yang berjudul History of Western Philosophy…16 Bernard, History of Western Philosophy…,33.17 Ibid., 34-35.18 Ibid., 46.

Page 10: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

10

tersebut berada, (2) memanfatkan kemampuan penalaran

terhadap hubungan-hubungan antar substansi secara abstraktif,

(3) melakukan hipotesis atas dasar hubungan-hubungan abstrak

antar substansi, (4) memberikan kesimpulan spekulatif

berdasarkan tiga tahapan sebelumnya secara deduktif.

Teori ilmu pengetahuan dan cara memperolehnya dalam

perkembangan berikutnya tidak begitu signifikan dari periode

sebelumnya dimana pertimbangan-pertimbangan ontologis,

epistemologis dan empiris masih sangat mendominasi. Sekalipun

konstruksi mengenai teori-tori fundamental ilmu di seputar

konsep, dan pola yang dilakukan oleh Plato dengan meminjam

teori geometri begitu tampak pada periode ini dan bahkan

memberikan pengaruh pada teori ilmu pengetahuan modern,

pada logika dan metematik jerman dan sesudahnya,19 artinya

bahwa tori ilmu pengetahuan dari masa filusuf klasik hingga

modern memiliki bangunan kesinambungan yang saling

memeberi pengaruh antara satu dengan yang lain, dan atau

saling menghapus antara satu dengan yang lain, dan atau saling

menyempurnakan anatara satu dengan yang lain, sekalipun

dalam kesempurnaannya masih terdapat pertentangan-

pertentangan yang sangat mencolok antara kelompok

empirisme, rasionalisme, skeptisisme, kritisisme, analitisme,

strukturalisme dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

seseorang yang ingin menemukan pengetahuan, maka sebagai

langka awal dia terlebih dahulu harus mempelajari teori-teori

pengetahuan dalam perkembangan pengetahuan. Karena itu,

usaha yang harus dia lakukan pertama kali adalah menegaskan

tujuan pengetahuan, sebab pengetahauan tidak akan mengalami

perkembangan dan perubahan apabila tujuan dari pengetahuan 19 Jerome, The Philosophy of Science…94.

Page 11: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

11

tersebut tidak diketahui dan dipahami. Karena pada prinsipnya

ilmu adalah usaha untuk menginterpretasikan gejala-gejala

dengan mencoba mencari penjelasan tentang berbagai

kejadian,20 artinya fenomena ini baik berupa pengamatan empiric

maupun penalaran rasio memerlukan teori sebagai landasan

keterpahaman sesuatu yang dapat disebut sebagai ilmu

pengetahuan.

B. Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

Pada pembahasan terdahulu telah ditegaskan bahwa

untuk menemukan sesuatu yang bernama ilmu pengetahuan,

maka tujuan dari ilmu pengetahuan tersebut harus ditentukan

terlebih dahulu dengan menggunakan berbagai cara dalam

memperolehnya. Adapun cara untuk dapat memperoleh ilmu

pengetahuan dan menentukan kebenaran ilmu pengetahuan

secara filosofis terdiri dari:

1. Cara Empirik

Yang dimaksud dengan cara empirik yaitu pengetahuan

yang didapatkan melalui pengalaman inderawi dan akal

mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman dengan

cara induksi.21

Dalam cara ini terdapat beberapa unusur yaitu subyek,

obyek dan hubungan antara subyek dan obyek.22 Subyek adalah

yang menegatahui atau manusi itu sendiri sebab manusia 20 Jujun, Filsafat Ilmu...11321 Surajiyo, Filsafat Ilmu; Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 66. Induksi atau induktif adalah cara kerja ilmu-ilmu empiris yang mendasarkan diri pada pengamatan atau eksperimen untuk sampai kepada pengetahuan yang umum tak terbantahkan, pengetahuan semacam ini adalah pengetahuan a posteriori. Lihat. A. Soni Keraf dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan; Sebuah Tinjauan Filosofis (Yogyakarta : Kanisus, 2001), 55. Selanjutnay ditulis Keraf, Ilmu Pengetahuan…22 Adib, Filsafat Ilmu..., 75.

Page 12: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

12

sejatinya adalah knower dimana dalam diri setiap manusia

terdapat kampuan untuk dapat mengetahui (dalam arti luas),

kemampuan-kemampuan tersebut adalah; (a) Kemampuan

kognitif, yaitu; kemampuan untuk menegtahu –dalam artinya

secara luas dan lebih mendalam seperti; mengerti, memahami

dan menghayati – dan mengingat apa yang diketahui. Landasan

kognitifitas manusia adalah rasio atau akal. Kemampuan kognitif

manusia bersifat netral. (b) kemampuan afektif yaitu

kemampuan untuk merasakan tentang apa yang diketahuinya

seperti rasa cinta, indah dan sebagainya. kemampuan afektif

berlandas pada rasa tau qalbu dan disebut pula dengan hati

nurani, kemampuan ini bersifat tidak netral. (c) kemampuan

konatif yaitu kemampuan untuk mencapai apa yang dirasakan,

kemampuan ini menjadi daya dorong untuk mencapai (atau

menjauhi) segala apa yang diditekan oleh rasa.23 Adapun obyek

adalah yang diketahui baik bersifat a priori maupun a posteriori

dan terakhir adalah proses terjadinya hubungan anatara subyek

dan obyek.24

Cara ini memberikan arti bahwa seluruh konsep dan idea

yang kita anggap benar sesungguhnya bersumber dari

pengalaman dengan obyek yang ditangkap oleh panca indera

khususnya yang bersifat spontan dan langsung, sehingga dengan

cara ini panca indera memiliki peranan penting dalam tiga hal;

(a) bahwa seluruh preposisi yang kita ucapkan merupakan bentu

manifestasi laporan dari pengalaman atau yang disimpulan

pengalaman. (b) bahwa konsep atau idea tentang sesuatu tidak

23 Soetriono dan Rita Hanafi, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian (Yogyakarta: ANDI, 2007), 101-102.24 Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan; Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), 61. Cara ini dapat berubah menjadi lebih ekstrim apabila dipahami bahwa satu-satunya yang dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan jika kebenarannya dapat dilacak dan diklarifikasi secara empiric. Pemahaman semacam ini dapat mengarah kepada bentuk “Empirisme Radikal”.

Page 13: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

13

dapat diperoleh kecuali didasarkan pada apa yang diperoleh dari

pengalaman. (c) akal budi atau rasio hanya dapat berfungsi jika

memiliki acuan realitas.25 Artinya dengan cara ini dapat

dinyatakan bahwa credential (keterpercayaan) konsep ilmiah

atau teori apapun bergantung pada suatu tingkat substansi

berbasis empiris.26

2. Cara Rasional

Cara Rasional adalah cara yang menjelaskan hubungan-

hubungan rasional yang memberi penjelasan ilmiah ciri-khas

keterpahaman (intelegibility) yang khas,27 penggunaan rasio

dalam menperoleh pengetahuan menjadi sandaran cara ini

dimana akal atau rasio yang memenuhi sayarat yang dituntut

oleh sifat umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat yang

digunakan dalam seluruh cara ilmiah.28

Cara ini menjadikan matematika dan ilmu ukur sebagai

model bagi pengetahuan manusia, cara ini menunjukkan sebuah

penjelasan bahwa dalam diri manusia terdapat idea-idea bawaan

tertentu yang telah ada sejak awal yang diperoleh bukan dari

pengalaman, artinya bahwa manusia berpikir dalam rangka

prinsip-prinsip pertama yang terbukti dengan sendirinya,29 sebab

panca indera dan pengalaman hanya dapat memberi informasi

tentang obyek khusus yang terbatas dan tidak tetap sehingga

tidak dapat memberi pengetahuan yang bersifat universal.30

Jadi, pengetahuan hanya dapat ditemukan dalam dan

dengan bantuan akal budi (rasio). Dengan cara ini, maka proses

pengetahuan manusia adalah dengan mendeduksikan,

menurunkan, pengetahuan-pengetahuan particular dari prinsip-

25 Keraf, Ilmu Pengetahuan…, 49-50.26 Jerome, The Philosophy of Science…135.27 Ibid., 136.28 Surajiyo, Ilmu Filsafat…, 66.29 Keraf, Ilmu Pengetahuan …, 47.30 Ibid.

Page 14: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

14

prinsip umum, atau dengan kata lain bahwa pengetahuan

manusia harus mulai dari aksioma-aksioma yang telah terbukti

dengan sendirinya, dan dari situ ditarik teorema-teorema

sedemikian rupa sehingga kebenaran aksioma menjadi

kebenaran teorma.31

Penjelasan ini memberikan gambaran bahwa kemampuan

akal budi (rasio) manusialah yang dapat digunakan untuk dapat

menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum tertentu dalam

benaknya. Oleh karenanya logika silogisme menjadi sangat

penting dalam menggunakan cara ini.

Fungsi dari kemampuan rasio manusia dalam

memperoleh ilmu pengetahuan dapat dibagi kedalam dua bagian

yaitu; higher reason (rasio tertinggi) dan lower reason (rasio

terendah), hasil ilmu pengetahuan yang dapat diperoleh dari

keduanya berbeda dimana higher reason menghasilkan ilmu

pengetahuan akan suatu kebenaran yang berkaitan dengan

kekalan yang disebut juga dengan sapientia atau wisdom

sementara lower reason menghasilkan ilmu pengetahuan akan

suatu kebenaran yang bersifat temporal yang disebut juga

dengan scientia atau knowledge.32

3. Cara Kontemplatif

Cara ini memandang bahwa cara empiris dan rasional

memiliki keterbatasan, sehingga pengetahuan yang dihasilkan

pun berbeda dan masing-masing bersifat temporal, maka untuk

menajamkan hasil dari kedua cara tersebut dibutuhkan

penajaman kemampuan akal yang disebut intuisi, pengetahuan

31 Ibid., 4832 Andre Winoto, Augistine’s Theory of Knowledge (www.buletinpillar.org, 03-04-2010), 1.

Page 15: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

15

yang diperoleh lewat intuisi dapat diperoleh secara

kontemplatif.33

Cara kontemplatif dalam memperoleh pengetahuan

bersifat sangat indivdualistik sebab pengetahuan yang

dihasilkannya tersebut adalah pengetahuan yang tercerahkan

dari percikan sinar pengetahuan Tuhan (al-hikmah al-Ilahiyyah).34

Hariri Shrazi menerangkan bahwa intusi (fitrah) bukan semata-

mata kolam atau waduk yang menerima penegtahuan, akan

tetapi pengetahuan ini murni muncul dari dalam diri manusia itu

sendiri dan bukan dari luar, maka mata fitrahlah yang melihat

pengetahuan itu dan kemudian lidahnya mengucapkan atau

menjelaskan pengetahuan tersebut.35

Cara ini tidak hanya dipahami bahwa ilmu pengetahuan

yang dihasilkannya bersifat mitologi-spekulatif , tetapi dalam arti

yang lebih luas dimana cara kontemplatif menuju kebenaran

pengetahuan secara epistemic dapat melalui beberapa tahapan

yang didalmnya menjadikan kesadaran empiric-rality dan

cognitive-reasion sebagai tahapan awal dengan cara kerjanya

yang khas yaitu; (a) empiris inderawi adalah sebagai jalan

masuknya sensation dengan merasakan setiap bentuk realitas

yang dirasakan dan diamatinya, selanjutnya (b) sensation yang

masuk melalui pengamatan dan pengalaman tersebut

dikumpulkan, digabungkan, dipilah, dinalar dengan

menggunakan kemampuan rasio melalui proses penilaian

terhadap obyek fisis yng diketahui melalui penginderaan dan

atau pengalaman, tahapan ini selanjutnya disebut dengan

tahapan cognition, selanjutnya (c) tahapan yang diberlakukan

33 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta : Rajawali Press, 2010), 155.34 Al-Gazali, al-Munqiz} min al-D{ala>l, diterj. Masyhur Abadi, Setitik Cahaya dalam Kegelapan (Surabaya: Progressif, 2002), 32.35 Muhyiddin Hairi Shirazi, Mans Dual Inclination; An Islamic Approach. Diterj. Eti Triana dan Ali Yahya, Tikai Ego dan Fitrah (Jakarata: Al-Huda, 2010), 71.

Page 16: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

16

atas realitas yang telah dikognisikan dalam rasio tersebut

kemudian dikontemplasikan dengan eternal truth pada tahapan

ini kemudian apa yang dilihat, dirasa dan dipikirkan menjadi

sebuah ilmu pengetahuan yang disebut dengan intellection.36

Pada tahapan yang terakhir ini the truth information (al-Khabar

al-Shadiq) dan otoritative information (informasi otoritas)

memiliki peranan penting untuk kemudian dilakukan dialektika

baik itu persifat tekstual, intertekstual, kontektual maupun

interkontekstual yang dapat membatu menghasilkan kesimpulan

pada ranah truth knowledge (Kebenaran Ilmu).

4. Cara Ilmiah

Cara ilmiah merupakan salah satu acara atau prosedur

dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu, dimana

ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat cara ilmiah.

Cara ilmiah merupakan ekspresi tentang cara bekerja pikiran

yang diharapkan mempunyai karakteristik tertentu berupa sifat

rasional dan teruji sehingga ilmu yang dihasilkan bisa

diandalkan. Dalam hal ini cara ilmiah mencoba menggabungkan

cara berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris) dalam

membangun pengetahuan. Teori ilmu merupakan suatu

penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek yang

dijelaskannya, dengan didukung oleh fakta empiris untuk dapat

dinyatakan benar. Cara rasional yang digabungkan dengan cara

empiris dalam langkah menuju dan dapat menghasilkan

pengetahuan inilah yang disebut cara ilmiah. Jadi, cara ilmiah

dianggap sebagai cara terbaik untuk mendapatkan pengetahuan

karena cara ini menggunakan pendekatan yang sistematis,

obyetif, terkontrol, dan dapat diuji, yang dilakukan melalui cara

36 Andre Winoto, Augistine’s Theory of Knowledge (www.buletinpillar.org, 03-04-2010), 2.

Page 17: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

17

empiris maupun rasional atau dengan kata lain dilakukan

berdasarkan prinsip-prinsip induktif dan dedutif.

Penggabungan anatara cara rasional dan empiris dilakukan

dengan menggunkan langkah-langkah oprasional yang disebut

cara ilmiah dimana dalam cara ini rasionalitas menyusun

pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sementara

empiris memisahkan anatara fakta yang sesuai dengan yang

tidak. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa seluruh bentuk

teori yang dapat diterima secara ilmiah harus memenuhi dua

syarat utama yaitu; (a) memiliki konsistensi a prioriative yang

memungkinkan tidak terjadinya kontaradiksi dalam teori

keilmuan secara umum, (b) harus sesuai dan sejalan dengan

fakta-fakta empiris,37 artinya bahwa teori dalam scientific

knowledge (ilmu pengetahuan ilmiah) merupakan sekumpulan

preposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberikan

penjelasan tentang sejumlah fakta dan fenomena38dimana

hubungan-hubungan antar preposisi tersebut dapat diperiksa

kebenarannya diantara fenomena agar dapat diberlakukan

secara universal pada fenomena lain yang sejenis dengan proses

yang demikian dapat menghasilkan sebuah prinsip ilmiah dimana

sebuah preposisi yang mengandung kebenaran umum

didasarkan pada fakta dan fenomena yang telah diamati.39

Dalam pandangan Ahmad Tafsir bahwa cara ilmiah tidak

datang dengan sesuatu yang baru, tetapi hanya mengulangi

ajaran positivisme secara lebih oprasional, dimana dalam ajaran

positivisme menyatakan bahwa kebenaran sesuatu harus

bersifat logis, terbukti secara empiris, dan terukur secara

oprasional, kuantitatif dan tidak mengundang perbedaan

pendapat. Dengan demikian cara ilmiah harus melalui langkah 37 Jujun, Filsafat Ilmu …, 124.38 The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Liberty, 2010), 145.39 Ibid., 144.

Page 18: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

18

yang disebut logico-hypothetico-verivicartive dengan mula-mula

membuktikan bahwa hal tersebut logis, kemudian mengajukan

hipotesis terhadap logika tersebut, kemudian melakukan

pembuktian hipotesis tersebut secara empiris.40

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat dinyatakan

bahwa cara dalam memperoleh ilmu pengetahuan secara ilmiah

harus melalui prosedur-prosedur khusus. Adapun kata kunci dari

prosedur-prosedur tersebut adalah; (a) Logis, (b) Empirik, (c)

kejelasan teori atau epistemik, (d) oprasional dan spesifik, (e)

hypotethik, (e) verivikative, (f) sistematis, (g) memperhatikan

validitas dan realibilitas, (h) obyektif, (i) skeptik, (j) kritis, (k)

analitik, (l) kontemplatif.

Kesimpulan

Dari seluruh uraian terdahulu merupakan hasil

pembacaan dari berbagai literature untuk menemukan titik temu

atas pelbagai konsep dan teori tentang cara memperoleh ilmu

pengetahuan yang ditawarkan oleh berbagai penulis dan

penyusun yang berasal dari pelbagai latar belakang keilmuan

yang dijalani secara empiric, rasional, kontemplatif untuk

mendapatkan sebuah hasil pembahasan yang bersifat ilmiah

melalui pelbagai diskusi yang bersifat verivikatif.

Konsepsi tentang tori ilmu pengetahuan dari masa filusuf

klasik hingga modern memiliki bangunan kesinambungan yang

saling memeberi pengaruh anatara satu dengan yang lain dan

atau saling menghapus antara satu dengan yang dan atau saling

menyempurnakan anatra satu dengan yang lain, sekalipun

dalam kesempurnaannya masih terdapat pertentangan-

pertentangan yang sangat mencolok antara kelompok dan

40 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), 32-33.

Page 19: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

19

mazhab filsafat. Dengan demikian, Maka seseorang yang ingin

menemukan pengetahuan terlebih dahulu ia harus mempelajari

teori-teri pengetahuan sebagai langka awal dalam

perkembangan pengetahuan. Karena itu, usaha yang harus dia

lakukan pertama kali adalah menegaskan tujuan pengetahuan,

sebab pengetahauan tidak akan mengalami perkembangan dan

perubahan apabila tujuan dari pengetahuan tersebut tidak

diketahui dan dipahami, karena pada prinsipnya ilmu adalah

usaha untuk menginterpretasikan gejala-gejala dengan mencoba

mencari penjelasan tentang berbagai kejadian baik secara

pengamatan empiric maupun rasional yang memerlukan teori

sebagai landasan keterpahaman sesuatu yang dapat disebut

sebagai ilmu pengetahuan.

Diantara cara-cara yang dapat digunakan dalam

memperoleh pengetahuan adalah; (a) Cara Empiris, (b) Cara

Rasional, (c) Cara Kontemplatif, (d) Cara Ilmiah. Dari keempat

cara ini, maka cara ilmiah dianggap sebagai cara yang paling

komprehensif sebab dapat menyatukan keseluruhan cara dalam

bingkai oprasional sistematik dengan menggunakan kata kunci;

(a) Logis, (b) Empirik, (c) kejelasan teori, (d) oprasional dan

spesifik, (e) hypotethik, (e) verivikative, (f) sistematis, (g)

memperhatikan validitas dan realibilitas, (h) obyektif, (i) skeptik,

(j) kritis, (k) analitik, (l) kontemplatif.

Bibliografi

Adib, Muhammad. Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.

al-Ahwaniy, Ahmad Fuad. al-Falsafah al-Islamiyyah. Kairo: al-Maktabah al-Thaqafiyyah, 1962.

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta : Rajawali Press, 2010.Gie, The Liang. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberti, 2010.Al-Gazali. al-Munqiz min al-Dalal. Diterj. Masyhur Abadi, Setitik

Cahaya dalam Kegelapan. Surabaya: Progressif, 2002.

Page 20: Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

20

Hanafi, Soetriono dan Rita. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: ANDI, 2007.

Ihsan, A. Fuad, Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.Keraf, A. Soni dan Mikhael Dua. Ilmu Pengetahuan; Sebuah

Tinjauan Filosofis. Yogyakarta : Kanisus, 2001.Marhaendy, Eko. Pengetahuan Manusia Secara Umum. Makalah,

dipersentasekan pada Mata Kuliah Pendekatan dalam Pengkajian Islam (PDPI) Program Pasca Sarjana IAIN Sumut, Naskah tersebut diakses di www.ekomarhaendy.wordpress.com dikunjungi pada 15-Oktober-2010.

Mutahhariy, Murtada. Fundamentals of Islamic Thoght. Diterj. A. Rifa'i Hasan dan Yuliani, Tema-Tema Penting Filsafat Islam. Bandung: Yayasan Muthahhary, 1993.

Ravertz, Jerome R. The Philosophy of Science (Oxford University Press, 1982). Diterj. Saut Pasaribu, Filsafat Ilmu Sejarah & Ruang Lingup Bahasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Russell, Bernard. History of Western Philosophy and its Connection with Political and Social Circumstances From the Earliest Time to Present Day (London: George Allen and UNWIN, 1946). Diterj. Sigit Jatmiko dkk., Sejarah Filsafat Barat; dan Kaitannya dengan Kondisi Sosial-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Shirazi, Muhyiddin Hairi. Mans Dual Inclination; An Islamic Approach. Diterj. Eti Triana dan Ali Yahya, Tikai Ego dan Fitrah. Jakarata: Al-Huda, 2010.

Suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan; Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.

Surajiyo. Filsafat Ilmu; Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan, 2001.

Syafiie, Inu Kencana. Pengantar Filsafat. Bandung : Rafika Aditama, 2007.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.

al-Tirmidhiy, Muhammad bin ‘Isa. Al-Jami’ al-Tirmidhiy. Semarang: Toha Putra, T.Th, Jld. IV.

Winoto, Andre. Augistine’s Theory of Knowledge. www.buletinpillar.org, 03-04-2010.