buletin nahdlatul qolam edisi 1

2
T Bagi pembaca buletin Nahdlatul Qolam yang ingin bertanya lebih lanjut terkait kolom kajian Fathul Qorib atau lainnya. Silahkan mengirimkan pertanyaannya ke email : [email protected] KH. Abdul Wahid Hasyim adalah putra ke 5 dari KH. Hasyim Asy’ari, lahir pada 1 Juni 1914 M, wafat 19 April 1953. Ia mempunyai otak sangat cerdas. Pada usia kanak-kanak ia sudah pandai membaca al-Qur’an, dan bahkan sudah khatam al-Qur’an ketika masih berusia tujuh tahun. Pada usia 18 ia pergi ke Mekkah untuk melanjutkan menuntut ilmu. Sebagai sh seorang santri pendidik agama, fokus utama pemikirannya ialah peningkatan kualitas sumberdaya umat Islam. Upaya peningkatan kualitas tersebut menurutnya, dilakukan melalui pendidikan khususnya pesantren. Awalnya, pesantren berkosentrasi pada urusan ukhrawiyah dan menolak pelajaran umum karena dianggap tabu serta identik dengan penjajah. Wahid Hasyim, meski tidak pernah mengenyam pedidikan modern, wawasan berfikirnya cukup luas khususnya sosial dan pendidikan. Ia mengusulkan perubahan metode pengajaran, usulan itu antara lain sistem bandongan diganti sistem tutorial sistematis. Ia imbangi pula dengan mendirikan perpustakaan. Hal ini merupakan kemajuan luar biasa yang terjadi pada pesantren ketika itu. Proses belajar mengajar berorientasi pada murid, sehingga potensi yang dimiliki akan terwujud. Ia sangat berharap lulusan pesantren tidak hanya memiliki kemampuan di bidang agama, tapi juga kemampuan umum yang dapat bermanfaat bagi bangsanya. Pada 5 April 2014, KMNU IPB bersama warga sekitar menghadiri majlis diba’iyah di masjid Al-Wustho Babakan Tengah, Dramaga, Bogor. Majlis tersebut juga diisi pengajian umum oleh Habib Nauval Kamal Alaydrus. Beliau menjelaskan anak muda zaman sekarang penting meningkatkan kecintaan kepada Allah dan Rasul untuk menghindari godaan dan hawa nafsu di dunia EVENT KMNU Hari Kartini dan Maknanya Raden Adjeng Kartini, lahir 21 April 1879, seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara saat itu. Kartini menjadi sang pahlawan Nasional Indonesia sebagai pelopor perjuangan kaum perempuan. Begitu kuat keinginan kartini untuk melawan budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan saat itu, yakni perempuan tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki- laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu. Kartini berjuang melalui jalan yang dipilihnya, dengan menulis ide dan cita-citanya. Dia hanya ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Semua itu atas dasar Ketuhanan, Kebijaksanaan, Keindahan, peri kemanusiaan, dan cinta tanah air. Kartini menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sebelumnya sudah pernah memiliki 3 istri. Kartini menuruti keingian ayahnya untuk menikah PERGESERAN MAKNA KESAMAAN GENDER (Memperingati Hari Kartini) dan membatalkan impiannya sekolah di Betawi. Keputusan tersebut dipilih karena menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku. Perubahan pemikiran Kartini tersebut menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan egonya dan menjadi manusia yang mengutamakan transendensi. Sungguh, perjuangan mulia Kartini hanya semata ingin menyadarkan kepada manusia, bahwa wanita tidak hanya sekedar wanita. Wanita berhak mendapat hak-haknya dan mampu menjadi sosok yang luar biasa, namun tidak lepas dari qodratnya sebagai wanita. selanjutya..

Upload: kmnu-ipb

Post on 26-Jul-2015

57 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Buletin Nahdlatul Qolam Edisi 1

T

Bagi pembaca buletin Nahdlatul Qolam yang ingin bertanya lebih lanjut terkait kolom kajian Fathul Qorib atau lainnya. Silahkan mengirimkan pertanyaannya ke

email : [email protected]

KH. Abdul Wahid Hasyim adalah putra ke 5 dari KH. Hasyim Asy’ari, lahir pada 1 Juni 1914 M, wafat 19 April 1953. Ia mempunyai otak sangat cerdas. Pada usia kanak-kanak ia sudah pandai membaca al-Qur’an, dan bahkan sudah khatam al-Qur’an ketika masih berusia tujuh tahun. Pada usia 18 ia pergi ke Mekkah untuk melanjutkan menuntut ilmu. Sebagai sh seorang santri pendidik agama, fokus utama pemikirannya ialah peningkatan

kualitas sumberdaya umat Islam. Upaya peningkatan kualitas tersebut menurutnya, dilakukan melalui pendidikan khususnya pesantren.

Awalnya, pesantren berkosentrasi pada urusan ukhrawiyah dan menolak pelajaran umum karena dianggap tabu serta identik dengan penjajah. Wahid Hasyim, meski tidak pernah mengenyam pedidikan modern, wawasan berfikirnya cukup luas khususnya sosial dan pendidikan. Ia mengusulkan perubahan metode pengajaran, usulan itu antara lain sistem bandongan diganti sistem tutorial sistematis. Ia imbangi pula dengan mendirikan perpustakaan. Hal ini merupakan kemajuan luar biasa yang terjadi pada pesantren ketika itu. Proses belajar mengajar berorientasi pada murid, sehingga potensi yang dimiliki akan terwujud. Ia sangat berharap lulusan pesantren tidak hanya memiliki kemampuan di bidang agama, tapi juga kemampuan umum yang dapat bermanfaat bagi bangsanya.

Pada 5 April 2014, KMNU IPB bersama warga sekitar menghadiri majlis diba’iyah di masjid Al-Wustho Babakan Tengah, Dramaga, Bogor. Majlis tersebut juga diisi pengajian umum oleh Habib Nauval Kamal Alaydrus. Beliau menjelaskan anak muda zaman sekarang penting meningkatkan kecintaan kepada Allah dan Rasul untuk menghindari godaan dan hawa nafsu di dunia

EVENT KMNU

Hari Kartini dan Maknanya Raden Adjeng Kartini, lahir

21 April 1879, seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara saat itu. Kartini menjadi sang pahlawan Nasional Indonesia sebagai pelopor perjuangan kaum perempuan. Begitu kuat keinginan kartini untuk melawan budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan saat itu, yakni perempuan tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu. Kartini berjuang melalui jalan yang dipilihnya, dengan menulis ide dan cita-citanya. Dia hanya ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Semua itu atas dasar Ketuhanan, Kebijaksanaan, Keindahan, peri kemanusiaan, dan cinta tanah air.

Kartini menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sebelumnya sudah pernah memiliki 3 istri. Kartini menuruti keingian ayahnya untuk menikah

PERGESERAN MAKNA KESAMAAN GENDER (Memperingati Hari Kartini)

dan membatalkan impiannya sekolah di Betawi. Keputusan tersebut dipilih karena menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku. Perubahan pemikiran Kartini tersebut menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan egonya dan menjadi manusia yang mengutamakan transendensi.

Sungguh, perjuangan mulia Kartini hanya semata ingin menyadarkan kepada manusia, bahwa wanita tidak hanya sekedar wanita. Wanita berhak mendapat hak-haknya dan mampu menjadi sosok yang luar biasa, namun tidak lepas dari qodratnya sebagai wanita.

selanjutya..

Page 2: Buletin Nahdlatul Qolam Edisi 1

Istinja’ yakni membersihkan diri dari buang air kecil besar dengan menggunakan air, batu atau benda keras, atau menggunakan batu lalu dibilas dengan air. Adapun adab atau tata cara beristinja’ diantaranya: 1) Tidak menghadap arah qiblat/membelakangi saat di lapang 2) Adanya penutup 3) Dilarang berbicara 4)Tidak melakukan di bawah pohon (yang berbuah) 5) Tidak menghadap atau membelakangi arah matahari/bulan 6) Tidak pada tempat yang airnya tergenang 7) Tidak pada tempat yang aliran airnya kecil 8) Serta tidak di tempat orang berkumpul.

Istinja’ dengan benda (istijmar) seperti batu dan semacamnya, kriterianya adalah benda padat (tidak cair atau gel), suci, dapat menyerap/menghilangkan kotoran, sehingga kotorannya lepas atau terangkat dari “jalan keluarnya (dubur)”, misalkan menggunakan batu (bukan benda yang berharga, seperti batu permata) (wahbah zuhaili, al-fiqhul islami wa adillatuhu, hal. 195).

Bagaimana jika menggunakan tissu? Menggunakan tissu kering diperbolehkan, karena dapat menyerap/menghilangkan kotoran denga sedangkan tisu basah dapat digunakan setelah duburnya dibersihkan dengan menggunakan tisu kering dan alangkah baiknya disempurnakan menggunakan air.

Negara Indonesia disebut sebagai bumi sejuta sholawat, karena majlis-majlis sholawat bermunculan mulai dari mushola di desa-desa hingga di kota-kota besar. Tak luput, kampus IPB juga mempunyai majlis sholawat yang diselenggarakan oleh KMNU IPB. Majlis sholawat sangat dianjurkan, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an :

“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi, dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS. Al-Ahzab : 56)

Selain itu, majlis sholawat mempunyai banyak fadhlilah, diantaranya yaitu orang yang bersholawat menjadi orang yang paling berhak mendapatkan syafaat Nabi SAW, seperti sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadist berikut :

Diriwayatkan dariI bnu Mas’ud Ra bahwaRasulullah Saw bersabda: “Orang yang paling berhak dengan syafaatku adalah orang yang paling banyak shalawatnya kepadaku” (HR at-Turmudzi, hadist hasan).

Pergeseran Makna

Hari kartini diperingati sebagai hari kesetaraan gender melalui emansipasi wanita. Banyak yang menuntut untuk ikut terjun di dunia kerja, menjadi pemimpin, dan lain sebagainya atas dasar kesetaraan gender. Disisi lain wanita tetap wanita, yang diberikan undang-undang perlindungan khusus terhadapnya, yang diberikan fasilitas berbeda dengan laki-laki. Seperti olahraga sepak bola putra dan putri. Putra dan putri tetap dipisah, karena hakikatnya tidak seimbang bila disatukan. Gender antara laki-laki dan wanita tidak akan pernah bisa disamakan. Inilah mengapa makna kesetaraan gender berubah. Sebenarnya, yang perlu untuk disamakan dan dituntut hanyalah hak. Seperti yang dilakukan Kartini dalam menuntut haknya untuk menuntut ilmu dan belajar. Tapi dia tidak pernah ingin memaksakan kehendaknya dengan melawan ayah bahkan egonya sendiri.

Semakin berkembang, wanita mulai banyak yang ingin berkiprah menjadi wanita karir, tidak ada yang salah selama tidak menanggalkan urusan rumah tangganya. Wanita ingin menjadi pemimpin, dalam islam sendiri sudah ditegaskan di QS An-Nisa 34 : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah

menafkahkan sebagian dari harta mereka..” Dalam islam laki-laki lah yang ditempatkan sebagai pemimpin. wanita diciptakan bukan sebagai pemimpin, tapi sebagai pendamping pemimpin. Seperti hawa yang dicipta untuk mendampingi sang adam. Wanita tetap boleh menjadi pemimpin dalam porsinya sendiri, yakni selama yang dipimpin sesama wanita

Wanita : Sosok Luar Biasa

Makna yang ingin disampaikan Kartini lebih dari sekedar kesetaraan gender, ia hanya ingin hal kecil yang berdampak besar. Wanita bisa menuntut hak yang sama, namun tidak dengan qodrat yang sama. Karena wanita sudah memiliki qodratnya sendiri, qodrat yang sudah ada sejak dilahirkan. Qodrat wanita yang sudah menikah misalnya, tidak hanya sebagai seorang ibu yang melahirkan dan menyusui anak, serta melayani suami. Namun lebih dari itu, wanita juga punya peran yang sangat penting sebagai guru bagi anak, penyeimbang dalam rumah tangga, dan sosok dibalik kesuksesan suami. Dalam islam pun kedudukan wanita sangat dimuliakan, bagaimana saat Nabi memanggil ibu nya 3 kali, baru ayahnya. Maka dari itu, wanita tidak perlu lagi menuntut untuk menyamai bahkan melebihi lelaki, karena sesungguhnya wanita sudah mempunyai posisi penting bagi suami, keluarga dan kehidupannya sesuai dengan qodratnya. Dan tidak akan ada yang bisa menandingi perannya.

KAJIAN FIQIH FATHUL QORIB (18 April 2014)

KEUTAMAAN MAJLIS SHOLAWAT