buletin terobosan edisi reguler 368
DESCRIPTION
Terobosan adalah media independent yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990TRANSCRIPT
Menuai Protes dari Berbagai Pihak
TëROBOSAN
AD
VER
TISI
NG
Edisi Reguler 368, 22 April 2015
TëROBOSAN
- E
dis
i Reg
ule
r 3
68
– A
pri
l 20
15
Sekapur Sirih, Semoga
Halaman 2
Sikap, Masisir “Fobia” Media (?)
Halaman 3
Laporan Utama, Dana Studi ke Mesir Mencapai
30 Juta, Salah Siapa (?)
Halaman 4,5,10
Komentar Peristiwa, Menengok Nasib Media
Cetak Masisir
Halaman 6,7, 10
Sketsa, Mumtaz dengan Gadget atau PS (?)
Halaman 8
Seputar Kita Jelang Ujian, IKRH Adakan Laga
Persahabatan
Halaman 9
Sastra, Palung Jiwa
Halaman 10
Opini, Tema, Roda, dan Kompleksitas Ironi
Halaman 11
Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pem-impin Umum: Abdul Malik Pemimpin Redaksi: Fachry Gan-iardi. Pemimpin Pe-rusahaan: Difla Nabila, Dewan Redaksi: M. Hadi Bakri. Heni Sep-
tianing. Iis Isti’anah, Zammil Hidayat, Reportase: Ikmal Al Hudawi, Muhammad Al-Khudori, Furna Hubbatalillah, Rif’ai, Syaeful Anam, Muharridh Iqomatuddin, Anugrah Abiyyu, Amrul Irsyadi, Muhammad Irfan, Nuansa Garini, Nenden Wia Darojatun. Editor: Ainun Mardiyah Tata Letak: Abdul Malik Karikatur: Rijal W. Rizkillah Pem-bantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: [email protected]. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pengaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01117631707(Fachry), 01140957150 (Iis), 01156796475 (Difla), 01014759854 (malik).
Beberapa pekan lalu, Masisir dibanjiri
pelbagai kegiatan pelatihan kepenulisan.
Baik penulisan ilmiah, jurnalistik, maupun
sastra.
Dinamika Masisir saat itu sangat
ramai dalam bidang tulis menulis, teruta-
ma di akun jejaring medsos. Karena saat
itu tengah digelar perlombaan menulis.
Tapi setelah even tersebut disapu waktu,
kegiatan positif semacam itu nyaris
hilang.
Terlepas dari itu semua, kita patut
mengapresiasi dengan bermunculannya
kegiatan pelatihan kepenulisan. Dan
semoga pada pekan berikutnya dunia tulis
menulis ini terus mewarnai dinamika
Masisir yang komplek.
Pada edisi kali ini, TëROBOSAN be-
rusaha mengorek isu yang tengah
berkembang di Masisir, yaitu isu mediator
yang memberangkatkan Maba ke Mesir
dengan nominal 30 Juta. Hal tersebut
apakah benar adanya? Temukan jawa-
bannya di rubrik laporan utama.
Selain itu pula, kami mencoba menilik
nasib Media Cetak Masisir yang tengah
“sakit-sakitan”. Sementara sisi lain media
online menjadi sorotan Masisir. Apakah
dengan munculnya media online menjadi
alasan utama media cetak yang kian mer-
osot? Temukan jawabannya di rubrik
komentar peristiwa.
Dan masih ter-
dapat rubrik-
rubrik lainnya,
yang tentunya tak
kalah menarik.
Akhirnya tak lupa
kami ucapkan
selamat
menempuh ujian
termin kedua
kepada seluruh
Masisir. Semoga segala usaha dan upayan-
ya dalam belajar akan menjadi buah
kesuksesan, amin.
Kami ucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami
moral maupun materil, hingga kami pun
masih dapat eksis mewarnai dinamika
Masisir yang tdiak pernah tidur.
Setiap kritik dan saran akan kami
terima dengan lapang dada, dan tentunya
menjadi amunisi bagi kami untuk terus
berbuat.
Selamat membaca! [ë]
Semoga
RALAT
Pada buletin TëROBOSAN edisi 367,
3 Maret 2015, rubrik Opini yang
berjudul [Tidak Butuh] Himbauan!
terdapat sebuah kesalahan.
Di sana tertulis identitas R. G. Brah-
manto sebagai Pembimbing SMW
KSW
Seharusnya tertulis: identitas R. G.
Brahmanto sebagai Pembimbing
Walisongo Studi Club (WSC).
Kami memohon maaf yang sebesar-
besarnya atas kesalahan ini.
TëROBOSAN
—Ed
isi Regu
ler 36
8 – A
pril 2
01
5
Rubrik Sikap adalah editorial buletin TëROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TëROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TëROBOSAN terhadap
suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.
Masisir “Fobia” Media (?) Disadari atau tidak, beberapa pekan lalu
ada hal yang cukup serius terjadi dalam
dinamika Masisir kita. Salah satunya yaitu
konflik antar kekeluargaan daerah. Terse-
butlah dua kekeluargaan yang asalnya be-
rada dalam naungan satu provinsi. Sebut
saja kekeluargaan K dan H. Surat Keputusan
yang disebarkan dan dikeluarkan kekeluar-
gaan K membuat organisasi itu resmi ber-
ganti nama. Pada akhirnya pergantian nama
itu berbuntut perseteruan dengan kekeluar-
gaan H. Isu yang tersebar, konflik itu terjadi
karena perubahan nama itu “mencaplok”
kekeluargaan H.
Sementara akhir-akhir ini, dua
kekeluargaan tersebut berusaha mengatasi
persoalan konfliknya secara eksklusif. Se-
luruh pintu informasi dan kabar mengenai
kelanjutan hubungan keduanya seperti di-
tutup rapat-rapat. Khalayak dibiarkan ber-
gosip untuk menerka apa yang sebenarnya
tengah terjadi. Namun kabar terakhir yang
kami peroleh bahwa keduanya tengah
duduk bersama bermusyawarah di bawah
mediasi BPA PPMI. Tapi apa mau dikata,
meski mediasi tersebut telah digelar, sen-
timen kedaerahan tetap menyeruak di
belakang.
Demikian fenomena di atas merupakan
dari sekian potret dinamika Masisir yang
majemuk. Sayangnya, sikap eksklusif dalam
dinamika kita ini terasa ambigu dan kurang
bertanggung jawab. Bukan karena apa, na-
mun jelas bahwa ada yang mengganjal da-
lam komunitas kita ini. Sungguh aneh jika
seseorang menyulut api di depan khalayak,
namun saat diminta untuk memadamkan, ia
bersembunyi.
Walau bagaimanapun, petuah yang ber-
bunyi It’s my life and not your business men-
jadi tidak tepat untuk diterapkan dalam
komunitas ini. Kalau boleh dikatakan, sensi-
tivisme yang berlebihan telah mewabah
dalam dinamika kita. Pasalnya beberapa
persoalan-yang seharusnya menjadi hak
publik untuk diketahui, seringkali ditutupi
dan dihadapi segelintir orang. Sementara
peran publik – termasuk media dan
sejumlah elemen lain – seakan tidak
fungsional dalam menangani persoalan
tersebut. Urusan rumah tangga, boleh saja
ditutup-tutupi. Namun lain halnya ketika
ada yang memutuskan sebuah sikap dan
disebar di publik, namun menolak saat
dimintai klarifikasi.
Bukan perkara mudah menyelesaikan
perseteruan antara dua organisasi yang
berselisih. Terlebih perseteruan itu
menyangkut sentimen kedaerahan. Pada
tahun lalu, peristiwa serupa terjadi pada
dua kekeluargaan lain. Bedanya, konflik itu
dilatarbelakangi oleh perdebatan tentang
Kepres (Keputusan Presiden) yang berkai-
tan dengan sistem keanggotaan dan SDM
mahasiswa baru. Namun-jujur saja, perse-
lisihan tersebut masih menyisakan isak
“kesal” di dada.
Sebenarnya-dalam kasus-kasus terse-
but, terdapat satu kesalahan yang-
barangkali kurang disadari. Hal ini
berangkat dari pemahaman bahwa
penyelesaian yang selama ini dilakukan,
membuahkan hasil yang kurang memuas-
kan. Letak kesalahan tersebut berada di
ketidak-transparan pokok permasalahan
yang tengah dihadapi. Di sinilah peran me-
dia selayaknya dimaksimalkan. Selanjutnya,
dengan adanya transparansi antar sesama
masyarakat –Masisir – diharapkan menjadi
hal yang memancing tindakan solutif.
Mengapa harus media turut ikut serta
dilibatkan? Peranan media sangat penting
dalam menjembatani aspirasi masyarakat,
Masisir. Hendaknya media dapat berperan
andil dan menjungjung tinggi netralitasnya
dalam segala persoalan yang diangkat. Su-
dah tidak asing lagi bahwa media merupa-
kan cerminan masyarakatnya, yang mem-
perlihatkan bentuk wajah masyarakat ter-
sebut. Hal itu tidak lain karena-idealnya-
apa yang ditulis oleh media tidak akan jauh
dari apa yang terlihat di sekitarnya. Di tan-
gan media, dapat tergambar pola pikir dan
keadaan masyarakat, bahkan hingga ke-
bobrokannya.
Kendatipun media menjadi cermin bagi
suatu masyarakat, masyarakat tetaplah
menjadi pengawas bagi media. Sehingga di
sini terjadilah semacam timbal balik antara
media dan masyarakat, saling memberi dan
mempengaruhi demi terwujudnya komuni-
tas yang dinamis. Jika demikian, sudah
saatnya Masisir awas sekaligus peduli
dengan media, begitu juga sebaliknya. Mes-
kipun kenyataannya, harapan demikian
cukup jauh dari fakta di lapangan.
Walau bagaimanapun peristiwa yang
telah disebutkan di awal, memberi gam-
baran separuh dari bentuk wajah Masisir
sekarang ini. Dalam konteks di atas, pada
dasarnya media berhak menganalisa serta
menyebarkan informasi kepada publik sela-
ma apa yang disajikan berdasarkan data
yang valid. Oleh sebab itulah dalam UUD
Kebebasan Pers, yakni dalam Pasal 5 ayat 1
termaktub; bahwa media berkewajiban
memberitakan peristiwa dan opini dengan
menghormati norma-norma agama dan rasa
kesusilaan masyarakat serta asas praduga
tak bersalah.
Namun sayang, stigma negatif yang te-
lah lebih dahulu mengakar di sebagian
Masisir terhadap media, menjadikan awak
media tak mudah memperoleh data yang
cukup. Keterbatasan informasi seringkali
menjadi kendala dan tantangan yang sulit
ditembus. Mulai dari yang berkelit-kelit saat
diwawancara, hingga narasumber yang
“kucing-kucingan” saat dihubungi. Fakta ini
cukup menggelitik, karena ternyata terbukti
bahwa dalam komunitas kita, masih ter-
dapat manusia yang “phobia” akan media.
Boleh saja komunitas ini dikatakan tak
kunjung dewasa, karena terdapat persoalan
yang sengaja dimunculkan ke permukaan
dan sengaja disebar melalui jalur resmi.
Namun lucunya, saat diminta klarifikasi
oleh media, ditolaknya ajakan itu dengan
dalih persoalan yang terjadi terlalu sensitif.
Hal ini sebenarnya memancing pertanyaan
yang lebih besar, jika enggan “tabayun”,
mengapa persoalan itu “mesti” disebarkan
dan dibiarkan menjadi konsumsi publik
tanpa adanya upaya klarifikasi?
Sulit mengamini bahwa komunitas kecil
yang heterogen ini disebut sebagai komuni-
tas terbuka yang transparan. Masih ada
sekat yang menjadi pemisah antara
masyarakat dan media. Berangkat dari hal
ini kita berharap bahwa masyarakat kita
dapat belajar untuk melek media sekaligus
bertanggung jawab atas apa yang diperbuat.
[ë]
TëROBOSAN
- E
dis
i Reg
ule
r 3
68
– A
pri
l 20
15
Dana Studi ke Mesir Mencapai 30 Juta, Salah Siapa (?)
BPA PPMI bentuk Pansus untuk
menginvestigasi kasus dugaan penipuan
terhadap lima orang pelajar baru dari Da-
rul Qur’an yang datang ke Mesir di bawah
tanggung jawab Elfata (nama samaran).
Elfata dituding melakukan penipuan kare-
na mematok biaya pemberangkatan ke
Mesir sebesar 30 juta, sedangkan fasilitas
yang diberikan kepada peserta brokernya
dinilai tidak sebanding dengan harga yang
dicanangkan. Hal ini diakui oleh Yusuf
(salah satu korban) saat diwawancara tim
TëROBOSAN beberapa hari lalu.
Kabar ini pun beredar dari mulut ke
mulut di kalangan Masisir karena sampai
berita ini ditulis belum ada klarifikasi
secara umum kepada pihak-pihak yang
merasa dirugikan. Masisir berasumsi bah-
wa kasus ini merupakan penipuan karena
biaya pemberangkatan ke Mesir tidak lebih
dari 15 juta sesuai dengan peraturan BPA.
Berawal dari kabar simpang siur di
kalangan Masisir, tim TëROBOSAN be-
rusaha untuk menyelidiki kasus ini,
melihat sejauh mana penanganan yang
dilakukan Pansus, serta usaha apa yang
dilakukan Elfata terhadap dugaan
penipuan yang dituduhkan
kepadanya. Berikut laporan
kami.
Sebelum BPA PPMI
membentuk Pansus
untuk me-
nyelesaikan kasus
ini, Presiden
PPMI sudah
menduga bahwa isu ini
akan terendus di kalangan Masisir.
Saat diwawancarai tim TëROBOSAN
pun Presiden PPMI meminta untuk
tidak mengangkat isu ini terlebih dahu-
lu, dikhawatirkan muncul fitnah dari
berbagai pihak karena ketidakjelasan
isu yang masih dalam tahap investigasi.
Namun ketika isu ini muncul PPMI tidak
tinggal diam, Presiden langsung bergerak
menyelidiki kasus ini setelah pelajar yang
bersangkutan tiba di Mesir. Ketika
mendapatkan informasi dari ketua Keluar-
ga Mahasiswa Jambi (KMJ), dimana salah
satu pelajar baru yang terlibat kasus ini
berasal dari Jambi, pihak PPMI masih be-
lum bisa memastikan wujud dari kasus ini.
“Data-data sudah ada pada kita (Presiden)
dan tahapan-tahapan sudah kita lalui na-
mun belum bisa dipastikan apakah ini pen-
ipuan, pemerasan ataukah bisnis belaka”.
Ungkap Agususanto.
Awal mula kasus ini terungkap ketika
satu dari lima anggota keberangkatan yang
ditangani Elfata memisahkan diri dari rom-
bongan yang saat itu bertempat tinggal di
daerah Abdu Basya. Karena merasa tidak
betah tinggal di daerah sana akhirnya pin-
dah ke sekretariat Rumah Tahfiz Mesir
(RTM). Empat orang pindah ke RTM, satu
orang dari mereka pindah ke KMJ. Satu
orang yang pindah ke KMJ itu pun mencer-
itakan masalah ini ke ketua kekeluargaan-
ya. Kemudian ketua KMJ
melaporkan kasus
ini pada
saat
perkumpulan forum ketua kekeluargaan
yang diselenggarakan oleh DPP PPMI.
Setelah kasus ini sampai di ranah PPMI,
akhirnya BPA dan MPA berkumpul untuk
membentuk Pansus yang kali ini ditangani
oleh Alfarobi. Presiden PPMI juga telah
memberikan surat panggilan kepada Elfata,
dan ia pun menyanggupi panggilan itu un-
tuk menjelaskan kejadian tersebut.
Kronologi
Pada pertengahan tahun 2014 lima
santri Darul Qur’an menyampaikan
keinginannya kepada ust. Yusuf Mansur
untuk belajar di negeri Mesir. Kemudian
ust. Yusuf Mansur memerintahkan untuk
berkonsultasi kepada salah satu bawa-
hannya yang nantinya segala keperluan
pemberangkatan akan diurusi olehnya.
Yandi, yang ditugasi oleh ust. Yusuf Mansur
berkomunikasi dengan Elfata mengenai
dana yang dibutuhkan untuk berangkat ke
Mesir beserta segala keperluannya.
Akhirnya Elfata merincikan dana dengan
jumlah nominal 30 juta. Saat itu mereka
dan orang tua masing-masing tidak tahu
berapa biaya pastinya untuk berangkat ke
Mesir, maka biaya 30 juta disetujui.
Pada bulan November 2014, 3 orang
pertama yaitu Zalkan, Lalu dan Labib
berangkat dengan persetujuan orang tua
mereka pada dana yang diang-
garkan. Rombongan kedua
datang pada pertengahan
bulan Januari, yaitu
Yusuf dan Ical
dengan biaya
yang sa-
ma.”Sebelumnya
kita dan orang tua
tidak pernah tahu be-
rapa pastinya biaya ke
mesir makanya kita berangga-
pan jika biaya 30 juta itu
standar.”Ujar Yusuf.
Tertulis dalam rincian dana tersebut
biaya pengurusan visa dan biaya ma-
suk sekolah (ma’had), sampai saat ini
mereka semua sudah daftar tapi
belum masuk ma’had karena masih
menunggu turun nama. Dalam
rincian juga tertulis setiap orang
mendapatkan AC, kulkas serta
jalan-jalan ke berbagai tem-
pat pariwisata di Mesir. Na-
mun sampai saat ini mereka belum
mendapatkan fasilitas tersebut.
Dari perincian dana tersebut Elfata
menyebutkan bahwa 30 juta terbilang mu-
rah, karena membandingkan pada biaya
masuk ke Darul Qur’an yang mencapai 75
juta. “Saya pikir dana segitu termasuk mu-
rah buat mereka, biaya masuk Darul Quran
aja 75 juta, dan orang tua pun rela dengan
harga segitu,”kata Elfata.
Dalam hal ini Presiden PPMI menya-
Doc: vgpparung.wordpress.com
TëROBOSAN
—Ed
isi Regu
ler 36
8 – A
pril 2
01
5
takan bahwa permasalahan bukan terletak
pada persetujuan orang tua atas biaya ini.
Namun karena BPA telah memilki aturan
biaya pemberangkatan ke Mesir maksimal
15 juta rupiah, maka jelas biaya 30 juta te-
lah melebihi batas yang ada.
Presiden juga mengatakan kepada Elfata
untuk mengembalikan biaya yang tidak
perlu atau tidak penting di rincian yang ada.
“30 juta ini rinciannya adalah rihlah-rihlah
ke tempat tempat wisata, mendapatkan
fasilitas-fasilitas mewah, dan harga rumah
jauh berbeda dengan Masisir lainnya. Jika
standar Masisir membayar rumah 1000
pounds mereka membayar 2500 pounds.
Fasilitas-fasilitas itu jika dilihat dari kewaja-
ran mahasiswa tidaklah normal,”kata Agus.
Lebih lanjut Presiden PPMI dan Pansus
akan menginvestigasi rincian biaya. Jika ada
yang tidak penting maka akan dikembali-
kan. Seminggu setelah pertemuan dengan
Elfata, dia diminta untuk menyerahkan rin-
cian biaya tersebut. Dari hasil rincian baru
bisa diolah kecocokan antara rincian dana
dengan fasilitas yang telah diberikan.
Kemudian pelajar yang bersangkutan di-
panggil untuk menjelaskan apa saja
yang telah mereka dapat dari rinci-
an tersebut. Setelah diteliti tern-
yata memang terdapat banyak
perbedaan dengan apa yang
dijanjikan di Indonesia.
Investigasi sempat
terhenti karena Elfata
pulang ke Indonesia
untuk beberapa uru-
san. Namun dari in-
vestigasi yang telah
dilakukan, baik itu
memanggil Elfata, saksi
(korban), sudah didapatkan
benang merahnya. Terdapat
beberapa kejanggalan seperti,
semua anak harus membeli tabung gas,
penghangat ruangan dan kulkas. Se-
dangkan setelah ditinjau langsung, barang-
barang seperti kulkas dan tabung gas adalah
milik tuan rumah, berarti tidak ada pem-
belian, jadi beberapa rincian dana tersebut
fiktif. Selain itu terdapat anggaran dana
administrasi laporan pendidikan sebesar
500 ribu padahal pada kenyataanya tidak
dipungut biaya. Bahkan mereka pun sampai
saat ini tetap harus bayar iuran bulanan
sebesar 2 juta dengan rincian untuk makan,
rumah, pembimbing dan lain sebagainya.
Namun berdasarkan pengakuan Elfata
kepada tim TëROBOSAN saat diwawancarai
pada tanggal 15 April 2014 lalu, ia mem-
berikan beberapa klarifikasi mengenai ka-
sus ini. Hal pertama ia menegaskan bahwa
dirinya bukan broker layaknya broker-
broker pemberangkatan mahasiswa lainnya.
Ia mengaku hanya membantu mahasiswa
yang ingin pergi ke Mesir. “Saya bukan bro-
ker, hanya sebatas membantu orang yang
ingin ke Mesir dari santri ust. Yusuf Mansur.
Karena saya juga gak punya pengalaman
untuk memberangkatkan mahasiswa ke
Mesir,”tegas Elfata.
Terkait masalah rincian dana yang men-
capai 30 juta, ia mengakui benar adanya
karena dalam rincian tersebut ditulis juga
anggaran untuk jalan-jalan. “Sebenarnya 15
juta pun cukup untuk berangkat ke Mesir,
tapi kita menambahkan anggaran untuk
rihlah,”terang
Elfata. Sebe-
lum
mengajukan
rincian
dana
kepada
para orang tua pelajar, Elfata juga menga-
takan bahwa ia telah menanyakan apakah
mereka sepakat akan adanya estimasi untuk
jalan-jalan atau tidak, jika tidak maka akan
dihapus.
Disamping itu, ia mengakui bahwa
dirinya tidak tahu adanya aturan BPA
mengenai biaya maksimal 15 juta untuk
pemberangkatan. Ditambah lagi dengan
tidak adanya sosialisasi PPMI mengenai
aturan tersebut pun dinilai berpengaruh.
Alhasil nominal 30 juta dianggarkan tanpa
mengacu pada aturan yang ada. “Terus ter-
ang saya tidak tahu ada aturan ini, maka
saya anggarkan 30 juta. Disamping saya
bukan broker, PPMI juga tidak ada sosial-
isasi tentang aturan ini. Setidaknya kalau
ada pemberitahuan sebelumnya, saya akan
ikuti.”lanjutnya.
Selain itu Elfata juga mengakui bahwa
sebagian anggaran sudah terpenuhi dan hak
-hak yang dijanjikan pun sudah diberikan.
Akan tetapi dari sisa anggaran yang belum
terlaksana seperti fasilitas rumah dan lain-
lain akan segera dipenuhi. Kecuali anggaran
rihlah, karena Presiden PPMI mengatakan
untuk sementara tidak dilaksanakan ter-
lebih dahulu sebelum ada kesepakatan
dengan anak baru dan orang tua. “Duit
sisa masih ada sama saya, saya
ngasih pilihan ke orang tua
mereka mau dibalikin
atau engga kalau
mau dibalikin
silahkan,
kalau
lanjut juga
oke. Tapi
mayoritas
orang tua
menyuruh
untuk dilanjut-
kan,”terangnya.
Namun Alfarobi
menegaskan bahwa
penyelesaian masalah ini
akan dilakukan dengan cara
menunaikan hak-hak yang telah
disepakati. Karena anak baru dan
orang tua mereka sudah sepakat di awal
akad. Terlebih Pansus akan mengawasi
Elfata dalam pemenuhan akad tersebut.
“Pansus akan membantu menyelesaikan
masalah ini dengan cara menuntut Elfata
untuk memenuhi fasilitas yang menjadi hak
Doc: www.autisminvestigated.com
Lanjut ke halaman 10….
TëROBOSAN
- E
dis
i Reg
ule
r 3
68
– A
pri
l 20
15
Menengok Nasib Media Cetak Masisir
Seiring berjalannya zaman, teknologi
semakin berkembang pesat, kebutuhan
manusia akan informasi tak dapat dinafi-
kan. Media-sebagai penyalur informasi juga
tertuntut untuk menyajikan informasi ak-
tual demi memenuhi keinginan khalayak
selaku konsumen. Media harus berinovasi
dan mencari celah supaya informasi yang
didapat segera tersebar. Salah satu langkah
inovatif – dalam lingkup Masisir – yang
dapat langsung dirasakan bagi pengguna
internet adalah kemunculan media online.
Berangkat dari titik ini, kami mencoba
meliput fenomena munculnya media online
di Masisir. Berikut liputan kami, selamat
membaca!
Melacak awal mula berdirinya media
online di lingkungan Masisir bukan perkara
mudah. Terlebih jika tidak ditentukan
standar dan bentuk media yang dimaksud.
Media dalam bentuk milis misalnya. Jika
dimasukkan dalam media online, maka
sejak tahun 2000 KMNU (Komunitas Maha-
siswa Nahdhatul Ulama) – sekarang men-
jadi PCINU – sudah memilikinya, begitu
pula PMIK (Perpustakaan Mahasiswa Indo-
nesia Kairo). Akan tetapi jika yang dimak-
sud media online adalah media dalam ben-
tuk web ataupun blog, maka ia telah mulai
muncul sekitar 2 atau 3 tahun sebelum
meletusnya revolusi 25 Januari, empat ta-
hun lampau. Kekeluargaan KSW misalnya,
mengaku telah mencetusnya sejak
2007. Sebagaimana yang di-
paparkan oleh Sitta
A’lamun,” Embrionya
diperkirakan sejak
2007 yang saat itu
ketuanya Hartono
Muntohar”. Mes-
kipun akhirnya
sempat vakum
pasca Revolusi,
namun akhirnya
dapat dihidupkan
kembali hingga saat
ini.
Beberapa media
online juga muncul dalam wak-
tu yang bervariasi. Web
Kekeluargaan KPJ misal-
nya, sudah muncul sejak tahun 2010. Ada-
pun web milik almamater IKPM, baru mun-
cul pertengahan tahun 2014 – meski sebe-
lumnya telah berdiri dengan nama Darus-
salam Kairo.
Meski media online mulai bermuncu-
lan, tetapi dengan terjadinya Revolusi 25
Januari – yang berbuntut adanya evakuasi
bagi WNI di Mesir – mau tak mau berimbas
pula dengan dinamika media Masisir. Hal
ini diakui oleh pengelola web KSW, “(kita –
red) mengalami vakum gara-gara tsauroh
lalu setelah mereda kita kembali lagi hing-
ga saat ini.” Di tahun-tahun berikutnya, hal
yang sama dirasakan oleh KPJ, sebagaima-
na yang diakui Nawa Syarif, penanggung
jawab media KPJ. Bisa dibilang tidak hanya
media online yang akhirnya membeku.
Masih berdasarkan penuturan Nawa, media
cetak pun turut sepi, “2011-2012, dua me-
dia ini (cetak dan online,-red) mulai surut
dan kurang aktif”. TëROBOSAN sendiri
sebagai media cetak turut merasakan im-
basnya, berupa lemahnya geliat untuk tetap
“survive”. Begitu pula yang dialami oleh
Afkar, Muhammad Shofy, mantan Pimred
Afkar ini mengaku,”Intensitas Afkar dalam
penerbitan semenjak Tsauroh mulai
memudar seiring beberapa anggotanya
yang pulang.”
Dari beberapa media online yang kami
pantau, masing-masing memiliki latar
belakang, tujuan dan target yang berbeda-
beda. Untuk KSW, dalam pemberitaannya,
media ini berusaha menyajikan berita ak-
tual seputar Masisir yang cepat
dan aktual. Adapun KPJ
dan IKPM, mengaku
bahwa medianya
bertujuan se-
bagai fasilitas
untuk men-
ampung
tulisan dan
bakat ang-
gotanya.
“(Juga –red)
untuk ajang
silaturrahmi
bagi semua war-
ga”, tutur Nawa. Lain
halnya NU, yang pada
awalnya berdiri sebagai
media alternatif bagi warga
NU yang ada di Indonesia dan negara lain.
“Tujuannya lebih kepada memperluas
jangkauan media cetaknya.”ujar Muhid.
Lantas, apakah media online tersebut
mendapat apresiasi tinggi dari Masisir? KPJ
mengatakan bahwa ramai tidaknya
pengunjung bergantung pada konten yang
diposting. Jika berkaitan dengan agenda
KPJ, pengunjung mencapai 30 perhari. Lain
halnya dengan media lain yang menghitung
berdasarkan satuan berita atau artikel yang
dimuat. Muhid mengatakan bahwa web
PCINU menerima kunjungan per artikel
paling banyak 600-an dan paling sedikit
130 pengunjung. Sedangkan KSW
mengaku, rata-rata jumlah pembaca sekitar
1800. Adapun IKPM meskipun tidak me-
nyebutkan angka, mengaku bahwa jumlah
pembaca semakin meningkat, “bisa
dikatakan lumayan banyak lah, dan
pengunjung kebanyakan adalah Masisir
ataupun warga indonesia di tanah air.”
Tutur Khoirul Anam.
Adapun website PPMI, Ahmad Hujaj
Nurohim selaku wapres PPMI mengaku
bahwa media online milik organisasi induk
ini tidak hanya ramai pengunjung. Tetapi
pengunjungnya pun menembus benua lain.
“Perhari 3000 atau 2000 pengunjung. Ke-
banyakan pengujungan yang pertama dari
Mesir, kemudian dari Indonesia dan tera-
khir Amerika.”
Hal ini cukup wajar, mengingat media
online memang biasanya menyajikan berita
yang cepat dan aktual, meskipun berita itu
cepat basi. Sementara di masa kini, hal ter-
sebut cukup bertolak belakang dari media
cetak yang mengandalkan distribusi door to
door. Lantas, dengan menjamurnya media
online, apakah hal ini berdampak bagi me-
dia cetak yang dimiliki Masisir?
KSW yang memiliki media cetak berupa
buletin Prestasi, mengaku hadirnya media
online sama sekali tidak membawa dampak
buruk bagi buletinnya. Tetapi justru saling
melengkapi, “Kita saling melengkapi, seper-
ti promosi (buletin –red)Prestasi lewat
media online” Ujar Sitta. Lebih lanjut Wais
Al-Qorni, Pimred Prestasi mengatakan,
“Dengan adanya media online saat ini, jelas
mempermudah orang lain yang ingin mem-
baca buletin Prestasi.”
Hal yang tidak jauh berbeda diutarakan
oleh pengelola Web IKPM, Khoirul Anam. Ia
berujar bahwa terjadi “simbiosis mutual-
isme” antara media online dan cetak yang
dimiliki organisasi almamaternya.
Doc: fcp12-1.flatclassroomproject.org
TëROBOSAN
—Ed
isi Regu
ler 36
8 – A
pril 2
01
5
“Misalnya ketika buletin itu terbit, maka
berita nya nanti di upload di web IKPM.”
Akan tetapi faktanya, hingga saat ini Pem-
red dan Pinum majalah La Tansa milik
IKPM mengakui bahwa majalah yang mere-
ka kelola belum pernah terbit selama peri-
ode 2014-2015.
Muhid yang memegang web PCINU
justru menampik adanya dampak negatif
dari menjamurnya media online terhadap
media cetak. Meski demikian, ia tidak men-
ampik melemahnya geliat media cetak NU.
Namun ia memiliki pandangan lain terkait
alasan terjadinya kelemahan terse-
but, “Lesunya media cetak NU
sekarang ini memang karena
atmosfer tulis-menulis sedang
loyo.” Ia juga mengutarakan
kekecewaannya, jika Masisir
tidak bangkit sekarang.
“Khususnya NU,”ujarnya.
Adapun media cetak yang di-
miliki KPJ, Nawa mengatakan bahwa
saat ini minat pembaca media cetak di
Masisir tergolong sedikit, “Untuk masa ini
minat pembaca media cetak khususnya di
Masisir sedikit, jadi media online dirasa-
kan lebih baik. Karena lebih mudah dan
jangkauannya luas. Dan dengan dasar itu-
lah, media cetak (buletin Fajar –red) yang
dimiliki KPJ bersatu dengan media online.
(Adapun –red) di tahun 2013, karena be-
berapa alasan web KPJ dihapuskan dan
mulai beralih kepada blog. Jadi sampai
sekarang media yang hidup di KPJ hanya
blog.” Jelas mahasiswa fakultas syariah
islamiyyah.
Nampaknya tidak hanya KPJ yang me-
dia cetaknya “bermetamorfosa” menjadi
media online. Suara PPMI (SP) yang men-
jadi corong organisasi induk Masisir ini kini
juga sudah lenyap. Nampaknya media
online menjadi pilihan tepat oleh organ-
isasi yang saat ini dipimpin oleh Agususan-
to. Meski demikian, Imdad Azizy selaku
Sekjen PPMI memiliki alasan dibalik
“hilangnya” Buletin Suara PPMI. Menurut-
nya, cara penulisan berita di web tergolong
simple dan mudah, terlebih lagi PPMI
mempunyai segudang acara dan kegiatan
yang menuntut untuk dipublish. Selanjut-
nya ia juga beralasan bahwa adanya web
PPMI Mesir ini, dirasakan lebih efisien dan
cakupannya lebih luas. Hal tersebut turut
diamini oleh Hujaj, ”Supaya informasi lebih
cepat, karena perkembangan teknologi
semakin cepat.” Hal ini karena website
berperan sebagai wadah informasi.
Akan tetapi, nyatanya terdapat alasan
lain di balik tidak diterbitkannya SP se-
bagai media cetak. Masih berdasarkan pe-
nuturan Imdad, “kita mempunyai
kesulitan dalam
kaderisasi
dan
perekrutan
ang- gota, kecuali jika
PPMI membentuk bidang yang
dikhususkan untuk Suara PPMI maka itu
akan mempermudah, terutama dalam hal
pengkaderisasian anggota.”
Permasalahan kaderisasi juga diakui
oleh Pangeran, Pemred SP 2013-2014.
Menurutnya eksistensi media cetak Masisir
lain disebabkan adanya sistem kepenguru-
san, seperti kaderisasi dan perekrutan ang-
gota. Dan inilah yang menjadi kendala bagi
SP. Karenanya, ia mengapresiasi adanya
website PPMI Mesir. Menurutnya web lebih
baik digunakan dari pada Suara PPMI da-
lam bentuk cetak, mengingat Masisir tidak
hanya berdomisili di Kairo, tetapi juga ter-
dapat di kota-kota lain. “Suara PPMI itu
terbit sekitar satu kali dalam dua minggu,
dan belum tentu dapat menjangkau semua
lapisan Masisir.” Namun demikian, terkait
web PPMI, Pangeran memiliki masukan
tersendiri, “Kalau bisa PPMI memberi dan
memfasilitasi kolom Masisir beropini untuk
menyatukan apresiasi dan sosialisai
Masisir.” tutur mahasiswa asal Jakarta.
Mengenai efektifitas SP, Raushan Fikri,
Pemred Suara PPMI 2010-2011 ini mem-
iliki pandangan lain. Ia bercerita bahwa
pada masa jabatannya, SP terbit secara
stabil. “Suara PPMI terbit sebanyak tujuh
kali dalam periode tersebut dan setiap kali
cetak paling banyak mencapai 400 exam-
plar”. Menurutnya, jika kembali merujuk
kepada fungsi Suara PPMI – sebagai tempat
publikasi kinerja PPMI dan tempat
mengklarifikasi tudingan terhadap
PPMI – lalu media ini
digantikan dengan web-
site saja, maka seolah-
olah PPMI tidak
memiliki suara dan
kekuatan. Ia
memiliki pan-
dangan bah-
wa Suara
PPMI itu
harus tetap
ada sebagai
media yang
menyampaikan secara
menyeluruh kepada
Masisir, terutama bagi yang kurang me-
nyukai media online. “Jika suara Suara
PPMI ini tidak ada, maka PPMI itu sendiri
sudah kehilangan wadahnya untuk klarifi-
kasi dsb.”
Sementara terkait penulis harian web-
site Suara PPMI, Hujaj mengatakan bahwa
Bagian Infoteklah penanggungjawabnya.
“Jadi ada bagian-bagiannya. Ada 2 orang:
Ust. Tirmidzi dan Ust. Muhidurrohman.
Tapi karna Ust. Muhid sedang fokus jadi
digantikan oleh Ust. Habib.”ujarnya maha-
siswa berdomisili KSW.
Namun pernyataan di atas sedikit ber-
tolak belakang dengan jawaban yang
disampaikan Imdad. Ia berujar bahwa
semua anggota pengurus PPMI yang ber-
peran andil dalam eksistensi website SP.
“Maka yang berkewajiban untuk menulis
berita tersebut adalah siapa yang hadir
pada kegiatan tersebut, jadi semua anggota
pengurus PPMI berperan aktif dalam eksis-
tensi web ini.”jelasnya.
Kembali pada media online secara
umum, Muhammad Shofy, mantan Pemred
Afkar ini mengkritisi media online dari segi
pengarsipan. Memang media online sah-
sah saja keberadaannya, “Tapi dalam per-
timbangan pengarsipan agaknya media
Doc: savekpk.tk.org
Lanjut ke halaman 10….
TëROBOSAN
- E
dis
i Reg
ule
r 3
68
– A
pri
l 20
15
إن األزهريين اصبح الكسالء"
(Syiekh Hasan As Syafi’i)
Mungkin dari kita sudah ada yang nge-
but untuk mempersiapkan Ujian Termin II
nanti, membuat talkhisan atau mulai
menghadiri bimbel, atau bahkan baru saja
membeli buku diktat-muqarrar.
Ada dua tipe dari mahasiswa. Pertama,
mereka yang berjuang pergi ke kuliah,
mengerahkan motivasi untuk menumpas
kemalasan, belajar memahami
muqarrar walaupun kurang
paham serta mengulan-
gi maddah pada
malam harinya.
Kedua, mereka
yang mencari
tahdidan,
menghafal dan
mampu menja-
wab soal Ujian.
Kedua tipe itu
memang mampu
mengantarkan
seseorang pada gelar Lc
dengan mulus, namun siapa
yang bermukim di tipe yang tera-
khir seperti itukah seorang
mahasiswa rencanakan disini ?.
Harus kita akui mahasiswa tidak
semuanya tergolong dalam dunia kampus
semata, atau mempunyai hobi ‘ngedate’
dengan kitab. Sebagian terjun di area
organisasi, ada yang harus hidup dan
menghidupi (bekerja) pun ada pula yang
hobinya hanya berkhalwat di depan Laptop
kesayangan. Selain mereka yang hobi
‘ngedate’ sama kitab sebagian mempunyai
hujah ‘buat apa kuliah tiap hari, ya entar
natijah juga tinggi saya’ atau ‘santai aja lah
baru juga tiga minggu masuk kuliah, nanti
lah kalau sudah keluar tahdidan baru bela-
jar’. Namun apakah Ilmu sekedar waraqot-
waraqot yang menjadi kebanggaan ketika
pulang ?.
Waktu seperti sungai, kamu tidak bisa
menyentuh air yang sama untuk kedua
kalinya. Mahasiswa memang manusia
sibuk, terkadang tangan tak bisa lepas dari
Gadget dengan berdalih ‘cuman sebentar’.
Atau bagi sabagian laki-laki yang hobi ber-
main PS mempunyai alasan Refreshing. Itu-
lah kesibukan yang paling mainstream bagi
sebagian mahasiswa terlebih yang pertama,
ia seperti fatamorgana -menjauhkan yang
dekat dan mendekatkan yang jauh- dan
korbannya dari semua usia. Mahasiswa
baru 2014 sebelum berangkat ke Mesir
mendapatkan Kiat sukses dari pihak IAAI,
“tinggalkan BB, hp yang memiliki Android
dan sejenisnya, bermain internet….ingat
cuman empat tahun anda di Mesir” itulah
kiat pertama yang menjadi poin penting
ketika Pembekalan di Jakarta.
Tidak ada yang lebih berharga da-
ripada umur dan tidak ada
yang lebih berarti
daripada peluang
dan kesem-
patan. Sering-
kali kalimat
seandainya
begini dan
seandainya
begitu
hadir dalam
otak manu-
sia. Begitu
pula saat kega-
galan datang pada
seseorang. Rasib atau
tidak najah dalam ujian men-
jadi musuh bagi mahasiswa
mana saja, terutama mahasiswa al-Azhar.
Sebagian menganggap ia berupa aib. Dan
munculah anggapan bahwa mereka yang
meraih predikat mumtaz itulah mereka
yang sukses, yang mampu terjun ke
masyarakat dan menjadi rujukan dalam
setiap masalah di kampungnya, atau mere-
ka itulah yang kelak menjadi pemimpin
negeri. Benar ?.
Al Azhar tidak terlalu memperdulikan
predikat apa yang diperoleh santri-
santrinya. Lembaga yang sudah berusia
lebih 1000 tahun ini menginginkan maha-
siswa mengerti bagaimana Manhaj al Azhar
yang sesungguhnya sehingga ia layak
mendapatkan gelar seorang Azhari. Selalu
istiqomah dalam belajar dan mengulangi
pelajaran karena mereka mengetahui bah-
wa hidupnya ilmu itu dalam mudzakarah و
Pepatah itu (.ادم للعلم مذكرة فحياة العلم مذكرة(
memang tak semudah yang dikatakan. Perlu
banyak latihan serta dan bimbingan dalam
meniti Manhaj ini. Kemalasan menjadi rank-
ing pertama dalam setiap kesempatan. Pa-
dahal seseorang sama sekali tak pernah
menyesali kenyamanan tubuhnya tak akan
pernah menyesali apa yang terjadi dan yang
sudah terjadi kecuali jika ia tak menunaikan
hak-hak Allah yang sebenarnya.
Ilmu itu bukanya yang dihafal, tetapi
yang memberi manfaat (Imam Syafi’i).
Apakah Ilmu hanya sekedar lembaran lem-
baran ijazah saja?. Hampir semua
menginginkan yang namanya ijazah. Tak
dapat dipungkiri memang. Walaupun semua
mahasiswa menyadari bahwa mereka bela-
jar bukan semata-mata untuk diri mereka
saja, bukan semata-mata untuk kampung
halaman saja, atau untuk negeri tercinta
saja. Mereka menyadari bahwa belajar un-
tuk khidmat kepada seluruh umat dan
berkhidmat kepada agama islam. Imam
Akbar Syeikh Abdul Halim Mahmud pernah
berkata:
عمل األزهر هو تبليغ الرسالة اإلسالمية , وتبليغ
الرسالة اإلسالمية هو ارفع منزلة واشرف وظيفة ألنها
رسالة األنبياء...
Dan Syeikh Sholeh Al-Ja’fari berkata:
االزهر هو األزهر, شرع إلهي, و ميراث محمدي,
محفوظ بحفظ ما فيه, ألنه حوى القرأن وما فيه من الفنون
)إنا نحن نزلنا الذكر وانا له لحافظون(.......
Anak muda yang akan sukses be-
sar adalah dia yang fokusnya kuat, yang
tegas mengabaikan yang tidak penting
(Mario Teguh). Seperti yang telah kita
ketahui kendala sebagian mahasiswa ialah
Gadget dan juga PS. Mereka berdua
menduduki peringkat teratas dalam men-
gutarakan alasan mengapa tidak menelaah
kitab. Dan juga fasilitas internet yang sangat
mudah diakses membuat alasan baru; ‘saya
belajar dengan membaca berita atau men-
cari cari maklumat di media’. Dan dengan
alasan lainya yang menguatkan bahwa
mereka bermain dengan Gadget itu adalah
suatu pembelajaran. Namun muqarrar di-
anggap angker dan hanya ditelaah ketika
waktu keangkeran (ujian) itu tiba. Itu
semua tergantung dari pendandanan waktu
yang cantik dan mengabaikan pekerjaan
yang tidak penting. Karena Mahasiswa sua-
tu saat akan kembali ke negeri mereka ting-
gal bukan untuk menunjukan lembaran itu
dengan predikat tinggi atau hanya berlabel
Azhari namun tak mengerti Manhaj Azhar.
Mereka kembali dengan membawa warisan
nabi. Wallahu A’lam
*Penulis adalah Kru TëROBOSAN
Mumtaz dengan Gadget atau PS (?) Oleh: Amrul Irsyadi*
Doc: www.foszor.com
TëROBOSAN
—Ed
isi Regu
ler 36
8 – A
pril 2
01
5
Ahad (19/4), Ikatan Keluarga al-
Raudhatul Hasanah (IKRH) mengadakan
laga persahabatan futsal melawan Ikatan
Keluarga Pondok Modern (IKPM) di kawa-
san Nadi Syabab Souq Madrosah, Hay-10.
Pada pukul 14.00 CLT masing-masing tim
sudah
melakukan
pemanasan
sebelum
pertandingan
dimulai
sambil
menunggu
pemain yang
belum tiba di
lapangan.
Sebelum ber-
laga melawan
IKPM, IKRH
juga sempat mengadakan laga persahabatan
futsal melawan almamater Darul Arofah,
dan Kelompok Studi Mahasiswa Riau
(KSMR). Hal tersebut bertujuan untuk
mempererat tali silaturahmi antara
almamater, kekeluargaan dan sesama
anggota sendiri khususnya.
Tidak hanya itu, kegiatan ini juga
sebagai salah satu sarana untuk mejadikan
badan lebih vit sebelum menghadapi ujian,
sebagaimana yang diungkapkan Abdul Latif
Harahap selaku ketua IKRH saat diwa-
wancarai, “Mengingat ujian semakin dekat
perlu diadakannya olahraga, supaya ketika
kita belajar badan kita lebih fit, dan fresh-
untuk menerima pelajaran,” paparnya.
Pertandingan dari awal hingga akhir
berjalan dengan lancar tanpa ada kontak
fisik antar sesama pemain. Sementara per-
tandingan itu berakhir pada pukul 16.30
CLT dengan hasil akhir skor 5-8 yang
dimenangkan oleh IKPM. [ë] (Ikmal)
.
Jelang Ujian, IKRH Adakan Laga Persahabatan
Doc: photo IKRH
TëROBOSAN
- E
dis
i Reg
ule
r 3
68
– A
pri
l 20
15
Palung Jiwa Oleh: Lina Dewanto*
mereka,” ujar Alfarobi.
Ia juga berpendapat bahwa masalah ini
sebenarnya tidak besar, hanya karena ada
kesalahpahaman antara pihak yang ber-
sangkutan. “Masalah ini tidak besar, hanya
karena ada miss communication antara
Elfata dengan anak baru, karena Elfata be-
lum melakukan transparansi terkait dana
yang dianggarkan.”papar mahasiswa asal
jakarta.
Disamping ia menjelaskan bahwa kasus
ini tidak ada sangkut pautnya dengan Ru-
mah Tahfiz Mesir (RTM) ataupun ust. Yusuf
Mansur, karena RTM dalam hal ini hanya
sebagai tempat tinggal sementara mereka
yang notabene sealmamater yaitu Darul
Qur’an, sedangkan ust. Yusuf Mansur me-
nyerahkan seluruh pengurusan pember-
angkatan kepada Elfata. “Maka tidak ada
kaitannya kalau kita membawa kasus ini ke
Rumah Tahfiz atau ke ust. Yusuf Man-
sur,”jelasnya.
Sampai saat ini proses penyelesaian
kasus yang terjadi masih berjalan.
Disamping Presiden PPMI memberi pesan
kepada Masisir, baik yang sudah pulang
atau masih disini agar lebih peduli dengan
generasi selanjutnya. Dalam hal ini peduli
dalam memberi info tentang studi di Mesir
termasuk pembiayaan agar ditransparansi-
kan. Karena saat ini jarak bukanlah ha-
langan untuk memberi informasi sehingga
tidak ada kesalahpaham di berbagai pihak.
[ë] (Fachry, Ikmal, Muharridh, Rifai,
Irfan).
Menerka ialah ulah manusia..
Kala hembusan kiri menggadang..
Memancangkan papan…
Di jantung berdenyut sembilu..
Umpama merih yang tertumpat…
Mulailah mata belati tanpa arah…
Menindas korban berlumur getah…
Palung jiwa menyapa…
Sudikah?
Meraih balok-balok kayu baisa…
Menata zamrud mulia!
Atau,
Tatkala mahkota pijar berlari,
Kembali ke palung terendap sunyi…
Mengerami selengkung senyum
Kala tersua atau tiada.
Sudahilah!
Penaka romansa tanpa pinta!
Bak menghulur berirama…
Memeluk erat sejalan berpisah jiwa.
Hingga mesra mengecap sanubari.
Imbangan pelerai benalu prediksi.
*Penulis adalah Sekretaris FLP 2014-
hingga sekarang
Lanjutan dari halaman 5….
Markaz At-Taqwa
Menerima segala jenis
fotokopi
Mahattah Gamik, Hay
Asyir
Hp: 01281551421
cetak masih jadi primadona.” Lebih lanjut ia
berharap, agar awak media cetak mampu
bertahan dalam berkompetisi. “Kami yakin
media cetak masih menjadi primadona.”
Ujarnya, optimis.
Sementara itu, menurut Bapak
Musthofa Abdurrahman, Wartawan sebuah
harian nasional terkemuka untuk kawasan
Timteng, harus diakui bahwa media online
adalah media yang cepat akses, simple, dan
lebih akrab. Hal ini menjadi tantangan uta-
ma untuk media cetak. “Untuk menghadapi
tantangan tersebut, media cetak harus
mampu berinovasi. Tantangan media online
pun terhadap media cetak adalah fenomena
global, tidak hanya di Masisir. Banyak me-
dia cetak di Amerika tutup gara-gara media
online.” Maka media cetak mengantisipasi
fenomena baru ini dengan mendirikan me-
dia online juga. “Untuk bisa bertahan hidup,
media cetak ini harus berinovasi diri,
bagaimana dia tampil beda dengan media
online. Terutama masalah pendalaman,
konferenshif, dan penyajiannya. Sehingga
media cetak mampu bersaing dengan me-
dia online.” Pesannya.
Harus diakui, media online – dengan
ragam karakternya – memiliki berbagai
keunggulan dibanding media cetak. Hal ini
layak menjadi tantangan bagi media cetak
untuk terus bertahan dengan terus berino-
vasi. Jika tantangan ini dihadapi, media
cetak bisa bertahan. Namun jika menyerah
sebelum bertanding, apalagi yang bisa di-
harapkan?
[ë] (Ainun, furna, Khudlori, Nuansa,
Nenden, Anam, Abiyyu).
Lanjutan dari halaman 7….
TëROBOSAN
—Ed
isi Regu
ler 36
8 – A
pril 2
01
5
Opini- opini tentang dinamika Masisir,
khususnya perannya sebagai mahasiswa
senantiasa bergulir. Jika ada lomba menu-
lis di jagad Masisir, tentunya tidak jauh-
jauh berkutat pada tema “dinamika hidup
di Masisir”. Rutinnya tema tentang
“dinamika Masisir” yang sibuk mengantri
di setiap even perlombaan menulis menjadi
sebuah ironi tersendiri. Lantas, siapakah
pihak yang keliru dan bertanggung jawab
atas keberlangsungan beredarnya tema
ini? Sebuah tema yang memiliki potensi
menjadi tema abadi di jagad Masisir ini.
Media kah? Komunitas menulis kah? Atau,
Masisir itu sendiri?
Sebagai insan, kita tentunya senantiasa
menjunjung tinggi asas “prasangka baik”
kepada sesama. Ketimbang menyalahkan
salah satu pihak, alangkah baiknya jika hal
tersebut menjadi tanggung jawab bersama
Masisir. Lantas, Apa hubungan antara tema
yang sering diulang- ulang dan sebuah
tanggung jawab? Secara sekilas, mungkin
terkesan tema yang berulang merupakan
hal yang lumrah dan biasa. Namun, jika
mau terbuka dan dikaji lebih lanjut. Tema
yang sering diusung dalam perlombaan
menjadi salah satu indikator bahwa ter-
dapat sesuatu yang keliru dalam dinamika
Masisir dan membuat tema tersebut senan-
tiasa diulang.
Dalam hal ini, tidak berarti ketika tema
ini tidak diangkat berarti masalah yang ada
di Masisir telah usai. Dunia Masisir begitu
kompleks. Tidak diangkatnya tema ini han-
ya menjadi salah satu faktor yang menun-
jukkan bahwa rinai solusi telah tampak.
Namun hal ini juga masih bersifat speku-
latif. Dalam artian tidak diangkatnya tema,
bisa jadi karena kejenuhan yang disebab-
kan tidak adanya gayung bersambut dari
Masisir. Lama- lama, kekhawatiran pun
muncul. Banyak orang yang akhirnya
beranggapan bahwa menulis bukanlah
salah satu instrumen perubahan keadaan
dan hal ini berakibat pada kelesuan intel-
ektual. Ia hanya penghias rubrik- rubrik
yang meminta sesuap tulisan agar ia dapat
diterbitkan dan dipublikasikan. Sungguh
malang nasib tulisan yang seyogyanya
mampu menampung banyak gagasan.
Dinamika hidup di Masisir seperti hal-
nya sebuah roda. Ruji- ruji pada roda saling
berkumpul pada lingkaran dalam roda.
Akhirnya menjadi satu kesatuan yang utuh
bernama roda. Mohon ini tidak dibawa
pada gagasan integralistiknya Cak Nur da-
lam agama yang ia analogikan dengan ruji-
ruji juga. Ini sekedar analogi kehidupan
sosial, yang mendeskripsikan bahwa ruji-
ruji itu seumpama masyarakat Indonesia di
Mesir yang masing- masing melangkah
diatas garis yang dipilihnya. Lantas ling-
karan tempat bertaut antar ruji- ruji kita
analogikan sebagai Mesir. Dan roda itu
sendiri merupakan Indonesia. Sehingga
dapat kita gambarkan titik temu dari analo-
gi tersebut sebagai berikut: Masisir meru-
pakan roda atau Mahasiswa Indonesia, dan
merupakan ruji- ruji yang mana memilih
jalur hidupnya masing- masing, dan meru-
pakan lingkaran sebagai masyarakat yang
hidup di Mesir.
Roda mampu berputar jika ia ditopang
oleh ruji- ruji dan lingkaran yang menjadi
obyek bertautnya ruji- ruji. Indonesia
mampu berjalan dengan baik, jika
didukung oleh Masyarakat di Mesir yang
bahu- membahu antara yang satu dengan
yang lain seperti halnya ruji-ruji yang sal-
ing menguatkan roda.
Penilaian seseorang terhadap suatu
obyek dilatarbelakangi oleh pengetahuan
yang ia dapatkan dari lingkungan yang
melingkupinya. Jika ia terbiasa hidup di
lingkungan akademisi, seperti sering talaqi
atau pun kuliah saja. Melihat kawan yang
sibuk dengan dunia organisasi atau pun
seni, merupakan dunia yang keliru baginya.
Begitu pula sebaliknya, kawan yang sibuk
dengan dunia organisasi atau pun aktif di
dunia literasi misalnya, menilai kawan
yang hanya fokus pada dunia kuliah saja,
kurang dapat memahami pola interaksi
dengan masyarakat. Dan masih banyak lagi
pandangan- pandangan yang terlahir dari
dunia dimana seseorang hidup.
Ah, mungkin anda terlampau menggen-
eralisir, tuan. Buktinya tidak sedikit yang
berpandangan bahwa kuliah itu penting,
talaqi tidak kalah penting, organisasi juga
demikian, begitu juga komunitas- komuni-
tas penyalur hobi yang tumbuh dari rahim
Masisir. Tidak dapat dipungkiri bahwa
tidak sedikit yang berpendapat demikian.
Namun, terkait penyikapan seseorang ter-
hadap kondisi yang ada, mengharuskan
dirinya lebih memprioritaskan apa yang ia
pandang hal itu merupakan yang terbaik
bagi dirinya selama di Mesir.
Masing- masing orang memiliki titik
prioritas yang berbeda antara satu orang
dengan orang lain. Kendati demikian,
alangkah bijaknya jika kita menggunakan
deskripsi analogi Masisir dengan sebuah
roda. Jalan manapun yang dipilih oleh mas-
ing- masing individu, alangkah eloknya jika
hal tersebut demi kebaikan bangsa Indone-
sia dengan memanfaatkan segala yang ada
di bumi Mesir. Karena jika kita mematok
satu standar, maka akan banyak kecender-
ungan yang harus dipupuskan. Misalnya,
jika kita patok semua harus kuliah di
Azhar. Masisir tidak hanya mahasiswa,
namun lebih luas dari itu.
Menentukan standar tentunya me-
mandang siapa yang dijadikan obyeknya.
Jika ia seorang mahasiswa, maka ia di-
tuntut untuk mampu menunjukkan kapa-
sitasnya sebagai seorang mahasiswa. Jika ia
menolak sembari berdalih,”lho diri ini
urusanku, mas. Jangan diatur- atur begitu”,
maka dalam posisi ini ia mengalami keke-
liruan logika. Seperti halnya seorang ham-
ba yang sudah mengerti bahwa Allah mem-
berikan beban kepada dirinya dengan sta-
tusnya sebagai muslim. Maka ia harus
menaati tata aturan yang dikehendakiNya .
Begitu pula sebagai mahasiswa, ia memiliki
tata aturan tertentu yang merupakan
konsekuensi logis dari dunia yang ia pilih,
sebagai mahasiswa. Begitu juga dengan
dunia-dunia dan kecenderungan Masisir itu
sendiri. Mereka harus mampu memper-
tanggungjawabkan pilihannya sesuai
dengan tata aturan yang ada semampunya.
Hal yang paling urgen saat ini adalah
upaya redefinisi atau mengartikan kembali
peran yang yang dipilih oleh masing- mas-
ing individu. Agar setiap individu dapat
menyadari peranan dirinya, sehingga ia
mampu menjadi duta bangsa terbaik. Kare-
na kita hidup di kumpulan ironi yag telah
kompleks. Kesadaran peranlah satu cara
melewati ironi- ironi yang ada.
*Penulis adalah Pemimpin Redaksi
Majalah Sinar Muhammadiyyah periode
2013-2015.
Tema, Roda, dan Kompleksitas Ironi Oleh: Fardan Satrio W*
Email/YM: [email protected]
FB: Tranferindo Mesir