buletin terobosan edisi reguler 368

12
Menuai Protes dari Berbagai Pihak TëROBOSAN ADVERTISING Edisi Reguler 368, 22 April 2015

Upload: terobosan-masisir

Post on 20-Dec-2015

93 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Terobosan adalah media independent yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990

TRANSCRIPT

Page 1: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

Menuai Protes dari Berbagai Pihak

TëROBOSAN

AD

VER

TISI

NG

Edisi Reguler 368, 22 April 2015

Page 2: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

TëROBOSAN

- E

dis

i Reg

ule

r 3

68

– A

pri

l 20

15

Sekapur Sirih, Semoga

Halaman 2

Sikap, Masisir “Fobia” Media (?)

Halaman 3

Laporan Utama, Dana Studi ke Mesir Mencapai

30 Juta, Salah Siapa (?)

Halaman 4,5,10

Komentar Peristiwa, Menengok Nasib Media

Cetak Masisir

Halaman 6,7, 10

Sketsa, Mumtaz dengan Gadget atau PS (?)

Halaman 8

Seputar Kita Jelang Ujian, IKRH Adakan Laga

Persahabatan

Halaman 9

Sastra, Palung Jiwa

Halaman 10

Opini, Tema, Roda, dan Kompleksitas Ironi

Halaman 11

Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pem-impin Umum: Abdul Malik Pemimpin Redaksi: Fachry Gan-iardi. Pemimpin Pe-rusahaan: Difla Nabila, Dewan Redaksi: M. Hadi Bakri. Heni Sep-

tianing. Iis Isti’anah, Zammil Hidayat, Reportase: Ikmal Al Hudawi, Muhammad Al-Khudori, Furna Hubbatalillah, Rif’ai, Syaeful Anam, Muharridh Iqomatuddin, Anugrah Abiyyu, Amrul Irsyadi, Muhammad Irfan, Nuansa Garini, Nenden Wia Darojatun. Editor: Ainun Mardiyah Tata Letak: Abdul Malik Karikatur: Rijal W. Rizkillah Pem-bantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: [email protected]. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pengaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01117631707(Fachry), 01140957150 (Iis), 01156796475 (Difla), 01014759854 (malik).

Beberapa pekan lalu, Masisir dibanjiri

pelbagai kegiatan pelatihan kepenulisan.

Baik penulisan ilmiah, jurnalistik, maupun

sastra.

Dinamika Masisir saat itu sangat

ramai dalam bidang tulis menulis, teruta-

ma di akun jejaring medsos. Karena saat

itu tengah digelar perlombaan menulis.

Tapi setelah even tersebut disapu waktu,

kegiatan positif semacam itu nyaris

hilang.

Terlepas dari itu semua, kita patut

mengapresiasi dengan bermunculannya

kegiatan pelatihan kepenulisan. Dan

semoga pada pekan berikutnya dunia tulis

menulis ini terus mewarnai dinamika

Masisir yang komplek.

Pada edisi kali ini, TëROBOSAN be-

rusaha mengorek isu yang tengah

berkembang di Masisir, yaitu isu mediator

yang memberangkatkan Maba ke Mesir

dengan nominal 30 Juta. Hal tersebut

apakah benar adanya? Temukan jawa-

bannya di rubrik laporan utama.

Selain itu pula, kami mencoba menilik

nasib Media Cetak Masisir yang tengah

“sakit-sakitan”. Sementara sisi lain media

online menjadi sorotan Masisir. Apakah

dengan munculnya media online menjadi

alasan utama media cetak yang kian mer-

osot? Temukan jawabannya di rubrik

komentar peristiwa.

Dan masih ter-

dapat rubrik-

rubrik lainnya,

yang tentunya tak

kalah menarik.

Akhirnya tak lupa

kami ucapkan

selamat

menempuh ujian

termin kedua

kepada seluruh

Masisir. Semoga segala usaha dan upayan-

ya dalam belajar akan menjadi buah

kesuksesan, amin.

Kami ucapkan terimakasih kepada

semua pihak yang telah membantu kami

moral maupun materil, hingga kami pun

masih dapat eksis mewarnai dinamika

Masisir yang tdiak pernah tidur.

Setiap kritik dan saran akan kami

terima dengan lapang dada, dan tentunya

menjadi amunisi bagi kami untuk terus

berbuat.

Selamat membaca! [ë]

Semoga

RALAT

Pada buletin TëROBOSAN edisi 367,

3 Maret 2015, rubrik Opini yang

berjudul [Tidak Butuh] Himbauan!

terdapat sebuah kesalahan.

Di sana tertulis identitas R. G. Brah-

manto sebagai Pembimbing SMW

KSW

Seharusnya tertulis: identitas R. G.

Brahmanto sebagai Pembimbing

Walisongo Studi Club (WSC).

Kami memohon maaf yang sebesar-

besarnya atas kesalahan ini.

Page 3: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

TëROBOSAN

—Ed

isi Regu

ler 36

8 – A

pril 2

01

5

Rubrik Sikap adalah editorial buletin TëROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TëROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TëROBOSAN terhadap

suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.

Masisir “Fobia” Media (?) Disadari atau tidak, beberapa pekan lalu

ada hal yang cukup serius terjadi dalam

dinamika Masisir kita. Salah satunya yaitu

konflik antar kekeluargaan daerah. Terse-

butlah dua kekeluargaan yang asalnya be-

rada dalam naungan satu provinsi. Sebut

saja kekeluargaan K dan H. Surat Keputusan

yang disebarkan dan dikeluarkan kekeluar-

gaan K membuat organisasi itu resmi ber-

ganti nama. Pada akhirnya pergantian nama

itu berbuntut perseteruan dengan kekeluar-

gaan H. Isu yang tersebar, konflik itu terjadi

karena perubahan nama itu “mencaplok”

kekeluargaan H.

Sementara akhir-akhir ini, dua

kekeluargaan tersebut berusaha mengatasi

persoalan konfliknya secara eksklusif. Se-

luruh pintu informasi dan kabar mengenai

kelanjutan hubungan keduanya seperti di-

tutup rapat-rapat. Khalayak dibiarkan ber-

gosip untuk menerka apa yang sebenarnya

tengah terjadi. Namun kabar terakhir yang

kami peroleh bahwa keduanya tengah

duduk bersama bermusyawarah di bawah

mediasi BPA PPMI. Tapi apa mau dikata,

meski mediasi tersebut telah digelar, sen-

timen kedaerahan tetap menyeruak di

belakang.

Demikian fenomena di atas merupakan

dari sekian potret dinamika Masisir yang

majemuk. Sayangnya, sikap eksklusif dalam

dinamika kita ini terasa ambigu dan kurang

bertanggung jawab. Bukan karena apa, na-

mun jelas bahwa ada yang mengganjal da-

lam komunitas kita ini. Sungguh aneh jika

seseorang menyulut api di depan khalayak,

namun saat diminta untuk memadamkan, ia

bersembunyi.

Walau bagaimanapun, petuah yang ber-

bunyi It’s my life and not your business men-

jadi tidak tepat untuk diterapkan dalam

komunitas ini. Kalau boleh dikatakan, sensi-

tivisme yang berlebihan telah mewabah

dalam dinamika kita. Pasalnya beberapa

persoalan-yang seharusnya menjadi hak

publik untuk diketahui, seringkali ditutupi

dan dihadapi segelintir orang. Sementara

peran publik – termasuk media dan

sejumlah elemen lain – seakan tidak

fungsional dalam menangani persoalan

tersebut. Urusan rumah tangga, boleh saja

ditutup-tutupi. Namun lain halnya ketika

ada yang memutuskan sebuah sikap dan

disebar di publik, namun menolak saat

dimintai klarifikasi.

Bukan perkara mudah menyelesaikan

perseteruan antara dua organisasi yang

berselisih. Terlebih perseteruan itu

menyangkut sentimen kedaerahan. Pada

tahun lalu, peristiwa serupa terjadi pada

dua kekeluargaan lain. Bedanya, konflik itu

dilatarbelakangi oleh perdebatan tentang

Kepres (Keputusan Presiden) yang berkai-

tan dengan sistem keanggotaan dan SDM

mahasiswa baru. Namun-jujur saja, perse-

lisihan tersebut masih menyisakan isak

“kesal” di dada.

Sebenarnya-dalam kasus-kasus terse-

but, terdapat satu kesalahan yang-

barangkali kurang disadari. Hal ini

berangkat dari pemahaman bahwa

penyelesaian yang selama ini dilakukan,

membuahkan hasil yang kurang memuas-

kan. Letak kesalahan tersebut berada di

ketidak-transparan pokok permasalahan

yang tengah dihadapi. Di sinilah peran me-

dia selayaknya dimaksimalkan. Selanjutnya,

dengan adanya transparansi antar sesama

masyarakat –Masisir – diharapkan menjadi

hal yang memancing tindakan solutif.

Mengapa harus media turut ikut serta

dilibatkan? Peranan media sangat penting

dalam menjembatani aspirasi masyarakat,

Masisir. Hendaknya media dapat berperan

andil dan menjungjung tinggi netralitasnya

dalam segala persoalan yang diangkat. Su-

dah tidak asing lagi bahwa media merupa-

kan cerminan masyarakatnya, yang mem-

perlihatkan bentuk wajah masyarakat ter-

sebut. Hal itu tidak lain karena-idealnya-

apa yang ditulis oleh media tidak akan jauh

dari apa yang terlihat di sekitarnya. Di tan-

gan media, dapat tergambar pola pikir dan

keadaan masyarakat, bahkan hingga ke-

bobrokannya.

Kendatipun media menjadi cermin bagi

suatu masyarakat, masyarakat tetaplah

menjadi pengawas bagi media. Sehingga di

sini terjadilah semacam timbal balik antara

media dan masyarakat, saling memberi dan

mempengaruhi demi terwujudnya komuni-

tas yang dinamis. Jika demikian, sudah

saatnya Masisir awas sekaligus peduli

dengan media, begitu juga sebaliknya. Mes-

kipun kenyataannya, harapan demikian

cukup jauh dari fakta di lapangan.

Walau bagaimanapun peristiwa yang

telah disebutkan di awal, memberi gam-

baran separuh dari bentuk wajah Masisir

sekarang ini. Dalam konteks di atas, pada

dasarnya media berhak menganalisa serta

menyebarkan informasi kepada publik sela-

ma apa yang disajikan berdasarkan data

yang valid. Oleh sebab itulah dalam UUD

Kebebasan Pers, yakni dalam Pasal 5 ayat 1

termaktub; bahwa media berkewajiban

memberitakan peristiwa dan opini dengan

menghormati norma-norma agama dan rasa

kesusilaan masyarakat serta asas praduga

tak bersalah.

Namun sayang, stigma negatif yang te-

lah lebih dahulu mengakar di sebagian

Masisir terhadap media, menjadikan awak

media tak mudah memperoleh data yang

cukup. Keterbatasan informasi seringkali

menjadi kendala dan tantangan yang sulit

ditembus. Mulai dari yang berkelit-kelit saat

diwawancara, hingga narasumber yang

“kucing-kucingan” saat dihubungi. Fakta ini

cukup menggelitik, karena ternyata terbukti

bahwa dalam komunitas kita, masih ter-

dapat manusia yang “phobia” akan media.

Boleh saja komunitas ini dikatakan tak

kunjung dewasa, karena terdapat persoalan

yang sengaja dimunculkan ke permukaan

dan sengaja disebar melalui jalur resmi.

Namun lucunya, saat diminta klarifikasi

oleh media, ditolaknya ajakan itu dengan

dalih persoalan yang terjadi terlalu sensitif.

Hal ini sebenarnya memancing pertanyaan

yang lebih besar, jika enggan “tabayun”,

mengapa persoalan itu “mesti” disebarkan

dan dibiarkan menjadi konsumsi publik

tanpa adanya upaya klarifikasi?

Sulit mengamini bahwa komunitas kecil

yang heterogen ini disebut sebagai komuni-

tas terbuka yang transparan. Masih ada

sekat yang menjadi pemisah antara

masyarakat dan media. Berangkat dari hal

ini kita berharap bahwa masyarakat kita

dapat belajar untuk melek media sekaligus

bertanggung jawab atas apa yang diperbuat.

[ë]

Page 4: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

TëROBOSAN

- E

dis

i Reg

ule

r 3

68

– A

pri

l 20

15

Dana Studi ke Mesir Mencapai 30 Juta, Salah Siapa (?)

BPA PPMI bentuk Pansus untuk

menginvestigasi kasus dugaan penipuan

terhadap lima orang pelajar baru dari Da-

rul Qur’an yang datang ke Mesir di bawah

tanggung jawab Elfata (nama samaran).

Elfata dituding melakukan penipuan kare-

na mematok biaya pemberangkatan ke

Mesir sebesar 30 juta, sedangkan fasilitas

yang diberikan kepada peserta brokernya

dinilai tidak sebanding dengan harga yang

dicanangkan. Hal ini diakui oleh Yusuf

(salah satu korban) saat diwawancara tim

TëROBOSAN beberapa hari lalu.

Kabar ini pun beredar dari mulut ke

mulut di kalangan Masisir karena sampai

berita ini ditulis belum ada klarifikasi

secara umum kepada pihak-pihak yang

merasa dirugikan. Masisir berasumsi bah-

wa kasus ini merupakan penipuan karena

biaya pemberangkatan ke Mesir tidak lebih

dari 15 juta sesuai dengan peraturan BPA.

Berawal dari kabar simpang siur di

kalangan Masisir, tim TëROBOSAN be-

rusaha untuk menyelidiki kasus ini,

melihat sejauh mana penanganan yang

dilakukan Pansus, serta usaha apa yang

dilakukan Elfata terhadap dugaan

penipuan yang dituduhkan

kepadanya. Berikut laporan

kami.

Sebelum BPA PPMI

membentuk Pansus

untuk me-

nyelesaikan kasus

ini, Presiden

PPMI sudah

menduga bahwa isu ini

akan terendus di kalangan Masisir.

Saat diwawancarai tim TëROBOSAN

pun Presiden PPMI meminta untuk

tidak mengangkat isu ini terlebih dahu-

lu, dikhawatirkan muncul fitnah dari

berbagai pihak karena ketidakjelasan

isu yang masih dalam tahap investigasi.

Namun ketika isu ini muncul PPMI tidak

tinggal diam, Presiden langsung bergerak

menyelidiki kasus ini setelah pelajar yang

bersangkutan tiba di Mesir. Ketika

mendapatkan informasi dari ketua Keluar-

ga Mahasiswa Jambi (KMJ), dimana salah

satu pelajar baru yang terlibat kasus ini

berasal dari Jambi, pihak PPMI masih be-

lum bisa memastikan wujud dari kasus ini.

“Data-data sudah ada pada kita (Presiden)

dan tahapan-tahapan sudah kita lalui na-

mun belum bisa dipastikan apakah ini pen-

ipuan, pemerasan ataukah bisnis belaka”.

Ungkap Agususanto.

Awal mula kasus ini terungkap ketika

satu dari lima anggota keberangkatan yang

ditangani Elfata memisahkan diri dari rom-

bongan yang saat itu bertempat tinggal di

daerah Abdu Basya. Karena merasa tidak

betah tinggal di daerah sana akhirnya pin-

dah ke sekretariat Rumah Tahfiz Mesir

(RTM). Empat orang pindah ke RTM, satu

orang dari mereka pindah ke KMJ. Satu

orang yang pindah ke KMJ itu pun mencer-

itakan masalah ini ke ketua kekeluargaan-

ya. Kemudian ketua KMJ

melaporkan kasus

ini pada

saat

perkumpulan forum ketua kekeluargaan

yang diselenggarakan oleh DPP PPMI.

Setelah kasus ini sampai di ranah PPMI,

akhirnya BPA dan MPA berkumpul untuk

membentuk Pansus yang kali ini ditangani

oleh Alfarobi. Presiden PPMI juga telah

memberikan surat panggilan kepada Elfata,

dan ia pun menyanggupi panggilan itu un-

tuk menjelaskan kejadian tersebut.

Kronologi

Pada pertengahan tahun 2014 lima

santri Darul Qur’an menyampaikan

keinginannya kepada ust. Yusuf Mansur

untuk belajar di negeri Mesir. Kemudian

ust. Yusuf Mansur memerintahkan untuk

berkonsultasi kepada salah satu bawa-

hannya yang nantinya segala keperluan

pemberangkatan akan diurusi olehnya.

Yandi, yang ditugasi oleh ust. Yusuf Mansur

berkomunikasi dengan Elfata mengenai

dana yang dibutuhkan untuk berangkat ke

Mesir beserta segala keperluannya.

Akhirnya Elfata merincikan dana dengan

jumlah nominal 30 juta. Saat itu mereka

dan orang tua masing-masing tidak tahu

berapa biaya pastinya untuk berangkat ke

Mesir, maka biaya 30 juta disetujui.

Pada bulan November 2014, 3 orang

pertama yaitu Zalkan, Lalu dan Labib

berangkat dengan persetujuan orang tua

mereka pada dana yang diang-

garkan. Rombongan kedua

datang pada pertengahan

bulan Januari, yaitu

Yusuf dan Ical

dengan biaya

yang sa-

ma.”Sebelumnya

kita dan orang tua

tidak pernah tahu be-

rapa pastinya biaya ke

mesir makanya kita berangga-

pan jika biaya 30 juta itu

standar.”Ujar Yusuf.

Tertulis dalam rincian dana tersebut

biaya pengurusan visa dan biaya ma-

suk sekolah (ma’had), sampai saat ini

mereka semua sudah daftar tapi

belum masuk ma’had karena masih

menunggu turun nama. Dalam

rincian juga tertulis setiap orang

mendapatkan AC, kulkas serta

jalan-jalan ke berbagai tem-

pat pariwisata di Mesir. Na-

mun sampai saat ini mereka belum

mendapatkan fasilitas tersebut.

Dari perincian dana tersebut Elfata

menyebutkan bahwa 30 juta terbilang mu-

rah, karena membandingkan pada biaya

masuk ke Darul Qur’an yang mencapai 75

juta. “Saya pikir dana segitu termasuk mu-

rah buat mereka, biaya masuk Darul Quran

aja 75 juta, dan orang tua pun rela dengan

harga segitu,”kata Elfata.

Dalam hal ini Presiden PPMI menya-

Doc: vgpparung.wordpress.com

Page 5: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

TëROBOSAN

—Ed

isi Regu

ler 36

8 – A

pril 2

01

5

takan bahwa permasalahan bukan terletak

pada persetujuan orang tua atas biaya ini.

Namun karena BPA telah memilki aturan

biaya pemberangkatan ke Mesir maksimal

15 juta rupiah, maka jelas biaya 30 juta te-

lah melebihi batas yang ada.

Presiden juga mengatakan kepada Elfata

untuk mengembalikan biaya yang tidak

perlu atau tidak penting di rincian yang ada.

“30 juta ini rinciannya adalah rihlah-rihlah

ke tempat tempat wisata, mendapatkan

fasilitas-fasilitas mewah, dan harga rumah

jauh berbeda dengan Masisir lainnya. Jika

standar Masisir membayar rumah 1000

pounds mereka membayar 2500 pounds.

Fasilitas-fasilitas itu jika dilihat dari kewaja-

ran mahasiswa tidaklah normal,”kata Agus.

Lebih lanjut Presiden PPMI dan Pansus

akan menginvestigasi rincian biaya. Jika ada

yang tidak penting maka akan dikembali-

kan. Seminggu setelah pertemuan dengan

Elfata, dia diminta untuk menyerahkan rin-

cian biaya tersebut. Dari hasil rincian baru

bisa diolah kecocokan antara rincian dana

dengan fasilitas yang telah diberikan.

Kemudian pelajar yang bersangkutan di-

panggil untuk menjelaskan apa saja

yang telah mereka dapat dari rinci-

an tersebut. Setelah diteliti tern-

yata memang terdapat banyak

perbedaan dengan apa yang

dijanjikan di Indonesia.

Investigasi sempat

terhenti karena Elfata

pulang ke Indonesia

untuk beberapa uru-

san. Namun dari in-

vestigasi yang telah

dilakukan, baik itu

memanggil Elfata, saksi

(korban), sudah didapatkan

benang merahnya. Terdapat

beberapa kejanggalan seperti,

semua anak harus membeli tabung gas,

penghangat ruangan dan kulkas. Se-

dangkan setelah ditinjau langsung, barang-

barang seperti kulkas dan tabung gas adalah

milik tuan rumah, berarti tidak ada pem-

belian, jadi beberapa rincian dana tersebut

fiktif. Selain itu terdapat anggaran dana

administrasi laporan pendidikan sebesar

500 ribu padahal pada kenyataanya tidak

dipungut biaya. Bahkan mereka pun sampai

saat ini tetap harus bayar iuran bulanan

sebesar 2 juta dengan rincian untuk makan,

rumah, pembimbing dan lain sebagainya.

Namun berdasarkan pengakuan Elfata

kepada tim TëROBOSAN saat diwawancarai

pada tanggal 15 April 2014 lalu, ia mem-

berikan beberapa klarifikasi mengenai ka-

sus ini. Hal pertama ia menegaskan bahwa

dirinya bukan broker layaknya broker-

broker pemberangkatan mahasiswa lainnya.

Ia mengaku hanya membantu mahasiswa

yang ingin pergi ke Mesir. “Saya bukan bro-

ker, hanya sebatas membantu orang yang

ingin ke Mesir dari santri ust. Yusuf Mansur.

Karena saya juga gak punya pengalaman

untuk memberangkatkan mahasiswa ke

Mesir,”tegas Elfata.

Terkait masalah rincian dana yang men-

capai 30 juta, ia mengakui benar adanya

karena dalam rincian tersebut ditulis juga

anggaran untuk jalan-jalan. “Sebenarnya 15

juta pun cukup untuk berangkat ke Mesir,

tapi kita menambahkan anggaran untuk

rihlah,”terang

Elfata. Sebe-

lum

mengajukan

rincian

dana

kepada

para orang tua pelajar, Elfata juga menga-

takan bahwa ia telah menanyakan apakah

mereka sepakat akan adanya estimasi untuk

jalan-jalan atau tidak, jika tidak maka akan

dihapus.

Disamping itu, ia mengakui bahwa

dirinya tidak tahu adanya aturan BPA

mengenai biaya maksimal 15 juta untuk

pemberangkatan. Ditambah lagi dengan

tidak adanya sosialisasi PPMI mengenai

aturan tersebut pun dinilai berpengaruh.

Alhasil nominal 30 juta dianggarkan tanpa

mengacu pada aturan yang ada. “Terus ter-

ang saya tidak tahu ada aturan ini, maka

saya anggarkan 30 juta. Disamping saya

bukan broker, PPMI juga tidak ada sosial-

isasi tentang aturan ini. Setidaknya kalau

ada pemberitahuan sebelumnya, saya akan

ikuti.”lanjutnya.

Selain itu Elfata juga mengakui bahwa

sebagian anggaran sudah terpenuhi dan hak

-hak yang dijanjikan pun sudah diberikan.

Akan tetapi dari sisa anggaran yang belum

terlaksana seperti fasilitas rumah dan lain-

lain akan segera dipenuhi. Kecuali anggaran

rihlah, karena Presiden PPMI mengatakan

untuk sementara tidak dilaksanakan ter-

lebih dahulu sebelum ada kesepakatan

dengan anak baru dan orang tua. “Duit

sisa masih ada sama saya, saya

ngasih pilihan ke orang tua

mereka mau dibalikin

atau engga kalau

mau dibalikin

silahkan,

kalau

lanjut juga

oke. Tapi

mayoritas

orang tua

menyuruh

untuk dilanjut-

kan,”terangnya.

Namun Alfarobi

menegaskan bahwa

penyelesaian masalah ini

akan dilakukan dengan cara

menunaikan hak-hak yang telah

disepakati. Karena anak baru dan

orang tua mereka sudah sepakat di awal

akad. Terlebih Pansus akan mengawasi

Elfata dalam pemenuhan akad tersebut.

“Pansus akan membantu menyelesaikan

masalah ini dengan cara menuntut Elfata

untuk memenuhi fasilitas yang menjadi hak

Doc: www.autisminvestigated.com

Lanjut ke halaman 10….

Page 6: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

TëROBOSAN

- E

dis

i Reg

ule

r 3

68

– A

pri

l 20

15

Menengok Nasib Media Cetak Masisir

Seiring berjalannya zaman, teknologi

semakin berkembang pesat, kebutuhan

manusia akan informasi tak dapat dinafi-

kan. Media-sebagai penyalur informasi juga

tertuntut untuk menyajikan informasi ak-

tual demi memenuhi keinginan khalayak

selaku konsumen. Media harus berinovasi

dan mencari celah supaya informasi yang

didapat segera tersebar. Salah satu langkah

inovatif – dalam lingkup Masisir – yang

dapat langsung dirasakan bagi pengguna

internet adalah kemunculan media online.

Berangkat dari titik ini, kami mencoba

meliput fenomena munculnya media online

di Masisir. Berikut liputan kami, selamat

membaca!

Melacak awal mula berdirinya media

online di lingkungan Masisir bukan perkara

mudah. Terlebih jika tidak ditentukan

standar dan bentuk media yang dimaksud.

Media dalam bentuk milis misalnya. Jika

dimasukkan dalam media online, maka

sejak tahun 2000 KMNU (Komunitas Maha-

siswa Nahdhatul Ulama) – sekarang men-

jadi PCINU – sudah memilikinya, begitu

pula PMIK (Perpustakaan Mahasiswa Indo-

nesia Kairo). Akan tetapi jika yang dimak-

sud media online adalah media dalam ben-

tuk web ataupun blog, maka ia telah mulai

muncul sekitar 2 atau 3 tahun sebelum

meletusnya revolusi 25 Januari, empat ta-

hun lampau. Kekeluargaan KSW misalnya,

mengaku telah mencetusnya sejak

2007. Sebagaimana yang di-

paparkan oleh Sitta

A’lamun,” Embrionya

diperkirakan sejak

2007 yang saat itu

ketuanya Hartono

Muntohar”. Mes-

kipun akhirnya

sempat vakum

pasca Revolusi,

namun akhirnya

dapat dihidupkan

kembali hingga saat

ini.

Beberapa media

online juga muncul dalam wak-

tu yang bervariasi. Web

Kekeluargaan KPJ misal-

nya, sudah muncul sejak tahun 2010. Ada-

pun web milik almamater IKPM, baru mun-

cul pertengahan tahun 2014 – meski sebe-

lumnya telah berdiri dengan nama Darus-

salam Kairo.

Meski media online mulai bermuncu-

lan, tetapi dengan terjadinya Revolusi 25

Januari – yang berbuntut adanya evakuasi

bagi WNI di Mesir – mau tak mau berimbas

pula dengan dinamika media Masisir. Hal

ini diakui oleh pengelola web KSW, “(kita –

red) mengalami vakum gara-gara tsauroh

lalu setelah mereda kita kembali lagi hing-

ga saat ini.” Di tahun-tahun berikutnya, hal

yang sama dirasakan oleh KPJ, sebagaima-

na yang diakui Nawa Syarif, penanggung

jawab media KPJ. Bisa dibilang tidak hanya

media online yang akhirnya membeku.

Masih berdasarkan penuturan Nawa, media

cetak pun turut sepi, “2011-2012, dua me-

dia ini (cetak dan online,-red) mulai surut

dan kurang aktif”. TëROBOSAN sendiri

sebagai media cetak turut merasakan im-

basnya, berupa lemahnya geliat untuk tetap

“survive”. Begitu pula yang dialami oleh

Afkar, Muhammad Shofy, mantan Pimred

Afkar ini mengaku,”Intensitas Afkar dalam

penerbitan semenjak Tsauroh mulai

memudar seiring beberapa anggotanya

yang pulang.”

Dari beberapa media online yang kami

pantau, masing-masing memiliki latar

belakang, tujuan dan target yang berbeda-

beda. Untuk KSW, dalam pemberitaannya,

media ini berusaha menyajikan berita ak-

tual seputar Masisir yang cepat

dan aktual. Adapun KPJ

dan IKPM, mengaku

bahwa medianya

bertujuan se-

bagai fasilitas

untuk men-

ampung

tulisan dan

bakat ang-

gotanya.

“(Juga –red)

untuk ajang

silaturrahmi

bagi semua war-

ga”, tutur Nawa. Lain

halnya NU, yang pada

awalnya berdiri sebagai

media alternatif bagi warga

NU yang ada di Indonesia dan negara lain.

“Tujuannya lebih kepada memperluas

jangkauan media cetaknya.”ujar Muhid.

Lantas, apakah media online tersebut

mendapat apresiasi tinggi dari Masisir? KPJ

mengatakan bahwa ramai tidaknya

pengunjung bergantung pada konten yang

diposting. Jika berkaitan dengan agenda

KPJ, pengunjung mencapai 30 perhari. Lain

halnya dengan media lain yang menghitung

berdasarkan satuan berita atau artikel yang

dimuat. Muhid mengatakan bahwa web

PCINU menerima kunjungan per artikel

paling banyak 600-an dan paling sedikit

130 pengunjung. Sedangkan KSW

mengaku, rata-rata jumlah pembaca sekitar

1800. Adapun IKPM meskipun tidak me-

nyebutkan angka, mengaku bahwa jumlah

pembaca semakin meningkat, “bisa

dikatakan lumayan banyak lah, dan

pengunjung kebanyakan adalah Masisir

ataupun warga indonesia di tanah air.”

Tutur Khoirul Anam.

Adapun website PPMI, Ahmad Hujaj

Nurohim selaku wapres PPMI mengaku

bahwa media online milik organisasi induk

ini tidak hanya ramai pengunjung. Tetapi

pengunjungnya pun menembus benua lain.

“Perhari 3000 atau 2000 pengunjung. Ke-

banyakan pengujungan yang pertama dari

Mesir, kemudian dari Indonesia dan tera-

khir Amerika.”

Hal ini cukup wajar, mengingat media

online memang biasanya menyajikan berita

yang cepat dan aktual, meskipun berita itu

cepat basi. Sementara di masa kini, hal ter-

sebut cukup bertolak belakang dari media

cetak yang mengandalkan distribusi door to

door. Lantas, dengan menjamurnya media

online, apakah hal ini berdampak bagi me-

dia cetak yang dimiliki Masisir?

KSW yang memiliki media cetak berupa

buletin Prestasi, mengaku hadirnya media

online sama sekali tidak membawa dampak

buruk bagi buletinnya. Tetapi justru saling

melengkapi, “Kita saling melengkapi, seper-

ti promosi (buletin –red)Prestasi lewat

media online” Ujar Sitta. Lebih lanjut Wais

Al-Qorni, Pimred Prestasi mengatakan,

“Dengan adanya media online saat ini, jelas

mempermudah orang lain yang ingin mem-

baca buletin Prestasi.”

Hal yang tidak jauh berbeda diutarakan

oleh pengelola Web IKPM, Khoirul Anam. Ia

berujar bahwa terjadi “simbiosis mutual-

isme” antara media online dan cetak yang

dimiliki organisasi almamaternya.

Doc: fcp12-1.flatclassroomproject.org

Page 7: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

TëROBOSAN

—Ed

isi Regu

ler 36

8 – A

pril 2

01

5

“Misalnya ketika buletin itu terbit, maka

berita nya nanti di upload di web IKPM.”

Akan tetapi faktanya, hingga saat ini Pem-

red dan Pinum majalah La Tansa milik

IKPM mengakui bahwa majalah yang mere-

ka kelola belum pernah terbit selama peri-

ode 2014-2015.

Muhid yang memegang web PCINU

justru menampik adanya dampak negatif

dari menjamurnya media online terhadap

media cetak. Meski demikian, ia tidak men-

ampik melemahnya geliat media cetak NU.

Namun ia memiliki pandangan lain terkait

alasan terjadinya kelemahan terse-

but, “Lesunya media cetak NU

sekarang ini memang karena

atmosfer tulis-menulis sedang

loyo.” Ia juga mengutarakan

kekecewaannya, jika Masisir

tidak bangkit sekarang.

“Khususnya NU,”ujarnya.

Adapun media cetak yang di-

miliki KPJ, Nawa mengatakan bahwa

saat ini minat pembaca media cetak di

Masisir tergolong sedikit, “Untuk masa ini

minat pembaca media cetak khususnya di

Masisir sedikit, jadi media online dirasa-

kan lebih baik. Karena lebih mudah dan

jangkauannya luas. Dan dengan dasar itu-

lah, media cetak (buletin Fajar –red) yang

dimiliki KPJ bersatu dengan media online.

(Adapun –red) di tahun 2013, karena be-

berapa alasan web KPJ dihapuskan dan

mulai beralih kepada blog. Jadi sampai

sekarang media yang hidup di KPJ hanya

blog.” Jelas mahasiswa fakultas syariah

islamiyyah.

Nampaknya tidak hanya KPJ yang me-

dia cetaknya “bermetamorfosa” menjadi

media online. Suara PPMI (SP) yang men-

jadi corong organisasi induk Masisir ini kini

juga sudah lenyap. Nampaknya media

online menjadi pilihan tepat oleh organ-

isasi yang saat ini dipimpin oleh Agususan-

to. Meski demikian, Imdad Azizy selaku

Sekjen PPMI memiliki alasan dibalik

“hilangnya” Buletin Suara PPMI. Menurut-

nya, cara penulisan berita di web tergolong

simple dan mudah, terlebih lagi PPMI

mempunyai segudang acara dan kegiatan

yang menuntut untuk dipublish. Selanjut-

nya ia juga beralasan bahwa adanya web

PPMI Mesir ini, dirasakan lebih efisien dan

cakupannya lebih luas. Hal tersebut turut

diamini oleh Hujaj, ”Supaya informasi lebih

cepat, karena perkembangan teknologi

semakin cepat.” Hal ini karena website

berperan sebagai wadah informasi.

Akan tetapi, nyatanya terdapat alasan

lain di balik tidak diterbitkannya SP se-

bagai media cetak. Masih berdasarkan pe-

nuturan Imdad, “kita mempunyai

kesulitan dalam

kaderisasi

dan

perekrutan

ang- gota, kecuali jika

PPMI membentuk bidang yang

dikhususkan untuk Suara PPMI maka itu

akan mempermudah, terutama dalam hal

pengkaderisasian anggota.”

Permasalahan kaderisasi juga diakui

oleh Pangeran, Pemred SP 2013-2014.

Menurutnya eksistensi media cetak Masisir

lain disebabkan adanya sistem kepenguru-

san, seperti kaderisasi dan perekrutan ang-

gota. Dan inilah yang menjadi kendala bagi

SP. Karenanya, ia mengapresiasi adanya

website PPMI Mesir. Menurutnya web lebih

baik digunakan dari pada Suara PPMI da-

lam bentuk cetak, mengingat Masisir tidak

hanya berdomisili di Kairo, tetapi juga ter-

dapat di kota-kota lain. “Suara PPMI itu

terbit sekitar satu kali dalam dua minggu,

dan belum tentu dapat menjangkau semua

lapisan Masisir.” Namun demikian, terkait

web PPMI, Pangeran memiliki masukan

tersendiri, “Kalau bisa PPMI memberi dan

memfasilitasi kolom Masisir beropini untuk

menyatukan apresiasi dan sosialisai

Masisir.” tutur mahasiswa asal Jakarta.

Mengenai efektifitas SP, Raushan Fikri,

Pemred Suara PPMI 2010-2011 ini mem-

iliki pandangan lain. Ia bercerita bahwa

pada masa jabatannya, SP terbit secara

stabil. “Suara PPMI terbit sebanyak tujuh

kali dalam periode tersebut dan setiap kali

cetak paling banyak mencapai 400 exam-

plar”. Menurutnya, jika kembali merujuk

kepada fungsi Suara PPMI – sebagai tempat

publikasi kinerja PPMI dan tempat

mengklarifikasi tudingan terhadap

PPMI – lalu media ini

digantikan dengan web-

site saja, maka seolah-

olah PPMI tidak

memiliki suara dan

kekuatan. Ia

memiliki pan-

dangan bah-

wa Suara

PPMI itu

harus tetap

ada sebagai

media yang

menyampaikan secara

menyeluruh kepada

Masisir, terutama bagi yang kurang me-

nyukai media online. “Jika suara Suara

PPMI ini tidak ada, maka PPMI itu sendiri

sudah kehilangan wadahnya untuk klarifi-

kasi dsb.”

Sementara terkait penulis harian web-

site Suara PPMI, Hujaj mengatakan bahwa

Bagian Infoteklah penanggungjawabnya.

“Jadi ada bagian-bagiannya. Ada 2 orang:

Ust. Tirmidzi dan Ust. Muhidurrohman.

Tapi karna Ust. Muhid sedang fokus jadi

digantikan oleh Ust. Habib.”ujarnya maha-

siswa berdomisili KSW.

Namun pernyataan di atas sedikit ber-

tolak belakang dengan jawaban yang

disampaikan Imdad. Ia berujar bahwa

semua anggota pengurus PPMI yang ber-

peran andil dalam eksistensi website SP.

“Maka yang berkewajiban untuk menulis

berita tersebut adalah siapa yang hadir

pada kegiatan tersebut, jadi semua anggota

pengurus PPMI berperan aktif dalam eksis-

tensi web ini.”jelasnya.

Kembali pada media online secara

umum, Muhammad Shofy, mantan Pemred

Afkar ini mengkritisi media online dari segi

pengarsipan. Memang media online sah-

sah saja keberadaannya, “Tapi dalam per-

timbangan pengarsipan agaknya media

Doc: savekpk.tk.org

Lanjut ke halaman 10….

Page 8: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

TëROBOSAN

- E

dis

i Reg

ule

r 3

68

– A

pri

l 20

15

إن األزهريين اصبح الكسالء"

(Syiekh Hasan As Syafi’i)

Mungkin dari kita sudah ada yang nge-

but untuk mempersiapkan Ujian Termin II

nanti, membuat talkhisan atau mulai

menghadiri bimbel, atau bahkan baru saja

membeli buku diktat-muqarrar.

Ada dua tipe dari mahasiswa. Pertama,

mereka yang berjuang pergi ke kuliah,

mengerahkan motivasi untuk menumpas

kemalasan, belajar memahami

muqarrar walaupun kurang

paham serta mengulan-

gi maddah pada

malam harinya.

Kedua, mereka

yang mencari

tahdidan,

menghafal dan

mampu menja-

wab soal Ujian.

Kedua tipe itu

memang mampu

mengantarkan

seseorang pada gelar Lc

dengan mulus, namun siapa

yang bermukim di tipe yang tera-

khir seperti itukah seorang

mahasiswa rencanakan disini ?.

Harus kita akui mahasiswa tidak

semuanya tergolong dalam dunia kampus

semata, atau mempunyai hobi ‘ngedate’

dengan kitab. Sebagian terjun di area

organisasi, ada yang harus hidup dan

menghidupi (bekerja) pun ada pula yang

hobinya hanya berkhalwat di depan Laptop

kesayangan. Selain mereka yang hobi

‘ngedate’ sama kitab sebagian mempunyai

hujah ‘buat apa kuliah tiap hari, ya entar

natijah juga tinggi saya’ atau ‘santai aja lah

baru juga tiga minggu masuk kuliah, nanti

lah kalau sudah keluar tahdidan baru bela-

jar’. Namun apakah Ilmu sekedar waraqot-

waraqot yang menjadi kebanggaan ketika

pulang ?.

Waktu seperti sungai, kamu tidak bisa

menyentuh air yang sama untuk kedua

kalinya. Mahasiswa memang manusia

sibuk, terkadang tangan tak bisa lepas dari

Gadget dengan berdalih ‘cuman sebentar’.

Atau bagi sabagian laki-laki yang hobi ber-

main PS mempunyai alasan Refreshing. Itu-

lah kesibukan yang paling mainstream bagi

sebagian mahasiswa terlebih yang pertama,

ia seperti fatamorgana -menjauhkan yang

dekat dan mendekatkan yang jauh- dan

korbannya dari semua usia. Mahasiswa

baru 2014 sebelum berangkat ke Mesir

mendapatkan Kiat sukses dari pihak IAAI,

“tinggalkan BB, hp yang memiliki Android

dan sejenisnya, bermain internet….ingat

cuman empat tahun anda di Mesir” itulah

kiat pertama yang menjadi poin penting

ketika Pembekalan di Jakarta.

Tidak ada yang lebih berharga da-

ripada umur dan tidak ada

yang lebih berarti

daripada peluang

dan kesem-

patan. Sering-

kali kalimat

seandainya

begini dan

seandainya

begitu

hadir dalam

otak manu-

sia. Begitu

pula saat kega-

galan datang pada

seseorang. Rasib atau

tidak najah dalam ujian men-

jadi musuh bagi mahasiswa

mana saja, terutama mahasiswa al-Azhar.

Sebagian menganggap ia berupa aib. Dan

munculah anggapan bahwa mereka yang

meraih predikat mumtaz itulah mereka

yang sukses, yang mampu terjun ke

masyarakat dan menjadi rujukan dalam

setiap masalah di kampungnya, atau mere-

ka itulah yang kelak menjadi pemimpin

negeri. Benar ?.

Al Azhar tidak terlalu memperdulikan

predikat apa yang diperoleh santri-

santrinya. Lembaga yang sudah berusia

lebih 1000 tahun ini menginginkan maha-

siswa mengerti bagaimana Manhaj al Azhar

yang sesungguhnya sehingga ia layak

mendapatkan gelar seorang Azhari. Selalu

istiqomah dalam belajar dan mengulangi

pelajaran karena mereka mengetahui bah-

wa hidupnya ilmu itu dalam mudzakarah و

Pepatah itu (.ادم للعلم مذكرة فحياة العلم مذكرة(

memang tak semudah yang dikatakan. Perlu

banyak latihan serta dan bimbingan dalam

meniti Manhaj ini. Kemalasan menjadi rank-

ing pertama dalam setiap kesempatan. Pa-

dahal seseorang sama sekali tak pernah

menyesali kenyamanan tubuhnya tak akan

pernah menyesali apa yang terjadi dan yang

sudah terjadi kecuali jika ia tak menunaikan

hak-hak Allah yang sebenarnya.

Ilmu itu bukanya yang dihafal, tetapi

yang memberi manfaat (Imam Syafi’i).

Apakah Ilmu hanya sekedar lembaran lem-

baran ijazah saja?. Hampir semua

menginginkan yang namanya ijazah. Tak

dapat dipungkiri memang. Walaupun semua

mahasiswa menyadari bahwa mereka bela-

jar bukan semata-mata untuk diri mereka

saja, bukan semata-mata untuk kampung

halaman saja, atau untuk negeri tercinta

saja. Mereka menyadari bahwa belajar un-

tuk khidmat kepada seluruh umat dan

berkhidmat kepada agama islam. Imam

Akbar Syeikh Abdul Halim Mahmud pernah

berkata:

عمل األزهر هو تبليغ الرسالة اإلسالمية , وتبليغ

الرسالة اإلسالمية هو ارفع منزلة واشرف وظيفة ألنها

رسالة األنبياء...

Dan Syeikh Sholeh Al-Ja’fari berkata:

االزهر هو األزهر, شرع إلهي, و ميراث محمدي,

محفوظ بحفظ ما فيه, ألنه حوى القرأن وما فيه من الفنون

)إنا نحن نزلنا الذكر وانا له لحافظون(.......

Anak muda yang akan sukses be-

sar adalah dia yang fokusnya kuat, yang

tegas mengabaikan yang tidak penting

(Mario Teguh). Seperti yang telah kita

ketahui kendala sebagian mahasiswa ialah

Gadget dan juga PS. Mereka berdua

menduduki peringkat teratas dalam men-

gutarakan alasan mengapa tidak menelaah

kitab. Dan juga fasilitas internet yang sangat

mudah diakses membuat alasan baru; ‘saya

belajar dengan membaca berita atau men-

cari cari maklumat di media’. Dan dengan

alasan lainya yang menguatkan bahwa

mereka bermain dengan Gadget itu adalah

suatu pembelajaran. Namun muqarrar di-

anggap angker dan hanya ditelaah ketika

waktu keangkeran (ujian) itu tiba. Itu

semua tergantung dari pendandanan waktu

yang cantik dan mengabaikan pekerjaan

yang tidak penting. Karena Mahasiswa sua-

tu saat akan kembali ke negeri mereka ting-

gal bukan untuk menunjukan lembaran itu

dengan predikat tinggi atau hanya berlabel

Azhari namun tak mengerti Manhaj Azhar.

Mereka kembali dengan membawa warisan

nabi. Wallahu A’lam

*Penulis adalah Kru TëROBOSAN

Mumtaz dengan Gadget atau PS (?) Oleh: Amrul Irsyadi*

Doc: www.foszor.com

Page 9: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

TëROBOSAN

—Ed

isi Regu

ler 36

8 – A

pril 2

01

5

Ahad (19/4), Ikatan Keluarga al-

Raudhatul Hasanah (IKRH) mengadakan

laga persahabatan futsal melawan Ikatan

Keluarga Pondok Modern (IKPM) di kawa-

san Nadi Syabab Souq Madrosah, Hay-10.

Pada pukul 14.00 CLT masing-masing tim

sudah

melakukan

pemanasan

sebelum

pertandingan

dimulai

sambil

menunggu

pemain yang

belum tiba di

lapangan.

Sebelum ber-

laga melawan

IKPM, IKRH

juga sempat mengadakan laga persahabatan

futsal melawan almamater Darul Arofah,

dan Kelompok Studi Mahasiswa Riau

(KSMR). Hal tersebut bertujuan untuk

mempererat tali silaturahmi antara

almamater, kekeluargaan dan sesama

anggota sendiri khususnya.

Tidak hanya itu, kegiatan ini juga

sebagai salah satu sarana untuk mejadikan

badan lebih vit sebelum menghadapi ujian,

sebagaimana yang diungkapkan Abdul Latif

Harahap selaku ketua IKRH saat diwa-

wancarai, “Mengingat ujian semakin dekat

perlu diadakannya olahraga, supaya ketika

kita belajar badan kita lebih fit, dan fresh-

untuk menerima pelajaran,” paparnya.

Pertandingan dari awal hingga akhir

berjalan dengan lancar tanpa ada kontak

fisik antar sesama pemain. Sementara per-

tandingan itu berakhir pada pukul 16.30

CLT dengan hasil akhir skor 5-8 yang

dimenangkan oleh IKPM. [ë] (Ikmal)

.

Jelang Ujian, IKRH Adakan Laga Persahabatan

Doc: photo IKRH

Page 10: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

TëROBOSAN

- E

dis

i Reg

ule

r 3

68

– A

pri

l 20

15

Palung Jiwa Oleh: Lina Dewanto*

mereka,” ujar Alfarobi.

Ia juga berpendapat bahwa masalah ini

sebenarnya tidak besar, hanya karena ada

kesalahpahaman antara pihak yang ber-

sangkutan. “Masalah ini tidak besar, hanya

karena ada miss communication antara

Elfata dengan anak baru, karena Elfata be-

lum melakukan transparansi terkait dana

yang dianggarkan.”papar mahasiswa asal

jakarta.

Disamping ia menjelaskan bahwa kasus

ini tidak ada sangkut pautnya dengan Ru-

mah Tahfiz Mesir (RTM) ataupun ust. Yusuf

Mansur, karena RTM dalam hal ini hanya

sebagai tempat tinggal sementara mereka

yang notabene sealmamater yaitu Darul

Qur’an, sedangkan ust. Yusuf Mansur me-

nyerahkan seluruh pengurusan pember-

angkatan kepada Elfata. “Maka tidak ada

kaitannya kalau kita membawa kasus ini ke

Rumah Tahfiz atau ke ust. Yusuf Man-

sur,”jelasnya.

Sampai saat ini proses penyelesaian

kasus yang terjadi masih berjalan.

Disamping Presiden PPMI memberi pesan

kepada Masisir, baik yang sudah pulang

atau masih disini agar lebih peduli dengan

generasi selanjutnya. Dalam hal ini peduli

dalam memberi info tentang studi di Mesir

termasuk pembiayaan agar ditransparansi-

kan. Karena saat ini jarak bukanlah ha-

langan untuk memberi informasi sehingga

tidak ada kesalahpaham di berbagai pihak.

[ë] (Fachry, Ikmal, Muharridh, Rifai,

Irfan).

Menerka ialah ulah manusia..

Kala hembusan kiri menggadang..

Memancangkan papan…

Di jantung berdenyut sembilu..

Umpama merih yang tertumpat…

Mulailah mata belati tanpa arah…

Menindas korban berlumur getah…

Palung jiwa menyapa…

Sudikah?

Meraih balok-balok kayu baisa…

Menata zamrud mulia!

Atau,

Tatkala mahkota pijar berlari,

Kembali ke palung terendap sunyi…

Mengerami selengkung senyum

Kala tersua atau tiada.

Sudahilah!

Penaka romansa tanpa pinta!

Bak menghulur berirama…

Memeluk erat sejalan berpisah jiwa.

Hingga mesra mengecap sanubari.

Imbangan pelerai benalu prediksi.

*Penulis adalah Sekretaris FLP 2014-

hingga sekarang

Lanjutan dari halaman 5….

Markaz At-Taqwa

Menerima segala jenis

fotokopi

Mahattah Gamik, Hay

Asyir

Hp: 01281551421

cetak masih jadi primadona.” Lebih lanjut ia

berharap, agar awak media cetak mampu

bertahan dalam berkompetisi. “Kami yakin

media cetak masih menjadi primadona.”

Ujarnya, optimis.

Sementara itu, menurut Bapak

Musthofa Abdurrahman, Wartawan sebuah

harian nasional terkemuka untuk kawasan

Timteng, harus diakui bahwa media online

adalah media yang cepat akses, simple, dan

lebih akrab. Hal ini menjadi tantangan uta-

ma untuk media cetak. “Untuk menghadapi

tantangan tersebut, media cetak harus

mampu berinovasi. Tantangan media online

pun terhadap media cetak adalah fenomena

global, tidak hanya di Masisir. Banyak me-

dia cetak di Amerika tutup gara-gara media

online.” Maka media cetak mengantisipasi

fenomena baru ini dengan mendirikan me-

dia online juga. “Untuk bisa bertahan hidup,

media cetak ini harus berinovasi diri,

bagaimana dia tampil beda dengan media

online. Terutama masalah pendalaman,

konferenshif, dan penyajiannya. Sehingga

media cetak mampu bersaing dengan me-

dia online.” Pesannya.

Harus diakui, media online – dengan

ragam karakternya – memiliki berbagai

keunggulan dibanding media cetak. Hal ini

layak menjadi tantangan bagi media cetak

untuk terus bertahan dengan terus berino-

vasi. Jika tantangan ini dihadapi, media

cetak bisa bertahan. Namun jika menyerah

sebelum bertanding, apalagi yang bisa di-

harapkan?

[ë] (Ainun, furna, Khudlori, Nuansa,

Nenden, Anam, Abiyyu).

Lanjutan dari halaman 7….

Page 11: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

TëROBOSAN

—Ed

isi Regu

ler 36

8 – A

pril 2

01

5

Opini- opini tentang dinamika Masisir,

khususnya perannya sebagai mahasiswa

senantiasa bergulir. Jika ada lomba menu-

lis di jagad Masisir, tentunya tidak jauh-

jauh berkutat pada tema “dinamika hidup

di Masisir”. Rutinnya tema tentang

“dinamika Masisir” yang sibuk mengantri

di setiap even perlombaan menulis menjadi

sebuah ironi tersendiri. Lantas, siapakah

pihak yang keliru dan bertanggung jawab

atas keberlangsungan beredarnya tema

ini? Sebuah tema yang memiliki potensi

menjadi tema abadi di jagad Masisir ini.

Media kah? Komunitas menulis kah? Atau,

Masisir itu sendiri?

Sebagai insan, kita tentunya senantiasa

menjunjung tinggi asas “prasangka baik”

kepada sesama. Ketimbang menyalahkan

salah satu pihak, alangkah baiknya jika hal

tersebut menjadi tanggung jawab bersama

Masisir. Lantas, Apa hubungan antara tema

yang sering diulang- ulang dan sebuah

tanggung jawab? Secara sekilas, mungkin

terkesan tema yang berulang merupakan

hal yang lumrah dan biasa. Namun, jika

mau terbuka dan dikaji lebih lanjut. Tema

yang sering diusung dalam perlombaan

menjadi salah satu indikator bahwa ter-

dapat sesuatu yang keliru dalam dinamika

Masisir dan membuat tema tersebut senan-

tiasa diulang.

Dalam hal ini, tidak berarti ketika tema

ini tidak diangkat berarti masalah yang ada

di Masisir telah usai. Dunia Masisir begitu

kompleks. Tidak diangkatnya tema ini han-

ya menjadi salah satu faktor yang menun-

jukkan bahwa rinai solusi telah tampak.

Namun hal ini juga masih bersifat speku-

latif. Dalam artian tidak diangkatnya tema,

bisa jadi karena kejenuhan yang disebab-

kan tidak adanya gayung bersambut dari

Masisir. Lama- lama, kekhawatiran pun

muncul. Banyak orang yang akhirnya

beranggapan bahwa menulis bukanlah

salah satu instrumen perubahan keadaan

dan hal ini berakibat pada kelesuan intel-

ektual. Ia hanya penghias rubrik- rubrik

yang meminta sesuap tulisan agar ia dapat

diterbitkan dan dipublikasikan. Sungguh

malang nasib tulisan yang seyogyanya

mampu menampung banyak gagasan.

Dinamika hidup di Masisir seperti hal-

nya sebuah roda. Ruji- ruji pada roda saling

berkumpul pada lingkaran dalam roda.

Akhirnya menjadi satu kesatuan yang utuh

bernama roda. Mohon ini tidak dibawa

pada gagasan integralistiknya Cak Nur da-

lam agama yang ia analogikan dengan ruji-

ruji juga. Ini sekedar analogi kehidupan

sosial, yang mendeskripsikan bahwa ruji-

ruji itu seumpama masyarakat Indonesia di

Mesir yang masing- masing melangkah

diatas garis yang dipilihnya. Lantas ling-

karan tempat bertaut antar ruji- ruji kita

analogikan sebagai Mesir. Dan roda itu

sendiri merupakan Indonesia. Sehingga

dapat kita gambarkan titik temu dari analo-

gi tersebut sebagai berikut: Masisir meru-

pakan roda atau Mahasiswa Indonesia, dan

merupakan ruji- ruji yang mana memilih

jalur hidupnya masing- masing, dan meru-

pakan lingkaran sebagai masyarakat yang

hidup di Mesir.

Roda mampu berputar jika ia ditopang

oleh ruji- ruji dan lingkaran yang menjadi

obyek bertautnya ruji- ruji. Indonesia

mampu berjalan dengan baik, jika

didukung oleh Masyarakat di Mesir yang

bahu- membahu antara yang satu dengan

yang lain seperti halnya ruji-ruji yang sal-

ing menguatkan roda.

Penilaian seseorang terhadap suatu

obyek dilatarbelakangi oleh pengetahuan

yang ia dapatkan dari lingkungan yang

melingkupinya. Jika ia terbiasa hidup di

lingkungan akademisi, seperti sering talaqi

atau pun kuliah saja. Melihat kawan yang

sibuk dengan dunia organisasi atau pun

seni, merupakan dunia yang keliru baginya.

Begitu pula sebaliknya, kawan yang sibuk

dengan dunia organisasi atau pun aktif di

dunia literasi misalnya, menilai kawan

yang hanya fokus pada dunia kuliah saja,

kurang dapat memahami pola interaksi

dengan masyarakat. Dan masih banyak lagi

pandangan- pandangan yang terlahir dari

dunia dimana seseorang hidup.

Ah, mungkin anda terlampau menggen-

eralisir, tuan. Buktinya tidak sedikit yang

berpandangan bahwa kuliah itu penting,

talaqi tidak kalah penting, organisasi juga

demikian, begitu juga komunitas- komuni-

tas penyalur hobi yang tumbuh dari rahim

Masisir. Tidak dapat dipungkiri bahwa

tidak sedikit yang berpendapat demikian.

Namun, terkait penyikapan seseorang ter-

hadap kondisi yang ada, mengharuskan

dirinya lebih memprioritaskan apa yang ia

pandang hal itu merupakan yang terbaik

bagi dirinya selama di Mesir.

Masing- masing orang memiliki titik

prioritas yang berbeda antara satu orang

dengan orang lain. Kendati demikian,

alangkah bijaknya jika kita menggunakan

deskripsi analogi Masisir dengan sebuah

roda. Jalan manapun yang dipilih oleh mas-

ing- masing individu, alangkah eloknya jika

hal tersebut demi kebaikan bangsa Indone-

sia dengan memanfaatkan segala yang ada

di bumi Mesir. Karena jika kita mematok

satu standar, maka akan banyak kecender-

ungan yang harus dipupuskan. Misalnya,

jika kita patok semua harus kuliah di

Azhar. Masisir tidak hanya mahasiswa,

namun lebih luas dari itu.

Menentukan standar tentunya me-

mandang siapa yang dijadikan obyeknya.

Jika ia seorang mahasiswa, maka ia di-

tuntut untuk mampu menunjukkan kapa-

sitasnya sebagai seorang mahasiswa. Jika ia

menolak sembari berdalih,”lho diri ini

urusanku, mas. Jangan diatur- atur begitu”,

maka dalam posisi ini ia mengalami keke-

liruan logika. Seperti halnya seorang ham-

ba yang sudah mengerti bahwa Allah mem-

berikan beban kepada dirinya dengan sta-

tusnya sebagai muslim. Maka ia harus

menaati tata aturan yang dikehendakiNya .

Begitu pula sebagai mahasiswa, ia memiliki

tata aturan tertentu yang merupakan

konsekuensi logis dari dunia yang ia pilih,

sebagai mahasiswa. Begitu juga dengan

dunia-dunia dan kecenderungan Masisir itu

sendiri. Mereka harus mampu memper-

tanggungjawabkan pilihannya sesuai

dengan tata aturan yang ada semampunya.

Hal yang paling urgen saat ini adalah

upaya redefinisi atau mengartikan kembali

peran yang yang dipilih oleh masing- mas-

ing individu. Agar setiap individu dapat

menyadari peranan dirinya, sehingga ia

mampu menjadi duta bangsa terbaik. Kare-

na kita hidup di kumpulan ironi yag telah

kompleks. Kesadaran peranlah satu cara

melewati ironi- ironi yang ada.

*Penulis adalah Pemimpin Redaksi

Majalah Sinar Muhammadiyyah periode

2013-2015.

Tema, Roda, dan Kompleksitas Ironi Oleh: Fardan Satrio W*

Page 12: Buletin Terobosan Edisi Reguler 368

Email/YM: [email protected]

FB: Tranferindo Mesir