bab iv analisis isu strategis - wonosobokab.go.id filemenjadi dasar utama visi dan misi pembangunan...

27
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 1 BAB IV ANALISIS ISU STRATEGIS Bab ini menguraikan isu-isu strategis yang dihadapi oleh Kabupaten Wonosobo. Isu-isu strategis ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pokok yang dihadapi, pemanfaatan potensi dan masalah keberlangsungan (sustainability) pembangunan yang menjadi dasar utama visi dan misi pembangunan jangka menengah. Analisis isu-isu strategis Kabupaten Wonosobo untuk perencanaan jangka menengah daerah kurun waktu 2016-2021 diidentifikasi melalui serangkaian proses, dimulai dari identifikasi permasalahan menurut urusan pemerintahan, analisis lingkungan strategis, kemudian diperoleh daftar calon isu strategis. Selanjutnya dilakukan pembobotan melalui konsultasi publik, dihasilkan daftar isu strategis sebagai basis analisis/perumusan rencana pembangunan selama 5 tahun. A. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang tidak bisa terlepas dari segala perubahan tata kehidupan nasional dalam berbagai aspek. Tiap aspek di dalam tata kehidupan nasional maupun skala daerah relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan terutama pada aspek- aspek dinamis. Respon yang efektif terhadap dinamika perubahan terutama untuk menghadapi tantangan potensial dan menangkap peluang sangat penting agar cita-cita dan harapan bersama untuk mewujudkan masa depan lebih baik bagi Kabupaten Wonosobo dalam kurun waktu lima tahun kedepan dapat terwujud. Tantangan dan ancaman sebagai permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan daerah pada umumnya timbul dari kekuatan yang belum didayagunakan secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan dan ancaman yang tidak diantisipasi. Oleh karena itu tahap identifikasi masalah sangat berperan penting dalam proses perencanaan sebelum melakukan rangkaian tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan disepakati bersama dalam rangka penyelesaian masalah tersebut. Tujuan dari perumusan permasalahan pembangunan daerah adalah untuk mengidentifikasi berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi keberhasilan/kegagalan kinerja pembangunan daerah di masa lalu. Berikut disajikan permasalahan pembangunan yang dihadapi Kabupaten Wonosobo : 1. Ketimpangan Regional Pembangunan daerah yang hanya dilaksanakan dan dinikmati oleh sebagian wilayah dan golongan masyarakat tertentu akan menimbulkan gejala ketimpangan. Ketimpangan wilayah Kabupaten Wonosobo menurut Indek Williamson pada tahun 2010-2014 cenderung meningkat yaitu 0,17 pada tahun 2010 meningkat menjadi 0,22 pada tahun 2011, di tahun 2012 meningkat lagi menjadi 0,29, meningkat lagi menjadi 0,28 di tahun 2013 dan meningkat lagi

Upload: trannguyet

Post on 27-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 1

BAB IV

ANALISIS ISU STRATEGIS

Bab ini menguraikan isu-isu strategis yang dihadapi oleh Kabupaten Wonosobo.

Isu-isu strategis ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pokok yang dihadapi,

pemanfaatan potensi dan masalah keberlangsungan (sustainability) pembangunan yang

menjadi dasar utama visi dan misi pembangunan jangka menengah. Analisis isu-isu

strategis Kabupaten Wonosobo untuk perencanaan jangka menengah daerah kurun

waktu 2016-2021 diidentifikasi melalui serangkaian proses, dimulai dari identifikasi

permasalahan menurut urusan pemerintahan, analisis lingkungan strategis, kemudian

diperoleh daftar calon isu strategis. Selanjutnya dilakukan pembobotan melalui

konsultasi publik, dihasilkan daftar isu strategis sebagai basis analisis/perumusan

rencana pembangunan selama 5 tahun.

A. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan

nasional yang tidak bisa terlepas dari segala perubahan tata kehidupan nasional

dalam berbagai aspek. Tiap aspek di dalam tata kehidupan nasional maupun skala

daerah relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan terutama pada aspek-

aspek dinamis. Respon yang efektif terhadap dinamika perubahan terutama untuk

menghadapi tantangan potensial dan menangkap peluang sangat penting agar

cita-cita dan harapan bersama untuk mewujudkan masa depan lebih baik bagi

Kabupaten Wonosobo dalam kurun waktu lima tahun kedepan dapat terwujud.

Tantangan dan ancaman sebagai permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan

daerah pada umumnya timbul dari kekuatan yang belum didayagunakan secara

optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan dan

ancaman yang tidak diantisipasi. Oleh karena itu tahap identifikasi masalah sangat

berperan penting dalam proses perencanaan sebelum melakukan rangkaian

tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan disepakati

bersama dalam rangka penyelesaian masalah tersebut.

Tujuan dari perumusan permasalahan pembangunan daerah adalah untuk

mengidentifikasi berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi

keberhasilan/kegagalan kinerja pembangunan daerah di masa lalu. Berikut disajikan

permasalahan pembangunan yang dihadapi Kabupaten Wonosobo :

1. Ketimpangan Regional

Pembangunan daerah yang hanya dilaksanakan dan dinikmati oleh sebagian

wilayah dan golongan masyarakat tertentu akan menimbulkan gejala

ketimpangan. Ketimpangan wilayah Kabupaten Wonosobo menurut Indek

Williamson pada tahun 2010-2014 cenderung meningkat yaitu 0,17 pada tahun

2010 meningkat menjadi 0,22 pada tahun 2011, di tahun 2012 meningkat lagi

menjadi 0,29, meningkat lagi menjadi 0,28 di tahun 2013 dan meningkat lagi

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 2

menjadi 0,35 di tahun 2014. Dari analisis trend dari tahun ke tahun,

kecenderungan kesenjangan semakin melebar. Meskipun nilai indeks masih

kurang atau sama dengan 0,35. Kondisi ini mengindikasikan bahwa antar wilayah

di Kabupaten Wonosobo kondisinya semakin terjadi kesenjangan antar wilayah

kecamatan. Kesenjangan antar wilayah yang tampak tersebut mengindikasikan

bahwa beberapa wilayah relatif berada di bawah kondisi secara umum rata-rata

wilayah yang lainnya. Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu

wilayah juga menyebabkan kecenderungan terjadinya konsentrasi aktivitas

ekonomi secara parsial dan memunculkan kondisi ketimpangan antar wilayah.

2. Angka Kemiskinan Masih Tinggi

Salah satu permasalahan pembangunan terbesar di Kabupaten Wonosobo

adalah tingginya persentase penduduk miskin yang pada tahun 2014 masih

menduduki posisi tertinggi di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Jumlah penduduk

miskin pada tahun 2014 sebesar 165.800 jiwa atau 21,42. % dari total penduduk.

Meskipun dalam kurun waktu 2010-2014 mengalami penurunan, namun selama

periode ini persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di

Kabupaten Wonosobo selalu berada di atas rata-rata Jawa Tengah.

Perkembangan inflasi Kabupaten Wonosobo dalam tahun 2010-2015

menunjukkan trend yang meningkat sampai tahun 2014 dengan angka inflasi

pada tahun 2013 dan 2014 meningkat cukup tinggi dibandingkan tahun 2011

dan 2012 yaitu sebesar 6,42% di tahun 2013 dan 8,44% di tahun 2014. Sementara

pada tahun 2015 menurun secara signifikan menjadi 2,71. Beberapa komoditas

yang memberikan sumbangan terbesar terjadinya inflasi selama tahun 2013

adalah bahan makanan sebesar 16,33% diikuti transport sebesar 11,89% dan

makanan jadi sebesar 10,10%. Sedangkan inflasi pada tahun 2014 sumbangan

terbesar dari transport sebesar 12,82% diikuti bahan makanan sebesar 11,63%

dan perumahan sebesar 9,91%. Inflasi berpengaruh terhadap naik turunnya garis

kemiskinan karena pergerakan inflasi memberikan imbas pula terhadap harga

komoditas pangan dan non pangan.

Berdasarkan Pemutahiran Basis Data Terpadu tahun 2015, jumlah rumah

tangga miskin sebanyak 88.062 yang tersebar di 15 kecamatan yang ada di

Wilayah Kabupaten Wonosobo. Permasalahan kemiskinan mikro yang ada di

Kabupaten Wonosobo meliputi kepemilikan jamban, rumah tidak layak huni,

tingkat partisipasi pendidikan, serta masih adanya rumah tangga miskin yang

belum mendapatkan akses atas jaminan kesehatan, raskin dan KUR . Masih ada

6.424 rumah tangga miskin yang tidak memilki jamban, 60.151 rumah tangga

miskin dengan rumah tidak layak huni, Berdasarkan data PBDT 2015, sejumlah

20.794 rumah tangga miskin belum terakses BPJS kesehatan, dan hanya 1,6 %

rumah tangga miskin yang telah terakses Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 3

3. Pertumbuhan Ekonomi Rendah

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonosobo pada tahun 2010 sampai

2015 menunjukkan nilai yang berfluktuatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010

pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 4,52 mengalami peningkatan pada

tahun 2011 sebesar 5,37 kemudian pada tahun 2012 menurun menjadi 4,70% dan

meningkat pada tahun 2013 sebesar 5,25%. Pada tahun 2014 mengalami

penurunan kembali menjadi 4,16% dan pada tahun 2015 meningkat menjadi

5,70%. Meskipun ada kecenderungan meningkat pertumbuhan ekonomi tersebut

masih lebih rendah apabila dibandingkan Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten

lain di wilayah Kedu. Beberapa lapangan usaha masih tumbuh di bawah rata-rata

pertumbuhan ekonomi secara umum. Pemerintah Kabupaten Wonosobo harus

memacu program-program yang bisa meningkatkan investasi, mengintensifkan

perbaikan dan pembangunan infrastruktur, meningkatkan konsumsi masyarakat

akan produk/jasa lokal serta mengolah sumber daya alam secara berkelanjutan

dengan memanfaatkan teknologi

4. Pendidikan

Angka Partisipasi Sekolah baik tingkat pendidikan dasar maupun menengah

yang belum mencapai 100 %. Pada tahun 2015 Angka Partisipasi Sekolah

penduduk usia 7-12 tahun baru mencapai 95,69. Angka partisipasi sekolah

penduduk usia 13-15 tahun masih mencapai angka 90 dan angka partisipasi

sekolah penduduk usia 16-18 baru mencapai 47,55 yang menunjukkan bahwa

penduduk dengan usia sekolah masih ada yang tidak sekolah dengan berbagai

penyebab. Angka melanjutkan lulusan SD dan SMP ke jenjeng SMP dan juga SMA

Kabupaten Wonosobo masih rendah, sehingga perlu ada penuntasan wajib

belajar 9 tahun dan mengembangkan wajib belajar 12 tahun terutama bagi

masyarakat berpenghasilan rendah. Kurangnya partsisipasi ini berkaitan dengan

belum meratanya akses pendidikan yang berkualitas baik sarana prasarana

maupun layanan pendidikan itu sendiri.

Pemanfatan dana BOS yang belum optimal juga menghambat efektifitas

peningkatan kualitas pendidikan. Hal tersebut berimplikasi pada tantangan

penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai serta pembebasan

biaya pendidikan khususnya pendidikan dasar. Selain itu, mutu, relevansi dan

daya saing pendidikan yang masih relatif rendah akan menghambat

pembangunan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing dan komptensi

tinggi. Disamping itu, lokasi sarana pendidikan yang memiliki kualitas baik

sebagian besar berada di ibukota kabupaten atau kecamatan, sehingga

masyarakat pinggiran tidak mampu mengakses pendidikan dengan kualitas baik.

Kualitas layanan ini terkait dengan ketersediaan sarana prasarana penunjang

belajar maupun kesenjangan ketersediaan guru berkompetensi juga masih

menjadi masalah.

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 4

5. Kesehatan

Pembangunan urusan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat

kesehatan dan gizi masyarakat melalui upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan

promotif. Dari segi pelayanan, permasalahan kesehatan yang dihadapi adalah

belum meratanya akses dan kualitas layanan kesehatan di tingkat dasar. Sampai

dengan tahun 2015 jumlah Puskesmas yang memiliki lima tenaga kesehatan

hanya ada empat Puskesmas, bahkan dokter dan dokter spesialis di Kabupaten

Wonosobo belum memenuhi kebutuhan sesuai rasio jumlah penduduk di

Kabupaten Wonosobo.

Selain permasalahan layanan kesehatan, angka kematian ibu dan bayi juga

masih dijumpai dalam perjalanan pembangunan yang telah dilaksanakan dalam

kurun lima tahun ini. Angka kematian ibu yang terjadi pada tahun 2015 sebesar

84,33 banyak disebabkan karena penyakit bawaan yang diderita ibu hamil serta

kasus pre eklamsia. Sedangkan kematian bayi sebesar 7,5 disebabkan karena

berat badan bayi lahir yang rendah. Rendahnya berat badan bayi ini terkait

dengan status gizi ibu hamil yang rendah yang disebabkan karena kesadaran diri

yang kurang untuk memeriksakan kandungan dan rendahnya PHBS.

Penderita HIV setiap tahun terus mengalami peningkatan yang pada tahun

2015 ini temuan kasus HIV/AIDS sudah mencapai 288 kasus.

Kesehatan sebagai salah satu hak dasar merupakan investasi berharga bagi

seseorang dan sebuah bangsa untuk pembangunan. Pemerintah berkewajiban

untuk menjamin warga negaranya mendapatkan akses yang sama dalam

pelayanan kesehatan dengan salah satu upayanya melalui sistem jaminan

kesehatan khususnya bagi masyarakat miskin. Sampai dengan tahun 2015 jumlah

peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) baik yang didanai dari APBN, APBD I

maupun APBD II sejumlah 378.802 jiwa. Sedangkan jumlah kepesertaan jaminan

kesehatan baik PBI maupun Non PBI sejumlah 463.110 atau 59,83 % dari jumlah

penduduk Wonosobo.

Semenjak diberlakukannya program JKN yang dikelola BPJS oleh

pemerintah, maka peran kuratif dari Puskesmas semakin besar dan terasa.

Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan pelayanan

kesehatan bagi peserta JKN yang artinya Puskesmas terdistribusi lebih besar

dibandingkan dengan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan sehingga akses

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan lebih tinggi. Hal ini menjadikan peran

puskesmas sangat krusial yaitu sebagai kontak pertama kepada masyarakat untuk

memberikan pelayanan kesehatan dasar. Dengan peran yang lebih besar ini tentu

jumlah masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas akan lebih besar, mau tidak

mau tentu puskesmas harus berbenah diri mulai dari kualitas pelayanan, kualitas

SDM, kualitas sarana dan prasarana.

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 5

6. Infrastruktur dan Penataan ruang

Pembangunan infrastruktur mempunyai peran vital dalam mewujudkan

pemenuhan hak dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman,

pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dengan demikian, dapat dikatakan

infrastruktur adalah modal esensial masyarakat yang memegang peranan penting

dalam mendukung ekonomi, sosial-budaya dan kesatuan dan persatuan yang

mengikat dan menghubungkan antar daerah. Pembangunan infrastruktur tidak

dapat terlepas dari pengaruh penyebaran penduduk serta luas wilayah dan

kondisi geografis kawasan. Ruang wilayah yang tetap dan terbatas, sementara

kebutuhan ruang yang meningkat menjadikan alih fungsi pemanfaatan ruang

dalam pembangunan menjadi tidak terkendali. Hal itu dapat berdampak pada

terjadinya bencana ekologis karena alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan

budidaya ataupun kerawanan pangan karena banyak lahan pertanian yang

beralih fungsi.

Beberapa permasalahan terkait dengan infrastruktur dan penatan ruang

antara lain berupa dokumen rencara tata ruang yang merupakan acuan dalam

perencanaan belum dimanfaatkan secara optimal termasuk penegakan peraturan

di bidang tata ruang. Akibatnya penggunaan lahan masih belum sesuai tata

ruang wilayah. Sebagai contoh adalah penggunaan lahan di kawasan Dieng yang

sebagian besar dimanfaatkan untuk pertanian, meskipun seharusnya merupakan

kawasan konservasi.

Bidang transportasi sebagai pendukung perkembangan kota dan wilayah

berfungsi sebagai sarana penghubung maupun titik simpul distribusi. Dalam

perkembangannya, sistem transportasi wilayah yang memperhitungkan

keterkaitan dan keterpaduan antar moda dan antar wilayah belum tertata dengan

baik, belum tersebar secara merata sehingga pelayanan transportasi yang aman,

nyaman, efisien dan terpadu yang mendukung mobilitas penduduk dan barang

belum optimal. Kondisi jaringan jalan sebagai prasarana transportasi mengalami

kerusakan sedang dan berat yang tersebar hampir seluruh wilayah. Data tahun

2015 hanya 56% jalan yang kondisinya baik. Sementara itu, kondisi baik dan

sedang sesuai standar pelayanan minimal telah mencapai 63,17%. Selain itu,

kondisi jaringan pedestrian juga kurang memadai serta tempat parkir yang belum

tersedia secara layak.

Salah satu indikator dalam SPM bidang perumahan adalah tersedianya

lingkungan permukiman yang sehat dan aman yang didukung oleh prasarana,

sarana dan utilitas umum (PSU) yang memadai dimana PSU yang cukup penting

adalah ketersediaan sanitasi dasar yang layak bagi kesehatan. Sampai tahun 2015,

jumlah rumah tangga bersanitasi masih kecil. Tahun 2015 hanya mencapai

45,95%, sementara yang mengakses sanitasi layak baru 21,01%. Permasalahan

persampahan juga masih menjadi masalah terkait dengan rendahnya cakupan

penanganan volume sampah yang hanya 0,6% pada tahun 2015.

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 6

7. Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

Persoalan mendasar bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

adalah kurangnya pemenuhan pelayanan sosial dasar seperti kesehatan,

pendidikan, sandang, pangan, papan serta belum terintegrasinya perlindungan

dan jaminan sosial. Integrasi ini juga menyangkut basis data PMKS yang terpadu

dan update untuk memperbaiki penetapan sasaran dan ketepatan penanganan.

Pada tahun 2015 Persentase PMKS yang mendapatkan bantuan sosial

untuk memenuhi kebutuhan dasar baru mencapai 42,84%. Hal ini berarti ada

57,16% Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang tidak

mendapatkan bantuan. Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam penanganan

masalah kesejahteraan sosial telah mendorong bergesernya paradigma

pembangunan kesejahteraan sosial dengan lebih mengedepankan peran aktif

masyarakat baik secara perorangan maupun berkelompok melalui

pengembangan nilai-nilai sosial budaya, seperti kesetiakawanan sosial dan

gotong royong yang dirumuskan sebagai modal sosial dalam membangun

ketahanan sosial masyarakat sekaligus sebagai perekat persatuan bangsa.

Kebutuhan pengembangan potensi yang tumbuh dan berkembang di

masyarakat, seperti kesetiakawanan sosial, kegotong royongan, keswadayaan

masyarakatdan kelembagaan-kelembagaan sosial/organisasi sosial, perlu

diperkuat dan difasilitasi oleh pemerintah agar ketahanan sosial masyarakat tetap

terpelihara.

8. Ketenagakerjaan

Permasalahan pengangguran merupakan salah satu masalah

pembangunan yang selalu ada baik tingkat daerah maupun nasional. Meskipun

tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Wonosobo tergolong rendah yaitu

5,34, namun tetap menjadi perhatian bagi pemerintah daerah mengingat

pengangguran akan berkorelasi dengan tingkat kemiskinan. Selain itu, masalah

ketenagakerjaan di Kabupaten Wonosobo menyangkut pada rendahnya tingkat

pendidikan yang didominasi oleh penduduk dengan latar belakang penddikan

SD. Data Sakernas tahun 2015, dari 428.556 angkatan kerja di Kabupaten

Wonosobo ada 299.806 atau 69 % angkatan kerja berlatar belakang pendidikan

SD yang artinya dengan rendahnya pendidikan ini maka peluang dan kapasitas

tenaga kerja sangat rendah.

9. Gender dan Perlindungan Anak

Permasalahan dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak

yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dan anak dalam

pembangunan di samping masih adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi

terhadap perempuan dan anak. Dalam konteks sosial, kesenjangan ini

mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap

layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi dan keterlibatan

dalam kegiatan publik yang lebih luas. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan

anak juga menjadi permasalahan serius yang harus segera ditangani menyangkut

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 7

perlindungan hukum terhadap korban kekerasan, upaya preventif dan rehabilitasi

korban. Dalam kurun waktu 2010 – 2015 jumlah kasus kekerasan terhadap

perempuan mencapai 878 kasus sedangkan kasus kekerasan terhadap anak

mencapai 480 kasus. Permasalahan lainnya mencakup kesenjangan partisipasi

politik kaum perempuan yang sampai pada tahun 2015 partisipasi perempuan

dalam parlemen di Kabupaten Wonosobo hanya 4,4,% bersumber dari

ketimpangan struktur sosio kultural masyarakat.

10. Ketahanan Pangan

Pangan merupakan salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan

pemerintah daerah untuk memastikan ketersediaan pangan di daerah,

memastikan kemampuan akses fisik dan ekonomi dari masyarakat terhadap

sumber pangan secara sosial dan demografis sepanjang waktu dan di mana saja.

Ketiga, memastikan bahwa pangan yang dikonsumsi masyarakat itu sudah

memenuhi standar gizi dan kesehatan. Permasalahan pembangunan yang terkait

dengan ketahanan pangan adalah sebagai berikut: (a) belum optimalnya

pemantauan distribusi, harga dan akses pangan masyarakat; (b) ketergantungan

bahan pangan dari luar daerah yang masih besar; (c) keamanan dan

keanekaragaman konsumsi pangan melalui pengembangan pangan lokal masih

kurang; (d) masih rendahnya konsumsi pangan berbasis lokal yang sehat dan

aman bagi anak-anak sekolah serta rendahnya konsumsi protein hewani; (e)

sering terjadi fluktuasi harga dari berbagai komoditas.

11. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Permasalahan pembangunan yang terkait dengan Koperasi dan UMKM

adalah sebagai berikut: (a) jumlah koperasi aktif masih belum maksimal hanya

61% koperasi yang masih aktif, kurangnya SDM koperasi sesuai dengan standar

keahlian teknis; (b) masih rendahnya aplikasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(IPTEK) dalam sistem produksi Usaha Kecil Menengah (UMKM) sehingga kurang

mendukung daya saingnya; (c) belum tersedianya kebijakan yang mendukung

bagi perkembangan dan keberlanjutan UMKM; (e) masih kurangnya kualitas SDM

dan daya saing pemasaran (promosi) produk UMKM, baik pada bidang sandang,

pangan, kerajinan, dan jasa; (f) masih rendahnya ketersediaan dan aksesibilitas

UMKM terhadap permodalan lembaga keuangan/pembiayaan mikro; (g) belum

optimalnya kemitraan usaha antara koperasi dan UMKM dengan pelaku usaha

lainnya; (h) rendahnya daya saing koperasi dan UMKM dalam mengakses pasar;

(i) masih kurangnya kemampuan koperasi dan UMKM dalam penguasaan

teknologi informasi.

12. Investasi /Penanaman Modal

Permasalahan pembangunan yang terkait dengan Penanaman Modal

adalah sebagai berikut: (a) belum adanya regulasi untuk menghadapi kebebasan

arus investasi dalam rangka menghadapi MEA; (b) pencapaian investasi masih

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 8

belum optimal; (c) keterbatasan dan kekurangan SDM yang kompeten mengelola

investasi daerah menghadapi MEA; (d) ketersediaan fasilitas dan infrastruktur

daerah untuk penunjang peningkatan daya tarik investasi dan mendukung

operasional investasi di daerah masih terbatas; (f) sistem keamanan termasuk

premanisme yang menjamin investor yang masih bermasalah; (g) belum adanya

informasi kebutuhan investasi; dan (h) mekanisme monev perijinan belum

optimal.

13. Pariwisata

Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu destinasi wisata unggulan

Provinsi Jawa Tengah bahkan nasional. Kawasan Dieng termasuk kawasan

strategis pariwisata nasional meskipun kawasan pariwisata Dieng diampu 2 (dua)

kabupaten. Perkembangan pariwisata Kabupaten Wonosobo ditopang oleh

kondisi geografis dan budaya seperti wisata alam, sejarah, budaya, heritage,

kuliner dan lainnya. Kabupaten Wonosobo saat ini didominasi oleh kegiatan

wisata alam, khususnya wisata Dieng. Meskipun kontribusi PDRB mengalami

peningkatan dan jumlah wisatawan nusantara meningkat, wisatawan manca

negara justru menurun signifikan setelah meningkat pada tahun 2012. Tahun

berikutnya justru menurun drastis, dari 19.089 menjadi 7.294 pada tahun 2014

atau mengalami penurunan 63%. Hal ini harus menjadi perhatian bagi

pemerintah. Selain penurunan jumlah wisatawan manca negara, permasalahan

dalam pembangunan pariwisata adalah perawatan objek wisata karena sebagian

wisata di Wonosobo merupakan objek wisata alam. Oleh karena itu

pengelolaanya harus bersifat holistik dengan mempertimbangkan kelestarian

alam melalui intervensi fisik dan juga mempertimbangkan sosial masyarakat.

Salah satu obyek wisata yang perlu diperhatikan adalah Telaga Warna yang saat

ini hanya memiliki warna hijau akibat matinya alga merah dan biru dampak

peptisida dari pertanian warga.

14. Belum Optimalnya Produksi dan Produktivitas Daerah

Sebagai daerah yang berbasis pertanian, Kabupaten Wonosobo mempunyai

kemampuan produksi yang mampu memenuhi kebutuhan pangan

masyarakatnya. Sektor pertanian selama tahun 2011 hingga 2015 menempati

posisi tertinggi dalam memberikan kontribusi kepada PDRB dengan rata-rata

34,2%. Meskipun sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar bagi

perekonomian di Kabupaten Wonosobo, setiap tahunnya kontribusi sektor

pertanian terhadap PDRB mengalami penurunan rata rata 0,38%. Hal ini dapat

disebabkan oleh berkurangnya lahan pertanian menjadi permukiman akibat

dampak dari peningkatan jumlah penduduk, sehingga kebutuhan ruang untuk

permukiman semakin berkurang atau dapat disebabkan oleh berkurangnya

jumlah petani yang beralih ke sektor lain yang lebih menguntungkan seperti

sektor bangunan dan jasa. Produk pertanian kurang bersaing di pasar nasional

dan internasional. Selain berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan.

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 9

Permasalahan lain yang mempengaruhi turunnya produktivitas pertanian adalah

infrastruktur yang diperlukan untuk peningkatan produksi pertanian khususnya

produksi beras. Jaringan irigasi diperlukan untuk pengaturan air, mulai dari

penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Rasio

jaringan irigasi pada tahun 2013 dalam keadaan baik sebesar 70,80%, sedangkan

pada tahun 2015, kondisi jaringan irigasi dalam keadaan baik sebanyak 70,49%.

Dalam sektor industri, meskipun pertumbuhan industri meningkat dalam

kurun waktu lima tahun, namun kontribusi terhadap PDRB mengalami penurunan

0,07% pada tahun 2015 karena beberapa faktor. Lemahnya struktur industri dan

daya saing industri lokal menyebabkan produk tidak kompetitif, ketersediaan

tenaga kerja yang berkualitas sesuai kebutuhan dunia usaha industri masih

rendah; kurangnya akses permodalan; kurang luasnya jaringan pemasaran serta

kualitas kuantitas kontinuitas hasil industri belum stabil.

Terkait dengan perdagangan dari berbagai sumber adalah sebagai berikut:

(a) masih banyaknya peredaran barang dan jasa yang belum terstandarisasi dan

ada yang belum aman; (b) masih kurangnya pasar yang memenuhi syarat

kesehatan, kebersihan dan kenyamanan; (c) terbatasnya kemampuan sumber

daya manusia pelaku usaha UMKM; (d) masih rendahnya kualitas sarana dan

prasarana perdagangan; (e) sistem distribusi barang kepokmas belum efektif dan

efisien; (f) masih minimnya ragam komoditas ekspor non migas dengan nilai

tambah yang rendah; (g) masih rendahnya kesadaran pemakaian produk dalam

negeri.

Sektor perdagangan mempunyai peran strategis dalam pembangunan

ekonomi daerah, terutama dalam mendukung kelancaran penyaluran arus barang

dan jasa, memenuhi kebutuhan pokok rakyat, serta mendorong pembentukan

harga yang wajar. Dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, pemerintah

berkewajiban untuk memastikan bahwa peredaran barang yang menjadi

konsumsi masyarakat terjamin kualitas dan keamanannya, terlebih lagi dengan

masuknya pasar global, maka peredaran barang menjadi kurang terkendali dari

segi mutu dan standar kesehatan. Dari segi kuantitas, stok barang yang menjadi

kebutuhan masyarakat juga harus diperhatikan terutama dalam sistem

distribusinya agar tidak terjadi kelangkaan produk yang menyebabkan tingginya

harga barang.

Pasar tradisional sebagai tempat di mana orang berinteraksi dan berbelanja

suatu barang atau jasa baik yang berada di ibu kota kabupaten, kecamatan

maupun desa perlu direvitalisasi agar dapat menciptakan suatu pasar yang

memberikan kenyamanan dan memperlancar arus distribusi barang dan jasa

sehingga mempermudah masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pokok.

Dengan berfungsinya pasar- pasar tradisional yang ada di kecamatan maupun

desa diharapkan dapat mengurangi biaya pemasaran dan harga beli.

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 10

15. Energi dan Sumber Daya Mineral

Secara kewenangan, pertambangan sudah tidak menjadi kewenangan

pemerintah daerah, namun merupakan kewenangan pemerintah provinsi dan

pemerintah pusat. Kewenangan pemerintah daerah terkait ESDM hanya pada

pemanfaatan energi terbarukan yang dalam hal ini bisa pada pemanfaatan

langsung energi panas bumi. Pemanfaatan langsung pada energi panas bumi

selama ini belum dilakukan secara teknis oleh pemerintah daerah. Permasalahan

pembangunan yang terkait dengan energi dan sumber daya mineral dari

berbagai sumber adalah kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB terus

mengalami penurunan.

16. Reformasi Birokasi dan Tata Kelola Pemerintahan

Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah yang telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang baru yakni

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 membawa perubahan krusial tentang

pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemerintahan daerah

propinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dari sisi hukum, perubahan

tersebut dapat dikelompokan ke dalam dua aspek yakni perubahan formal dan

perubahan materiil. Dengan pemberlakuan undang- undang baru ini, perubahan

struktur organisasi perangkat daerah pada pemerintahan daerah kabupaten

merupakan hal yang tidak terelakan karena berdampak pada perubahan tugas

dan fungsi organisasi perangkat daerah. Berkaitan dengan semangat reformasi

birokrasi ini, pemerintah Kabupaten Wonosobo dituntut untuk dapat menyusun

struktur organisasi baru yang tepat fungsi dan tepat ukuran serta mampu

mengurangi tumpang tindih tugas dan fungsi antar organisasi perangkat daerah.

Dalam bidang pelayanan publik, dalam UU No 23 Tahun 2014 ini memberikan

dorongan kepada daerah untuk memaksimalkan peranannya dalam

melaksanakan kewenangan yang berorientasi kepada pelayanan publik yang

pada akhirnya akan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa permasalahan terkait dengan tata kelola dan pelayanan publik

adalah: penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) di masing-masing

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) khususnya OPD pelayanan belum

dilaksanakan secara optimal, capaian Standar Pelayanan Minimal pada OPD

pelaksana urusan wajib belum sesuai target yang diharapkan, penempatan

aparatur secara porposional berdasarkan kebutuhan organisasi masih

bermasalah, birokrasi dalam manajemen pembangunan dan pengelolaan

keuangan pemerintah Kabupaten Wonosobo relatif masih rendah, sistem

remunerasi berbasis kinerja yang masih belum terimplementasi dengan baik,

kelurahan dan kecamatan belum berperan optimal dalam pelayanan dan

pelaksanaan pembangunan skala lingkungan atau di tingkat masyarakat,

pelibatan masyarakat dan kelembagaan forum warga dalam perencanaan dan

pengawasan pembangunan belum dimanfaatkan secara optimal, penanganan

tindak lanjut aduan masyarakat sebagai wujud monitoring evaluasi pelayanan

publik berbasis partisipasi masyarakat belum optimal.

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 11

B. LINGKUNGAN STRATEGIS

1. Lingkungan Internal

Pembahasan mengenai lingkungan internal yang akan dikaji dalam

bagian ini, mencakup: (i) posisi geografis dan geo-ekonomi kabupaten

wonosobo, (ii) kondisi demografi, dan (iii) lingkungan sosial budaya. Penjelasan

selengkapnya akan dipaparkan pada bagian berikut.

a. Posisi Geografis dan Geo-Ekonomi

Meskipun memiliki kendala limitasi wilayah, Kabupaten Wonosobo

yang merupakan wilayah jalur transit dan penghubung antar Pusat Kegiatan

Nasional (PKN) Cilacap dan PKN Semarang. Dilalui jalur penghubung PKN

Cilacap-PKN Semarang dan PKN Yogyakarta serta koridor KSPN Borobudur-

Dieng. Kondisi ini juga menunjukkan adanya letak strategis ekonomi yang

harus ditangkap peluangnya sebagai jalur yang dilalui tersebut.

Posisi geo-ekonomi Kabupaten Wonosobo berada di tengah wilayah

Jawa Tengah, pada jalur utama yang menghubungkan Cilacap -

Banjarnegara - Temanggung - Semarang dari Purwokerto - Yogyakarta

lewat Secang, Magelang. Karena letaknya di persimpangan jalur tersebut,

Kabupaten Wonosobo merupakan jalur ekonomi dan jalur pariwisata di

Jawa Tengah-DIY. Selain itu, karena berada diantara pusat-pusat

pengembangan industri yaitu Wonosobo, Surakarta dan Cilacap, Kabupaten

Wonosobo merupakan hinterland, yang dapat diterjemahkan sebagai

potensi ekonomi yang dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi

daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Kondisi geomorfologis Kabupaten Wonosobo berada pada bentang

lahan vulkanis muda, sehingga potensi wisata tinggi dan kondisi tanah yang

subur. Kesuburan tanah menjadikan Kabupaten Wonosobo memiliki

sumber daya alam yang potensial untuk diberdayakan. Kekayaan alam yang

dimiliki oleh Wonosobo menjanjikan harapan besar pada peningkatan

ekonomi daerah hingga berpengaruh pada ekonomi berskala nasional.

Terdapat satu produk unggulan Kabupaten Wonosobo yaitu buah carica,

buah yang hanya tumbuh di tiga tempat di dunia. Produk-produk tersebut

merupakan produk lokal yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.

Implikasi tantangannya: (1) harus mengembangkan industri kreatif,

sektor jasa dan perdagangan; (2) harus menciptakan iklim yang kondusif

dan ramah investasi; (3) menata Kabupaten Wonosobo yang berorientasi

ekonomi perdagangan yang kompetitif, memberi kenyamanan bagi pelaku

usaha atau investor untuk menambah lama tinggal (length of stay) di

Kabupaten Wonosobo (4) banyak area rawan bencana seperti longsor,

gunung api, gas beracun dan lain sebagainya.

b. Kondisi Demografi

Jumlah Penduduk Kabupaten Wonosobo cenderung meningkat

dengan rata-rata pertumbuhan 0,50% dengan kemiskinan tertinggi di Jawa

Tengah. Implikasi tantangannya adalah bagaimana pemerintah

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 12

memanfaatkan data kependudukan untuk perencanaan persebaran

penduduk, tata ruang dan tata guna lahan/tanah serta perencanaan dan

penganggaran pembangunan, mengantisipasi dampak pada penurunan

daya dukung dan daya tampung lingkungan yang dapat beresiko pada

kesehatan lingkungan, persaingan akses fasilitas hidup dan menurunkan

kemiskinan.

c. Lingkungan Sosial Budaya

Tumbuhnya komunitas di Kabupaten Wonosobo menjadi salah kekuatan

modal sosial pembangunan. Berdasarkan data inventarisasi komunitas pada

tahun 2016, tercatat ada 48 komunitas aktif yang berasal dari bidang hobi,

lingkungan, dan sosial telah mewarnai dinamika kehidupan masyarakat

Wonosobo. Inisiasi kegiatan yang dilakukan komunitas dalam rangka

membangun kabupatennya akan menjadi kekuatan baru dalam membantu

sinergi pembangunan dengan Pemerintah Kabupaten Wonosobo.

2. Lingkungan Eksternal

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

dan UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Tantangan yang dihadapi dari kehadiran Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 bagi pembangunan daerah Kabupaten Wonosobo adalah: (1)

mengelola penataan organisasi pemerintah daerah yang efisien dan efektif;

(2) mengelola aparatur supaya profesional, kompetitif dan akuntabel; (3)

pengelolaan keuangan daerah yang memprioritaskan pemenuhan

pelayanan dasar secara efisien dan akuntabel; (4) tata kelola pemerintahan

yang kolaboratif dengan multi pemangku kepentingan dan akuntabel.

b. Tantangan Acuan Kebijakan Nasional dan Provinsi Jawa Tengah

Kebijakan pengurangan subsidi energi BBM dan tarif dasar listrik

dari pemerintah berdampak pada resiko inflasi, kerentanan kelompok

hampir miskin, penentuan standar satuan harga belanja barang dan jasa

serta kenaikan belanja rutin. Efisiensi belanja rutin dan prioritas alokasi

anggaran untuk penyelenggaraan pelayanan wajib dasar menjadi tantangan

perencanaan pagu anggaran tahun 2015-2019.

Kebijakan moratorium PNS menantang pemerintah Kabupaten

Wonosobo untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi angkatan pencari

kerja selama 5 tahun di luar formasi PNS.. Kreativitas pemerintah mendidik

wirausaha muda menjadi tantangan berat. Diperlukan program terobosan

pemerintah untuk memfasilitasi angkatan pencari kerja dengan pihak

swasta pemilik usaha.

RPJMN 2015-2019 menantang: (1) menjalankan reformasi birokrasi

publik; (2) membuka partisipasi publik; (3) membangun politik legislasi yang

kuat: pemberantasan korupsi, penegakan HAM, perlindungan lingkungan

hidup. RPJMN 2015-2019 dan RPJMD Provinsi jawa Tengah 2013-2018,

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 13

secara umum menantang pemerintah Kabupaten Wonosobo membuat

perencanaan pembangunan 2016-2021 dengan memprioritaskan penataan

kebijakan dan kelembagaan perangkat daerah yang bersih, demokratis,

partisipatif dan akuntabel untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat

yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Kebijakan nasional yang tertuang dalam RPJMN, yang terkait

langsung dengan kewilayahan Kabupaten Wonosobo yaitu rencana

pembangunan Bendung Bener, dengan wilayah genangan terluas di

Kabupaten Wonosobo. Bendung tersebut akan mengairi persawahan di

kabupaten tetangga yaitu Kabupaten Purworejo dan juga dapat berfungsi

sebagai pengendali banjir di Kabupaten Purworejo. Hal ini semakin

menunjukkan peran Kabupaten Wonosobo sebagai daerah hulu daerah

aliran sungai (DAS). Dalam konteks kewenangan urusan, meskipun daerah

aliran sungai bukan lagi menjadi wewenang pemerintah daerah, namun

manajemen pengelolaan lahan di wilayah daerah aliran sungai yang

menjadi tanggungjawab pengarahan oleh pemerintah daerah melalui

aturan tata ruang hendaknya diperhatikan secara optimal. Hal ini nantinya

akan membantu mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif

dan berkelanjutan. Terkait penyediaan air minum, Kabupaten Wonosobo

juga mendukung sistem penyediaan air minum (SPAM) regional

Wononegara- Wonosobo-Banjarnegara. SPAM ini menggunakan sumber

yang ada di Kabupaten Wonosobo sementara pengguna manfaat ada di

Kabupaten Banjarnegara. Hal ini juga mencerminkan kerjasama antar

daerah.

c. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Tantangan dari pemberlakuan MEA pada tahun 2015 adalah

kesiapan pemerintah Kabupaten Wonosobo mempersiapkan mental dan

ketrampilan hidup penduduk Kabupaten Wonosobo menghadapi MEA

yaitu: memiliki wawasan kebangsaan yang tinggi untuk mencintai dan

mendukung produk dalam negeri; mengupayakan standarisasi dan

sertifikasi ketrampilan yang dipersyaratkan untuk kompetisi pasar tenaga

kerja; standarisasi dan sertifikasi untuk meningkatkan mutu produk,

meningkatkan arus investasi, mencetak eksportir ke ASEAN, pengiriman

tenaga terampil ke ASEAN dan peningkatan kunjungan wisata.

d. Sustainable Development Goals (SDGs)

Kesepakatan global Sustainable Development Goals (SDGs) dan

perubahan iklim menantang pemerintah Kabupaten Wonosobo menyusun

perencanaan daerah tahun 2016-2021 memprioritaskan: mengakhiri

kemiskinan; mengupayakan kualitas sumberdaya manusia (pendidikan,

kesehatan, pangan dan gizi) dan kesejahteraannya (pekerjaan dan

pendapatan); menjaga keberlanjutan lingkungan hidup; mengatur tata

kelola yang baik; dan kondisi masyarakat stabil dan kolaboratif.

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 14

e. Universal Access

Akses universal (universal acces) 100-0-100 merupakan program

nasional bidang keciptakaryaan untuk mewujudkan permukiman

berkelanjutan dengan mencapai akses pelayanan air besih hingga 100 %,

pengurangan kawasan kumuh hingga 0% dan peningkatan pelayanan akses

sanitasi hingga 100%. Sasaran yang ingin dicapai program 100-0-100 yaitu:

Terpenuhinya penyediaan air minum untuk memenuhi kebutuhan dasar

masyarakat.

Pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan

sarana pendukung, menuju kota tanpa kumuh yang didukung dengan

tata bangunan dan lingkungan yang berkualitas, layak huni, produktif

dan berjati diri.

Terpenuhinya penyediaan sanitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar

masyarakat (persampahan, limbah, dan drainase lingkungan).

C. ISU STRATEGIS

Isu strategis adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau

dikedepankan dalam perencanaan pembangunan karena dampaknya yang signifikan

bagi entitas (daerah/masyarakat) di masa datang. Suatu kondisi/kejadian yang

menjadi isu strategis adalah keadaan yang apabila tidak diantisipasi akan

menimbulkan kerugian yang lebih besar atau sebaliknya, dalam hal tidak

dimanfaatkan, akan menghilangkan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dalam jangka panjang. Karakteristik suatu isu strategis adalah kondisi

atau hal yang bersifat penting, mendasar, berjangka panjang, mendesak, bersifat

kelembangaan/keorganisasian dan menentukan tujuan di masa yang akan datang.

Isu strategis yang telah diidentifikasi meliputi :

1. Pemerataan Pembangunan Wilayah

Pembangunan harus dilaksanakan merata dan tersebar ke seluruh

wilayah, terutama wilayah yang masih memiliki tingkat kemiskinan yang cukup

tinggi supaya tidak menimbulkan ketimpangan antar wilayah. Untuk

mengurangi kesenjangan antarpelaku usaha, pertumbuhan ekonomi yang

tercipta harus dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya dan lebih

merata ke sektor-sektor pembangunan yang banyak menyediakan lapangan

kerja. Pertumbuhan ekonomi melalui investasi diharapkan dapat menyerap

tenaga kerja dalam jumlah besar. Usaha mikro, kecil dan menengah diharapkan

juga dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat agar dapat meningkatkan

produktivitas dan daya saing yang lebih baik. Pola kemitraan dengan swasta

dalam mengelola sumber daya yang ada di daerah juga dapat menciptakan

lapangan kerja baru yang dapat merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

di daerah, sehingga dapat mengubah kesejahteraan masyarakat di wilayah

tersebut menjadi lebih baik. Selain itu, wacana adanya pagu wilayah kecamatan

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 15

pada setiap APBD Kabupaten akan menjadi upaya mengatasi kesenjangan

wilayah. Pemeratan pembangunan wilayah ini juga terkait dengan isu

mendekatkan layanan administrasi kependudukan seperti KTP, KK, akte

kelahiran serta layanan perijinan untuk memudahkan dan mengurangi ongkos

kepengurusan. Upaya mendekatkan layanan perlu ditunjang dengan

ketersediaan sarana dan parasana di wilayah utamanya adalah terbangunnya

sistem informasi terpadu.

2. Penanggulangan Kemiskinan

Isu kemiskinan di Kabupaten Wonosobo hingga saat ini masih belum

ditangani secara optimal. Meskipun pada tahun 2015 angka kemiskinan di

Kabupaten Wonosobo memgalami penurunan, tetapi masih menempati

peringkat teratas sebagai kabupeten termiskin di Jawa Tengah. Kecenderungan

kemiskinan di Kabupaten Wonosobo mempunyai empat dimensi pokok yaitu:

kurangnya kesempatan, rendahnya kemampuan, kurangnya jaminan dan

ketidakberdayaan.

Label sebagai kabupaten termiskin di Jawa Tengah menjadi tantangan

bagi pemerintah Kabupaten Wonosobo bagaimana program pembangunan

2015-2019 harus benar-benar difokuskan kepada rumah tangga miskin. Belajar

pengalaman program kesejahteraan sebelumnya, banyak OPD yang tidak

memanfaatkan data terpadu, sehingga banyak sasaran program yang kurang

tepat. Periode 2015-2019, seluruh OPD di Kabupaten Wonosobo harus didesak

untuk memanfaatkan basis data terpadu sebagai referensi sasaran program .

Pada umumnya kondisi ekonomi dan pendidikan orang tua keluarga

miskin terlahir dari keluarga miskin sebelumnya. Tingkat pendidikan keluarga

miskin juga tidak berbeda dengan tingkat pendidikan orangtua mereka.

Keluarga miskin cenderung tidak mampu menyekolahkan anggota keluarganya

pada jenjang yang lebih tinggi. Kemiskinan secara alamiah menyebabkan

keturunannya terhambat pada berbagai akses kehidupan. Kepala keluarga

miskin umumnya tingkat pendidikannya rendah, demikian juga dengan anak-

anak mereka. Artinya keluarga miskin sekarang ini juga berpeluang untuk

melahirkan keluarga miskin berikutnya bila tidak ada perubahan mendasar yang

mengubah kehidupannya. Keluarga miskin tersebut umumnya terlahir, tumbuh,

berkembang, bersekolah, bermain dan bahkan berumah tangga tangga pada

lingkungan yang sama hingga sekarang ini yang kondisinya tidak lebih baik.

Tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Wonosobo untuk

penanggulangan kemiskinan adalah meningkatkan jaminan sosial untuk

mengurangi beban masyarakat miskin, pemberdayaan masyarakat,

meningkatkan akses permodalan bagi usaha mikro kecil dan menengah

(UMKM), serta mengurangi kesenjangan.

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 16

3. Pendidikan

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun atau Wajar Dikdas

sebagai upaya pemerintah untuk memenuhi hak pendidikan dasar warganya

telah dicanangkan sejak tahun 2008 melalui Peraturan Pemerintah No 47 Tahun

2008. Namun pada kenyataannya, sampai dengan tahun 2015 partisipasi

sekolah sampai jenjang pendidikan setingkat SMP di Kabupaten Wonosobo

baru mencapai 90%. Ini artinya masih ada sebagian anak- anak usia sekolah

yang belum memperoleh hak atas pendidikan dasar. Beberapa penyebab

rendahnya partisipasi sekolah adalah: pertama dari segi layanan, masih ada

kesenjangan antar kecamatan dalam penyediaan sekolah tingkat SMP yang

ditunjukkan dengan rasio ketersediaan sekolah per kecamatan per 1.000

penduduk. Di beberapa kecamatan dalam setiap 1000 penduduk memiliki 5-6

sekolah setingkat SMP sedangkan di kecamatan lain dalam setiap 1000

penduduk hanya memiliki 1-2 sekolah SMP. Kedua, dengan kondisi geografis di

Wonosobo, ada beberapa desa dimana anak-anaknya kesulitan untuk

mengakses sekolah SMP sehingga karena faktor ekonomi orang tua enggan

menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Ketiga, sebaran guru yang

kurang merata dari segi kualitas maupun kuantitas. Guru dengan kompetensi

sesuai standar sebagian besar menumpuk di sekolah sekolah yang berlokasi di

ibukota kabupaten sehingga ada ketimpangan mutu. Pada setiap tahun ajaran

baru, sekolah dengan label favorit banyak diminati calon siswa. Dengan kondisi

ini maka perlu ada kebijakan pemerataan mutu baik dari kualitas dan kuantitas

tenaga pendidik maupun sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar.

Selain meningkatkan pemerataan mutu pendidikan formal, upaya lain untuk

meningkatkan partisipasi sekolah adalah dengan mengembalikan kembali anak-

anak putus sekolah melalui pendidikan non formal.

Rata- rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun keatas di Kabupaten

Wonosobo yang rendah yaitu 6,14 tahun menjadi isu prioritas yang harus

segera ditangani meskipun upaya untuk meningkatkan rata-rata usia sekolah

tidak bisa secara instan dilakukan tapi merupakana upaya bertahap jangka

panjang. Rendahnya rata-rata lama sekolah ini juga signifikan dengan angka

rata-rata melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas yang belum bisa

mencapai 100%. Isu penting dalam meningkatkan rata-rata melek huruf adalah

bagaimana mengupayakan agar masyarakat yang telah difasilitasi pembelajaran

baca tulis tidak lagi menjadi buta huruf.

Pada Pendidikan Usia Dini, meskipun di masing- masing desa telah

menyelenggarakan PAUD namun mutu tenaga pendidiknya masih rendah.

Pendidik PAUD yang ada di desa kebanyakan hanya lulusan SMA yang tidak

memiliki kompetensi pendidik. Selain itu, karena pendidikan PAUD tidak

memiliki dana BOS maka biaya operasional dibebankan kepada orang tua yang

tentunya bagi sebagian besar orang tua dirasakan memberatkan. Mereka lebih

memilih menyekolahkan anak-anaknya yang masih berusia dini ke sekolah dasar

agar tidak terbebani biaya sekolah yang tinggi ataupun membiarkan anaknya

tidak bersekolah sampai usianya cukup untuk masuk SD. Pendidikan PAUD

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 17

masih perlu diperluas cakupannya untuk membantu kualitas pendidikan usia

dini. Kualitas tenaga pendidik dengan kualifikasi yang tersertifikasi perlu

dioptimalkan substansi impelemntasinya supaya benar-benar berkontribusi

pada peningkatan kualitas pendidikan anak didik.

Akses layanan pendidikan yang merata dan berkeadilan bagi semua

lapisan masyarakat harus lebih ditingkatkan lagi dalam rangka meningkatkan

capaian target indeks pendidikan. Upaya mengurangi ketimpangan kualitas

sekolah antar kecamatan dengan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan,

peningkatan infrastruktur sekolah, meningkatkan kapasitas tenaga pendidik,

memberlakukan standar manajemen yang sama, serta menjalankan rotasi dan

mutasi guru/kepala sekolah secara berkala sehingga setiap sekolah dapat

memberikan kualitas pelayanan secara merata bagi setiap lapisan masyarakat.

Di samping itu, dengan adanya rotasi dan mutasi secara berkala diharapkan

akan terjadi transfer informasi manajemen sekolah yang dibutuhkan dalam

rangka mengurangi disparitas kualitas pendidikan sekolah di Kabupaten

Wonosobo. Diharapkan dengan berkurangnya ketimpangan kualitas pendidikan

antar sekolah dan antar kecamatan, maka para siswa dapat mengakses

pendidikan yang berkualitas. Selain akses layanan pendidikan yang belum

merata dan berkeadilan, rendahnya mutu pelayanan pendidikan, belum

optimalnya tata kelola lembaga pelayanan pendidikan juga rendahnya kualitas

materi dan metode pembelajaran, masih menjadi persoalan penting untuk

pencapaian target urusan pendidikan.

4. Kesehatan

Tantangan bagi pemerintah Kabupaten Wonosobo dengan semakin

meluasnya cakupan jaminan kesehatan adalah peningkatan pelayanan

kesehatan di tingkat dasar maupun rujukan. Salah satu permasalahan yang

terjadi adalah belum terpenuhinya jumlah tenaga kesehatan yang ada di

Puskesmas. Masih ada 3 Puskesmas yang tidak memiliki dokter umum. Rasio

jumlah dokter terhadap jumlah penduduk pada tahun 2015 adalah 1,6 : 10.000

penduduk sedangkan rasio ideal menurut WHO adalah 1 : 2500 penduduk.

Jumlah Puskesmas yang memiliki minimal 5 tenaga kesehatan hanya ada 4 dari

23 Puskesmas. Kondisi ini perlu disikapi dengan pemenuhan jumlah dan jenis

tenaga kesehatan.

Meskipun jaminan kesehatan sudah semakin meluas cakupannya,

masyarakat perlu diberikan edukasi melalui penanganan kesehatan secara

promotif dan preventif. Pemberdayaan masyarakat agar mampu mandiri untuk

mendeteksi faktor resiko penyakit dan meningkatkan kualitas kesehatan

lingkungan merupakan aspek penting dalam menjaga kesehatan masyarakat.

Upaya peningkatan kualitas kesehatan lingkungan menjadi penting mengingat

bahwa beberapa penyakit yang berjangkit luas pada warga masyarakat berawal

dari rendahnya kualitas kesehatan lingkungan. Untuk itu diperlukan peningkatan

layanan kesehatan promotif dalam bentuk peningkatan higienitas dan sanitasi

lingkungan yang ruang lingkupnya meliputi penyediaan air bersih rumah

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 18

tangga, metode pengelolaan dan pembuangan sampah, penanganan kotoran

dan air limbah rumah tangga sehingga dapat dipahami bahwa kesehatan

lingkungan adalah upaya promotif yang harus dijalankan lintas sektoral.

Isu kesehatan yang krusial adalah (1) pengurangan Angka Kematian Ibu

(AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA), (2)

pencegahan dan penanggulangan penyakit menular (demam berdarah, TB paru

dan HIV/AIDS), (3) peningkatan mutu dan standar pelayanan kesehatan dasar

dan pelayanan kesehatan rujukan yang dapat dijangkau masyarakat tidak

mampu; (4) meningkatkan cakupan jaminan kesehatan masyarakat serta

meningkatkan upaya preventif melalui promosi perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) masyarakat.

5. Infrastruktur dan Penataan Ruang

a. Pemenuhan Kualitas Infrastruktur Jalan yang Belum Optimal

Infrastruktur fisik merupakan komponen dasar perekonomian dan

aspek utama dalam pemerataan pembangunan dan kesejahteraan

masyarakat. Infrastruktur juga merupakan roda penggerak pertumbuhan

ekonomi sehingga penyediaan infrastruktur yang memadai menjadi

kebutuhan yang harus disediakan oleh pemerintah. Penyediaan

infrastruktur yang utama dan mendesak ditangani yaitu infastruktur jalan,

jembatan, drainase jalan. Isu yang sangat mendesak yaitu kualitas jalan

kabupaten yang belum optimal dan cepat rusak. Pada kondisi 2015,

panjang jalan kabupaten dalam kondisi baik yaitu baru mencapai 57,19%.

Selanjutnya berdasarkan SPM bidang pekerjaan umum dan penataan ruang,

terkait jalan, hal yang menjadi SPM telah diubah menjadi panjang jalan

dalam kondisi baik dan sedang. Pada tahun 2015, panjang jalan dalam

kondisi baik dan sedang mencapai 63,7%. Oleh karena itu, dalam periode 5

(lima) tahun mendatang, perlu adanya peningkatan kualitas infrastruktur

jalan dan lainnya. Selanjutnya terkait dengan kewenangan, maka perlu ada

penetapan keputusan bupati tentang jalan yang menjadi kewenangan

kabupaten. Untuk jalan yang menjadi kewenangan desa, pemerintah

kabupaten akan mencoba memberikan pendampingan teknis terkait

standar pembangunan jalan.

Di samping itu, penerapan strategi perencanaan dan teknologi tepat

guna dalam penanganan infrastruktur di Kabupaten Wonosobo dimasa

yang akan datang adalah suatu keharusan mengingat tantangan yang akan

dihadapi kedepan adalah sumberdaya yang semakin mahal dan menipis

namun kebutuhan yang akan terus berkembang. Hal ini terutama harus

diterapkan pada saat pemilihan teknologi untuk pembangunan jalan

kabupaten. Jika tidak dilakukan penerapan teknologi ini maka kualitas

infrastruktur jalan akan cepat rusak. Pada jalan-jalan kabupaten yang

berada pada kawasan rentan gerakan tanah seperti di wilayah Kaliwiro,

Wadaslintang, Kalibawang, Sukoharjo, Watumalang dan Kejajar, maka

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 19

teknologi penanganan jalannya haruslah lebih spesifik, misal dengan beton

dansandaran yang kuat.

b. Kualitas Infrastruktur Wilayah Lainnya yang Belum Optimal

Infrastruktur wilayah non jalan yang juga harus mendapatkan

perhatian terkait pemenuhan layanan infrastruktur seperti jaringan irigasi,

drainase permukiman. Sektor pertanian masih mendominasi sebagai

penyumbang PDRB terbesar. Pertanian juga masih merupakan

matapencaharian utama penduduk Kabupaten Wonosobo. Dukungan

penanganan jaringan irigasi untuk mendukung tumbuhnya sektor pertanian

juga mutlak diperlukan. Meskipun secara fisik wilayah Kabupaten

Wonosobo bukan merupakan lumbung pangan padi, namun dukungan

penyediaan pangan padi juga bisa dibilang tidaklah kecil. Oleh karena itu,

dalam rangka mendukung kebijakan nasional kedaulatan pangan,

penanganan jaringan irigasi harus dilakukan dengan baik. Berdasarkan data

hasil interpretasi citra satelit tahun 2015, tutupan lahan berupa sawah

seluas 14.854 hektar dengan klasifikasi sawah padi diselingi tanaman

lain/bera seluas 11.695 hektar dan sawah dengan padi terus menerus hanya

seluas 3.159 hektar. Sementara itu, jaringan irigasi dalam kondisi baik

sebanyak 70,49%.

c. Belum Optimalnya Penegakan Peraturan Perundangan di Bidang Tata

Ruang

Ruang wilayah yang terbatas, sementara jumlah dan aktivitas

penduduk bertambah menjadikan ruang wilayah harus ditata melalui aturan

tata ruang untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan

berkelanjutan. Aturan tata ruang tingkat kabupaten telah ditetapkan

melalui Perda No 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Wonosobo Tahun 2011-2031. Untuk penegakan perda-nya

masih tergolong lemah. Banyak masyarakat yang mengajukan izin saat

sudah membangun. Masih ditemuinya bangunan yang melanggar aturan

tata ruang.

d. Ketidakteraturan Bangunan Permukiman dan Kepadatan Tinggi di Kawasan

Permukiman

Pada kawasan permukiman masih banyak terdapat ketidakteraturan

bangunan dalam hal dimensi, orientasi dan bentuk.

e. Terbatasnya RTH Milik Publik

Ruang terbuka hijau (RTH) milik publik masih pada angka 14%.

Persentase ini masih dibawah standar 20% RTH milik publik. Jika dilihat dari

indikator persentase tersedianya luasan RTH publik sebesar 20% dari luas

wilayah perkotaan, maka angka 14% menunjukkan 70% dari capain target

20%. Berdasarkan data pada masterplan RTH Wonosobo, pada tahun 2013

terdapat 12,82% RTH milik publik, kemudian bertambah menjadi 14% pada

tahun 2015. Penambahan luasan RTH publik secara signifikan pasca

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 20

keikutsertaan dalam Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Taman-

taman publik yang dibangun yaitu Taman Kartini, Taman Selomanik, Taman

Ainun Habibie, Taman Fatmawati. Selain itu, RTH publik yang juga berperan

sebagai tempat rekreasi dan fungsi ekologis masih terbatas di pusat kota.

Untuk perkotaan ibukota kecamatan masih terbatas RTH milik publik.

f. Kendala Limitasi dan Keterisolasian Wilayah

Secara fisik Kabupaten Wonosobo dengan topografi bergelombang

hingga bergunung dan terbatasnya wilayah datar menjadikan wilayah ini

memiliki limitasi pengembangan wilayah. Namun demikian, terkait dengan

arahan pengembangan wilayah dengan melihat analisis kemampuan lahan,

hanya diarahkan pada kawasan budidaya. Selain itu, secara posisi geografis

yang terletak di tengah Pulau Jawa dan juga dengan kendala topografis

menjadikan perkembangan wilayah Wonosobo tidak secepat yang berada

di jalur Pantura maupun jalur lintas selatan. Namun demikian, perlu

perhatian khusus dalam mengatasi kendala keterisolasian wilayah.

6. Perumahan dan Kawasan Permukiman

a. Masih Rendahnya Cakupan Pelayanan Sanitasi

Persentase penduduk yang mendapatkan layanan sanitasi masih

rendah yaitu hanya sekitar 47,95%. Akses sanitasi ini menjadi isu strategis

karena termasuk layanan dasar yang juga harus diterima penduduk dan

merupakan kebijakan nasional dalam program 100-0-100.

b. Isu Lingkungan Permukiman Kumuh

Kawasan permukiman kumuh yang telah diidentifikasi baru di

kawasan perkotaan Wonosobo. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa

luasan kawasan kumuh perkotaan seluas 65,069 hektar. Karakteristik kumuh

khas di perkotaan Wonosobo yaitu pada keteraturan bangunan yang belum

baik dan kondisi sanitasi yang belum baik. Sementara itu, dari gambaran

awal, untuk di luar perkotaan Wonosobo, permukiman kumuhnya terletak

pada sisi sanitasi (drainase permukiman dan jamban) serta jalan lingkungan

yang belum optimal. Karakteristik kumuh lainnya yang ada di Kabupaten

Wonosobo tidak membentuk delineasi blok penuh namun hanya pada spot-

spot tertentu.Berdasarkan SK Bupati Wonosobo No. 653/247/2014 tanggal

11 Agustus 2014 lokasi Kawasan Kumuh Perkotaan Kabupaten Wonosobo

tersebar di 5 (lima) kelurahan Kecamatan Wonosobo yakni Kelurahan

Mlipak, Kelurahan Jaraksari, Kelurahan Sambek, Kelurahan Wonosobo Barat

dan Kelurahan Wonosobo Timur. Yang berada di 7 (tujuh) lokasi/kawasan

yakni Mlipak, Jaraksari, Sambek, Longkrang, Sumberan Barat, Puntuk dan

Kliwonan. Persentase kawasan kumuh perkotaan terhadap kawasan

permukiman di Kabupaten Wonosobo pada tahun 2015 pada angka 0,79%.

Selanjutnya dalam perkembangannya akan diidentifikasi kawasan kumuh

perdesaan.

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 21

c. Belum Optimalnya Pengelolaan Drainase Lingkungan.

Pada beberapa lingkungan permukiman masih terbatas sarana

drainase lingkungan atau jika sudah ada, namun berfungsi ganda sekaligus

sebagai saluran air limbah domestik. Di samping itu, pada drainase

lingkungan permukiman yang terhubung drainase perkotaan terhambat

oleh ketidakmampuan mengalirkan limpasan air hujan, sehingga

menyebabkan limpasan pada jalan terutama yang tegak lurus dengan

kontur.

7. Peningkatan Kualitas Ketenagakerjaan

Di Bidang ketenagakerjaan, angka pengangguran terbuka sebanyak 5,34

% di tahun 2015, memberikan tantangan untuk menciptakan lapangan kerja,

mata pencaharian berkelanjutan dan pertumbuhan berkeadilan melalui

penciptaan wirausaha baru. Rendahnya kompetensi dan tingkat pendidikan

pada sebagian besar angkatan kerja di Kabupaten Wonosobo juga memerlukan

perhatian khusus, sehingga isu strategis bidang ketenagakerjaan selanjutnya

adalah peningkatan kualitas pendidikan vokasi, pendidikan non formal serta

revitalisasi lembaga pelatihan ketrampilan dalam rangka membekali angkatan

kerja dengan keahlian di bidangnya guna menekan angka pengangguran

terbuka di masa mendatang. Isu ketenagakerjaan lainnya dalam rangka

meningkatkan kompetensi tenaga kerja adalah sertifikasi keahlian.

8. Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak

Kesetaraan gender merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya

pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam kaitan itu,

pembangunan nasional harus memenuhi prinsip pemenuhan hak asasi manusia

dan selayaknya memberikan akses dan manfaat yang memadai bagi orang

dewasa dan anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki, untuk berpartisipasi

dalam pembangunan, untuk mendapatkan akses dan memanfaatkan hasil-hasil

pembangunan, serta memberikan penguasaan/kontrol terhadap sumberdaya

pembangunan. Dengan demikian, PUG dalam pembangunan merupakan

strategi yang digunakan untuk mengintegrasikan isu-isu gender yang

disebabkan oleh kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan

Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta

dalam berpartisipasi dan dalam penguasaan sumberdaya pembangunan.

Penerapan pengarusutamaan gender ini diharapkan dapat menghasilkan

kebijakan publik yang lebih efektif untuk mewujudkan pembangunan yang lebih

adil dan merata bagi seluruh penduduk, baik laki-laki maupun

perempuan.Selama kurun waktu 2010-2015 persentase pekerja perempuan

dengan tingkat pendidikan SD masih tinggi. Pada tahun 2015, sejumlah 75,44%

pekerja perempuan berpendidikan SD dan hanya 3,32 % pekerja perempuan

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 22

dengan tingkat pendidikan diploma dan sarjana. Jumlah pekerja perempuan

yang bekerja di sektor formal pada tahun 2015 sebesar 8.835 atau hanya 5,14 %

dari total pekerja perempuan.Selain itu partisipasi perempuan di lembaga

legeslatif juga rendah hanya 4,4 % pada tahun 2015.

Permasalahan besar yang dihadapi dalam pembangunan kesetaraan

gender dan pelindungan anak yaitu masih terdapatnya kesenjangan gender di

berbagai bidang. Hal ini tercermin pada masih rendahnya kualitas hidup dan

peran perempuan, termasuk meningkatnya kasus kekerasan terhadap

perempuan dan anak yang disebabkan oleh: (i) terjadinya kesenjangan gender

dalam hal akses, manfaat dan partisipasi dalam pembangunan, serta

penguasaan terhadap sumber daya, (ii) rendahnya peran dan partisipasi

perempuan di bidang politik dan jabatan-jabatan publik

9. Ketahanan Pangan

Tantangan isu ketahanan pangan adalah bagaimana meningkatkan

produktivitas sumber pangan untuk masyarakat Kabupaten Wonosobo. Isu

produktivitas hasil pertanian, peternakan, perikanan darat, ditekankan pada

diversifikasi pengolahan hasil pertanian, peternakan, perikanan darat berbasis

tehnologi tepat. Aspek yang dipenuhi (1) ketersediaan, kecukupan, stabilitas,

aksesibilitas, kualitas, kuantitas, keterjangkauan serta keamanan pangan secara

berkesinambungan; (2) mengamankan stok cadangan pangan dan

pengendalian harga daerah. Indikasi ketahanan pangan mencakup produksi

dalam negeri dari hasil tanaman padi, jagung, kedelai, gula, daging sapi dan

produksi perikanan.

10. Lingkungan Hidup dan Kebencanaan

a. Belum Optimalnya Pengelolaan Persampahan.

Cakupan penanganan persampahan masih rendah. Pada kondisi

2015, penanganan sampah masih tergolong rendah 0,6%. Secara

kewilayahan, layanan persampahan hanya meliputi Kota Wonosobo dan

sekitarnya. Untuk yang di luar kota hanya di Pasar Kertek, Pasar Sapuran,

dan Wisata Dieng. Sementara itu, di luar wilayah tersebut masih terbuang

sembarangan. Jikapun sudah ada penanganan, hanya sampai pada tahap

pengumpulan sampah tidak diolah lebih lanjut. Kesadaran masyarakat

dalam mengelola sampah juga perlu ditingkatkan, meskipun inisiasi

beberapa kelompok masyarakat mulai tumbuh dalam hal pembentukan

bank sampah yang difasilitasi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Tantangan yang mendesak diselesaikan antara lain: (1) pemenuhan rasio

ketersediaan tempat pembuangan sampah (TPS) berdasarkan satuan

jumlah penduduk; (2) penanganan Tempat Pembuangan Akhir yang

overdumping menjadi minimal controlled landfill; (3) pengelolaan sampah

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 23

berbasis 3R (reduce, reuse dan recycle) belum maksimal dilakukan di

kawasan-kawasan permukiman.

b. Alih Fungsi dan Pengelolaan Lahan Pertanian Belum Ramah Lingkungan

Secara biogeografis, wilayah Kabupaten merupakan hulu dari 5 DAS

yaitu DAS Serayu sebagai DAS utama, DAS Bogowonto, DAS Jalicokroyasan,

DAS Lukulo menjadikan peran Wonosobo sebagai kawasan strategis daya

dukung lingkungan hidup sangatlah tinggi. Tata kelola pengunaan lahan

yang tidak sesuai rencana tata ruang dapat menyebabkan kerusakan di

kawasan bawahnya dalam hal ini bisa di hilir DAS. Mengingat daerah aliran

sungai (DAS) sudah tidak menjadi kewenangan pemerintah daerah, maka

yang perlu ditekankan pemerintah darah yaitu pada manajemen

pengelolaan lahan yang baik.

c. Masih Tingginya Indeks Risiko Bencana

Secara fisik, wilayah Kabupaten Wonosobo memang berada di

kawasan rawan bencana. alam Pada level nasional, Kabupaten Wonosobo

berada pada ranking 20 dan pada level provinsi berada pada level 5.

Namun demikian, dengan menyadari potensi rawan bencana yang tinggi,

yang diperlukan adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana. Hal ini

karena indeks risiko bencana Kabupaten Wonosobo masih tergolong tinggi.

d. Terbatasnya Pengamanan Kebakaran

Masih ditemuinya ketidaktersediaan sistem pengamanan secara aktif

dan pasif, ketidaktersediaan pasokan air untuk pemadaman yang memadai

dan ketidaktersediaan akses untuk mobil pemadam kebakaran. Selain itu,

masih ditemuinya risiko kebakaran pasar. Pasar Induk Wonosobo yang

merupakan pasar terbesar dikota Wonosobo ini telah terbakar beberapa

kali dalam kurun waktu 20 tahun terakhir yang kebetulan selisihnya setiap

10 tahun sekali.

11. Belum Optimalnya Layanan Transportasi, Sirkulasi Lalu Lintas dan Sarana-

Prasarana Perhubungan.

Layanan angkutan umum belum nyaman dan rute trayek angkutan

belum optimal, baik angkutan perkotaan dan perdesaan. Selain itu, hampir

sebagian besar trayek angkutan menuju pusat Kota Wonosobo. Jadi, beban

Kota Wonosobo menjadi sangat tinggi. Hal ini juga terkait dengan penyebaran

fasilitas layanan publik yang secara hirarki masih banyak di pusat Kota

Wonosobo. Di samping itu, pada jalur nasional ruas buntu Pringsurat yang

terdapat di wilayah Kabupaten Wonosobo ada yang termasuk jalur maut rawan

kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan black spot

utamanya di simpang pasar Kertek dan turunan Candimulyo-Pasar Kertek.

Terkait penataan transportasi, yaitu pada periode tertentu, di Simpang Pasar

Kertek terjadi kemacetan. Demikian pula di kawasan Kota Wonosobo juga

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 24

terjadi kemacetan. Penanganan kemacetan dapat dilakukan dengan pengalihan

jalur dan penyebaran pusat pertumbuhan dan layanan publik yang tidak hanya

di pusat kota. Selain itu, ada beberapa terminal yang belum optimal fungsinya.

Masih ditemuinya areal pangkal kendaraan ilegal atau terminal bayangan. Hal

ini ditambah dengan kondisi sebagian besar badan jalan digunakan sebagai

parkir on street. Hal utama juga yang perlu diperhatikan nantinya yaitu penataan

parkir, penyediaan gedung parkir dan kantong-kantong parkir, penataan trayek

angkutan, pengaturan sirkulasi lalu lintas. Di samping itu, umumnya pada jalan

di luar perkotaan yang pada kondisi topografi berbukit seperti di Kecamatan

Watumalang, Sukoharjo, Kepil, Kalibawang, Kaliwiro membutuhkan tambahan

pengaman berupa guard rail.

12. Peningkatan Produksi dan Produktivitas Daerah

Industri kreatif untuk mendukung pariwisata sangat potensial

dikembangkan di Kabupaten Wonosobo mengingat posisi geoekonominya

meskipun ketergantungan bahan baku impor yang tinggi perlu dipecahkan

alternatifnya. Perencanaan dan pengendalian kebijakan kemitraan Stakeholders

(pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan perbankan) untuk

pengembangan industri kreatif di Kabupaten Wonosobo perlu dioptimalkan,

untuk mendongkrak perluasan pemasaran sektor industri. Hal yang mendesak

dilakukan untuk peningkatan daya saing produk dan jasa adalah penerapan

Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam rangka penerapan Pasar Bebas

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) kepada pelaku usaha dalam distribusi dan

peredaran produk barang dan jasa. Dari sisi ketersediaan tenaga kerja juga perlu

ditingkatkan kompetensinya sesuai kebutuhan dunia usaha industri.

Peningkatan Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKMK),

sebagai ujung tombak daya saing perkembangan kontribusi sektor industri

Kabupaten Wonosobo juga menjadi isu strategis yang menjadi perhatian dalam

perencanaan lima tahun kedepan. Upaya peningkatan UMKM ini juga

menyangkut bagaimana menumbuhkan jumlah dan kualitas wirausaha di

kalangan muda secara berkelanjutan, yang nantinya akan berkorelasi dengan

upaya menciptaan lapangan pekerjaan baru. Isu strategis selanjutnya adalah

penguatan koperasi sebagai lembaga penguat tumbuhnya usaha mikro para

wirausahawan pemula. Oleh karena itu peningkatan kuantitas dan kualitas

koperasi aktif harus dikondisikan. Pertumbuhan usaha memerlukan penguatan

kelembagaan, melalui partumbuhan klaster UMKM. Pertumbuhan usaha mikro

akan lebih cepat jika didukung oleh kemitraan/bapak angkat pengusaha besar

dengan pengusaha kecil dan menengah. Kemitraan dengan BUMN dan BUMD

melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) perlu dioptimalkan supaya

tepat sasaran dan berkelanjutan menumbuhkembangkan UMKM, termasuk

aksesibilitas UMKM terhadap lembaga keuangan/pembiayaan mikro.

Investasi adalah motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi

mengingat keterbatasan dari pihak pemerintah, maka dalam hal ini diperlukan

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 25

peran serta swasta, dimana salah satu aspeknya adalah di bidang investasi. Isu

strategis untuk peningkatan investasi di Kabupaten Wonosobo adalah

menciptakan iklim invetasi yang ramah bagi investor yang pada akhirnya juga

akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui penyediaan

infrastruktur, kepastian hukum, kebijakan investasi, serta jaminan kepastian

keamanan. Ramah investasi berimplikasi pada ketersediaan sistem informasi

layanan investasi yang terintegrasi dan ramah pasar berbasis pada keunggulan

daerah (core competence) juga urgen untuk penguatan daya saing daerah.

Pasar dan komoditas adalah penopang daya saing daerah. Oleh karena

itu revitalisasi dan rehabilitasi pasar tradisional, ketersediaan stok komoditas

pangan, dan terjaganya pengendalian harga merupakan isu strategis. Hal

penting dan strategis untuk segera ditangani adalah pemutusan rantai distribusi

yang terlalu panjang pada beberapa komoditas khususnya bahan pokok untuk

menekan harga sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan

rendah. Revitalisasi dan rehabilitasi pasar tradisional juga menjadi penting untuk

menumbuhkan sentra- sentra perekonomian sampai ke tingkat desa.

13. Pariwisata

Walaupun Kabupaten Wonosobo sudah menjadi destinasi wisata unggulan,

namun terdapat beberapa permasalahan yang dirasakan mengganggu bagi

wisatawan sehingga mengurangi kepuasan kunjungan di Kabupaten Wonosobo.

Isu-isu strategis yang harus segera ditangani dalam pembangunan

kepariwisataan adalah peningkatan kualitas infrastruktur, sarana dan prasarana

obyek wisata, mengintegrasikan konsep wisata alam dengan konservasi serta

meningkatkan even-even wisata di destinasi wisata,

14. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

Penyempurnaan kebijakan di bidang aparatur akan mendorong

terciptanya kelembagaan yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD),

manajemen pemerintahan dan manajemen SDM aparatur yang efektif serta

sistem pengawasan dan akuntabilitas yang mampu mewujudkan pemerintahan

yang berintegritas tinggi. Implementasi hal-hal tersebut pada masing-masing

OPD akan mendorong perubahan mind set dan culture set pada setiap birokrat

ke arah budaya yang lebih profesional, produktif dan akuntabel. Setiap

perubahan diharapkan dapat memberikan dampak pada penurunan praktek

korupsi, kolusi dan nepotisme, pelaksanaan anggaran yang lebih baik, manfaat

program-program pembangunan bagi masyarakat meningkat, kualitas

pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik meningkat, produktivitas aparatur

meningkat, kesejahteraan pegawai meningkat dan hasil-hasil pembangunan

secara nyata dirasakan seluruh masyarakat. Secara bertahap, upaya tersebut

diharapkan akan terus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada

pemerintah.

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 26

Pemerintah daerah di masa depan harus mampu menyusun kerangka

regulasi yang memperhatikan aspek budaya partisipasi baik oleh pemerintah,

swasta dan masyarakat itu sendiri. Ketersediaan regulasi/kebijakan daerah

yang tepat adalah berbasis akurasi data dan diimplementasikan berbasis sanksi

yang jelas atas segala bentuk pelanggaran/ pengabaian.

Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan isu strategis

dalam kerangka reformasi birokrasi untuk memberikan kejelasan proses kerja di

lingkungan organisasi. Disamping itu, SOP berguna untuk menilai pelaksanaan

mekanisme kerja internal pada unit kerja pelayanan publik.

Isu Refomasi bidang keuangan daerah ditujukan pada pembenahan

mekanisme penganggaran yang tepat sasaran dan langsung menyentuh pada

kepentingan masyarakat luas. Mekanisme ini tertuju pada proses kerja

pemerintahan yang menentukan siapa berbuat apa, tenggang waktu serta

target yang tepat. Selain itu pemerintah juga perlu upaya meningkatkan

transparansi, partisipasi dan akuntabilitas anggaran.

Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan

daerah menjadi isu strategis mendorong upaya penurunan resiko korupsi dan

peningkatan kualitas pelayanan publik. Transparansi informasi dengan

mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi (TI) diharapkan

meningkatkan akuntabilitas publik berbasis akurasi data. Transparansi informasi

mencakup informasi penyelenggaraan layanan publik, kinerja penyelenggaraan

pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah.

Isu hubungan antara pemerintah dan DPRD yang efektif sangat penting

dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan,

kolaboratif, demokratis dan akuntabel akan semakin kuat. Optimalisasi peran

DPRD menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat

menjadi jembatan di antara fungsi regulasi, fungsi anggaran dan fungsi

pengawasan. Namun harus ada pengawasan apakah peran DPRD benar-benar

untuk kepentingan kesejahteraan bersama bukan untuk kelompok tertentu saja.

15. Isu Kerjasama Antar Daerah (KAD) dan Dunia Private Bersifat Strategis

Kerjasama Antar Daerah merupakan sarana untuk menyerasikan dan

mensinergikan potensi antar daerah, meningkatkan pertukaran pengetahuan,

teknologi dan kapasitas fiskal. Kerjasama antar daerah juga diperlukan untuk

memecahkan masalah lingkungan dan sumber daya publik, seperti

persampahan dan air. Kerjasama dengan dunia usaha (private) menjadi isu

penting karena adanya kebutuhan transfer ketrampilan, teknologi dan modal

dari dunia usaha. Selama ini bentuk kemitraan dengan dunia usaha melalui CSR

(Corporate Social Responsibility).

Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 27

16. Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Pada saat ini pengembangan TIK masih belum optimal. Aplikasi yang

dikembangkan masih parsial dalam rangka efektivitas kinerja birokrasi belum

mengembangkan yang untuk pelayanan masyarakat. Di samping itu, komando

pimpinan birokrasi belum menerapkan aplikasi sebagaimana yang tertuang

dalam konsep smart city/regency. Pengembangan teknologi informasi dalam

ranah pemerintahan akan disesuaikan dengan peta jalan (roadmap) e-

government 2016-2019 dengan harapan dapat mewujudkan aplikasi yang dapat

memberikan infromasi real time status penyerapan anggaran, pelaksanaan

program prioritas dan status pelayanan publik. Penerapan e-gov di Wonosobo

diharapkan dapat mengikuti nasional yang disusun dalam model citizen-centric

application agar masyarakat bisa langsung merasakan manfaatnyanya secara

masif. Selanjutnya, pengembangan TIK e-gov juga akan mewujudkan penerapan

smart regency.

17. Pemberdayaan Masyarakat dan Ketahanan Keluarga

Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan sosial, budaya

dan ekonomi agar tercipta masyarakat yang berinisiatif untuk memulai proses

kegiatan sosial agar mampu memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri.

Berdasarkan pemahaman mengenai pengertian pemberdayaan masyarakat,

upaya pemerintah untuk mengoptimalkan keterlibatan masyarakat dalam

proses pembangunan di Kabupaten Wonosobo memerlukan penguatan agar

potensi masyarakat yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal untuk

pembangunan. LPM, PKK, RW, dan karang taruna sebagai institusi lembaga

kemasyarakatan belum berperan optimal dalam pemberdayaan masyarakat

serta dalam penyelenggaraan pembangunan mulai dari perencanaan sampai

dengan evaluasinya.

Keberhasilan pemberdayaan mayarakat akan sangat ditentukan oleh

keluarga sebagai unit sosial terkecil pembentuk institusi masyarakat, ketahanan

keluarga menjadi faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam melakukan

pemberdayaan masyarakat serta upaya mereduksi permasalahan sosial. Oleh

karena itu, pemerintah seharusnya bertanggung jawab dan berpihak kepada

ketahanan keluarga yaitu dengan menyediakan lingkungan dan sarana yang

nyaman.