bab iii perjanjian bagi hasil tanah pertanian a....

36
55 BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. Gambaran Umum Desa Purwoasri 1. Profil Desa a. Sejarah desa Pada zaman dahulu Desa Purwoasri adalah suatu daerah yang masih dalam ruang lingkup kawasan hutan Alas Purwo dimana pada awalnya penduduk desa purwoasri adalah bukan penduduk asli dari Banyuwangi yang melainkan pendatang dari daerah lain, yang dimana wilayah desa purwoasri masih menjadi hutan belantara. Desa Purwoasri pada awalnya adalah sebuah Desa hasil pemekaran dari Desa Grajagan yang Kepala Desanya bernama Tirto Samudro dan Desa Purwoasri asal mulanya sebuah pedukuhan yang diberi nama Tegalsari. Kemudian pada sekitar tahun 1940 atas kesepakatan seluruh Warga maka wilayah yang tadinya bernama Tegalsari dirubah menjadi Desa Purwoasri. Sedangkan yang menjadi Kepala Desa Pertama adalah Bapak Sujak. Nama Purwoasri diambil karena pada Zaman dulu kawasan ini adalah hutan belantara yang masih satu kawasan dengan hutan Alas Purwo yang sangat lebat namun kelihatan indah dan asri, maka jadilah nama Purwoasri yang sampai saat ini nama itu masih tetap dipakai. 50 50 Wawancara Kepada Bapak Santoso, Kepala Desa, Purwoasri 11 Januari 2016.

Upload: others

Post on 26-Dec-2019

26 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

55

BAB III

PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN

A. Gambaran Umum Desa Purwoasri

1. Profil Desa

a. Sejarah desa

Pada zaman dahulu Desa Purwoasri adalah suatu daerah yang

masih dalam ruang lingkup kawasan hutan Alas Purwo dimana pada

awalnya penduduk desa purwoasri adalah bukan penduduk asli dari

Banyuwangi yang melainkan pendatang dari daerah lain, yang dimana

wilayah desa purwoasri masih menjadi hutan belantara.

Desa Purwoasri pada awalnya adalah sebuah Desa hasil

pemekaran dari Desa Grajagan yang Kepala Desanya bernama Tirto

Samudro dan Desa Purwoasri asal mulanya sebuah pedukuhan yang

diberi nama Tegalsari. Kemudian pada sekitar tahun 1940 atas

kesepakatan seluruh Warga maka wilayah yang tadinya bernama

Tegalsari dirubah menjadi Desa Purwoasri. Sedangkan yang menjadi

Kepala Desa Pertama adalah Bapak Sujak.

Nama Purwoasri diambil karena pada Zaman dulu kawasan ini

adalah hutan belantara yang masih satu kawasan dengan hutan Alas

Purwo yang sangat lebat namun kelihatan indah dan asri, maka jadilah

nama Purwoasri yang sampai saat ini nama itu masih tetap dipakai.50

50 Wawancara Kepada Bapak Santoso, Kepala Desa, Purwoasri 11 Januari 2016.

Page 2: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

56

b. Letak Desa

Berdasarkan Data Monografi, Desa Purwoasri terletak di

Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwazngi Provinsi Jawa Timur.

Jarak Desa dari kota sebagai pusat wilayah administrasi dan ekonomi

adalah:

a) Jarak ke kecamatan kurang lebih 5 km

b) Jarak ke kabupaten/kota kurang lebih 32 km

c) Jarak ke ibukota provinsi kurang lebih 140 km

c. Luas Desa

Menurut data yang diperoleh luas Desa Purwoasri Kecamatan

Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi Pada Bulan Januari Tahun 2016,

diperoleh data sebagai berikut.

a) Luas wilayah = 401.831 Ha

b) Luas Darat = 300 Ha

c) Luas Tanah pertanian (sawah) =101.831

d. Batas wilayah

a) Sebelah Utara : Desa Kendalrejo

b) Sebelah Selatan : Desa Sumberasri

c) Sebelah Barat : Desa curahjati

d) Sebelah Timur : Desa kalipait

e. Jumlah Penduduk

Page 3: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

57

Secara keseluruhan jumlah penduduk di desa ini adalah 5595

jiwa. Desa ini merupakan desa yang makmur di desa purwoasri

Kecamatan tegaldlimo kabupaten banyuwangi, oleh karena itu jumlah

penduduk di desa ini cukup banyak.

Tabel 1 Jumlah Penduduk di Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi (jenis kelamin laki-laki dan perempuan).

No

Jenis Kelamin (L/P)

Jiwa

1 Laki-Laki (L) 2821

2 Perempuan (P) 2774

Jumlah 5595 Sumber Data, Dokumen dari Kantor Desa Purwoasri, Tanggal

11 Januari Tahun 2015

Dari tabel diaatas menunjukan bahwa tingkat penduduk yang

ada Didesa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi

lebih banyak didominasi oleh laki-laki dan penduduk perempuan lebih

sedikit daripada laki-laki.

f. Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian penduduk suatu daerah dengan daerah lain

tidak sama. Perbedaan itu disebabkan karena perbedaan letak geografis

keadaan alam dan pendapatan penduduknya. Mata pencaharian

penduduk Desa Purwoasri sebagian besar sebagai petani karena letak

geografis desa ini sebagian besar tanah pertanian di Desa Purwoasri.

Page 4: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

58

Tabel .2

Jumlah Penduduk Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi Menurut Tingkat Mata Pencaharian.

No Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 2023

2 PNS 220 3 Pegawai Swasta 1103

4 Pensiunan 134

5 Pengusaha 140

6 Lain-Lain 330

Jumlah 3950

Sumber Data, Dokumen dari Kantor Desa Purwoasri, Tanggal 11 Januari Tahun 2016

Dari tabel diatas menunjukan bahwa tingkat penduduk yang lebih

banyak adalah petani, karena di Desa Purwoasri masih banyak lahan

pertanian dan banyaknya lahan pertanian tersebut sehingga menimbulkan

terjadinya perjanjian bagi hasil.

g. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Pendidikan

Pendidikan mempunyai peran penting bagi kehidupan manusia.

Semakin tinggi tingkat pendidikan dapat dijadikan sebagai tolak ukur

untuk menentukan kemajuan dalam berfikir serta dapat mendapatkan

banyak pengetahuan.

Page 5: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

59

Tabel 3

Jumlah Penduduk Didesa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi Menurut Tingkat Pendidikan.51

No Tingkat pendidikan Jiwa

1 Tidak tamat SD 1703 2 Tamat SD 2492 3 Tamat SMP 567 4 Tamat SMA 575 5 Perguruan tnggi 258

Jumlah 5595 Sumber Data, Dokumen dari Kantor Desa Purwoasri, Tanggal

11 Januari Tahun 2016

Dari tabel diatas menunjukan bahwa tingkan pendidikan yang

paling banyak adalah tamat SD (Sekolah Dasar), dari banyaknya

tamatan SD tersebut menimbulkan banyaknya pengangguran di Desa

Purwoasri karena mereka tidak mempunyai banyak pilihan dalam

pekerjaan dan pekerjaan yang mampu mereka lakukan hanyalah dalam

bidang pertanian.

2. Visi Misi dan Struktur desa

a. Visi

Terwujutnya masyarakat desa yang damai, aman, dan sejahtera.52

b. Misi

a) Menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

b) Mengoptimalkan fungsi dan pokok perangkat desa

c) Melaksanakan tugas dan pelayanan pada masyarakat secara

maksimal. 51 Sumber Data, Kantor Desa, Purwoasri, Tanggal 8 Desember Tahun 2015

Page 6: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

60

d) Mewujutkan kinerja yang harmonis antara lembaga desa.

e) Mewujudkan program dan pelaporan secara transparan dan

akuntable.

c. Struktur Organisasi Desa

Bagan 1.

Strutur Organisasi Pemerintahan

Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo

Kabupaten Banyuwangi

PBD

Sumber Bagan: Dokumen dari Kantor Desa Purwoasri, Tanggal 11 Januari Tahun 2015

KEPALA DESA

SEKERTARIS DESA

KASI

KESEJAHTERAAN

RAKYAT

KASI

PEMBANGUNAN

KASI

PEMERINTAHAN

KAUR

KEUANGAN

KAUR UMUM

KASUN TEGALSARI LOR

KASUN TEGALSARI KIDUL

KASUN KALISARI

Page 7: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

61

B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian Sawah Di

Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi

Perjanjian bagi hasil pertanian sudah dilakukan secara turun-

temurun oleh masyarakat di Desa Purwoasri. Pemilik tanah yang

mempunyai lahan pertanian yang luas, biasanya tidak bisa menggarap

semua lahan pertaniannya sendiri, maka pemilik tanah menawarkan

kepada orang lain guna mengolah lahan pertanian miliknya dengan cara

bagi hasil. Selain itu, ada pula pihak yang sengaja menawarkan diri kepada

pemilik tanah untuk memberikan ijin mengolah tanah pertanian miliknya.

Masyarakat di Desa Purwoasri telah mengenal bagi hasil tanah

pertanian, gadai, sewa dan jual beli tanah. Sistem bagi hasil tanah

pertanian atau mertelu telah membudaya dikalangan masyarakat secara

turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya sebagai adat. Dari

beberapa dusun di desa purwoasri dapat ditemukan beberapa orang yang

masih menggunakan perjanjian bagi hasil seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4

Jumlah Responden Yang Melakukan Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian.

No Dusun f % 1. 2. 3.

Tegalsari kidul Tegalsari lor Kalisari

8 4 3

60 25 15

Jumlah 15 100 Sumber Data, Hasil wawancara, Purwoasri, Tanggal 14 November

Tahun 2015

Page 8: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

62

Dari tabel diatas Desa Purwoasri memiliki tiga dusun yaitu dusun

Tegalsari Kidul 8 responden, Tegalsari Lor 4 responden Dan Kalisari

hanya 3 responden, dari ketiga dusun penulis hanya mengambil 15

responden sebagai contoh masyarakat masyarakat yang melakukan

perjanjian bagi hasil, jadi total masyarakat yang melakukan perjanjian bagi

hasil di Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo sejumlah 30 orang, 15

orang sebagai pemilik tanah dan 15 orang sebagai penggarap.

Menurut Santoso selaku Kepala Desa Purwoasri mengatakan

bahwa.“Perjanjian bagi hasil yang ada di desa purwoasri ini masih

menggunakan hukum adat , mungkin karena mereka tidak ingin ribet dan

mereka juga sudah saling percaya satu sama lain, jadi tidak mengacu

menurut undang-undang yang ada”.53

Dalam melaksanakan perjanjian bagi hasil tanah pertanian di Desa

Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi, pemilik tanah

pertanian tidak mau mempercayakan pengerjaan tanahnya kepada orang

yang belum dikenal. Hal ini dilakukan agar pemilik tanah merasa yakin

atas sawah yang akan dipercayakannya tersebut dapat mendapatkan hasil

sesuai dengan yang diharapkannya.

Perjanjian bagi hasil antara petani penggarap dan petani pemilik di

desa ini diadakan secara lisan atau dengan cara musyawarah untuk

mufakat diantara pihak-pihak yang berkepentingan dan tidak pernah

menghadirkan saksi sehingga mempunyai kekuatan hukum yang sangat

53 Wawancara Dengan Santoso, Kepala Desa Purwoasri, Purwoasri 10 Januari 2016

Page 9: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

63

lemah. Alasannya karena ada rasa saling percaya dan kebiasaan yang pada

umumnya terjadi didesa tersebut.

Undang-Undang No 2 tahun 1960 Tentang tentang Bagi Hasil

Pertanian, pada Pasal 3 yang berbunyi “Semua perjanjian bagi-hasil harus

dibuat oleh pemilik dan penggarap sendiri secara tertulis dihadapkan

Kepala dari Desa atau daerah yang setingkat dengan itu tempat letaknya

tanah yang bersangkutan, Selanjutnya dalam undang-undang ini disebut

"Kepala Desa" dengan dipersaksikan oleh dua orang, masing-masing dari

pihak pemilik dan penggarap”.

Dapat dianalisa dalam bagi hasil pertanian sawah di Desa

Purwoasri terdapat adanya kesenjangan antara kenyataan yang ada dengan

peraturan yang sudah dikeluarkan berbentuk Undang-Undang No 2 tahun

1960 Tentang Bagi Hasil Pertanian. Peraturan ini sudah diketahui oleh

para aparat desa maupun sebagian masyarakat di desa tersebut akan tetapi

mereka sama sekali tidak mempermasalahkannya. Bentuk perjanjian lisan

ini sudah terjadi dari dahulu kala dan masih tetap berlaku sampai sekarang

ini.

Adanya rasa saling percaya antara pemilik tanah dengan petani

penggarap ini sudah lama terjadi, dan memangsampai sekarangpun tidak

mengalami kerugian diantaranya. Sebenarnya menurut penulis, perjanjian

yang baik adalah perjanjian tertulis, agar dapat dipertanggungjawabkan

kelak, baik secara hukum maupun secara kekeluargaaan. Dengan

perjanjian tertulis ini pula, apabila ada salah satu pihak yang wanprestasi

Page 10: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

64

dapat diproses secara hukum mengenai kerugian-kerugian yang

ditanggungnya kelak, tetapi apabila perjanjian ini hanya bersifat lisan saja,

tidak menutup kemungkinan sulitnya mencari siapa-siapa yang harus

bertanggung jawab atas kerugian yang diderita diantara aparat desa

maupunpetani penggarap.

Perjanjian bagi hasil yang terjadi di Desa Purwoasri Kecamatan

Tegaldlimo ini merupakan perjanjian yang benar-benar dilakukan oleh

para petani penggarap dengan kesungguhan hati, mereka sengaja tidak

mempersoalkan tentang kerugian-kerugian yang mungkin terjadi karena

apabila ada itupun dibicarakan dengan cara kekeluargaan, atau

musyawarah mufakat. Sehingga ditemui jalan keluar yang damai, yang

dipecahkan oleh para aparat desa dengan para petani penggarap.

1. Alasan Terjadinya Pelaksanaan Bagi Hasil Tanah Pertanian Di Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi

Data monografi Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten

Banyuwangi menyebutkan luas wilayah di desa ini adalah 401.831 Ha

yang diantaranya merupakan tanah pertanian yang menyebabkan

mayoritas masyarakat di desa tersebut bekerja sebagai petani. Hal ini

berarti bahwa masyarakat bekerja pada sektor pertanian, baik sebagai

petani, penyewa sawah, penggarap sawah, maupun buruh pertanian. Lahan

pertanian memegang peranan penting disebabkan taraf pendidikan

masyarakat di desa masih rendah. Selain itu, kurangnya keterampilan dan

keahlian masyarakat yang menyebabkan mereka bekerja di bidang

pertanian.

Page 11: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

65

Bagi hasil merupakan suatu lembaga Hukum Adat yang hidup

dalam masyarakat. Hingga saat ini lembaga tersebut di Kabupaten

Banyuwangi Desa Purwoasri masih ada dan dibutuhkan karena sektor

pertanian masih mempunyai arti penting dalam menunjang perekonomian

masyarakat tersebut, keadaan demikian dapat kita lihat pada tabel di atas,

di mana masyarakat Desa Purwoasri penduduknya terkonsentrasi di bidang

pertanian.

Karena penduduknya lebih banyak terkonsentrasi di bidang

pertanian, tidaklah mengherankan bila banyak dilakukan transaksi-

transaksi untuk mengolah lahan pertanian dengan cara bagi hasil.

Perjanjian bagi hasil di Desa Purwoasri lebih dikenal dengan istilah

“Mertelu” ( sepertiga ).

Untuk memproduktifkan tanah di Desa Purwoasri selain sistem

bagi hasil ada juga dengan sistem menyewa ( nyewo ) yang akhir-akhir ini

cenderung terjadi pada masyarakat tersebut. Bagi hasil kadang-kadang

berfungsi sebagai lembaga pemeliharaan sanak keluarga. Dalam perjanjian

bagi hasil tersebut hubungan sanak keluarga tetap diprioritaskan untuk

menggarap tanah, jika tidak ada lagi sanak keluarga yang bersedia

menggarap tanah tersebut, penawaran baru diberikan kepada orang lain

yaitu tetangga dekat atau orang pendatang yang tidak ada hubungan

kekerabatan.

Dalam bagi hasil tanah pertanian terdapat tiga unsur pokok, yaitu

pemilik tanah, penggarap sawah dan tanah garapan. Pemilik tanah adalah

Page 12: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

66

orang yang mempunyai tanah pertanian yang mana karena keadaan

tertentu menyerahkan hak pengerjaan tanahnya kepada orang lain yang

disebut penggarap sawah. Penggarap sawah yaitu orang yang mengerjakan

tanah pertanian milik pemilik tanah dan mendapatkan bagian dari hasil

sawah sesuai dengan cara pembagian yang telah disepakati oleh kedua

belah pihak. Sawah garapan adalah suatu lahan yang menjadi objek

pengolahan yang dimiliki oleh pemilik tanah dan kemudian diserahkan

kepada pihak penggarap dengan tujuan mendapatkan hasil.

Hubungan Kekerabatan Dalam Mengolah Tanah Dapat Dilihat

Pada Tabel Berikut :

Tabel 5

Hubungan kekerabatan dalam perjanjian bagi hasil di Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi.

No Hubungan

kekerabatan

f

%

1

2..

Ada

Tidak ada

6

9

23

77

jumlah 15 100

Sumber Data, Dokumen dari Kantor Desa Purwoasri, Tanggal 6 Januari Tahun 2015

Dari tabel di atas, bahwa ada hubungan kekerabatan ( 23% )

misalnya : adik kandung, kakak kandung, saudara ipar, saudara ayah atau

saudara ibu dan lain sebagainya. Yang tidak ada hubungan keluarga (

Page 13: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

67

kekerabatan ) ada 77 % misalkan : tetanggga dekat atau orang pendatang

dari kampung lain.

a. Alasan Pemilik Sawah

Keadaan demikian secara kuantitatif dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Tabel 6 Alasan Pemilik Dalam Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian.

No Alasan pemilik f % 1. 2. 3. 4. 5.

Tidak ada waktu mengerjaka Sudah tua Tanahnya jauh dari rumah Rasa sosial/ balas jasa Tidak mampu mengolah tanahnya sendiri

4 5 3 2 1

25 30 20 15 10

Jumlah 15 100 Sumber Data, Wawancara dengan pemilik, Tanggal 11

November Tahun 2015 Perjanjian bagi hasil tanah pertanian pada umumya terjadi

dikarenakan pemilik tidak dapat mengerjakan tanah pertanian

miliknya. Pemilik tidak mempunyai waktu, oleh karena itu pemilik

menawarkan kepada orang lain yang mau mengerjakan sawahnya

dengan cara bagi hasil

Beberapa faktor yang menjadi alasan pemilik tanah pertanian

melakukan perjanjian bagi hasil pertanian adalah sebagai berikut.

a) Tidak ada waktu (dikarenakan pemilik tanah bukan petani tulen

dan mempunyai pekerjaan, Dalam hal ini pemilik tidak dapat

mengerjakan tanahnya dikarenakan tidak ada waktu karena 25%

Page 14: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

68

pemilik memiliki pekerjaan lain, contohnya para pemilik ada

yang berprofesi sebagai PNS dan pekerjaan lain nya sehingga

tidak dapat mengelola tanah pertaniannya).

b) Tidak cukup tenaga (pemilik tanah mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas sehingga tidak mampu untuk mengerjakan

semua lahannya dan keadaan raga dari pemilik tidak sanggup

mengelola tanah itu sendirian dan faktor usia yang sudah tidak

bisa mengelola tanah itu sendiri).

c) Faktor kemanusiaan (memberikan kesempatan kepada orang

lain yang tidak punya tanah garapan sendiri sehingga timbul rasa

saling tolong menolong).

d) Faktor ekonomi (berkaitan dengan dana yang tidak cukup untuk

menggarap semua lahan sawahnya sehingga melakukan bagi

hasil pertanian).

b. Alasan Penggarap Sawah

Keadaan demikian secara kuantitatif dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 7 Alasan Penggarap Dalam Perjanjian Bagi Hasil Tanah

Pertanian. No Alasan bagi hasil f %

1. 2. 3.

Tidak mempunyai tanah garapan Tidak bisa mencukupi kebutuhan Tidak mempunyai keahlian

9 4 1

60

20

10

Page 15: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

69

4.

dalam bidang lain Rasa sosial/ balas jasa

1

10

Jumlah 15 100 Sumber Data, Wawancara dengan responden, Purwoasri,

Tanggal 14 November Tahun 2015

Pada umumnya penggarap sawah melakukan bagi hasil

pertanian sawah adalah tidak mempunyai tanah garapan atau

sawahnya sedikit sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

keluarga. Dapat disimpulkan penggarap sawah melakukan

pelaksanaan bagi hasil pertanian sawah sebagai berikut.

a) Tidak mempunyai tanah garapan. (dari 60% penggarap yang

tidak mempunyai tanah garapan sehingga penggarap

melakukan perjanjian bagi hasil untuk mencukupi kebutuhan

hidup).

b) Mempunyai sedikit tanah garapan. (dari 20% penggarap yang

mempunyai tanah garapan sedikit dikarenakan mereka

beralasan karena tanah garapan mereka tidak bisa mencukupi

kebutuhan hidup)

c) Karena pekerjaan yang tidak tetap. (dari 10% penggarap yang

melakukan perjanjian bagi hasil dikarenakan mereka tidak

memiliki pekerjaan tetap yang bisa mencukupi kebutuhan

hidup).

Page 16: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

70

d) Karena faktor ekonomi. ( dari 10% penggarap melakukan

perjanjian bagi hasil dikarenakan faktor ekonomi yang lemah).

2. Kajian Undang-Undang No 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil

Tanah Pertanian

Pada dasarnya peraturan yang harus dilaksanakan dengan baik

namun dalah hal ini Undang-Undang No 2 tahun 1960 Tentang tentang

Bagi Hasil Pertanian, pada Pasal 3 yang berbunyi “Semua perjanjian bagi-

hasil harus dibuat oleh pemilik dan penggarap sendiri secara tertulis

dihadapkan Kepala dari Desa atau daerah yang setingkat dengan itu tempat

letaknya tanah yang bersangkutan, selanjutnya dalam undang-undang ini

disebut "Kepala Desa" dengan dipersaksikan oleh dua orang, masing-

masing dari pihak pemilik dan penggarap”.

Dalam pasal 3 Undang-Undang No 2 Tahun 1960 Tentang

Perjanjian Bagi Hasil ini dapat dianalisa bahawa dalam undang-undang

berbunyi “semua perjanjian harus dibuat secara tertulis dan dihadapan

kepala desa dan dipersaksikan 2 orang saksi, namu pada kenyataan

pelaksanaanya tidak sesuai dengan kenyataan dimana dalam lapangan

perjanjian itu dibuat secara lisan dan hanya berdasarkan saling percaya

kepada kedua belah pihak dan peraturan perundang-undangan ini tidak

dilaksanakan dengan baik oleh semua masyarakat Desa Purwoasri

Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi.

Mengenai jangka waktu perjanjian bagi hasil dapat kita temukan

dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1960 yang berbunyi “Perjanjian

Page 17: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

71

bagi hasil diadakan untuk waktu yang dinyatakan di dalam surat perjanjian

tersebut dalam Pasal 3, dengan ketentuan bahwa bagi sawah waktu itu

adalah sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan bagi tanah kering sekurang-

kurangnya 5 (lima) tahun”

Ketentuan di atas menyatakan bahwa untuk tanah sawah sekurang-

kurangnya lamanya waktu perjanjian bagi hasil adalah 5 (lima) tahun.

Namun dalam faktanya mengenai jangka waktu tidak sesuai dengan

keadaan dalam masyarakat dalam pasal 4 ini tidak dilaksanakan, dimana

dalam kenyataan kebiasaan masyarakat menentukan jangka waktu dengan

kesepakan yang telah mereka sepakati sebelumnya, tidak ada masyarakat

yang menggunakan acuan undang-undang bagi hasil tanah pertanian ini.

Menurut Pasal 10 UU No. 2 Tahun 1960, berakhirnya perjanjian

bagi hasil karena telah berakhirnya jangka waktu perjanjian maupun salah

satu sebab seperti yang disebutkan dalam Pasal 6 dan penggarap wajib

menyerahkan tanah yang bersangkutan dalam keadaan baik. Pemutusan

bagi hasil seperti apa yang disebutkan dalam Pasal 6 dapat terjadi apabila

atas persetujuan kedua belah pihak dan setelah melaporkan kepada kepala

desa, tetapi masyarakat sudah biasa melakukan pemutusan perjanjian

dengan perjanjian sebelumnya yang telah dibuat dan tidak mengacu pada

undang-undang yang ada.

Dalam Pasal 14 Jika pemilik tidak bersedia mengadakan perjanjian

bagi hasil menurut ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, sedang

tanahnya tidak pula diusahakan secara lain, maka Camat, atas usul Kepala

Page 18: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

72

Desa berwenang untuk, atas nama pemilik, mengadakan perjanjian bagi

hasil mengenai tanah yang bersangkutan. Dan dalam pasal (15) ayat (1)

Dapat dipidana dengan hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,-;

a.pemilik yang tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 3 atau pasal 11;

b.penggarap yang melanggar larangan tersebut pada pasal 2; c.barang

siapa melanggar larangan tersebut pada pasal 8 ayat 3. Ayat (2) Perbuatan

pidana tersebut pada ayat 1 diatas adalah pelanggaran.

Dapat di analisa dalam hal ini barang siapa yang tidak

melaksanakan perjanjian bagi hasil tanah pertanian sesuai dengan undang-

undang yang berlaku dapat sanksi dalam pasal 14, dan 15.

3. Kajian Perjanjian Bagi Hasil Menurut Asas-Asas Perjanjian

Jika dianalisa dalam hal ini Undang-Undang No 2 Tahun 1960

Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian dengan asas-asas

perjanjian dalam hal ini kita bisa lihat dalam pasal 1320 yaitu ; Sepakat

mereka yang mengikatkan dirinya, Kecakapan untuk membuat suatu

perikatan, Sutu hal tertentu, Suatu sebab yang legal/ halal.

Dalam hal ini masyarakat cukup menggunakan pasal 1320

mengenai syarat sahnya perjanjian untuk melakukan perjanjian bagi hasil

pertanian, karena dalam hal ini suatu perjanjian sah apa bila dilakukan

dengan menggunakan pasal 1320 KUHPerdata yaitu mengenai syarat

sahnya perjanjian dan tidak perlu menggunakan Undang-undang No 2

tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil, jadi apapila masyarakat

melakukan perjanjian bagi hasil tanah pertanian tidak sesuai dengan

Page 19: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

73

undang-undang yang berlaku itu sama saja sah demi hukum karena jika

dilihat dari hukum KUHPerdata itu sah demi hukum dan masyarakat tidak

perlu menggunakan Undang-Undang No 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian

Bagi Hasil.

Kewajiban dalam melakukan perjanjian bagi hasil ini juga

didukung dengan adanya asas-asas yang belaku yaitu, asas kebebasan

berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum, itikad baik dan

kepribadian, dimana dalam melaksanakan perjanjian jika memenuhi

persyaratan dalam ke 5 asas tersebut sudah dipastikan sah dalam, dan

dalam hal perjanjian bagi hasil tanah pertanian sedah memenuhi atau

mencakup dari asas-asas tersebut, bahwasanya jika masyarakat tidak

mengunakan Undang-undang yang ada namun sudah sesuai dengan asas-

asas perjanjian berarti perjanjian itu sudah sah menurut hukum yang

berlaku.

4. Kajian Perjanjian Bagi Hasil Menurut Hukum Adat

Hukup adat merupakan hukum kebiasaan yang dilakukan

masyarakat secara turun temurun atas dasar saling percaya kepada satu

sama lain, jika dikaji dalam Undang-Undang No 2 Tahun 1960 Tentang

Perjanjian Bagi Hasil, dimana peraturan perundang-undangan telah

membuat peraturan yang mengatur mengenai berlangsungnya perjanjian

bagi hasil tanah pertanian, namun faktanya dalam hal ini masyarakat ditak

menggunakan peraturan perundang-undangan yang ada melainkan

menggunakan hukum adat jika kita liahat dari undang-undang hukum adat

Page 20: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

74

ini bertentangan dengan peraturan namun jika dilihat dari asas-asas

perjanjian hukum adat selaras dengan hal itu, dimana perjanjian sah

apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320

KUHPerdata.

5. Analisa Hukum Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian

Dalam hal ini penulis menganalisa mengenai kajian dari undang-

undang no 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil, hukum adat dan

asas-asas perjanjian, jika dilihat peraturan mengenai perjanjian bagi hasil

memang tidak sejalan dengan fakta yang ada dilapangan, dimana

masyarakat tidak ada yang menggunakan peraturan perjanjian bagi hasil

menurut undang-undang yang berlaku melainkan menggunakan hukum

adat setempat yang belaku dah sudah berlangsung selama berabad-abad.

Selain itu, jika dilihat dari asas-asas perjanjian dan syarat sahnya

perjanjian hukum adat sudah memenuhi unsur-unsur tersebut karena hal

ini yang mengakibatkan Undang-Undang No 2 Tahun 1960 Tentang

Perjanjian Bagi hasil tidak terlakasana dengan baik dan peraturan yang

mengatur mengenai perjanjian bagi hasil tidaklah sesuai dalam kehidupan

masyarakat saat ini.

Berdasarkan analisa diatas bahwasanya undang-undang perjanjian

bagi hasil ini harus di revisi dan jika perlu dihapuskan dan diganti dengan

undang-undang yang bisa sejalan dengan kehidupan masyarakat petani,

sehingga peraturan dapat terlaksana dengan baik dan dan dapat

mensejahterakan masyarakat petani.

Page 21: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

75

6. Pembagian Hasil Panen Bagi Hasil Tanah Pertanian Di Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi a. Hak Dan Kewajiban Pemilik dan Penggarap

Kewajiban pemilik dan penggarap sawah berarti segala sesuatu

yang harus dilakukan oleh mereka. Kewajiban pemilik adalah membiayai

segala sesuatu yang dipergunakan untuk mengolah sawah dari bibit,

pemupukan, maupun pengobatan. Sedangkan kewajiban penggarap sawah

adalah mengolah sawah dengan sebaik-baiknya dari awal perjanjian

sampai pasca panen. Dalam bagi hasil tanah pertanian yang diinginkan

kedua belah pihak adalah hasil yang menguntungkan satu sama lain.

Hak pemilik tanah adalah mendapatkan hasil yang maksimal dari

hasil panen tanaman yang ditanam oleh penggarap sawah. Oleh sebab itu,

penggarap sawah harus rajin mengolah sawah dan merawat tanaman agar

kemudian hari mendapatkan hasil yang maksimal. Hak penggarap sawah

sendiri adalah memperoleh perlakuan yang baik dari pemilik sawah dan

mendapatkan hasil panen dengan pembagian yang adil.

Dalam pasal (8),(9) Undang-Undang Nomer 2 Tahun 1960

Tentang perjanjian bagi hasil mengenai kewajiban pemilik dan penggarap

pada angka (1) pembayaran uang atau pemberian benda apapun kepada

pemilik dilarang. Dilanjutkan pada pasal 9 dimana kewajiban pembayaran

pajak tanah dilarang untuk dibebankan kepada penggarap.

Dapat dianalisa pemilik maupun penggarap dalam melakukan

kerjasama bagi hasil pertanian sawah mempunyai tanggung jawab dalam

menjamin hak maupun kewajiban mereka. Pemilik sawah dan penggarap

Page 22: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

76

sawah juga harus melakukan hak dan kewajibanya guna mendapatkan

keuntungan bersama dan tidak saling dirugikan.

Kemudian yang menjadi kewajiban penggarap, sebagaimana

diuraikan di atas, juga merupakan kewajiban bersama antara pemilik dan

penggarap, untuk itu penggarap berkewajiban pula untuk :

a) Mengusahakan tanah tersebut dengan baik.

b) Menyerahkan bagian hasil yang menjadi hak dari pemilik.

c) Memenuhi beban-beban yang menjadi tanggungan selaku

penggarap

d) Meminta izin kepada pemilik apabila penggarap ingin

menyerahkan pengusahaan tanah yang bersangkutan kepada

pihak ketiga.

Di Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten

Banyuwangi, dari hasil penelitian dapat diketahui bentuk imbangan bagi

hasil panen anatara lahan satu dengan lahan lainya sangat bervariasi,

bahkan lokasi lahan satu dengan lainya sama hal ini disebabkan oleh

faktor, antara lain:

a) Tingkat kesuburan tanah yang berbeda

b) Lokasi lahan/sawah dekat atau jauh dari desa tempat tinggal

penggarap

c) Kesesuaian jadwal air (irigasi) dengan musim panen

Page 23: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

77

Di samping itu ada juga imbangan bagi hasil yang ditentukan oleh

masyarakat setempat seperti hal nya yang ada pada tabel dibawah ini.

b. Besar bagian hasil para pihak

Tabel.8 Pembagian Hasil Panen Di Desa Purwoasri Kecamatan

Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi No Imbangan Bagi hasil f % 1 2 3

1/3pemilik, 2/3 penggarap 2/3 pemilik, 1/3 penggarap

½ pemilik, ½ penggarap

11 4 6

60 15 25

Jumlah 15 100 Sumber Data, Hasil wawancara dengan responden, Purwoasri,

Tanggal 14 November Tahun 2015 Berdasarkan tabel diatas bentuk imbangan antara pemilik dan

penggarap yang ditentukan oleh masyarakat adalah 1 banding 1, artinya

setengah bagian untuk pemilik dan setengah bagian untuk penggarap yang

dibagi dari hasil bersih setelah dipotong bibit/ benih, pupuk, obat-obatan

serta proses penggilingan hal ini di kemukakan oleh 6 responden/ 25%

responden, sendangkan 11 responden 60 % menyatakan bahwa melakukan

imbangan 1/3 untuk pemilik dan 2/3 untuk penggarap dengan kententuan

pemilik hanya menyediakan lahan, sedangkan bibit, pupuk, dan obat-batan

semuanya ditanggung oleh penggarap, sendangkan 4 responden

melakukan bentuk imbangan 1/3 untuk penggarap dan 2/3 untuk pemilik

yang dimana semua beban untuk pengerjaan lahan ditanggung oleh

pemilik penggarap hanya melakukan perawatan dengan baik.

Walaupun imbangan itu sudah berlaku terkadang ada juga

masyarakat yang melakukan bentuk imbangan dengan memperbanyak

Page 24: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

78

hasil untuk penggrap dikarenakan penggarap masih ada hubungan

kekeluargaan dengan pemilik lahan, hal ini sangat menguntungkan bagi

penggarap karena rasa sosial yang dimiliki oleh pengarap.

Pembagian panen bagi hasil di desa Purwoasri akan tetap adil

terhadap orang yang sudah lama bekerja sebagai penggarap sawah ataupun

yang masih baru menjadi penggarap sawah. pemilik tanah sama sekali

tidak membeda-bedakan antara pekerja baru ataupun penggarap sawah

yang sudah mengabdi bertahun-tahun.

Dari pernyataan diatas, dapat dianalisa bahwa kegiatan bagi hasil

di Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi

dilakukan antara pemilik sawah dan orang lain ataupun keluarga

penggarap yang ekonominya kurang mampu dan tidak memiliki

lahan/sawah dikarenakan ada faktor tenggang rasa antar tetangga dan rasa

ingin menolong.

Pembagian hasil panen dari pelaksanaan bagi hasil di Desa

Purwoasri Kecamatan tegaldlimo Kabupaten banyuwangi dapat dikatakan

berbeda–beda, dikarenakan sistem permbagiannya juga berbeda tergantung

dari siapa biaya yang mengeluarkan. Biaya yang dikeluarkan guna

perawatan tanaman dari pembibitan sampai panen bisa dari pemilik sawah

atau penggarap sawah.

Sistem pembagian hasil panen pertanian sawah di Desa Purwoasri,

Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut.

Page 25: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

79

a. Pemilik tanah mendapatkan hasil panen 1/3 dan pihak penggarap

mendapatkan 2/3 apabila pupuk, benih, serta lain-lainnya

ditanggung oleh pihak penggarap (pemilik tanah hanya

bermodalkan tanah pertanian sawah saja).

b. Pemilik serta penggarap sawah sama-sama mendapatkan hasil

panen 1/2 apabila pupuk, benih, serta lain-lainnya dibiayai oleh

kedua belah pihak (biaya keseluruhan sampai tanaman dapat

dipanen ditanggung oleh kedua belah pihak).

c. Pemilik tanah mendapatkan 2/3 hasil panen dan pihak penggarap

mendapatkan 1/3 apabila semua pupuk, benih, serta lain-lainnya

ditanggung oleh pemilik tanah (biaya keseluruhan ditanggung

oleh pemilik tanah).

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk

imbangan perjanjioan bagi hasil tanah pertanian di Desa Purwoasri

Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi, sesuai dengan Undang-

Undang no 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil tanah pertanian,

yang menyatakan pembagian hasil antara pemilik dan penggarap adalah 1

banding 1, namun jika disuatu daerah yang berlaku adalah pemilik lebih

besar dari penggarap maka, yang berlaku adalah yang menguntungkan

penggarap. Dalah hal ini di Desa Purwoarsri bentuk imbangan masih

menguntungkan penggarap bila dibanding dengan yang ditetapkan oleh

pasal 4 Inpres No. 13 Tahun 1980, oleh sebab itu ketentuan dalam bentuk

imbangan bagi hasil ini harus dipertahankan karena telah sesuai dengan

Page 26: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

80

Keputusan Bersama Mentri Dalam Negeri Dan Merteri Pertanian No.211

Tahun 1980 Jo.No. 714/Kpts/Um/9/1980, bagian kedua angka 6 titik 5.

Kesesuaian mengenai imbangan bagi hasil antara yang berlaku

pada masyarakat adat dengan apa yang ditetapkan oleh pemerintah dalam

peraturan perundang-undangan, ternyata bukanya masyarakat patuh

dengan ketentuan yang dimaksud, karena sudah menjadi kebiasaan

setempat. Hal ini terbukti dari 100% responden tidak mengetahui

keberadaan Undang-Undang No2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi

Hasil.

Dari uraian diatas dapat dianalisa bahwa diDisa Purwoasri

Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi pelaksanaan imbangan

bagi hasil atas tanah pertanian tidak melanggar ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, karena kebetulan peraturan yang

dipakai masyarakat selama ini sejalan dengan peraturan yang ditentukan

oleh Undang-Undang No 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil

Tanah Pertanian.

7. Jangka Waktu Pelaksanaan Bagi Hasil

Dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil tidak kalah penting nya

adalah masalah jangka waktu perjanjian yaitu untuk mengetahui berapa

lama suatu perjanjian dapat berlangsung. Di Desa Purwoasri Kecamatan

Tegaldlimo Kabupaten banyuwangi, dari hasil penelitian dilapangan

masalah jangka waktu perjanjian pada umumnya tidak di bicarakan pada

Page 27: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

81

saat melakukan perjanjian, akan tetapi mengenai jangka waktu ini

disesuaikan menurut kebiasaan yang berlaku diditempat. Dan perjanjian

akan berakhir dengan sendirinya, setelah selesai panen berlangsung. Untuk

lebih jalasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 10 Jangka Waktu Perjanjian Bagi Hasil Atas Tanah Pertanian Di Desa

Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi No Keterangan Jumlah %

1 Ditentukan 4 20

2 Tidak ditentukan

a. Berdasarkan musim panen

b. Selama penggarap mau mengolah tanah

c. Selama diijinkan pemilik

7

2

2

40

15

15

jumlah 15 100

Sumber Data, Hasil Wawancara Dengan Pemilik, Tanggal 11 November 2015

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa jangka waktu

perjanjian bagi hasil tidak di tentukan secara tegas. 11 responden (40%)

menyatakan bahwa perjanjian bagi hasil ini hanya berlaku 1 kali musim

panen, sesudah selesai panen, maka berakhir pula perjanjian yang dibuat

kedua belah pihak dan tidak menutup kemungkinan perjanjian itu di

perpanjang kembali, asal saja kedua belah pihak sepakat, dengan demikian

perjanjian dapat berlangsung secara berkeselanjutan selama penggarap

masih mau mengelola lahan dan pemilik masih mengijinkan untuk

mengerjakannya.

Page 28: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

82

Disamping perjanjian bagi hasil dapat diakhiri untup setiap kali

panen, ada pula perjanjian bagi hasil yang jangka waktunya ditentukan

untuk beberapa kali musim tanam. Hal ini dikemukakan oleh 4 responden

(20%). Informasi ini diperoleh dari kepala desa dan perangkatnya,

termasuk responden, tentang adanya ketentuan minimal untuk beberapa

kali musim panen artinya lebih dari musim tanam, hal ini terjadi terhadap

tanah yang membutuhkan pengolahan secara khusus, misalnya tanah yang

harus di cetak ulang, karena sudah lama tidak diusahakan, sehingga

kondisi tanah jelek atau rusak. Dalam hal ini pengelola memerlukan

perlakuan khusus untuk memperbaiki kondisi tanah, sehingga di perlukan

jangka waktu perjanjian bagi hasil yang agak lama, agar penggarap

mendapat hasil yang seimbang.

Terhadap kasus-kasus diatas sebagaimana dikemukakan ,

penentuan jangka waktu minimal dan memadai sangat diperlukan,

tujuannya agar pihak penggarap tidak merasa dirugikan, sedangkan untuk

tanah yang kondisinya normal, maka jangka waktu perjanjian tidak

ditentuka, sehingga pemilik dapat saja mengakhiri perjanjian setiap kali

habis penen dan dapat juga berlangsung secara berkesinambungan, asal

saja para pihak sepakat.

Ketentuan mengenai jangka waktu perjanjian bagi hasil tanah

pertanian yang berlaku di Desa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo

Kabupaten Banyuwangi yang telah diuraikan diatas, sangat berbeda

dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No 2 Tahun 1960,

Page 29: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

83

pasal 4 (1) menegaskan bahwa perjanjian bagi hasil untuk lahan sawah

sekurang-kurangnya 3 tahun dan tanah kering 5 tahun. Disini dapat dilihat

bahwa apa yang berlaku dalam masyarakat dalam melakukan perjanjian

bagi hasil, umumnya mengikuti ketentuan sebagaimana yang diatur

menurut kebiasan yang berlaku ditempat. Hal ini sejalan dengan apa yang

di kemukakan oleh Ter Haar, bahwa perjanjian paruh hasil tanam dapat

diakhiri setiap kali musim panen.

Menurut para Kepala Desa dan Camat setempat ketentuan hukum

adat tersebut sudah cukup memadai dan bahkan jika ketentuan Undang-

undang No. 2 Tahun 1960 yang menetapkan jangka waktu minimal 3

tahun untuk sawah dan 5 Tahun untuk tanah keringitu diterapkan kepada

masyarakat, dikawatirkan akan menimbulkan masalah baru, dimana

banyak pemilik yang enggan menyerahkan tanahnya untuk diusahai orang

lain berdasarkan perjanjian bagi hasil, hal ini tentu saja akan berdampak

negatif artinya penggarap akan sulit memperoleh tanah garapan.

Page 30: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

84

C. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam

Bidang Pertanian Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil.

Dalam hal ini penulis akan menjelaskan mengenai faktor-faktor apa

saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil

tanah pertanian jika di tinjau dari undang-undang perjanian bagi hasil

nomor 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil.

Undang-Undang No 2 Tahun 1960 tentang perjanjian Bagi Hasil,

di undangkan sejak tanggal 7 januari 1960 dan berlaku untuk seluruh

masyarakat. Undang- Undang ini bertujuan untuk memperbaiki nasib para

penggarap tanah milik pihak lain, jika benar-benar dilaksanakan, menurut

Boedi Harsono akan mempunyai efek yang sama dengan penyelenggaraan

redistribusi tanah kelebihan tanah absentee terhadap penghasilan para

petani penggarap, karena menurut Undang-Undang ini mereka akan

menerima bagian yang lebih besar dari hasil tanahnya. Menurut Hukum

Adat imbangan pembagian hasil di tetapkan atas persetujuan kedua belah

pihak yang umumnya tidak menguntungkan bagi pihak penggarap. Hal ini

disebabkan karena tanah yang tersedia untuk di bagi-bagikan tidak

seimbang dengan jumlah petani yang memerlukan tanah garapan. Hasil

penelitian diDesa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten

Banyuwangi, pada umumnya masyarakat lebih memilih sistem perjanjian

Bagi Hasil mendasarkan pada Hukum Adat setempat (kebiasaan setempat

secara turun temurun ) walaupun sudah ada peraturan yang mengatur

tentang perjanjian bagi hasil tanah pertanian.

Page 31: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

85

Kendala-kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan Perjanjian Bagi

Hasil Tanah Didesa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten

Banyuwangi, dilihat dari faktor-faktor keefektifitasan suatu

peraturan/hukum, kendala/faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Faktor Hukum Itu Sendiri

Peraturan yang telah dibuat dengan sedemikian rupa mengenai

perjanjian bagi hasil tanah pertanian untuk tujuan keadilan, kepastian dan

kemanfaatan hukum, yang harus disesuaikan dengan kewenangan yang

seharusnya berwenang. Ada beberapa hambatan dalam pelaksanaan UU

No. 2 Tahun 1960 Tentang perjanjian bagi hasil, sebagai mana akan di

uraikan dibawah ini. Dari pertanyaan yang di ajukan kepada responden,

bertitik pada yang di atur dalam UU No. 2 Tahun 1960 mengenai syarat

formal dari suatu perjanjian tentang bagi hasil. Berdasarkan temuan

dilapangan diketahui bahwa perjanjian bagi hasil dilakukan secara lisan,

tanpa ada saksi dan juga tidak dibuat dihadapan kepala desa serta

pengesahan dari camat. Hal ini juuga dikuatkan oleh keterangan tokoh

masyarakat desa setempat saat diwawancarai, yang menyatakan bahwa

dalam melakukan perjanjian bagi hasil tidak pernah dilakukan dalam

bentuk tertulis. Kalupun ada hanya dalam bentuk tanaman seperti jeruk

dan coklat. Masyarakat desa melakukan perjanjian bagi hasil atas darar

suka sama suka tidak ada paksaan.

Page 32: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

86

Disamping itu faktor saling percaya diantara para pihak juga

memegang peranan penting dalam hal membuat perjanjian, sehingga

perjanjian itu tidak perlu dibuat secara tertulis. Tetapi cukup dengan lisan

saja. Hal ini disebabkan karena mereka sudah saling mengenal dan hidup

bertetanggaan dalam satu lingkungan. Sebagaimana yang telah diuraikan

diatas bahwa 100% masyarakat menjadi responden dan kepala desa selaku

informan, belum pernah mengetahui keberadaan Undang-undang No. 2

Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil, sehingga ditemukan indikasi

bahwa Undang-Undang yang mengatur tentang perjanjian bagi hasil

tersebut untuk desa purwoasri kecamatan tegaldlimo kabupaten

banyuwangi belum pernah disosialisasikan.

Temuan tersebut sangat bertolak belakang dengan apa yang

diinstruksikan oleh Presiden RI melalui inpres No. 13 Tahun 1980 Pasal 2

ayat (4) menegaskan bahwa penertiban dan peningkatan pelaksanaan UU

No. 2 Tahun 1960 dilakukan dengan menyelenggarakan:

a. Penyuluhan secara terencana, teratur, intensif dan

berkesinambungan kepada pentani penggarap, pemilik tanah

maupun seluruh masyarakat desa.

b. Pengendalian dan pengawasan secara efektif dan efisien

terhadap pelaksanaan UU No.2 Tahun 1960 tentang perjanjian

bagi hasil.

Page 33: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

87

Melihat kenyataan ini, jelas tidak mengherankan apabila

masyarakat belum pernah mendengar atau mengetahui keberadaan UU No

2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil.

Dalam masyarakat desa perraturan yang dibuat tidaklah effisien

karena sangat merepotkan masyarakat dalam mengelola tanah pertanian

dimana pada umumnya masyarakat sudah mempunyai rasa saling percaya

terhadap satu sama lain dan juga penerapan Undang-undang tersebut juga

tidak disosialisasikan secara menyeluruh jadi jika masyarakat tidak

menggunakan aturan yang ada karena tidak tahuan masyarakat mengenai

sosialisasi dan keberadaan Undang-undang No.2 Tahun 1960 tentang

perjanjian bagi hasil tanah pertanian.

2. Faktor Aparatur Penegak Hukum

Aparatur penegak hukum dalam penelitian ini adalah, Kantor

Kecamatan dan Kantor Desa yang memiliki peran sangat penting dalam

kaitannya dengan sosialisasi adanya Undang-Undang No 2 tahun 1960

tentang perjanjian bagi hasil tanah pertanian yang dimana seharusnya para

petani atau pemilik dan penggarap sawah mengetahui mengenai peraturan

yang mengatur tentang perjanjian bagi hasil tanah pertanian, namun pada

kenyataannya Didesa Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten

Banyuwangi masyarakatnya masih mengunakan hukum kebiasaan atau

yang lebih dikenal dengan hukum adat.

Hal ini karena ketidak tahuan masyarakat mengenai Undang-

undang yang mengatur mengenai perjanjian bagi hasil tanah pertanian,

Page 34: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

88

sehingga sampai saat ini masyarakat masih menggunakan perjanjian atau

hukum yang berlaku dikalangan masyarakat yaitu hukum adat. Dalam

Undang- undang No 2 tahun 1960 pasal 3 ayat 1 berbunyi “ semua

perjanjian bagi hasil harus dibuat oleh pemilik dan penggarap sendiri

secara tertulis dihadapan kepala desa atau daerah yang setingkat dengan

itu tempat letaknya tanah yang bersangkutan selanjutnya dalam undang-

undang ini disebut (Kepala Desa) dengan dipersaksikan oleh kedua orang

dari pihak pemilik dan penggarap”.

Dalam peraturan ini sudah jelas bahwa semua perjanjian bagi hasil

tanah harus dibuat dihadapan kela desa setempat dengan dua (2) saksi,

pada kenyataanya berbeda masyarakat masih menggunakan hukum adat

sebagai landasan dalam melakukan perjanjian bagi hasil tanah. Dalam hal

ini aparatur penegak hukum dapat mensosialisasikan kembali pertaruran

mengenai perjanjian bagi hasil tanah pertanian sehingga kelak tidak

menimbulkan permasalahan dalam melakukan perjanjian bagi hasil dalam

bidang pertanian.

3. Faktor Masyarakat

Faktor inilah yang mempengaruhi masyarakat Desa Purwoasri

tidak melaksanakan bagi hasil pertanian menurut Undang-Undang Nomor

2 tahun 1960 yaitu:

a. Masyarakat tidak mengetahui adanya ketentuan bagi hasil

pertanian yang diatur dalam Undang-undang tersebut karena

Page 35: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

89

tidak adanya sosialisasi dari perangkat desa maupun dinas yang

terkait.

b. Kurangnya wawasan dari masyarakat karena rendahnya tingkat

pendidikan.

c. Adanya kebiasaan buruk dari masyarakat yang menyepelekan

setiap peraturan yang berhubungan dengan pertanian.

d. Masih kuatnya sistem kekeluargaan di Desa Purwoasri

Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi, sehingga

mengkesampingkan bentuk perjanjian tertulis dan hanya

berdasarkan pada kepercayaan terhadap seseorang.

Hampir seluruh masyarakat di Desa Purwoasri tidak mengetahui

keberadaan Undang- Undang No 2 Tahun 1960 untuk mengatur perjanjian

Bagi Hasil. Hal ini terjadi karena kurangnya kegiatan penyuluhan dari

pihak pemerintah khususnya kegiatan penyuluhan dari pihak pemerintah

Kecamatan, khususnya tentang penyuluhan pertanian hanya dilaksanakan

satu kali dalam satu tahun.

Kesadaran hukum masyarakat masih lemah dan tingkat pendidikan

yang kurang sehingga menimbulkan ketidak pedulian masyarakat

mengenai peraturan yang dibuat oleh pemerintah, karena masyarakat

masih nyaman menggunakan hukum adat yang berlaku.

Page 36: BAB III PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN A. …eprints.umm.ac.id/36247/4/jiptummpp-gdl-ekobayuset-47417-4-babiii.pdf · B. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Dalam Bidang Pertanian

90

Dari hasil wawancara terhadap masyarakat setempat Bapak

mispan54 selaku pemilik tanah “ bahwa masyarakat tidak ada yang

mengetahui mengenai Undang-Undang no 2 tahun 1960 tentang perjanjian

bagi hasil tanah, dikarenakan masyarakat tani ada ada yang mengetahui

adanya peraturan ini” dalam hal ini peneliti dapat menganalisa bahwa

masyarakat desa masih nyaman menggunakan perjanjian secara lisan.

54 Wawancara Dengan Salah Satu Pemilik Tanah Yaitu Bapak Mispan, Desa Purwoasri Kecamata Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi, Tanggal 11 Januari 2016