bab ii tinjauan tentang kontrak, kebatalan dan … · 2017-04-01 · di dalam kuh perdata tidak...

82
BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN PEMBATALAN KONTRAK SERTA KONSEP PENYALAHGUNAAN KEADAAN 2.1 Kontrak 2.1.1 Pengertian Kontrak Istilah kontrak berasal dari bahasa inggris, yaitu contracts. Sedangkan dalam bahasa Belanda dalam Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disingkat BW) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari Buku III titel Kedua tentang “Perikatan perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian” yang dalam bahasa aslinya, yaitu: Van verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren worden”.Pengertian ini didukung pendapat banyak sarjana, antara lain: Jacob Hans Niewenhuis, Hofmann, J. Satrio, 94 Soetojo Pramirohamidjojo dan Marthalena Pohan, 95 Mariam Darus Badrulzaman, 96 Purwahid Patrik, 97 dan Tirtodiningrat 98 yang menggunakan istilah kontrak dan perjanjian dalam pengertian yang sama. Subekti 99 mempunyai pendapat yang berbeda mengenai 94 Agus Yudha Hernoko, 2008 Hukum Perjanjian (Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial), Laksbang Mediatama, Yogyakarta, hal. 11. 95 Soetojo Prawirohamdjojo dan Mathalena Pohan, 2008, Hukum Perikatan, Bina Ilmu, Surabaya, hal. 84. 96 Mariam Darus Badrulzaman, 2006, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Ed. II, Cet. I, Alumni, Bandung, hal. 89. 97 Purwahid Patrik, 2011, Dasar-dasar Hukum PeriKatan, Mandar Maju, Bandung, hal. 45. 98 R.M. Suryodiningrat, 2005, Asas-Asas Hukum Perikatan, Tarsito, Bandung, hal. 72. 99 Subekti, Op.cit, hal. 1. 48

Upload: ngoduong

Post on 25-Apr-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

BAB II

TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN PEMBATALAN

KONTRAK SERTA KONSEP PENYALAHGUNAAN KEADAAN

2.1 Kontrak

2.1.1 Pengertian Kontrak

Istilah kontrak berasal dari bahasa inggris, yaitu contracts. Sedangkan

dalam bahasa Belanda dalam Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disingkat BW)

menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal

ini secara jelas dapat disimak dari Buku III titel Kedua tentang “Perikatan

perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian” yang dalam bahasa aslinya,

yaitu: “Van verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren

worden”.Pengertian ini didukung pendapat banyak sarjana, antara lain: Jacob

Hans Niewenhuis, Hofmann, J. Satrio,94 Soetojo Pramirohamidjojo dan

Marthalena Pohan,95 Mariam Darus Badrulzaman,96 Purwahid Patrik,97 dan

Tirtodiningrat98 yang menggunakan istilah kontrak dan perjanjian dalam

pengertian yang sama. Subekti99 mempunyai pendapat yang berbeda mengenai

94 Agus Yudha Hernoko, 2008 Hukum Perjanjian (Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial), Laksbang Mediatama, Yogyakarta, hal. 11.

95 Soetojo Prawirohamdjojo dan Mathalena Pohan, 2008, Hukum Perikatan, Bina Ilmu, Surabaya, hal. 84.

96 Mariam Darus Badrulzaman, 2006, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Ed. II, Cet. I, Alumni, Bandung, hal. 89.

97 Purwahid Patrik, 2011, Dasar-dasar Hukum PeriKatan, Mandar Maju, Bandung, hal. 45.

98 R.M. Suryodiningrat, 2005, Asas-Asas Hukum Perikatan, Tarsito, Bandung, hal. 72.

99 Subekti, Op.cit, hal. 1.

48

Page 2: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

49

istilah “perjanjian atau persetujuan” dengan “kontrak”. Menurut Subekti istilah

kontrak mempunyai pengertian lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian

atau persetujuan yang tertulis. Sedangkan sarjana lain, potheir tidak memberikan

pembedaan antara kontrak dan perjanjian, namun membedakan pengertian

contract dengan convention (pacte). Disebut convention (pacte) yaitu perjanjian

dimana dua orang atau lebih menciptakan, menghapuskan (opheffen) atau

merubah (wijzegen) perikatan. Sedangkan contract adalah perjanjian yang

mengharapkan terlaksananya perikatan.100

Terhadap penggunaan istilah kontrak dan perjanjian, saya sependapat

dengan beberapa sarjana yang memberikan pengertian sama antara kontrak

dengan perjanjian. Hal ini disebabkan fokus kajian saya berlandaskan pada

perspektif BW, dimana antara perjanjian atau persetujuan (overeenkomst)

mempunyai pengertian yang sama dengan kontrak. Oleh karena itu dalam

penelitian ini kedua istilah tersebut akan digunakan secara bersama-sama, hal ini

bukan berarti menunjukkan adanya inkonsistensi penggunaaan istilah, namun

semata-mata untuk memudahkan pemahaman terhadap rangkaian kalimat yang

disusun. Pasal 1313 KUHPerdata101 memberikan rumusan tentang kontrak atau

perjanjian adalah “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Subekti102

memberikan definisi “perjanjian” adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji

100 Soetojo Prawirohamidjojo dan Pohan, Op.cit, hal. 89. 101 Terjemahan BW dalam Bahasa Indonesia merujuk pada hasil

terjemahan Subekti dan Tjitrosudibio, 1980, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Yogyakarta.

102 Subekti I, Op.cit, hal. 45.

Page 3: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

50

pada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal. Sedangkan KMRT Tirtodiningrat103 memberikan definisi perjanjian

adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau

lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh

undang-undang.

Menurut Setiawan rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas.

Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas

karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan

sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu perlu kiranya

diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu:104

a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum. Yaitu perbuatan yang

bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;

b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal

1313 KUHPerdata;

c. Sehingga perumusannya menjadi, “perjanjian adalah perbuatan hukum,

dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih.”

Demikian halnya menurut Suryodiningrat,105 bahwa definisi pasal 1313

KUHPerdata ditentang beberapa pihak dengan argumentasi sebagai berikut:

a. Hukum tidak ada sangkut pautnya dengan setiap perikatan, dan demikian

pula tidak ada sangkut pautnya dengan setiap sumber perikatan, sebab

apabila penafsiran dilakukan secara luas, setiap janji adalah persetujuan;

103 A. Qirom Meliala, 2008, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, hal. 8.

104 Setiawan, Op.cit, hal. 49. 105 R.M. Suryodiningrat, Op.cit, hal. 72-74.

Page 4: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

51

b. Perkataan perbuatan apabila ditafsirkan secara luas, dapat menimbulkan

akibat hukum tanpa dimaksudkan (misal: perbuatan yang menimbulkan

kerugian sebagai akibat adanya perbuatan melanggar hukum);

c. Definisi pasal 1313 KUHPerdata hanya mengenai persetujuan sepihak

(unilateral), satu pihak sajalah yang berprestasi sedangkan pihak lainnya

tidak berprestasi (misal: schenking atau hibah). Seharusnya persetujuan itu

berdimensi dua pihak, dimana para pihak saling berprestasi;

d. Pasal 1313 KUHPerdata hanya mengenai persetujuan obligatoir

(melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak), dan tidak berlaku bagi

persetujuan jenis lainnya (misal: perjanjian liberatoir/membebaskan;

perjanjian di lapangan hukum keluarga; perjanjian kebendaan; perjanjian

pembuktian).

Terhadap definisi Pasal 1313 KUHPerdata ini Purwahid Patrik106

menyatakan beberapa kelemahan, yaitu:

a. Definisi tersebut hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat

disimak dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikat” merupakan kata kerja

yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua pihak.

Sedangkan maksud dari perjanjian itu para pihak saling mengikatkan diri,

sehingga tampak kekurangan yang seharusnya ditambah dengan

rumusan“saling mengikatkan diri”;

106 Purwahid Patrik, Op.cit, hal. 45-46.

Page 5: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

52

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus/kesepakatan, termasuk

perbuatan mengurus kepantingan orang lain (zaakwaarneming) dan

perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad). Hal ini

menunjukkanmakna “perbuatan” itu luas dan yang menimbulkan akibat

hukum;

c. Perlu ditekankan bahwa rumusan Pasal 1313 KUHPerdata mempunyai

ruang lingkup di dalam hukum harta kekayaan (vermogensrecht).

Menurut Neiwenhuis,107 perjanjian obligatoir (yang menciptakan

perikatan) merupakan sarana utama bagi para pihak untuk secara mandiri

mengatur hubungan-hubungan hukum di antara mereka. Menurut Polak, suatu

persetujuan tidak lain suatu perjanjian (afspraak) yang mengakibatkan hak dan

kewajiban.Pengertian kontrak atau perjanjian yang dikemukakan para ahli tersebut

melengkapi kekurangan definisi Pasal 1313 BW, sehingga secara

lengkappengertian kontrak atau perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih.

2.1.2 Syarat Sahnya Kontrak dan Dasar Hukumnya

Dalam hukum syarat syahnya kontrak mengacu pada Pasal 1320 KUH

Perdata. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu kontrak itu sah harus terpenuhi

4 syarat, yaitu:

a. Adanya kata sepakat;

b. Kecakapan untuk membuat perjanjian;

107 J.H. Niewenhuis, 2005, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Terjemahan Djasadin Saragih, Surabaya, hal. 1.

Page 6: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

53

c. Adanya suatu hal tertentu;

d. Adanya causa yang halal.

Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek

suat kontrak, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif Syarat ketiga dan

keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek kontrak oleh karena itu

disebut syarat obyektif. Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai

berikut:

a. Kata sepakat

Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, maksudnya

memberikan persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan

pertemuan dua kehendak dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi

dengan apa yang dikehendaki pihak lain dan kehendak tersebut saling

bertemu.

Menurut Subekti, yang dimaksud dengan kata sepakat adalah

persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh

pihak ke satu juga dikehendaki oleh pihak lain dan kedua kehendak

tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dijelaskan

lebih lanjut bahwa dengan hanya disebutkannya “sepakat” saja tanpa

tuntutan sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun sepertinya tulisan,

pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat dikatakan bahwa

bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau

mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai Undang-undang bagi

mereka yang membuatnya.108

108 Subekti, 1992, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung (selanjutnya disingkat Subekti III, hal. 4.

Page 7: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

54

J. Satrio, menyatakan, kata sepakat sebagai persesuaian kehendak

antara dua orang di mana dua kehendak saling bertemu dan kehendak

tersebut harus dinyatakan. Pernyataan kehendak harus merupakan

pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum. Dengan

demikian adanya kehendak saja belum melahirkan suatu perjanjian karena

kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan harus

dimengerti oleh pihak lain.109

Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini,

tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan syarat bahwa tidak ada

sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau

diperolehnya karena dengan paksaan atau penipuan. Dari pasal ini dapat

disimpulkan bahwa terjadinya kata sepakat antara masing-masing pihak

harus diberikan secara bebas atau tidak boleh ada paksaan, kekhilafan dan

penipuan. Menurut Soebekti,110 yang dimaksud paksaan adalah paksaan

rohani atau paksaan jiwa (psychis) jadi bukan paksaan badan (fisik).

Selanjutnya kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-

hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang

penting dari barang yang menjadi objek perjanjian. Kekhilafan tersebut

harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak khilaf

mengenai hal-hal tersebut ia tidak akan memberikan persetujuan.

Kemudian penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan

keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu

109 J. Satrio, 1993, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 129 (selanjutnya disebut J. Satrio III).

110 Subekti III, Op.cit, hal. 23-24.

Page 8: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

55

muslihat unuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya.

Dengan demikian suatu perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan

paksaan, kekhilafan, penipuan maka perjanjian itu di kemudian hari dapat

dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak.111

b. Cakap untuk membuat perjanjian (bertindak)

Dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang

adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh

undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang

tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian. Selanjutnya Pasal 1330 KUH

Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat perjanjian:

1) Orang yang belum dewasa

2) Mereka yang berada di bawah pengampuan/perwalian dan

3) Orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-

undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang

membuat perjanjian-perjanjian tertentu.112

Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 1330 KUH

Perdata, dinyatakan bahwa ”belum dewasa adalah mereka yang belum

mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belum

kawin”. Apabila perkawinan itu dibubarkannya sebelum umur mereka

genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam

kedudukan belum dewasa.113 Namun dalam Undang-Undang Nomor 2

111 J. Satrio II, Op.cit, hal.58. 112 Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.

Citra Adiyta Bakti, Bandung, hal. 78. 113 Ibid.

Page 9: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

56

Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Pasal 39 dan 40 dinyatakan untuk

penghadap dan saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah.

Dalam hal ini cakap bertindak untuk keperluan khusus. Selanjutnya dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan cukup umur untuk

kawin adalah 18 tahun. Sehingga apabila seseorang belum berusia genap

21 tahun tetapi telah kawin menimbulkan konsekuensi menjadi cakap

bertindak. Dengan demikian dasar usia cakap untuk bertindak, jika tidak

untuk keperluan khusus (telah diatur dalam undang-undang tertentu) maka

usia yang dipakai adalah dua puluh satu tahun atau telah menikah

berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata.

Mengenai pengampuan/perwalian telah diatur dalam Pasal 433 dan

345 KUHPerdata, bunyinya sebagai berikut:

Pasal 433 KUHPerdata:

Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawa pengampuan, walaupun jika ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya. Pasal 345 KUHPerdata:

Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekadar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya.

Selanjutnya untuk penjelasan tentang orang perempuan/istri

dalam hal telah ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada

siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan

tertentu, diatur pula dalam Pasal 108 KUHPerdata disebutkan bahwa

seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian,

Page 10: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

57

memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya. Namun hal

ini sudah tidak berlaku dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan, yakni Pasal 31 yang menyatakan: hak dan

kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam

kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

Subekti menjelaskan bahwa dari sudut keadilan, perlulah bahwa

orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh

perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-

benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya itu.

Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat

suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang

tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat

dengan harta kekayaannya.114

c. Adanya suatu hal tertentu

Yang dimaksud dengan suat hal tertentu dalam suatu perjanjian

ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi

pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa

perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu.

Di dalam Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan bahwa

suatu perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok

perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Mengenai

114 Subekti II, Op.cit.

Page 11: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

58

jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan

Pasal 1333 ayat (2) KUHPerdata.

d. Adanya suatu sebab/kausa yang halal

Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab

yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa

suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para

pihak,115 sedangkan sebagaimana yang telah dikemukakan Soebekti,

adanya suatu sebab yang dimaksud tiada lain daripada isi perjanjian.

Pada Pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau

kausa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak

bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang

tidak mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal

demi hukum.

Pembebanan mengenai syarat subyektif dan syarat obyektif itu

penting artinya berkenaan dengan akibat yang terjadi apabila persyaratan

itu tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya syarat subyektif mengakibatkan

perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dapat dimintakan

pembatalannya. Pihak di sini yang dimaksud adalah pihak yang tidak

cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan perizinannya atau

menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas. Misalkan orang yang belum

dewasa yang memintakan pembatalan orang tua atau walinya ataupun ia

sendiri apabila ia sudah menjadi cakap dan orang yang ditaruh di bawah

115 Salim H.S, 2008 Perkembangan Huum Kontrak Innomiat di indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 25.

Page 12: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

59

pengampuan yang menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta

kekayaannya diwakili oleh pengampu atau kuratornya. Dan apabila syarat

obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya

dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada

suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut

untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Maka tiada dasar

untuk saling menuntut di depan hakim. Perjanjian seperti itu disebut null

and void. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat obyektif mengakibatkan

suat perjanjian batal demi hukum.116

2.1.3 Asas-Asas dalam Kontrak

Asas hukum adalah pikiran dasar yang umum dan abstrak atau merupakan

latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam setiap sistem hukum yang

terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang

merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau

ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut.

Dengan demikian, asas hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat

umum dan terdapat dalam hukum positif atau keseluruhan peraturan perundang-

undangan atau putusan-putusan hakim yang merupakan ciri-ciri umum dari

peraturan konkrit tersebut.

Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, dinyatakan semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Jadi, dalam pasal ini terkandung 3 macam asas utama dalam

116 Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hal. 29.

Page 13: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

60

perjanjian, yaitu: asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, dan asas pacta

sunt-servanda. Di samping asas-asas itu, masih terdapat asas itikad baik dan asas

kepribadian.117

a. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat

penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian

sarjana hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata

bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang

mendasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata yang menerangkan tentang

syarat-syarat sahnya perjanjian.118

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada

seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan

perjanjian, sebagaimana yang dikemukakan Ahmadi Miru, di antaranya:

1) bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

2) bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

3) bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

4) bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

5) kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan.119

117 Ridwan Khairaandy I, Op.cit, hal. 21. 118 J. Satrio II, Op.cit, hal.36. 119 Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, hal. 4.

Page 14: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

61

Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin

kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari

sifat Buku III KUHPerdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur

sehingga para pihak dapat menyimpanginya (mengesampingkannya),

kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.120

b. Asas konsensualisme

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338

KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata penyebutnya tugas

sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata ditemukan dalam istilah

"semua". Kata-kata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi

kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasanya baik

untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan

asas kebebasan mengadakan perjanjian.121

Perjanjian yang telah terbentuk dengan tercapainya kata sepakat

(consensus) di antara para pihak. Perjanjian ini tidak memerlukan

formalitas lain lagi sehingga dikatakan juga perjanjian ini sebagai

perjanjian bebas bentuk. Jika perjanjian ini dituangkan dalam bentuk

tertulis, maka tulisan itu hanya merupakan alat bukti saja dan bukan syarat

untuk terjadinya perjanjian. Perjanjian tersebut dinamakan perjanjian

konsensuil.122

120 Ibid, hal. 4. 121 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hal. 113. 122 Riduan Syahrani, Op.cit, hal.53.

Page 15: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

62

Ada kalanya menetapkan perjanjian itu harus diadakan secara

tertulis atau dengan akta Notaris, akan tetapi hal ini ada pengecualiannya

yaitu undang-undang menetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk

beberapa macam perjanjian karena adanya ancaman batal apabila

perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang dimaksud Pasal

1320 KUHPerdata, seperti perjanjian hibah harus dengan akta notaris,

perjanjian perdamaian harus secara tertulis. Perjanjian yang ditetapkan

dengan suatu formalitas tertentu tersebut dengan perjanjian formil.123

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul

dalam kalimat "berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya" pada akhir Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Jadi, perjanjian

yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pembuatanya

sebagai undang-undang. Dan kalimat ini pula tersimpul larangan bagi

semua pihak termasuk di dalamnya "hakim" untuk mencampuri isi

perjanjian yang telah dibuat secara sah oleh para pihak tersebut. Oleh

karenanya asas ini disebut juga asas kepastian hukum.

Asas ini dapat dipertahankan sepenuhnya dalam hal:

1) Kedudukan para pihak dalam perjanjian itu seimbang;

2) Para pihak cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

d. Asas itikad baik

Asas itikad baik terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang

menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad

123 Gunawan Widjaja, Op.cit, hal.86.

Page 16: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

63

baik. Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian dan berlaku bagi

debitur maupun bagi kreditur.124

Menurut Subekti, pengertian itikad baik dapat ditemui dalam

hukum benda (pengertian subyektif) maupun dalam hukum perjanjian

seperti yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) (pengertian obyektif).125

Dalam hukum benda, itikad baik, artinya kejujuran atau bersih.

Seorang pembeli beritikad baik adalah orang jujur, orang bersih. Ia tidak

mengetahui tentang adanya cacat-cacat yang melekat pada barang yang

dibelinya, dalam arti cacat mengenai asal-usulnya. Sedangkan pengertian

itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata adalah bahwa dalam

pelaksanaan perjanjian harus berjalan dengan mengindahkan norma-norma

kepatutan dan kesusilaan.126

Ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata juga memberikan

kekuasaan pada hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian

jangan sampai pelaksanaan itu melanggar kepatutan dan keadilan.

e. Asas kepribadian

Asas kepribadian ini sebenarnya menerangkan pihak-pihak mana

yang terikat pada perjanjian. Asas ini terkandung pada Pasal 1315 dan

Pasal 1340 KUH Perdata.

Pada Pasal 1315 disebutkan bahwa pada umumnya tak seorangpun

dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya

124 Johannes Gunawan, Op.cit, hal. 49. 125 Subekti, 2001, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal.

42. 126 Arvie Johan, Op.cit, hal.147.

Page 17: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

64

suatu janji daripada untuk dirinya. Selanjutnya Pasal 1340 menyatakan

bahwa perjanjian-perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang

membuatnya, perjanjian itu tidak dapat membawa rugi atau manfaat

kepada pihak ketiga, selain dalam hal yang diatur klaim Pasal 1317. Oleh

karena perjanjian itu hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan

tidak dapat mengikat pihak lain.Maka asas ini dinamakan asas

kepribadian.127

2.2 Kebatalan dan Pembatalan Kontrak

2.2.1 Pengertian Kebatalan, Pembatalan Kontrak dan Dasar Hukumnya

Dalam Buku III KUH Perdata ditemukan banyak pasal yang menyebut

kata “batal, batalnya, membatalkan, pembatalan, kebatalan, dan batal demi

hukum”. Sehubungan dengan hal itu maka isi keseluruhan restatement ini akan

menegaskan kembali:

a. Pengertian beberapa istilah, yaitu ‘batal’, ‘batal demi hukum’, ‘dapat

dibatalkan’, ‘membatalkan’, ‘pembatalan’ dan ‘kebatalan’.

b. Dalam hal apa atau kondisi bagaimana suatu perjanjian yang menimbulkan

perikatan bagi pihak yang membuatnya akan batal demi hukum atau dapat

dibatalkan.

c. Siapa yang dapat meminta atau menuntut pembatalan suatu perjanjian,

syarat agar tuntutan tersebut berhasil, dan siapa yang berwenang

membatalkan perjanjian.

d. Batas waktu penuntutan pembatalan suatu perjanjian.

127 Subekti I, Op.cit, hal.42.

Page 18: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

65

e. Akibat hukum dari perjanjian yang batal demi hukum atau yang dapat

dibatalkan.128

Frasa ‘batal demi hukum’ merupakan frasa khas bidang hukum yang

bermakna ‘tidak berlaku, tidak sah menurut hukum’. Dalam pengertian umum,

kata batal (saja) sudah berarti tidak berlaku, tidak sah.129 Jadi, walaupun kata

‘batal’ sesungguhnya sudah cukup menjelaskan bahwa sesuatu menjadi tidak

berlaku atau tidak sah, rupanya frasa ‘batal demi hukum’ lebih memberikan

kekuatan sebab tidak berlaku atau tidak sahnya sesuatu tersebut dibenarkan atau

dikuatkan menurut hukum, bukan hanya tidak berlaku menurut pertimbangan

subjektif seseorang atau menurut kesusilaan/kepatutan. Batal demi hukum berarti

bahwa sesuatu menjadi tidak berlaku atau tidak sah karena berdasarkan hukum

(atau dalam arti sempit, berdasarkan peraturan perundang-undangan) memang

begitulah adanya. Dengan demikian, “batal demi hukum” menunjukkan bahwa

tidak berlaku atau tidak sahnya sesuatu tersebut terjadi seketika, spontan,

otomatis, atau dengan sendirinya, sepanjang persyaratan atau keadaan yang

membuat batal demi hukum itu terpenuhi.

Frasa ‘dapat dibatalkan’ sangat berbeda maknanya dengan frasa ‘batal

demi hukum’ sebab ‘dapat dibatalkan’ menyiratkan makna perlunya suatu

tindakan aktif untuk membatalkan sesuatu, atau batalnya sesuatu itu terjadi tidak

secara otomatis, tidak dengan sendirinya, tetapi harus dimintakan agar sesuatu itu

128 Gerry R. Weydekamp, Op.cit, hal.136. 129 Arti lain dari lema atau kata ‘batal’ dalam Bahasa Indonesia adalah

tidak jadi dilangsungkan, ditunda, urung, tidak berhasil, gagal. Lihat Pusat Bahasa, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, Gramedia Pustaka Utama, Yogyakarta.

Page 19: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

66

dibatalkan. Kecuali itu, frasa ‘dapat dibatalkan’ juga berarti bahwa sesuatu yang

menjadi pokok persoalan tidak selalu harus dibatalkan, tetapi bila dikehendaki

maka sesuatu itu dapat dimintakan pembatalannya. Dengan kata lain, bila sesuatu

hal ‘dapat dibatalkan’ maka bisa terjadi dua kemungkinan:

1. sesuatu itu benar-benar menjadi batal karena dinyatakan pembatalannya

akibat adanya permintaan untuk membatalkan, atau

2. sesuatu itu tidak jadi batal karena tidak dimintakan pembatalan sehingga

tidak ada pernyataan batal.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pada kata ‘batal’ tercantum

bentuk derivasinya, yaitu membatalkan dan pembatalan, tidak tercantum bentuk

derivasi ‘kebatalan’.130 Hal ini berbeda dengan kata absah, yang bentuk

derivasinya mengabsahkan, pengabsahan, dan keabsahan. Tampaknya, bentuk

derivasi ‘kebatalan’ dianggap tidak lazim dalam Bahasa Indonesia, berbeda

dengan ‘keabsahan’ yang mungkin lebih banyak digunakan dalam bahasa lisan

maupun tulis. Namun demikian, karena dalam Hukum Perjanjian selalu

ditemukan persoalan tentang perjanjian yang dapat dibatalkan dan yang batal

demi hukum, agar isi restatement ini mencakup kedua hal itu, istilah yang dipakai

adalah ‘kebatalan’ sebagai kata benda yang berarti ‘sifat yang batal’.131

Kebatalan menyangkut persoalan tidak terpenuhinya syarat sahnya suatu

perjanjian, yaitu (1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (2) kecakapan

untuk membuat suatu perikatan; (3) suatu hal tertentu; (4) suatu sebab yang halal.

Menurut Subekti, keempat syarat tersebut diklasifikasikan menjadi dua kategori,

130 Ibid. 131 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keabsahan adalah kata benda

yang berarti sifat yang sah, atau kesahan. Ibid.

Page 20: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

67

yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif meliputi sepakat mereka

yang mengikatkan dirinya dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Sementara syarat objektif meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Tidak terpenuhinya syarat subjektif berakibat suatu perjanjian dapat

dibatalkan/dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak, sedangkan tidak

terpenuhinya syarat objektif menyebabkan suatu perjanjian batal demi hukum

secara serta merta atau perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tujuan para pihak

yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum

telah gagal. Dengan demikian, tidak ada dasar bagi para pihaknya untuk saling

menuntut di depan hakim. Hal ini dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa

perjanjian yang demikian itu adalah null and void.

Sementara menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, berdasarkan

sifat kebatalannya, nulitas dibedakan dalam kebatalan relatif dan kebatalan

mutlak.132 Yang dimaksud dengan kebatalan mutlak dan kebatalan relatif menurut

Wirjono Prodjodikuro adalah suatu pembatalan mutlak (absolute nietigheid),

apabila suatu perjanjian harus dianggap batal meskipun tidak diminta oleh suatu

pihak.133 Perjanjian seperti ini dianggap tidak ada sejak semula dan terhadap siapa

pun juga, sedangkan pembatalan relatif (relatief nietigheid), yaitu hanya terjadi

jika diminta oleh orang-orang tertentu dan hanya berlaku terhadap orang-orang

tertentu itu.

132 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Seri Hukum Perikatan (Perikatan pada Umumnya), Cetakan II, Raja Grafindo Persada, Jakarta (selanjutnya disebut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja II).

133 Wiryono Prodjodikoro, 2005, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bale, Bandung, hal. 17.

Page 21: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

68

Batal demi hukum selain karena tidak terpenuhinya unsur objektif, juga

karena undang-undang merumuskan secara konkret tiap-tiap perbuatan hukum

(terutama perjanjian formil) yang mensyaratkan dibentuknya perjanjian dalam

bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang jika tidak dipenuhi, perjanjian

tersebut adalah batal demi hukum (tidak memiliki kekuatan dalam

pelaksanaannya). Menurut R. Setiawan, dalam bidang kebatalan terdapat

ketidakpastian tentang penggunaan istilah, misalnya undang-undang menyebutkan

batal demi hukum, tetapi yang dimaksudkan adalah dapat dibatalkan. Hal ini dapat

kita jumpai dalam Pasal 1446 BW.

Mr. A. Pitlo berpendapat bahwa dalam soal nulitas (kebatalan), alasan-

alasan yang ditentukan oleh undang-undang terdapat dalam sekian banyak variasi,

dan beraneka ragamnya corak alasan-alasan yang dapat menjadi landasan

kebatalan.134 Masalah yang muncul dalam soal kebatalan, khususnya mengenai

batal demi hukum, antara lain pengertian, batasan, dan unsur-unsur untuk

menyatakan tidak terpenuhinya syarat objektif, yaitu hal tertentu dan sebab yang

halal. Yang dimaksud hal tertentu adalah suatu perjanjian harus memiliki objek

yang diperjanjikan dan objek tersebut harus ditentukan jenisnya. Pasal 1332 KUH

Perdata menyatakan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang

dapat dijadikan sebagai objek perjanjian sehingga barang-barang yang

dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat dijadikan objek perjanjian.

Dalam hal batal demi hukum karena peraturan perundang-undangan

menentukan demikian, berdasarkan penelusuran, didapatkan sejumlah peraturan

134 Mr. A. Pitlo, 1990, Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Perdata Belanda, Jilid 1, PT Intermasa, Jakarta.

Page 22: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

69

perundangundangan yang menentukan batal demi hukum, yaitu berupa Undang-

Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden (Keppres) dari

tahun 1945 sampai dengan 2009. Berdasarkan hasil penelusuran awal, terdapat 22

Undang-Undang, 13 Peraturan Pemerintah, dan 4 Keputusan Presiden yang

memuat secara tegas ketentuan tentang batal demi hukum. Isu menarik dari

ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang batal demi

hukum adalah peraturan perundang-undangan tingkat mana yang seharusnya

dapat mengatur tentang ketentuan batal demi hukum, apakah setiap tata urutan

perundangundangan berwenang mengatur tentang batal demi hukum.

2.2.2 Kondisi yang Menyebabkan Batalnya Kontrak dan Dasar Hukumnya

Dalam konteks Hukum Perjanjian Indonesia menurut KUH Perdata,

terdapat beberapa alasan untuk membatalkan perjanjian. Alasan itu dapat

dikelompokkan ke dalam lima kategori sebagai berikut:

a. tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang untuk

jenis perjanjian formil, yang berakibat perjanjian batal demi hukum;

b. tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian, yang berakibat:

1) perjanjian batal demi hukum, atau

2) perjanjian dapat dibatalkan;

c. terpenuhinya syarat batal pada jenis perjanjian yang bersyarat;

d. pembatalan oleh pihak ketiga atas dasar actio pauliana;

e. pembatalan oleh pihak yang diberi wewenang khusus berdasarkan undang-

undang.135

135 Subekti I, Op.cit, hal. 19.

Page 23: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

70

Kondisi yang menyebabkan batalnya suatu perjanjian selanjutnya

diuraikan sebagai berikut:

a. Perjanjian Batal Demi Hukum (Null and Void; Nietig)

Apabila perjanjian batal demi hukum, artinya dari semula tidak

pernah dilahirkan suatu perjanjian, dan dengan demikian tidak pernah ada

suatu perikatan. Tujuan para pihak yang membuat perjanjian semacam itu,

yakni melahirkan perikatan hukum, telah gagal. Jadi, tidak ada dasar untuk

saling menuntut di muka hakim.136

Berikut ini restatement tentang alasan mengapa perjanjian batal

demi hukum.

1) Batal Demi Hukum Karena Syarat Perjanjian Formil Tidak Terpenuhi

Pada perjanjian yang tergolong sebagai perjanjian formil, tidak

dipenuhinya ketentuan hukum tentang, misalnya bentuk atau format

perjanjian, cara pembuatan perjanjian, ataupun cara pengesahan

perjanjian, sebagaimana diwajibkan melalui peraturan perundang-

undangan, berakibat perjanjian formil batal demi hukum. Ahli hukum

memberikan pengertian perjanjian formil sebagai perjanjian yang tidak

hanya didasarkan pada adanya kesepakatan para pihak, tetapi oleh

undang-undang juga disyaratkan adanya formalitas tertentu yang harus

dipenuhi agar perjanjian tersebut sah demi hukum.137 Formalitas

tertentu itu, misalnya tentang bentuk atau format perjanjian yang harus

dibuat dalam bentuk tertentu, yakni dengan akta otentik ataupun akta

136 Subekti III, Op.cit, hal. 19. 137 Herlien Budiono I, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian, Citra

Aditya Bakti, Bandung, hal. 47-48; Subekti, Op.cit, hal. 15.

Page 24: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

71

di bawah tangan. Akta otentik yang dimaksud adalah akta yang dibuat

oleh notaris atau pejabat hukum lain yang memiliki kewenangan untuk

membuat akta otentik menurut undang-undang.

Beberapa contoh perjanjian di bidang Hukum Kekayaan yang

harus dilakukan dengan Akta Notaris sebagai berikut.138

Hibah, kecuali pemberian benda bergerak yang bertubuh atau

surat penagihan utang atas tunjuk dari tangan ke tangan: Pasal 1682

dan 1687 KUH Perdata.

a) Pendirian perseroan terbatas: Pasal 7 butir 1 UU No 40 tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas.

b) Jaminan fidusia: Pasal 5 butir 1 UU No. 42 tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia.

c) Perjanjian penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa

terjadi: Pasal 9 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa.

d) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT): Pasal 15

ayat (1) UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. SKMHT

dapat pula dibuat dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) menurut Pasal 15 ayat (1) UU tersebut.

Pengaturan oleh undang-undang tentang formalitas tertentu

yang harus dipenuhi untuk perjanjian formil di atas, memang

138 Subekti III, Op.cit, hal. 15.

Page 25: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

72

merupakan pengecualian dari asas konsensualisme dalam hukum

perjanjian yang berlaku secara umum.139 Sebab, menurut asas

konsensualisme, suatu perjanjian sudah terbentuk dengan adanya

kesepakatan dari para pihak yang membuatnya. Kemudian, agar

perjanjian itu sah adanya maka harus memenuhi syarat-syarat dalam

Pasal 1320 KUHPerdata. Namun, asas tersebut tidak cukup untuk

perjanjian formil karena masih ada formalitas lain yang diatur dalam

undang-undang yang harus dipatuhi Jadi, perjanjian formil memang

tidak cukup bila hanya berdasarkan pada asas konsensualisme.

Apabila perbuatan hukum yang wajib dilakukan dalam bentuk

formal tertentu yang diwajibkan oleh UU tidak dipatuhi, akan

berakibat bahwa perbuatan hukum tersebut batal demi hukum.140

2) Batal Demi Hukum Karena Syarat Objektif Sahnya Perjanjian Tidak

Terpenuhi

Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu

perjanjian harus ada suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Keduanya sering disebut sebagai syarat objektif untuk sahnya

perjanjian. Syarat objektif pertama, yaitu suatu hal tertentu diartikan

oleh Mariam Darus Badrulzaman141 dan Herlien Boediono142 sebagai

objek atau pokok perjanjian, atau apa yang menjadi hak dari kreditor

139 Subekti III, Op.cit, hal. 15. 140 Subekti III, Op.cit, hal. 16 141 Mariam Darus Badrulzaman, 2001, “Perikatan pada Umumnya”, dalam

buku berjudul Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, hal. 79-80.

142 Herlien Budiono I, Op.cit, hal. 106–110.

Page 26: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

73

dan kewajiban bagi debitor menurut Subekti.143 Objek perjanjian

berupa barang, sebagaimana disebut dalam Pasal 1332, 1333, dan 1334

ayat (1).144 Pasal 1332 KHUPerdata: “Hanya barang-barang yang

dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok persetujuan”.

Pasal 1333 KUHPerdata “Suatu persetujuan harus mempunyai

pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah

menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah

itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata “Barang yang baru akan ada

di kemudian hari dapat menjadi pokok suatu persetujuan”.

Berdasarkan Pasal 1332 dan 1333 KUHPerdata, jelaslah bahwa

untuk sahnya perjanjian maka objeknya haruslah tertentu, atau

setidaknya cukup dapat ditentukan. Objek perjanjian tersebut dengan

demikian haruslah:145

a) dapat diperdagangkan;

b) dapat ditentukan jenisnya;

c) dapat dinilai dengan uang, dan

d) memungkinkan untuk dilakukan/dilaksanakan.

Selain itu, objek perjanjian dapat juga berupa barang yang baru

akan ada, sebagaimana disebut dalam Pasal 1334 ayat (1)

KUHPerdata. Maksudnya adalah ketika perjanjian dibuat barang yang

143 Subekti III, Op.cit, hal. 18. 144Istilah barang dalam ketiga pasal tersebut harus ditafsirkan secara

ekstensif sehingga mencakup pengertian objek perjanjian yang prestasinya adalah untuk melakukan sesuatu, dengan demikian dapat mencakup pengertian jasa juga. Hal ini penting karena dalam transaksi bisnis modern, objek perjanjian tidak hanya terbatas pada barang, tetapi juga berupa jasa.

145 Herlien Budiono I, Op.cit, hal. 107.

Page 27: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

74

diperjanjikan itu belum ada sebab mungkin belum dibuat atau sedang

dalam proses pembuatan, dan bukan berarti bahwa barang tersebut

tidak ada.

Perjanjian yang objeknya tidak jelas karena tidak dapat

ditentukan jenisnya, atau tidak dapat diperdagangkan, atau tidak dapat

dinilai dengan uang, atau yang tidak mungkin dapat dilakukan,

menjadi batal demi hukum. Tanpa objek yang jelas, perjanjian akan

sulit atau bahkan mustahil dilakukan oleh para pihak. Perjanjian yang

tidak jelas objeknya bukanlah perjanjian yang sah sehingga ipso jure

batal demi hukum.

Syarat objektif kedua untuk sahnya perjanjian adalah suatu

sebab atau kausa yang halal. Tidak ada penjelasan dalam KUH Perdata

tentang makna ‘sebab yang halal’ itu, tetapi para ahli hukum sepakat

memaknainya sebagai isi atau dasar perjanjian,146 bukan sebagai

penyebab ataupun motif dibuatnya perjanjian.147 Perjanjian yang

dibuat tanpa adanya sebab yang halal maka perjanjian tersebut tidak

sah, tidak berkekuatan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1335

KUH Perdata yang berbunyi “Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang

telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak

mempunyai kekuatan”. 148

146 Subekti III, Op.cit, hal. 18 dan Herlien Budiono, Op.cit, hal. 113. 147 Subekti III, Op.cit, hal. 18; Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hal.

81. 148 Herlien Budiono I, Op.cit, hal. 112.

Page 28: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

75

Kausa suatu perjanjian dinyatakan bukan merupakan sebab

yang halal sehingga terlarang, apabila kausa tersebut menurut Pasal

1337 KUH Perdata merupakan kausa yang “dilarang oleh undang-

undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan, baik atau

ketertiban umum”. Perjanjian seperti ini tidak boleh atau tidak dapat

dilaksanakan sebab melanggar hukum atau kesusilaan atau ketertiban

umum. Kondisi semacam itu menurut Subekti, sudah sangat jelas dapat

diketahui seketika oleh hakim dan juga oleh umum sehingga untuk

alasan ketertiban dan keamanan umum maka perjanjian semacam itu

dengan sendirinya batal demi hukum.149

Untuk mengetahui ketentuan manakah dalam peraturan

perundangundangan yang bersifat memaksa sehingga tidak boleh

disimpangi para pihak, perlu diperhatikan apakah rumusan ketentuan

itu menyebut secara eksplisit akibat hukum bila apa yang diatur dalam

perundang-undangan itu dilanggar.

3) Batal Demi Hukum Karena Dibuat oleh Orang yang Tidak Berwenang

Melakukan Perbuatan Hukum

Ketidakcakapan seseorang untuk melakukan tindakan hukum

(handelingsonbekwaamheid) harus dibedakan dengan

ketidakwenangan seseorang untuk melakukan tindakan hukum

(handelingsonbevoegdheid). Mereka yang tidak berwenang melakukan

tindakan hukum adalah orang-orang yang oleh undang-undang

149 Subekti III, Op.cit, hal. 19.

Page 29: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

76

dilarang melakukan tindakan hukum tertentu. Jadi, seseorang yang

oleh undang-undang dikualifikasi sebagai tidak berwenang melakukan

tindakan hukum tertentu, tidak berarti bahwa ia juga tidak cakap.

Dengan kata lain, orang yang menurut undang-undang adalah cakap

atau mampu melakukan tindakan hukum ternyata dapat tergolong

sebagai tidak berwenang melakukan tindakan hukum tertentu menurut

undang-undang.150

Perjanjian yang dilakukan oleh orang atau pihak yang menurut

undang-undang dinyatakan tidak berwenang, berakibat batal demi

hukum. Artinya, ketentuan dalam undang-undang tertentu yang

menyatakan bahwa orang atau pihak tertentu tidak berwenang

merupakan aturan hukum yang bersifat memaksa sehingga tidak dapat

disimpangi. Orang atau pihak tersebut adalah mereka yang karena

jabatan atau pekerjaannya, berdasarkan undang-undang tertentu,

dikategorikan tidak berwenang melakukan perbuatan hukum

tertentu.151

Dapat pula terjadi seseorang dinyatakan tidak wenang

melakukan perbuatan hukum tertentu karena menurut undang-undang,

orang tersebut tidak memenuhi kualifikasi atau persyaratan tertentu.

Contoh: UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 55 yang

berbunyi: “(4) Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri

surat-surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali

150 J. Satrio, 2002, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, hal.57-58 (selanjutnya disebut J. Satrio III).

151 Ibid.

Page 30: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

77

di pasar sekunder. (5) Perbuatan hukum Bank Indonesia membeli surat

utang negara untuk diri sendiri tidak di pasar sekunder sebagaimana

dimaksud pada ayat (4), dinyatakan batal demi hukum”. Pasal 56: “(1)

Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah. (2)

Dalam hal Bank Indonesia melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), perjanjian pemberian kredit kepada

Pemerintah tersebut batal demi hukum”.

4) Batal Demi Hukum Karena Ada Syarat Batal yang Terpenuhi

Syarat batal dalam sebuah perjanjian adalah suatu peristiwa

atau fakta tertentu yang belum tentu akan terjadi di masa depan, namun

para pihak dalam perjanjian itu sepakat bahwa bila peristiwa atau fakta

tersebut benar terjadi maka perjanjian tersebut menjadi batal. Syarat

batal ini merupakan kebalikan dari syarat tangguh, yang apabila

peristiwa atau fakta yang belum tentu terjadi di masa depan itu benar

terjadi adanya maka justru membuat lahirnya perjanjian yang

bersangkutan.152 Ketentuan tentang kedua syarat ini diatur dalam Pasal

1253 KUH Perdata yang menyebut bahwa “Suatu perikatan adalah

bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin terjadi

dan memang belum terjadi, baik dengan cara menangguhkan

berlakunya perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu, maupun

dengan cara membatalkan perikatan itu, tergantung pada terjadi

tidaknya peristiwa itu”.

152 Muhammad Syaifuddin, 2012, Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan), Mandar Maju, Bandung, hal.439.

Page 31: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

78

Perjanjian bersyarat yang pelaksanaannya semata-mata

digantungkan pada kemauan orang yang membuat perjanjian itu

menurut Pasal 1256 KUH Perdata adalah batal demi hukum. Pasal

1256 KUH Perdata menegaskan bahwa “Semua perikatan adalah batal,

jika pelaksanaannya semata-mata tergantung pada kemauan orang

yang terikat. Tetapi jika perikatan tergantung pada suatu perbuatan

yang pelaksanaannya berada dalam kekuasaan orang tersebut, dan

perbuatan itu telah terjadi, maka perikatan itu adalah sah”. Alasan dari

ketentuan ini masuk akal mengingat bahwa mengharapkan terjadinya

suatu perjanjian semata-mata hanya pada kehendak atau kemauan

seseorang merupakan hal aneh kalau tak dapat disebut sia-sia, sebab

perjanjian seperti itu tidak akan terjadi bila orang itu tidak

menghendakinya.

Demikian pula bila perjanjian memuat syarat yang bertujuan

melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, atau yang

bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau bahkan yang dilarang

oleh undang-undang, adalah batal demi hukum.153 Hal ini ditegaskan

dalam Pasal 1254 KUHPerdata yang berbunyi “Semua syarat yang

bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu

yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang

dilarang oleh undang-undang adalah batal dan mengakibatkan

persetujuan yang digantungkan padanya tak berlaku.” Aturan ini mirip

153 R.M. Pangabean, 2010, Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku, Jurnal Hukum, Vol.17, No.4, hal.654.

Page 32: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

79

dengan syarat objektif untuk sahnya perjanjian, yaitu syarat kausa yang

halal.

Perjanjian dengan syarat batal yang menjadi batal demi hukum

karena syarat batal tersebut terpenuhi, menimbulkan akibat kembalinya

keadaan pada kondisi semula pada saat timbulnya perikatan itu atau

dengan kata lain, perjanjian yang batal demi hukum seperti itu berlaku

surut hingga ke titik awal perjanjian itu dibuat. Akibat selanjutnya

adalah pihak yang telah menerima prestasi atau sesuatu dari pihak lain

maka ia harus mengembalikannya. Pasal 1265 KUHPerdata mengatur

hal ini dengan menyebut bahwa “Suatu syarat batal adalah syarat yang

bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala

sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada

suatu perikatan. Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia

hanya mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah

diterimanya, bila peristiwa yang dimaksudkan terjadi”.154

b. Perjanjian Dapat Dibatalkan (Voidable atau Vernietigbaar)

Secara teoretik, terdapat perbedaan antara perjanjian yang batal

demi hukum dengan perjanjian yang dapat dibatalkan. Hal yang disebut

terakhir ini terjadi apabila perjanjian tersebut tidak memenuhi unsur

subjektif untuk sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320

KUH Perdata, yaitu kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak

untuk melakukan perbuatan hukum.155

154 Muhammad Syaifuddin, Op.cit, hal.439. 155 Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan II, Op.cit, hal.106.

Page 33: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

80

c. Pembatalan Perjanjian oleh Pihak Ketiga (Actio Pauliana)

Dalam uraian tersebut di atas disebutkan tentang siapa atau pihak

mana yang berhak meminta pembatalan perjanjian karena tidak

terpenuhinya syarat subjektif sahnya perjanjian dan tentang batas waktu

untuk meminta pembatalan. Namun, masih ada satu hal lain yang relevan

dengan persoalan siapa saja yang berhak meminta pembatalan atas suatu

perjanjian atau perbuatan hukum tertentu, yaitu ketentuan Pasal 1341

KUH Perdata yang dalam hukum perjanjian disebut mengatur tentang

actio pauliana.156

Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi “Persetujuan hanya berlaku

antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan

pihak ketiga; persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak

ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 1317 KUHPerdata”.

Kemudian, Pasal 1341 KUHPerdata menyebutkan bahwa “(1) Meskipun

demikian, tiap kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya segala

tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama

apa pun juga, yang merugikan kreditur, asal dibuktikan bahwa ketika

tindakan tersebut dilakukan, debitur dan orang yang dengannya atau

untuknya debitur itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu

mengakibatkan kerugian bagi para kreditur. (2) Hak-hak yang diperoleh

pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi objek

dari tindakan yang tidak sah, harus dihormati. (3) Untuk mengajukan

156 Sutan Remy Syahdeini, 2002, Pembatalan Perjanjian, Grafisi, Jakarta, hal.37.

Page 34: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

81

batalnya tindakan yang dengan Cuma-cuma dilakukan debitur, cukuplah

kreditur menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur

mengetahui, bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditur tak

peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak”.

Terhadap kedua pasal di atas, Herlien Budiono menegaskan bahwa

pengertian kreditor dalam Pasal 1341 KUHPerdata mencakup tidak hanya

orang yang berhak atas pembayaran utang saja, tetapi juga orang yang

berhak untuk memperoleh prestasi yang dijanjikan orang lain (yakni

debitor) terhadapnya, seperti prestasi untuk melakukan sesuatu atau untuk

tidak melakukan sesuatu.157

Pasal 1341 KUHPerdata ditujukan untuk melindungi kepentingan

kreditor dari tindakan debitor yang sebenarnya tidak diwajibkan oleh

undang-undang dan merugikan kreditor. Dengan demikian, dapat terjadi

bahwa seorang pihak ketiga (kreditor) yang sebenarnya bukan merupakan

pihak yang membuat perjanjian dengan debitor, ternyata meminta

pembatalan perjanjian yang dibuat oleh debitor tersebut dengan orang lain

(yang merupakan pihak kedua dalam perjanjian dengan sang debitor itu),

alasan perjanjian tersebut bukanlah sesuatu yang diwajibkan oleh undang-

undang kepada debitor untuk melakukannya, dan juga perjanjian itu

merugikan kepentingan kreditor. Hak menggugat yang dimiliki pihak

ketiga untuk meminta pembatalan perjanjian yang dibuat oleh orang lain

inilah yang dinamakan action pauliana.

157 Herlien Budiono I, Op.cit, hal. 161-165.

Page 35: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

82

d. Pembatalan Perjanjian oleh pihak yang berwenang karena Undang-Undang

Selain beberapa hal atau kondisi tertentu yang dapat

mengakibatkan batalnya perjanjian seperti dijelaskan di atas, masih ada

satu kondisi ‘khusus’ lagi, yaitu pembatalan perjanjian oleh pihak tertentu

atas kuasa undang-undang yang secara eksplisit menyatakan hal tersebut.

Maksudnya, terdapat norma hukum dalam sebuah UU yang menyatakan

bahwa lembaga atau pejabat publik tertentu berdasarkan UU tersebut

berwenang untuk membatalkan perjanjian tertentu.

2.2.3 Batal dan Pembatalan Kontrak

a. Ketentuan dalam Kontrak tentang Terminasi

Suatu kontrak yang baik selalu terdapat klausul mengenai cara dan

akibat-akibat pemutusan kontrak. Ada berbagai kemungkinan pengaturan

pemutusan kontrak dalam kontrak yang bersangkutan, yaitu sebagai

berikut :158

1) Penyebutan alasan pemutusan kontrak

Seringkali dalam kontrak diperinci dalam alasan-alasan

sehingga salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat memutuskan

kontrak. Maka dalam hal ini tidak semua wanprestasi dapat

menyebabkan salah satu pihak memutuskan kontraknya, tetapi hanya

wanprestasi seperti yang disebut dalam kontrak saja.159

158 Munir Fuady, Op.cit, hal. 93. 159 Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Cet.1,

Kencana, Jakarta, hal.36.

Page 36: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

83

2) Kontrak dapat dihapus dengan sepakat kedua belah pihak

Kadang-kadang disebutkan dalam kontrak bahwa suatu kontrak

hanya dapat diputuskan jika disetujui oleh kedua belah pihak.

Sebenarnya hal ini hanya penegasan saja, karena tanpa penyebutan

tentang hal tersebut, demi hukum, kontrak dapat diterminasi jika

disetujui oleh kedua belah pihak.160

3) Mengesampingkan Pasal 1266 KUH Perdata

Sangat sering dalam kontrak disebutkan bahwa jika ingin

memutuskan kontrak, para pihak tidak perlu harus menempuh prosedur

pengadilan, tapi dapat diputuskan langsung oleh para pihak. Dengan

ini, Pasal 1266 KUH Perdata harus dengan tegas dikesampingkan

berlakunya. Sebab, menurut Pasal 1266 KUHPerdata tersebut, setiap

pemutusan kontrak harus dilakukan lewat pengadilan.161

4) Tata cara pemutusan kontrak

Disamping penentuan pemutusan kontrak tidak lewat

pengadilan, biasanya ditentukan juga prosedur pemutusan kontrak oleh

para pihak tersebut. Sering ditentukan dalam kontrak bahwa sebelum

diputuskan suatu kontrak, haruslah terlebih dahulu diperingatkan pihak

yang tidak memenuhi prestasinya untuk melaksanakan kewajibannya.

Peringatan ini bisa dilakukan dua atau tiga kali. Bila peringatan

tersebut masih tidak diindahkan, maka salah satu pihak dapat langsung

memutuskan kontrak tersebut. Penulisan kewajiban memberi

peringatan seperti ini sejalan dengan prinsip yang dianut oleh KUH

160 Munir Fuady, Op.cit, hal. 93-94. 161 Suharnoko, Op.cit, hal.36.

Page 37: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

84

Perdata yaitu ingebrehstelling, yakni dengan dikeluarkannya ”akta

lalai” oleh pihak kreditur (lihat Pasal 1238 KUH Perdata), dimana

somasi (dengan berbagai pengecualian) pada prinsipnya memang

diperlukan untuk dapat memutuskan suatu kontrak.162

b. Ketentuan dalam Pasal 1338 Ayat (2) KUHPerdata

Pada prinsipnya Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata tidak

memperkenankan ditariknya kembali suatu kontrak kecuali apabila

dipenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat tertentu agar suatu kontrak dapat dibatalkan

sebagaimana dimaksudkan antara lain dalam Pasal 1338 ayat (2) KUH

Perdata adalah sebagai berikut:

1) Kontrak tersebut haruslah dibuat secara sah. Sebab jika syarat sahnya kontrak tidak dipenuhi, batal atau pembatalan kontrak tersebut dapat dilakukan tetapi bukan lewat Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata.

2) Dibatalkan berdasarkan alasan-alasan yang disebutkan dalam undang-undang, atau

3) Dibatalkan berdasarkan kesepakatan semua pihak dalam kontrak yang bersangkutan.163

c. Prinsip Perlindungan Pihak Yang Dirugikan

Salah satu prinsip yang sangat mendasar dalam ilmu hukum

kontrak adalah prinsip perlindungan kepada pihak yang dirugikan akibat

adanya wanprestasi dari pihak lainnya dalam kontrak yang bersangkutan.

Berlandaskan kepada prinsip perlindungan pihak yang dirugikan

ini, maka apabila terjadinya wanprestasi terhadap suatu kontrak, kepada

pihak lainnya diberikan berbagai hak sebagai berikut :

162 Djaja S. Meiliana, 2007, Perkembangan Hukum Perdata tentang Hukum Perikatan, Cet.1, Nuansa Aulia, Bandung, hal.100.

163 Hardijan Rusli, 2003, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal.86.

Page 38: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

85

1) Exceptio non adimpleti contractus Berdasarkan prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus ini, maka pihak yang dirugikan akibat adanya suatu wanprestasi dapat menolak melakukan prestasinya atau menolak melakukan prestasi selanjutnya manakala pihak lainnya telah melakukan wanprestasi.

2) Penolakan prestasi selanjutnya dari pihak lawan Apabila pihak lawan telah melakukan wanprestasi, misalnya mulai mengirim barang yang rusak dalam suatu kontrak jual beli, maka pihak yang dirugikan berhak untuk menolak pelaksanaan prestasi selanjutnya dari pihak lawan tersebut, misalnya menolak menerima barang selanjutnya yang akan dikirim oleh pihak lawan dalam contoh kontrak jual beli tersebut.

3) Menuntut restitusi Ada kemungkinan sewaktu pihak lawan melakukan wanprestasi, pihak lainnya telah selesai atau telah mulai melakukan prestasinya seperti yang diperjanjikannya dalam kontrak yang bersangkutan. Dalam hal tersebut, maka pihak yang telah melakukan prestasi tersebut berhak untuk menuntut restitusi dari pihak lawan, yakni menuntut agar kepadanya diberikan kembali atau dibayar setiap prestasi yang telah dilakukannya.164

Hak untuk menuntut restitusi ini dalam Hukum Jerman disebut

dengan Rucktritt atau Ablehnung der leistung, sementara istilah resolution

dalam Hukum Prancis mengacu kepada baik hak pihak yang dirugikan

untuk menuntut restitusi maupun haknya untuk menolak pemenuhan

prestasi selanjutnya dari pihak yang telah melakukan wanprestasi.165

d. Prinsip Keseimbangan Berupa Perlindungan Pihak Yang Melakukan

Wanprestasi

Ada kemungkinan bahwa sungguhpun salah satu pihak telah

melakukan wanprestasi, tetapi sebagian prestasi telah dilakukan atau

terdapat cukup alasan untuk menunda sementara pelaksanaan prestasi

164 Munir Fuady, Op.cit, hal. 96. 165 Indrareni Gandadinata, 2007, “Wanprestasi dan Penyelesaiannya dalam

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah pada PT. Bank Internasional Indonesia Kantor Cabang Purwokerto,” Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, Semarang, hal.26.

Page 39: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

86

ataupun ada alasan-alasan lain yang menyebabkan kepentingan pihak yang

melakukan wanprestasi pun dilindungi. Karena itu dalam hukum kontrak

dikenal dengan prinsip keseimbangan, yakni keseimbangan antara

kepentingan pihak yang dirugikan dengan kepentingan dari pihak yang

melakukan wanprestasi.

Seperti telah dijelaskan bahwa oleh hukum kontrak diberikan hak

untuk melakukan terminasi kontrak (dengan berbagai konsekuensinya)

kepada pihak yang dirugikan oleh tindakan wanprestasi, akan tetapi untuk

menjaga keseimbangan, kepada pihak yang telah melakukan wanprestasi

juga diberikan hak-hak atau perlindungan tertentu.166

Perlindungan hukum kepada pihak yang telah melakukan

wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut :

1) Mekanisme tertentu untuk memutuskan kontrak Agar pemutusan kontrak tidak dilaksanakan secara sembarangan sungguhpun pihak lainnya telah melakukan wanprestasi, maka hukum menentukan mekanisme tertentu dalam hal pemutusan kontrak tersebut. mekanisme tersebut adalah sebagai berikut: a) Kewajiban melaksanakan somasi (Pasal 1238 KUH Perdata). b) Kewajiban memutuskan kontrak timbal balik lewat pengadilan

(Pasal 1266 KUH Perdata) 2) Pembatasan untuk pamutusan kontrak

Seperti telah dijelaskan bahwa jika salah satu pihak telah melakukan wanprestasi, maka pihak lainnya dalam kontrak tersebut berhak untuk memutuskan kontrak yang bersangkutan. Akan tetapi terhadap hak untuk memutuskan kontrak oleh pihak yang telah dirugikan akibat wanprestasi ini berlaku beberapa restriksi yuridis berupa : a) Wanprestasi harus serius, b) Hak untuk memutuskan kontrak belum dikesampingkan, c) Pemutusan kontrak tidak terlambat dilakukan, d) Wanprestasi disertai unsur kesalahan.167

166 Ibid. 167 Munir Fuady, Op.cit, hal. 98.

Page 40: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

87

Untuk itu akan ditinjau satu per satu dari restriksi yuridis

tersebut.

a) Wanprestasi harus serius

Sebagaimana diketahui bahwa tidak terhadap semua

wanprestasi pihak yang dirugikan dapat memutuskan kontrak

tersebut melainkan yang dirugikan harus dapat pula menunjukkan

bahwa wanprestasi tersebut merupakan wanprestasi yang serius.

Jika hanya terhadap wanprestasi yang tidak serius, yakni jika salah

satu pihak tidak melakukan suatu kewajiban kecil, maka pihak

lainnya tidak berhak untuk memutuskan kontrak tersebut,

walaupun tidak tertutup kemungkinan bagiannya untuk

memintakan ganti rugi jika cukup alasan untuk itu.168

Mekanisme penentuan sejauh mana serius atau tidaknya

suatu wanprestasi terhadap suatu kontrak adalah sebagai berikut :

(1) Melihat apakah ada ketentuan dalam kontrak yang menegaskan

pelaksanaan kewajiban yang mana saja yang dianggap

wanprestaisi terhadap kontrak tersebut, atau

(2) Jika ada ketentuan dalam kontrak, maka hakim dapat

menentukan apakah tidak melaksanakan kewajiban tersebut

cukup serius untuk dianggap sebagai suatu wanprestasi

terhadap kontrak yang bersangkutan.

b) Hak untuk memutuskan kontrak belum dikesampingkan

168 Indrareni Gandadinata, Op.cit, hal. 26.

Page 41: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

88

Umumnya diterima dalam hukum teori kontrak bahwa hak

untuk melakukan pemutusan kontrak karena pihak lainnya telah

melakukan wanprestasi tidak berlaku lagi manakala pihak yang

dirugikan tersebut telah mengensampingkan hak untuk

memutuskan kontrak tersebut.169

Pengesarnpingan hak untuk memutuskan kontrak

mempunyai konsekuensi hukum sebagai berikut:

(1) Hilangnya hak untuk memutuskan kontrak

Sekali pihak yang dirugikan karena tindakan wanprestasi dari

pihak lain telah mengesampingkan haknya untuk memutuskan

kontrak yang bersangkutan, maka dia tidak dapat lagi nantinya

mengubah pendiriannya itu. Artinya, haknya untuk

memutuskan kontrak tersebut sudah hilang karena

dilepaskannya itu.

(2) Tidak berpengaruh terhadap penerimaan ganti rugi Seperti telah

diketahui bahwa dengan di kesampingkannya hak untuk

memutuskan kontrak, maka yang bersangkutan hilang haknya

untuk memutus kontrak yang bersangkutan. Akan tetapi yang

hilang hanyalah hak untuk memutuskan kontrak. Karena,

dalam ilmu hukum kontrak diterima prinsip bahwa sungguhpun

pihak yang dirugikan karena wanprestasi telah melepaskan

haknya untuk memutuskan kontrak yang bersangkutan, tetapi

169 Indrareni Gandadinata, Op.cit, hal. 26.

Page 42: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

89

dia tetap berhak untuk menerima ganti rugi jika dia memang

menderita kerugian akibat wanprestasi dari pihak lainnya itu.170

Pada prinsipnya, pengesampingan hak untuk memutuskan

suatu kontrak oleh pihak yang dirugikan oleh adanya tindakan

wanprestasi dapat dilakukan dengan dua jalan sebagai berikut:

(1) Dilakukan secara tegas.

Dalam hal ini pihak yang berhak memutuskan kontrak tersebut

menyatakan dengan tegas bahwa dia telah mengesampingkan

haknya untuk memutuskan kontrak.

(2) Dilakukan dengan tindakan

Akan tetapi yang lebih sering terjadi adalah bahwa pihak yang

berhak memutuskan suatu kontrak tidak menyatakan

pengesampingan secara tegas, melainkan dapat disimpulkan

dari tindakan-tindakan yang dilakukannya. Misalnya dia masih

bersedia bahkan menggunakan barang yang dikirimkan oleh

pihak pembeli, sungguhpun barang tersebut tidak seperti yang

diperjanjikan, atau terlambat mengirimnya.171

c) Pemutusan kontrak tidak terlambat dilakukan

Pemutusan kontrak oleh pihak yang dirugikan karena pihak

lain telah melakukan wanprestasi haruslah dilakukan dalam waktu

yang pantas (reasonable time). Hal ini untuk memberikan

kepastian bagi pihak yang telah melakukan wanprestasi untuk

meneruskan atau tidak wanprestasi yang belum sempat

170 A. Qirom Meliala, Op.cit, hal.62. 171 A. Qirom Meliala, Op.cit, hal.62.

Page 43: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

90

dilaksanakannya. Apabila selama jangka waktu yang wajar

terhadap pemutusan kontrak tidak digunakan untuk memutuskan

kontrak yang bersangkutan, mana dia telah “terlambat”

memutuskan kontraknya atas dasar bahwa dia telah “menerima”

atau “mentoleransi” atas tindakan yang mengandung unsur

wanprestasi tersebut, sehingga dia tidak dapat lagi memutuskan

kontrak yang bersangkutan.172

d) Wanprestasi disertai dengan unsur kesalahan

Apakah unsur kesalahan disyaratkan agar pihak lainnya

dalam kontrak dapat memutuskan kontrak, atau memperoleh hak

untuk menerima ganti rugi. Untuk itu, ada berbagai variasi sistem

hukum di satu negara dengan negara lain.

Dalam sistem hukum Prancis misalnya, di sana berlaku

ketentuan bahwa pada prinsipnya unsur kesalahan diperlukan

untuk dapat diputuskannya suatu kontrak atau dibayar suatu ganti

rugi. Prinsip persyaratan unsur kesalahan ini dalam Hukum Prancis

terdapat beberapa perkecualian.

Dalam Hukum Prancisi, relevansi dari elemen “kesalahan”

dalam hal terminasi kontrak atau pemberian ganti rugi terwujud

dalam dua bentuk sebagai berikut:

(1) Jika unsur “kesalahan” diperlukan untuk memberikan ganti

rugi, maka unsur “kesalahan” tersebut juga diperlukan untuk

172 Munir Fuady, Op.cit, hal. 100.

Page 44: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

91

menggunakan hak dari pihak yang dirugikah untuk dapat

memutuskan kontrak.

(2) Pada prinsipnya pemutusan kontrak merupakan “discresi” dari

pengadilan. Karena itu dalam kewenangan discresi tersebut,

pihak pengadilan akan mempertimbangkan bisa atau tidaknya

suatu kontrak diputuskan, salah satu faktor yang

dipertimbangkan adalah sejauh mana seriusnya kesalahan dari

pihak yang melakukan wanprestasi.173

Pada prinsipnya KUH Perdata tidak mensyaratkan

eksistensi unsur “kesalahan” agar suatu kontrak dapat diputuskan

oleh pihak yang dirugikan atau agar dapat dituntutnya suatu

pembayaran ganti rugi. Akan tetapi berdasarkan Pasal 1266 KUH

Perdata yang melibatkan pengadilan untuk memutuskan kontrak

timbal balik, maka penggunaan diskresi pengadilan untuk

memutuskan kontrak tersebut juga antara lain akan menggunakan

faktor “kesalahan” pihak pelaku wanprestasi untuk dapat

menentukan apakah kontrak tersebut dapat diputus atau tidak.

Dengan demikian, menurut sistem KUH Perdata Indonesia,

maka pada prinsipnya asal ada kewajiban yang tidak dilaksanakan

tersebut cukup material (material breach), maka suatu kontrak

sudah dapat diputuskan dan ganti rugi sudah dapat dimintakan.

Asal saja ketidakterlaksanaan kewajiban tersebut bukan karena hal-

hal yang bersifat Force Majeure, yang untuk ini tidak diatur oleh

173 Munir Fuady, Op.cit, hal. 102.

Page 45: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

92

hukum yang mengatur tentang wanprestasi, tetapi sudah

merupakan wilayah hukum yang lain, yakni hukum yang mengatur

tentang Force Majeure dan tentang “resiko”.174

e. Syarat Restorasi Dalam Terminasi Kontrak

Pihak yang dirugikan karena wanprestasi atas kontrak pada

prinsipnya dapat memutuskan kontrak yang bersangkutan. Akan tetapi,

jika pemutusan kontrak tersebut dilakukan dengan maksud agar pihak

yang dirugikan dapat mendapatkan kembali prestasinya yang telah

diberikan kepada pihak yang melakukan wanprestasi, maka pihak yang

dirugikan oleh wanprestasi tersebut mempunyai kewajiban untuk

melakukan restorasi (restoration), yakni kewajiban dari pihak yang

dirugikan untuk mengembalikan manfaat dari prestasi yang sekiranya telah

dilakukan oleh pihak yang melakukan wanprestasi tersebut.175

Bentuk-bentuk dari tindakan restorasi oleh pihak yang dirugikan

wanprestasi kepada pihak yang melakukan wanprestasi adalah sebagai

berikut :

1) Pengembalian benda secara fisik

Apabila pihak yang melakukan wanprestasi telah menyerahkan suatu

benda tertentu kepada pihak lainnya dalam rangka melaksanakan

kewajibannya berdasarkan kontrak, tetapi kemudian pihak yang

dirugikan ingin memutuskan kontraknya, maka sebagai tindakan

restorasi, pihak yang dirugikan harus menyerahkan kembali benda

174 Hartono Hadisoeprapto, 2004, Seri Hukum Perdata Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Penerbit Liberty, Yogyakarta, hal. 53.

175 Suryodiningrat, 2010, Perikatan-Perikatan Bersumber Undang-Undang, Penerbit Tarsito, Bandung, hal.61.

Page 46: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

93

tersebut "secara fisik" kepada pihak yang melakukan wanprestasi yang

bersangkutan.

2) Pembayaran kompensasi

Akan tetapi jika benda tersebut tidak dapat dikembalikan secara fisik,

maka apabila ingin memutuskan kontrak, pihak yang telah dirugikan

oleh wanprestasi tersebut harus memberikan kompensasi sejumlah

manfaat yang diterimanya. Hal ini dapat terjadi dalam hal-hal sebagai

berikut:

a) Karena benda tersebut menyatu dengan bendanya pihak yang

dirugikan oleh wanprestasi, ataupun

b) Karena prestasi yang telah diberikan oleh pihak melakukan

wanprestasi tersebut berupa benda yang tidak dapat dikembalikan,

misalnya dalam bentuk jasa.176

f. Akibat Dari Terminasi Kontrak

Jika suatu kontrak diputuskan karena pihak lainnya telah

melakukan wanprestasi, maka akan berlaku beberapa akibat hukum

sebagai berikut :

1) Timbulnya kewajiban untuk melakukan restorasi

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa bagi pihak yang

ingin memutuskan kontrak karena pihak lainnya telah melakukan

wanprestasi berlaku kewajiban untuk melakukan restorasi terhadap

pihak yang telah melakukan wanprestasi tersebut.177

176 Munir Fuady, Op.cit, hal. 102. 177 Munir Fuady, Op.cit, hal. 103.

Page 47: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

94

Dalam hal ini, jika pemutusah kontrak tersebut dilakukan

dengan maksud agar pihak yang dirugikan dapat mendapatkan kembali

prestasinya yang telah diberikan kepada pihak yang melakukan

wanprestasi, maka pihak yang dirugikan oleh wanprestasi tersebut

mempunyai kewajiban untuk melakukan restorasi (restoration), yakni

kewajiban dari pihak yang dirugikan untuk mengembalikan manfaat

dari prestasi yang sekiranya telah dilakukan oleh pihak yang

melakukan wanprestasi tersebut.178

2) Berlaku secara ex tunc ataupun ex nunc

Dengan diputuskannya kontrak oleh pihak yang dirugikan

karena pihak lainnya telah melakukan wanprestasi, apakah dengan

demikian keadaan dikembalikan seperti sebelum kontrak dilakukan (ex

tunc) yakni yang mempunyai efek retrospektif (kontrak tersebut

dianggap sama sekali tidak ada), ataupun kontrak hanya membebaskan

para pihak untuk melaksanakan kewajibannya untuk masa setelah

wanprestasi, sementara apa yang telah dilakukan sebelum wanprestasi

tetap dianggap sah, yang disebut sebagai mempunyai efek yang ex

nunc, yakni mempunyai efek yang prospektif.179

Tidak kelihatan ketentuan yang tegas dalam KUHPerdata

Indonesia tentang efek dari berlakunya pemutusan kontrak karena

pihak lainnya telah melakukan wanprestasi ini. Akan tetapi dalam ilmu

hukum kontrak terdapat berbagai pandangan tentang efek yang

retrospektif atau prospektif ini, bergantung kepada hukum dari negara

178Munir Fuady, Op.cit, hal. 103. 179Dokumengolum.blogspot.com/2011/06/prestasiwanprestasidalamhuku,

diakses pada tanggal 29 April 2015.

Page 48: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

95

mana yang diberlakukan. Pemutusan kontrak dalam hukum Prancis,

atau yang disebut dengan resolution mempunyai efek yang retrospektif

(ex tunc), sementara pemutusan kontrak dalam hukum Jerman atau

yang disebut dengan rucktritt dahulunya juga mempunyai akibat yang

retrospektif. Tetapi dalam hukum Jerman yang modern, pemutusan

kontrak sudah dianggap sebagai tindakan yang mempunyai efek ex

nunc.180

Di samping itu, di negara-negara yang berlaku hukum Common

Law, tidak ada ketentuan yang umum, tetapi pendekatannya dilakukan

secara kasus per kasus, dalam arti ada kasus yang diterapkan efek yang

ex tunc, tetapi ada pula kasus yang menerapkan efek yang ex nunc.

3) Akibat terhadap hak untuk mendapatkan ganti rugi

Seperti telah disebutkan bahwa jika ada pihak yang dirugikan

karena wanprestasi dari pihak lainnya, maka pihak yang dirugikan

tersebut dapat memutuskan kontrak yang bersangkutan tersebut.

Pada prinsipnya dalam ilmu hukum diterima prinsip bahwa

bahwa upaya pemutusan kontrak karena wanprestasi tersebut tidak

diberlakukan secara bersamaan dengan upaya paksaan untuk

melaksanakan kontrak, karena jelas itu merupakan dua hal yang

bertentangan. Akan tetapi dengan pemutusan kontrak masih

dimungkinkan diberlakukan juga upaya ganti rugi dalam kasus yang

sama, jika ada alasan untuk itu.181

180 Ibid. 181 Stefanus Tatawi, 2015, “Tuntutan Ganti Rugi terhadap Debitur

Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa Ditinjau dari Pasal 1243 KUHPerdata (BW),” Lex Privatum, Vol.III, No.2, hal.135.

Page 49: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

96

Hanya saja, prinsip pelarangan penerimaan ganti rugi secara

double selalu dielakkan dalam kontrak, karena hal tersebut dapat

merupakan penerimaan tanpa hak (unjust enrichment). Karena itu jika

dalam satu kasus yang sama, disamping berlaku hak dari pihak yang

dirugikan untuk memutuskan kontrak, berlaku juga ganti rugi, maka

ganti rugi tersebut haruslah dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak

menjadi upaya ganti rugi kedua disamping upaya pemutusan kontrak

yang bersangkutan.182

2.3 Penyalahgunaan Keadaan

2.3.1 Pengertian Penyalahgunaan Keadaan dan Dasar Hukumnya

Istilah penyalahgunaan keadaan dalam hukum Indonesia merupakan

padanan dari istilah misbruik van omstandigheden, dan undue influence. Dalam

sistem common law, selain undue influence dikenal pula unconscionability, yang

keduanya berbeda, meskipun memiliki kesamaan yakni keduanya didasarkan pada

adanya ketidakseimbangan posisi tawar para pihak. Bila kontrak terbentuk atas

dasar ketidakpatutan atau ketidakadilan yang terjadi pada suatu hubungan para

pihak yang tidak seimbang, maka hal itu dinamakan undue influence (hubungan

yang berat sebelah), namun bila ketidakadilan terjadi pada suatu keadaan, maka

hal ini dinamakan unconscionability (keadaan yang berat sebelah). Dalam putusan

kasus Commercial Bank of Australia v Amadio (1983) 151 CLR 447, Deane J.

menyatakan bahwa doktrin undue influence dipandang dari akibat

ketidakseimbangan itu terhadap pemberian kesepakatan dari pihak yang

182 Djaja S. Meiliana, Op.cit, hal.62.

Page 50: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

97

dipengaruhi, sedang unconscionability dipandang dari kelakuan pihak yang kuat

dalam usahanya memaksakan atau memanfaatkan transaksinya terhadap orang

yang lemah, apakah sesuai dengan kepatutan.183 Dalam kasus undue influence

harus ada suatu bentuk eksploitasi oleh salah satu pihak atas pihak yang lebih

lemah. Pihak yang berupaya membatalkan transaksi dengan dasar undue

influence, harus membuktikan bahwa transaksi itu tidak jujur, bahwa dia pihak

yang tidak bersalah telah dirugikan. Pihak lainnya harus melindungi diri dengan

membuktikan bahwa sudah ada nasihat profesional dan independen yang telah

diberikan sebelum transaksi diakadkan.184

Penyalahgunaan keadaan sebagai faktor yang membatasi kebebasan

berkontrak, berhubungan dengan terjadinya kontrak, bukan karena causa yang

tidak dibolehkan. Penyalahgunaan keadaan tidak semata berhubungan dengan isi

perjanjian, melainkan berhubungan dengan apa yang telah terjadi pada saat

lahirnya perjanjian karena tidak bebas menentukan kehendaknya dalam kontrak.

Penyalahgunaan keadaan menyangkut keadaan-keadaan yang berperan pada

terjadinya kontrak, yakni menikmati keadaan orang lain tidak menyebabkan isi

atau maksud kontrak menjadi tidak dibolehkan, tetapi menyebabkan kehendak

yang disalahgunakan menjadi tidak bebas. Penyakit sesungguhnya tidak terletak

pada causa yang tidak dibolehkan, tetapi terletak pada cacat kehendak.185

183 Ridwan Khairandy II, Op.cit, hal. 226-227. 184 Arthur Lewis, 2009, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, penerjemah Derta Sri

Widowatie, Nusa Media, Bandung, hal. 132. 185 J.M. van Dunne dan Gr. Van der Burght, Penyalahgunaan Keadaan,

Kursus Hukum Perikatan- Bagian III, terjemahan Sudikno Mertokusumo, 1987, Dewan Kerjasama Ilmu Hukum Belanda Dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Medan, hal. 11.

Page 51: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

98

Seseorang yang memiliki keunggulan posisi tawar akan dapat

mendominasi dan mempengaruhi kehendak pihak lainnya dalam suatu kontrak,

sehingga pihak lain terpaksa mengadakan kontrak tersebut. Sedikit banyaknya

harus ada kedudukan terpaksa dari pihak yang membutuhkan, dimana dalam

keadaan itu tidak ada alternatif riil untuk membuat kontrak dengan orang lain, dan

dengan demikian juga tidak ada kemungkinan untuk mengadalan kontrak yang

riil.186 Keunggulan yang tidak berimbang akan dapat melahirkan kesepakatan

yang timpang, sehingga melahirkan kontrak yang dilandasi dengan kesepakatan

semu, yang dibuat karena keterpaksaan.pihak yang lebih lemah untuk memenuhi

keperluannya. Sepintas peristiwa tersebut dilindungi dengan asas kebebasan

berkontrak, dan karenanya mempunyai kekuatan mengikat, namun karena

kesepakatan yang diberi tidak didasarkan atas kehendak bebas, melainkan karena

keadaan terpaksa, maka kontrak itu dapat dibatalkan atas dasar penyalahgunaan

keadaan. Kiranya dapat dikatakan, bahwa kebebasan berkontrak yang tidak

bertanggung jawab akan cenderung dapat menimbulkan penyalahgunaan keadaan.

Dengan diakuinya penyalahgunaan keadaan sebagai salah satu alasan pembatalan

kontrak, maka ia sekaligus berfungsi sebagai faktor pembatas terhadap praktik

kebebasan dalam pembuatan kontrak.

Pada penyalahgunaan keadaan masalahnya adalah mengenai keunggulan

pihak yang satu terhadap pihak lainnya. Keunggulan itu tidak saja bersifat

ekonomis, tetapi juga keunggulan kejiwaan atau keduanya, baik keunggulan

ekonomis maupun keunggulan kejiwaan. Apabila dilakukan penyalahgunaan

186 Ibid, hal. 19.

Page 52: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

99

keunggulan, terjadilah penyalahgunaan keadaan.187 Penyalahgunaan keadaan

terjadi karena adanya inequality of bargaining power yang tak dapat dihindari

oleh pihak yang lemah dan pihak yang lebih kuat menyalahgunakannya dengan

memaksakan isi kontrak yang memberinya keuntungan yang tidak seimbang.

Penyalahgunaan karena keunggulan ekonomis dapat terjadi dengan

persyaratan dasar:188 (1) satu pihak harus mempunyai keunggulan ekonomis

terhadap yang lain; (2) pihak lain terpaksa mengadakan perjanjian atau kontrak.

Sementara itu, terhadap penyalahgunaan karena keunggulan kejiwaan

dapat terjadi apabila: (1) salah satu pihak menyalahgunakan keuntungan relatif,

yaitu terdapat hubungan kepercayaan istimewa, seperti antara orang tua-anak,

suami-isteri, dokterpasien; (2) salah satu pihak menyalahgunakan keadaan jiwa

yang istimewa dari pihak lawan, yang dapat disebabkan oleh gangguan jiwa, usia

lanjut, tidak berpengalaman, gegabah, kurang pengetahuan, dan kondisi badan

yang tidak baik. Dengan kondisi kejiwaan yang demikian, pihak yang dirugikan

ada dalam keadaan yang sangat mudah dipengaruhi.

Saat ini, selain ketiga alasan klasik yang terdapat dalam Pasal 1321 KUH.

Perdata, penyalahgunaan keadaan telah menjadi alasan lain untuk membatalkan

kontrak karena cacat kehendak yang belum diatur dalam peraturan

perundangundangan, melainkan berasal dari konstruksi hukum yang diakui

yurisprudensi Mahkamah Agung di Indonesia. Penerapan penyalahgunaan

keadaan sebagai factor yang membatasi adanya kehendak yang bebas dalam

pembuatan kontrak telah diterima Mahkamah Agung.189

187 Ibid, hal. 16. 188 Ibid, hal. 18-20. 189 Ricardo Simanjuntak, 2003, “Akibat Dan Tindakan-Tindakan Hukum

Terhadap Pencantuman Klausula Baku Dalam Polis Asuransi Yang Bertentangan

Page 53: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

100

Dalam kenyataannya putusan hakim tersebut tidaklah berdasarkan

pertimbangan salah satu alasan pembatalan perjanjian yaitu cacat kehendak klasik

Pasal 1321 KUH Perdata, yaitu : kekhilafan, paksaaan, dan penipuan.

Sebagaimana tercantum dalam KUH Perdata, cacat kehendak tersebut

mempengaruhi syarat sahnya perjanjian, yaitu mengenai kesepakatan para pihak.

Bertolak dari hal tersebut, penyalahgunaan keadaan selanjutnya dimasukkan

menjadi salah satu hal yang dapat mempengaruhi kesepekatan sebagai syarat

subyektif untuk sahnya perjanjian.

J.M. van Dunné dan Gr. Van den Burght (1987) dalam sebuah Diktat

Kursus Hukum Perikatan Bagian III yang diterjemahkan Sudikno Mertokusumo,

menanggapi beberapa pendapat para ahli hukum menyatakan bahwa190 :

“Pada Penyalahgunaan Keadaan tidaklah semata-mata berhubungan dengan isi perjanjian, tetapi berhubungan dengan apa yang telah terjadi pada saat lahirnya perjanjian, yaitu penyalahgunaan keadaan yang menyebabkan pernyataan kehendak dan dengan sendirinya persetujuan satu pihak tanpa cacat” Selanjutnya Van Dunne mengemukakan pendapatnya bahwa

penyalahgunaan keadaan juga berhubungan dengan terjadinya kontrak.

Penyalahgunaan keadaan tersebut menyangkut keadaan-keadaan yang berperan

pada terjadinya kontrak: menikmati keadaan orang lain tidak menyebabkan isi

kontrak atau maksudnya menjadi tidak diperbolehkan, tetapi menyebabkan

kehendak yang disalahgunakan menjadi tidak bebas. Dengan demikian, tidaklah

Dengan Pasal 18 Undang-Undang No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 2, hal. 58.

190 Bambang Poerdyatmono, 2005, Asas Kebebasan Berkontrak (Contractvrijheid Beginselen) dan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) pada Kontrak Jasa Konstruksi, Pradnya Paramita, Jakarta, hal.72.

Page 54: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

101

tepat menyatakan perjanjian yang terjadi di bawah pengaruh penyalahgunaan

keadaan akan selalu bertentangan dengan kebiasaan yang baik yang menyangkut

dengan isi perjanjian itu sendiri (sebab yang halal).

Sehubungan dengan masalah itu, Setiawan mengungkapkan bahwa Prof.

Z. Asikin Kusumah Atmadja dalam ceramah di Jakarta pada tanggal 21 November

1985 menyatakan bahwa penyalahgunaan (keadaan) sebagai faktor yang

membatasi atau mengganggu adanya kehendak yang bebas untuk menentukan

persetujuan antara kedua pihak.191 Penggolongan penyalahgunaan keadaan

tersebut sebagai bentuk cacat kehendak dalam kesepakatan adalah lebih tepat.

2.3.2 Unsur-Unsur Penyalahgunaan Keadaan Menurut Doktrin,

Netherlands New Civil Code

Penyalahgunaan keadaan mengandung dua unsur, yaitu:

a. unsur penyalahgunaan keadaan (kesempatan) oleh pihak lain; dan

b. unsur kerugian bagi satu pihak

Van Dunne membedakan unsur petama tersebut menjadi dua, yaitu

penyalahgunaan keunggulan ekonomis dan penyalahgunaan keunggulan kejiwaan,

yang diuraikan sebagai berikut192:

a. Persyaratan-persyaratan untuk penyalahgunaan keunggulan ekonomis,

yaitu:

1) satu pihak harus mempunyai keunggulan ekonomis terhadap yang lain

2) pihak lain terpaksa dalam mengadakan perjanjian

191 Henry P. Panggabean, Op.cit, hal. 43. 192 Ibid, hal 44.

Page 55: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

102

b. persyaratan untuk adanya penyalahgunaan keunggulan kejiwaan:

1) salah satu pihak menyalahgunakan ketergantungan relatif, seperti

hubungan kepercayaan istimewa antara orang tua dan anak, suami dan

istri, dokter dan pasien, pendeta dan jemaat

2) salah satu pihak menyalahgunakan keadaan jiwa yang istimewa dari

pihak lawan, seperti adanya gangguan jiwa, tidak berpengalaman,

gegabah, kurang pengetahuan, kondisi badan yang tidak baik, dan

sebagainya.

Keunggulan ekonomis atau kekuasaan ekonomi (economish overwicht)193

pada salah satu pihak merupakan salah satu keadaan yang dapat disalahgunakan

sehingga dapat mengakibatkan tidak sahnya suatu kesepakatan dalam perjanjian

(kehendak yang cacat). Menurut Prof. Z. Asikin yang penting ialah menciptakan

beberapa titik taut yang merupakan dasar bagi hakim untuk menilai secara adil

apakah suatu keadaan dapat ditafsirkan sebagai kekuasaan ekonomi yang

disalahgunakan sehingga mengganggu keseimbangan antara pihak dan membatasi

kebebasan kehendak pihak yang bersangkutan untuk memberikan persetujuan.194

Disini terletak wewenang hakim untuk menggunakan interpretasi sebagai sarana

hukum untuk melumpuhkan perjanjian yang tidak seimbang.

Banyak faktor yang dapat memberikan indikasi tentang adanya

penyalahgunaan kekuasaan ekonomi untuk dipertimbangkan oleh hakim. Sebagai

contoh, jika ternyata ada syarat-syarat yang diperjanjikan yang sebenarnya tidak

masuk akal atau yang tidak patut atau bertentangan dengan perikemanusiaan,

193 Agustina, Rosa, 2003, Perbuatan Melawan Hukum, Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pasca Sarjana, Jakarta, hal. 54.

194 Ibid.

Page 56: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

103

maka hakim wajib memeriksa dan meneliti faktor-faktor apa yang bersifat tidak

masuk akal,tidak patut, atau tidak berperikemanusiaan tersebut195. Begitupula

kalau nampak atau ternyata pihak debitur berada dalam keadaan tertekan (dwang

positie), maka hakim wajib meneliti apakah terjadi penyalahgunaan kekuasaan

ekonomis.196 Selanjutnya juga kalau terdapat keadaan dimana bagi debitur tidak

ada pilihan lain kecuali mengadakan perjanjian dengan syarat-syarat yang

memberatkan, terakhir dapat disebut keadaan dimana nilai dan hasil perjanjian

tersebut sangat tidak seimbang kalau dibandingkan dengan prestasi timbal balik

dari para pihak.197 Juga dalam hal ini hakim wajib meneliti apakah in concreto

terjadi penyalahgunaan kekuasaan ekonomis.198

Penyalahgunaan keadaan dalam Artikel 3.44.1 Nieuw Burgerlijke Wetboek

(NBW) yang menentukan bahwa een rechtshandeling is vernietigbaar, wanneer

zij door bedreiging, door bedrog of door misbruik van omstandigheiden

(terjemahan bebas : perbuatan hukum dapat dibatalkan apabila karena adanya

ancaman, karena penipuan, atau karena penyalahgunaan keadaan. Dengan

demikian pasal ini mengenal 3 (tiga) macam cacat kehendak yaitu :

1. Ancaman (bedreiging);

2. Penipuan (bedrog); dan

3. Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheiden).

Ancaman itu ada menurut Artikel 3.44.2 NBW Belanda, jika seseorang

yang menyebabkan orang lain melakukan perbuatan hukum tertentu secara

195 Ibid. 196 Ibid. 197 Ibid. 198 Ibid.

Page 57: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

104

melawan hukum mengancam dia atau pihak ketiga dengan melakukan kejahatan

kepada dirinya atau harta bendanya, melakukan ancaman.

Kemudian menurut Artikel 3.44.3 NBW Belanda, penipuan itu terjadi

manakala seseorang yang menyebabkan orang lain untuk melakukan perbuatan

hukum yang dimaksudkan dengan sengaja memberikan informasi yang tidan

benar, dengan sengaja menyembunyikan suatu fakta padahal yang bersangkutan

harus menyampaikan fakta itu, atau dengan cara tipu muslihat lainnya.199

Berkenaan dengan penyalahgunaan keadaan, Artikel 3.44.4 NBW Belanda

menyatakan bahwa penyalahgunaan keadaan terjadi jika seseorang mengetahui

atau seharusnya mengetahui orang lain yang melakukan suatu perbuatan hukum

sebagai akibat dari keadaan khusus, seperti keadaan darurat, ketergantungan,

kecerobohan, keadaan jiwa yang tidak normal, atau tidak berpengalaman dan yang

mendorong lahirnya perbuatan hukum, padahal ia mengetahui atau seharusnya

mengetahui seharusnya tidak melakukan itu, melakukan suatu penyalahgunaan

keadaan.

Cacat kehendak yang lain yakni kesesatan (dwaling) diatur dalam Buku 6

NBW Belanda. Artikel 6.228.1 NBW Belanda menentukan, een overeenkomst die

is tot stand gekomen onder invloed van dwaling en bij een juiste voorstelling van

zaken niet zou zijn gesloten, is vernietigbaar (terjemahan bebas : suatu perjanjian

yang lahir (terjadi) karena pengaruh kesesatan dan apabila dia mendapat

gambaran sebenarnya, maka perjanjian itu tidak akan dibuat, maka perjanjian itu

dapat dibatalkan):200

199 Ridwan Khairandy II, Op.cit, hal. 90. 200 Ridwan Khairandy II, Op.cit, hal. 90.

Page 58: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

105

1. Indien de dwaling is wijten is aan een inlichting van wederpartij, tenzij

deze mocht aannemen dat de overeenkomst ook zonder deze inlichting zou

worden gesloten (terjemahan bebas : apabila kesesatan itu disebabkan oleh

penjelasan yang keliru dari kedua belah pihak, kecuali apabila perjanjian

itu dapat diterima dan ditutup walaupun tanpa adanya penjelasan tersebut);

2. Inden de wederpartij in verband met hetgeen zij omtrent de dwaling wist of

behoorde te weten, de dwalende had behoren in te lichten (terjemahan

bebas : apabila kedua pihak mengetahui atau patut mengetahui adanya

kesesatan itu, seharusnya mereka berupaya mendapatkan penjelasan

terlebih dahulu);201

3. Indien de wederpartij bij het sluiten van de overeenkomst van dezelve

onjuiste veronderstelling als de dwalende is uitgegaan, tenzij ook bij een

juiste voorstelling van zaken niet had behaeven te begrijpen dat de

dwalende daardoor van het sluiten van de overeenkomst zou worden

afgehouden (terjemahan bebas : apabila kedua belah pihak yang menutup

perjanjian mempunyai pandangan keliru yang menimbulkan kesesatan

kecuali apabila dia tidak perlu mengetahui tentang pandangan yang

sebenarnya itu bahwa kesesatan itu timbul dari perjanjian yang telah

ditutup itu).202

Selanjutnya menurut Artikel 6.228.2 NBW Belanda, de vernietigbaar kan

niet worden gegrond op een dwaling die een uitsluitend toekimstige

omstandigheid betreft of die verband met de aard van de overeenkomst, de I het

201 Ridwan Khairandy II, Op.cit, hal. 90. 202 Ridwan Khairandy II, Op.cit, hal. 90.

Page 59: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

106

verkeer geldende opvatingen of de omstandigheiden van het geval rekening van de

dwalende behoort te blijven (terjemahan bebas : pembatalan itu tidak dapat

didasarkan pada suatu kesesatan yang akan ditutup pada masa yang akan datang

atau yang berhubungan dengan dasar perjanjian itu, yang mana keadaan yang

keliru itu adalah merupakan tanggungjawab dari yang keliru itu).203

Dari kedua ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa hukum kontrak

Belanda mengenal ada 4 (empat) macam cacat kehendak, yaitu:

1. Ancaman;

2. Penipuan;

3. Penyalahgunaan keadaan; dan

4. Kesesatan

Berkaitan dengan ancaman dan penipuan dalam konteks hukum Perdata

Belanda, tidak hanya berhubungan dengan persoalan pembatalan kontrak (atau

perbuatan hukum yang lain), tetapi juga berkaitan dengan orang yang

bertanggungjawab dalam perbuatan melawan hukum.

Undue influence (penyalahgunaan keadaan juga diatur dalam The

Netherlands New Civil Code (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda

yang Baru). Pengaturan penyalahgunaan keadaan tersebut diatur dalam Artikel 4.2

Netherlands New Civil Code tentang mistake and undue influence (kesalahan dan

penyalahgunaan keadaan).

Article 4.2 Netherlands New Civil Code menyatakan when a party buys

goods under the influence of a mistake (Art. 6:228 DCC), traditionally two

options exist: either the party annuls the contract, or he does not use this remedy

203 Ridwan Khairandy II, Op.cit, hal. 90.

Page 60: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

107

and leaves the contract as it is (terjemahan bebas : ketika sebuah pihak membeli

barangbarang di bawah pengaruh dari sebuah kesalahan (Pasal 6:228 KUHPdt

Belanda), secara tradisional maka akan ada dua pilihan: apakah pihak tersebut

membatalkan kontrak, atau ia tidak menggunakan langkah ini dan membiarkan

kontrak seperti apa adanya).204

Ketentuan tersebut menyiratkan bahwa perjanjian dapat dibatalkan atau

tidak dibatalkan oleh pihak yang dirugikan melalui keputusan hakim.

Sebagaimana ketentuan selanjutnya dalam Article 4.2 tersebut yang berbunyi

Moreover, there is an important new option: upon the demand of one of the

parties, the judge may instead of pronouncing the annulment modify the effects of

the contract to remove the prejudice of the party entitled to the annulment (Art.

6:230 (2) DCC) (terjemahan bebas : lebih lagi, ada pilihan baru yang penting: atas

permintaan dari salah satu pihak, hakim dapat ketimbang menyakatan pembatalan

merubah efek dari kontrak untuk menghilangkan praduga dari pihak yang berhak

atas pembatalan (Pasal 6:230 (2) KUHPdt Belanda)).205

Lebih lanjut Article 4.2 Netherlands New Civil Code mengatur regarding

one other vice of consent, the undue influence (abuse of circumstances), a similar

provision is given (Art. 3:54 (2) DCC). The legislator is reluctant to expand this

approach further to all vices of consent, or to all annullabilities though a number

of scholars pleaded in favour of such an expansion. No one should against his will

stay bound to someone else who threatened or deceived him, the legislator argues

204 Jaap Hijma dan Henk Snijders, 2010, The Netherlands New Civil Code (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda yang Baru), National Legal Reform Program, Jakarta, hal.16.

205 Ibid.

Page 61: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

108

(terjemahan bebas : terkait dengan syarat kesepakatan lainnya, pengaruh buruk

(penyalahgunaan keadaan), ketentuan serupa telah tersedia (Pasal 3:54 (2)

KUHPdt Belanda). Legislator enggan untuk memperluas pendekatan ini lebih jauh

untuk seluruh kesepakatan (vices of consent) atau seluruh pembatalan meskipun

sejumlah ahli hukum meminta perluasan tersebut. Tidak seorangpun di luar

keinginannya terikat pada orang lain yang mengancam atau menipunya, demikian

argumentasi dari legislator).206

Ketentuan tersebut menyatakan bahwa pengaturan mengenai

penyalahgunaan keadaan telah diatur dalam Pasal 3.54 ayat (2) Netherlands New

Civil Code (KUHPdt Belanda), namun legislator atau pembuat undang-undang

kurang bersedia memperluas pengaturan penyalahgunaan keadaan dengan alasan

bahwa tidak ada satu orangpun yang membuat perjanjian di luar kehendaknya

apalagi jika orang tersebut merasa diancam/dipaksa atau melalui penipuan.207

Selanjutnya kekuasaan yuridis untuk mengadaptasi kontrak memiliki

ketentuan ekstra yudisial yang paralel dalam Pasal 6:230 ayat (1) KUHPdt

Belanda, yang menyatakan bahwa kekuasaan untuk membatalkan sebuah kontrak

berdasarkan adanya kesalahan, ketika pihak lainnya mengajukan perubahan atas

efek dari kontrak yang menghapuskan kerugian pihak yang berhak atas

pembatalan kontrak tanpa interpensi hakim. Hal ini juga diatur dalam Article 4.2

Netherlands New Civil Code yang menyatakan the adaptation of the contract thus

can be enforced without the interference of a judge. If the proposition of the other

party adequately removes the prejudice, the mistaken party should accept this

206 Ibid. 207 Ibid.

Page 62: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

109

proposition; if not, his power to annul the contract ends anyway (terjemahan

bebas : adaptasi dari kontrak dengan demikian dapat ditegakkan tanpa intervensi

dari hakim. Jika penawaran dari pihak lainnya menghapuskan praduga, pihak

yang merasa disalahi harus menerima tawaran ini; jika tidak, kekuasaannya untuk

membatalkan kontrak pun tetap akan berakhir). Ketentuan serupa juga berlaku

untuk kasus penyalahgunaan keadaan (Pasal 3:54 ayat (1) KUHPdt Belanda).208

Ketentuan dalam Article 4.2 Netherlands New Civil Code tersebut di atas

dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap pihak yang lemah. Hal ini

dipertegas lagi dalam Article 6.2 yang menyatakan : in various ways, the Code

aims to protect so-called weak(er) parties against so-called strong(er) parties.

Apart from a number of traditional provisions like those on incapacity (art. 3:32

DCC), threat, deceit and undue influence (Art. 3:44 DCC), this trend especially

shows in Books 7-7A regarding the various special contracts. Among the

protected parties are the consumer (Title 7.1), the tenant (Title 7.4), the

commercial agent (Title 7.7.3), the patient (Title 7.7.5), the traveller (Title 7.7A),

the employee (Title 7.10) and the private surety (Title 7.14). The relevant

provisions repeatedly derive from European Directives; consumer protection is

one of the areas of civil law on which the European Union concentrates

(terjemahan bebas : dalam berbagai cara, kitab ini mengarah pada perlindungan

apa yang kita sebut sebagai pihak yang (lebih) lemah dari pihak yang (lebih) kuat.

Selain dari ketentuan tradisional seperti ketidakcakapan (Pasal 3:32 KUHPdt

Belanda), ancaman, penipuan, dan penyalahgunaan keadaan (Pasal 3:44 KUHPdt

Belanda). Tren ini terutama terlihat pada Buku 7-7A mengenai berbagai kontrak

208 Ibid.

Page 63: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

110

khusus. Di antara pihak yang dilindungi adalah termasuk konsumen (Judul 7.1),

penyewa (Judul 7.4), agen komersial (7.7.3), pasien (Judul 7.7.5), orang yang

bepergian (Judul 7.7A), karyawan (Judul 7.10) dan hutang perusahaan (Judul

7.14). Ketentuan terkait kembali diambil dari European Directives; perlindungan

konsumen adalah salah satu area dari hukum perdata yang merupakan perhatian

dari Uni Eropa).209

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pengaturan

penyalahgunaan keadaan yang diatur dalam Article 4.2 Netherlands New Civil

Code dimaksudkan untuk memberi perlindungan pada pihak yang kedudukannya

lebih lemah di dalam suatu kontrak.

Dalam perkembangannya, penggunaan ajaran penyalahgunaan keadaan

telah diterapkan dalam berbagai perkara yang masuk proses pengadilan. Hal ini

menandakan bahwa ajaran penyalahgunaan keadaan telah dikenal dan bukan

merupakan ajaran baru dalam bidang hukum perdata. Pada dasarnya, dalam

pembuatan perjanjian yang terjadi dalam kondisi-kondisi tertentu, hal tersebut

tidaklah mempunyai pengaruh terhadap sebab/causa perjanjian. Penyalahgunaan

keadaan tidak hanya menyangkut prestasi yang tidak seimbang, namun

menyangkut juga keadaan-keadaan yang mempengaruhi terjadinya perjanjian.

Dalam terjadinya perjanjian, hal yang ingin dicapai oleh salah satu pihak ternyata

merupakan hasil penyalahgunaan keadaan terhadap pihak lawan sehingga

merugikan pihak lawan tersebut.

Eggens berpendapat bahwa penyalahgunaan keadaan harus dianggap

sebagai cacat kehendak dan bahwa tidak ada halangan bagi hakim untuk

209 Ibid.

Page 64: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

111

memutuskan demikian. Penyalahgunaan tersebut dianggap ada apabila orang yang

mengetahui atau harus mengerti bahwa orang lain yang didorong karena keadaan

istimewa, seperti keadaan darurat, keadaan jiwa yang abnormal, atau tidak

berpengalaman melakukan perbuatan hukum.210

Dalam Diktat Kursus Hukum Perikatan Bagian III yang diterjemahkan

Sudikno Mertokusumo, penyalahgunaan keadaan dibagi ke dalam tiga bagian,

yaitu:211

a. Penyalahgunaan keunggulan ekonomis;

b. penyalahgunaan keunggulan kejiwaan; dan

c. penyalahgunaan keadaan darurat.

Keadaan darurat yang dimaksud di atas memiliki arti yang luas. Keadaan

tersebut tidak hanya meliputi adanya bahwa yang mengancam kesehatan, jiwa,

kehormatan, atau kebebasan, melainkan juga kerugian yang mengancam milik

maupun reputasi pribadi dan/atau kebendaan. Penyalahgunaan pada keadaan ini

berupa sikap tindak untuk memperoleh keuntungan tertentu dengan

memanfaatkan keadaan bahaya dari pihak lain. Namun pada dasarnya,

penyalahgunaan keadaan darurat ini digolongkan ke dalam kategori

penyalahgunaan keunggulan ekonomis.

Secara historis, penyalahgunaan keunggulan ekonomis lebih sering

digunakan oleh hakim sebagai dasar untuk menjatuhkan putusan. Dalam

penyalahgunaan keunggulan ekonomis, terdapat kerugian yang jelas dan konkret

210 Henry P. Panggabean, Op.cit, hal. 27. 211 Sudikno Metrokusumo, 1987, “Dewan Kerjasama Ilmu Hokum

Belanda Dengan Indonesia’, Proyek Hukum Pedata, Medan, Hal.27

Page 65: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

112

yang dialami salah satu pihak. Hingga sekarang, dalam beberapa perjanjian dapat

dilihat adanya keunggulan ekonomis dari salah satu pihak. Sehingga, untuk

mendapatkan prestasi tertentu yang sangat dibutuhkan, suatu pihak terkadang

harus menerima klausul dalam perjanjian yang merugikan dirinya.212

Inti penyalahgunaan keunggulan ekonomis terletak pada adanya inequality

of bargaining power yang harus dihadapi oleh pihak yang lemah dan tidak dapat

dihindari. Pihak yang kedudukan ekonominya kuat dapat memaksakan suatu

klausul mengingat ketidak seimbangan kondisi yang terjadi. Adanya kebutuhan

yang mendesak untuk mengadakan perjanjian dengan pihak yang memiliki

keunggulan ekonomi membuat pihak yang lemah terpaksa membuat perjanjian

dan menerima syarat yang diperlukan, tanpa adanya alternatif lain. Dalam Module

3 Interconnection oleh ITU, dikatakan bahwa: “... most of the bargaining power

in negotiations lies with incumbent”.213

Penyalahgunaan keunggulan ekonomis tidaklah semata-mata hanya karena

adanya keunggulan salah satu pihak. Perlu diperhatikan kondisi-kondisi lain yang

ada pada pembuatan perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan

keunggulan ekonomis. Kondisi-kondisi tersebut yaitu klausul dalam perjanjian,

beban dan resiko para pihak, adanya ketergantungan, dan kemungkinan kerugian

yang dapat diderita pihak yang lemah.214

Faktor kerugian merupakan faktor yang berkaitan dengan adanya

penyalahgunaan keadaan. Dalam pandangan modern, terdapat dua ajaran

212 Gunawan, Johannes, Op.cit, hal.48. 213 Hank Intven McCarthy Tetrault, 2010, Telecommunications Regulation

Handbook, InfoDev, Washington, hal.3-1. 214 Muhammad Arifin, 2011, “Penyalahgunaan Keadaan sebagai Faktor

Pembatas Kebebasan Berkontrak,” Jurnal Ilmu Hukum, Vol.14, No.2, hal.288.

Page 66: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

113

mengenai kerugian, yaitu kerugian obyektif dan kerugian subyektif. Kerugian

obyektif yang dimaksud adalah kerugian ekonomis/finansial, materil, atau

kerugian yang nyata/terwujud. Kerugian obyektif terjadi jika dalam suatu

perbuatan hukum menimbulkan beban finansial pada salah satu pihak yang

diakibatkan misalnya karena ketidak seimbangan prestasi.215

Kerugian subyektif sendiri merupakan segala sesuatu yang menyebabkan

orang lain berada dalam posisi yang tidak menguntungkan tanpa dapat dinyatakan

secara materi. Kerugian ini cenderung berkaitan dengan penyalahgunaan

keunggulan kejiwaan, sedangkan kerugian obyektif lebih berkaitan dengan

penyalahgunaan keunggulan ekonomis.216

Berkembangnya ajaran penyalahgunaan tidak terlepas dari asas iustum

pretium. Asas ini memiliki makna bahwa suatu perjanjian yang mengakibatkan

adanya kerugian ekonomi atau finansial dari salah satu pihak adalah harus

dibatalkan, dan kerugian tersebut disebabkan adanya penyalahgunaan keadaan.

Hal ini menandakan adanya hubungan erat antara asas iustum pretium dengan

penyalahgunaan keadaan.217

Meskipun demikian, ada dua hal yang menyebabkan asas iustum pretium

berbeda dengan penyalahgunaan keadaan, yaitu:

a. Pembatalan perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan tidak disyaratkan adanya bentuk atau tindakan yang menyebabkan kerugian. Asas iustum pretium sendiri justru menekankan pada adanya kerugian ekonomi yang bertolak dari ketidak seimbangan prestasi para pihak. Penyalahgunaan keadaan dapat dijadikan dasar pembatalan

215 Kim Min Soo, 2005, “Penyalahgunaan Keadaan (undue influence) dalam Perjanjian Sewa Guna Usaha Ditinjau dari Hukum Perjanjian Indonesia”, Disertasi, Universitas Indonesia, hal. 97-98.

216 Ibid. 217 Ibid.

Page 67: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

114

perjanjian timbal balik dan juga perbuatan hukum lainnya. Sedangkan asas iustum pretium digunakan terbatas pada perjanjian saja, mengingat adanya ketidakseimbangan prestasi dan juga unsur kerugian materi.

b. Demikian halnya dengan dalam suatu tuntutan atau gugatan. Dalam suatu tuntutan atas penyalahgunaan keadaan, pihak yang dirugikan harus dapat menunjukan bahwa pihak lawan menyalahgunakan keadaannya. Sehingga, dasar tuntutan dalam hal ini ditekankan pada adanya penyalahgunaan, bukan adanya kerugian yang ditimbulkan.218

Berdasarkan uraian di atas, saya berpendapat asas iustum pretium secara

tidak langsung telah diterapkan dalam hukum Indonesia. Dikaitkan dengan

kerugian, iustum pretium tersebut bersifat obyektif. Namun penggunaan iustum

pretium pada dasarnya mengacu pada sebab yang tidak halal dari suatu perjanjian,

karena menekankan pada adanya kerugian yang diderita. Ajaran penyalahgunaan

keadaan juga telah diterapkan dalam hukum Indonesia, terbukti dengan adanya

putusan-putusan yang didasarkan adanya ajaran ini. Ajaran ini melindungi pihak-

pihak tertentu dari penyalahgunaan keadaan pihak lain yang menyebabkan mereka

tidak memberi persetujuan dengan bebas. Sehingga, penekanan ajaran ini terletak

pada kehendak yang cacat, bukan causa atau sebab dari suatu perjanjian.

Meskipun demikian, ajaran penyalahgunaan keadaan dan asas iustum pretium

dapat digunakan secara beriringan.

2.3.3 Akibat Penyalahgunaan Keadaan

Penyalahgunaan keadaan (undue influence) terjadi pada awal perjanjian

terkait dengan syarat subyektif kesepakatan : kesepakatan yang terjadi karena

adanya penyalahgunaan keadaan dapat dikategorikan sebagai kesepakatan semua

dikarenakan adanya cacat kehendak. Oleh adanya penyalahgunaan keadaan ini

maka perjanjian dapat dibatalkan (vaidable atau vernietiabaar).

218 Ibid.

Page 68: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

115

Di pengadilan, banyak diketemukan kasus pembatalan perjanjian yang

alasan gugatannya bukan berdasarkan dwaling, dwang ataupun bedrog. Dibutukan

bantuan hakim yang adil dan dapat dipercaya untuk memeriksa dan memperbaiki

kasus-kasus yang tidak dapat diselesaikan karena undang undang yang tidak

sempurna. Pokok pertimbangan hukum bagi hakim, bisa bersumber dari undang-

undang, yurisprudensi, doktrin, kebiasaan, dan lain-lain. Diharapkan putusan

hakim ini dapat menjadi pedoman bagi hakim lain dalam mengambil keputusan.

Sehubungan dengan alasan pembatal perjanjian, selain ancaman

(bedreiging), penipuan (bedrog), dan kesesatan (dwaling), Nederland sebagai

Negara yang dasar hukumnya diadopsi oleh Indonesia, telah mencantumkan suatu

ajaran baru yaitu “misbruik vanomstandigheden” atau penyalahgunaan keadaan

kedalam ketentuan undang-undang di dalam Nieuw Burgerlijke Wetboek (untuk

selanjutnya disingkat NBW), diatur dalam artikel 3:44 lid 1 NBW. Karena alasan

pembatalan perjanjian dalam NBW yaitu ancaman, penipuan, dan kesesatan

(khilaf) hampir sama dengan alasan pembatalan perjanjian dalam KUHPer,

maka saya hanya membahas mengenai penyalahgunaan keadaan sebagai sumber

hukum dalam menghadapi kasus-kasus yang berkaitan dengan perkara hukum

perjanjian di Indonesia.

Terbentuknya alasan penyalahgunaan keadaan kedalam NBW

dilatarbelakangi pertimbangan hukum dalam berbagai putusan hakim.

Terbentuknya ajaran ini disebabkan belum adanya (pada waktu itu) ketentuan

dalam Burgerlijke Wetboek (Belanda) yang mengatur hal ini. Ternyata

pertimbangan-pertimbangan hakim tidaklah didasarkan pada salah satu alasan

Page 69: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

116

pembatalan perjanjian, yaitu cacat kehendak klasik (pasal1321 KUHPer) berupa

kesesatan, paksaan, dan penipuan.219

Ajaran penyalahgunaan keadaan sebenarnya bukan hal yang baru

ditemukan dalam penyelesaian perkara di bidang hukum perjanjian Indonesia.

Sejak 1 Januari 1992, mulai diberlakukannya aliran Penyalahgunaan Keadaan

(Misbruik van Omstandigheden) ke dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW.

KUH Perdatanya Belanda) yang dalam praktek peradilan di Indonesia pun sudah

menerapkan aliran ini, tetapi belum dirumuskan dalam perundang-undangan

Indonesia, hanya termasuk dalam doktrin atau pendapat para sarjana hukum,

tempat hakim menemukan hukumnya. Umumnya pembatalan perjanjian dengan

kategori penyalahgunaan keadaan yang terjadi di Indonesia diselesaikan

dengan pertimbangan bahwa perjanjian tersebut bertentangan dengan kepatutan,

keadilan, itikad baik, dan lain-lain. Dalam hal ini, kekuasaan hakim untuk

mencampuri isi perjanjian dalam perkara pembatalan perjanjian sangat berperan.

Karena masih merupakan doktrin, penyalahgunaan keadaan belum

mendapat perhatian khusus dalam praktek hukum di Indonesia. Masih banyak

yang berpendapat bahwa doktrin kurang mempunyai kekuatan hukum yang

mengikat sebagai hukum dibandingkan dengan undang-undang. Hal ini

disebabkan karena Indonesia menganut system kodifikasi, yang adalah hukum

tertulis. Sifat tertulisnya perundang-undangan kodifikasi itu menghalang-halangi

prosedur penyesuaiannya oleh hakim terhadap tuntutan masyarakat.220

219 Henry.P. Panggabean, 1991, “Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) sebagai alasan baru untuk pembatalan perjanjian,” Varia Peradilan No.70 tahun VI, (selanjutnya disingkat Henry.P. PanggabeanII), hal. 133.

220 H.R. Sardjono, 1991, Bunga Rampai Perbandingan Hukum Perdata, Ind Hill-Co, Jakarta, hal. 49.

Page 70: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

117

Akibat adanya penyalahgunaan keadaan dalam suatu perjanjian, selain

perjanjian dapat dibatalkan karena adanya cacat kehendak, akibat lainnya justru

sebaliknya yaitu penetapan terhadap perjanjian yang dapat dibatalkan tersebut.

Kedua hukum ini dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Dapat Dibatalkan Karena Ada Cacat pada Kehendak Pihak yang

Membuatnya

Unsur subjektif pertama untuk sahnya perjanjian adalah kesepakatan

antarpihak yang membuatnya. KUH Perdata tidak menjelaskan tentang apa

yang diartikan dengan sepakat, tetapi sebaliknya justru mengatur tentang

kondisi yang menyebabkan tidak adanya kata sepakat dari para pihak yang

membuatnya.221

Dengan kata lain, KUH Perdata menyebutkan beberapa jenis

keadaan atau kondisi tertentu yang menjadikan perjanjian menjadi cacat

sehingga terancam kebatalan. Pasal-pasal tersebut adalah 1321, 1322,

1323, 1324, 1325, 1328 sebagai berikut.

Pasal 1321: “Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”. Pasal 1322: “Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali jika kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan. Kekhilafan tidak mengakibatkan kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang yang dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika persetujuan itu diberikan terutama karena diri orang yang bersangkutan”. Pasal 1324: “Paksaan telah terjadi apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila

221 Dian Fitriana, “Pembatalan Perjanjian Suatu Perbandingan antara Sistem Indonesia dengan Sistem Common Law, Media Soerjo, Vol.4, No.1, hal.3.

Page 71: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

118

perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Dalam mempertimbangkan hal itu, harus diperhatikan usia, kelamin dan kedudukan orang-orang yang bersangkutan”. Pasal 1323: “Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkan batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu”. Pasal 1325: “Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah”. Pasal 1328: “Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan tidak dapat hanya dikira-kira melainkan harus dibuktikan”.

Subekti menjelaskan bahwa kekhilafan terjadi bila salah satu pihak

khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang

sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian, ataupun

mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Mariam Darus

Badrulzaman menguraikan bahwa kekhilafan dapat terjadi mengenai orang

yang dinamakan error in persona, dan kekhilafan atau kesesatan mengenai

hakikat barangnya yang disebut error in substantia. Lebih lanjut, menurut

Herlien Budiono, kekhilafan atau kekeliruan atau kesesatan itu dapat

bersifat sebenarnya dan dapat pula bersifat semu. Kekeliruan yang

sebenarnya terjadi dalam hal antara kehendak dan pernyataan para pihak

saling berkesesuaian, namun kehendak salah satu pihak atau kedua pihak

terbentuk secara cacat. Artinya, perjanjian memang telah terbentuk namun

terjadinya perjanjian itu berada di bawah pengaruh kekeliruan atau

Page 72: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

119

kesesatan sehingga bila kekeliruan itu diketahui sebelumnya maka tidak

akan terbentuk perjanjian.222 Subekti juga menyebutkan bahwa

“kekeliruan itu harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak

khilaf mengenai hal-hal tersebut, ia tidak akan memberikan

persetujuannya.” Dalam kekeliruan yang bersifat semu, menurut Herlien

Budiono, sebenarnya tidak terbentuk perjanjian sebab pada situasi seperti

itu belum terbentuk kata sepakat di antara para pihak sehingga belum

memenuhi unsur subjektif pertama untuk sahnya perjanjian.

Tentang paksaan dalam KUH Perdata adalah paksaan secara

kejiwaan atau rohani, atau suatu situasi dan kondisi di mana seseorang

secara melawan hukum mengancam orang lain dengan ancaman yang

terlarang menurut hukum sehingga orang yang berada di bawah ancaman

itu berada di bawah ketakutan dan akhirnya memberikan persetujuannya

dengan tidak secara bebas. Ancaman itu menimbulkan ketakutan

sedemikian rupa sehingga meskipun kehendak orang yang diancam itu

betul telah dinyatakan, kehendak tersebut menjadi cacat hukum karena

terjadi akibat adanya ancaman. Tanpa adanya ancaman, kehendak itu tidak

akan pernah terwujud. Paksaan juga dapat dilakukan oleh pihak ketiga

yang sebenarnya tidak berkepentingan dalam perjanjian tersebut, hal ini

terlihat dari Pasal 1323 KUH Perdata.223

Apa yang diancamkan berupa kerugian pada orang atau kebendaan

milik orang tersebut atau kerugian terhadap pihak ketiga atau kebendaan

222 Ibid. 223 Subekti III, Op.cit. hal. 20

Page 73: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

120

milik pihak ketiga.224 Hal ini tampak dari ketentuan dalam Pasal 1325.

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa pembuat undang-undang

membedakan antara paksaan yang membuat perjanjian mengandung unsur

cacat kehendak dari pihak yang membuatnya sehingga terancam

pembatalan, dengan rasa takut karena hormat kepada anggota keluarga

dalam garis lurus ke atas. Hal ini tampak dari bunyi Pasal 1326, yaitu

bahwa “Rasa takut karena hormat terhadap ayah, ibu atau keluarga lain

dalam garis lurus ke atas, tanpa disertai kekerasan, tidak cukup untuk

membatalkan persetujuan”. Alat atau sarana yang dipakai untuk

mengancam dapat berupa sarana yang tergolong legal ataupun illegal,

misalnya senjata tajam atau pistol, sedangkan sarana yang legal, misalnya

ancaman penyitaan harta benda ataupun ancaman kepailitan.225

Penipuan terjadi bila satu pihak dengan sengaja memberikan

keterangan palsu atau tidak benar disertai akal cerdik atau tipu muslihat

untuk membujuk pihak lawan agar memberikan persetujuannya. Pihak

yang menipu bertindak aktif untuk menjerumuskan pihak lawan.226

Herlien Budiono juga menjelaskan bahwa penipuan terjadi tidak saja jika

suatu fakta tertentu dengan sengaja disembunyikan atau tidak diungkap,

tetapi juga bila suatu informasi yang keliru sengaja diberikan, atau bisa

juga terjadi dengan tipu daya lainnya.227 Dalam hal penipuan ini, jarang

terjadi bahwa si pelaku hanya melakukan kebohongan suatu hal,

224 Herlien Budiono I, Op.cit. hal. 97. 225 Herlien Budiono I, Op.cit. hal. 98 226 Subekti III, Op.cit, hal. 22. 227 Herlien Budiono III, Op.cit hal. 99.

Page 74: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

121

melainkan ia melakukan suatu rangkaian kebohongan. Hal ini tampak dari

pilihan frasa dalam pasal di atas, yaitu ‘tipu muslihat’. Untuk menetapkan

dan membuktikan adanya hubungan kausalitas antara penipuan dan

dilakukannya perbuatan hukum berupa membuat persetujuan, harus dapat

ditunjukkan bahwa tanpa adanya penipuan itu, persetujuan untuk membuat

perjanjian tidak akan pernah dilakukan.

Akibat hukum bagi perjanjian yang dibuat karena adanya cacat

pada kehendak pihak yang membuatnya sehingga tidak ada kata sepakat,

adalah dapat dibatalkan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1449

KUH Perdata yang menegaskan bahwa “Perikatan yang dibuat dengan

paksaan, penyesatan atau penipuan, menimbulkan tuntutan untuk

membatalkannya”. Kalimat terakhir pasal itu, yaitu ‘menimbulkan tuntutan

untuk membatalkannya’ menunjukkan bahwa perjanjian yang cacat pada

kehendak pihak-pihak yang membuatnya tidak otomatis batal demi hukum

atau batal dengan sendirinya, tetapi menjadi batal apabila ada penuntutan

untuk membatalkannya.

Subekti mengatakan bahwa ketidakbebasan seseorang dalam

memberikan persetujuan pada sebuah perjanjian, memberikan hak kepada

pihak yang tidak bebas dalam menyatakan kesepakatannya itu untuk

meminta pembatalan perjanjian.228 Lebih lanjut, disebutkan bahwa

“dengan sendirinya harus dimengerti bahwa pihak lawan dari orang

tersebut tidak boleh minta pembatalan itu; hak meminta pembatalan hanya

228 Subekti III, Op.cit, hal. 23.

Page 75: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

122

ada pada satu pihak, yaitu pihak yang oleh undang-undang diberi

perlindungan tersebut”.229

Pihak-pihak yang tidak memiliki kehendak bebas ketika membuat

perjanjian karena ada paksaan, atau kekeliruan/kekhilafan, atau penipuan,

dapat menuntut pembatalan terhadap perjanjian tersebut dalam kurun

waktu tidak lebih dari 5 tahun terhitung sejak hari ketika paksaan itu

berhenti, atau dalam hal kekhilafan atau penipuan sejak hari diketahuinya

kekhilafan atau penipuan itu. Batas waktu penuntutan pembatalan

perjanjian ini dapat lebih pendek apabila hal ini diatur demikian oleh

undang-undang.230 Norma hukum ini ditemukan dalam Pasal 1454 KUH

Perdata ayat (1) yang berbunyi “Bila suatu tuntutan untuk pernyataan

batalnya suatu perikatan tidak dibatasi dengan suatu ketentuan UU khusus

mengenai waktu yang lebih pendek, maka waktu itu adalah lima tahun.

Waktu tersebut mulai berlaku ... dalam hal paksaan sejak hari paksaan itu

berhenti; dalam hal penyesatan atau penipuan sejak hari diketahuinya

penyesatan atau penipuan itu”.

Pihak-pihak yang ketika membuat perjanjian tidak memiliki

kecakapan hukum untuk melakukan perbuatan hukum, dapat menuntut

pembatalan perjanjian yang dibuatnya itu. Hal ini ditegaskan dalam Pasal

1331 KUH Perdata sebagai berikut “... orang yang tidak cakap membuat

persetujuan boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka

buat...”. Pihak ini, dalam hal seorang anak yang belum dewasa, adalah

229 Subekti III, Op.cit, hal. 23-24. 230 Fauzan Ali Warman, 2010, Hukum Perikatan, Pustaka Abadi, Jakarta,

hal.23.

Page 76: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

123

sang anak itu sendiri apabila ia sudah mencapai usia dewasa atau orang tua

atau walinya. Apabila pihak yang tidak cakap melakukan tindakan hukum

tersebut adalah orang yang berada di bawah pengampuan, pihak yang

berhak meminta pembatalan perikatan adalah sang pengampunya.231

Kemudian, Pasal 1450 KUH Perdata juga menyebutkan bahwa

“Dengan alasan telah dirugikan, orang-orang dewasa, dan juga anak-anak

yang belum dewasa bila mereka dapat dianggap sebagai orang dewasa,

hanyalah dapat menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat

dalam hal-hal khusus yang ditetapkan dengan undang-undang”. Dengan

kata lain, menurut Subekti, perjanjian yang tidak memenuhi syarat

subjektif berupa kecakapan melakukan tindakan hukum dari si pembuat

perjanjian, tetap mengikat selama tidak dibatalkan oleh hakim atas

permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut.232

Pihak yang tidak cakap melakukan tindakan hukum dapat

menuntut pembatalan perjanjian yang telah dibuatnya dalam jangka waktu

maksimum 5 tahun, terhitung sejak tanggal kedewasaan dalam hal pihak

tersebut belum dewasa ketika membuat perjanjian, atau sejak tanggal

pencabutan pengampuan dalam hal pihak tersebut berada dalam

pengampuan ketika membuat perjanjian. Norma ini ditemukan dalam

Pasal 1454 KUH Perdata yang berbunyi “Bila suatu tuntutan untuk

pernyataan batalnya suatu perikatan tidak dibatasi dengan suatu ketentuan

231 Ibid. 232 Ketut Artadi dan Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi

Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, hal. 61-65.

Page 77: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

124

UU khusus mengenai waktu yang lebih pendek, maka waktu itu adalah

lima tahun. Waktu tersebut mulai berlaku dalam hal kebelumdewasaan

sejak hari kedewasaan, dalam hal pengampuan sejak hari pencabutan

pengampuan ... dstnya”.233

Walaupun pihak yang tidak cakap melakukan tindakan hukum

dapat meminta pembatalan perjanjian yang telah dibuatnya, hal ini tidak

berlaku apabila perikatan itu ternyata diterbitkan dari suatu kejahatan atau

pelanggaran atau yang telah menerbitkan kerugian bagi orang lain. Hal ini

ditemukan dalam ketentuan Pasal 1447 KUH Perdata yang berbunyi

“Ketentuan pasal yang lalu tidak berlaku untuk perikatan yang timbul dari

suatu kejahatan atau pelanggaran atau dari suatu perbuatan yang telah

menimbulkan kerugian bagi orang lain. Begitu juga kebelumdewasaan

tidak dapat diajukan sebagai alasan untuk melawan perikatan yang dibuat

oleh anak-anak yang belum dewasa dalam perjanjian perkawinan dengan

mengindahkan ketentuan Pasal 151, atau dalam persetujuan perburuhan

dengan mengingat ketentuan Pasal 1601 g, atau persetujuan perburuhan

yang tunduk pada ketentuan Pasal 1601 h”.234

Harus diperhatikan pula bahwa batas waktu 5 tahun yang

ditetapkan dalam Pasal 1454 KUH Perdata hanya berlaku untuk

penuntutan pembatalan, dan tidak berlaku terhadap kebatalan yang

dimajukan di depan hakim sebagai pembelaan atau tangkisan. Untuk hal

233 Abdul Khakim, 2003, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.151.

234 Ibid.

Page 78: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

125

terakhir ini, dapat dilakukan kapan saja. Artinya, terbuka 2 cara untuk

meminta pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi unsur subjektif

untuk sahnya perjanjian.235 Pertama, pihak yang berkepentingan dapat

secara aktif bertindak sebagai penggugat agar perjanjian tersebut

dibatalkan. Kedua, pihak yang berkepentingan menunggu sampai ia

digugat di muka hakim untuk memenuhi isi perjanjian tersebut. Pada saat

itulah, dia di depan hakim dapat mengemukakan bahwa ketika membuat

perjanjian itu, ia belum cakap hukum, atau dia memberi persetujuan

karena paksaan, kekhilafan, atau penipuan sehingga kemudian dia

meminta agar perjanjian tersebut dibatalkan oleh hakim.236 Dalam situasi

terakhir inilah tidak berlaku batas waktu 5 tahun tersebut. Norma hukum

ini tampak dalam Pasal 1454 ayat (2) KUH Perdata yang menyebutkan:

“Waktu tersebut di atas, yaitu waktu yang ditetapkan untuk mengajukan

tuntutan, tidak berlaku terhadap kebatalan yang diajukan sebagai

pembelaan atau tangkisan yang selalu dapat dikemukakan”.

b. Penguatan/Penetapan Perjanjian ‘Yang Dapat Dibatalkan’

Apabila jangka waktu lima tahun dalam Pasal 1454 terlewati,

namun mereka yang berada dalam keadaan paksaan, kekhilafan, penipuan,

ataupun tidak cakap melakukan perbuatan hukum, tidak mengajukan

pembatalan perjanjian, akibatnya perjanjian tersebut tetap berlaku dan

mengikat para pihak walau tidak memenuhi unsur subjektif sahnya

perjanjian. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1327 KUH Perdata yang

235 Subekti III, Op.cit. hal. 24. 236 Ridwan Khairandy II, Op.cit. hal. 223

Page 79: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

126

menyatakan bahwa “Pembatalan suatu persetujuan berdasarkan paksaan

tidak dapat dituntut lagi bila setelah paksaan berhenti persetujuan itu

dibenarkan, baik secara tegas maupun secara diam-diam, atau jika telah

dibiarkan lewat waktu yang ditetapkan oleh UU untuk dapat dipulihkan

seluruhnya ke keadaan sebelumnya”.237

Demikian pula bila setelah paksaan atau kekhilafan atau penipuan

itu berakhir pihak yang berada di bawah paksaan, kekhilafan atau

penipuan tersebut kemudian membenarkan persetujuan yang telah

diberikannya, baik secara tegas ataupun diam-diam maka penuntutan

pembatalan perjanjian menjadi tidak berlaku lagi. Hal ini diatur dalam

Pasal 1456 KUH Perdata yang menegaskan bahwa “Tuntutan untuk

pernyataan batalnya suatu perikatan, gugur jika perikatan itu dikuatkan

secara tegas atau secara diam-diam, sebagai berikut ... oleh orang yang

mengajukan alasan adanya paksaan, penyesatan atau penipuan, setelah

paksaan itu berhenti atau setelah penyesatan atau penipuan itu

diketahuinya.”238

Hal yang sama juga berlaku untuk perjanjian yang dibuat oleh

pihak yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Apabila perjanjian

seperti ini dikuatkan sendiri secara tegas ataupun diam-diam oleh mereka

yang tidak cakap hukum itu, perjanjian tersebut menjadi tetap berlaku dan

mengikat para pihak. Pihak yang tidak cakap hukum yang melakukan

penegasan/penguatan/penetapan perjanjian tersebut adalah (a) bila ketika

237 Agoeng Karsajiwa, 2006, “Perlindungan Hukum Bagi Debitur dalam Pelaksanaan Perjanjian Standar di Bandar Lampung,” Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, Semarang, hal.26.

238 Ketut Artadi, Op.cit, hal. 63

Page 80: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

127

membuat perjanjian dia adalah anak-anak maka penegasan tersebut

dilakukan ketika dia dewasa; (b) bila ketika membuat perjanjian dia berada

di bawah pengampuan maka penegasan dilakukan setelah pengampuannya

dihapuskan.239

Penegasan atas perjanjian yang dapat dibatalkan ini dapat

dilakukan secara tegas melalui pembuatan akta pengesahan ataupun akta

penguatan sebagaimana diharuskan oleh KUH Perdata. Hal ini diatur

dalam Pasal 1892 KUH Perdata yang berbunyi “(1) Suatu akta yang

menetapkan atau menguatkan suatu perikatan yang terhadapnya dapat

diajukan tuntutan untuk pembatalan atau penghapusan berdasarkan

undang-undang, hanya mempunyai kekuatan hukum bila akta itu memuat

isi pokok perikatan tersebut, alasan-alasan yang menyebabkan dapat

dituntut pembatalannya, dan maksud untuk memperbaiki cacat-cacat yang

sedianya dapat menjadi dasar tuntutan tersebut; (2) Jika tidak ada akta

penetapan atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan

secara sukarela setelah saat perikatan itu sedianya dapat ditetapkan atau

dikuatkan secara sah; (3) Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan suatu

perikatan secara sukarela dalam bentuk dan pada saat yang diharuskan

oleh undang-undang, dianggap sebagai suatu pelepasan upaya pembuktian

serta tangkisan-tangkisan (eksepsi) yang sedianya dapat diajukan terhadap

akta itu; namun hal itu tidak mengurangi hak-hak pihak ketiga”.240

239 Agoeng Karsajiwa, Op.cit, hal.26. 240 Herlien Budiono, 2012, “Perwakilan, Kuasa dan Pemberian Kuasa”,

Makalah, disampaikan pada Kongres XXI Ikatan Notaris Indonesia, Yogyakarta, hal.180 (selanjutnya disebut Herlien Budiono II).

Page 81: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

128

Jadi, menurut Pasal 1892, perbuatan hukum yang dapat dibatalkan

karena adanya cacat yang tidak berakibat batal demi hukum, masih dapat

disahkan melalui penetapan ataupun penguatan dengan akta yang

bentuknya diharuskan oleh undang-undang. Akta penetapan atau akta

penguatan harus mencantumkan isi pokok perbuatan dan alasan yang

menyebabkan dapat dituntutnya pembatalan serta maksud untuk

memperbaiki cacat yang sedianya menjadi dasar tuntutan pembatalan.241

Akta semacam itu mengakibatkan dilepaskannya hak untuk membatalkan

perbuatan hukum yang sedianya dapat diajukan. Dengan demikian,

perbuatan hukum yang sebenarnya dapat dibatalkan tersebut menjadi sah

sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan.

Melalui akta penguatan atau akta penetapan itulah maka perjanjian

yang sebenarnya terancam pembatalan itu menjadi sah terhitung sejak

perjanjian tersebut dibuat. Hal ini tidak berlaku untuk perjanjian yang

terancam batal demi hukum. Artinya, untuk perjanjian semacam ini tidak

mungkin dapat dilakukan pengesahan, penguatan ataupun penetapan

melalui akta tertentu. Jadi, simpulannya sebagai berikut.

1) Perjanjian yang dibuat oleh orang yang tidak cakap dan/atau perjanjian

yang dibuat tanpa adanya kesepakatan atau kehendak bebas dari para

pihaknya, masih dapat dikuatkan melalui akta penguatan atau akta

penetapan.

2) Perjanjian formil yang tidak memenuhi syarat sah, perjanjian yang

dibuat oleh orang yang tidak berwenang, perjanjian yang tidak

241 Herlien Budiono I, Op.cit, hal. 211.

Page 82: BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN … · 2017-04-01 · Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 KUH Perdata ditentukan

129

mempunyai objek tertentu, perjanjian yang tidak memiliki kausa yang

halal, tidak mungkin dapat disahkan atau dikuatkan dalam bentuk akta

apapun.242

3) Demikian pula perjanjian yang batal akibat terpenuhinya syarat batal,

atau batal akibat terjadinya wanprestasi,243 ataupun batal akibat

terjadinya keadaan memaksa,244 tidak mungkin dapat disahkan atau

dikuatkan kembali.

242 Herlien Budiono II, Op.cit, hal. 180. 243 Ketut Artadi Op.cit, hal. 67. 244 Ketut Artadi Op.cit, hal. 70.