bab ii tinjauan pustakabab ii tinjauan pustaka 2.1 jenis film dan unsur film 2.1.1 jenis film...

21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan/atau lainnya. Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum (McQuail, 1987). Jenis-jenis film menurut Sumarno (1996), yaitu: a. Film cerita b. Film noncerita c. Film eksperimental dan film animasi Film Tanda Tanya “?” merupakan jenis film cerita yang memiliki genre tertentu. Dalam hal ini Tanda Tanya “?” bergenre film drama. Genre diartikan sebagai jenis film yang ditandai oleh gaya, bentuk atau isi tertentu. Ada yang disebut film drama, film horror, film perang, film sejarah, film fiksi-ilmiah, film komedi film laga, film khayalan dan film koboi. Penggolonggan jenis film tidaklah ketat karena sebuah film dapat dimasukkan ke dalam beberapa jenis. Misalnya sebuah film komedi-laga, dan film drama-sejarah. Jenis-jenis film cerita itu agar tetap bertahan hidup harus tanggap terhadap perkembangan jaman. Jadi, cerita adalah bungkus atau kemasan yang memungkinkan 8

Upload: others

Post on 03-May-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis Film dan Unsur Film

2.1.1 Jenis Film

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang

perfilman, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media

komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi

dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil

penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses

kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat

dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik,

dan/atau lainnya.

Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan

hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa,

musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum (McQuail,

1987). Jenis-jenis film menurut Sumarno (1996), yaitu:

a. Film cerita

b. Film noncerita

c. Film eksperimental dan film animasi

Film Tanda Tanya “?” merupakan jenis film cerita yang memiliki genre

tertentu. Dalam hal ini Tanda Tanya “?” bergenre film drama. Genre diartikan

sebagai jenis film yang ditandai oleh gaya, bentuk atau isi tertentu. Ada yang disebut

film drama, film horror, film perang, film sejarah, film fiksi-ilmiah, film komedi film

laga, film khayalan dan film koboi. Penggolonggan jenis film tidaklah ketat karena

sebuah film dapat dimasukkan ke dalam beberapa jenis. Misalnya sebuah film

komedi-laga, dan film drama-sejarah.

Jenis-jenis film cerita itu agar tetap bertahan hidup harus tanggap terhadap

perkembangan jaman. Jadi, cerita adalah bungkus atau kemasan yang memungkinkan

8

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

pembuat film melahirkan realitas rekaan yang merupakan suatu alternatif dari realitas

nyata bagi penikmatnya. Dari segi komunikasi, ide atau pesan yang dibungkus oleh

cerita itu merupakan pendekatan yang bersifat membujuk (persuasive).

2.2 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Komunikasi massa menurut Mulyana (2004) adalah komunikasi yang

menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio,

televisi, film) yang dikelola oleh lembaga atau orang yang dilembagakan, ditujukan

kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen.

Oleh karena itu, pesan-pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, disampaikan

secara cepat, dan selintas (khususnya media elektronik).

Selanjutnya menurut Rakhmat (2005) komunikasi massa adalah komunikasi

melalui media massa, yakni suratkabar, majalah, radio,televisi, dan film. Sebagai

salah satu media komunikasi massa, film mempunyai ciri-ciri sebagai berikut

(Effendy, 2001):

a. Pesan dalam film berlangsung satu arah

Tidak ada arus balik antara komunikan dan komunikator. Sutradara film sebagai

komunikator tidak mengetahui tanggapan khalayak terhadap pesan dalam film

yang dibuatnya. Sutradara tidak mengetahui apakah khalayak suka atau tidak

terhadap film yang dibuatnya. Sutradara mengetahui film yang disukai khalayak

melalui penjualan tiket bioskop dan DVD film yang dibuatnya. Semakin banyak

tiket bioskop dan DVD film terjual berarti khalayak menyukai film tersebut.

b. Komunikator film melembaga

Dalam pembuatan film melibatkan sejumlah orang yang terkoordinasi yang

memiliki peran yang berbeda-beda, seperti produser, sutradara, artis dan kru film

lainnya.

c. Pesan film bersifat umum.

Pesan yang disampaikan film bersifat umum karena ditujukan untuk khalayak

banyak.

9

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

d. Menimbulkan keserempakan

Keserempakan dalam film terlihat ketika film dibuat untuk ditonton oleh khalayak

secara serempak.

e. Komunikan film bersifat heterogen

Khalayak film merupakan kumpulan anggota masyarakat yang keberadaannya

terpencar, berbeda-beda satu sama lainnya. Oleh karena itu film dibuat dalam

berbagai bahasa.

2.2.1. Film Tanda Tanya “?” merupakan produk Komunikasi Massa

Film Tanda Tanya “?” merupakan sebuah produk dari Komunikasi Massa

karena memiliki sifat-sifat berikut ini:

a) Pesan dalam film berlangsung satu arah

Film Tanya Tanya “?” memiliki pesan yang berlangsung satu arah.

Meskipun terdapat feedback namun tidak berlangsung secara langsung.

Sehingga pesan tetap berlangsung satu arah

b) Komunikator film melembaga

Film Tanda Tanya “?” diproduksi oleh sebuah Production House yang

merupakan lembaga produksi film yang bernama Dapur Film

c) Pesan film bersifat umum

Pesan dari film Tanda Tanya “?” bersifat umum, karena toleransi sering

terjadi di kehidupan sehari-hari dan ditujukkan kepada orang banyak tanpa

terkecuali.

d) Menimbulkan keserempakan

Film Tanda Tanya “?” dirilis dan dilihat oleh penoton secara serempak

e) Komunikan film bersifat heterogen

Khalayak film Tanda Tanya “?” berasal dari berbagai daerah, kalangan

maupun golongan

10

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

2.3 Tokoh

Film secara umum dibagi menjadi dua unsur yaitu, unsur naratif dan unsur

sinematik. Dua unsur tersebut saling berhubungan untuk membentuk sebuah film.

Jika hanya salah satu unsur saja yang terbentuk maka tidak akan menghasilkan

sebuah film.

Unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, sedangkan unsur

sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya, dalam film cerita, unsur naratif

adalah perlakuan terhadap cerita film. Sementara unsur sinematik merupakan aspek-

aspek teknis pembentuk sebuah film salah satunya yakni unsur Mise en scene. Salah

satu unsur tersebut yakni tokoh.

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga

peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut

penokohan. Tokoh dalam sebuah cerita memegang peran yang penting untuk

menceritakan sebuah cerita. Seorang pahlawan dalam sebuah novel tidaklah harus

seorang pahlawan tetapi sebagai salah satu karakter yang disebut karakter utama. Jadi

boleh dikatakan bahwa jika tidak ada tokoh maka sebuah cerita tidak dapat diceritakan,

karena tokoh dalam sebuah cerita berperan sebagai pelaku dan pembawa cerita

(Siswanto, 2008:142).

Tokoh dalam cerita tentu mempunyai karakter dan sifat-sifat sesuai dengan cerita

yang dimainkan, tokoh juga mempunyai posisi dalam sebuah cerita tergantung dimana ia

ditempatkan, hal inilah yang disebut dengan penokohan. Jadi secara garis besar, istilah

tokoh menunjuk pada orangnya atau pelaku ceritanya. Sedangkan penokohan berarti

lebih luas daripada tokoh, hal ini juga sering disamakan artinya dengan karakter dan

perwatakan, seperti yang dikatakan Jones dalam Nurgiyantoro (2007: 165) bahwa

penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan

dalam sebuah cerita.

Stanton dalam Nurgiyantoro (2007: 165) mengungkapkan bahwa penggunaan

istilah ’karakter’ (character) sendiri dalam berbagai literatur bahasa inggris mengarah

11

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

pada dua arti yang berbeda, yaitu tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap,

ketertarikan, keinginan emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh tersebut.

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2007: 165), tokoh cerita (character)

adalah orang yang ditampilkan dalam suatu naratif atau drama yang disimpulkan

memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam

ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Dengan demikian, istilah ’penokohan’ lebih luas pengertiannya daripada ’tokoh’

dan ’perwatakan’ sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana

perwatakan, dan bagaimana penempatan serta pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga

sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca atau penonton.

Nurgiyantoro (2002: 173) mengungkapkan mengenai tokoh dan tema dimana

sebagai unsur utama sebuah karya fiksi, tokoh dan tema juga saling berhubungan erat.

Apabila sebuah tokoh dimasukkan ke dalam sebuah tema tertentu yang tidak relevan,

maka tokoh itu tidak akan bisa disampaikan kepada penonton. Jika dipaksakan, maka

akan terjadi keanehan dalam sebuah cerita yang membuat kisahnya terasa janggal dan

tidak bisa diterima masyarakat. Oleh sebab itu, biasanya penulis akan memilih karakter

yang sesuai dengan temanya.

Nurgiyantoro (2007: 177) juga mengungkapkan bahwa tokoh cerita dalam sebuah

fiksi dapat dibedakan ke dalam jenis penamaan berdasarkan dari sudut dimana penamaan

itu dilakukan. Misalnya saja pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan. Dalam

kaitannya dengan keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tak sama.

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh

yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi

sebagian besar cerita. Tokoh ini disebut sebagai tokoh utama cerita (central character

atau main character).

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh utama

merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun

yang dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu

berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, tokoh utama sangat menentukan perkembangan

plot secara keseluruhan. Dalam pembagiannya, tokoh memiliki banyak bagiannya,

12

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

namun pada dasarnya setiap drama akan memiliki tokoh utama, tokoh pembantu, tokoh

antagonis dan tokoh protagonis. Tokoh-tokoh ini yang akan saling beradu secara

emosional sehingga menimbulkan perasaan ikut terhanyut ke dalamnya, yang

membuktikan bahwa tokoh tersebut terasa relevan dengan penonton.

2.4 Media Sebagai Teks

“Citra merupakan gambaran, angan atau imaji yang timbul dalam proses

pembacaan” (Effendy, 1995:25). Menurut Rakhmat bersamaan dengan proses

pembacaan citra-citra yang disajikan di media massa, khalayak akan membentuk pula

dunia yang berdasarkan persepsi mereka. Media massa bekerja untuk menyampaikan

informasi. Bagi khalayak, informasi itulah yang akan membentuk, mempertahankan,

dan mendefinisikan citra.

Selama ini media massa memegang peranan sebagai sumber informasi yang

sangat penting bagi khalayak. Bahkan, menurut Mc Luhan dalam Rakhmat

(2005:224) media massa bisa dikatakan sebagai perpanjangan alat indra kita. Alasan

utamanya adalah karena kesanggupan media itu sendiri dalam menyampaikan

informasi, baik itu tentang benda, orang-orang, atau tempat yang belum tentu dapat

dialami secara langsung oleh penontonnya. Melihat hal-hal tersebut di atas, maka

penting bagi masyarakat untuk menyadari bahwa media massa juga memiliki

keterbatasan, yaitu bahwa “realitas yang ditampilkan oleh media adalah sebuah

realitas yang sudah melalui proses seleksi. Media massa melaporkan dunia nyata

secara selektif” (Rakhmat, 2005:225).

Media massa, salah satunya film telah menampilkan realitas tangan kedua

(second hand reality). Bahkan menurut Ernest Van den Haag dalam Rakhmat

(2005:226), media massa bukan hanya menyajikan realitas kedua saja, tetapi karena

distorsi, media massa juga “menipu” manusia dengan memberikan citra dunia yang

keliru (Rakhmat, 2005:226).

Film dipahami sebagai sebuat teks, dimana sebuah pemaknaan di dalam film

merupakan rangkaian tanda-tanda/simbol yang tersusun secara sistematis sehingga

13

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

membentuk sebuah makna. Penulis mengamati bahwa muncul beberapa tanda-tanda

dalam bentuk simbol-simbol (dialog, gambar, musik, ornamen) dalam film yang

mengandung sebuah nilai. Berbagai simbol baik dalam bentuk dialog (verbal) dan

visualisasi gambar (non verbal) memiliki nilai-nilai atas pemaknaan akan toleransi.

Seperti simbol-simbol visual yang menggambarkan Masjid, Gereja dan Klentheng

dalam film Tanda Tanya, yang didukung oleh simbol-simbol audio dimana Masjid

biasa dideskripsikan dengan musik rebana, Gereja dengan suara alat musik organ

sedangkan penggambaran Klentheng digambarkan dengan karakter musik gesek

ataupun petikan bunyi alat musik harpa.

Sebuah proses komunikasi didukung atas susunan tanda-tanda yang mampu

diintepretasikan menjadi sebuah makna, dimana makna-makna tersebut mendukung

adanya pemaknaan yang utuh atas suatu tanda. Seperti dalam salah satu scene di

rumah Soleh (salah satu tokoh) yang dikenal sebagai keluarga yang memiliki

toleransi agama yang baik. Dalam rumahnya pada hampir setiap dinding terdapat foto

tokoh Abdurahman Wahid, yang dikenal sebagai tokoh pluralisme dan

multikulturalisme.

Pemaknaan-pemaknaan tersebut merupakan representasi dari makna teks dan

konteks yang terdapat dalam sebuah film. Pemaknaan realitas yang sebenarnya dan

realitas yang diusung oleh media massa menimbulkan adanya diskursus (wacana).

Wacana di sini dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama. Titik perhatian dari

analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam

suatu proses komunikasi. Disini diartikan tidak hanya proses kognisi dalam artian

umum, namun juga gambaran spesifik dari budaya yang dibawa. Studi mengenai

bahasa disini, memasukkan konteks, karena bahasa selalu berada dalam konteks, dan

tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi dan sebagainya.

Suatu diskursus/wacana terjadi ketika ternyata teks dan konteks dipengaruhi

dan mempengaruhi sosial. Hal ini akan menimbulkan sebuah perbedaan makna antara

satu golongan dengan yang lainnya, yang dapat dimasukkan kedalam cara pandang

oposisi biner. Oposisi biner yakni suatu pembagian berdasarkan ciri-ciri saling

14

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

kontras berkebalikan, dan bahkan bertentangan. Pandangan oposisi biner berkembang

lanjut ke dalam pandangan vertikalisme, yang melihat dua perkara atau hal ihwal ke

dalam taratan hierarkis, dimana satu perkara atau suatu hal diletakkan para peringkat

lebih tinggi atau lebih kuat daripada yang lainnya. Pandangan yang bisa disebut

sebagai pandangan dualisme kultural vertikalis ini membuahkan paradigma

ketidaksetaraan, rasisme, arogansi budaya, hegemoni dan dominasi budaya, yang

membutakan pandangan tentang kesetaraan budaya dan adanya budaya alternative

dalam konteks pluralitas budaya (Pamerdi dalam Hari & Madio, 2011:123).

2.5 Toleransi Agama

2.5.1 Pengertian

Gerald O’Collins SJ dan Edward G. Farrugia SJ (1996:335) memberikan

definisi toleransi adalah membiarkan dalam damai orang-orang yang mempunyai

keyakinan dan praktik hidup yang lain. Menurut Soekanto (1985:518) bahwa

toleransi adalah suatu sikap yang merupakan perwujudan pemahaman diri terhadap

sikap pihak lain yang tidak setuju.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran

(Inggris: tolerance, Arab : tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau

pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara etimologi, toleransi adalah

kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Sedangkan menurut istilah

(terminologi), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai,

membiarkan, memperbolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan,

kebiasaan) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya

(Hutabarat, 2009).

Jadi, toleransi beragama adalah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak

mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah

penganut agama-agama lain. Toleransi berarti sikap lunak, membiarkan dan memberi

keleluasaan kepada penganut agama lain.

15

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

Dalam hubungan antar agama toleransi dapat berupa toleransi ajaran atau

toleransi dogmatis dan toleransi bukan ajaran atau toleransi praksis (Hardjana,

1993:115). Dengan toleransi dogmatis maka pemeluk agama tidak menonjolkan

keunggulan ajaran agamanya masing-masing. Dan dengan toleransi praksis maka

pemeluk agama akan membiarkan pemeluk agama yang lain melaksanakan keyakinan

mereka masing-masing. Pemahaman demikian akan melahirkan konsep damai dalam

kehidupan manusia.

2.5.2 Toleransi menurut Negara

a. Landasan Idiil, yaitu Pancasila (sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa)

b. Landasan Kosntitusional, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 29 ayat 1:

“Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa”. Dan Pasal 29 ayat 2:

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya

itu”.

c. Landasan Strategis, yaitu Ketetapan MPR No.IV tahun 1999 tentang Garis-

garis Besar Haluan Negara. Dalam GBHN dan Program Pembangunan

Nasional tahun 2000, dinyatakan bahwa sasaran pembangunan bidang agama

adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, yang penuh keimanan dan ketaqwaan, penuh kerukunan

yang dinamis antar umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa, secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral

dan etika bagi pembangunan nasional, yang tercermin dalam suasana kehidupan

yang harmonis, serta dalam kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa selaras

dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila

2.6 Toleransi Agama dalam Konteks Multikulturalisme

Sebelum tahun 1980, bangsa Indonesia mudah membicarakan perihal

kerukunan antar umat bergama, dan setelah itu secara berangsur-angsur muncul

kerumitan di dalam representasi suatu agama, karena menguatnya tuntutan

16

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

keterwakilan aliran-aliran di dalam suatu agama dan juga di dalam hubungan antar

umat beragama. Ujungnya adalah sejumlah kekerasan yang dikaitkan dengan idiom-

idiom agama di beberapa daerah tanah air.

Pergeseran itu mengundang para intelektual agama untuk melacak legasi dari

agama-agama mengenai panduan hidup bersama dalam keragaman, termasuk

keragaman budaya. Panduan itu perlu digali dan disegarkan dengan optimisme bahwa

agama menyumbangkan nilai-nilai keluhuran yang mendukung integrasi masyarakat

multikultur. Optimisme itu terkonfirmasi melalui penegasan Habermas bahwa

“religious tolerance the peacemaker fot multiculturalism, correctly understood, and

for the equal coexistence or different cultural forms of life within a democratic

polity” atau toleransi beragama sebagai pembuka jalan bagi multikulturalisme, sudah

dipahami benar dan bagi kehidupan bersama yang setara -dari bentuk-bentuk

kehidupan kultural yang berbeda di dalam kehidupan demokratis (Untoro & Madio,

2011:47-49).

2.7 Teori Multikulturalisme

Terdapat tiga teori sosial yang dapat menjelaskan hubungan antar individu

dalam masyarakat dengan beragam latar belakang agama, etnik, bahasa, dan budaya

dalam konsep multikulturalisme. Menurut Ricardo L. Garcia (1982: 37-42) ada 3

teori tersebut populer dengan sebutan teori masyarakat majmuk (communal theory).

a. Melting Pot I: Anglo Conformity

Teori ini berpandangan bahwa masyarakat yang terdiri dari individu-

individu yang beragam latar belakang—seperti agama, etnik, bahasa, dan

budaya—harus disatukan ke dalam satu wadah yang paling dominan.

Teori ini melihat individu dalam masyarakat secara hirarkis, yaitu

kelompok mayoritas dan minoritas. Bila mayoritas individu dalam suatu

masyarakat adalah pemeluk agama Islam, maka individu lain yang

memeluk agama non-Islam harus melebur ke dalam Islam. Bila yang

17

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

mendominasi suatu masyarakat adalah individu yang beretnik Jawa, maka

individu lain yang beretnik non-Jawa harus mencair ke dalam etnik Jawa,

dan demikian seterusnya. Teori ini hanya memberikan peluang kepada

kelompok mayoritas untuk menunjukkan identitasnya. Sebaliknya,

kelompok minoritas sama sekali tidak memperoleh hak untuk

mengekspresikan identitasnya. Identitas di sini bisa berupa agama, etnik,

bahasa, dan budaya.

b. Melting Pot II: Ethnic Synthesis.

Teori yang dipopulerkan oleh Israel Zangwill ini memandang bahwa

individu-individu dalam suatu masyarakat yang beragam latar

belakangnya, disatukan ke dalam satu wadah, dan selanjutnya membentuk

wadah baru, dengan memasukkan sebagian unsur budaya yang dimiliki

oleh masing-masing individu dalam masyarakat tersebut. Identitas agama,

etnik, bahasa, dan budaya asli para anggotanya melebur menjadi identitas

yang baru, sehingga identitas lamanya menjadi hilang. Bila dalam suatu

masyarakat terdapat individu-individu yang beretnik Jawa, Sunda, dan

Batak, misalnya, maka identitas asli dari ketiga etnik tersebut menjadi

hilang, selanjutnya membentuk identitas baru. Islam Jawa di kraton dan

masyarakat sekitarnya yang merupakan perpaduan antara nilai-nilai Islam

dan nilai-nilai kejawen adalah salah satu contohnya. Teori ini belum

sepenuhnya demokratis, karena hanya mengambil sebagian unsur budaya

asli individu dalam masyarakat, dan membuang sebagian unsur budaya

yang lain.

c. Cultural Pluralism: Mosaic Analogy.

Teori yang dikembangkan oleh Berkson ini berpandangan bahwa

masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang beragam latar

belakang agama, etnik, bahasa, dan budaya, memiliki hak untuk

18

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

mengekspresikan identitas budayanya secara demokratis. Teori ini sama

sekali tidak meminggirkan identitas budaya tertentu, termasuk identitas

budaya kelompok minoritas sekalipun. Bila dalam suatu masyarakat

terdapat individu pemeluk agama Islam, Katholik, Protestan, Hindu,

Budha, dan Konghucu, maka semua pemeluk agama diberi peluang untuk

mengekspresikan identitas keagamaannya masing-masing. Bila individu

dalam suatu masyarakat berlatar belakang budaya Jawa, Madura, Betawi,

dan Ambon, misalnya, maka masing-masing individu berhak

menunjukkan identitas budayanya, bahkan diizinkan untuk

mengembangkannya. Masyarakat yang menganut teori ini, terdiri dari

individu yang sangat pluralistik, sehingga masingmasing identitas individu

dan kelompok dapat hidup dan membentuk mosaik yang indah.

2.8 Analisis Wacana Kritis (Teun A. Van Dijk)

Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan

dikembangkan, penulis menggunakan tehnik analisis ini karena Van Dijk

mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai

secara praktis. Model analisis wacana Van Dijk menggunakan pendekatan kognisi

sosial. Wacana dilihat bukan hanya dari struktur wacana, tetapi juga menyertakan

bagaimana wacana itu diproduksi. Proses produksi wacana itu menyertakan suatu

proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Oleh karena itu, dengan melakukan

penelitian yang komprehensif mengenai kognisi sosial akan dapat dilihat sejauh mana

keterkaitan tersebut, sehingga wacana dapat dilihat lebih utuh.

Dalam analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis), wacana di sini

tidak dipahami semata sebagai studi bahasa. Pada akhirnya, analisis wacana memang

menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis di sini

19

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian lingusitik tradisional. Bahasa

dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga

menghubungkan dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa itu dipakai untuk

tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan.

Menurut Fairclough dan Wodak dalam (Eriyanto, 2011:7), analisis wacana

kritis melihat wacana, pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk

dari praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan

sebuah hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi,

institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana bisa jadi

menampilkan efek ideologi: ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan

kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok

mayoritas dengan minoritas melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam

posisi sosial yang ditampilkan. Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor

yang penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan

kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana

melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya

masing-masing.

Berikut adalah karateristik penting analisis wacana kritis menurut Teun A. Van

Dijk (Eriyanto, 1997: 1-37)

a. Tindakan

Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action).

Dengan pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk

interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal.

Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk

mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, ber-reaksi dan sebagainya.

Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar

maupun kecil. Wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara

sadar, terkontrol, bukan sesuatu diluar kendali atau diekpresikan diluar

kesadaran.

20

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

b. Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar

belakang, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana di sini dipandang diproduksi,

dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Analisis Wacana juga

memeriksa konteks dari komunikasi, siapa yang mengkomunikasikan dengan

siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa, melalui medium apa;

bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk

setiap masing-masing pihak. Titik tolak dari analisis wacana di sini, bahasa

tidak bisa dimengerti sebagai mekanisme internal dari linguistik semata, bukan

suatu objek yang diisolasi dalam ruang tertutup. Bahasa di sini dipahami dalam

konteks secara keseluruhan.

Guy Cook (Eriyanto, 2011:9) menyebut ada tiga hal sentral dalam

pengertian wacana, yakni Teks, Konteks dan Wacana

- Teks

Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di

lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik,

gambar, efek suara, citra dan sebagainya.

- Konteks

Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan

mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi

dimana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan sebagainya.

- Wacana

Wacana disini dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama. Titik perhatian

dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-

sama dalam suatu proses komunikasi. Di sini diartikan tidak hanya proses

koognisi dalam artian umum, namun juga gambaran spesifik dari budaya yang

21

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

dibawa. Studi mengenai bahasa di sini, memasukkan konteks, karena bahasa

selalu berada dalam konteks, dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa

partisipan, interteks, situasi dan sebagainya.

c. Historis

Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana

diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa

menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa

mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis

tertentu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk

mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu,

mengapa bahasa yang dipakai seperti itu dan sebagainya.

d. Kekuasaan

Analisis Wacana Kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan

(power) dalam analisisnya. Di sini setiap wacana yang muncul dalam bentuk

teks, percakapan dan atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang

alamiah, wajar dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan.

Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan

masyarakat.

e. Ideologi

Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat

kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik

ideologi atau pencerminan dari ideologi-ideologi diantaranya mengatakan

bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan

mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka.

Pendekatan Kognisi Sosial Van Dijk menekankan faktor kognisi sebagai

elemen penting dalam produksi wacana. Wacana dilihat bukan hanya dari struktur

wacana, tetapi juga menyertakan bagaimana wacana itu diproduksi. Proses produksi

wacana itu menyertakan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Dari

22

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

analisis teks misalnya diketahui bahwa wacana cenderung memarjinalkan kelompok

minoritas dalam pembicaraan publik. Akan tetapi menurut Van Dijk, wacana

semacam ini hanya tumbuh dalam suasana kognisi pembuat teks yang memang

berpandangan cenderung memarjinalkan kelompok minoritas. Oleh karena itu,

dengan melakukan penelitian yang komprehensif mengenai kognisi sosial akan dapat

dilihat sejauh mana keterkaitan tersebut, sehingga wacana dapat dilihat lebih utuh.

Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada

analisis atas teks semata, karena teks hanyalah hasil dari suatu praktik produksi yang

harus diamati. Di sini harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga

kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. Inti dari analisis

ini adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana; teks, kognisi sosial dan konteks

sosial ke dalam satu kesatuan analisis.

Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi

wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial

dipelajari proses produksi teks. Sedangkan pada aspek ketiga konteks sosial

mempelajari bangunan wacana yang berkembang di masyarakat akan suatu masalah.

Model dari analisis Van Dijk dapat digambarkan sebagai berikut:

Model analisis Teun A. Van Dijk

(Gambar 1)

23

Konteks

Kognisi Sosial

Teks

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

Sumber: Eriyanto, 2011

Struktur Makro, Superstruktur dan Sturktur Mikro

Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai struktur atau tingkatan

yang masing-masing bagian saling mendukung. Ketiga tingkatan tersebut yakni

(Eriyanto, 2001: 227-228) :

a) Struktur Makro

Merupakan makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema

yang diangkat oleh suatu teks. Dari struktur ini akan terlihat jelas bagaimana

pandangan sutrada pada suatu peristiwa yang menguntungkan kelompok-

kelompok tertentu

b) Superstruktur merupakan kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi,

penutup dan kesimpulan. Dari hal ini muncul kesan yang dibuat sutradara

dalam benak khalayak.

c) Struktur Mikro merupakan makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati

dari pilihan kata, klaimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks. Struktur ini

melihat bagaimana pandangan sutradara dalam pemakaian bahasa dalam

struktur pendahuluan, isi, dan penutup film.

2.9 Pengertian Ideologi

Menurut Sukarna (1981) ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata

ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk

mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang

komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan

Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan

beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan

oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik

ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif.

Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide)

24

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti

politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun

tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.

2.9.1 Ideologi Liberalisme

Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat,

dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan

persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme

mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan

berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan,

khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern,

liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan

keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Ada tiga hal yang

mendasar dari Ideolog Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak

Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang

bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:

• Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human

Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam

segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan

kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda,

sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan

berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas

dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang

mutlak dari demokrasi. Dengan adanya pengakuan terhadap

persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama

untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian

masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial,

ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan

dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting

25

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

untuk menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason

Equally.)[2]

• Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah.

Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi

harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent

of The People or The Governed)[2]

• Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk

membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang

merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat

oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya.

Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap

hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan

persamaan sosial.

• Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis

of Individual)

• Negara hanyalah alat (The State is Instrument). [2] Negara itu sebagai

suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar

dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik,

ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat

memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu

langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah

mengalami kegagalan.

• Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse

Dogatism). Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John

Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu

didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu

adalah berubah.

Terdapat dua paham yang relevan atau menyangkut Liberalisme Klasik, yakni

Demokrasi dan Kapitalisme:

26

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

Demokrasi dan Kebebasan Dalam pengertian Demokrasi, termuat nilai-

nilai hak asasi manusia, karena demokrasi dan Hak-hak asasi manusia

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu

dengan yang lainnya. Sebuah negara yang mengaku dirinya demokratis

mestilah mempraktekkan dengan konsisten mengenai penghormatan pada

hak-hak asasi manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan terhadap

hak-hak asasi setiap anggota masyarakat, bukanlah demokrasi melainkan

hanyalah fasisme atau negara totalitarian yang menindas. Jelaslah bahwa

demokrasi berlandaskan nilai hak kebebasan manusia. Kebebasan yang

melandasi demokrasi haruslah kebebasan yang positif – yang

bertanggungjawab, dan bukan kebebasan yang anarkhis. Kebebasan atau

kemerdekaan di dalam demokrasi harus menopang dan melindungi

demokrasi itu dengan semua hak-hak asasi manusia yang terkandung di

dalamnya. Kemerdekaan dalam demokrasi mendukung dan memiliki

kekuatan untuk melindungi demokrasi dari ancaman-ancaman yang dapat

menghancurkan demokrasi itu sendiri. Demokrasi juga mengisyaratkan

penghormatan yang setinggi-tingginya pada kedaulatan Rakyat.

Kapitalisme dan Kebebasan Tatanan ekonomi memainkan peranan

rangkap dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak,

kebebasan dalam tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari

kebebasan dalam arti luas ; jadi, kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri

menjadi tujuan. Di pihak lain, kebebasan di bidang ekonomi adalah juga

cara yang sangat yang diperlukan untuk mencapai kebebasan politik. Pada

dasarnya, hanya ada dua cara untuk mengkoordinasikan aktivitas jutaan

orang di bidang ekonomi. Cara pertama ialah bimbingan terpusat yang

melibatkan penggunaan paksaan – tekniknya tentara dan negara dan

negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama individual secara

27

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKABAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Film dan Unsur Film 2.1.1 Jenis Film Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.VIII tahun 1992 tentang perfilman, film adalah

sukarela – tekniknya sebuah sistem pasaran. Selama kebebasan untuk

mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri

pokok dari usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem

pasaran adalah bahwa ia mencegah campur tangan seseorang terhadap

orang lain. Jadi terbukti bahwa kapitalisme adalah salah satu perwujudan

dari kerangka pemikiran liberal.

2.10 Kerangka Pikir

TEORI CDA (Van Dijk)

MULTIKULTRURAL Critical Discourse Analysis

- Struktur Makro

- Superstruktur

- Struktur Mikro

IDEOLOGI

(Gambar 2)

28

FILM TANDA TANYA

TOKOH

WACANA TOLERANSI