feminisme dalam film pendek “tilik”
TRANSCRIPT
FEMINISME DALAM FILM PENDEK “TILIK”
(Analisis Semiotika John Fiske)
SKRIPSI
Oleh:
ELA INDAH DWI SYAYEKTI
NIM. 211017007
Pembimbing:
IRMA RUMTIANING UH., M.S.I.
NIP. 197402171999032001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2021
viii
ABSTRAK
Syayekti, Ela Indah Dwi. 2021. Feminisme dalam Film Pendek “Tilik” (Analisis
Semiotika John Fiske). Skripsi. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
(KPI) Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Irma Rumtianing U. H., M.S.I.
Kata Kunci: Feminisme, Film Pendek “Tilik”, Teori Semiotika John Fiske
Perkembangan media dan teknologi komunikasi memudahkan semua orang
untuk membuat berbagai tayangan. Tayangan tersebut dapat berupa film, kartun
maupun reality show. Banyak tayangan di media yang menggunakan perempuan
sebagai tokoh utama. Penggunaan perempuan sebagai tokoh utama tentu saja tidak
terlepas dari berbagai ideologi. Pesan yang ingin disampaikan pada film ketika
menggunakan tokoh perempuan dapat memuat ideologi patriarki ataupun
feminisme. Salah satu film yang memuat ideologi feminisme yaitu film Pendek
“Tilik”. Pada penelitian ini berfokus pada bagaimana penggambaran ideologi
feminisme dalam film Pendek “Tilik” dengan menggunakan Teori Semiotika John
Fiske.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana level realitas, level
representasi dan level ideologi mengenai feminisme dalam film Pendek “Tilik”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis feminisme dalam film
Pendek “Tilik”, mengenai bagaimana semiotika dari level realitas, level
representasi dan level ideologi berdasarkan Teori Semiotika John Fiske.
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Data yang digunakan adalah film itu sendiri. Selanjutnya penulis
melakukan dokumentasi terhadap scene-scene yang memuat feminisme dan
menganalisis simbol pada film berupa visual atau adegan dan dialog yang ada
dalam scene tersebut.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yakni 1) Level realitas yakni
pakaian yang dikenakan pemain film Pendek “Tilik” menunjukkan kesederhanaan
perempuan desa. 2) Level representasi yakni scene yang berisi dialog mengenai
kebaikan, ketegasan, kepedulian dan partisipasi perempuan. 3) Level ideologi,
berdasarkan gambaran di level realitas dan representasi menunjukkan ideologi film
tersebut adalah feminisme.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………... i
NOTA PEMBIMBING…………………………………………………………. ii
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………… iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………….. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………………………………………. v
MOTTO………………………………………………………………………… vi
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………. vii
ABSTRAK…………………………………………………………………….. viii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. xi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………... xiii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………... xiv
BAB I: PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
a. Latar Belakang Masalah……………………………………... 1
b. Rumusan Masalah…………………………………………… 7
c. Tujuan Penelitian……………………………………………. 7
d. Kegunaan Penelitian…………………………………………. 7
e. Telaah Pustaka………………………………………………. 8
f. Metode Penelitian…………………………………………... 11
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian…………………………. 11
2. Data dan Sumber Data…………………………………… 12
3. Teknik Pengumpulan Data………………………………. 14
xiii
4. Teknik Pengolahan Data………………………………… 15
5. Teknik Analisis Data…………………………………….. 15
g. Sistematika Pembahasan……………………………………… 17
BAB II: FEMINISME DALAM FILM………………………………… 19
a. Unsur Pembentuk Film……………………………………… 19
b. Sejarah dan Aliran Feminisme………………………………. 22
c. Analisis Semiotika pada Media……………………………… 26
d. Analisis Semiotika John Fiske………………………………. 27
BAB III: DESKRIPSI FILM PENDEK “TILIK” …………………….. 34
a. Profil Film Pendek “Tilik”…………………………………... 34
b. Sinopsis Film Pendek “Tilik”…………………… ………….. 37
c. Penggambaran Feminisme dalam Film Pendek “Tilik”……... 39
BAB IV: ANALISIS SEMIOTIKA ATAS FEMINISME DALAM FILM
PENDEK “TILIK”…………………………………………… 44
a. Pembahasan Analisis semiotika atas Feminisme pada Level
Realitas Level Representasi dan Level
Ideologi……………………………………………………… 45
BAB V: PENUTUP……………………………………………………… 66
a. Kesimpulan…………………………………………………… 66
b. Saran-saran…………………………………………………… 67
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 69
BIOGRAFI SINGKAT MAHASISWA………………………………………. 72
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan media dan teknologi komunikasi memudahkan orang
untuk membuat tayangan. Beberapa tayangan yang ada di media massa baik
cetak maupun elektronik saat ini semakin beragam. Mulai dari berita, kartun,
reality show hingga film. Tayangan-tayangan yang ada dalam media massa
seringkali mencerminkan kehidupan yang ada di masyarakat. Selain itu
munculnya media sosial membuat semua orang bebas menciptakan konten
kreatif seperti vlog, film dll.1 Salah satu konten yang digemari hingga sekarang
yaitu film. Film saat ini bukan hanya ditayangkan melalui televisi, namun juga
dapat diakses melalui youtube maupun situs internet berbayar lainnya.
Film merupakan karya seni yang menampilkan realitas di masyarakat.
Film menyampaikan cerita melalui adegan-adegan dan peristiwa demi
peristiwa. Film merupakan saluran berbagai macam gagasan, ide, konsep serta
mempunyai dampak dari penayangannya. Ketika seorang melihat film, maka
pesan yang disampaikan film tersebut secara tidak langsung akan berperan
membentuk persepsi terhadap pesan film tersebut.2 Film yang ditampilkan tidak
murni sesuai realitas yang ada di masyarakat, namun merupakan gabungan
1 Asa Briggs dan Peter Burke, Sejarah Sosial Media: dari Gutenberg Sampai Internet, Terj.
A. Rahman Zainudin, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), 82. 2 Nur Latif, “Representasi Ikhlas dalam Film Surga yang Tak Dirindukan,” (Universitas
Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2018), 1.
2
antara ideologi pembuat dan realitas di tengah-tengah masyarakat. Ideologi dan
realitas itu dapat berupa kapitalis, patriarki, feminisme, anarkisme dll.
Dunia perfilman pasti menggunakan peran tokoh perempuan, baik
sebagai pemeran utama maupun pendukung. Perempuan dinilai memiliki daya
pikat yang tinggi dalam memerankan film dengan menonjolkan beberapa hal
seperti kecantikan ataupun pemikiran. Film yang menggunakan tokoh utama
perempuan dapat dilihat dari protagonist perempuan, sudut pandang perempuan
dan narasi yang umumnya berputar sekitar pengalaman perempuan. Perempuan
dalam film sering digambarkan sebagai karakter yang lemah-lembut, cantik,
emosional atau keibuan. Namun representasi tokoh perempuan terkadang
menimbulkan ideologi patriarki ataupun feminisme. Ideologi patriarki
meletakkan posisi dan kekuasaan laki-laki lebih dominan dibandingkan
perempuan. Laki-laki dianggap memiliki kekuatan lebih dibandingkan
perempuan. Masyarakat memandang perempuan sebagai seorang yang lemah
dan tidak berdaya.3 Ideologi patriarki yang muncul dalam film menggambarkan
adanya diskriminasi gender seperti marjinalisasi (peminggiran), subordinasi
(penomorduaan), stereotipe, kekerasan (violence), dan beban kerja berlebihan.4
Sedangkan ideologi feminisme merupakan perlawanan terhadap ideologi
patriarki.
Ideologi feminisme merupakan paham yang mengutamakan kesetaraan
gender dan melawan penindasan terutama terhadap perempuan. Kesetaraan
3 Darma,Y. A. et. al., “Ideologi Gender dalam Karya Sastra Indonesia (Penelitian
Fundamental)” Jurnal Lemlit UHAMKA, 2005, 120-126. 4 Mansuor Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), 13.
3
gender memberi kesempatan kepada perempuan maupun laki-laki untuk secara
setara/sama/sebanding menikmati hak-haknya sebagai manusia, secara sosial
mempunyai benda-benda, kesempatan, sumberdaya dan menikmati manfaat
dari hasil pembangunan. feminisme menggabungkan doktrin persamaan hak
bagi perempuan yang menghasilkan gerakan yang terorganisasi untuk mencapai
hak asasi perempuan dengan sebuah ideologi transformasi sosial yang bertujuan
menciptakan dunia bagi perempuan serta membebaskan perempuan yang
mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya.5 Feminisme menolak
diskriminasi terhadap semua jenis gender, bukan hanya kepada perempuan.
Ideologi ini menentang budaya patriarki yang mana lingkungan perempuan
hanyalah dapur, sumur dan kasur.
Feminisme mengusung bahwa perempuan itu juga mempunyai hak yang
sama di bidang pendidikan, ekonomi, politik dan sosial. Perempuan berhak
mengakses pendidikan yang sama dengan laki-laki tanpa adanya diskriminasi
dari pendidik dan lingkungan. Dalam bidang ekonomi, perempuan berhak
bekerja dengan aman tanpa mendapatkan pelecehan dan diskriminasi.6
Perempuan berhak menjadi pemimpin dalam ranah publik. Feminisme menolak
stereotif bahwa perempuan itu lemah sehingga mereka harus diatur oleh laki-
laki. Menurut kaum feminis, perempuan berhak menentukan pilihan hidupnya
sendiri, meskipun itu berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Feminisme
5 Wiyatmi, Menjadi Perempuan Terdidik (Yogyakarta: UNY Press, 2013), 8. 6 Nelien Haspels dan Busakorn Suriyasarn, Meningkatkan Kesetaraan Gender dalam Aksi
Penanggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan dan Anak (Jakarta: ILO, 2005), 8.
4
mendukung seluruh keputusan yang dilakukan oleh semua jenis gender, selama
itu tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.
Film Tilik merupakan film yang menggunakan tokoh utama dan 90%
pemerannya adalah perempuan. Film karya Ravacana Films yang tayang di
youtube channelnya pada 17 Agustus 2020. Film ini menceritakan tentang
perjalanan ibu-ibu naik truk dalam rangka menjenguk (Tilik) Bu Lurah di
Rumah Sakit yang ada di kota. Rombongan pergi ke kota menggunakan truk
milik salah satu warga. Dari truk itulah obrolan terjadi. Beberapa warga
berdebat tentang siapa yang akan mempersunting Dian, salah satu tokoh yang
paling asik membicarakan yaitu Bu Tejo. Dian merupakan seorang kembang
desa dan banyak lelaki yang mendekatinya hingga datang melamarnya.
Informasi tentang dian di dapat dari internet dan sejumlah kabar burung. Selain
itu ada sosok Yu Ning yang kurang setuju dan tidak nyaman dengan perkataan
Bu Tejo.7
Semenjak peluncurannya, film ini ramai dibicarakan oleh publik, ada
yang pro maupun ada yang kontra. Ada pendapat mengatakan bahwa film ini
tidak mendidik karena hanya berisi ibu-ibu yang sedang bergosip ria. Budaya
patriarki yang ada dalam film ini juga membuat kalangan feminisme membuka
suara. Mereka menuduh film ini bersifat misoginis karena isinya tampak
membenci dan berprasangka buruk kepada perempuan. Perempuan yang
diwakili oleh sosok Bu Tejo tampil sebagai provokator dan tukang gibah. Sosok
7 Ahmad Effendi, “Film Tilik: Sinopsis, Fakta, dan Link yang Bisa ditonton di Youtube,”
https://tirto.id/film-tilik-sinopsis-fakta-dan-link-yang-bisa-ditonton-di-youtube, (diakses 13
Oktober 2020).
5
Dian yang berani meninggalkan desa dan bekerja di kota justru mendapat
diskriminasi.8 Selain itu, film ini membuat masyarakat kota heran mengenai
kehidupan masyarakat desa yang tidak sesuai ekspektasi mereka.
Menurut sutradara film Tilik. Dia membuat film ini berangkat dari
kesamaan yaitu sutradara, produser dan penulis mempunyai ibu seorang janda.
Narasi menarik ketika perempuan yang punya status single itu sering digunjing
dan dibicarakan banyak orang. Padahal orang-orang tersebut tidak tahu
bagaimana latar belakangnnya, namun hanya menghakimi. Perempuan yang
berstatus single juga punya hak atas pilihan hidupnya sendiri. Film ini ingin
memberi pesan bahwa orang dilarang menghakimi orang lain dalam waktu yang
singkat dan sebelah mata, bijak dan dewasa dalam menyikapi kabar burung dan
peduli dengan hak perempuan sampai ke status single perempuan itu. Oleh
karena itu pesan disampaikan melalui scene selama perjalanan membicarakan
tentang Dian yang punya status single.9
Terlepas dari perdebatan mengenai pro kontra film ini. Representasi
feminisme yang ada dalam film tersebut seperti sosok perempuan yang menjadi
Lurah dan dicintai warganya. Selama ini pemimpin identik dengan laki-laki. Bu
Lurah merupakan sosok perempuan yang tampil sebagai pemimpin dan disukai
oleh warganya. Selain itu, sosok Dian seorang wanita karir yang mandiri dan
secara sadar memutuskan untuk menjalin hubungan dengan orang yang lebih
8 Paulus Mujiran, “Film Tilik dan Stereotip Perempuan,” investor.id/opinion/ film-tilik-
dan-stereotip-perempuan, (diakses 14 Oktober 2020). 9 Cecylia Rura, “Wawancara Eksklusif Sutradara Film Tilik yang Heboh di Media Sosial,”
m.medcom.id/hiburan/montase/wb70o4pk-wawancara-eksklusif-sutradara-film-tilik-yang-heboh-
di-media-sosial, (diakses 15 Oktober 2020).
6
tua. Selama ini masyarakat, terutama masyarakat desa memandang rendah
perempuan yang menjalin hubungan dengan orang yang lebih tua dan sosok Bu
Tejo yang menjadi tim kampanye suaminya telah mematahkan budaya patriarki
yang beranggapan bahwa pekerjaan perempuan hanya dapur, sumur dan kasur,
tidak untuk mencampuri urusan suami dalam ranah politik dan sosial.
Untuk melihat bagaimana penggambaran representasi dan penyampaian
pesan dalam sebuah film, diperlukan analisis teks media, salah satunya
menggunakan analisis semiotika. Analisis dalam semiotika menggunakan
tanda-tanda yang ada dalam media dan diterjemahkan menggunakan metode
semiotika yang digunakan oleh beberapa tokoh, salah satunya yaitu semiotika
john fiske. Analisis semiotika John Fiske merupakan proses representasi realitas
berbagai objek yang disajikan oleh media melalui proses enkode. Realitas itu
digambarkan dalam media sesuai dengan bahasa teknis yang digunakan. Kode-
kode yang terorganisir tersebut kemudian mengarah pada ideologi. Peristiwa-
peristiwa yang ada di media tersebut di enkode melalui tiga level yaitu level
realitas (pakaian, aksesoris, gaya bicara, lingkungan), level representasi (dialog,
angle kamera) dan ideologi (feminisme, kapitalisme, individualism).10
Penulis ingin membahas tentang ideologi feminisme yang ada pada film
Tilik karena film tersebut memuat potret feminisme yang ada di desa yang
masyarakat kota sering kali abai dan menganggap biasa hal tersebut.
Representasi feminisme tersebut menarik untuk diteliti karena seringkali film
saat ini hanya menggambarkan bagaimana feminisme yang ada di masyarakat
10 Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2015), 35.
7
kota dan abai dengan feminisme yang ada di desa. Oleh karena itu, film Tilik
akan sangat menarik jika dikaji dengan pendekatan semiotika, untuk melihat
lebih dalam bagaimana representasi untuk menyampaikan pesan tersebut
dengan menggunakan analisis semiotika john fiske dengan judul “Feminisme
dalam Film Tilik (Analisis Semiotika John Fiske)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mencoba
merumuskan permasalahan-permasalahan yang berguna sebagai pijakan
penyusunan skripsi ini. Adapun perumusan masalah tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana level realitas feminisme dalam film Tilik?
2. Bagaimana level representasi feminisme dalam film Tilik?
3. Bagaimana level ideologi feminisme dalam film Tilik?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang penulis rumuskan, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendefinisikan level realitas feminisme dalam film Tilik.
2. Untuk menjelaskan level representasi feminisme dalam film Tilik.
3. Untuk menganalisis level ideologi feminisme dalam film Tilik.
D. Kegunaan Penelitian
8
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi
pengembangan suatu ilmu. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan
dan pemahaman di bidang analisis semiotika dan di bidang perfilman, serta
dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini berguna bagi praktisi film untuk menambah wawasan
pengetahuan dan pemahaman peneliti tentang penelitian komunikasi
dengan pendekatan semiotika dalam dunia perfilman yakni mengenai
bagaimana ideologi yang digunakan untuk menggambarkan perempuan.
Selain itu diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan pembuat
film atau praktisi film, bahwa untuk memproduksi film sebaiknya ada pesan
moral yang disampaikan kepada masyarakat, terutama mengenai kesetaraan
gender.
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka yang penulis temukan berdasarkan tema yaitu kajian
mengenai film Tilik adalah sebagai berikut:
Pertama, Buku Berjudul Cultural and Communication Studies:
Sebuah Pengantar paling Komprehensif karya John Fiske yang di
terjemahkan oleh Drs, Yosal Iriantara, M.S., dan Idi Subandy Ibrahim
9
Penerbit Jalasutra, Yogyakarta cetakan 2012.11 Buku ini membahas
mengenai metode untuk menganalisis contoh-contoh komunikasi dan
mendeskripsikan teori yang menopangnya sehingga mampu menyingkap
makna-makna yang tersembunyi di balik komunikasi yang terlihat
sederhana, seperti foto berita atau program televisi.
Kedua, Jurnal berjudul Analisis Isi “Tilik”, Sebuah Tinjauan Narasi
Film David Bordweel Karya Nurhablisyah dan Khikmah Susanti,
Mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI 1,2. Jurnal ini dimuat dalam
Jurnal Ilmu Komunikasi UHO : Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Komunikasi
dan Informasi, Volume 5, No 4, Oktober 2020, halaman 310-324.12
Jurnal ini membahas makna film menurut Bordwell yang terbagi
menjadi 4 tipe yaitu referensial makna, makna eksplisit, makna implisit dan
makna simpotmatik. Narasi film Bordwell terdiri dari elemen cerita yang
terdiri dari setting, situasi, karakter, waktu dan elemen lain yang menempel
pada cerita. Selanjutnya adalah elemen cara bercerita, di dalamnya
menyangkut plot, ruang, pembuka, pengembangan cerita dan penutup.
Penelitian ini menggunakan metode analisis isi. Dari penelitian ini diperoleh
hasil; karakter Bu Tejo yang mapan secara ekonomi melalui atribut yang
dikenakan seperti perhiasan gelang di tangannya, busana, ponsel dan tata
riasnya. Karakter Yu Ning yang polos namun bisa menyuarakan pendapat
11 John Fiske, Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar paling
Komprehensif, terj. Yosal Iriantara MS dan Idi Subandy Ibrahim, (Yogyakarta: Jalasutra, 2012). 12 Nurhablisyah dan Khikmah Susanti, “Analisis Isi Tilik: Sebuah Tinjauan Narasi Film
David Bordweel,” Jurnal Ilmu Komunikasi UHO: Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Komunikasi dan
Informasi, 4 (Oktober 2020), 310-324.
10
tanpa ragu,Yu Ning tanpa segan beradu argument dengan bu tejo, meskipun
bu tejo memiliki status sosial yang lebi tinggi. serta film ini menegaskan
agar tidak termakan berita hoax. Inti cerita film Tilik tersebut terletak pada
saat yu ning dan bu tejo ribut besar dengan pengambilan gambar yang
dilakukan secara close up.
Ketiga, skripsi berjudul Representasi Feminisme dalam Film Siti
(Analisis Semiotika Roland Barthes) karya Julia Ekawati, Mahasiswa
Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya
(STIKOSA AWS).13 Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis
semiotika Roland Barthes dengan penelitian komunikasi kualitatif, dengan
melihat makna adegan, denotasi, konotasi dan mitos pada film Siti. Skripsi
ini membahas tentang representasi kehidupan perempuan di Indonesia dan
kehidupan para pekerja malam. Selain itu, film ini merepresentasikan
kekuatan fisik dan pikiran pada diri perempuan. Hasil dari penelitian ini,
film Siti termasuk aliran feminisme marxis, dimana sumber penindasan
terhadap perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi.
Keempat, Skripsi berjudul Representasi Ikhlas dalam Film “Surga
yang tak Dirindukan” karya Nur Latif, Mahasiswa Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Semarang, 2018.14 Penelitian
ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan analisis
semiotika John Fiske, dengan teori the code of television dimana ada tiga
13 Julia Ekawati, “Representasi Feminisme dalam Film Siti (Analisis Semiotika Roland
Barthes),” (Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya, Surabaya, 2016). 14 Nur Latif, “Representasi Ikhlas dalam Film Surga yang Tak Dirindukan,” (Universitas
Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2018).
11
tahapan dalam menganalisis yaitu level realitas, level representasi dan level
ideologi. Hasil penelitian dari film tersebut adalah terdapat beberapa scene
yang menunjukkan tanda ikhlas, diantaranya baik hati dan lembut terdapat
satu scene, istiqomah terdapat dua scene, selalu memaafkan orang lain
terdapat dua scene, membantu orang lain terdapat satu scene, tawakal
terdapat dua scene dan bersyukur terdapat satu scene.
Persamaan dengan penelitian dan tulisan pertama dan keempat
adalah membahas analisis semiotika John Fiske, persamaan penelitian
ketiga dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah analisis
feminisme pada film dan persamaan dengan penelitian kedua adalah analisis
pada film tilik. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti adalah pada penelitian kedua terletak pada
pendekatan analisis, penelitian ketiga terletak pada metode semiotika yang
digunakan dan penelitian keempat terletak pada film yang di teliti.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitiatif merupakan
penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari
perspektif partisipan.15 Metode pendekatan penelitian ini menggunakan
15 Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian (Karanganyar: Literasi
Media Publishing, 2015), 28.
12
pendekatan komunikasi dengan menggunakan analisis teks media yaitu,
analisis semiotika john fiske, semiotika sebagai ilmu yang mempelajari
tanda itu sendiri, jenis dan cara tanda berbeda dalam menyampaikan makna.
Dalam memaknai setiap tanda peneliti memakai analisis semiotika John
Fiske, analisis ini bertujuan untuk mengkaji feminisme dalam film Tilik.
Analisis semiotika John Fiske merupakan proses representasi realitas
berbagai objek yang disajikan oleh media melalui proses enkode. Realitas
itu digambarkan dalam media sesuai dengan bahasa teknis yang digunakan.
Kode-kode yang terorganisir tersebut kemudian mengarah pada ideologi.
Peristiwa-peristiwa yang ada di media tersebut di encode melalui tiga level
yaitu level realitas (pakaian, aksesoris, gaya bicara, lingkungan), level
representasi (dialog, angle kamera) dan ideologi (feminisme, kapitalisme,
individualism).16
Objek penelitian dari film ini adalah unsur-unsur feminisme yang
ada dalam film. Namun karena film pendek ini mayoritas diperankan oleh
perempuan, maka hal yang diteliti yaitu bagaimana unsur-unsur feminisme
yang ada dalam tokoh perempuan di film pendek “Tilik”.
2. Data dan Sumber Data Penelitian
Data adalah fakta empirik yang dikumpukan oleh peneliti. Data
digunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan
penelitian.17 Data utama yang digunakan oleh peneliti adalah scene-scene
16 Vera, Semiotika dalam Riset, 35. 17 Sandu Siyoto, Dasar Metodologi penelitian, 67.
13
dalam film Tilik yang menunjukkan level realitas diantaranya gaya
berpakaian Bu Tejo, Dian dan pemain yang lain; setting pada film Tilik serta
ucapan Bu Tejo, Dian dan pemain yang lain yang berhubungan dengan
feminisme. Kemudian level representasi yang berisi dialog di antara para
pemain dan angle kamera yang digunakan pada scene yang berisi
feminsime. Sedangkan data pendukung yang digunakan adalah profil dan
sinopsis film Tilik.
Sumber data di dalam penelitian kualitatif antara lain sebagai
berikut:
a. Data primer
Data primer merupakan data yang didapat atau dikumpulkan
oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Penelitian ini
menggunakan file video film Tilik yang berdurasi 32 menit 34 detik
sebagai data primer. Data primer yang digunakan yaitu bagaimana level
realitas, level representasi dan level ideologi dalam film pendek “Tilik”.
Peneliti menganalisis feminisme pada film Tilik tersebut dengan cara
mengambil scene-scene yang mengandung makna dan indikator
feminisme. Untuk sumber data tersebut peneliti mendapatkan dari file
video yang di download dari situs youtube channel Ravacana Films.18
b. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang didapat atau dikumpulkan oleh
peneliti dari berbagai sumber yang telah ada, seperti buku, jurnal dan
18 https://youtu.be/GAyvgz8_zV8 di akses pada 4 Oktober 2020.
14
dokumentasi. penelitian ini menggunakan data sekunder berupa
dokumentasi yang didapat dari internet, info mengenai film Tilik, buku,
artikel dan jurnal yang berhubungan dengan film dan feminisme. Data
sekunder yang digunakan oleh peneliti antara lain:
1) Artikel karya Ahmad Efendi berjudul Film Tilik: Sinopsis, Fakta,
dan Link yang Bisa ditonton di Youtube. (Online),
(https://tirto.id/film-tilik-sinopsis-fakta-dan-link-yang-bisa-
ditonton-di-youtube), di akses 13 Oktober 2020.
2) Artikel karya Paulus Mujiran berjudul Film Tilik dan Stereotip
Perempuan. (Online), (investor.id/opinion/film-tilik-dan-stereotip-
perempuan), di akses 14 Oktober 2020.
3) Berita oleh Cecylia Rura yang berjudul Wawancara Eksklusif
Sutradara Film Tilik yang Heboh di Media Sosial. (Online),
(m.medcom.id/hiburan/montase/wb70o4pk-wawancara-eksklusif-
sutradara-film-tilik-yang-heboh-di-media-sosial), di akses 15
Oktober 2020.
4) Sinopsis dan profil film Tilik.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan
dengan menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi
merupakan cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan
penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Metode ini untuk
15
mengumpulkan data dalam bentuk gambar.19 Dokumentasi dalam penelitian
ini diperoleh dari screenshoot scene, yakni potongan atau tangkapan adegan
yang bersumber langsung dari film yang di unduh lewat youtube. Potongan-
potongan gambar adegan tersebut di analisis level realitas, level representasi
dan level ideologinya dengan teori semiotika John Fiske.
4. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
semiotika model John Fiske. Berikut langkah-langkah pengolahan data
yang dilakukan:
a) Setelah menemukan data utama yaitu film tilik, film tersebut ditonton
secara berulang-ulang.
b) Memahami skenario film tilik sesuai dengan langkah-langkah yang akan
dilakukan penelitian ini yaitu tokoh-tokohnya.
c) Film dibagi menjadi beberapa scene, lebih khusus pada scene yang
mengandung tanda feminisme dalam film tersebut.
d) Setelah scene ditentukan, maka selanjutnya scene-scene tersebut akan
diklasifikasikan berdasarkan scene yang mengandung indikator
feminisme.
e) Scene yang telah ditentukan tersebut dianalisis menggunakan semiotika
John Fiske.
5. Teknik Analisis Data
19 Ibid., 158.
16
Analisis data merupakan sebuah upaya untuk mengorganisasikan
data, memilah-milahnya, mencari dan menemukan pola apa yang penting
dan yang perlu dipelajari.20 Konsep analisis data kualitatif merupakan upaya
yang dilakukan dengan mengorganisasikan data, mengolah data menjadi
satuan yang dapat dikelola, mengadakan sistensis, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta membuat
keputusan.21
Dalam analisis data ini, penulis menggunakan analisis semiotika
John Fiske. Dalam analisis semiotika John Fiske, proses representasi
realitas yang disajikan media merupakan realitas yang di-encode oleh
media, kemudian realitas itu digambarkan dalam media sesuai dengan
bahasa teknisnya. Kode-kode yang terorganisir tersebut kemudian secara
konvensional mengarah pada ideologi.22 Cara kerja atau langkah-langkah
semiotika model John Fiske pada teori The Codes Of Television meliputi
tiga tahapan:
a) Analisis pada level realitas meliputi: appearence (penampilan), dress
(kostum), make up (riasan),environment (lingkungan), behavior (perilaku),
speech (cara bicara),gesture (gerakan), dan expression (ekspresi).
b) Analisis pada level representasi berkaitan dengan kode-kode teknik,
seperti kamera, pencahayaan, penyutingan, musik, dan suara yang
20 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), 248. 21 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2005), 193. 22 Vera, Semiotika dalam Riset, 113.
17
mentransmisikan kode-kode representasi konvensional, yang membentuk:
naratif, konflik, setting, dan casting.
c) Analisis pada level ideologi mencakup kode-kode representasi seperti:
individualism (individualisme), patriarchy (patriarki), race (ras), class
(klas), matrialism (matrialisme) ,capitalism (kapitalisme).23
Unit analisis dalam penelitian ini adalah feminisme dalam film Tilik.
Langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah
mendiskripsikan data yang terkumpul dari transkip film Tilik sesuai dengan
semiotika John Fiske pada teori The Code Of Television. Feminisme dalam
film Tilik akan direpresentasikan sesuai dengan konteks film sehingga
gambaran mengenai feminisme pada film akan mudah dipahami baik dalam
level realitas, level representasi maupun level ideologi. Tanda dan kode
feminisme dalam film akan direpresentasikan dan membangun ideologi
feminisme secara utuh dengan menggunakan ketiga level yaitu Level
realitas, level representasi dan level ideologi.
G. Sistematika Pembahasan
Di dalam penelitian ini, penulis membagi sistematika pembahasan
menjadi lima bab yang memiliki keterkaitan antara satu sama lain. Isi dari
masing-masing bab memiliki gambaran sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
23 John Fiske, Television Culture, 5-6.
18
Pada bab ini memuat tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka,
metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II FEMINISME DALAM FILM
Pada bab ini membahas tentang film, feminisme dan semiotika John
Fiske.
BAB III DESKRIPSI FILM PENDEK “TILIK”
Pada bab ini membahas tentang profil gambaran tentang film pendek
“Tilik” dan indikator feminisme pada film pendek “Tilik”.
BAB IV ANALISIS SEMIOTIKA ATAS FEMINISME DALAM FILM
PENDEK “TILIK”
Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil analisis mengenai level
realitas feminisme, level representasi feminisme dan level ideologi
feminisme pada film Tilik dengan menggunakan pendekatan
semiotika John Fiske.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini meliputi kesimpulan dan saran dari penelitian yang
dilakukan oleh peneliti.
19
BAB II
FEMINISME DALAM FILM
A. Unsur Pembentuk Film
Film merupakan media komunikasi massa yang muncul setelah surat
kabar. Film lebih berfungsi sebagai media hiburan daripada media pembujuk.
Namun, film sebenarnya punya kekuatan persuasi yang besar. Film adalah
sarana hiburan yang mempunyai daya tarik cukup tinggi dalam berbagai
kalangan masyarakat, dari ekonomi menengah sampai ekonomi atas, dari anak-
anak hingga dewasa.1 Film bukan sekedar menampilkan hiburan, tetapi juga
tanggung jawab moral, membuka wawasan masyarakat, menyebar luaskan.
Hal tersebut menimbulkan semangat, inovasi dan kreasi, unsur politik,
kapitalisme, hak asasi maupun gaya hidup.2
Berdasarkan sifatnya film dibagi atas :
1. Film cerita yaitu film yang mengandung suatu cerita, biasanya
dipertunjukan di gedung – gedung bioskop yang dimainkan oleh para
bintang sinetron.
2. Film berita merupakan film mengenai fakta, peristiwa yang benar – benar
terjadi, dan saat disajikan pada publik harus mengandung nilai berita.3
1 Victor. C. Mambor, Satu Abad Gambar Idoep di Indonesia (Jakarta: Sinematek Indonesia,
2000), 118. 2 Marselli Sumarno, Suatu Sketsa Perfilman Indonesia (Jakarta: Lembaga Studi Film
bekerjasama dengan Pimpinan Pusat Pemuda Panca Marga, 1995), 13. 3 Marselli Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film (Jakarta: PT Grasindo, 1996), 73.
20
3. Film dokumenter merupakan kenyataan – kenyatan yang
menginterprestasikan kenyataan. Titik fokus dari film ini adalah fakta atau
peristiwa yang terjadi. Perbedaannya dengan film berita adalah film berita
harus mengenai sesuatu yang mempunyai nilai berita sedangkan film
dokumenter tidak.
4. Film kartun merupakan film yang berisi animasi. Timbulnya gagasan
pembuatan film kartun adalah dari seniman pelukis serta ditemukannya
cinematografi. Hal tersebut membuat timbul gagasan untuk
menghidupkan gambar – gambar yang mereka lukis dan lukisan itu
menimbulkan hal – hal yang bersifat lucu.4
5. Film Fiksi merupakan film yang plot dan alur ceritanya menggunakan
cerita rekaan di luar kejadian nyata. Film fiksi erat hubungannya dengan
hukum kausalitas (sebab-akibat). Ceritanya memiliki karakter protagonis
dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan, serta pola pengembangan
cerita yang jelas.
6. Film eksperimental merupakan film yang tidak mempunyai plot cerita
tetapi tetap memiliki struktur. Struktur dari film ini sangat dipengaruhi
insting subjektif pembuat seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman
batin mereka. Film ini abstrak tidak mudah untuk dipahami.5
Dalam membuat sebuah film harus melibatkan beberapa departemen,
beberapa departemen untuk membuat film terdapat unsur film yaitu:
4 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, ( Jakarta: Erlangga, 1997),
110. 5 Oni Sutanto, “Representasi Feminisme dalam Film Spy,” Jurnal E-Komunikasi: Program
Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra Surabaya, 1 (2017), 1-10.
21
1. Produser (producer) yaitu departemen produksi yang bergerak pada awal
dalam sebuah produksi film. Produser adalah pihak yang bertanggung
jawab terhadap berbagai hal dalam proses pembuatan film. Produser
menyiapkan dana, ide, gagasan, naskah yang akan di film kan serta hal lain
yang diperlukan dalam proses produksi.
2. Sutradara (director) yaitu yang memimpin pengambilan gambar,
menentukan apa saja yang akan dilihat oleh penenton, serta mengatur laku
di depan kamera mengarahkan akting dan dialog menentukan posisi dan
gerak actor.
3. Skenario (scenario) adalah naskah cerita yang akan diguanakan sebagai
landasan untuk menggarap sebuah produksi film. Skenario berisi dialog
dan istilah teknis sebagai perintah kepada crew atau tim produksi.
Sekenario juga berisi informasi tentang suara dan gambar ruang, waktu,
peran, dan aksi.6
4. Penata fotografi (director of photography) atau juru kamera adalah orang
yang bertugas mengambil gambar dan berkoordinasi dengan sutradara
untuk menentukan jenis-jenis shoot, jenis lensa, diafragma kamera,
mengatur lampu untuk efek cahaya, melakukan pembingkaian serta
menentukan susunan dari obyek yang akan direkam.7
6 Prasetyo, Andi. Buku Putih Produksi Film Pendek: Bikin Film itu Gampang (Tegal:
Bengkel Sinema, 2012), 67. 7 Said Salim, Profil Dunia Film Indonesia (Jakarta: Grafiti Pers, 1982), 95.
22
5. Penata artistik bertugas menyusun segala sesuatu yang melatar belakangi
cerita dalam sebuah film, seperti setting tempat dan waktu berlangsungnya
cerita film.
6. Penata suara yang bertugas merekam suara di lapangan maupun didalam
studio serta memadukan unsur-unsur suara.8
7. Penata musik bertugas untuk menata paduan bunyi (yang bukan efek suara)
yang manambah nilai dramatik seluruh cerita film.
8. Pemeran atau cast adalah orang yang bertugas untuk memerankan tokoh
yang ada dalam naskah film.
9. Penyunting atau cameramen adalah orang yang bertugas menyusun hasil
shooting membentuk rangkaian cerita sesuai konsep yang diberikan
sutradara.
10. Editor bertugas menyusun hasil shooting sehingga membentuk rangakian
cerita.9
Selain departemen-departemen di atas, ada pula unsur teknis yang
mempengarui pembuatan film, antara lain:
1. Audio terdiri dari dialog, musik dan sound effect.
2. Visual terdiri dari angle, lighting, teknik pengambilan gambar dan setting.
B. Sejarah dan Aliran Feminisme
8 Onong Uchjana Effendy, Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), 68. 9 Ibid., 69.
23
Feminisme merupakan sebuah gerakan perempuan yang menuntut
emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme berasal
dari bahasa Latin, femina atau sifat keperempuanan. Istilah ini mulai digunakan
pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan
serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan.10 Sekarang
kepustakaan internasional mendefinisikan feminisme sebagai pembedaan
terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan
laki laki.11 Feminisme memiliki tiga konsep penting, yaitu:
1. Feminisme merupakan sebuah keyakinan bahwa tidak ada perbedaan seks,
atau dengan kata lain menentang adanya posisi hierarkis yang menyebabkan
posisi superior dan inferior diantara jenis kelamin.
2. Feminisme merupakan sebuah pengakuan bahwa dalam masyarakat telah
terjadi konstruksi sosial budaya yang merugikan perempuan.
3. Feminisme menggugat perbedaan yang mencampuradukan seks dan gender
sehingga perempuan dijadikan kelompok tersendiri dalam masyarakat.12
Beberapa aliran feminisme yang ada saat ini diantaranya:
1. Feminisme liberal, merupakan pembuka feminisme gelombang pertama.
Feminisme ini memperjuangkan hak perempuan dalam ranah politik,
ekonomi dan institusi sosial. Tujuan dari feminisme liberal ini adalah
transformasi sosial melalui perubahan undang-undang dan hukum sehingga
10 Romany Sihite, Perempuan, Kesetaraan, Keadilan Suatu Tinjauan Berwawasan Gender.
(Jakarta: Raja Grafinda Persada, 2007) 37. 11 W.J.S. Poerardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN balai pustaka,1976)
281. 12 Sigit Surahman, “Representasi Feminisme dalam Film Indonesia: Analisis Semiotika
Terkait Feminisme pada Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita,” Jurnal Liksi, 2 (2015), 119-145.
24
perempuan dapat mencapai kesetaraan dengan laki-laki serta memiliki hak
asasi manusia untuk hidup, mendapatkan kebebasan dan mencari
kebahagiaan.
2. Teologi feminis merupakan aliran feminisme yang menggunakan
pendekatan marxis namun telah dimodifikasi melalui pendekatan agama.
Teologi feminis memakai agama untuk membebaskan perempuan dari
belenggu keluarga dan laki-laki. Ide ini awal mulanya dari pendekatan laki-
laki dalam memakai agama untuk meligitimasi kekuasaannya. Oleh karena
itu, kaum perempuan juga mengadopsi pendekatan agama untuk
meligitimasi pembebasan golongan tertindas, termasuk kaum perempuan.13
3. Feminisme radikal yang mengupas ketimpangan perlakuan terhadap
perempuan. Feminis Radikal menganggap sistem patriarki ditandai oleh
kekuasaan, dominasi, hirarki, dan kompetisi. Sistem patriarki ini tidak dapat
dibentuk ulang, tetapi harus dicabut dari akar dan cabang-cabangnya. Aliran
feminis ini berfokus kepada jenis kelamin, gender, dan reproduksi sebagai
tempat untuk mengembangkan pemikiran feminis.14
4. Feminisme marxis-sosialis yang bertujuan memerdekakan pengotakan
kelas, seks, patriarki dan kapitalisme. Tujuan lain dari feminisme ini adalah
mencapai masyarakat sosialis yang dilakukan mulai dari tingkat keluarga.
Feminis marxis dan sosialis menyatakan bahwa mustahil untuk mencapai
13 Celia Deane-Drummond, “Teknologi dan Ekologi,” dalam Perbedaan Seks dan Gender:
Alira-Aliran Feminisme, ed. Riyadi (Makalah Kuliah Komunikasi Gender dalam Pembangunan,
Sekolah Pascasarjana Prodi Komunikasi Pembangunan, IPB, 2014),4. 14 Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Aliran Utama Pemikiran Feminis, terj. Kurniasih, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), 68.
25
kebebasan sejati dalam masyarakat yang menganut sistem berdasarkan
kelas, masyarakat yang kekayaannya dihasilkan oleh yang tidak
berkekuasaan berakhir di tangan yang berkekuasaan.15
5. Feminisme psikoanalisis gender menggugat inferioritas, ketidakberdayaan
sosial dan cara berfikir perempuan di konstruksi oleh sosial atas feminitas.
Ketidaksetaraan gender berakar dari rangkaian pengalaman dari masa
kanak-kanak yang mengakibatkan cara pandang maskuline dan feminis
serta cara masyarakat memandang bahwa maskulinitas adalah lebih baik
daripada feminitas.16
6. Feminisme eksistensial, aliran ini masuk feminisme gelombang kedua.
Feminisme ini mengajak perempuan berfikir, berpendidikan, mandiri dan
tidak bergantung dalam mengambil pilihan-pilihan hidup. Bergerak pada
tataran individu mengenai pentingnya sosialisasi androgini persamaan
pengasuhan dan perlakuan antara laki-laki dan perempuan.17
7. Feminisme pasca modern yang mengajak perempuan untuk menulis dan
menggali. Aliran ini menjadi penanda lahirnya feminisme gelombang
ketiga.18
8. Feminisme multikultural dan global yang bersinggungan dengan umur,
status sosial, ekonomi, pendidikan, ras, agama, budaya, kewarganegaraan
dan lokasi. Feminisme ini menentang pandangan bahwa gagasan tentang
15 Sugihastuti, Gender dan Inferioritas Perempuan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
98. 16 Rosemarie, Feminist Thought: Pengantar, 190. 17 Ibid., 262. 18 Ibid., 283.
26
“perempuan” ada sebagai bentuk platonik, yang seolah-olah setiap
perempuan dapat sesuai dengan kategori itu. Feminisme ini juga
menafikkan “chauvinisme perempuan” yaitu kecenderungan dari segelintir
perempuan, yang diuntungkan karena ras atau kelas mereka, misalnya,
untuk berbicara atas nama perempuan lain.19
9. Ekofeminisme yang membahas mengenai hubungan diri dan spiritual
perempuan dan alam. Ekofeminisme berkeyakinan bahwa manusia saling
berhubungan satu sama lain. Selain itu, manusia juga berhubungan dengan
dunia bukan manusia, tumbuhan dan hewan.20
C. Analisis Semiotika pada Media
Semiotika yaitu ilmu tentang tanda atau teori tanda. Istilah semiotika
berasal dari bahasa Yunani seemion yang berarti tanda. Kata dasar semiotika
diambil dari kata Seme yang berarti penafsir tanda. Secara etimologi, semiotika
dihubungkan dengan kata sign, signal.21 Semiotika mempelajari tanda-tanda
yang kemungkinan mempunyai arti atau makna. Semiotika adalah metode
untuk mengkaji tanda. Tanda merupakan basis untuk seluruh komunikasi.
Tanda digunakan sebagai perangkat untuk mencari jalan di dunia ini. Memaknai
tanda tidak bisa dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan tanda. Tanda
19 Ibid., 309. 20 Ibid., 403. 21 Abdul Halik, Tradisi Semiotika Dalam Teori dan Penelitian Komunikasi (Makassar:
Alauddin Press, 2012), 18.
27
menandakan sesuatu di luar dirinya dan makna merupakan hubungan tanda
dengan sesuatu yang ada dalam pikiran manusia.22
Sebagai ilmu tanda, semiotika membagi aspek tanda menjadi petanda
(signifier) dan petanda (signified) dengan pemahaman penanda sebagai bentuk
formal yang menandai petanda, dipahami sebagai sesuatu yang ditandai oleh
penanda.23 Tanda dalam semiotika terbagi menjadi syntactic code, yaitu tanda
memiliki arti jika dikaitkan dengan yang lain dan pragmatic codes, yaitu
sesuatu memiliki arti tergantung kesepakatan sehari-hari. Dalam komunikasi,
makna merupakan hasil relasi dari simbol, objek dan personal. Semiotika
memandang komunikasi sebagai pembangkit makna yang ada dalam pesan.
Pemaknaan pesan merupakan proses aktif karena tidak ada konsep yang statis
dan mutlak pada kemasan pesan.24
D. Analisis Semiotika John Fiske
Semiotika menurut John Fiske adalah ilmu tanda tentang bagaimana
tanda dan makna dibangun dalam teks media, atau studi tentang bagaimana
tanda dari suatu karya dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna.25
Analisis semiotika John Fiske merupakan proses representasi realitas berbagai
objek yang disajikan oleh media melalui proses enkode. Realitas itu
digambarkan dalam media sesuai dengan bahasa teknis yang digunakan. Kode-
22 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 15. 23 Ambarini AS dan Nazia Maharani Umaya, Semiotika Teori dan Aplikasi pada Karya
Sastra (Semarang: IKIP PGRI Semarang Press, 2012), 28. 24 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), 17. 25 Ibid., 43.
28
kode yang terorganisir tersebut kemudian mengarah pada ideologi. Menurut
Fiske, kode-kode yang muncul atau yang digunakan dalam acara televisi saling
berhubungan sehingga terbentuk sebuah makna. Sebuah realitas tidak muncul
begitu saja melalui kode-kode yang timbul, tetapi juga diolah melalui
penginderaan sesuai referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa televisi,
sehingga sebuah kode akan diterjemahkan secara berbeda oleh orang yang
berbeda juga.26
Menurut John Fiske terdapat tiga bidang studi utama dalam semiotika,
yaitu:
1. Tanda itu sendiri yaitu sesuatu yang bersifat fisik. Cara menyampaikan tanda
untuk menjadi makna dilakukan berbeda-beda sesuai dengan manusia yang
menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan dipahami oleh
manusia yang menggunakannya.
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi mengenai kode
mencakup cara kode-kode dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
manusia atau budaya atau kebutuhan eksploitasi saluran komunikasi yang
ada untuk mentramisikannya.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Makna dari kode ini tergantung
bagaimana tempat kode tersebut bekerja.27
Peristiwa menjadi peristiwa media jika telah dikodekan oleh kode-kode
sosial yang dikonstruksi dalam tiga level berikut:
26 Vera, Semiotika dalam Riset, 35. 27 Fiske, Cultural and Communication, 60.
29
1. Level Realitas (Reality). Peristiwa yang ditandakan (encoded) sebagai realita.
Kode sosial yang termasuk didalamnya adalah penampilan (appearance),
kostum (dress), riasan (make up), lingkungan (environment), kelakuan
(behavior), dialog (speech), gerakan (gesture), ekspresi (expression). Dalam
bahasa tulis misalnya, dokumen, transkrip, wawancara, dan sebagainya.28
a. Appereance (Penampilan) yaitu keseluruhan tampilan fisik seseorang
meliputi beberapa aspek gaya personal. Dari penampilan tersebut timbul
makna yang disampaikan.
b. Dress (Kostum), kostum memiliki keanekaragaman karakteristik berserta
dengan aksesoris yang dipakainya. Busana yang dipakai dalam film
memiliki sebuah makna yang ingin di sampaikan. Beberapa fungsi busana
dalam film yaitu sebagai petunjuk kelas sosial, pribadi pelaku dan citra
dari pelaku serta doktrinasi untuk para penonton.
c. Make up (Tata Rias) berfungsi untuk menyesuaikan karakteristik aktor
dengan wajah asli yang dia perankan.
d. Environment (Lingkungan) disesuaikan dengan tujuan atau pesan yang
ingin disampaikan.
e. Behaviour (Perilaku) adalah aksi atau reaksi sebuah objek yang
berhubungan dengan lingkungan.
f. Speech (Cara Berbicara) Cara berbicara memiliki sebuah intonasi sesuai
tujuan film itu dibuat.
28 Sobur, Analisis Teks Media, 26.
30
g. Gesture (Gerakan) adalah bahasa nonverbal yang dilakukan orang para
actor. Gerakan mencerminkan sebuah peran dengan emosinya.
h. Expression (Ekspresi) adalah bentuk komunikasi non verbal serta bentuk
penyampaian emosi raut wajah kepada penonton. 29
2. Level Representasi (Representation), Realitas yang terenkode dalam encode
electronically harus ditampilkan pada kode teknis. Dalam bahasa tulis kode
teknis itu melingkupi kata, kalimat, proposisi, foto, grafik, dan sebagainya.
Sedangkan dalam bahasa gambar, kode teknis itu terdiri atas kamera,
pencahayaan (lighting), penyuntingan (editing), musik, suara. Elemen-
elemen ini kemudian ditransmisikan kedalam representasional yang dapat
mengantualisasikan antara lain terdiri dari narasi, konflik, karakter, aksi,
percakapan, layar, dan pemilihan pemain.30
a. Camera (Kamera) berperan sebagai alat perekam. Terdapat beberapa
teknik perekaman gambar diantaranya full shot (seluruh tubuh), long shot,
close up (hanya bagian wajah), pan up/ frog eye (kamera diarahkan
kebawah) dan zoom in/out focallength (dipusatkan di obyek utama)
straight angle (sudut pengambilan gambar normal), low angle (sudut
pengambilan gambar dari tempat yang letakmya lebih rendah dari obyek),
high angle (sudut pengambilan gambar dari tempat yang lebih tinggi dari
obyek), close shot (jarak pengambilan dekat), close up (shot mengenai
wajah atau tangan), off shot (hanya suara yang terdengar, namun gambar
29 Effendy, Komunikasi Teori dan Praktek, 68. 30 Sobur, Analisis Teks Media, 26.
31
tidak tampak), long shot (pengambilan obyek dari jarak jauh), medium
shot (shot yang lebih dekat daripada long shot, tapi tidak sedekat close
up), medium close up (tampak dari batas siku sampai beberapa inci di atas
kepala actor), slow motion (suatu gerakan sebuah shot lebih lamban dari
pada gerakan sebenarnya), dan superimpose (gambar tumpang tindih).31
b. Lighting (Pencahayaan) yang membantu dalam pengambilan gambar
dalam sebuah film. Beberapa macam pencahayaan yang dipakai dalam
produksi yaitu natural light (matahari) dan artifical light. Adapun
pencahayaannya adalah front lighting/ cahaya depan, side lighting/ cahaya
samping, back lighting/ cahaya belakang dan mix lighting/ cahaya
campuran.
c. Editing (Penyuntingan) yaitu tahap penyambungan gambar-gambar yang
telah di ambil. Setiap shot gambar di hubungkan sehingga membentuk
kesatuan yang utuh serta memliki sebuah alur cerita yang terstruktur
sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan
d. Sound (Suara) dapat meliputi dialog, musik dan efek suara.
1) Dialog digunakan untuk menjelaskan tokoh atau peran, menggerakkan
plot maju dan membuka fakta.
2) Musik untuk mempertegas adegan agar lebih kuat maknanya.
3) Sound effect atau efek suara adalah bunyi- bunyian yang digunakan
untuk melatarbelakangi adegan.32
31 Sam Abede Pareno, Kuliah Komunikasi (Surabaya: Penerbit Papyrus, 2002), 21. 32 Ibid., 67.
32
e. Narative (Naratif) adalah rangkaian sebuah peristiwa pada film yang
memliki suatu hubungan.
f. Conflict (Konflik) adalah proses sosial yang terjadi baik individu atau
kelompok dimana salah satu dari pihak tersebut ingin menyingkirkan
pihak lain untuk mendapakan sesuatu hal. Konflik yang terjadi sesuai
dengan realitas apa yang terjadi dalam keadaan sebenarnya.33
g. Character (Karakter) berkaitan dengan proses penokohan. Ada lima jenis
karakter yang biasanya disajikan, diantaranya Karakter Protagonis
Karakter protagonist, Karakter Sidekick (pasangan karakter protagonist),
Karakter Antagonis, Karakter Kontagonis (rekan karakter antagonis) dan
Karakter Skepstis (melihat rendah tokoh protagonis).
h. Action (Aksi) adalah sesuatu yang dilakukan oleh manusia baik berupa
fisik maupun pikiran dan terjadi karena adanya kemauan dan gairah untuk
melakukan sesuatu atau berlandaskan sesuatu.
i. Dialogue (Dialog) adalah komunikasi verbal yang digunakan semua
karakter di dalam dan di luar cerita film .
j. Setting (Tempat) adalah tempat dan waktu berlangsungnya sebuah cerita.
k. Casting (Pemeran) adalah orang yang memainkan peran tertentu dalam
sebuah film.34
33 Abede, Kuliah Komunikasi, 21. 34 Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi, 76.
33
3. Level Ideologi (Ideology) Semua elemen diorganisasikan dan dikategorikan
dalam kode-kode ideologis seperti individualisme, patriarki, ras, kelas,
materialisme, kapitalisme, liberalisme, sosialisme, feminisme dan lain-lain.35
Proses representasi John Fiske:
1. Pertama realitas (seperti dokumen wawancara transkip dan sebagainya.
Dalam televisi seperti perilaku, make up, pakaian, ucapan, gerak – gerik dan
sebagainya).
2. Kedua representasi, dimana elemen tadi ditandakan secara teknis. Seperti
kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik dan sebagainya. Dalam televisi
seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain – lain. Elemen – elemen tersebut
ditransmisikan ke dalam kode representasional yang memasukkan
bagaimana objek digambarkan (karakter, narasi, setting, dialog, dan lain –
lain.)
3. Ketiga Ideologi, dimana semua elemen diorganisasikan dalam koherensi dan
kode – kode ideologi, seperti individualisme, sosialisme, patriarki,
feminisme, ras, kelas, materialisme, dan sebagainya.36
35 Sobur, Analisis Teks Media, 26. 36 Fiske, Televison Culture, 5 - 6.
34
BAB III
DESKRIPSI FILM PENDEK “TILIK”
A. Profil Film pendek “Tilik”
Film pendek berjudul Tilik ini merupakan film yang di rilis tahun 2018
dan tayang di youtube channel Ravacana Films
(https://youtu.be/GAyvgz8_zV8) pada 17 Agustus 2020 kemarin. Film ini
merupakan hasil kerjasama Ravacana Films dengan Dinas Kebudayaan DIY.
Ravacana Films yang menjadi rumah produksi film pendek “Tilik” ini
merupakan sebuah rumah produksi film yang berada di Jalan Kersan 65
Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Rumah produksi ini terbentuk sejak
tahun 2015 yang lahir atas asas kolektif oleh beberapa orang yang memiliki visi
yang sama untuk menggali potensi di bidang perfilman. Hingga kini Ravacana
Films telah memproduksi lebih dari sepuluh karya audio visual yang meliputi
film pendek, serial film dan iklan. Karya dari Ravacana Films dapat di akses
secara legal di pemutaran alternatif, festival dan kanal youtube Ravacana
Films.1
Film pendek “Tilik” mendapat beberapa penghargaan diantaranya
winner Piala Maya 2018 – film pendek terpilih, Official Selection Jogja-Netpac
Asian Film Festival 2018 dan Official Selection World Cinema Amsterdam
2019. Skenario film ini berangkat dari permasalahan yang sama antara
sutradara, produser dan penulis mempunyai ibu seorang janda. Perempuan yang
1 Anonim, “Ravacana Films”, https://ravacanafilms.com, (di akses pada 26 Februari 2021).
35
punya status single sering digunjing dan dibicarakan banyak orang. Padahal
orang-orang tersebut tidak tahu bagaimana latar belakangnnya, namun hanya
menghakimi. Perempuan yang berstatus single juga punya hak atas pilihan
hidupnya sendiri. Film ini ingin memberi pesan bahwa orang dilarang
menghakimi orang lain dalam waktu yang singkat dan sebelah mata, bijak dan
dewasa dalam menyikapi kabar burung dan peduli dengan hak perempuan
sampai ke status single perempuan itu. Oleh karena itu pesan disampaikan
melalui scene selama perjalanan membicarakan tentang Dian yang punya status
single.2
Film yang berdurasi 32 menit ini memiliki beberapa tim pendukung.
Tim pendukung dalam film pendek “Tilik” diantaranya:
Tabel 3.1 Tim pendukung film pendek “Tilik”3
No Nama Sebagai
1. Budi Wibowo, SH, MM. Eksekutif produser
2. Bagus Sumartono Penulis scenario
3. Elena Rosmeisara Produser
4. Addi Kurniawan Manajer unit
5. Brilian Merbawani Asisten produksi
6. Ikhwan Abu Zakaria Asisten produksi
7. Mahardika Subangun Location unit
8. Satria Wijayanto Location unit
9. Aliya Kinasih Location unit
10. Ahmed Nurcahyo Runner
11. Karmujiyanto Runner
12. Wahyu Agung Prasetyo Director
13. Risky Kurnia S Asisten direktur 1
14. Riyadi Prabowo Asisten direktur 2
15. Dhisga Amandatya Script continuity
2 Cecylia Rura, “Wawancara Eksklusif Sutradara Film pendek “Tilik” yang Heboh di
Media Sosial,” m.medcom.id/hiburan/montase/wb70o4pk-wawancara-eksklusif-sutradara-film-
Tilik-yang-heboh-di-media-sosial, (diakses 15 Oktober 2020). 3 Ravacana Films, Film Pendek – Tilik (2018)”, https://youtu.be/Gayvgz8_Zv8 (di akses
pada 4 Oktober 2020).
36
16. Witarti Script continuity
17. Tiara Kristiningtyas Koordinator pemeran
18. Aditya Putra N Assisten koordinator pemeran
19. Satria Kurnianto D.O.P
No Nama Sebagai
20. Dimaz Amanta Asisten cameramen
21. Tito Ramadhan Camera boy
22. Doddyk Triesna Camera technicial
23. Esza Prayojana Parapaga Digital imaging technician
24. Moh. Ivan Haris Kurniawan Clap person
25. Andik Budi Prasetyo Gaffer
26. Afandi Aziz Penata cahaya
27. Edi Hidayat Penata cahaya
28. Fahman Putra Penata cahaya
29. Danang Penata cahaya
30. Rifat Satya Art director
31. Ariesta Maulina Art department
32. Rizal Risky Art departement
33. Fahmi Sutan Art departement
34. Felicia Desi Make up & wardrobe
35. Annisa Dewi Asisten Make up & wardrobe
36. Wiji Astute Asisten Make up & wardrobe
37. Pandu Maulana Sound recordist
38. Prima Setiawan Boom operator
39. Aditya Trisnawan Sound designer
40. Redy Afrians Music designer
41. Bayu Putro Pamungkas Volley artist
42. Philipus Agung Prasetyo Volley artist
43. Egha Harismina Colorist
44. Indra Sukmana Editor
45. Helmi Nur Rasyid Editor
46. Ayesha Alma Almera BTS team
47. Pramuditya Ranutanta BTS team
48. Aryo Yudantoko BTS team
49. Bustanul Choir Poster artwork
50. Vanis Subtitle
51. Ludy Oji Prastama Subtitle
52. Tadtad Transportasi
53. Liandri Transportasi
54. Gufron Transportasi
55. Abu Transportasi
56. Hartono Transportasi
57. Toni Transportasi
58. Trevi Transportasi
37
Tabel 3.2 Pemeran dan pemeran latar belakang film pendek “Tilik”4
No Nama Sebagai
1. Siti Fauziah Bu Tejo
2. Brilliana Desy Yu Ning
3. Angelina Rizky Bu Tri
4. Dyah Mulani Yu Sam
5. Luly Syahkisrani Dian
6. Hardiansyah Yoga Pratama Fikri
7. Gotrek Gotrek
8. Tri Sudarsono Minto (Ayah Fikri)
9. Ratna Indriastuti Yati
10. Stephanus Wahyu Gumilar Pak Polisi
11. Tutik Yu Nah
12. Krismiyati
13. Sukamti
14. Lastriyatun
15. Ambar
16. Mardiyah
17. Suniyati
18. Tuminah
19. Lestari
20. Tri
21. Tumijem
22. Wajiyem
23. Rondiyah
24. Martini
25. Titik
26. Nganti
27. Suryanti
28. Asti
29. Saerah
30. Wiwid
31. Darmi
32. Suharji
33. Poniran
34. Sukriyanto
4 Talitha Desy, “Film pendek “Tilik” Viral, ini Sinopsis Cerita dan Daftar Pemain Lengkap,
Ternyata tak Menghafal Naskah”, newsmaker.tribunnews.com/amp/2020/08/20/ film-tilik-viral-ini-
sinopsis-cerita-dan-daftar-pemain-lengkap-ternyata-tak-menghafal-naskah?page=4. (di Akses pada
2 Maret 2021).
38
B. Sinopsis Film pendek “Tilik”
Film pendek “Tilik” (yang memiliki makna menjenguk dalam Bahasa
Jawa) menceritakan perjalanan sekelompok ibu-ibu dari sebuah desa di
Yogyakarta yang menuju ke salah satu rumah sakit yang ada di kota, untuk
menjenguk Ibu Kepala Desa mereka yang sedang dirawat. Rombongan
tersebut pergi ke rumah sakit dengan menggunakan truk milik salah satu
warga. Dari dalam truk tersebut terjadilah obrolan dan gosip yang menjadi
bumbu utama dalam film ini. Salah satu tokoh yang paling banyak dibicarakan
selama perjalanan yaitu sosok Dian, seorang kembang desa di lingkungannya.
Dian menjadi bahan perbincangan karena parasnya yang cantik yang membuat
para lelaki atau suami di desa gemar memandanginya.
Berdasarkan informasi yang di dapat dari internet dan sejumlah kabar
burung, Bu Tejo menyebut dian sebagai wanita yang tidak benar. Kemudian bu
tejo memprovokasi ibu-ibu lainnya untuk mendukung ceritanya. Namun tidak
semua ibu-ibu yang ada di dalam truk tersebut percaya dengan perkataan Bu
Tejo. Yu Ning yang merasa kurang setuju dan tidak nyaman dengan pertanyaan
Bu Tejo beberapa kali mencoba mengingatkan Bu Tejo untuk menjaga
ucapannya. Mereka berdua bahkan sempat bertengkar karena mempertahankan
pendapat masing-masing. Sosok Bu Tejo selain gemar membicarakan aib
tetangga ternyata juga digambarkan sebagai orang yang suka pamer harta, hal
tersebut cukup mengusik Yu Ning. Hal tersebut terlihat dari banyaknya
perhiasan yang di gunakan meskipun hanya menjenguk orang sakit. Bu Tejo
39
juga ringan tangan mengeluarkan uang, sekaligus dengan mempromosikan
suaminya sebagai bakal calon lurah baru.
Sesampainya di rumah sakit, rombangan ibu-ibu ternyata gagal
menjenguk Bu Lurah karena ia masih berada di ICU. Mereka hanya bisa
bertemu Fikri, anak dari Bu Lurah dan Dian yang menjadi bahan perbincangan.
Ending dari film ini memperlihatkan dialog antara Dian dengan seorang paruh
baya yang dia sebut “mas”.5
C. Penggambaran Feminisme dalam Film pendek “Tilik”
1. Kepemimpinan Perempuan dan disukai oleh Masyarakat
Gambar
Level realitas Penampilan/ gaya
berpakaian
Yu Ning berkerudung
Bahasa tubuh/
perilaku
Yu Ning dengan ekspresi wajah
menyesal dan merasa bersalah
Riasan Yu Ning tanpa make up
Level
representasi
Shot/ pengambilan
gambar
Close up dengan straight angle
Dialog/ suara Yu Ning: “opo yo salah yen aku
gemati karo Bu Lurah? Opo yo
kleru, yen aku selak pengen
ngerti keadaan e Bu Lurah?”
Bu Tejo: “Uwis Yu Ning, ora
ono sing salah, ora ono sing
kleru, awakdhewe ke ngerti nek
niatmu kui sakjane apik. Yo.”
5 Ahmad Effendi, “Film pendek “Tilik”: Sinopsis, Fakta, dan Link yang Bisa ditonton di
Youtube,” https://tirto.id/film-Tilik-sinopsis-fakta-dan-link-yang-bisa-ditonton-di-youtube,
(diakses 13 Oktober 2020).
40
2. Perempuan yang Mandiri dalam Mengambil Keputusan
Gambar
Level realitas Penampilan/ gaya
berpakaian
Dian berpakaian modis
Bahasa tubuh/
perilaku
Ekspresi wajah ketakutan dan
merasa ragu
Riasan Make up sedang
Level
representasi
Shot/ pengambilan
gambar
Close up dengan straight angle
Dialog/ suara Dian: “mas, kok ketoke aku wes ra
betah yo delikan ngene iki. Kapan
yo mas, Fikri iso nompo yen
bapake arep rabi meneh?”
Mas: “tenangno pikirmu, koe kudu
sabar, percoyo wae karo aku.”
3. Partisipasi Politik Perempuan
Gambar
Level realitas Penampilan/ gaya
berpakaian
Bu Tejo berjilbab dengan
menggunakan perhiasan seperti
gelang
Bahasa tubuh/
perilaku
Bu Tejo memberikan uang kepada
Gotrek
Riasan Bu Tejo dengan make up tipis
Level
representasi
Shot/ pengambilan
gambar
Long shot dengan straight angle
Dialog/ suara Bu Tejo: “oh yo trek, nyo, iki mau
aku di titipi karo bapakane bocah-
bocah, kok nggo tambah-tambah.”
41
Gotrek: “opo iki bu, lha mau wis
dinei ning ibu-ibu ngono kok.”
Bu Tejo: “yo nggo tambah-
tambah, rapopo, koe ra gelem opo
piye?”
4. Dukungan terhadap Sesama Perempuan
Gambar
Level realitas Penampilan/ gaya
berpakaian
Ibu-ibu menggunakan jilbab
Bahasa tubuh/
perilaku
Yu Nah melambaikan tangan
sambil membungkung dan mual-
mual, Ibu-ibu khawatir dengan Yu
Nah yang mabuk dan semua
perhatian mengarah kepadanya
Riasan Sebagian menggunakan make up
tipis, sebagian tidak menggunakan
make up
Level
representasi
Shot/ pengambilan
gambar
Long shot dengan high angle
Dialog/ suara Yu Ning: “koe nate kapusan to yu?
Loh, lha ngopo? Eh-eh, sopo sing
nggowo kresek, nggowo kresek?”
Ibu-ibu: “ya allah yu, sek sek, ya
allah piye iki.”
Gambar
Level realitas Penampilan/ gaya
berpakaian
Bu Tejo dan Yu Ning
menggunakan jilbab
Bahasa tubuh/
perilaku
Bu Tejo dengan ekspresi wajah
mengejek dan Yu Ning dengan
ekspresi wajah kesal
42
Riasan Bu Tejo dengan make up tipis dan
Yu Ning tanpa make up
Level
representasi
Shot/ pengambilan
gambar
Medium close up dengan straight
angle
Dialog/ suara Yu Ning: “Bu Tejo ki lho,
ngomongne Dian yo ra ono bosen-
bosen e to yo”
Bu Tejo: “Lagian Dian ki yo aneh-
aneh ae, wong yo wes sak
umurane kok urung rabi. Wong
konco-koncone wes podo rabi
coba.”
Yu Ning: “Lha nek saiki dheweke
pengen fokus karo karire kepriye?
Wong adhewe sebenere ya ngerti
keadaan e koyo piye.”
Gambar
Level realitas Penampilan/ gaya
berpakaian
Dian berpakaian modis, Fikri
berpakaian rapi, Bu Tejo dan Yu
Ning menggunakan jilbab
Bahasa tubuh/
perilaku
Yu Ning memberikan amplop ke
fikri, ekspresi wajah Dian dan
Fikri kaget
Riasan Dian make up sedang, Bu Tejo
make up tipis dan Yu Ning tanpa
make up
Level
representasi
Shot/ pengambilan
gambar
Medium shot dengan straight
angle
Dialog/ suara Fikri: “nopo niki bu?”
Yu Ning: “soko ibu-ibu.”
Fikri: “duh, malah ngrepotne.”
Yu Ning: “ora-ora, wes pokok
ditompo wae yo. Pokokno ibuk
ndang mari. Enek opo-opo kabar-
kabar yo.”
5. Kekuatan Perempuan
43
Gambar
Level realitas Penampilan/ gaya
berpakaian
Ibu-ibu menggunakan jilbab
Bahasa tubuh/
perilaku
Ibu-ibu berdiri santai di truk
sambil menikmati perjalanan, bu
tejo dan membicarakan dian
Riasan Sebagian menggunakan make up
tipis, sebagian tidak
menggunakan make up
Level
representasi
Shot/ pengambilan
gambar
Long shot dengan high angle
Dialog/ suara
Gambar
Level realitas Penampilan/ gaya
berpakaian
Ibu-ibu menggunakan jilbab
Bahasa tubuh/
perilaku
Ibu-ibu mendorong truk dengan
semangat sedangkan Bu Tejo
dan Bu Sri hanya berdiri di
belakang sambil mengamati
Riasan Sebagian menggunakan make up
tipis, sebagian tidak
menggunakan make up
Level
representasi
Shot/ pengambilan
gambar
Long shot dengan straight angle
Dialog/ suara Ibu-ibu: “1…2…3… ayo.
Alhamdulillah.”
44
BAB IV
ANALISIS SEMIOTIKA ATAS FEMINISME DALAM FILM PENDEK
“TILIK”
Penggambaran feminisme dalam penelitian ini yaitu menggunakan
semiotika John Fiske dengan teori the code of television. Pada teori the code of
television, terdapat tiga cara kerja untuk menganalisis media. Teori John Fiske
tersebut digunakan untuk menguraikan tanda-tanda feminisme dalam film Pendek
“Tilik”. Teori the code of television meliputi level realitas, level representasi dan
level ideologi. Level realitas meliputi: appearence (penampilan), dress (kostum),
make up (riasan), environment (lingkungan), behavior (perilaku), speech (cara
bicara), gesture (gerakan) dan expression (ekspresi). Level representasi berkaitan
dengan kode-kode teknik, seperti kamera, pencahayaan, penyutingan, musik, dan
suara yang mentransmisikan kode-kode representasi konvensional, yang
membentuk: naratif, konflik, setting, dan casting. Level ideologi mencakup kode-
kode representasi seperti: individualism (individualisme), patriarchy (patriarki),
race (ras), class (klas), matrialism (matrialisme), capitalism (kapitalisme). Tahap
realitas dan representasi merupakan uraian dari tanda-tanda yang ada dalam
potongan shot dan adegan. Sedangkan tahap ideologi adalah hasil dari tahap realitas
dan representasi.
Dunia perfilman di Indonesia banyak yang membahas mengenai feminisme,
salah satunya dalam penelitian film pendek “Tilik” ini. Film pendek “Tilik”
bercerita tentang feminisme yang ada dalam beberapa tubuh perempuan. Dalam
45
menggambarkan feminisme, diperlukan indikator tentang feminisme untuk
mempermudah peneliti dalam proses analisis. Adapun indikator feminisme dalam
film ini adalah: kepemimpinan perempuan dan disukai oleh masyarakat, perempuan
yang mandiri dalam mengambil keputusan, partisipasi politik perempuan,
dukungan terhadap sesama perempuan dan kekuatan perempuan. Feminisme yang
digunakan tidak hanya merujuk pada satu aliran feminisme. Namun karena setiap
indikator mempunyai aliran feminisme sendiri-sendiri, maka aliran feminisme yang
digunakan sesuai dengan indikator mengenai feminisme. Penelitian ini
menggunakan tiga tahapan analisis yaitu level realitas, level representasi dan level
ideologi. Tahapan menganalisis feminisme yang direpresentasikan dalam film
pendek “Tilik” yaitu:
A. Analisis Semiotika atas Feminisme pada Level Realitas, Level Representasi
dan Level Ideologi
1. Kepemimpinan perempuan dan disukai oleh masyarakat
Tabel 4.1 Kepemimpinan perempuan dan disukai oleh masyarakat
Gambar Level
realitas
Level
representasi
scene: 15
pada durasi
27.37 – 27.50
Penampilan
/ gaya
berpakaian,
bahasa
tubuh/
perilaku,
riasan
Dialog/
suara, shot/
pengambila
n gambar
46
Scene 15 menceritakan Yu Ning yang merasa bersalah dan menyesal
karena telah mengajak ibu-ibu untuk menjenguk Bu Lurah, namun Bu
Lurah masih berada di ICU sehingga tidak dapat di jenguk. Selain itu, Yu
Ning merasa sangat khawatir dengan keadaan Bu Lurah. Pada scene ini
terlihat Yu Ning yang sangat mencintai Bu Lurah. Seorang perempuan yang
menjadi pemimpin merupakan salah satu bentuk feminisme yang
masyarakat masih banyak yang tabu mengenai hal itu. Pemimpin
perempuan yang disukai masyarakatnya menunjukkan bahwa perempuan
juga dapat memimpin dengan baik.
Kepemimpinan perempuan menjadi isu yang di angkat semenjak
adanya perempuan dalam pembangunan (WID). Pelibatan perempuan di
ranah publik, terutama dalam bidang pembangunan telah menjadi prioritas
dalam kebijakan nasional. Keterlibatan perempuan dalam pemerintahan
juga telah dijamin dalam undang-undang. kepemimpinan perempuan
merupakan bertuk perlawanan dari budaya patriarki terutama pada
masyarakat desa, dimana perempuan masih terhambat pada beban ganda,
tradisi dapur, sumur dan kasur serta hambatan akan akses layanan publik.
Perempuan yang menjadi pemimpin, terutama di desa diharapkan dapat
mendorong dan menciptakan kesejahteraan masyarakat, terutama
perempuan. Perempuan di perdesaan dapat terlibat langsung dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa di bidang politik Diantaranya dengan
47
menjadi kepala desa dan kepala/anggota Badan Permusyawaratan Desa
(BPD).1
Pada scene ini level realitas yang menunjukkan representasi
feminisme adalah dari segi penampilan: Yu Ning menggunakan kerudung
coklat dengan inner warna hitam, pakaian tersebut melambangkan
kesederhanaan masyarakat desa. Dari segi perilaku, Yu Ning merasa
menyesal dan bersalah karena tidak bisa menemui bu lurah. Sikap dan
perilaku Yu Ning tersebut menunjukkan kecintaannya pada pemimpin di
desanya. Riasan Yu Ning yang tanpa make up menunjukkan kesederhanaan
dan menunjukkan bahwa Yu Ning lebih mementingkan orang lain serta
tidak terlalu mengistimewakan diri sendiri.
Pada scene ini level representasi yang menunjukkan feminisme
dalam film pendek “Tilik” dari segi kamera, teknik pengambilan gambar
pada adegan ini menggunakan close up, memperlihatkan pengambilan
gambar pas di atas kepala hingga bawah leher, audiens diajak untuk melihat
gambaran objek secara jelas. disini terlihat Yu Ning yang berada di atas truk
dengan ekspresi wajah menyesal dan merasa bersalah. Pengambilan gambar
pada adegan ini hanya terfokus kepada Yu Ning agar sikap Yu Ning yang
begitu menyayangi Bu Lurah terlihat dalam adegan tersebut. Angle yang
digunakan straight angle, dimana sudut pengambilan gambarnya sejajar
dengan objek, hal ini menunjukkan sesuai dengan apa yang dilihat banyak
1 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia,
Modul Jilid 2: Kepemimpinan Perempuan di Desa (Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2017), 118-131.
48
orang (tidak menimbulkan kesan apapun). Dialog yang menunjukkan
feminisme dalam film Pendek “Tilik” yang terdapat dalam scene ini adalah:
“Yu Ning: “opo yo salah yen aku gemati karo Bu
Lurah? Opo yo kleru, yen aku selak pengen ngerti
keadaan e Bu Lurah?”
Bu Tejo: “Uwis Yu Ning, ora ono sing salah, ora
ono sing kleru, awakdhewe ke ngerti nek niatmu kui
sakjane apik. Yo.””
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa sikap Yu Ning yang begitu
mencintai bu lurah terlihat dari scene tersebut lewat ekspresi dan nada
bicaranya. Intonasi suara yang di ucapkan Yu Ning agak sendu
menandakan dia menyesal dan merasa bersalah.
Pada scene ini level ideologi yang ditampilkan yaitu feminisme
liberal. Feminisme liberal ditunjukkan secara tersirat lewat solidaritas ibu-
ibu untuk menjenguk Bu Lurah dan kecintaan Yu Ning terhadap Bu Lurah
melalui dialog antara Yu Ning dengan Bu Tejo. Selain itu, kecintaan
terhadap Bu Lurah ditunjukkan dengan ekspresi dan perilaku Yu Ning
yang begitu menyesal karena tidak bisa bertemu dengan Bu Lurah.
Ekspresi dan dialog tersebut menunjukkan bahwa ternyata pemimpin
perempuan juga dicintai oleh masyarakat.
2. Perempuan yang mandiri dalam mengambil keputusan
Tabel 4.2 Perempuan yang mandiri dalam mengambil keputusan
Gambar Level
realitas
Level
representasi
49
scene: 17
pada durasi
29.25 – 30.00
Penampilan
/ gaya
berpakaian,
bahasa
tubuh/
perilaku,
riasan
Dialog/
suara, shot/
pengambila
n gambar
Scene 17 menceritakan Dian yang sudah tidak betah menjalin
hubungan secara sembunyi-sembunyi dengan seseorang yang usianya
terpaut jauh dengan dia. Pada scene ini terlihat Dian yang secara sadar
menjalin hubungan dengan orang yang lebih tua, bahkan dia ingin segera
menjalin hubungan secara terang-terangan. Dian sebagai sosok perempuan
yang mandiri dalam mengambil keputusan.
Perempuan berhak mengambil keputusan secara mandiri akan masa
depannya. Saat ini, banyak perempuan terutama perempuan desa yang tidak
bisa mandiri dalam mengambil keputusan karena lingkungan yang sering
menuntut mereka. Padahal dengan perempuan mandiri dalam mengambil
keputusan, diharapkan semua masyarakat mampu memahami hak dan peran
laki-laki dan perempuan serta paham mengenai kesetaraan gender. Selain
itu, perempuan mandiri dapat melakukan pemberdayaan dan penerapan
keadilan dan kesetaraan gender di masyarakat melalui ranah publik atau
organisasi dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan
memberikan pemahaman yang benar mengenai isu-isu kesetaraan
gender bagi seluruh warga negara dan perempuan yang tidak memiliki akses
50
informasi terhadap masalah kesetaraan, sehingga tidak menjadi korban
ketidakadilan di berbagai bidang.2
Pada scene ini level realitas yang menunjukkan representasi
feminisme adalah dari segi penampilan: Dian memakai kemeja bermotif
bunga dan rok span warna hitam selutut dengan rambut digerai dan tas
selempang, pakaian tersebut melambangkan sifat feminim dan sosok anak
muda yang memiliki pilihan sendiri akan apa yang dia pakai. Dari segi
perilaku, Dian duduk dengan tenang di mobil menunjukkan bahwa dia
benar-benar secara sadar mau menjalin hubungan dengan orang yang
menjadi pilihannya. Riasan Dian dengan make up sedang menunjukkan
bahwa dia menghargai dan mencintai dirinya sendiri dengan cara bersolek.
Pada scene ini level representasi yang menunjukkan feminisme
dalam film pendek “Tilik” dari segi kamera, teknik pengambilan gambar
pada adegan ini menggunakan close up, memperlihatkan pengambilan
gambar pas di atas kepala hingga bawah leher, audiens diajak untuk melihat
gambaran objek secara jelas. disini terlihat Dian yang berada di kursi mobil
bagian depan dan menghadap ke samping (ke hadapan Mas Minto).
Pengambilan gambar pada adegan ini hanya terfokus kepada Dian dan
diambil dari belakang. Pengambilan gambar dari belakang yang agak gelap
menunjukkan hubungan mereka yang masih dilakukan secara sembunyi-
sembunyi. Angle yang digunakan straight angle, dimana sudut pengambilan
2 Fatimah Zuhrah, “Partisipasi Perempuan dalam Pengambilan Keputusan Pengelolaan
Keuangan dalam Keluarga Muslim” HARMONI: Jurnal Multikultural Dan Multireligius, Vol 12, 2,
(Mei – Agustus 2013), 128 – 137.
51
gambarnya sejajar dengan objek, hal ini menunjukkan sesuai dengan apa
yang dilihat banyak orang (tidak menimbulkan kesan apapun). Dialog yang
menunjukkan feminisme dalam film Pendek “Tilik” yang terdapat dalam
scene ini adalah:
“Dian: “mas, kok ketoke aku wes ra betah yo
delikan ngene iki. Kapan yo mas, Fikri iso nompo
yen bapake arep rabi meneh?”
Mas Minto: “tenangno pikirmu, koe kudu sabar,
percoyo wae karo aku.””
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa Dian memiliki keinginan
untuk segera berterus terang dengan hubungan yang di jalani. Dian merasa
tidak betah dengan hubungan sembunyi-sembunyi seperti itu. Intonasi
suara yang diucapkan Dian pelan dan agak khawatir.
Pada scene ini level ideologi yang ditampilkan adalah feminisme
eksistensial. Feminisme eksistensial ditunjukkan dari pakaian yang
dikenakan dan juga sikap Dian yang menentukan apa yang menjadi pilihan
hidupnya. Selain itu, perempuan yang mandiri dalam mengambil
keputusan ditunjukkan ketika dialog Dian dengan Mas Minto, dimana Dian
menginginkan hubungan yang berterus terang.
3. Partisipasi politik perempuan
Tabel 4.3 partisipasi politik perempuan
Gambar Level
realitas
Level
representasi
52
scene: 6
pada durasi
10.32 – 10.47
Penampilan
/ gaya
berpakaian,
bahasa
tubuh/
perilaku,
riasan
Dialog/
suara, shot/
pengambila
n gambar
Scene 6 menceritakan Bu Tejo yang memberikan sejumlah uang
kepada Gotrek. Uang tersebut merupakan titipan dari Pak Tejo (suami dari
Bu Tejo). Pada scene ini terlihat Bu Tejo yang menjadi tim kampanye
suaminya. Partisipasi politik perempuan masih terus digalakkan, apa lagi
saat ini ada aturan 30% keterwakilan perempuan di kursi parlemen. Tujuan
partisipasi yang setara antara perempuan dan laki-laki dalam politik akan
memberi keseimbangan yang mencerminkan komposisi masyarakat secara
lebih tepat diperlukan untuk memperkuat dan memajukan fungsi demokrasi.
Partisipasi politik perempuan memiliki manfaat, diantaranya: membuat
pemerintahan dan dunia politik lebih ramah kepada perempuan dan
menunjukkan kepedulian gender serta peraturan yang ramah perempuan.
Peningkatan akses perempuan ke politik dan mendorong perempuan lain
untuk turut ambil bagian di bidang politik. Memunculkan produk hukum
yang ramah perempuan dan mendorong perubahan sikap publik terhadap
perempuan.3
3 Audra Jovani, “Pentingnya Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia di Era Digital”
Jurnal Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi yang Beretika dan Demokratis, (2015),
301 – 322.
53
Pada scene ini level realitas yang menunjukkan representasi
feminisme adalah dari segi penampilan: Bu Tejo mengenakan kerudung dan
baju warna toska dengan gelang dan juga dompet, pakaian tersebut
melambangkan ibu-ibu yang memiliki previllege dan memiliki ekonomi
yang cukup mapan, sehingga dia bisa lebih berperan langsung dalam hal
politik. Dari segi perilaku, Bu Tejo memberikan uang kepada Gotrek, hal
ini menunjukkan secara terang-terangan Bu Tejo turut ambil bagian dalam
partisipasi politik (kampanye suaminya). Riasan Bu Tejo dengan make up
tipis menunjukkan warga desa yang memiliki previllege dan dapat
berpartisipasi di ranah pemerintahan.
Pada scene ini level representasi yang menunjukkan feminisme
dalam film pendek “Tilik” Dari segi kamera, teknik pengambilan gambar
pada adegan ini menggunakan long shot, memperlihatkan objek dan
lingkungannya, dengan lingkungan yang lebih luas, audiens diajak untuk
melihat objek dan juga latar belakangnya (lingkungannya). Disini terlihat
Bu Tejo memberikan uang kepada Gotrek dan disaksikan oleh Yu Ning.
Angle yang digunakan straight angle, dimana sudut pengambilan
gambarnya sejajar dengan objek, hal ini menunjukkan sesuai dengan apa
yang dilihat banyak orang (tidak menimbulkan kesan apapun). Dialog yang
menunjukkan feminisme dalam film Pendek “Tilik” yang terdapat dalam
scene ini adalah:
“Bu Tejo: “oh yo trek, nyo, iki mau aku di titipi karo
bapakane bocah-bocah, kok nggo tambah-tambah.”
Gotrek: “opo iki bu, lha mau wis dinei ning ibu-ibu
ngono kok.”
54
Bu Tejo: “yo nggo tambah-tambah, rapopo, koe ra
gelem opo piye?””
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa Bu Tejo secara terang-
terangan melakukan kampanye untuk suaminya yang ingin mencalonkan
diri sebagai Kepala Desa.
Pada scene ini level ideologi yang ditampilkan adalah feminisme
liberal. Feminisme liberal digambarkan dengan pakaian Bu Tejo yang
modis serta aksesoris yang dikenakan. Hal tersebut menunjukkan
perempuan yang memiliki kedudukan di masyarakat sehingga lebih mudah
memasuki ranah politik. Selain itu ditunjukkan dari perilaku dan dialog Bu
Tejo saat memberikan uang kepada Gotrek sebagai uang kampanye dari
suaminya. Bu Tejo secara terang-terangan ikut berpartisipasi dalam politik
dengan cara menjadi tim kampanye suaminya.
4. Dukungan terdapat sesama perempuan
Tabel 4.4 Dukungan terdapat sesama perempuan
Gambar Level
realitas
Level
representasi
scene: 3
pada durasi
05.15 – 05.45
Penampilan
/ gaya
berpakaian,
bahasa
tubuh/
perilaku,
riasan
Dialog/
suara, shot/
pengambila
n gambar
55
Scene 3 menceritakan Yu Sam yang mabuk perjalanan ketka
menaiki truk. Pada scene ini terlihat solidaritas ibu-ibu yang begitu
memperhatikan Yu Sam yang mabuk. Ibu-ibu saling bahu-membahu
menyiapkan barang yang diperlukan oleh Yu Sam seperti plastik. Dukungan
terhadap sesama perempuan merupakan sebuah kesadaran bahwa
perempuan sebagai kelompok rentan mesti saling mendukung kelompok
rentan lainnya. Dukungan ini muncul karena kepercayaan bahwa
pengalaman tubuh dan sosial perempuan lebih mudah dipahami oleh sesama
perempuan.4
Pada scene ini level realitas yang menunjukkan representasi
feminisme adalah dari segi penampilan: ibu-ibu menggunakan kerudung
dan pakain biasa yang sering dipakai oleh masyarakat desa saat bepergian,
pakaian tersebut melambangkan masyarakat desa yang sederhana. Dari segi
perilaku, ibu-ibu spontan menunjukkan perhatian kepada Yu Sam dan
sebagian ada yang mencarikan plastik, hal ini menunjukkan solidaritas dan
perhatian terhadap sesama perempuan. Riasan ibu-ibu ada yang tidak
menggunakan make up dan ada yang menggunakan make up tipis.
Pada scene ini level representasi yang menunjukkan feminisme
dalam film pendek “Tilik” Dari segi kamera, teknik pengambilan gambar
pada adegan ini menggunakan long shot, memperlihatkan objek dan
lingkungannya, dengan lingkungan yang lebih luas, audiens diajak untuk
4 Kalis Mardiasih, “Meluruskan Makna Woman Supporting Woman,” mojok.co/kal/kolom/
meluruskan-makna-woman-supporting-woman/ (diakses 8 Maret 2021).
56
melihat objek dan juga latar belakangnya (lingkungannya). disini terlihat
Yu Sam yang mabuk dan ibu-ibu yang menunjukkan perhatian terhadap Yu
Sam. Angle yang digunakan high angle, dimana sudut pengambilan
gambarnya dari atas objek sehingga kesan objek jadi mengecil. Dialog yang
menunjukkan feminisme dalam film Pendek “Tilik” yang terdapat dalam
scene ini adalah:
“Yu Ning: “koe nate kapusan to yu? Loh, lha
ngopo? Eh-eh, sopo sing nggowo kresek, nggowo
kresek?”
Ibu-ibu: “ya Allah yu, sek sek, ya Allah piye iki.””
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa ibu-ibu merasa khawatir
dengan keadaan Yu Sam dan spontan membantu.
Pada scene ini level ideologi yang ditampilkan adalah feminisme
umum. Feminisme umum digambarkan dengan perilaku dan dialog ibu-ibu
yang secara spontan menolong Yu Sam yang mabuk perjalanan. Selain itu
dari dialog dan perilaku ibu-ibu ditunjukkan bagaimana solidaritas dalam
membantu sesama, terutama sesama perempuan.
Tabel 4.5 Dukungan terdapat sesama perempuan
Gambar Level
realitas
Level
representasi
scene: 12
Penampilan
/ gaya
berpakaian,
bahasa
tubuh/
perilaku,
riasan
Dialog/
suara, shot/
pengambila
n gambar
57
pada durasi
15.00 – 15.20
Scene 12 menceritakan Yu Ning dan Bu Tejo yang berdebat di atas
truk ketika sedang membahas tentang Dian. Pada scene ini terlihat Bu Tejo
yang menjelek-jelekkan Dian dan mengatakan bahwa Dian adalah
perempuan yang tidak benar serta menyalahi tradisi di masyarakat setempat.
Yu Ning yang tidak terima dengan ucapan Bu Tejo, kemudian membantah
argumennya. Yu Ning mencerminkan perempuan yang mendukung sesama
perempuan, dukungan terhadap sesama perempuan merupakan hal yang
mesti dilakukan. Banyak pengalaman tubuh dan sosial yang dialami
perempuan yang lebih bisa dirasakan oleh sesama perempuan seharusnya
bisa lebih mudah bersolidaritas untuk pelecehan dan stigma yang menerima
perempuan, misalnya dalam kultur masyarakat yang menindas.5
Selain itu, pada scene ini terdapat bias gender di mana Bu Tejo
menilai Dian aneh karena dia belum menikah dan lebih fokus karir ketika
teman seumurannya sudah menikah. Padahal semua perempuan berhak
menentukan jalan hidupnya masing-masing tanpa adanya paksaan dari
budaya masyarakat ataupun lingkungan sekitar. Perempuan berhak memilih
kapan dia akan menikah dan menentukan apakah dia terus berkarir atau
menjadi ibu rumah tangga.
Pada scene ini level realitas yang menunjukkan representasi
feminisme adalah dari segi penampilan: Yu Ning menggunakan kerudung
5 Kalis Mardiasih, “Meluruskan Makna Woman Supporting Woman,”
mojok.co/kal/kolom/ meluruskan-makna-woman-supporting-woman/ (diakses 8 Maret 2021).
58
coklat dengan inner warna hitam, pakaian tersebut melambangkan
kesederhanaan masyarakat desa. Sedangkan Bu Tejo mengenakan jilbab
dan baju warna toska dengan gelang dan juga dompet, pakaian tersebut
melambangkan ibu-ibu yang memiliki previllege dan memiliki ekonomi
yang cukup mapan, sehingga dia lebih mudah dalam menggiring opini
masyarakat. Dari segi perilaku, Yu Ning dan Bu Tejo sama-sama berdiri di
atas truk. Bu Tejo dengan wajah sinis terus menyepelekan Dian, sedangkan
Yu Ning dengan ekspresi marah menolak argumen tersebut. Riasan Yu
Ning tanpa make up menunjukkan kesederhanaan, sedangkan Bu Tejo yang
memakai make up tipis menunjukkan previllege warga desa.
Pada scene ini level representasi yang menunjukkan feminisme
dalam film pendek “Tilik” Dari segi kamera, teknik pengambilan gambar
pada adegan ini menggunakan medium close up, memperlihatkan gambar
sebatas dari atas kepala sampai dada, audiens diajak untuk melihat profil
seseorang secara tegas. disini terlihat Yu Ning dan Bu Tejo yang berdiri di
atas truk. Pengambilan gambar hanya difokuskan kepada mereka berdua.
Angle yang digunakan straight angle, dimana sudut pengambilan
gambarnya sejajar dengan objek, hal ini menunjukkan sesuai dengan apa
yang dilihat banyak orang (tidak menimbulkan kesan apapun). Dialog yang
menunjukkan feminisme dalam film Pendek “Tilik” yang terdapat dalam
scene ini adalah:
“Yu Ning: “Bu Tejo ki lho, ngomongne Dian yo ra
ono bosen-bosen e to yo”
59
Bu Tejo: “Lagian Dian ki yo aneh-aneh ae, wong yo
wes sak umurane kok urung rabi. Wong konco-
koncone wes podo rabi coba.”
Yu Ning: “Lha nek saiki dheweke pengen fokus
karo karire kepriye? Wong adhewe sebenere ya
ngerti keadaan e koyo piye.””
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa Yu Ning mendukung apa
yang menjadi keputusan Dian dan tidak terima jika ada orang yang
menjelek-jelekkan perempuan lain. Intonasi suara Yu Ning yang agak
marah menunjukkan bahwa dia kesal dengan ucapan Bu Tejo.
Pada scene ini level ideologi yang ditampilkan adalah feminisme
umum. Feminisme umum dalam scene ini digambarkan dengan perilaku dan
dialog Yu Ning yang kesal dan tidak setuju, bahkan cenderung marah ketika
Bu Tejo menjelek-jelekkan Dian. Dari dialog Yu Ning dapat dilihat bahwa
dia mendukung apa yang menjadi keputusan Dian, meskipun itu berbeda
dari lingkungannya.
Tabel 4.6 Dukungan terdapat sesama perempuan
Gambar Level
realitas
Level
representasi
scene: 14
pada durasi
26.15 – 26.25
Penampilan
/ gaya
berpakaian,
bahasa
tubuh/
perilaku,
riasan
Dialog/
suara, shot/
pengambila
n gambar
60
Scene 14 menceritakan Yu Ning yang memberikan sejumlah uang
kepada Fikri, uang tersebut merupakan hasil sedekah yang dikumpulkan
oleh ibu-ibu. Pada scene ini terlihat Yu Ning yang memberikan uang kepada
Fikri. Hal tersebut menunjukkan solidaritas dari sesama perempuan.
Pada scene ini level realitas yang menunjukkan representasi
feminisme adalah dari segi penampilan: Yu Ning menggunakan kerudung
coklat dengan inner warna hitam, pakaian tersebut melambangkan
kesederhanaan masyarakat desa. Dari segi perilaku, Yu Ning memberikan
sejumlah uang kepada fikri menunjukkan dukungan yang diberikan kepada
sesama perempuan. Riasan Yu Ning tanpa make up menunjukkan
kesederhanaan.
Pada scene ini level representasi yang menunjukkan feminisme
dalam film pendek “Tilik” Dari segi kamera, teknik pengambilan gambar
pada adegan ini menggunakan medium shot, memperlihatkan gambar dari
kepala hingga ke pinggang, audiens diajak untuk mengenal seseorang lebih
jauh. Disini terlihat Yu Ning yang memberikan sejumlah uang kepada Fikri,
didampingi Dian dan Bu Tejo. Angle yang digunakan straight angle, dimana
sudut pengambilan gambarnya sejajar dengan objek, hal ini menunjukkan
sesuai dengan apa yang dilihat banyak orang (tidak menimbulkan kesan
apapun). Dialog yang menunjukkan feminisme dalam film Pendek “Tilik”
yang terdapat dalam scene ini adalah:
“Fikri: “nopo niki bu?”
Yu Ning: “soko ibu-ibu.”
Fikri: “duh, malah ngrepotne.”
61
Yu Ning: “ora-ora, wes pokok ditompo wae yo.
Pokokno ibuk ndang mari. Enek opo-opo kabar-
kabar yo.””
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa Yu Ning memberikan
sejumlah uang itu dengan ikhlas dan selalu menanti kabar mengenai bu
lurah. Intonasi suara yang diucapkan Yu Ning ikhlas dan tenang.
Pada scene ini level ideologi yang ditampilkan adalah feminisme
umum. Feminisme umum digambarkan dengan perilaku dan dialog saat Yu
Ning memberikan uang kepada Fikri. Uang tersebut merupakan hasil
sumbangan dari ibu-ibu untuk Bu Lurah. Selain itu, dialog Yu Ning dengan
Fikri juga menunjukkan kepedulain Yu Ning terhadap keadaan Bu Lurah.
5. Kekuatan perempuan
Tabel 4.7 kekuatan perempuan
Gambar Level
realitas
Level
representasi
scene: 1
pada durasi
02.26
Penampilan/
gaya
berpakaian,
bahasa
tubuh/
perilaku,
riasan
Dialog/
suara, shot/
pengambilan
gambar
Scene 1 menceritakan ibu-ibu yang berdiri di atas truk untuk
melakukan perjalanan menjenguk Bu Lurah yang ada di Rumah Sakit. Pada
scene ini terlihat ibu-ibu yang kuat berdiri di atas truk sambil berbincang-
bincang. Perempuan memiliki kekuatan yang tidak dapat diragukan,
62
meskipun secara fisik laki-laki lebih kuat dari perempuan. Perempuan
tangguh dalam melakukan berbagai hal tanpa melupakan kodratnya. Multi
kekuatan perempuan membuat perempuan dapat berperan di berbagai ranah
publik. Kekuatan perempuan tidak hanya dilihat dari bagaimana dia
melakukan kerja-kerja kasar, namun juga dari kegigihan dan keuletan.6
Pada scene ini level realitas yang menunjukkan representasi
feminisme adalah dari segi penampilan: ibu-ibu menggunakan kerudung
dan pakain biasa yang sering dipakai oleh masyarakat desa saat bepergian,
pakaian tersebut melambangkan masyarakat desa yang sederhana. Dari segi
perilaku, ibu-ibu dengan tenang berdiri di atas truk sambil berbincang, hal
ini menunjukkan bahwa ibu-ibu tersebut tidak terpaksa naik truk dan
mereka tidak risih ataupun capek. Riasan ibu-ibu ada yang tidak
menggunakan make up dan ada yang menggunakan make up tipis.
Pada scene ini level representasi yang menunjukkan feminisme
dalam film pendek “Tilik” dari segi kamera, teknik pengambilan gambar
pada adegan ini menggunakan long shot, memperlihatkan objek dan
lingkungannya, dengan lingkungan yang lebih luas, audiens diajak untuk
melihat objek dan juga latar belakangnya (lingkungannya). Disini terlihat
ibu-ibu yang santai berdiri di atas truk. Angle yang digunakan high angle,
dimana sudut pengambilan gambarnya dari atas objek sehingga kesan objek
jadi mengecil.
6 M. Suryadi, “Potret Kekuatan Perempuan Jawa dalam Bingkai Peralatan Tradisional
Masyarakat Jawa Pesisir Melalui Analisis Peran Semantis” Jurnal NUSA, Vol. 14, 1 (Februari
2019), 22-32.
63
Pada scene ini level ideologi yang ditampilkan adalah feminisme
multikultural dan global. Feminisme multikultural dan global digambarkan
dengan perilaku ibu-ibu yang berdiri dengan tenang di atas truk. Mereka
tidak sedikitpun merasa gengsi ataupun risih. Selain itu, feminisme
multikultural dan global ditunjukkan dari pakaian yang digunakan oleh ibu-
ibu, yaitu pakaian yang dikenakan sehari-hari. Pakaian tersebut
menunjukkan kesederhanaan masyarakat desa.
Tabel 4.8 kekuatan perempuan
Gambar Level
realitas
Level
representasi
scene: 11
pada durasi
17.55 – 18.10
Penampila
n/ gaya
berpakaian,
bahasa
tubuh/
perilaku,
riasan
Dialog/
suara, shot/
pengambila
n gambar
Scene 11 menceritakan ibu-ibu yang sedang mendorong truk karena
truk milik Gotrek tersebut mogok. Pada scene ini terlihat ibu-ibu yang bahu-
membahu mendorong truk, sedangkan Bu Tejo dan Bu Sri hanya melihat
dari belakang. Kekuatan perempuan tercermin dari sikap, pemikiran dan
pendirian. Selain itu, kekuatan perempuan terletak pada kegigihan dan
keuletannya. Kegigihan dan keuletan ini tampak dalam pengaturan rumah
tangga, sosial di luar ranah keluarga, kuat pada ranah sosial, politik dan
64
kepemimpinan di ranah publik. Salah satu kekuatan perempuan yang
tercermin dari kehidupan berumah tangga adalah seperti kuat menyimpan
rahasia, kuat berbuat adil dalam keluarga dan kuat mengantarkan anak-
anaknya hingga sukses.7
Pada scene ini level realitas yang menunjukkan representasi
feminisme adalah dari segi penampilan: ibu-ibu menggunakan kerudung
dan pakain biasa yang sering dipakai oleh masyarakat desa saat bepergian,
pakaian tersebut melambangkan masyarakat desa yang sederhana. Dari segi
perilaku, ibu-ibu dengan semangat mendorong truk hingga menyala
menunjukkan bahwa perempuan juga dapat melakukan kegiatan atau
pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki. Riasan ibu-ibu ada yang tidak
menggunakan make up dan ada yang menggunakan make up tipis.
Pada scene ini level representasi yang menunjukkan feminisme
dalam film pendek “Tilik” Dari segi kamera, teknik pengambilan gambar
pada adegan ini menggunakan long shot, memperlihatkan objek dan
lingkungannya, dengan lingkungan yang lebih luas, audiens diajak untuk
melihat objek dan juga latar belakangnya (lingkungannya). Disini terlihat
ibu-ibu yang mendorong truk, sedangkan Bu Tejo dan Bu Sri hanya
mengikuti dan melihat dari belakang. Angle yang digunakan straight angle,
dimana sudut pengambilan gambarnya sejajar dengan objek, hal ini
menunjukkan sesuai dengan apa yang dilihat banyak orang (tidak
7 M. Suryadi, “Potret Kekuatan Perempuan Jawa dalam Bingkai Peralatan Tradisional
Masyarakat Jawa Pesisir Melalui Analisis Peran Semantis” Jurnal NUSA, Vol. 14, 1 (Februari
2019), 22-32.
65
menimbulkan kesan apapun). Dialog yang menunjukkan feminisme dalam
film Pendek “Tilik” yang terdapat dalam scene ini adalah:
“Ibu-ibu: “1…2…3… ayo. Alhamdulillah.””
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa ibu-ibu memiliki semangat
yang tinggi untuk mendorong truk hingga berhasil. Intonasi suara yang
diucapkan keras dan penuh semangat.
Pada scene ini level ideologi yang ditampilkan adalah feminisme
multikultural dan global. Feminisme multikultural dan global digambarkan
dengan perilaku ibu-ibu yang mendorong truk dengan penuh semangat.
Selain itu dialog ibu-ibu tersebut menunjukkan semangat dan pantang
menyerah. Perilaku mendorong truk biasanya hanya terjadi di kalangan
masyarakat desa dan setiap daerah memiliki model sendiri-sendiri
mengenai bagaimana menunjukkan semangat perempuan.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pembahasan yang telah
dijelaskan mengenai bagaimana feminisme dalam film Tilik adalah:
1. Level realitas feminisme dalam film Tilik tersebut tergambar pada gaya
berpakaian dan bahasa tubuh Dian, Bu Tejo dan ibu-ibu pemain film Tilik.
Ibu-ibu memakai pakaian sederhana yang biasa digunakan sehari-hari yaitu
pakaian panjang dengan jilbab biasa, make upnya ada yang tipis dan tanpa
make up. Dian menggunakan kemeja dengan rok span selutut dan make up
sedang. Sedangkan bu tejo menggunakan jilbab, pakaian dan rok panjang
dengan aksesoris berupa bross dan perhiasan berupa gelang dan cincin, dia
menggunakan make up sedang dengan bahasa tubuh yang terkesan
patriarki.
2. Level representasi feminisme tergambar pada dialog dan shot pada
beberapa scene, diantaranya:
a. Scene 15, dimana Yu Ning begitu khawatir dengan keadaan Bu Lurah.
b. Scene 17, dimana Dian berbicara dengan Mas Minto mengenai
keinginannya untuk berterus terang menjalin hubungan.
c. Scene 6, dimana Bu Tejo memberikan uang kepada Gotrek sebagai
bentuk kampanye pencalonan Lurah suaminya.
67
d. Scene 3, ketika Yu Sam mabuk, scene 12, ketika Bu Tejo menjelekkan
Dian dan Yu Ning membela Dian, scene 14, ketika Yu Ning
memberikan uang untuk biaya pengobatan Bu Lurah.
e. Scene 1, dimana ibu-ibu berdiri di atas truk dan scene 11, ketika ibu-
ibu mendorong truk.
3. Level ideologi feminisme dalam film tilik dapat dilihat dari kepemimpinan
perempuan yang disukai masyarakat, perempuan yang mandiri dalam
mengambil keputusan, partisipasi politik perempuan, dukungan terhadap
sesama perempuan dan kekuatan perempuan. Hal tersebut menunjukkan
bagaimana gambaran mengenai ideologi feminisme yang ada di
masyarakat.
B. Saran-saran
Berdasarkan dari penelitian ini, film Tilik merupakan film yang
mengusung perempuan sebagai tokoh utama dan bernuansa feminisme. Nuansa
feminisme tersebut digambarkan dalam beberapa bentuk seperti kepemimpinan
dan kekuatan perempuan, partisipasi politik perempuan dan perempuan yang
mandiri dalam mengambil keputusan. Mengingat penelitian ini jauh dari kata
sempurna, maka kritik dan saran sangat diharapkan oleh peneliti. Saran dari
penelitian ini ditujukan kepada akademisi di bidang komunikasi dan semiotika,
mahasiswa, praktisi film dan juga para pembuat film. Adapun saran yang ingin
disampaikan peneliti antara lain:
68
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan
menambah pengetahuan bagi para akademisi terutama di bidang semiotika.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh pembuat film,
agar dapat membuat film bernuansa feminisme atau film yang memiliki
pesan moral feminisme.
3. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi para mahasiswa untuk
mengembangkan penelitian terkait feminisme yang ada dalam film,
sehingga menambah referensi di bidang feminisme dan juga film.
69
DAFTAR PUSTAKA
AS, Ambarini dan Umaya, Nazia Maharani. Semiotika Teori dan Aplikasi pada
Karya Sastra. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press, 2012.
Briggs, Asa dan Burke, Peter. Sejarah Sosial Media: dari Gutenberg Sampai
Internet. Terj. A. Rahman Zainudin. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.
Effendy, Onong Uchjana. Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009.
Fakih, Mansuor. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013.
Fiske, John. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar paling
Komprehensi. terj. Yosal Iriantara MS dan Idi Subandy Ibrahim. Yogyakarta:
Jalasutra, 2012.
---------. Televison Culture. Cornwall: TJ International Ltd, 1987.
Halik, Abdul. Tradisi Semiotika Dalam Teori dan Penelitian Komunikasi.
Makassar: Alauddin Press, 2012.
Hall, Stuart. Representation: Cultural Representation and Signifying Practices.
London: Sage Publication, 2003.
Haspels, Nelien dan Suriyasarn, Busakorn. Meningkatkan Kesetaraan Gender
dalam Aksi Penanggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan
dan Anak. Jakarta: ILO, 2005.
Mambor, Victor. C. Satu Abad Gambar Idoep di Indonesia. Jakarta: Sinematek
Indonesia, 2000.
McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga,
1997.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008.
Pareno, Sam Abede. Kuliah Komunikasi. Surabaya: Penerbit Papyrus, 2002.
Poerardaminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN balai pustaka,
1976.
70
Republik Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak. Modul Jilid 2: Kepemimpinan Perempuan di Desa. Jakarta:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia, 2017.
Salim, Said. Profil Dunia Film Indonesia. Jakarta: Grafiti Pers, 1982.
Sihite, Romany. Perempuan, Kesetaraan, Keadilan Suatu Tinjauan Berwawasan
Gender. Jakarta: Raja Grafinda Persada, 2007.
Siyoto, Sandu dan Sodik, M. Ali. Dasar Metodologi Penelitian. Karanganyar:
Literasi Media Publishing, 2015.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001.
---------. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.
Sugihastuti. Gender dan Inferioritas Perempuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010.
Sugiyono, Memahami penelitian kualitatif . Bandung: Alfabeta, 2005.
Sumarno, Marselli. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT Grasindo, 1996.
---------. Suatu Sketsa Perfilman Indonesia. Jakarta: Lembaga Studi Film
bekerjasama dengan Pimpinan Pusat Pemuda Panca Marga, 1995.
Tong, Rosemarie Putnam. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif
Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Terj. Kurniasih. Yogyakarta:
Jalasutra, 2010.
Vera, Nawiroh. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2015.
Wiyatmi. Menjadi Perempuan Terdidik. Yogyakarta: UNY Press, 2013.
Ekawati, Julia. “Representasi Feminisme Dalam Film Siti (Analisis Semiotika
Roland Barthes),” Skripsi: Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater
Wartawan Surabaya, 2019.
Henny Warsilah, “Transformasi Sosial Kultural Wong Ndeso Melalui Tilik dalam
Konsep Lefebrvre”, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 11 No. 16
(Agustus 2020).
Jovani, Audra. “Pentingnya Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia di Era
Digital” Jurnal Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Informasi yang
Beretika dan Demokratis, 2015.
71
Latif, Nur. “Representasi Ikhlas dalam Film Surga yang Tak Dirindukan.” Skripsi:
Universitas Islam Negeri Walisongo. 2018.
A., Darma,Y. et. al. “Ideologi Gender dalam Karya Sastra Indonesia (Penelitian
Fundamental)”. Jurnal Lemlit UHAMKA, 2005.
Nurhablisyah dan Susanti, Khikmah. “Analisis Isi Tilik: Sebuah Tinjauan Narasi
Film David Bordweel”. Jurnal Ilmu Komunikasi UHO: Jurnal Penelitian
Kajian Ilmu Komunikasi dan Informasi, Volume 5 No. 4, (Oktober 2020).
Surahman, Sigit “Representasi Feminisme dalam Film Indonesia: Analisis
Semiotika Terkait Feminisme pada Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita.” Jurnal Liksi
Vol. 1 No. 2, 2015.
Sutanto, Oni. “Representasi Feminisme dalam Film Spy”. Jurnal E-Komunikasi:
Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra Surabaya, Vol 5
No. 1, 2017.
Tutiasri, Ririn Puspita, et. al. “Analisis Resepsi Budaya Menjenguk Orang Sakit
dalam Film Pendek Tilik pada Ibu-Ibu di Kabupaten Bantul”, Jurnal Voxpop:
Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jawa Timur, Volume 2 No. 1, (September
2020).
Zuhrah, Fatimah. “Partisipasi Perempuan dalam Pengambilan Keputusan
Pengelolaan Keuangan dalam Keluarga Muslim” HARMONI: Jurnal
Multikultural dan Multireligius, Vol 12, No. 2, (Mei – Agustus 2013).
Drummond, Celia Deane. “Teknologi dan Ekologi,” dalam Perbedaan Seks dan
Gender: Alira-Aliran Feminisme, ed. Riyadi. Makalah Kuliah Komunikasi
Gender dalam Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Prodi Komunikasi
Pembangunan, IPB, 2014.
Anonim. Ravacana Films. (Online) (https://ravacanafilms.com), di akses pada 26
Februari 2021.
Desy, Talitha. Film Tilik Viral, ini Sinopsis Cerita dan Daftar Pemain Lengkap,
Ternyata tak Menghafal Naskah. (Online)
(newsmaker.tribunnews.com/amp/2020/08/20/ film-tilik-viral-ini-sinopsis-
72
cerita-dan-daftar-pemain-lengkap-ternyata-tak-menghafal-naskah?page=4) di
Akses pada 2 Maret 2021.
Effendi, Ahmad. Film Tilik: Sinopsis, Fakta, dan Link yang Bisa ditonton di
Youtube. (Online), (https://tirto.id/film-tilik-sinopsis-fakta-dan-link-yang-
bisa-ditonton-di-youtube), di akses 13 Oktober 2020.
Films, Ravacana. Film Pendek – Tilik (2018). (Online)
(https://youtu.be/Gayvgz8_Zv8) di akses pada 4 Oktober 2020.
Mardiasih, Kalis. Meluruskan Makna Woman Supporting Woman. (Online)
(mojok.co/kal/kolom/ meluruskan-makna-woman-supporting-woman/),
diakses 8 Maret 2021.
Mujiran, Paulus. Film Tilik dan Stereotip Perempuan. (Online),
(investor.id/opinion/film-tilik-dan-stereotip-perempuan), di akses 14 Oktober
2020.
Rura, Cecylia. Wawancara Eksklusif Sutradara Film Tilik yang Heboh di Media
Sosial. (Online), (m.medcom.id/hiburan/montase/wb70o4pk-wawancara-
eksklusif-sutradara-film-tilik-yang-heboh-di-media-sosial), di akses 15
Oktober 2020.