bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum tentang tindak ...eprints.umm.ac.id/57293/3/bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Lalu Lintas
1. Pengertian Tindak Pidana
Pembentuk undang- undang telah menggunakan perkataan “strafbaar feit” untuk
menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang- Undang
Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang
sebenarnya dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit” tersebut.6
Perkataan “feit” itu sendiri di dalam Bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu
kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelyheld”., sedangkan “strafbaar” berarti
“dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu dapat
diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang
sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena itu kelak akan diketahui bahwa yang dapat
dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan,
perbuatan ataupun tindakan.7
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,
melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang
melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan
pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada
waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan
normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.8
6 Drs. P.A.F. Lamintang, S.H., Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,
2013. Hal 181. 7 Ibid. 8 Andi Hamzah. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia, Hal. 22.
16
Menurut Pompe, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo dalam
bukunya, pengertian strafbaar feit dibedakan menjadi9 :
a. Defenisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu
pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan
diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan
kesejahteraan umum ;
b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar feit” adalah
suatu kejadiaan (feit) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan
sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
2. Jenis - Jenis Tindak Pidana
Menurut Moeljatno, jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu,
antara lain sebagai berikut10 :
a. Menurut Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan
yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III.
Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran” itu bukan hanya
merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku III
melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam
PerUndang-Undangan secara keseluruhan.
b. Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (Formeel Delicten)
dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak
pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan
perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 351 KUHP yaitu tentang penganiayaan. Tindak
pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang,
9 Bambang Poernomo. 1983. Asas-Asas Hukum Pidana. Penerbit Ghalia Indonesia. Hal 91. 10 Moeljatno. 1993. Azas-Azas Hukum Pidana. Penerbit Rineka Cipta. Hlm 47.
17
karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung
jawabkan dan dipidana.
c. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana
sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh
tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai
berikut: Pasal 310 KUHP (penghinaan) yaitu sengaja menyerang kehormatan atau
nama baik seorang, Pasal 322 KUHP (membuka rahasia) yaitu dengan sengaja
membuka rahasia yang wajib disimpannya.
Sedangkan jenis-jenis/penggolongan tindak pidana menurut Tongat S.H., M.Hum
yang terdapat pada bukunya yakni ada 3 jenis tindak pidana :
1. Penggolongan Tindak Pidana menurut Doktrin, yang mana secara umum tindak
pidana dapat dibedakan kedalam beberapa pembagian, yakni11 :
a. Tindak pidana dapat dibedakan secara kualitatif atas kejahatan dan pelanggaran
a.1. kejahatan
Secara doktrinal kejahatan adalah rechtdelicht, yaitu perbuatan-
perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apaka perbuatan
itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Sekalipun
tidak dirumuskan sebagai delik dalam Undang-Undang, perbuatan ini
benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan keadilan. Jenis tindak pidana ini juga sering disebut
mala per se. Perbuatan-perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai
rechtdelicht dapat disebut antara lain pembunuhan, pencurian, dan
sebagainya.
11 Tongat. S.H., M.Hum. Dasar-Dasar Hukumm Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan.
UMM Press. Hal. 117.
18
a.2. Pelanggaran
Jenis tindak pidana ini disebut wetsdelicht, yaitu perbuatan-perbuatan
yang oleh masyarakat baru disadari sebagai suatu tindak pidana, karena
undang-undang merumuskan sebagai delik. Perbuatan-perbuatan ini bar
disadari sebagai tindak pidana oleh masyarakat oleh karena undang-
undang mengancamnya dengan sanksi pidana. Tindak pidana ini juga
disebut mala quia prohibita. Perbuatan-perbuatan yang dapat
dikualifikasikan sebagai wetsdelicht dapat diseut misalnya memarkir
mobil disebbalah kanan jalan, berjalan di jalan raya di sebelah kanan, dan
sebagainya.
Dalam perkembangannya, pembagian tindak pidana secara kualitatif
tersebut bertolak dari kenyataan, bahwa ada juga kejahatan yang baru
disadari sebagai tindak pidana oleh masyarakat setelah dirumuskan dalam
undang-undang pidana. Dengan demikian menurut Tongat S.H., M.Hum
dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia
dalam Perspektif Pembaharuan, tidak semua kejahatan merupakan
perbuatan yang benar-benar telah dirasakan sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan keadilan, sebelum dirumuskan dalam undang-
undang. Tetapi sebaliknya, terdapat juga pelanggaran yang memang
benar-benar telah dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan keadilann, sekalipun perbuatan itu belum
dirumuskan sebagai tindak pidana dalam undang-undang.
b. Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana formil dan tindak pidana
materiil
19
b.1. Tindak Pidana Formil
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik
beratkan pada perbuatan yang dilarang, dengan artian dapat dikatakan
bahwa tindak pidana formil adalah tindak pidana yang telah dianggap
terjadi/selesai dengan telah dilakukannya perbuatan yang dilarang dalam
undang-undang, tanpa mempersoalkan akibat. Tindak pidana yang dapat
dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil dapat disebut misalnya
pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP, penghasutan
sebagaimana diatur dalam pasal 160 KUHP, dan sebagainya.
b.2. Tindak Pidana Materiil
Tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang perumusanna dititik
beratkan pada akibat yang dilarang, dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang telah terjadi, atau
dianggap telah selesai apabila akibat yang dilarang itu telah terjadi. Jadi,
jenis tindak pidana ini mempersyaratkan terjadinya akibat untuk
selesainya. Apabila belum terjadi akibat yang dilarang, maka belum bisa
dikatakan selesai tindak pidana, yang terjadi baru percobaannya.
3. Tindak Pidana Bidang Lalu Lintas
a. Pengertian
Pengertian mengenai pelanggaran lalu lintas dapat disimak dalam brosur
penyuluhan hukum VIII tentang pelaksanaan lalu lintas yang diterbitkan oleh
Dorektorst Jenderal Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman
edisi 1 tahun 1993 yang selengkapnya Berbunyi :
20
“Pelanggaran lalu lintas adalah setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pemakai
jalan baik terhadap rambu-rambu lalu lintas maupun dalam cara mengemudi jalan.
Orang yang menggunakan kendaraan nermotor maupun pejalan kaki”.
Dari pengertian di atas telah nampak bahwa adanya pelanggaran karena telah
bersikap atau membuat tindakan yang bertentangan dengan ketentuan UU LLAJ.
Dengan kata lain, bahwa akibat dari ketidak patuhnya terhadap peraturan-peraturan
yang ditetapkan di jalan.dimaksukkan ke dalam kategori melakukan pelanggaran
lalu lintas.
b. Jenis Tindak Pidana Bidang Lalu Lintas
Perkara tertentu yang dimaksud dalam pasa 211 tentang pengertian perkara lalu
lintas jalan, dirinci sebagai berikut :12
1. Mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan
ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkann
kerusakan pada jalan.
2. Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan surat
izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan, surat tanda uji kendaraan
yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan
perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya tetapi
masa berlakunya sudah kadaluwarsa
3. Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan orang
yang tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM)
12 M. Yahya Harahap, S.H. 2012. Pembahasan Permaasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar
Grafika. Hal 434.
21
4. Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan
tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatannnnnnnn
kendaraan, dan syarat penggadungan dengan kendaraan lain
5. Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tamda
nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan yang
bersangkutan
6. Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas
jalan, dan atau isyarat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang
ada dipergunakan jalan
7. Pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diizinkan,
cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara memuat dan
membongkar barang
8. Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan
beroperasi di jalan yang ditentukan.
Inilah yang dimakasud secara terperinci terakait perkara pelanggaran tertentu
seperti yang tertulis pada pasa 211, yang diperiksa dalam sidang pengadilan dengan
acara pemeriksaan cepat. 13
B. Proses Penyelesaian Tindak Pidana
1. Penyelesaian Tindak Pidana menurut KUHAP
a. Prosedur Penyelesaian Tindak Pidana Ringan
Menurut Pasal 205 ayat (1) KUHAP, yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana
penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
13 Ibid.
22
Rp7.500,- dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 bagian
ini. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Paragraf 1 adalah sebagai berikut :
1. Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini tetap
berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan paragraf ini (pasal 210).
Pasal 210 sebenarnya merupakan pasal terakhir dalam paragraf 1, tetapi di sini
dikemukakan terlebih dahulu sebagai dalam pasal ini diatur hubungan antara acara
pemeriksaan tindak pidana ringan dengan ketentuan-ketentuan lainnya dalam
KUHAP. Bagian-bagian dari Bab XVI yang ditunjuk oleh Pasal 210 KUHAP ini
adalah : Bagian kesatu: Panggilan dan Dakwaan Bagian kedua: Memutus Sengketa
mengenai wewenang mengadili. Bagian ketiga: Acara Pemeriksaan Biasa. Dengan
demikian, untuk acara pemeriksaan tindak pidana ringan juga berlaku ketentuan-
ketentuan lainnya dalam KUHAP, sepanjang tidak diatur secara khusus yang
merupakan pengecualian dalam paragraf 1 yang memang dikhususkan untuk
mengatur acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
b. Prosedur Penyelesaian Tindak Pidana Biasa
Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan
pidana tidak disyaratkan adanya aduan dari yang berhak. Sedangkan delik aduan
adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana disyaratkan
adanya aduan dari yang berhak.
Contoh-contohnya:
a. Delik biasa: pembunuhan (338) dll.
b. Delik aduan: pencemaran (310), fitnah (311), dll.
Dalam kebiasaannya, penyelesaian tindak pidana biasa dapat diselesaikan
dengan jalur litigasi atau non-litigasi, yang mana terkait hal tersebut, kepolisian
memiliki peran yang penting untuk dapat membuat suatu berkas perkara yang
23
didasarkan pada proses penyelidikan dan penyidikan yang nantinya dijadikan dasar
pemeriksaan perkara oleh majelis hakim pengadilan negeri yang bersangkutan. Hal
lain, dalam proses penyelesaian perkara pidana biasa seorang penyidik dapat
menjalankan tugasnya apabila terhadap peristiwa pidana tersebut telah terdapat
laporan atau pengaduan dari masyarakat atau bahkan aparat kepolisian itu sendiri
sampai akhirnya diterbitkan Laporan Polisi atas peristiwa pidana tersebut guna
mengetahui kebenaran tentang terjadi atau tindak pidananya.
c. Prosedur Penyelesaian Tindak Pidana Khusus
Hukum Tindak Pidana Khusus mengatur perbuatan tertentu atau berlaku
terhadap orang tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain selain orang
tertentu. Oleh karena itu hukum tindak pidana khusus harus dilihat dari substansi
dan berlaku kepada siapa Hukum Tindak Pidana Khusus itu. Hukum Tindak Pidana
Khusus ini diatur dalam Undang-Undang di luar Hukum Pidana Umum.
Penyimpangan ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam Undang-Undang
Pidana merupakan indikator apakah Undang-Undang Pidana itu merupakan
Hukum Tindak Pidana Khusus atau bukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Hukum Tindak Pidana Khusus adalah Undang-Undang Pidana atau Hukum Pidana
yang diatur dalam Undang-Undang Pidana tersendiri. Pernyataan ini sesuai dengan
pendapat Pompe yang mengatakan: “Hukum Pidana Khusus mempunyai tujuan
dan fungsi tersendiri”. 14
Undang-Undang Pidana yang dikualifikasikan sebagai Hukum Tindak Pidana
Khusus ada yang berhubungan dengan ketentuan Hukum Administrasi Negara
terutama mengenai penyalahgunaan kewenangan. Tindak Pidana yang
14 Sulis Setyowati, SH., L.LM., Hukum Pidana Khusus, dalam https://slissety.wordpress. com, diakses
19 Februari 2019.
24
menyangkut penyalahgunaan kewenangan ini terdapat dalam perumusan tindak
pidana korupsi.15
Pada dasarnya dalam proses penyelesaian perkara pidana yang bersifat khusus
berlaku hukum acara yang sama pada penyelesaian perkara pidana pada umumnya
menurut KUHAP sepanjang tidak ditentukan sebaliknya berdasarkan undang-
undang yang berlaku. Dalam hal ini, dalam proses penyelesaian perkara pidana
khusus dimulai dengan agenda pemeriksaan dakwaan, eksepsi terdakwa/penasehat
hukum, putusan sela, pembuktian, tuntuan, pledoi hingga akhirnya putusan.
2. Prosedur Penyelesaian Tindak Pidana Bidang Lalu Lintas
Menurut ketentuan KUHAP ada tiga acara pemeriksaan di dalam menyelesaikan
perkara pidana yakni: Acara Pemeriksaan Biasa, Acara Pemeriksaan Singkat dan
Acara Pemeriksaan Cepat. Ketiga acara Pemeriksaan tersebut dijalankan berdasarkan
bentuk corak perkara yang diterimannya, sehingga apabila jenis perkara yang
diterimannya adalah perkara biasa maka harus pula diselesaikan dengan mengunakan
acara pemeriksaan biasa, jika yang diterima itu jenis perkara berdasarkan pasal 203
KUHAP, maka acara yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Singkat. Namun jika
perkara itu adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling
lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan
penghinaan ringan serta perkara pelanggaran lalu lintas jalan, maka perkara tersebut
harus diselesaikan dengan acara pemeriksaan cepat.16
Acara pemeriksaan cepat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana meliputi acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu
lintas. Pasal 211 KUHAP disebutkan bahwa yang diperiksa menurut acara
15 Ibid. 16 Rusli Muhammad. 2013. Lembaga Pengadilan Indonesia Beserta Putusan Kontroversial. UII Pres.
Hal. 63
25
pemeriksaan pelanggaran lalu lintas adalah pelanggaran lalu lintas tertentu terhadap
peraturan perundang-undangan lalu lintas.17
Persyaratan pidana pada umumnya meliputi persyaratan-persyaratan yang
menyangkut segi perbuatan dan segi orang. Kedua segi tersebut terdapat dua asas yang
paling berpasangan yaitu asas legalitas yang menyangkut segi perbuatan dan asas
culpabilitas atas asas kesalahan yang menyangkut segi orang. Asas legalitas
menghendaki adanya ketentuan yang pasti lebih dahulu, sedangkan asas kesalahan
menghendaki agar hanya orang yang benarbenar bersalah saja yang dapat dikenakan
pemidanaan.18
Sistim peradilan tilang pihak yang terdepan sama dengan sistem peradilan perkara
pidana biasa yaitu kepolisian. Pemeriksaan permulaan dilakukan tempat kejadian.
Polisi yang bertugas melaksanakan penegakan hukum apabila menemukan
pelanggaran lalu lintas tertentu harus menindak langsung ditempat kejadian.
Penyidikan yang dilakukan oleh polisi lalu lintas yang telah ditunjuk dan penyidik
tidak perlu mengumpulkan barang bukti sebab pelanggaran tersebut pembuktiannya
mudah serta nyata maksudnya dapat dibuktikan pada saat itu juga sehingga pelanggar
tidak akan dapat menghindar. Penyidik tidak perlu membuat berita acara pemeriksaan
penindakan terhadap pelanggaran mengunakan formulir tilang atau blangko tilang
yang berisi catatancatatan penyidik. Formulir tilang tersebut berfungsi sebagai berita
acara pemeriksaan pendahuluan, surat penggilan ke sidang, surat tuduhan jaksa, berita
acara persidangan dan putusan hakim. catatan penyidik tersebut dikirim ke Pengadilan
Negeri selambat-lambatnya pada sidang pertama berikutnya.19
17 Herry Yanto Takaliuang, Prosedur Penyelesaian Hukum Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Dalam
KUHAP, dalam https://media.neliti.com, diakses 11 Februari 2019. 18 Jurnal Setio Agus Samapto. 2009. Penyelesaian Perkara Pidana di Luar Pengadilan Terhadap
Dugaan Kejahatan Pasal 359 KUHP Dalam Perkara Lalu Lintas. STMIK AMIKOM. Hal. 2 19 Ibid. Hal. 6
26
Apabila dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan, penyidik membuat berita
acara sekalipun berupa berita acara ringkas dalam perkara pelanggaran lalu lintas jalan,
penyidik tidak perlu membuat berita acara pemeriksaan. Proses pemeriksaan dan
pemanggilan menghadap persidangan pengadilan :
a) Dibuat berupa catatan. Catatan ini bisa merupakan model formulir yang sudah
disiapkan oleh penyidik. Cara pembuatan catatan yang berbentuk formulir ini yang
biasa dalam praktek.
b) Dalam formulir catatan itu penyidik memuat :
- Pelanggaran lalu lintas yang didakwakan kepada terdakwa dan, - Sekaligus
dalam catatan itu berisi pemberitahuan hari, tanggal, jam, tempat sidang
pengadilan yang akan dihadiri terdakwa. Tanpa pemberitahuan yang jelas
dalam catatan tentang hari, tanggal, jam, dan tempat, persidangan berarti itu
tidak sah.
- Catatan pemeriksaan yang memuat dakwaan dan pemberitahuan segera
diserahkan kepada pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari
sidang pertama berikutnya. Ini perlu menjadi perhatian bagi penyidik. Jangan
sampai terdakwa datang menghadap pada hari yang disebut dalam catatan, tapi
ternyata catatan pemeriksaan tidak diserhakan kepada pengadilan. pengalaman
sperti ini pun terjadi.
- Di samping dalam pemeriksaan sidang pelanggaran lalu lintas jalan tidak perlu
diperlukan, juga berita acara pemeriksaan pemeriksaan sidang tidak
diperlukan.
Panitera dalam pemeriksaan sidang pelanggaran lalu lintas jalan tidak perlu
membuat berita acara. Berita acara dan dakwaan maupun putusan cukup catatan yang
dibuat panitera dalam buku register perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Buku register
27
tersebut pembuatannya dapat perpedoman kepada ketentuan Pasal 207 ayat (2) huruf
b.20
Dalam penjelasan mengenai ketentuan yang diatur dalam Pasal 207 ayat (2) huruf
b KUHAP dikatakan ketentuan ini memberikan kepastian di dalam mengadili menurut
acara pemeriksaan cepat tersebut tidak diperlukan surat dakwaan yang dibuat oleh
penuntut umum seperti untuk pemeriksaan denga acara biasa, melainkan tindak pidana
yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register tersebut pada huruf a.21
Berdasarkan Pasal 213 KUHAP, terdakwa dapat menunjuk seseorang untuk
mewakilinya mengahadap pemeriksaan sidang pengadilan, ketentuan ini seperti
memperlihatkan corak pelanggaran lalu lintas jalan sama dengan proses pemeriksan
perkara perdata. Terdapat suatu “quasi” yang bercorak perdata dalam pemeriksaan
perkara pidana, karena menurut tata hukum dan ilmu hukum umum, perwakilan
menghadap pemeriksaan sidang pengadilan, hanya di jumpai dalam pemeriksaan yang
bercorak keperdataan. Dengan ketentuan Pasal 213 KUHAP yang memperbolehkan
terdakwa diwakili menghadap dan menghadiri sidang berarti :
a. Undang-undang tidak mewajibkan terdakwa menghadap in person di sidang
pengadilan. hal ini, di samping merupakan quasi keperdataan juga merupakan
pengecualian terhadap asas in absentia.22
b. Terdakwa dapat menunjuk seorang yang mewakilinya. Kalau terdakwa tidak
mengahadap sendiri secara in person, ia dapat menunjuk seorang wakil yang
mengantikannya menghadap pemeriksaan sidang pengadilan.
20 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 435- 436. 21 P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, Op. Cit, hlm. 466. 22 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 435- 436.
28
c. Penunjukan wakil dengan surat. Pasal 213 KUHAP secara tegas menentukan
bagaimana cara dan bentuk penunjukan wakil. Penegasan ini sangat tepat demi
kepastian hukum. Penunjukan wakil, cara dan bentuknya dilakukan dengan surat.
Dan sekalipun undang-undang tidak menyebut berupa bentuk surat kuasa, surat
yang dimaksud dalam Pasal ini sebaiknya ditafsirkan sebagai “surat kuasa”.
Karena kalau perkataan surat itu di hubungkan dengan maksud surat itu sendiri,
yakni surat yang memuat pernyataan penunjukan wakil menghadap pemeriksaan
sidang maka nama yang tepat diberikan ialah surat kuasa atau surat perwakilan.
Pemeriksaan dan putusan di luar hadirnya terdakwa ketentuan ini diatur dalam
Pasal 214, yang membenarkan pemeriksaan perkara dan putusan dapat diucapkan di
luar hadirnya terdakwa. Pemeriksaan dan pengucapan putusan di luar hadirnya
terdakwa dalam hukum acara perdata disebut putusan verstek, dan sistem verstek yang
diatur dalam acara perdata, mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 214.23
Apabila pada hari dan tanggal yang ditentukan dalam pemberitahuan pemeriksaan
terdakwa atau wakilnya tidak datang menghadap di sidang pengadilan :
1) Pemeriksaan perkara dilanjutkan tidak perlu ditunda dan dimundurkan pada
hari sidang yang akan datang. Ketentuan ini bersifat imperatif dan bukan
fakultatif. Asal terdakwa tidak hadir atau wakilnya tidak menghadap di sidang,
pemeriksaan mesti diteruskan. Dalam Pasal 214 ayat (1) KUHAP, tidak
terdapat kata pemeriksaan dapat dilanjutkan, tapi kalimatnya berbunyi perkara
pemeriksaan perkara dilanjutkan.
2) Setelah pemeriksaan dilanjutkan putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa.
Pemeriksaan dan pengucapan putusan di luar hadirnya terdakwa, merupakan
23 Ibid, hlm.136-137.
29
rangkaian yang tak terpisah dalam pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas
jalan. Tidak bisah dipisah antara pemeriksaan dan pengucapan putusan baik
dalam keadaan pemeriksaan yang dihadiri terdakwa atau wakilnya maupun
dalam keadaan pemeriksaan di luar hadirnya terdakwa atau wakilnya.
Dalam hal putusan di ucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera
disampaikan kepada terdakwa. Demikiam bunyi ketentuan Pasal 214 ayat (2) KUHAP,
ini berarti setelah putusan di ucapkan diluar hadirnya terdakwa :
1) Panitera segera menyampaikan surat amar putusan kepada penyidik
2) Penyidik memberitahukan surat amar putusan kepada terpidana sesuai dengan
tata cara pemberitahuan putusan yang diatur dan berpedoman pada Pasal 227
ayat (2).
3) Penyidik mengembalikan surat amar putusan yang telah diberitahukan itu
kepada panitera. Jika penyidik telah dengan sempurna memberitahukan surat
amar putusan kepada terpidana, surat amar putusan disampaikan penyidik
kepada panitera. Mengenai bukti apakah surat amar putusan telah disampaikan
penyidik kepada terpidana, panitera dapat menelitnya sesuai dengan ketentuan
pasal 227 ayat (2) KUHAP yakni apakah dalam surat amar putusan tersebut
terdapat tanggal serta tanda tangan terpidana. Jika terpidana telah
membubuhkan tanggal dan tanda tangan, berarti pemberitahuan telah sah dan
sempurna dilakukan penyidik.
4) Apabila pemberitahuan surat amar putusan telah terbukti sah dan sempurna,
panitera mencatat hal itu dalam dalam buku register. Sekiranya pemberitahuan
surat amar putusan dianggap panitera belum sah, ia belum dapat mencatatnya
30
dalam buku register, tetapi mengirimkan kembali surat amar putusan kepada
penyidik, untuk diberitahukan kepada terpidana sebagaimana mestinya.24
Perlawanan terhadap putusan di luar hadirnya terdakwa dalam proses perkara
perdata, perlawanan terhadap putusan verstek disebut verset. Pengertian verset dalam
proses perdata hampir sama dengan proses perlawanan yang diatur dalam Pasal 214
ayat (4) KUHAP. Maka apabila putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa, terdakwa
dapat mengajukan perlawanan, hanya saja tidak terhadap semua putusan verstek dapat
diajukan perlawanan. Perlawanan atau verzet atas perbuatan verstek hanya dapat
dilakukan atas putusan yang tertentu saja. Sebagaimana halnya dalam putusan perkara
tindak pidana ringan, terhadap putusan perkara pelanggaran lalu lintas halan pun pada
prinsipnya tidak dapat diajukan upaya banding. Hal ini pun sudah ditegaskan dalam
Pasal 67 KUHAP bahwa terhadap putusan pengadilan dalam acara cepat tidak dapat
dimintakan banding. Inilah prisip yang diatur undang-undang. Akan tetapi setiap
prinsip yang umum selalu ada pengecualian. Demikian juga halnya dalam acara
pemeriksaan pelanggaran lalu lintas, terdapat pengecualian sekalipun hanya terbatas
pada hal-hal yang sangat tentu saja. Mengenai putusan yang dapat diajukan banding
dalam perkara acara pelanggaran lalu lintas ialah “putusan pidana perampasan
kemerdekaan” yang dijatuhkan dalam putusan perlawanan kalau semula terdakwa di
putuskan diluar hadirnya berupa perampasan kemerdekaan, kemudian atas putusan
tersebut mengajukan perlawanan, dan perkara diperiksa kembali sesuai dengan tata cara
yang diatur pada Pasal 214 ayat (7) KUHAP.25
24 M. Yahya Harahap, Op, Cit, hlm 138. 25 Ibid hlm. 439-440.
31
Penyitaan dalam pelanggaran lalu lintas jalan Menurut KUHAP Pasal 38 ayat (1)
dan (2).
(1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua
pengadilan negeri setempat.
(2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilaman penyidik harus segera
berindak dan tidak mungkin untuk mendapat surat izin dahulu, tanpa
mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas
benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan
negeri setempat guna persetujuaanya.26
Penyitaan hanya dapat dilakuaknoleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan
Negeri. Ditinjau dari segi ketentuan tersebut setiap penyitaan yang akan dilakukan
penyidik atas atas sesuatu benda harus dilandasi surat izin Ketua Pengadilan Negeri.
Penyitaan benda yang dilakukan penyidik tanpa lebih dulu mendapat surat Izin
merupakan tindakan penyitaan yang tidak sah. Akan tetapi kalau ditinjau secara ralistis
apakah ketentuan ini dapat ditegakkan secara murni dalam peristiwa lalu lintas jalan.
Penyidik dapat melakuakan penyitaan seketika pada saat menemukan peristiwa
pelanggaran lalu lintas tanpa surat izin Ketua Pengadilan, tetapi tindakan penyitaan itu
masih tetap dianggap sebagai upaya paksa yang dibenarkan Undang-Undang.
Akan tetapi kalau yang disita berupa SIM dan STNK maupan surat kendaraan
bermotor yang lain, pelaporan penyitaan cukup dilakukan pada surat pengantar
pengiriman berkas-berkas perakara pelanggaran lalu lintas jalan. Dalam hal ini
penyidik membuat laporan penyitaan kolektif atas beberapa penyitaan sesuai dengan
jumlah perkara yang disampaikan ke pengadilan. Penyidik tidak perlu melakukan
26 Gerry Muhamad Rizki. 2008. KUHP dan KUHAP. Penerbit Permata Press. hlm. 213
32
pelaporan satu persatu, karena hal yang sperti itu dalam pelanggaran lalu lintas jalan
kurang kurang praktis ditinjau dari segi administratif maupun dari segi teknis yuridis.
Sudah cukup terpenuhi ketentuan Pasal 38 ayat (2). Mengenai pengembalian benda
sitaan dalam acara pelanggaran lalu lintas jalan diatur dalam Pasal 215 KUHAP,
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pengembalian barang bukti segera dilakukan setelah putusan dijatuhkan
b. Dengan ketentuan, pengembalian barang sitaan baru boleh dilakuakn setelah
terpidana memenuhi isi amar putusan. Selama terpidana belum memenuhi isi amar
putusan, benda sitaan masih bisa ditahan pengadilan. pengembalian benda sitaan
digantungkan pada pemenuhan isi amar putusan oleh terpidana. Memang dalam
acara pelanggaran lalu lintas jalan, undang-undang menghendaki pemenuhan isi
amar putusan dilakukan oleh segera oleh terpidana, sesaat setelah putusan
dijatuhkan. Apalagi berpedoman pada pengalaman pada umumnya pidana yang
dijatuhkan pada acara pelanggaran lalu lintas adalah hukuman denda yang dapat
segera dipenuhi terpidana, dan sesuai dengan ketentuan Pasal 273 ayat (1) KUHAP
kalimat terakhir, pelaksanaan putusan pidana denda dalam acara pemeriksaan
cepat, harus seketika dilunasi, pada saat putusan dijatuhkan.27
Jika dilihat acara pelanggaran lalu lintas jalan semuanya sangat sederhana.
Pemeriksaan dilakukan tanpa berita acara dan juga tanpa surat dakwan. Demikian juga
halnya mengenai bentuk putusan, tidak dibuat secara khusus atau disatukan dengan
berita acara seperti bentuk putusan dalam acara singkat. Tidak demikian halnya, bentuk
putusan dalam acara pelanggaran lalu lintas jalan cukup sederhana tidak perlu
memperhatikan Pasal 197 ayat (1) KUHAP.
27 M. Yahya Harahap, Op.Cit. hlm, 445.
33
3. Tabel Perbandingan Penyelesaian Tindak Pidana Ringan
Berdasarkan KUHAP, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, dan PERMA Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian
Perkara Lalu Lintas maka akan didapatkan tabel perbandingan seperti dibawah ini :
Tabel 1: tentang Perbandingan Penyelesaian Tindak Pidana menurut KUHAP, Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009, dan PERMA Nomor 12 Tahun 2016
No. KUHAP Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009
PERMA Nomor 12
Tahun 2016
1. Menurut Pasal 205 ayat
(1) KUHAP, yang
diperiksa menurut acara
pemeriksaan tindak
pidana ringan ialah
perkara yang diancam
dengan pidana penjara
atau kurungan paling
lama 3 bulan dan atau
denda sebanyak-
banyaknya Rp7.500,-
Dalam KUHAP , Proses
penyelesaian tindak
pidana ringan sama
halnya dengan
pemeriksaan perkara
pidana biasa yang mana
dimulai dengan
pemeriksaan surat
dakwaan oleh JPU,
eksepsi oleh Penasehat
Hukum / Terdakwa,
Putusan sela,
Pembuktian, Surat
Tuntutan, dan Pledoi
hingga putusan karena
dalam hal ini tindak
pidana ringan hanya
bentuk klasifikasii
terhadap jenis tindak
Menurut Pasal 267 :
(1) Setiap Pelanggaran
di bidang Lalu
Lintas dan Angkutan
Jalan yang diperiksa
menurut acara
pemeriksaan cepat
dapat dikenai pidana
denda berdasarkan
penetapan
pengadilan
(2) Acara pemeriksaan
cepat sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dapat
dilaksanakan tanpa
kehadiran pelanggar.
Dalam Undang-Undang
Lalu lintas dan Angkutan
Jalann pada dasarnya
pemeriksaan tindak pidana
ringan dalam Undang-
Undang Lalu lintas
khususnya dilakukan
dengan menghadirkan
pelanggar lalu lintas itu
sendiri yang mana tanpa
adanya surat dakwaan
namun cukup dengan
adanya surat tilang yang
diberikan oleh penyidik lalu
lintas berikut bukti yang
Menurut Pasal 7 :
(1) Hakim yang
ditunjuk membuka
sidang dan
memutus semua
perkara tanpa
hadirnya
pelanggar.
34
Sumber : KUHAP, Undang-Undang, dan PERMA.
4. Tinjauan Ummum tentang Prinsip Kebenaran Materiil dalam Pembuktian Hukum
Acara Pidana
Pada dasarnya, prinsip kebenaran materill di dalam pemeriksaan perkara pidana
lebih mengutamakan penemuan terhadap fakta-fakta yang benar-benar terjadi (materiil)
sesuai dengan kenyataannya meskipun tidak diakui secara hukum sehingga dengan hal
tersebut menjadi alasan dalam pembuktian hukum acara pidana menyertakan syarat
adanya keyakinan hakim dalam memutus sebuah perkara pidana (Pasal 183 KUHAP)
disamping dengan didukung oleh 2 (dua) alat bukti yang sah (Pasal 184 KUHAP).28
Dalam hal ini, prinsip-prinsip kebenaran materiil sebagai tujuan dari adanya proses
pembuktian dalam hukum acara pidana adalah berbeda dengan prinsip yang berlaku dalam
Hukum Acara Perdata yang mencari kebenaran secara formil yang hanya berdasarkan
terhadap bukti-bukti yang tertuang dalam bentuk surat, oleh karena itu, dalam hukum
pidana, pemidaan terhadap seseorang tidak bisa dilakukan jika hanya sebatas pada
pengakuan orang tersebut semata akan tetapi diperlukan alat-alat bukti yang lain untuk
mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya.29
Selain daripada hal tersebut diatas, prinsip mencari kebenaraan materiil dalam
hukum acara pidana juga sebagai bentuk konsekwensi Yuridis dari adanya asas praduga
tak bersalah yang diterapkan dalam hukum pidana karena pada sejatinya, prinsip
28 M. Yahya Harahap, Pembahasan dan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pustaka Kartini,
Jakarta, 2000, hlm. 794. 29 Retnowulan S dan Iskandar O, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek (Bandung: C.V .
Mandar Maju, 2005), hal 59.
pidananya sebagaimana
diatur dalam pasal 205
KUHAP
disita dan nantinya akan
diputus oleh pengadilan,
sebagaimana diatur dalam
pasal 267 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
35
kebenaraan materiil bertujuan bukan untuk mencari kesalahan seseorang justru mencari
fakta atau kejadian yang sebenar-benarnya terjadi sesuai dengan kenyataan yang ada.30
Berdasarkan hal tersebut diatas, pada pokoknya tidak dapat dalam meneyelsaikan
persoalan pidana hanya berdasarkan pada 1 (satu) alat bukti semata atau bahkan 2 (dua)
alat bukti melainkan harus disertakan dengan adanya keyakinan hakim yang dibangun
berdasarkan fakta-fakta persidangan yang mana atas semua hal itu bersifat korelatif
kumulatif.
30 Jan Remmelink, Hukum Pidana, (Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama,2003), Hal. 3.