bab ii tinjauan pustaka a. pedagang kaki lima 1 ...repository.ump.ac.id/7712/3/bab ii.pdf · 13 bab...
TRANSCRIPT
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pedagang Kaki Lima
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima
Pedagang kaki lima, atau yang sering disebut PKL merupakan
sebuah komunitas pedagang, yang kebanyakan berjualan dengan
memanfaatkan area pinggir jalan raya. Mereka menggelar dagangannya,
atau gerobaknya, di pinggir perlintasan jalan raya.
Pada masa penjajahan kolonial, peraturan pemerintahan
menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya
menyediakan sarana untuk para pedestrian atau pejalan kaki (sekarang ini
disebut dengan trotoar). Lebar ruas untuk sarana bagi para pejalan kaki
atau trotoar ini adalah lima kaki. Pemerintahan pada waktu itu juga
menghimbau agar sebelah luar dari trotoar diberi ruang yang agak lebar
atau agak jauh dari pemukiman penduduk. Ruang ini untuk dijadikan
taman sebagai penghijauan dan resapan air. Dengan adanya tempat atau
ruang yang agak lebar itu kemudian para pedagang mulai banyak
menempatkan gerobaknya untuk sekedar beristirahat sambil menunggu
adanya para pembeli yang membeli dagangannya. Seiring perjalanan
waktu banyak pedagang yang memanfaatkan lokasi tersebut sebagai
tempat untuk berjualan, sehingga mengundang para pejalan kaki yang
kebetulan lewat untuk membeli makanan, minuman sekaligus beristirahat.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
14
Berawal dari situ maka Pemerintahan Kolonial Belanda menyebut mereka
sebagai Pedagang Lima Kaki yang berasal dari buah pikiran dari pedagang
yang berjualan di area pinggir perlintasan para pejalan kaki atau trotoar
yang mempunyai lebar lima kaki (mujibsite.wordpress.com/2009/08/
14/sejarah-pedagang-kaki-lima-pkl/ diakses pada tanggal 10 Januari
2018).
Pengertian pedagang kaki lima dapat dijelaskan melalui ciri-ciri
umum yang dikemukakan oleh Kartono dkk yaitu :
a. Merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus berarti
produsen.
b. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat
satu ketempat yanglain (menggunakan pikulan, kereta dorong, tempat
atau stan yang tidak permanen serta bongkar pasang).
c. Menjajakan bahan makanan, minuman, barang-barang konsumsi
lainnya yang tahan lama secara eceran.
d. Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi pemilik
modal dengan mendapatakan sekedar komisi sebagai imbalan atas jerih
payahnya.
e. Kualitas barang-barang yang diperdagangkan relatif rendah dan
biasanya tidak berstandar.
f. Volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli merupakan
pembeli yang berdaya beli rendah.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
15
g. Usaha skala kecil bisa berupa family enterprise, di mana ibu dan anak-
anak turut membantu dalam usaha tersebut, baik langsung maupun
tidak langsung.
h. Tawar menawar antar penjual dan pembeli merupakan ciri yang khas
pada usaha pedagang kaki lima.
i. Dalam melaksanakan pekerjaannya ada yang secara penuh, sebagian
lagi melaksanakan setelah kerja atau pada waktu senggang, dan
ada pula yang melaksanakan musiman (Zhafril Setio Pamungkas,
2015 : 4).
2. Jenis-jenis dan Tempat Usaha Pedagang Kaki Lima
Dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima, dapat dilihat bahwa jenis tempat usaha Pedagang
Kaki Lima terbagi atas jenis tempat usaha tidak bergerak dan bergerak.
Selanjutnya dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan
dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, dapat dilihat pembagian jenis
tempat usaha secara terperinci, yaitu dalam ayat (1) ditentukan bahwa jenis
tempat usaha tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 antara
lain gelaran, lesehan, tenda dan selter. Dalam ayat (2) ditentukan bahwa
jenis tempat usaha bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 antara
lain tidak bermotor dan bermotor.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
16
Penjelasan mengenai jenis tempat usaha Pedagang Kaki Lima
sebagai berikut :
a. Gelaran/Alas, pedagang menggunakan alas tikar, kain atau sejenisnya
untuk menjajakan dagangannya.
b. Lesehan, pedagang menggunakan tikar atau lantai untuk
memperjualbelikan dagangannya dan konsumen juga ikut
menggunakan tikar untuk duduk.
c. Tenda, pedagang menggunakan tempat berlindung dari kain atau
bahan lainnya untuk menutupi yang melekat pada kerangka tiang atau
dengan tali pendukung.
d. Selter, bentuk sarana ini menggunakan papan-papan yang diatur
sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah bilik, yang mana pedagang
tersebut juga tinggal didalamnya.
e. Tidak bermotor, biasanya pedagang menggunakan gerobak/kereta
dorong yang digunakan untuk berjualan makanan, minuman, atau
rokok.
f. Bermotor, pedagang menggunakan kendaraan baik beroda dua, tiga,
atau empat untuk menggunakan barang dagangannya.
B. Implementasi Kebijakan
1. Pengertian Implementasi Kebijakan
Menurut Thomas Dye, pengertian kebijakan adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan. Definisi di atas
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
17
mengandung makna bahwa : (1) kebijakan itu dibuat oleh pemerintah
bukan swasta, (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus
dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah (AG. Subarsono,
2010 : 2).
Menurut Carter V. Good, kebijakan adalah sebuah pertimbangan
yang didasarkan atas suatu nilai dan beberapa penilaian terhadap
faktor-faktor yang bersifat situasional, untuk mengoperasikan
perencanaan yang bersifat umum dan memberikan bimbingan dalam
pengambilan keputusan demi tercapainya tujuan (Ali Imron, 2002 : 17).
Pengertian kebijakan pemerintah sama dengan kebijaksanaan
berbagai bentuk seperti misalnya jika dilakukan oleh Pemerintah Pusat
berupa Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri (KepMen) dan lain
lain. Jjika kebijakan pemerintah tersebut dibuat oleh pemerintah daerah
akan melahirkan Surat keputusan (SK), peraturan daerah (PerDa) dan lain
lain.
2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang. Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah
yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk
programprogram atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan
dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk undang-undang
atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan
publik penjelas atau sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
18
Kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain
Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan
Kepala Daerah, Keptusan Kepala Dinas, dll (Riant Nugroho Dwijowijoto,
2004: 158-160).
Pengertian implementasi di atas apabila dikaitkan dengan
kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan
lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang-undang dan
kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplmentasikan, tetapi
sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar
mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan
merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan
sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu (Bambang
Sunggono, 1994 : 137).
Syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan
negara secara sempurna menurut Teori Implementasi Brian W. Hogwood
dan Lewis A. Gun yang dikutip Solichin Abdul Wahab, yaitu :
a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana
tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan-
hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya.
b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang
cukup memadai.
c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia
d. Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu
hubungan kausalitas yang handal.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
19
e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnnya.
f. Hubungan saling ketergantungan kecil.
g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna. (Solichin Abdul
Wahab, 1997 : 71-78).
3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan
Menurut Bambang Sunggono, implementasi kebijakan mempunyai
beberapa faktor penghambat, yaitu :
a. Isi kebijakan
Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi
kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci,
sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-program
kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada.
Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari
kebijakan yang akan dilaksanakan.
Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasikan dapat juga
menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti.
Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan
implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
20
kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu, misalnya yang
menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
b. Informasi
Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para
pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang
perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan
baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan
komunikasi.
c. Dukungan
Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada
pengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan
kebijakan tersebut.
d. Pembagian Potensi
Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu
kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara
para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan
dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana.
Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah
apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan
dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-
pembatasan yang kurang jelas (Bambang Sunggono,1994 : 149-153).
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
21
4. Upaya Mengatasi Hambatan Implementasi Kebijakan
Peraturan perundang-undangan merupakan sarana bagi
implementasi kebijakan publik. Suatu kebijakan akan menjadi efektif
apabila dalam pembuatan maupun implementasinya didukung oleh sarana-
sarana yang memadai. Menurut Bambang Sunggono, adapun unsur-unsur
yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik,
yaitu :
a. Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, di mana terdapat
kemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antara
kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan
yang berlaku dalam masyarakat.
b. Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Para
petugas hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi,
dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan
(menerapkan) suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan.
Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-
gangguan atau hambatan-hambatan dalam melaksanakan
kebijakan/peraturan hukum.
c. Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu
peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan ingin
terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas-fasilitas
yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau
hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
22
d. Warga masyarakat sebagai obyek, dalam hal ini diperlukan adanya
kesadaran hukum masyarakat, kepatuhan hukum, dan perilaku warga
masyarakat seperti yang dikehendaki oleh peraturan
perundangundangan (Bambang Sunggono, 1994 : 158).
C. Kebijakan Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2012
Tentang Koordinasi Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima
Definisi PKL menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 125 Tahun 2012 Tentang Koordinasi Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima terdapat dalam Bab I mengenai Ketentuan Umum
Pasal 1 yaitu Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah
pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan
sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana
kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah
dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap.
Penataan PKL di tingkat Kabupaten diatur dalam Pasal 6 yaitu
Bupati/Walikota melaksanakan penataan PKL Kabupaten/Kota di
wilayahnya yang meliputi :
a. penetapan kebijakan penataan PKL;
b. penetapan lokasi dan/atau kawasan tempat berusaha PKL di dalam
Rencana Detail Tata Ruang;
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
23
c. penataan PKL melalui kerja sama antar Pemerintah Daerah;
d. pengembangan kemitraan dengan dunia usaha; dan
e. penyusunan program dan kegiatan penataan PKL ke dalam dokumen
perencanaan pembangunan daerah.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima
Pengertian mengenai PKL dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan
Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima ini diatur dalam Pasal 1 yang
mendeskripsikan bahwa PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha
perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak
bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum,
lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat
sementara/tidak menetap.
Selanjutnya mengenai pengertian penataan PKL adalah upaya yang
dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk
melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi
PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika,
kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemberdayaan PKL sendiri
merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
24
dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan
iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu
tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya.
Selanjutnya Pasal 2 memberikan perintah kepada pemerintah daerah yaitu
Gubernur dan Bupati/Walikota wajib melakukan penataan dan
pemberdayaan PKL.
Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang
berada di lahan dan/atau bangunan milik pemerintah daerah dan/atau
swasta dan selanjutnya yang dimaksud lokasi binaan adalah lokasi yang
telah ditetapkan peruntukannya bagi PKL yang diatur oleh pemerintah
daerah, baik bersifat permanen maupun sementara.
Adapun tujuan penataan dan pemberdayaan pedagang kali lima
diatur dalam Pasal 5 yaitu :
a. Memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi
sesuai dengan peruntukannya.
b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi
usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri.
c. Untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan
sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan
lingkungan.
Adapun larangan bertransaksi bagi PKL diatur dalam Pasal 38 yaitu :
a. Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL
pada fasilitas-fasilitas umum yang dilarang untuk tempat usaha atau
lokasi usaha PKL.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
25
b. Fasilitas umum yang dilarang untuk tempat usaha PKL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan rambu atau tanda larangan
untuk tempat atau lokasi usaha PKL.
c. Bupati/Walikota mengenakan sanksi atas pelanggaran sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1).
3. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 4 Tahun 2011
Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 4 Tahun
2011 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima,
pengertian dari PKL dalam Pasal 1 adalah pedagang perorangan yang
melakukan kegiatan berdagang barang dan/atau jasa yang menggunakan
ruang milik publik yang bersifat sementara dengan menggunakan
peralatan bergerak dan/atau tidak bergerak. Peralatan bergerak adalah
sarana yang dipergunakan oleh PKL berupa tenda, meja, gerobak dorong,
kendaraan beroda dua, kendaraan beroda tiga, kendaraan roda empat, dan
sejenisnya.
Mengenai penataan PKL, diatur dalam Pasal 6 yaitu sebagai
berikut :
a. Setiap orang dilarang melaksanakan kegiatan PKL di ruang milik
publik, kecuali pada lokasi yang ditetapkan oleh Bupati.
b. Pada lokasi kegiatan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati
menetapkan waktu, ukuran dan bentuk sarana PKL dalam
melaksanakan kegiatannya.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
26
c. Bupati dalam menetapkan lokasi kegiatan PKL sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), memberitahukan kepada Pimpinan DPRD dan akan
memperhatikan saran dan masukan dari Pimpinan DPRD.
d. Ketentuan mengenai lokasi, waktu, ukuran dan bentuk sarana PKL,
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pelarangan PKL yang melakukan kegiatan usahanya di Kabupaten
Banyumas diatur dalam Pasal 17 yaitu bahwa setiap PKL dilarang :
a. Melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan tempat usaha semi
permanen dan/atau permanen.
b. Menggunakan tempat lain atau tempat yang lebih luas daripada yang
telah ditetapkan dalam Surat Penempatan PKL.
c. Meminjamkan atau menyewakan tempat usahanya kepada pihak lain.
d. Menjualbelikan dan/atau memindahtangankan Surat Penempatan PKL.
e. Menjual barang-barang atau melakukan pekerjaan yang menurut
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dinyatakan sebagai barang
terlarang dan/atau perbuatan terlarang.
f. Melakukan usaha atau kegiatan usaha yang mengganggu atau
membahayakan keamanan, ketertiban dan/atau keselamatan umum serta
menimbulkan pencemaran lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g. Meninggalkan sarana dagang di lokasi tempat usaha setelah selesai
kegiatan usahanya.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
27
h. Melakukan usaha atau kegiatan yang tidak sesuai dengan lokasi, waktu,
ukuran dan bentuk sarana dagang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pasal 19 mengatur ketentuan pidana yang mengikat bagi setiap orang
yang berada di wilayah hukum Kabupaten Banyumas yaitu :
a. Setiap orang yang melanggar Pasal 7 ayat (1), diancam pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.
3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah
Pelanggaran.
D. Kebijakan Penggunaan Fungsi Trotoar
1. Pengertian Dan Fungsi Trotoar
Pasal 25 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa setiap jalan
yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi oleh
perlengkapan jalan. Lebih lanjut dapat dilihat dalam Pasal 45 ayat (1)
dijelaskan bahwa trotoar merupakan salah satu fasilitas pendukung
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di antara fasilitas-fasilitas
lainnya seperti: lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan kaki, halte,
dan/atau fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut.
Dalam kata lain, trotoar juga merupakan perlengkapan jalan.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
28
Fungsi trotoar diperuntukkan bagi pejalan kaki dengan definisi
setiap orang yang berjalan di ruang lalu lintas jalan menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pedoman
Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan
Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan. Secara umum, pembangunan
prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki berfungsi untuk memfasilitasi
pergerakan pejalan kaki dari satu tempat ke tempat lain dengan lancar,
aman, dan mudah.
Berdasarkan Pasal 34 ayat (3) menjelaskan bahwa salah satu ruang
manfaat jalan hanya diperuntukkan bagi trotoar. Trotoar hanya
diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Selanjutnya ada 2 (dua)
macam sanksi yang dapat dikenakan pada orang yang menggunakan
trotoar sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki yaitu :
a. Pasal 274 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu setiap orang yang
mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp. 24.000.000,00,- (dua puluh empat juta rupiah); atau
b. Pasal 275 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu : setiap orang yang melakukan
perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu
Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan
Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan, dipidana dengan pidana
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
29
kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.
250.000,00,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
2. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 1 Tahun 2015
Tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Berkaitan dengan trotoar, Pemerintah Daerah Kabupaten
Banyumas telah memberlakukan regulasi yang berlaku di Kabupaten
Banyumas yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 1 Tahun
2015 Tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
(Lembaran Daerah Kabupaten Banyumas Tahun 2015 Nomor 1 Seri E).
Pasal 104 Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 1 Tahun
2015 Tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan mengatur
lebih lanjut mengenai trotoar yaitu :
a. Suatu ruas jalan dianggap perlu dilengkapi dengan trotoar apabila di
sepanjang jalan tersebut terdapat penggunaan lahan yang mempunyai
potensi pengguna jalan kaki.
b. Tempat yang dapat dibangun trotoar antara lain sekolah, pusat
perbelanjaan, pusat perkantoran, pusat perdagangan, pusat hiburan,
pusat kegiatan sosial, daerah industri, terminal bus dan lokasi lain yang
mempunyai potensi pejalan kaki.
c. Trotoar ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur lalu
lintas apabila tersedia lokasi parkir.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018
30
d. Trotoar sedapat mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase
terbuka atau di atas saluran drainase yang telah ditutup dengan plat
beton atau paving block.
e. Fasilitas pejalan kaki berupa trotoar dapat dikombinasikan dengan
taman sesuai dengan kebutuhan ruang pejalan kaki.
f. Fasilitas pejalan kaki (trotoar) menyediakan tanda khusus yang
memudahkan bagi penyandang cacat tertentu.
Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas memberlakukan larangan
dalam pemanfaatan trotoar yang tidak sesuai dengan fungsinya. Pasal 106
ayat (1) mengatur larangan tersebut yaitu :
a. Setiap badan dan/atau orang dilarang memanfaatkan trotoar untuk
kepentingan usaha perdagangan barangdan/atau jasa.
b. Setiap badan dan/atau orang dilarang memasang atau menempatkan
bangunan, peralatan atau bahan tertentu pada trotoar kecuali pohon
peneduh, taman, halte, APILL, utilitas dan perlengkapan jalan.
Ketentuan pidana dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas
Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan diatur Pasal 302 yaitu :
a. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (1) dan/atau ayat (2), diancam dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
Pengalihan Fungsi Trotoar..., Aditya Dwiki Prasetyanto, Fakultas Hukum, UMP, 2018