bab ii tinjauan pustaka a. motivasi perawat dalam...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi Perawat Dalam melaksanakan Universal Precaution
1. Definisi Motivasi atau Motif
Motivasi atau motif berasal dari kata Latin moverre yang berarti
dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku.
Motivasi merupakan suatu alasan seseorang untuk bertindak dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya (Notoatmodjo, 2010). Menurut Atkinson
et al. (2007) motivasi mengacu pada factor yang menggerakkan dan
mengarahkan perilaku manusia.
2. Teori Motivasi
Teori motivasi McClelland (1984, dalam Notoatmodjo, 2010)
menjelaskan bahwa motif sekunder yang ada pada manusia meliputi:
a. Motif berprestasi
Berprestasi adalah suatu dorongan yang ada pada setiap manusia
untuk mencapai hasil kegiatannya atau hasil kerjanya secara maksimal.
Secara naluri setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mengerjakan
atau melakukan kegiatannya lebih baik dari sebelumnya atau lebih baik
dari orang lain. Namun, dalam realitasnya untuk mencapai hasil
kegiatannya lebih baik dari sebelumnya atau lebih baik dari orang lain
itu tidak mudah dan banyak kendala. Justru kendala yang dihadapi
dalam mencapai prestasi inilah yang mendorongnya untuk berusaha
mengatasinya serta memelihara semangat yang tinggi dan bersaing
mengungguli orang lain. Oleh karena itu, motif berprestasi sebagai
dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan pada
ukuran keunggulan dibandingkan dengan standar atau kemampuan
orang lain.
10
11
b. Motif berafiliasi
Manusia adalah makhluk sosial yang berinteraksi dengan manusia
yang lain. Secara naluri kebutuhan dan dorongan untuk berafiliasi
dengan sesame manusia adalah melekat pada setiap orang. Agar
kebutuhan berafiliasi dengan orang terpenuhi atau dengan kata lain
diterima orang lain, maka seseorang harus menjaga hubungan baik
dengan orang lain. Untuk mewujudkan diterima orang lain, maka
setiap perbuatannya merupakan alat atau media untuk membentuk,
memelihara, diterima dan bekerja sama dengan orang lain.
c. Motif berkuasa
Manusia mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi dan
menguasai orang lain, baik dalam bentuk social yang kecil maupun
kelompok social yang besar. Motif untuk mempengaruhi dan
menguasai orang lain oleh McClelland disebut motif berkuasa. Motif
berkuasa ini berusaha mengarahkan perilaku seseorang untuk
mencapai kepuasan melalui tujuan tertentu, yaitu kekuasaan dengan
jalan mengontrol atau menguasai orang lain.
3. Pembagian Motivasi
Notoatmodjo (2010) membagi motif menurut penyebabnya
mencakup motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah
motif yang berfungsi tanpa rangsangan dari luar, tetapi sudah dengan
sendirinya terdorong untuk berbuat sesuatu. Sedangkan motif ekstrinsik
adalah motif yang berfungsi karena adanya rangsangan dari luar
B. Konsep Universal Precaution
1. Definisi Universal Precaution
Universal precaution (kewaspadaan universal) adalah suatu metode
atau petunjuk yang dirancang oleh Pusat dan Kendali Pencegahan Penyakit
yang bertujuan untuk mereduksi penyebaran penyakit dan infeksi kepada
12
penyedia pelayanan kesehatan dan pasien yang terdapat di dalam ruang
lingkup pelayanan kesehatan (Lyn Dailey, 2010).
Universal precaution adalah suatu tindakan sederhana untuk
mencegah penyebaran infeksi dengan mereduksi transmisi pathogen atau
virus yang dapat ditularkan melalui perantara darah atau cairan tubuh lain
dari pasien kepada petugas kesehatan (Wilson et. al, 2006).
Universal precaution berarti upaya perlindungan diri dari paparan
percikan darah atau cairan tubuh lainnya dengan cara membersihkan area
yang mungkin terkontaminasi dengan menggunakan sabun dan air
(Wayne, 2010).
Universal precaution adalah suatu tindakan pengendalian infeksi
sederhana yang digunakan oleh seluruh tenaga kesehatan, untuk semua
pasien, setiap saat dan pada semua tempat pelayanan kesehatan dalam
rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi (Nursalam & Ninuk, 2008).
Gb. 2.1. Universal Precaution (Hooper, 2009)
2. Lingkup Universal Precaution
Kewaspadaan universal merupakan suatu metode yang dirancang
untuk mencegah transmisi mikroorganisme saat seorang tenaga kesehatan
memberikan perawatan atau pelayanan kesehatan kepada pasien dengan
cara mencegah terjadinya kontak antara tenaga kesehatan dengan cairan
13
tubuh yang berasal dari pasien. Darah dan cairan tubuh lain yang berasal
dari pasien dianggap berpotensi menyebarkan infeksi, seperti infeksi HIV,
HBV maupun HCV. Pemberlakuan standart kewaspadaan universal ini
bertujuan untuk untuk mengurangi angka kejadian infeksi di lingkup
pelayanan kesehatan, baik kejadian infeksi yang berasal dari tenaga
kesehatan maupun yang berasal dari pasien. Prinsip dasar dari
kewaspadaan universal adalah menganggap bahwa semua cairan tubuh
atau darah berpotensi untuk menyebabkan infeksi, baik kepada tenaga
kesehatan maupun kepada pasien. Yang termasuk dalam tindakan
kewaspadaan universal meliputi :
a. Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan kontak
dengan pasien, menyentuh peralatan atau instrumen yang
terkontaminasi dan setelah menggunakan sarung tangan.
b. Menggunakan sarung tangan ketika melakukan prosedur yang
berkaitan dengan darah, cairan tubuh, membran mukosa, perawatan
luka, ketika menyentuh peralatan yang terkontaminasi dan sebelum
melakukan prosedur invasif.
c. Menggunakan alat pelindung diri (kacamata pelindung, masker, gaun
atau celemek) untuk mencegah kemungkinan percikan atau droplet
yang berasal dari tubuh pasien.
d. Menerapkan praktik kewaspadaan universal dalam upaya mencegah
terjadinya cedera karena instrument tajam (jarum suntik, pisau bedah,
gunting) selama melakukan prosedur, ketika membuang jarum suntik
yang sudah tidak digunakan lagi, jangan menggunakan kembali jarum
suntik yang sudah dipakai, jangan mematahkan jarum dengan
menggunakan tangan dan buang jarum suntik atau instrument lain ke
dalam kontainer benda tajam yang terpisah.
e. Ketika melakukan prosedur resusitasi, gunakan kasa pelindung, bag
valve mask (BVM) atau alat ventilasi lainnya yang berfungsi untuk
meminimalkan penyebaran infeksi dari mulut ke mulut saat
melakukan prosedur.
14
f. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi terhadap instrument setelah
digunakan (Ubaid & Mohammad, 2009).
Gb. 2.2. Macam Prosedur Kewaspadaan Universal (Rutala & David,
2008)
Di bawah ini merupakan standart kewaspadaan universal yang
dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi adalah meliputi :
a. Mencuci tangan :
1) Setelah mengganti popok atau membantu anak – anak saat buang
air (BAB atau BAK).
2) Setelah melakukan prosedur yang berkaitan dengan cairan tubuh
atau darah (pengambilan sampel darah, pemasangan infus maupun
transfusi darah).
15
3) Sebelum dan sesudah melakukan tindakan seperti memotong kuku
atau melakukan perawatan luka.
4) Setelah membersihkan suatu benda yang terkontaminasi oleh cairan
tubuh atau darah.
5) Setelah membuka atau melepas sarung tangan (memakai sarung
tangan tidak berarti bahwa seseorang tidak perlu mencuci
tangannya).
b. Sarung tangan harus digunakan saat :
1) Kontak dengan cairan tubuh atau darah (seperti feces atau
muntahan yang terdapat darah).
2) Memotong kuku atau melakukan perawatan luka (Bednarsh &
Kathy, 2010).
Berikut adalah langkah – langkah spesifik yang harus diambil untuk
melindungi diri dari kontaminasi cairan tubuh atau darah orang lain yang
mungkin terinfeksi virus (Hepatitis B atau HIV) atau dari benda – benda
yang dapat menimbulkan kerusakan pada kulit (luka) :
a. Selalu mencuci tangan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi
melalui cairan tubuh atau darah.
b. Selalu gunakan sarung tangan jika terdapat suatu kemungkinan
seseorang melakukan kontak dengan orang lain yang terinfeksi.
c. Selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun anti bakterial.
d. Selalu gunakan sarung tangan sekali pakai dan jangan coba untuk
mencuci sarung tangan yang telah digunakan atau bahkan
menggunakannya kembali.
e. Semua benda atau pakaian yang telah terkontaminasi dengan cairan
tubuh atau darah harus ditempatkan dalam tas plastik berlapis serta
diikat.
f. Gunakan jarum suntik hanya sekali pakai dan buang jarum tersebut
dalam kontainer instrument benda tajam (Sadoh et al, 2006).
Menurut WHO (2010), kewaspadan universal merupakan suatu
metode efektif yang dirancang untuk melindungi tenaga kesehatan dan
16
pasien dari resiko infeksi akibat pathogen atau virus yang terdapat di
dalam darah. Tindakan kewaspadaan universal ini diterapkan saat
melakukan perawatan kepada semua pasien dan tidak tergantung dengan
diagnosa penyakit dari pasien tersebut. Dalam prakteknya, implementasi
tindakan kewaspadaan universal meliputi intervensi sebagai berikut :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan
pasien.
b. Prinsip pencegahan penyebaran infeksi dengan menggunakan jarum
suntik sekali pakai dan tidak digunakan bergantian.
c. Amankan benda – benda tajam yang mungkin dapat menyebabkan
infeksi (jarum suntik, pisau bedah, pisau cukur atau gunting).
d. Selalu gunakan sarung tangan saat melakukan kontak dengan cairan
tubuh, darah, selaput lendir dan pada semua luka yang terdapat pada
bagian tubuh seseorang.
e. Gunakan masker pelindung, kaca mata, celemek atau gaun pelindung
untuk menghindari percikan cairan tubuh atau darah saat melakukan
perawatan luka.
3. Jenis Universal Precaution
a. Pemberian Imunisasi Hepatitis B
1) Pemberian imunisasi Hepatitis B pada tenaga kesehatan secara
rutin adalah jalan yang efektif untuk melindungi para tenaga
kesehatan terhadap paparan virus Hepatitis B.
Gb. 2.3. Pemberian Vaksin Hepatitis B (Clausen, 2010)
17
2) Virus Hepatitis B merupakan virus yang cepat menyebar melalui
perantara darah dan banyak terjadi di seluruh negara yang ada di
dunia.
Gb. 2.4. Virus Hepatitis B (Clausen, 2010)
3) Akibat jangka panjang dari infeksi virus Hepatitis B adalah sirosis
hepatis dan kanker hati.
4) Pemberian imunisasi Hepatitis B harus sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan, yaitu pada bulan ke – 0, bulan ke – 1 dan pada
bulan ke – 6.
5) Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan tingkat antibody dalam
kurun waktu 2 atau 6 bulan setelah imunisasi terakhir.
b. Perlindungan Pribadi
1) Selalu gunakan peralatan perlindungan diri meliputi sarung tangan,
kacamata, masker, celemek atau gaun pelindung.
2) Gunakan jarum suntik hanya sekali pakai dan buang jarum suntik
segera setelah digunakan dalam keadaan tertutup.
3) Pastikan tersedianya peralatan perlindungan diri di dalam semua
area pelayanan kesehatan.
4) Buang semua peralatan perlindungan diri yang sudah tidak gunakan
secara aman (Schwegman, 2009).
18
Gb. 2.5. Kontainer Pembuangan Instrument Tajam (Clausen, 2010)
c. Post – Exposure Manajement
Sumber penyebaran infeksi terbesar adalah melalui jarum suntik yang
digunakan oleh pasien yang terinfeksi oleh suatu virus, seperti HIV,
virus Hepatitis B atau Hepatitis C. Resiko terjadinya infeksi akibat
jarum suntik adalah sebesar 0,3% untuk infeksi karena HIV, 3% untuk
infeksi karena virus Hepatitis C dan 6 - 30% untuk infeksi karena
virus Hepatitis B. Cara yang efektif untuk mengatasi penyebaran
infeksi melalui perantara darah atau cairan tubuh adalah sebagai
berikut :
1) Pengembangan petunjuk prosedur dan mekanisme perlindungan
diri dari infeksi penyakit.
2) Pemberian informasi dan pendidikan kesehatan.
3) Ketepatan dalam pemberian konseling mengenai penyakit.
4) Melakukan tindakan penelitian untuk meningkatkan upaya
pencegahan dalam lingkup praktik klinis (WHO, 2010).
19
Gb. 2.6. Sistem Kewaspadaan Universal (Rutala & David, 2008)
4. Prinsip Universal Precaution
Darah atau cairan tubuh lain seperti cairan semen, sekresi vagina,
air ludah, urine, tinja dan muntahan dapat mengandung virus atau bakteri
yang dapat berpindah dari satu orang kepada orang yang lain melalui
kontak secara langsung. Hepatitis B atau Hepatitis C dan HIV/AIDS
merupakan jenis penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang
lain melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh lain yang telah
terinfeksi. Tidak ada cara untuk mengetahui apakah seseorang telah
terinfeksi oleh virus Hepatitis B, Hepatitis C atau HIV tanpa melakukan
tes terlebih dahulu. Oleh karena itu, setiap orang harus menganggap bahwa
semua darah atau cairan tubuh lainnya bersifat infeksius. Dan
kewaspadaan universal merupakan suatu metode yang digunakan sebagai
barrier pelindung di antara seseorang dengan cairan tubuh yang berpotensi
menyebabkan infeksi. Cairan tubuh yang dapat menyebabkan timbulnya
infeksi antara lain :
20
a. Cairan serebrospinal
b. Cairan peritonial
c. Cairan pleura
d. Cairan perikardial
e. Cairan servikal
f. Cairan amnion
g. Urine
h. Cairan semen
i. Sekresi vagina
j. Cairan tubuh lainnya yang terdapat darah di dalamnya (NCWL NHS,
2007)
Mata rantai infeksi merupakan konsep dasar dalam upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi yang terdiri dari enam unsur, dimana
untuk dapat menimbulkan terjadinya infeksi harus terdapat seluruh unsur –
unsur tersebut. Enam unsur yang terdapat dalam mata rantai infeksi
meliputi :
a. Agen penginfeksi
Agen penginfeksi adalah sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit
atau infeksi, seperti bakteri, virus, ricketsia, fungi dan protozoa (Setio
dan Rohani, 2010). Kemungkinan bagi organisme maupun parasit untuk
dapat menyebabkan penyakit tergantung pada beberapa faktor berikut
ini :
1) Organisme terdapat dalam jumlah yang cukup banyak.
2) Virulensi atau kemampuan untuk dapat menyebabkan sakit.
3) Kemampuan organisme untuk dapat masuk dan bertahan hidup
dalam tubuh pejamu (host).
4) Pejamu yang rentan (Potter & Perry, 2005).
b. Reservoir
Reservoir merupakan tempat agen penginfeksi dapat hidup, tumbuh dan
berkembang biak (Setio & Rohani, 2010). Untuk dapat hidup dan
berlembang biak, organisme memerlukan lingkungan hidup yang
21
sesuai, termasuk makanan, oksigen, air, suhu yang tepat, pH dan cahaya
(Potter & Perry, 2005).
c. Portal of Exit
Portal of exit merupakan tempat atau jalan keluar agen penginfeksi
untuk meninggalkan reservoir. Termasuk di dalam portal of exit ini
adalah traktus respiratorius, traktus gastrointestinal, traktus
genitourinarius, kulit dan membran mukosa, serta darah dan cairan
tubuh lainnya (Setio & Rohani, 2010).
d. Modus transmisi (Mode of Transmission)
Modus transmisi atau cara penularan merupakan mekanisme
perpindahan mikroorganisme atau agen infeksius dari reservoir kepada
orang yang rentan. Terdapat bermacam – macam cara penularan
tergantung dari mikroorganisme atau agen penginfeksi, seperti
penularan melalui kontak (langsung dan tidak langsung), percikan
(droplet), darah, vektor dan peralatan atau lingkungan.
e. Hospes
Hospes yang rentan adalah seseorang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen penginfeksi dan mencegah
terjadinya infeksi atau penyakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kerentanan host terhadap mikroorganisme antara lain, umur, riwayat
penyakit kronis, status gizi, status imunisasi, trauma dan pembedahan.
f. Portal of Entry
Portal of entry atau pintu masuk adalah tempat atau jalan masuk bagi
mikroorganisme atau agen penginfeksi untuk masuk ke dalam tubuh
host yang rentan. Termasuk di dalam portal of entry ini adalah traktus
respiratorius, traktus gastrointestinal, traktus genitourinarius, kulit dan
membran mukosa, serta darah dan cairan tubuh lainnya (Setio &
Rohani, 2010).
22
Gb. 2.7. Mata Rantai Penyebaran Infeksi (Leeds Teaching Hospital,
2006)
Prinsip dasar dari kewaspadaan universal adalah meliputi:
a. Perlindungan kulit
Bakteri dan virus tidak dapat menembus jaringan kulit yang utuh.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menjaga kelembaban dan
keutuhan kulit. Cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kelembaban
dan keutuhan kulit adalah sebagai berikut :
1) Secara teratur, gunakan pelembab kulit untuk menjaga
kelembaban kulit.
2) Secara teratur, periksa kulit terhadap adanya luka dan selalu tutup
luka dengan menggunakan kassa steril.
3) Selalu mencuci tangan setelah menggunakan sarung tangan.
4) Pastikan bahwa tangan berada dalam keadaan kering setelah
mencuci tangan (Hooper, 2009).
b. Mencuci tangan
Mencuci tangan merupakan salah satu metode penting dalam upaya
mengontrol penyebaran infeksi. Teknik mencuci tangan sendiri terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu : teknik mencuci tangan dasar (rutin) dan teknik
mencuci tangan steril (bedah). Cuci tangan dasar (rutin) adalah suatu
kegiatan mencuci tangan yang dilakukan dengan menggunakan air
mengalir yang ditambah dengan menggunakan sabun atau sabun
antiseptic yang bertujuan untuk membersihkan tangan dari kotoran
maupun flora transient yang yang terdapat di kedua area tangan.
23
Sedangkan mencuci tangan steril (bedah) adalah suatu kegiatan
mencuci tangan dengan menggunakan cairan anti bacterial sebelum
melakukan tindakan operasi yang bertujuan untuk menghilangkan
flora transient yang terdapat di kedua area tangan (Setio & Rohani,
2010). Mencuci tangan harus selalu dilakukan sebelum melakukan
tindakan perawatan atau melakukan kontak dengan pasien dan
menyentuh peralatan medis yang berpotensial menyebabkan infeksi
meskipun telah menggunakan sarung tangan atau alat perlindungan
diri yang lain. Mencuci tangan sangat efektif dalam mengurangi atau
menghilangkan flora transient, yaitu mikroorganisme yang terdapat di
permukaan kulit setelah seseorang melakukan kontak dengan orang
lain, benda atau instrument maupun dengan lingkungan.
Mikroorganisme tersebut sangat mudah dihilangkan dengan mencuci
tangan menggunakan sabun dan air. Selain itu, kuku harus selalu
dalam keadaan pendek dan bersih, karena mayoritas dari
mikroorganisme yang terdapat di telapak tangan biasanya ditemukan
di bawah dan di sekeliling kuku jari. Semua aksesoris yang terdapat di
tangan (jam tangan dan perhiasan) harus dilepas terlebih dahulu
sebelum melakukan tindakan atau prosedur aseptic seperti melakukan
pemasangan kateter dan perawatan luka. Mencuci tangan didefinisikan
sebagai tindakan menggosok seluruh permukaan kulit telapak tangan
secara bersamaan dengan menggunakan sabun dan air mengalir yang
dilakukan selama lebih kurang 15 – 30 detik. Mencuci tangan
sebaiknya dilakukan apabila seseorang melakukan aktifitas sebagai
berikut :
1) Setelah bersentuhan atau melakukan kontak fisik dengan orang
lain.
2) Sebelum dan setelah menggunakan toilet.
3) Setelah batuk, bersin.
4) Sebelum dan setelah makan atau memberikan makanan maupun
obat – obatan kepada pasien.
24
5) Setelah menyentuh peralatan medis atau bahan lain yang tercemar
oleh mikroorganisme (darah, cairan tubuh, membran mukosa,
luka pada kulit).
6) Sebelum dan setelah mengumpulkan specimen.
7) Sebelum dan setelah menggunakan sarung tangan (Sadoh et al,
2006)
Setiap orang harus selalu berusaha untuk menjaga kebersihan
tangannya dan berikut ini adalah prosedur dalam melakukan cuci
tangan :
1) Basahi kedua telapak tangan dengan menggunakan air mengalir,
tambahkan sabun cair lalu gosok kedua telapak tangan secara
bersamaan.
2) Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri dan
sebaliknya.
3) Satukan kedua telapak tangan dengan jari – jari terkait satu sama
lain dan gosok secara bersamaan.
4) Gosok ujung dan pangkal jari tangan dengan telapak tangan.
5) Bersihkan ibu jari dengan cara menggenggam dan memutar
telapak tangan.
6) Gosok telapak tangan hingga pergelangan tangan secara
bergantian.
7) Bilas kedua tangan dengan menggunakan air mengalir kemudian
keringkan dengan menggunakan handuk.
8) Dianjurkan untuk menggunakan cairan antiseptic apabila akan
melakukan prosedur aseptic, seperti pemasangan kateter atau
melakukan perawatan luka (Family Health International, 2009).
c. Alat Perlindungan Diri
Penggunaan alat perlindungan diri yang dianjurkan dalam standart
kewaspadaan universal adalah meliputi :
1) Penggunaan sarung tangan bertujuan untuk mencegah transmisi
mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga kesehatan
25
kepada pasien atau sebaliknya, mencegah kontak antara tangan
tenaga kesehatan dengan darah atau cairan tubuh pasien,
membran mukosa, luka, peralatan medis atau objek yang
terkontaminasi.
Cara menggunakan sarung tangan :
a) Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir,
kemudian keringkan.
b) Ambil sarung tangan dari tempatnya kemudian letakkan pada
tempat yang bersih, kering, dan rata setinggi di atas pinggang.
c) Buka pembungkus sebelah luar secara hati – hati dengan
hanya menyentuh bagian sisi luarnya saja. Tentukan sarung
tangan kanan dan kiri.
d) Dengan menggunakan tangan non dominan, ambil ujung
sarung tangan di bagian ujung pergelangan sarung tangan
kemudian angkat sarung tangan dengan hati – hati
menggunakan ujung jari dalam keadaan sarung tangan
menghadap ke bawah. Hindarkan sarung tangan agar tidak
bersentuhan dengan benda yang tidak steril.
e) Masukkan tangan dominan ke dalam sarung tangan secara hati
– hati, masukkan semua jari pada masing – masing bagian jari
dan tarik sarung tangan hingga pergelangan tangan. Biarkan
bagian pergelangan sarung tangan tetap terlipat sampai tangan
yang lain memakai sarung tangan.
f) Masukkan jari – jari tangan (kecuali ibu jari) yang telah
memakai sarung tangan ke dalam lipatan dan ibu jari di
sebelah luar sarung tangan yang belum terpasang dan angkat
ke atas.
g) Masukkan tangan non dominan ke dalam sarung tangan.
Cara melepaskan sarung tangan :
26
a) Gunakan tangan dominan, pegang ujung pergelangan sarung
tangan bagian luar tangan non dominan kemudian tarik hingga
sarung tangan terlepas dalam posisi terbalik.
b) Letakkan sarung tangan yang sudah terlepas di kepalan tangan
kedua, lalu lepaskan sarung tangan kedua dengan
memasukkan satu jari di bawah ujung sarung tangan dengan
menarik ke bawah dan ke luar sehingga sarung tangan
menjadi terbalik dan sarung tangan pertama ada di dalam
sarung tangan kedua.
c) Buang kedua sarung tangan tersebut di tempat limbah
infeksius dan bukan di samping tempat tidur.
d) Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir
(Setio & Rohani, 2010)
2) Penggunaan pelindung wajah (masker, kacamata pelindung) yang
bertujuan untuk mencegah kontak antara droplet atau percikan
(darah atau cairan tubuh) yang berasal dari mulut atau hidung
pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya.
3) Penggunaan gaun pelindung (celemek atau baju kerja) bertujuan
mencegah kontak mikroorganisme dari pasien kepada tenaga
kesehatan.
4) Penggunaan sepatu pelindung bertujuan untuk mencegah
perlukaan pada kaki oleh benda tajam yang terkontaminasi juga
terhadap darah dan cairan tubuh lainnya (Nursalam & Ninuk,
2008).
C. Konsep Perawat
1. Definisi Perawat
Keperawatan adalah suatu profesi yang berfokus pada menjaga,
memelihara dan mengembalikan kesehatan yang optimal baik individu,
keluarga dan masyarakat, sedangkan perawat adalah seorang petugas
kesehatan profesional yang bertujuan untuk merawat,
27
menjaga keselamatan dan menyembuhkan orang yang sakit atau terluka
baik akut maupun kronik, melakukan perencanaan perawatan kesehatan
dan melakukan perawatan gawat darurat dalam kerangka pemeliharaan
kesehatan dalam lingkup yang luas (Marwan, 2007).
2. Peran dan Fungsi Perawat
Seiring dengan perkembangan jaman, seorang perawat dituntut
untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang.
Dulu, peran perawat hanya sebatas memberikan perawatan dan
kenyamanan kepada pasien karena mereka menjalankan fungsi perawatan
spesifik, namun saat ini hal tersebut telah berubah. Peran seorang perawat
menjadi lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit tetapi juga memandang klien secara komprehensif
(Irfan, 2011). Perawat saat ini menjalankan fungsi dalam kaitannya
dengan berbagai peran, seperti pemberi perawatan, pembuat keputusan
klinis, pelindung dan advokat klien, manajer kasus, rehabilitator, pemberi
kenyamanan, komunikator dan edukator (penyuluh).
Sedangkan yang dimaksud dengan fungsi merupakan suatu
pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan peran yang dimiliki. Fungsi
tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam
menjalankan perannya, seorang perawat akan melaksanakan fungsi di
antaranya sebagai berikut :
a. Fungsi Independent
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain
dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara
sendiri dengan keputusan sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan
dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan
kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,
pemenhuan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas),
pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan
kebutuhan cinta dan mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan
aktualisasi diri.
28
b. Fungsi Dependent
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya adalah
atas arahan, pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga
merupakan tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini
biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum,
atau dari perawat primer kepada perawat pelaksana.
c. Fungsi Interdependent
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat
ketergantungan diantara tim satu dnegan lainnya. Fungsi ini dapat
terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam
pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan
pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks, dimana
keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan
juga dari dokter maupun tenaga kesehatan lainya, seperti dokter
dalam memberikan tanda pengobatan bekerjasama dengan perawat
dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan (Purnomo,
2010).
D. Faktor yang mempengaruhi motivasi perawat dalam melaksanakan
universal precaution
Menurut Widyatun (2002) dan Sartain, (2007) ada dua faktor yang
berpengaruh terhadap motivasi yaitu:
1. Faktor internal
Motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari
perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas.
Faktor internal meliputi:
a. Faktor fisik
Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik
misalnya status kesehatan. Keadaan kondisi fisik perawat akan
membuat perawat membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan
perawatan diri, antara lain ketika tangan terluka, menggosok
29
punggung tangan, kuku jari panjang, membuka dan menutup kran,
melepas sarung tangan, memakai jam tangan, menjaga tangan agar
tidak bersentuhan dengan wastafel.
b. Faktor proses mental
Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tetapi
ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut. Perawat
dengan fungsi mental yang normal akan memandang dirinya secara
positif, seperti halnya ada kemampuan untuk mengontrol kejadian-
kejadian dalam hidup yang harus dihadapi.
c. Faktor Kepribadian
Menurut Gibson (1996) definisi dari kepribadian adalah
himpunan karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta
menentukan sifat umum dan perbedaan dalam perilaku seseorang.
Manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe kepribadian yang
secara herediter dibawa sejak lahir. Ada tipe kepribadian tertentu yang
mudah termotivasi atau sebaliknya.
Eysenck (dalam Hall dkk., 1985) memberikan beberapa
karakteristik yang dimiliki oleh individu dengan tipe kepribadian
ekstrovert, yaitu:
1) keras hati
2) impulsif
3) cenderung santai
4) mencari sesuatu yang baru
5) kinerja ditingkatkan oleh kesenangan
6) lebih menyukai lapangan pekerjaan yang melibatkan hubungan
dengan orang lain
7) tahan terhadap rasa sakit
8) suka mengambil kesempatan/resiko
Dari karakteristik- karakteristik di atas, dapat dilihat bahwa individu
dengan tipe kepribadian ekstrovert sangat berorientasi ke dunia luar.
Dalam melakukan tindakan, seperti memutuskan untuk melakukan
30
sesuatu, individu bertipe kepribadian ekstrovert cenderung akan
memperhatikan dan bergantung pada rational reasoning (alasan
rasional) dan akan menekan perasaannya sendiri. Selain itu tipe
kepribadian ekstrovert cenderung agresif dan kehilangan kesabaran
(Zulkarnain dan Ginting, 2003).
Tipe kepribadian introvert, menurut Eysenck (dalam Hall dkk.,
1985), memiliki karakterisitik:
1) lemah lembut
2) introspeksi
3) serius
4) cenderung menyukai hal-hal yang tetap
5) kinerja terganggu oleh kesenangan
6) lebih menyukai lapangan pekerjaan yang individual
7) sensitif terhadap rasa sakit
8) cenderung menahan diri dalam mengambil kesempatan
Dalam melakukan suatu tindakan, individu bertipe kepribadian
ini sangat ditentukan oleh pendapat dari dalam dirinya sendiri.
Individu bertipe kepribadian ini akan sangat cemas dalam membuat
keputusan dikarenakan rasa takutnya akan membuat kesalahan yang
salah. Individu-individu dengan tipe kepribadian introvert akan
cenderung menyalahkan diri mereka sendiri atas kesalahan yang telah
terjadi (http://www.capitalideasonline.com/articles/index. php?id=
1800).
d. Faktor kematangan usia
Kematangan usia seseorang akan mempengaruhi proses
pengambilan keputusan dan proses berfikir dalam melakukan sesuatu.
Orang yang bersifat egois dan kemanja-manjaan biasanya akan kurang
peka dalam menerima motivasi yang diberikan sehingga agak sulit
untuk dapat bekerjasama dalam membuat motivasi kerja. Oleh sebab
itu kebiasaan yang dibawanya sejak kecil, nilai yang dianut dan sikap
bawaan seseorang sangat mempengaruhi motivasinya.
31
Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal bisa
diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya,
misal sering mengikuti kegiatan yang mendidik, misalnya seminar.
Organisasi dapat memperluas jangkuan pengalamannya, karena dari
berbagai kegiatan tersebut informasi tentang satu hal dapat diperoleh.
e. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang juga mempengaruhi motivasi
individu, yang mana makin tinggi pengetahuan seseorang maka makin
tinggi motivasi sesorang untuk melakukan universal precautions.
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia/hasil tahu seseorang
terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya seperti mata, hidung
dan telinga (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan seseorang terhadap
obyek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda secara
garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan yaitu:
1) Tahu (know)
Tahu artinya recall (memanggil) mencari yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2) Memahami (comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui, tidak sekedar dapat
menyebutkan tetapi juga dapat menginterpretasikan.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemmapuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi/kondisi riil (sebenarnya).
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk mengabarkan/
memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah/obyek yang
diketahui.
32
5) Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemmapuan seseorang untuk
merangkum meeltakkan komponen-komponen pengetahuan yang
dimiliki dalam suatu hubungan yang logis.
6) Evalusi (evaluation)
Evalusi adalah kemamapuan seseorang untuk melakukan
sertifikasi/penilaian terdapat suatu obyek tertentu.
2. Faktor eksternal
Motivasi yang berasal dari luar diri individu yang merupakan pengaruh
dari orang lain atau lingkungan. Faktor eksternal meliputi:
a. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar individu baik
secara fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan kerja adalah
keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar perawat
yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Lingkungan pekerjaan meliputi
tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan,
pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-
orang yang ada di tempat tersebut.
Lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan harus diciptakan
sehingga perawat dapat bekerja dengan tenang dan konsentrasi,
sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Indikator-
indikatornya antara lain
1) Ketenangan perawat dalam melaksanakan pekerjaan.
2) Kemampuan perawat dalam melaksanakan pekerjaan.
3) Seringnya perawat meninggalkan tempat kerja.
b. Dukungan sosial
Dukungan sosial sebagai informasi verbal maupun nonverbal,
saran, bantuan yang nyata dan tingkah laku yang diberikan masyarakat
dengan subyek didalam lingkungan sosialnya. Smet (1994)
mengatakan sumber dari dukungan sosial diperoleh dari orang-orang
33
yang memiliki hubungan berarti dengan individu seperti keluarga,
teman dekat, pasangan hidup, saudara dan tetangga.
Winnbust, dkk (1988) dalam Smet (1994) ada 4 dukungan sosial
suami yaitu: 1). Dukungan Emosional adalah mencakup ungkapan
empati, keperdulian dan perhatian orang yang bersangkutan; 2)
Dukungan Informasi adalah dukungan yang diberikan apabila individu
tidak mampu menyelesaikan masalah dengan memberikan informasi,
nasehat dan petunjuk tentang cara-cara pemecahan masalah; 3)
Dukungan Instrumental adalah dukungan yang bersifat nyata dan
dalam bentuk materi yang bertujuan untuk meringankan beban bagi
individu yang membutuhkan orang lain untuk memenuhinya; 4)
Dukungan Penghargaan (penilaian) adalah dukungan yang terjadi
lewat ungkapan hormat (penghargaan positif untuk orang lain
contohnya: pujian, persetujuan orang lain.
Dukungan Sosial dapat diukur dengan melihat tiga elemen: a)
Perilaku suportif actual dari teman-teman dan sanak keuarga, b) sifat
kerangka sosial (apakah kelompok jaringan tertutup dari individu-
individu atau lebih menyebar), c) cara individu merasakan dukungan
yang diberikan oleh teman-teman dan sanak keluarganya. (Niven,
2002).
c. Fasilitas (sarana dan prasarana)
Ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang seperti
Puskesmas, Posyandu, klinik, bidan desa yang mudah terjangkau oleh
masyarakat, serta tersedianya alat-alat data menunjang keberhasilan
perawat untuk melakukan universal precautions.
Kamar operasi adalah suatu ruangan yang digunakan untuk melakukan
tindakan pembedahan. Untuk memperlancarkan tindakan tersebut
dibutuhkan peralatan medis atau alat kesehatan yang tidak sedikit.
Alat atau instrument dalam melaksanakan universal precautions
adalah sebagai berikut :
34
1) Sarung tangan disposable
2) Desinfektan
3) Masker atau pelindung muka
4) Celemek
5) Kaca mata
6) Gaun pelindung
7) Pelindung kaki
8) Tempat sampah infeksius
9) Tempat linen kotor yang terkontaminasi
10) Penutup kepala atau rambut
11) Kontainer pembuangan instrument tajam
12) Tempat Cuci tangan
13) Sterilisator
Alat kesehatan tersebut di atas mungkin hanya peralatan minimal yang
harus ada di ruang perawatan bedah, sebenarnya masih banyak lagi
yang harus disediakan untuk kenyamanan dalam melakukan tindakan
perawatan (Depkes RI, 2009).
d. Media
Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau info
kesehatan. Adanya media ini memudahkan perawat menjadi lebih tahu
tentang informasi-informasi kesehatan yang pada akhirnya dapat
menjadi motivasi perawat untuk melakukan universal precautions.
Melalui berbagai media cetak maupun elektronik, berbagai informasi
dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering
terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamphlet, dll) akan
memperoleh informasi media ini, berarti paparan media massa
mempunyai tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.
35
E. Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi motivasi perawat dalam melaksanakan
universal precaution
Gb. 2.8 Skema Kerangka Teori Penelitian (Widyatun, 2002, Notoatmodjo,
2003)
Faktor internal:
1. Faktor fisik
2. Faktor proses mental
3. Faktor kepribadian
4. Faktor kematangan usia
5. Pengetahuan
Faktor eksternal
1. Faktor lingkungan
2. Dukungan sosial
3. Fasilitas (sarana dan prasarana)
4. Media
Motivasi perawat
dalam melaksanakan
precaution universal
36
F. Kerangka Konsep
Gb 2.9 Skema Kerangka Konsep Penelitian
G. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent (Variabel Bebas)
Merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependent (Sugiyono, 2008)
Variabel Independent dalam penelitian ini adalah fisik, proses mental,
kepribadian, kematangan usia, pengetahuan, lingkungan, dukungan sosial,
fasilitas (sarana dan prasarana) dan media.
2. Variabel Dependent (Variabel Terikat)
Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008).
Variabel dalam penelitian ini adalah motivasi perawat .
Motivasi perawat
dalam melaksanakan
precaution universal
Fisik
Media
Proses mental
Kepribadian
Kematangan usia
Pengetahuan
Lingkungan
Dukungan sosial
Fasilitas (sarana dan prasarana)
37
H. Hipotesis
Ha (hipotesis alternatif)
1. Terdapat hubungan faktor fisik dengan motivasi perawat dalam
melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.
2. Terdapat hubungan faktor proses mental dengan motivasi perawat dalam
melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.
3. Terdapat hubungan faktor kepribadian dengan motivasi perawat dalam
melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.
4. Terdapat hubungan faktor kematangan usia dengan motivasi perawat
dalam melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.
5. Terdapat hubungan faktor pengetahuan dengan motivasi perawat dalam
melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.
6. Terdapat hubungan faktor lingkungan dengan motivasi perawat dalam
melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.
7. Terdapat hubungan faktor dukungan sosial dengan dalam melaksanaan
universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten
Pekalongan.
8. Terdapat hubungan faktor ketersediaan sarana prasarana dengan motivasi
perawat dalam melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD
Kraton Kabupaten Pekalongan.
9. Terdapat hubungan faktor media dengan motivasi perawat dalam
melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.