bab ii tinjauan pustaka a. motivasi perawat dalam...

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Perawat Dalam melaksanakan Universal Precaution 1. Definisi Motivasi atau Motif Motivasi atau motif berasal dari kata Latin moverre yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Motivasi merupakan suatu alasan seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Notoatmodjo, 2010). Menurut Atkinson et al. (2007) motivasi mengacu pada factor yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia. 2. Teori Motivasi Teori motivasi McClelland (1984, dalam Notoatmodjo, 2010) menjelaskan bahwa motif sekunder yang ada pada manusia meliputi: a. Motif berprestasi Berprestasi adalah suatu dorongan yang ada pada setiap manusia untuk mencapai hasil kegiatannya atau hasil kerjanya secara maksimal. Secara naluri setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya lebih baik dari sebelumnya atau lebih baik dari orang lain. Namun, dalam realitasnya untuk mencapai hasil kegiatannya lebih baik dari sebelumnya atau lebih baik dari orang lain itu tidak mudah dan banyak kendala. Justru kendala yang dihadapi dalam mencapai prestasi inilah yang mendorongnya untuk berusaha mengatasinya serta memelihara semangat yang tinggi dan bersaing mengungguli orang lain. Oleh karena itu, motif berprestasi sebagai dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan pada ukuran keunggulan dibandingkan dengan standar atau kemampuan orang lain. 10

Upload: dinhtuong

Post on 08-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi Perawat Dalam melaksanakan Universal Precaution

1. Definisi Motivasi atau Motif

Motivasi atau motif berasal dari kata Latin moverre yang berarti

dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku.

Motivasi merupakan suatu alasan seseorang untuk bertindak dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidupnya (Notoatmodjo, 2010). Menurut Atkinson

et al. (2007) motivasi mengacu pada factor yang menggerakkan dan

mengarahkan perilaku manusia.

2. Teori Motivasi

Teori motivasi McClelland (1984, dalam Notoatmodjo, 2010)

menjelaskan bahwa motif sekunder yang ada pada manusia meliputi:

a. Motif berprestasi

Berprestasi adalah suatu dorongan yang ada pada setiap manusia

untuk mencapai hasil kegiatannya atau hasil kerjanya secara maksimal.

Secara naluri setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mengerjakan

atau melakukan kegiatannya lebih baik dari sebelumnya atau lebih baik

dari orang lain. Namun, dalam realitasnya untuk mencapai hasil

kegiatannya lebih baik dari sebelumnya atau lebih baik dari orang lain

itu tidak mudah dan banyak kendala. Justru kendala yang dihadapi

dalam mencapai prestasi inilah yang mendorongnya untuk berusaha

mengatasinya serta memelihara semangat yang tinggi dan bersaing

mengungguli orang lain. Oleh karena itu, motif berprestasi sebagai

dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan pada

ukuran keunggulan dibandingkan dengan standar atau kemampuan

orang lain.

10

11

b. Motif berafiliasi

Manusia adalah makhluk sosial yang berinteraksi dengan manusia

yang lain. Secara naluri kebutuhan dan dorongan untuk berafiliasi

dengan sesame manusia adalah melekat pada setiap orang. Agar

kebutuhan berafiliasi dengan orang terpenuhi atau dengan kata lain

diterima orang lain, maka seseorang harus menjaga hubungan baik

dengan orang lain. Untuk mewujudkan diterima orang lain, maka

setiap perbuatannya merupakan alat atau media untuk membentuk,

memelihara, diterima dan bekerja sama dengan orang lain.

c. Motif berkuasa

Manusia mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi dan

menguasai orang lain, baik dalam bentuk social yang kecil maupun

kelompok social yang besar. Motif untuk mempengaruhi dan

menguasai orang lain oleh McClelland disebut motif berkuasa. Motif

berkuasa ini berusaha mengarahkan perilaku seseorang untuk

mencapai kepuasan melalui tujuan tertentu, yaitu kekuasaan dengan

jalan mengontrol atau menguasai orang lain.

3. Pembagian Motivasi

Notoatmodjo (2010) membagi motif menurut penyebabnya

mencakup motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah

motif yang berfungsi tanpa rangsangan dari luar, tetapi sudah dengan

sendirinya terdorong untuk berbuat sesuatu. Sedangkan motif ekstrinsik

adalah motif yang berfungsi karena adanya rangsangan dari luar

B. Konsep Universal Precaution

1. Definisi Universal Precaution

Universal precaution (kewaspadaan universal) adalah suatu metode

atau petunjuk yang dirancang oleh Pusat dan Kendali Pencegahan Penyakit

yang bertujuan untuk mereduksi penyebaran penyakit dan infeksi kepada

12

penyedia pelayanan kesehatan dan pasien yang terdapat di dalam ruang

lingkup pelayanan kesehatan (Lyn Dailey, 2010).

Universal precaution adalah suatu tindakan sederhana untuk

mencegah penyebaran infeksi dengan mereduksi transmisi pathogen atau

virus yang dapat ditularkan melalui perantara darah atau cairan tubuh lain

dari pasien kepada petugas kesehatan (Wilson et. al, 2006).

Universal precaution berarti upaya perlindungan diri dari paparan

percikan darah atau cairan tubuh lainnya dengan cara membersihkan area

yang mungkin terkontaminasi dengan menggunakan sabun dan air

(Wayne, 2010).

Universal precaution adalah suatu tindakan pengendalian infeksi

sederhana yang digunakan oleh seluruh tenaga kesehatan, untuk semua

pasien, setiap saat dan pada semua tempat pelayanan kesehatan dalam

rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi (Nursalam & Ninuk, 2008).

Gb. 2.1. Universal Precaution (Hooper, 2009)

2. Lingkup Universal Precaution

Kewaspadaan universal merupakan suatu metode yang dirancang

untuk mencegah transmisi mikroorganisme saat seorang tenaga kesehatan

memberikan perawatan atau pelayanan kesehatan kepada pasien dengan

cara mencegah terjadinya kontak antara tenaga kesehatan dengan cairan

13

tubuh yang berasal dari pasien. Darah dan cairan tubuh lain yang berasal

dari pasien dianggap berpotensi menyebarkan infeksi, seperti infeksi HIV,

HBV maupun HCV. Pemberlakuan standart kewaspadaan universal ini

bertujuan untuk untuk mengurangi angka kejadian infeksi di lingkup

pelayanan kesehatan, baik kejadian infeksi yang berasal dari tenaga

kesehatan maupun yang berasal dari pasien. Prinsip dasar dari

kewaspadaan universal adalah menganggap bahwa semua cairan tubuh

atau darah berpotensi untuk menyebabkan infeksi, baik kepada tenaga

kesehatan maupun kepada pasien. Yang termasuk dalam tindakan

kewaspadaan universal meliputi :

a. Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan kontak

dengan pasien, menyentuh peralatan atau instrumen yang

terkontaminasi dan setelah menggunakan sarung tangan.

b. Menggunakan sarung tangan ketika melakukan prosedur yang

berkaitan dengan darah, cairan tubuh, membran mukosa, perawatan

luka, ketika menyentuh peralatan yang terkontaminasi dan sebelum

melakukan prosedur invasif.

c. Menggunakan alat pelindung diri (kacamata pelindung, masker, gaun

atau celemek) untuk mencegah kemungkinan percikan atau droplet

yang berasal dari tubuh pasien.

d. Menerapkan praktik kewaspadaan universal dalam upaya mencegah

terjadinya cedera karena instrument tajam (jarum suntik, pisau bedah,

gunting) selama melakukan prosedur, ketika membuang jarum suntik

yang sudah tidak digunakan lagi, jangan menggunakan kembali jarum

suntik yang sudah dipakai, jangan mematahkan jarum dengan

menggunakan tangan dan buang jarum suntik atau instrument lain ke

dalam kontainer benda tajam yang terpisah.

e. Ketika melakukan prosedur resusitasi, gunakan kasa pelindung, bag

valve mask (BVM) atau alat ventilasi lainnya yang berfungsi untuk

meminimalkan penyebaran infeksi dari mulut ke mulut saat

melakukan prosedur.

14

f. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi terhadap instrument setelah

digunakan (Ubaid & Mohammad, 2009).

Gb. 2.2. Macam Prosedur Kewaspadaan Universal (Rutala & David,

2008)

Di bawah ini merupakan standart kewaspadaan universal yang

dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi adalah meliputi :

a. Mencuci tangan :

1) Setelah mengganti popok atau membantu anak – anak saat buang

air (BAB atau BAK).

2) Setelah melakukan prosedur yang berkaitan dengan cairan tubuh

atau darah (pengambilan sampel darah, pemasangan infus maupun

transfusi darah).

15

3) Sebelum dan sesudah melakukan tindakan seperti memotong kuku

atau melakukan perawatan luka.

4) Setelah membersihkan suatu benda yang terkontaminasi oleh cairan

tubuh atau darah.

5) Setelah membuka atau melepas sarung tangan (memakai sarung

tangan tidak berarti bahwa seseorang tidak perlu mencuci

tangannya).

b. Sarung tangan harus digunakan saat :

1) Kontak dengan cairan tubuh atau darah (seperti feces atau

muntahan yang terdapat darah).

2) Memotong kuku atau melakukan perawatan luka (Bednarsh &

Kathy, 2010).

Berikut adalah langkah – langkah spesifik yang harus diambil untuk

melindungi diri dari kontaminasi cairan tubuh atau darah orang lain yang

mungkin terinfeksi virus (Hepatitis B atau HIV) atau dari benda – benda

yang dapat menimbulkan kerusakan pada kulit (luka) :

a. Selalu mencuci tangan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi

melalui cairan tubuh atau darah.

b. Selalu gunakan sarung tangan jika terdapat suatu kemungkinan

seseorang melakukan kontak dengan orang lain yang terinfeksi.

c. Selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun anti bakterial.

d. Selalu gunakan sarung tangan sekali pakai dan jangan coba untuk

mencuci sarung tangan yang telah digunakan atau bahkan

menggunakannya kembali.

e. Semua benda atau pakaian yang telah terkontaminasi dengan cairan

tubuh atau darah harus ditempatkan dalam tas plastik berlapis serta

diikat.

f. Gunakan jarum suntik hanya sekali pakai dan buang jarum tersebut

dalam kontainer instrument benda tajam (Sadoh et al, 2006).

Menurut WHO (2010), kewaspadan universal merupakan suatu

metode efektif yang dirancang untuk melindungi tenaga kesehatan dan

16

pasien dari resiko infeksi akibat pathogen atau virus yang terdapat di

dalam darah. Tindakan kewaspadaan universal ini diterapkan saat

melakukan perawatan kepada semua pasien dan tidak tergantung dengan

diagnosa penyakit dari pasien tersebut. Dalam prakteknya, implementasi

tindakan kewaspadaan universal meliputi intervensi sebagai berikut :

a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan

pasien.

b. Prinsip pencegahan penyebaran infeksi dengan menggunakan jarum

suntik sekali pakai dan tidak digunakan bergantian.

c. Amankan benda – benda tajam yang mungkin dapat menyebabkan

infeksi (jarum suntik, pisau bedah, pisau cukur atau gunting).

d. Selalu gunakan sarung tangan saat melakukan kontak dengan cairan

tubuh, darah, selaput lendir dan pada semua luka yang terdapat pada

bagian tubuh seseorang.

e. Gunakan masker pelindung, kaca mata, celemek atau gaun pelindung

untuk menghindari percikan cairan tubuh atau darah saat melakukan

perawatan luka.

3. Jenis Universal Precaution

a. Pemberian Imunisasi Hepatitis B

1) Pemberian imunisasi Hepatitis B pada tenaga kesehatan secara

rutin adalah jalan yang efektif untuk melindungi para tenaga

kesehatan terhadap paparan virus Hepatitis B.

Gb. 2.3. Pemberian Vaksin Hepatitis B (Clausen, 2010)

17

2) Virus Hepatitis B merupakan virus yang cepat menyebar melalui

perantara darah dan banyak terjadi di seluruh negara yang ada di

dunia.

Gb. 2.4. Virus Hepatitis B (Clausen, 2010)

3) Akibat jangka panjang dari infeksi virus Hepatitis B adalah sirosis

hepatis dan kanker hati.

4) Pemberian imunisasi Hepatitis B harus sesuai dengan jadwal yang

telah ditetapkan, yaitu pada bulan ke – 0, bulan ke – 1 dan pada

bulan ke – 6.

5) Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan tingkat antibody dalam

kurun waktu 2 atau 6 bulan setelah imunisasi terakhir.

b. Perlindungan Pribadi

1) Selalu gunakan peralatan perlindungan diri meliputi sarung tangan,

kacamata, masker, celemek atau gaun pelindung.

2) Gunakan jarum suntik hanya sekali pakai dan buang jarum suntik

segera setelah digunakan dalam keadaan tertutup.

3) Pastikan tersedianya peralatan perlindungan diri di dalam semua

area pelayanan kesehatan.

4) Buang semua peralatan perlindungan diri yang sudah tidak gunakan

secara aman (Schwegman, 2009).

18

Gb. 2.5. Kontainer Pembuangan Instrument Tajam (Clausen, 2010)

c. Post – Exposure Manajement

Sumber penyebaran infeksi terbesar adalah melalui jarum suntik yang

digunakan oleh pasien yang terinfeksi oleh suatu virus, seperti HIV,

virus Hepatitis B atau Hepatitis C. Resiko terjadinya infeksi akibat

jarum suntik adalah sebesar 0,3% untuk infeksi karena HIV, 3% untuk

infeksi karena virus Hepatitis C dan 6 - 30% untuk infeksi karena

virus Hepatitis B. Cara yang efektif untuk mengatasi penyebaran

infeksi melalui perantara darah atau cairan tubuh adalah sebagai

berikut :

1) Pengembangan petunjuk prosedur dan mekanisme perlindungan

diri dari infeksi penyakit.

2) Pemberian informasi dan pendidikan kesehatan.

3) Ketepatan dalam pemberian konseling mengenai penyakit.

4) Melakukan tindakan penelitian untuk meningkatkan upaya

pencegahan dalam lingkup praktik klinis (WHO, 2010).

19

Gb. 2.6. Sistem Kewaspadaan Universal (Rutala & David, 2008)

4. Prinsip Universal Precaution

Darah atau cairan tubuh lain seperti cairan semen, sekresi vagina,

air ludah, urine, tinja dan muntahan dapat mengandung virus atau bakteri

yang dapat berpindah dari satu orang kepada orang yang lain melalui

kontak secara langsung. Hepatitis B atau Hepatitis C dan HIV/AIDS

merupakan jenis penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang

lain melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh lain yang telah

terinfeksi. Tidak ada cara untuk mengetahui apakah seseorang telah

terinfeksi oleh virus Hepatitis B, Hepatitis C atau HIV tanpa melakukan

tes terlebih dahulu. Oleh karena itu, setiap orang harus menganggap bahwa

semua darah atau cairan tubuh lainnya bersifat infeksius. Dan

kewaspadaan universal merupakan suatu metode yang digunakan sebagai

barrier pelindung di antara seseorang dengan cairan tubuh yang berpotensi

menyebabkan infeksi. Cairan tubuh yang dapat menyebabkan timbulnya

infeksi antara lain :

20

a. Cairan serebrospinal

b. Cairan peritonial

c. Cairan pleura

d. Cairan perikardial

e. Cairan servikal

f. Cairan amnion

g. Urine

h. Cairan semen

i. Sekresi vagina

j. Cairan tubuh lainnya yang terdapat darah di dalamnya (NCWL NHS,

2007)

Mata rantai infeksi merupakan konsep dasar dalam upaya

pencegahan dan pengendalian infeksi yang terdiri dari enam unsur, dimana

untuk dapat menimbulkan terjadinya infeksi harus terdapat seluruh unsur –

unsur tersebut. Enam unsur yang terdapat dalam mata rantai infeksi

meliputi :

a. Agen penginfeksi

Agen penginfeksi adalah sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit

atau infeksi, seperti bakteri, virus, ricketsia, fungi dan protozoa (Setio

dan Rohani, 2010). Kemungkinan bagi organisme maupun parasit untuk

dapat menyebabkan penyakit tergantung pada beberapa faktor berikut

ini :

1) Organisme terdapat dalam jumlah yang cukup banyak.

2) Virulensi atau kemampuan untuk dapat menyebabkan sakit.

3) Kemampuan organisme untuk dapat masuk dan bertahan hidup

dalam tubuh pejamu (host).

4) Pejamu yang rentan (Potter & Perry, 2005).

b. Reservoir

Reservoir merupakan tempat agen penginfeksi dapat hidup, tumbuh dan

berkembang biak (Setio & Rohani, 2010). Untuk dapat hidup dan

berlembang biak, organisme memerlukan lingkungan hidup yang

21

sesuai, termasuk makanan, oksigen, air, suhu yang tepat, pH dan cahaya

(Potter & Perry, 2005).

c. Portal of Exit

Portal of exit merupakan tempat atau jalan keluar agen penginfeksi

untuk meninggalkan reservoir. Termasuk di dalam portal of exit ini

adalah traktus respiratorius, traktus gastrointestinal, traktus

genitourinarius, kulit dan membran mukosa, serta darah dan cairan

tubuh lainnya (Setio & Rohani, 2010).

d. Modus transmisi (Mode of Transmission)

Modus transmisi atau cara penularan merupakan mekanisme

perpindahan mikroorganisme atau agen infeksius dari reservoir kepada

orang yang rentan. Terdapat bermacam – macam cara penularan

tergantung dari mikroorganisme atau agen penginfeksi, seperti

penularan melalui kontak (langsung dan tidak langsung), percikan

(droplet), darah, vektor dan peralatan atau lingkungan.

e. Hospes

Hospes yang rentan adalah seseorang yang tidak memiliki daya tahan

tubuh yang cukup untuk melawan agen penginfeksi dan mencegah

terjadinya infeksi atau penyakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi

kerentanan host terhadap mikroorganisme antara lain, umur, riwayat

penyakit kronis, status gizi, status imunisasi, trauma dan pembedahan.

f. Portal of Entry

Portal of entry atau pintu masuk adalah tempat atau jalan masuk bagi

mikroorganisme atau agen penginfeksi untuk masuk ke dalam tubuh

host yang rentan. Termasuk di dalam portal of entry ini adalah traktus

respiratorius, traktus gastrointestinal, traktus genitourinarius, kulit dan

membran mukosa, serta darah dan cairan tubuh lainnya (Setio &

Rohani, 2010).

22

Gb. 2.7. Mata Rantai Penyebaran Infeksi (Leeds Teaching Hospital,

2006)

Prinsip dasar dari kewaspadaan universal adalah meliputi:

a. Perlindungan kulit

Bakteri dan virus tidak dapat menembus jaringan kulit yang utuh.

Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menjaga kelembaban dan

keutuhan kulit. Cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kelembaban

dan keutuhan kulit adalah sebagai berikut :

1) Secara teratur, gunakan pelembab kulit untuk menjaga

kelembaban kulit.

2) Secara teratur, periksa kulit terhadap adanya luka dan selalu tutup

luka dengan menggunakan kassa steril.

3) Selalu mencuci tangan setelah menggunakan sarung tangan.

4) Pastikan bahwa tangan berada dalam keadaan kering setelah

mencuci tangan (Hooper, 2009).

b. Mencuci tangan

Mencuci tangan merupakan salah satu metode penting dalam upaya

mengontrol penyebaran infeksi. Teknik mencuci tangan sendiri terbagi

menjadi 2 jenis, yaitu : teknik mencuci tangan dasar (rutin) dan teknik

mencuci tangan steril (bedah). Cuci tangan dasar (rutin) adalah suatu

kegiatan mencuci tangan yang dilakukan dengan menggunakan air

mengalir yang ditambah dengan menggunakan sabun atau sabun

antiseptic yang bertujuan untuk membersihkan tangan dari kotoran

maupun flora transient yang yang terdapat di kedua area tangan.

23

Sedangkan mencuci tangan steril (bedah) adalah suatu kegiatan

mencuci tangan dengan menggunakan cairan anti bacterial sebelum

melakukan tindakan operasi yang bertujuan untuk menghilangkan

flora transient yang terdapat di kedua area tangan (Setio & Rohani,

2010). Mencuci tangan harus selalu dilakukan sebelum melakukan

tindakan perawatan atau melakukan kontak dengan pasien dan

menyentuh peralatan medis yang berpotensial menyebabkan infeksi

meskipun telah menggunakan sarung tangan atau alat perlindungan

diri yang lain. Mencuci tangan sangat efektif dalam mengurangi atau

menghilangkan flora transient, yaitu mikroorganisme yang terdapat di

permukaan kulit setelah seseorang melakukan kontak dengan orang

lain, benda atau instrument maupun dengan lingkungan.

Mikroorganisme tersebut sangat mudah dihilangkan dengan mencuci

tangan menggunakan sabun dan air. Selain itu, kuku harus selalu

dalam keadaan pendek dan bersih, karena mayoritas dari

mikroorganisme yang terdapat di telapak tangan biasanya ditemukan

di bawah dan di sekeliling kuku jari. Semua aksesoris yang terdapat di

tangan (jam tangan dan perhiasan) harus dilepas terlebih dahulu

sebelum melakukan tindakan atau prosedur aseptic seperti melakukan

pemasangan kateter dan perawatan luka. Mencuci tangan didefinisikan

sebagai tindakan menggosok seluruh permukaan kulit telapak tangan

secara bersamaan dengan menggunakan sabun dan air mengalir yang

dilakukan selama lebih kurang 15 – 30 detik. Mencuci tangan

sebaiknya dilakukan apabila seseorang melakukan aktifitas sebagai

berikut :

1) Setelah bersentuhan atau melakukan kontak fisik dengan orang

lain.

2) Sebelum dan setelah menggunakan toilet.

3) Setelah batuk, bersin.

4) Sebelum dan setelah makan atau memberikan makanan maupun

obat – obatan kepada pasien.

24

5) Setelah menyentuh peralatan medis atau bahan lain yang tercemar

oleh mikroorganisme (darah, cairan tubuh, membran mukosa,

luka pada kulit).

6) Sebelum dan setelah mengumpulkan specimen.

7) Sebelum dan setelah menggunakan sarung tangan (Sadoh et al,

2006)

Setiap orang harus selalu berusaha untuk menjaga kebersihan

tangannya dan berikut ini adalah prosedur dalam melakukan cuci

tangan :

1) Basahi kedua telapak tangan dengan menggunakan air mengalir,

tambahkan sabun cair lalu gosok kedua telapak tangan secara

bersamaan.

2) Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri dan

sebaliknya.

3) Satukan kedua telapak tangan dengan jari – jari terkait satu sama

lain dan gosok secara bersamaan.

4) Gosok ujung dan pangkal jari tangan dengan telapak tangan.

5) Bersihkan ibu jari dengan cara menggenggam dan memutar

telapak tangan.

6) Gosok telapak tangan hingga pergelangan tangan secara

bergantian.

7) Bilas kedua tangan dengan menggunakan air mengalir kemudian

keringkan dengan menggunakan handuk.

8) Dianjurkan untuk menggunakan cairan antiseptic apabila akan

melakukan prosedur aseptic, seperti pemasangan kateter atau

melakukan perawatan luka (Family Health International, 2009).

c. Alat Perlindungan Diri

Penggunaan alat perlindungan diri yang dianjurkan dalam standart

kewaspadaan universal adalah meliputi :

1) Penggunaan sarung tangan bertujuan untuk mencegah transmisi

mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga kesehatan

25

kepada pasien atau sebaliknya, mencegah kontak antara tangan

tenaga kesehatan dengan darah atau cairan tubuh pasien,

membran mukosa, luka, peralatan medis atau objek yang

terkontaminasi.

Cara menggunakan sarung tangan :

a) Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir,

kemudian keringkan.

b) Ambil sarung tangan dari tempatnya kemudian letakkan pada

tempat yang bersih, kering, dan rata setinggi di atas pinggang.

c) Buka pembungkus sebelah luar secara hati – hati dengan

hanya menyentuh bagian sisi luarnya saja. Tentukan sarung

tangan kanan dan kiri.

d) Dengan menggunakan tangan non dominan, ambil ujung

sarung tangan di bagian ujung pergelangan sarung tangan

kemudian angkat sarung tangan dengan hati – hati

menggunakan ujung jari dalam keadaan sarung tangan

menghadap ke bawah. Hindarkan sarung tangan agar tidak

bersentuhan dengan benda yang tidak steril.

e) Masukkan tangan dominan ke dalam sarung tangan secara hati

– hati, masukkan semua jari pada masing – masing bagian jari

dan tarik sarung tangan hingga pergelangan tangan. Biarkan

bagian pergelangan sarung tangan tetap terlipat sampai tangan

yang lain memakai sarung tangan.

f) Masukkan jari – jari tangan (kecuali ibu jari) yang telah

memakai sarung tangan ke dalam lipatan dan ibu jari di

sebelah luar sarung tangan yang belum terpasang dan angkat

ke atas.

g) Masukkan tangan non dominan ke dalam sarung tangan.

Cara melepaskan sarung tangan :

26

a) Gunakan tangan dominan, pegang ujung pergelangan sarung

tangan bagian luar tangan non dominan kemudian tarik hingga

sarung tangan terlepas dalam posisi terbalik.

b) Letakkan sarung tangan yang sudah terlepas di kepalan tangan

kedua, lalu lepaskan sarung tangan kedua dengan

memasukkan satu jari di bawah ujung sarung tangan dengan

menarik ke bawah dan ke luar sehingga sarung tangan

menjadi terbalik dan sarung tangan pertama ada di dalam

sarung tangan kedua.

c) Buang kedua sarung tangan tersebut di tempat limbah

infeksius dan bukan di samping tempat tidur.

d) Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir

(Setio & Rohani, 2010)

2) Penggunaan pelindung wajah (masker, kacamata pelindung) yang

bertujuan untuk mencegah kontak antara droplet atau percikan

(darah atau cairan tubuh) yang berasal dari mulut atau hidung

pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya.

3) Penggunaan gaun pelindung (celemek atau baju kerja) bertujuan

mencegah kontak mikroorganisme dari pasien kepada tenaga

kesehatan.

4) Penggunaan sepatu pelindung bertujuan untuk mencegah

perlukaan pada kaki oleh benda tajam yang terkontaminasi juga

terhadap darah dan cairan tubuh lainnya (Nursalam & Ninuk,

2008).

C. Konsep Perawat

1. Definisi Perawat

Keperawatan adalah suatu profesi yang berfokus pada menjaga,

memelihara dan mengembalikan kesehatan yang optimal baik individu,

keluarga dan masyarakat, sedangkan perawat adalah seorang petugas

kesehatan profesional yang bertujuan untuk merawat,

27

menjaga keselamatan dan menyembuhkan orang yang sakit atau terluka

baik akut maupun kronik, melakukan perencanaan perawatan kesehatan

dan melakukan perawatan gawat darurat dalam kerangka pemeliharaan

kesehatan dalam lingkup yang luas (Marwan, 2007).

2. Peran dan Fungsi Perawat

Seiring dengan perkembangan jaman, seorang perawat dituntut

untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang.

Dulu, peran perawat hanya sebatas memberikan perawatan dan

kenyamanan kepada pasien karena mereka menjalankan fungsi perawatan

spesifik, namun saat ini hal tersebut telah berubah. Peran seorang perawat

menjadi lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan

pencegahan penyakit tetapi juga memandang klien secara komprehensif

(Irfan, 2011). Perawat saat ini menjalankan fungsi dalam kaitannya

dengan berbagai peran, seperti pemberi perawatan, pembuat keputusan

klinis, pelindung dan advokat klien, manajer kasus, rehabilitator, pemberi

kenyamanan, komunikator dan edukator (penyuluh).

Sedangkan yang dimaksud dengan fungsi merupakan suatu

pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan peran yang dimiliki. Fungsi

tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam

menjalankan perannya, seorang perawat akan melaksanakan fungsi di

antaranya sebagai berikut :

a. Fungsi Independent

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain

dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara

sendiri dengan keputusan sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan

dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan

kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,

pemenhuan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas),

pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan

kebutuhan cinta dan mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan

aktualisasi diri.

28

b. Fungsi Dependent

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya adalah

atas arahan, pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga

merupakan tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini

biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum,

atau dari perawat primer kepada perawat pelaksana.

c. Fungsi Interdependent

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat

ketergantungan diantara tim satu dnegan lainnya. Fungsi ini dapat

terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam

pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan

pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks, dimana

keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan

juga dari dokter maupun tenaga kesehatan lainya, seperti dokter

dalam memberikan tanda pengobatan bekerjasama dengan perawat

dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan (Purnomo,

2010).

D. Faktor yang mempengaruhi motivasi perawat dalam melaksanakan

universal precaution

Menurut Widyatun (2002) dan Sartain, (2007) ada dua faktor yang

berpengaruh terhadap motivasi yaitu:

1. Faktor internal

Motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari

perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas.

Faktor internal meliputi:

a. Faktor fisik

Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik

misalnya status kesehatan. Keadaan kondisi fisik perawat akan

membuat perawat membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan

perawatan diri, antara lain ketika tangan terluka, menggosok

29

punggung tangan, kuku jari panjang, membuka dan menutup kran,

melepas sarung tangan, memakai jam tangan, menjaga tangan agar

tidak bersentuhan dengan wastafel.

b. Faktor proses mental

Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tetapi

ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut. Perawat

dengan fungsi mental yang normal akan memandang dirinya secara

positif, seperti halnya ada kemampuan untuk mengontrol kejadian-

kejadian dalam hidup yang harus dihadapi.

c. Faktor Kepribadian

Menurut Gibson (1996) definisi dari kepribadian adalah

himpunan karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta

menentukan sifat umum dan perbedaan dalam perilaku seseorang.

Manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe kepribadian yang

secara herediter dibawa sejak lahir. Ada tipe kepribadian tertentu yang

mudah termotivasi atau sebaliknya.

Eysenck (dalam Hall dkk., 1985) memberikan beberapa

karakteristik yang dimiliki oleh individu dengan tipe kepribadian

ekstrovert, yaitu:

1) keras hati

2) impulsif

3) cenderung santai

4) mencari sesuatu yang baru

5) kinerja ditingkatkan oleh kesenangan

6) lebih menyukai lapangan pekerjaan yang melibatkan hubungan

dengan orang lain

7) tahan terhadap rasa sakit

8) suka mengambil kesempatan/resiko

Dari karakteristik- karakteristik di atas, dapat dilihat bahwa individu

dengan tipe kepribadian ekstrovert sangat berorientasi ke dunia luar.

Dalam melakukan tindakan, seperti memutuskan untuk melakukan

30

sesuatu, individu bertipe kepribadian ekstrovert cenderung akan

memperhatikan dan bergantung pada rational reasoning (alasan

rasional) dan akan menekan perasaannya sendiri. Selain itu tipe

kepribadian ekstrovert cenderung agresif dan kehilangan kesabaran

(Zulkarnain dan Ginting, 2003).

Tipe kepribadian introvert, menurut Eysenck (dalam Hall dkk.,

1985), memiliki karakterisitik:

1) lemah lembut

2) introspeksi

3) serius

4) cenderung menyukai hal-hal yang tetap

5) kinerja terganggu oleh kesenangan

6) lebih menyukai lapangan pekerjaan yang individual

7) sensitif terhadap rasa sakit

8) cenderung menahan diri dalam mengambil kesempatan

Dalam melakukan suatu tindakan, individu bertipe kepribadian

ini sangat ditentukan oleh pendapat dari dalam dirinya sendiri.

Individu bertipe kepribadian ini akan sangat cemas dalam membuat

keputusan dikarenakan rasa takutnya akan membuat kesalahan yang

salah. Individu-individu dengan tipe kepribadian introvert akan

cenderung menyalahkan diri mereka sendiri atas kesalahan yang telah

terjadi (http://www.capitalideasonline.com/articles/index. php?id=

1800).

d. Faktor kematangan usia

Kematangan usia seseorang akan mempengaruhi proses

pengambilan keputusan dan proses berfikir dalam melakukan sesuatu.

Orang yang bersifat egois dan kemanja-manjaan biasanya akan kurang

peka dalam menerima motivasi yang diberikan sehingga agak sulit

untuk dapat bekerjasama dalam membuat motivasi kerja. Oleh sebab

itu kebiasaan yang dibawanya sejak kecil, nilai yang dianut dan sikap

bawaan seseorang sangat mempengaruhi motivasinya.

31

Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal bisa

diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya,

misal sering mengikuti kegiatan yang mendidik, misalnya seminar.

Organisasi dapat memperluas jangkuan pengalamannya, karena dari

berbagai kegiatan tersebut informasi tentang satu hal dapat diperoleh.

e. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan seseorang juga mempengaruhi motivasi

individu, yang mana makin tinggi pengetahuan seseorang maka makin

tinggi motivasi sesorang untuk melakukan universal precautions.

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia/hasil tahu seseorang

terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya seperti mata, hidung

dan telinga (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan seseorang terhadap

obyek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda secara

garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu artinya recall (memanggil) mencari yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2) Memahami (comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui, tidak sekedar dapat

menyebutkan tetapi juga dapat menginterpretasikan.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemmapuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi/kondisi riil (sebenarnya).

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk mengabarkan/

memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah/obyek yang

diketahui.

32

5) Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemmapuan seseorang untuk

merangkum meeltakkan komponen-komponen pengetahuan yang

dimiliki dalam suatu hubungan yang logis.

6) Evalusi (evaluation)

Evalusi adalah kemamapuan seseorang untuk melakukan

sertifikasi/penilaian terdapat suatu obyek tertentu.

2. Faktor eksternal

Motivasi yang berasal dari luar diri individu yang merupakan pengaruh

dari orang lain atau lingkungan. Faktor eksternal meliputi:

a. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar individu baik

secara fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan kerja adalah

keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar perawat

yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi

pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Lingkungan pekerjaan meliputi

tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan,

pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-

orang yang ada di tempat tersebut.

Lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan harus diciptakan

sehingga perawat dapat bekerja dengan tenang dan konsentrasi,

sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Indikator-

indikatornya antara lain

1) Ketenangan perawat dalam melaksanakan pekerjaan.

2) Kemampuan perawat dalam melaksanakan pekerjaan.

3) Seringnya perawat meninggalkan tempat kerja.

b. Dukungan sosial

Dukungan sosial sebagai informasi verbal maupun nonverbal,

saran, bantuan yang nyata dan tingkah laku yang diberikan masyarakat

dengan subyek didalam lingkungan sosialnya. Smet (1994)

mengatakan sumber dari dukungan sosial diperoleh dari orang-orang

33

yang memiliki hubungan berarti dengan individu seperti keluarga,

teman dekat, pasangan hidup, saudara dan tetangga.

Winnbust, dkk (1988) dalam Smet (1994) ada 4 dukungan sosial

suami yaitu: 1). Dukungan Emosional adalah mencakup ungkapan

empati, keperdulian dan perhatian orang yang bersangkutan; 2)

Dukungan Informasi adalah dukungan yang diberikan apabila individu

tidak mampu menyelesaikan masalah dengan memberikan informasi,

nasehat dan petunjuk tentang cara-cara pemecahan masalah; 3)

Dukungan Instrumental adalah dukungan yang bersifat nyata dan

dalam bentuk materi yang bertujuan untuk meringankan beban bagi

individu yang membutuhkan orang lain untuk memenuhinya; 4)

Dukungan Penghargaan (penilaian) adalah dukungan yang terjadi

lewat ungkapan hormat (penghargaan positif untuk orang lain

contohnya: pujian, persetujuan orang lain.

Dukungan Sosial dapat diukur dengan melihat tiga elemen: a)

Perilaku suportif actual dari teman-teman dan sanak keuarga, b) sifat

kerangka sosial (apakah kelompok jaringan tertutup dari individu-

individu atau lebih menyebar), c) cara individu merasakan dukungan

yang diberikan oleh teman-teman dan sanak keluarganya. (Niven,

2002).

c. Fasilitas (sarana dan prasarana)

Ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang seperti

Puskesmas, Posyandu, klinik, bidan desa yang mudah terjangkau oleh

masyarakat, serta tersedianya alat-alat data menunjang keberhasilan

perawat untuk melakukan universal precautions.

Kamar operasi adalah suatu ruangan yang digunakan untuk melakukan

tindakan pembedahan. Untuk memperlancarkan tindakan tersebut

dibutuhkan peralatan medis atau alat kesehatan yang tidak sedikit.

Alat atau instrument dalam melaksanakan universal precautions

adalah sebagai berikut :

34

1) Sarung tangan disposable

2) Desinfektan

3) Masker atau pelindung muka

4) Celemek

5) Kaca mata

6) Gaun pelindung

7) Pelindung kaki

8) Tempat sampah infeksius

9) Tempat linen kotor yang terkontaminasi

10) Penutup kepala atau rambut

11) Kontainer pembuangan instrument tajam

12) Tempat Cuci tangan

13) Sterilisator

Alat kesehatan tersebut di atas mungkin hanya peralatan minimal yang

harus ada di ruang perawatan bedah, sebenarnya masih banyak lagi

yang harus disediakan untuk kenyamanan dalam melakukan tindakan

perawatan (Depkes RI, 2009).

d. Media

Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau info

kesehatan. Adanya media ini memudahkan perawat menjadi lebih tahu

tentang informasi-informasi kesehatan yang pada akhirnya dapat

menjadi motivasi perawat untuk melakukan universal precautions.

Melalui berbagai media cetak maupun elektronik, berbagai informasi

dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering

terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamphlet, dll) akan

memperoleh informasi media ini, berarti paparan media massa

mempunyai tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.

35

E. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi motivasi perawat dalam melaksanakan

universal precaution

Gb. 2.8 Skema Kerangka Teori Penelitian (Widyatun, 2002, Notoatmodjo,

2003)

Faktor internal:

1. Faktor fisik

2. Faktor proses mental

3. Faktor kepribadian

4. Faktor kematangan usia

5. Pengetahuan

Faktor eksternal

1. Faktor lingkungan

2. Dukungan sosial

3. Fasilitas (sarana dan prasarana)

4. Media

Motivasi perawat

dalam melaksanakan

precaution universal

36

F. Kerangka Konsep

Gb 2.9 Skema Kerangka Konsep Penelitian

G. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent (Variabel Bebas)

Merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya

variabel dependent (Sugiyono, 2008)

Variabel Independent dalam penelitian ini adalah fisik, proses mental,

kepribadian, kematangan usia, pengetahuan, lingkungan, dukungan sosial,

fasilitas (sarana dan prasarana) dan media.

2. Variabel Dependent (Variabel Terikat)

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena

adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008).

Variabel dalam penelitian ini adalah motivasi perawat .

Motivasi perawat

dalam melaksanakan

precaution universal

Fisik

Media

Proses mental

Kepribadian

Kematangan usia

Pengetahuan

Lingkungan

Dukungan sosial

Fasilitas (sarana dan prasarana)

37

H. Hipotesis

Ha (hipotesis alternatif)

1. Terdapat hubungan faktor fisik dengan motivasi perawat dalam

melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton

Kabupaten Pekalongan.

2. Terdapat hubungan faktor proses mental dengan motivasi perawat dalam

melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton

Kabupaten Pekalongan.

3. Terdapat hubungan faktor kepribadian dengan motivasi perawat dalam

melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton

Kabupaten Pekalongan.

4. Terdapat hubungan faktor kematangan usia dengan motivasi perawat

dalam melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton

Kabupaten Pekalongan.

5. Terdapat hubungan faktor pengetahuan dengan motivasi perawat dalam

melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton

Kabupaten Pekalongan.

6. Terdapat hubungan faktor lingkungan dengan motivasi perawat dalam

melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton

Kabupaten Pekalongan.

7. Terdapat hubungan faktor dukungan sosial dengan dalam melaksanaan

universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan.

8. Terdapat hubungan faktor ketersediaan sarana prasarana dengan motivasi

perawat dalam melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD

Kraton Kabupaten Pekalongan.

9. Terdapat hubungan faktor media dengan motivasi perawat dalam

melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton

Kabupaten Pekalongan.