bab ii tinjauan pustaka a. infeksi saluran pernapasan akut...

22
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Balita a. Pengertian Balita adalah anak yang telah menginjak usia 1 tahun atau lebih populer dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Masa balita merupakan masa penting dalam tumbuh kembang anak secara fisik (Muaris, 2006). Utami (2006) menyatakan bahwa bawah lima tahun atau “Balita” merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai dari satu sampai dengan lima tahun. Menurut Notoatmodjo (2007) anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi dan rawan penyakit. Beberapa kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan penyakit antara lain: 1) Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa. 2) Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang. 3) Anak balita sudah mulai main di tanah, dan sudah dapat main di luar rumahnya sendiri, sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit seperti ISPA 4) Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam memilih makanan. Di pihak lain, ibunya sudah tidak begitu

Upload: hanhu

Post on 11-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

1. Balita

a. Pengertian

Balita adalah anak yang telah menginjak usia 1 tahun atau lebih

populer dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Masa balita

merupakan masa penting dalam tumbuh kembang anak secara fisik

(Muaris, 2006).

Utami (2006) menyatakan bahwa bawah lima tahun atau “Balita”

merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak

awal. Rentang usia balita dimulai dari satu sampai dengan lima tahun.

Menurut Notoatmodjo (2007) anak balita merupakan kelompok yang

rawan gizi dan rawan penyakit. Beberapa kondisi atau anggapan yang

menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan penyakit antara

lain:

1) Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke

makanan orang dewasa.

2) Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah

bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

3) Anak balita sudah mulai main di tanah, dan sudah dapat main di

luar rumahnya sendiri, sehingga lebih terpapar dengan lingkungan

yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi

dengan berbagai macam penyakit seperti ISPA

4) Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam

memilih makanan. Di pihak lain, ibunya sudah tidak begitu

8

memperhatikan lagi makanan anak balita, karena dianggap sudah

dapat makan sendiri.

b. Tumbuh Kembang Balita

Tumbuh kembang anak atau balita menurut Soetjiningsih (2006)

mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan

dan sulit dipisahkan yaitu mengenai pertumbuhan dan perkembangan.

Definisi pertumbuhan dan perkembangan balita sebagai berikut:

1) Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam

besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat dengan organ maupun

individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound,

kilogram), ukuran panjang (sentimeter, meter), umur tulang dan

keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).

2) Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan

(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam

pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses

pematangan. Disini menyangkut adanya proses deferensiasi dari

sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang

berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi,

intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan

lingkungannya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak

Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu:

1) Faktor Keturunan (genetik)

Faktor genetik merupakan faktor utama sebagai dasar dalam

mencapai tumbuh kembang anak. Faktor ini meliputi faktor

bawaan, jenis kelamin, suku bangsa. Faktor ini dapat ditentukan

9

dengan intensitas dan kecepatan dalam pembelahan sel telur,

tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas,

dan berhentinya pertumbuhan tulang.

2) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor yang memegang peranan

penting dalam menentukan tercapai dan tidaknya potensi yang

sudah dimilikinya, meliputi lingkungan prenatal (lingkungan dalam

kandungan), dan lingkungan post natal (lingkungan setelah

dilahirkan). Lingkungan dalam kandungan dapat terjadi selama

anak dalam kandungan, mulai konsepsi sampai lahir yang meliputi

gizi ibu hamil, lingkungan mekanis seperti posisi janin dalam

uterus (rahim), zat kimia atau toxin seperti penggunaan obat-

obatan, alkohol, kebiasaan merokok ibu hamil, dan hormonal.

Faktor lingkungan yang lain adalah radiasi yang dapat

menyebabkan kerusakan pada organ otak janin, infeksi dalam

kandungan juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan bayi, demikian juga stres dapat mempengaruhi

kegagalan tumbuh kembang.

Faktor imunitas dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan sebab dapat menyebabkan terjadinya abortus dan

lain-lain. Faktor lingkungan setelah lahir seperti gizi, imunisasi,

penyakit kronis dan hormonal. Faktor fisik seperti cuaca, musim,

keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi.

3) Faktor psikososial

Faktor psikososial seperti stimulasi, motivasi belajar, hukuman,

kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta, kasih sayang, dan kuantitas

interaksi antara anak dan orang tua.

10

4) Faktor keluarga

Faktor keluarga seperti pekerjaan, pendidikan orang tua, jumlah

saudara, jenis kelamin, kepribadian ayah dan ibu, agama,

urbanisasi dan faktor publik.

2. ISPA pada Balita

a. Pengertian ISPA

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan salah satu

penyakit yang diderita oleh masyarakat, yang meliputi infeksi saluran

pernafasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA

adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal

(mikroplasma) atau substansi asing yang melibatkan suatu atau semua

bagian saluran pernapasan (Wong, 2003).

Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute

Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting

yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai

berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke

dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan

gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung

hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga

telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung

sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut

meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam

ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

b. Faktor yang Mempengaruhi ISPA

Berbagai faktor yang mempengaruhi pneumonia pada balita telah

banyak diteliti oleh para pakar, meliputi faktor lingkungan (kepadatan

hunian rumah, kebiasaan merokok, ventilasi), faktor sosial ekonomi

11

keluarga (tingkat ekonomi, tingkat pemahaman pekerjaan, pendapatan,

dan perawatan ibu terhadap balita) (Depkes RI, 2006).

Istilah pneumonitis perlu dibedakan pengertiannya dengan pneumonia.

Pneumonia adalah proses radang pada parenkin paru, bagian distal

bronkiolus terminalis, mencakup bronkiolus respiratorius, alveolus

dan irtersitium, serta menimbulkan konsolidasi dan gangguan

pertukaran gas setempat. Ada beberapa faktor determinan etiologi dari

penyakit paru lingkungan yaitu: 1) ukuran partikel debu, yaitu hanya

partikel debu yang mempunyai ukuran 0,3 sampai 0,5 m yang bisa

mencapai alveoli, 2) struktur kimiawi debu, 3) konsentrasinya di udara

lingkungan, 4) lamanya paparan dan 5) suseptibilitas individu terhadap

debu inorganik tertentu yang menjadi penyebab (Rahmatullah, 2006).

c. Klasifikasi

Misnadiarly (2008), mengklasifikasikan penderita ISPA ke dalam dua

kelompok usia penderita yaitu:

1) Usia di bawah 2 bulan (pneumonia berat dan bukan pnemonia)

2) Usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun ( bukan pnemonia,

pnemonia berat dan bukan pnemonia)

ISPA ditandai dengan batuk atau kesulitan bernafas, pilek, panas atau

demam, tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada, tidak

menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas, pernafasan < 50x/

menit untuk usia 2 bulan sampai < 1 tahun, < 40 x/menit untuk usia 1

tahun sampai 5 tahun (WHO, 2002)

d. Jenis ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut terbagi menjadi dua yaitu:

1) Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut

12

Saluran pernapasan atas berfungsi menghangatkan, melembabkan

dan menyaring udara. Bersama udara, masuk berbagai patogen,

yang dapat nyangkut di hidung, faring (tonsila), larings, atau

trakea dan dapat berproliferasi, bila daya tahan tubuh menurun.

Penyebaran infeksi (bila terjadi) tergantung pada pertahanan tubuh,

dan dari virulensi kuman yang bersangkutan (infeksi sekunder)

(Tambayong, 2000).

Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut menurut Erlien (2008)

terdiri dari :

a) Influenza

Influenza sering juga disebut flu merupakan penyakit yang

disebabkan oleh virus dan gejala-gejala yang ditimbulkan

mengakibatkan terganggunya sistem pernapasan. Influenza

berbeda dengan pilek (common cold).

b) Sinusitis

Sinusitis merupakan salah satu peradangan pada daerah sinus

yang terjadi karena adanya infeksi virus, misalnya karena

komplikasi influenza maupun karena alergi.

c) Faringitis (radang tenggorokan)

Faringitis yaitu munculnya peradangan (infeksi) pada daerah

tenggorokkan (faring). Faringitis dapat disebabkan oleh virus

atau bakteri.

2) Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut

Proses infeksi saluran pernapasan dapat disebabkan oleh patogen

yang mengenai saluran pernapasan atas. Infeksi ini menimbulkan

berbagai gambaran patologis dan klinis bergantung pada ketahanan

hospes dan virulensi organism (Tambayong, 2000).

13

Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut menurut Erlien (2008)

terdiri dari :

a) Laringitis

Laringitis adalah peradangan pada daerah laring. Laring

terletak pada ujung saluran pernapasan yang menuju paru-paru

(trakea). Pada daerah ini terdapat pita suara. Oleh karena itu,

laringitis juga kadang-kadang disebut sebagai radang pita

suara.

b) Bronkitis

Bronkitis adalah peradangan yang terjadi pada daerah bronkus.

Bronkus merupakan saluran pada sistem pernapasan yang

menuju paru-paru.

c) Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru-paru

(alveoli). Pneumonia, dalam bahasa sehari-hari sering disebut

radang paru-paru. Pneumonia merupakan infeksi pada saluran

pernapasan yang tergolong serius. Terjadinya pneumonia pada

anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada

bronkus (biasa disebut broncopneumonia). Pneumonia

merupakan masalah kesehatan dunia karena menyebabkan

angka kematian yang tinggi.

e. Faktor risiko terjadinya ISPA

Kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat

kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis

penyakit. Penyakit ISPA dan tuberkulosis erat kaitannya dengan

kondisi sanitasi perumahan. Faktor-faktor resiko lingkungan pada

14

bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit

maupun kecelakaan antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan

hunian ruang tidur, kelembaban udara, kualitas udara ruang, binatang

penular penyakit, air bersih, limbah rumah tangga sampah serta

perilaku penghuni dalam rumah (Depkes RI, 2002).

f. Faktor Predisposisi ISPA

Kondisi sosial ekonomi yang buruk dan perokok pasif merupakan

faktor predipsosisi ISPA (Meadow & Newell, 2005).

g. Pengobatan

1) Pemberian antibiotika

2) Petunjuk perawatan di rumah bagi ibu-ibu

3) Pengobatan demam

4) Pengobatan wheezing

h. Pencegahan ISPA

1) Pengertian

Pencegahan adalah suatu tindakan antisipasi yang diambil untuk

mengurangi kemungkinan timbulnya atau berkembangnya suatu

kejadian atau kondisi, atau untuk meminimalkan kerusakan akibat

kejadian atau kondisi tersebut jika ini benar-benar terjadi (Pickett

& Hanlon, 2008).

2) Tujuan Pencegahan

Pickett & Hanlon (2008) menyatakan bahwa tujuan dilakukan

pencegahan adalah:

15

a) Untuk menghemat hari kerja

b) Untuk mencegah kematian

c) Untuk menghemat uang

d) Untuk mencegah pemanfaatan sistem keperawatan medis

i. Upaya Pencegahan

Misdiniarly (2008) menyatakan bahwa upaya pencegahan merupakan

komponen strategis dalam pemberantasan ISPA pada anak terdiri dari :

1) Pencegahan melalui imunisasi

Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi

DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini

dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Hal

ini dimengerti karena campak, pertusis dan juga difteri dapat juga

menyebabkan ISPA atau pneumonia.

2) Pencegahan melalui non imunisasi

Upaya pencegahan non imunisasi meliputi

a) Pemberian ASI Eksklusif

Pertumbuhan yang sehat dan baik pada anak, terutama pada

masa tiga tahun pertama kehidupan dipengaruhi nutrisi yang

baik. Pemberian makanan dan nutrisi di masa-masa awal

kehidupan individu sangat baik dilakukan dengan menyusui

karena ASI dianggap sebagai the ultimate health food

(makanan pokok yang menyehatkan) bagi bayi. Pemberian ASI

juga dapat mencegah resiko terserangnya anak dari beberapa

penyakit, seperti diare, infeksi saluran pernafasan, otitis media

dan lain-lain. (Suradi dkk, 2010).

16

b) Pemberian nutrisi yang baik

Usia balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh

kembang anak yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak.

Pemenuhan kebutuhan gizi pada balita memegang peranan

penting untuk menunjang proses tumbuh kembang, selain peran

lingkungan dan interaksi anak dengan orang tua. Apabila

makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan

balita dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan

metabolisme dalam otak. Pada keadaan yang lebih berat,

kekurangan gizi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan

badan. Kekurangan gizi pada balita juga menyebabkan

keterlambatan perkembangan motorik yang meliputi

perkembangan emosi dan tingkah laku. Kekurangan dan

kelebihan asupan gizi pada balita mempengaruhi status gizi dan

status kesehatannya (Febri, 2008).

Balita merupakan salah satu golongan paling rawan gizi. Masa

balita disebut juga masa vital, khususnya sampai usia dua

tahun, karena adanya perubahan yang cepat dan menyolok

maka pemeliharan gizi sangat penting, jika tidak akan

mengganggu proses pertumbuhan secara maksimal. Keadaan

gizi merupakan gambaran apa yang dikonsumsi seseorang

dalam jangka waktu yang cukup lama. Infeksi memperburuk

taraf gizi dan gangguan gizi memperburuk imunitas balita.

(Aritonang, 2006)

c) Penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur

Anak-anak harus dijauhkan dari pajanan asap rokok, asap dapur

terutama dari pembakaran kayu dan sejenisnya, serta polusi

udara. Memperbaiki higiene lingkungan dapat dilakukan

misalnya dengan menyediakan ventilasi yang baik di dalam

17

rumah, menjaga kebersihan, dan menggunakan masker

pelindung untuk mengurangi pajanan terhadap polusi.

Asap rokok yang ditebarkan orang lain, imbasnya dapat

menyebabkan berbagai penyakit, terutama pada bayi dan anak-

anak mulai dari berbagai gangguan pernapasan pada bayi,

telinga, gangguan pertumbuhan, kolik dan infeksi paru seperti

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) (Nasir, 2009).

Bayi dan anak yang terpajan asap rokok sebelum dan sesudah

kelahiran memperlihatkan peningkatan angka ISPA, infeksi

saluran napas bawah misalnya pneumonia dan asma pada

kanak-kanak dibandingkan dengan bayi dan anak-anak dari

orang tua bukan perokok. Haluaran urine yang mengandung

metabolit nikotin meningkat drastis pada anak-anak dari orang

tua perokok dibandingkan dengan anak-anak dari orang tua

perokok bukan perokok (Corwin, 2009).

Kondisi rumah yang kurang dari kebersihan seperti debu sebab

balita akan menghirup debu dan membuat pernapasannya

terganggu. Asap juga dapat menyebabkan terjadinya ISPA

seperti asap kebakaran, asap dapur karena, kayu bakar serta

asap anti nyamuk.

d) Perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat.

Pencegahan ISPA akan berhasil jika diciptakan lingkungan

hidup yang baik, misalnya dengan mengurangi kepadatan

penduduk, memperbaiki ventilasi rumah, membuat sistem

dapur yang baik dengan membatasi terhisapnya asap dari

kompor, meningkatkan hygiene perorangan dan sebagainya.

18

B. Keluarga Prasejahtera

1. Keluarga

a. Pengertian

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama

dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai

peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga

(Friedman, dalam Suprajitno, 2004).

b. Peran Keluarga

Peran adalah seperangkat perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan

yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan satuan tertentu.

Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Ayah

sebagai pemimpin keluarga, pencari nafkah, pendidik, pelindung atau

pengayom, dan pemberi rasa aman kepada anggota keluarga. Selain

itu, sebagai anggota masyarakat/ kelompok sosial tertentu. Ibu sebagai

pengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik anak-anak, pelindung

keluarga, dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga. Selain

itu, sebagai anggota masyarakat. Anak berperan sebagai pelaku

psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan

spiritual (Ali, 2010)

Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita termasuk dalam

peran orang tua dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua dalam

pencengahan ISPA sangat diperlukan karena yang biasa terkena

dampak ISPA adalah usia balita dan anak-anak yang kekebalan

tubuhnya masih rentan terkena infeksi. Sehingga diperlukan peran

orang tua dalam menangani hal ini. Orang tua harus mengerti tentang

dampak negatif dari penyakit ISPA seperti ISPA ringan bisa menjadi

pneumonia yang kronologisnya dapat mengakibatkan kematian, jika

tidak segera ditangani.

19

Menurut Depkes (2003) pencegahan kejadian ISPA ini tidak terlepas

dari peran orang tua yang harus mengetahui cara-cara pencegahan

ISPA. ISPA dapat dicegah dengan mengetahui penyakit ISPA,

mengatur pola makan balita, menciptakan lingkungan yang nyaman,

dan menghindar faktor pencetus.

Peran keluarga dalam mencegah ISPA yaitu

1) Hidup sehat dengan memperhatikan asupan nutrisi yang baik

dengan pola makan yang sehat

Pola makan yang sehat adalah pola makan yang seimbang yang

menyertakan karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral

dengan perbandingan jumlah yang sesuai dengan piramida

makanan dan kebutuhan gizi balita.

Menurut Wiboworini (2007) berdasarkan fungsinya zat gizi

secara umum dapat disederhanakan sebagai berikut:

a) Zat gizi penghasil energi, yaitu karbohidrat, lemak dan

protein. Zat gizi penghasil energi sebagian besar dihasilkan

oleh makanan pokok seperti padi-padian, umbi-umbian, sagu

dan pisang.

b) Zat gizi pembangun sel, terutama diperoleh dari protein yang

dihasilkan ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan,

dan hasil olahannya seperti tahu, tempe dan oncom. Oleh

karenanya, lauk-pauk tergolong dalam zat pembangun.

c) Zat gizi pengatur, terdiri atas vitamin dan mineral yang

diperoleh dari sayuran dan buah-buahan.

Pola makan balita harus sesuai dengan pedoman makan balita

seperti di bawah ini.

20

Tabel 2.1 Pedoman Makan Balita

Jenis Makanan Jumlah Sumber Tenaga 3-4 piring nasi @ 100 gram atau penggantinya

(mie, bihun, roti, kentang)

Sumber zat pembangun 4-5 porsi daging @ 50gram atau penggantinya (tempe, tahu, ikan, telur, daging ayam). Dianjurkan sekurang-kurangnya 1 porsi berasal dari sumber protein hewani. Susu dianjurkan 2 gelas sehari.

Sumber zat pengatur 2-3 porsi sayur dan buah. Gunakan sayur dan buah-buahan berwarna (1 porsi sayur = 1 mangkuk sayur, 1 porsi buah segar = 100 gram)

Sumber : Widjaja (2005)

2) Mengenali tanda dan gejala ISPA

Tanda dan gejala ISPA pada balita yaitu :

a) Batuk atau (juga disertai kesulitan bernafas)

b) Napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke

dalam (severe chest indrawing)

c) Dahak berwarna kehijauan serperti karet

3) Memberikan ASI Eksklusif dan imunisasi

Pertumbuhan yang sehat dan baik pada anak, terutama pada masa

tiga tahun pertama kehidupan dipengaruhi nutrisi yang baik.

Pemberian makanan dan nutrisi di masa-masa awal kehidupan

individu sangat baik dilakukan dengan menyusui karena ASI

dianggap sebagai the ultimate health food (makanan pokok yang

menyehatkan) bagi bayi. Pemberian ASI juga dapat mencegah

resiko terserangnya anak dari beberapa penyakit, seperti diare,

infeksi saluran pernafasan, otitis media dan lain-lain. (Suradi dkk,

2010)

21

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan utama bayi. ASI mempunyai

keunggulan yang tidak tergantikan oleh makanan dan minuman

apa pun. ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi

bayi dari berbagai penyakit. ASI mengandung semua zat gizi

yang paling tepat dan lengkap dengan komposisi sesuai dengan

kebutuhan bayi. (Prabantini, 2010).

World Health Organization (WHO) merekomendasikan

pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif selama 6 bulan. ASI

bermanfaat bagi daya tahan hidup, pertumbuhan dan

perkembangan bayi, mengurangi tingkat kematian bayi yang

disebabkan oleh penyakit umum yang menimpa anak seperti

diare, radang paru dan mempercepat pemulihan jika sakit.

(Yuliarti, 2010).

ASI yang keluar saat kelahiran bayi sampai hari ke-4 atau ke-7

(kolostrum) mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak

dari susu matang (mature). Zat ini akan melindungi bayi dari

penyakit diare (mencret) (Roesli, 2007).

Imunisasi merupakan usaha pemberian kekebalan pada bayi dan

anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh

membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu

(Hidayat, 2008).

Tabel 2.2 Waktu Yang Tepat Untuk Pemberian Imunisasi Dasar

Umur Jenis Imunisasi 0-7 hari Hepatitis B-1 1 bulan BCG 2 bulan Hepatitis B2, DPT 1, Polio 1 3 bulan Hepatitis B3, DPT 2, Polio 2 4 bulan DPT 3, Polio 3 9 bulan Campak, polio 4

Sumber : Depkes RI (2010)

22

c. Fungsi Keluarga

Friedman dalam Ali (2010) membagi fungsi keluarga menjadi lima

yaitu :

1) Fungsi afektif. Berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang

merupakan dasar kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial. Anggota keluarga

mengembangkan gambaran diri yang positif, peran dijalankan

dengan baik, dan penuh rasa kasih sayang.

2) Fungsi sosialisasi. Proses perkembangan dan perubahan yang

dilalui individu menghasilkan interaksi sosial, dan individu

tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan sosial.

Keluarga merupakan tempat individu melaksanakan sosialisasi

dengan anggota keluarga dan belajar disiplin, norma budaya, dan

perilaku melalui interaksi dalam keluarga, sehingga individu

mampu berperan di dalam masyarakat.

3) Fungsi reproduksi. Fungsi untuk meneruskan kelangsungan

keturunan dan menambah sumber daya manusia.

4) Fungsi ekonomi. Fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga,

seperti makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain

5) Fungsi perawatan keluarga. Keluarga menyediakan makanan,

pakaian, perlindungan, dan asuhan kesehatan/ keperawatan.

d. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Suprajitno (2004) menyatakan bahwa sesuai dengan fungsi

pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang

kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi:

23

1) Mengenal masalah kesehatan keluarga.

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh

diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti

dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan

nada keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan

dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga.

Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara

tidak langsung menjadi perhatian orang tua atau keluarga. Apabila

menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat kapan

terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar

perubahannya.

2) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga.

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari

pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan

pertimbangan siapa di antara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.

Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat

agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika

keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada

orang di lingkungan tinggal keluarga atau memperoleh bantuan.

3) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.

Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar

tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh

keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami

gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau

perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan

dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah

24

apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan

untuk pertolongan pertama.

4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

keluarga.

5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi

keluarga.

2. Keluarga Prasejahtera

a. Pengertian

Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi

salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) secara

minimal, seperti kebutuhan akan pangan, papan, sandang, kesehatan

dan pendidikan.

b. Indikator Keluarga Prasejahtera

1) Keluarga Sejahtera Tahap I

a) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau

lebih

b) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di

rumah, bekerja atau sekolah dan berpergian

c) Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan

dinding yang baik

d) Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan,

e) Bila pasangan usia subur ingin ber-KB pergi ke sarana

pelayanan kontrasepsi

f) Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah

25

2) Keluarga Sejahtera tahap II

a) Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai

dengan agama dan kepercayaan masing-masing

b) Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan

daging/ ikan / telur

c) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel

pakaian baru per tahun.

d) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi tiap penghuni

rumah.

e) Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga

dapat melaksanakan tugas/ fungsi masing-masing.

f) Ada seseorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk

memperoleh penghasilan

g) Seluruh anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa bicara tulisan

latin

h) Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan

alat atau obat kontrasepsi.

3) Keluarga Sejahtera Tahap III

a) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama

b) Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang

atau barang

c) Kebiasaan keluarga makan bersma paling kurang seminggu

sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi

d) Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat

tinggal

26

e) Keluarga memperoleh informsi dari surat kabar/ majalah/ radio/

tv.

4) Keluarga Sejahtera Tahap III Plus

a) Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan

sumbangan materiil untuk kegiatan sosial.

b) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus

perkumpulan sosial/ yayasan / institusi masyarakat.

C. Hubungan Peran Keluarga Keluarga Prasejahtera dengan Pencegahan

ISPA

Faktor imunitas dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sebab

dapat menyebabkan terjadinya abortus dan lain-lain. Faktor lingkungan

setelah lahir seperti gizi, imunisasi, penyakit kronis dan hormonal. Faktor

fisik seperti cuaca, musim, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan

rumah dan radiasi.

Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yaitu fungsi untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, seperti makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain dan fungsi

perawatan keluarga. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan,

dan asuhan kesehatan/ keperawatan.

Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu

atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) sebagai keluarga sejahtera

I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan

kesehatan. Keluarga prasejahtera mempunyai keterbatasan ekonomi untuk

memberikan makanan yang bergizi dan lingkungan yang bersih sebagai upaya

pencegahan ISPA.

27

D. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian Aplikasi Teori L, Green (Notoatmodjo, 2010), Misdiniarly

(2008)

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Upaya pencegahan ISPA

Variabel bebas Variabel Terikat

Peran keluarga prasejahtera

ISPA

Faktor yang Mempengaruhi ISPA : 1. Lingkungan 2. Sosial ekonomi 3. Peran keluarga

Pencegahan ISPA 1. Imunisasi 2. Non imunisasi

Faktor Predisposisi a. Pengetahuan b. Keyakinan c. Kepercayaan d. Sistem nilai e. Sikap

Faktor Pendukung a. Sarana Kesehatan b. Prasarana kesehatan c. Peraturan/hukum

tentang kesehatan d. Tenaga ahli kesehatan

Faktor Pendorong a. Tokoh masyarakat b. Petugas kesehatan c. Pean Keluarga d. Karyawan e. Pembuat keputusan

28

F. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu

1. Variabel bebas, yaitu peran keluarga prasejahtera

2. Variabel terikat, yaitu upaya pencegahan ISPA

G. Hipotesa

Hipotesa penelitian ini yaitu ada hubungan peran keluarga prasejahtera

dengan upaya pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita

di Desa Depok Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang.