bab ii tinjauan pustaka a. landasan teori 1. persamaan

15
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Sebagai teori-teori pendukung untuk pembahasan yang dilakukan pada bab selanjutnya mengenai Studi Studi Tentang Menentukan Akar Dengan Menggunakan Metode Numerik ini akan di tinjau beberapa istilah. 1. Persamaan Persamaan ialah suatu pernyataan matematika dalam bentuk simbol yang mengatakan bahwa dua hal adalah sama persis. Persamaan ditulis dengan tanda sama dengan (=). Hal ini sesuai dengan pendapat dari Negoro dan Harahap (2010:269) yang mengatakan โ€œkalimat terbuka yang menyatakan hubungan โ€˜sama denganโ€™ disebut persamaanโ€ . Menurut Sukirman, dkk(2013:3.2) โ€œdasar suatu persamaan adalah sebuah pernyataan matematika yang terdiri dari dua ungkapan pada ruas kanan dan kiri yang dipisahkan oleh tanda = (dibaca sama dengan)โ€. Sebagai contohnya sebagai berikut : ( โˆ’ 1) = 2 โˆ’ Persamaan di atas ialah contoh dari identitas: persamaan yang selalu benar, tidak peduli berapa pun nilai peubah yang ada pada persamaan tersebut. Dan persamaan berikut bukanlah suatu identitas: 2 โˆ’ 3 = 0 Persamaan di atas ialah salah untuk sejumlah tak hingga , dan hanya benar untuk satu nilai saja. Secara umum, nilai peubah pada suatu persamaan menjadi benar disebut dengan solusi ataupun penyelesaian. 2. Persamaan Non Linier Misalkan () adalah suatu fungsi kontinu. Setiap bilangan pada domain yang memenuhi () = 0 disebut akar persamaan () = 0, atau disebut juga pembuat nol fungsi (). Secara singkat, disebut akar fungsi () (Maharani dan Suprapto, 2018:16). Salah satu contoh persamaan non linier adalah persamaan kuadrat. Bentuk umum dari persamaan kuadrat adalah: 2 + + = 0 Dan dari bentuk umum tersebut biasanya dapat dikerjakan dengan rumus ABC. Contoh 2.1 Tentukan akar dari persamaan kuadrat darai 2 โˆ’ 7 + 10 = 0

Upload: others

Post on 10-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Sebagai teori-teori pendukung untuk pembahasan yang dilakukan pada bab

selanjutnya mengenai Studi Studi Tentang Menentukan Akar Dengan

Menggunakan Metode Numerik ini akan di tinjau beberapa istilah.

1. Persamaan

Persamaan ialah suatu pernyataan matematika dalam bentuk simbol yang

mengatakan bahwa dua hal adalah sama persis. Persamaan ditulis dengan tanda

sama dengan (=). Hal ini sesuai dengan pendapat dari Negoro dan Harahap

(2010:269) yang mengatakan โ€œkalimat terbuka yang menyatakan hubungan โ€˜sama

denganโ€™ disebut persamaanโ€ . Menurut Sukirman, dkk(2013:3.2) โ€œdasar suatu

persamaan adalah sebuah pernyataan matematika yang terdiri dari dua ungkapan

pada ruas kanan dan kiri yang dipisahkan oleh tanda = (dibaca sama dengan)โ€.

Sebagai contohnya sebagai berikut : ๐‘ฅ(๐‘ฅ โˆ’ 1) = ๐‘ฅ2 โˆ’ ๐‘ฅ

Persamaan di atas ialah contoh dari identitas: persamaan yang selalu benar, tidak

peduli berapa pun nilai peubah yang ada pada persamaan tersebut. Dan persamaan

berikut bukanlah suatu identitas: ๐‘ฅ2 โˆ’ 3๐‘ฅ = 0

Persamaan di atas ialah salah untuk sejumlah tak hingga ๐‘ฅ, dan hanya benar untuk

satu nilai saja. Secara umum, nilai peubah pada suatu persamaan menjadi benar

disebut dengan solusi ataupun penyelesaian.

2. Persamaan Non Linier

Misalkan ๐‘“(๐‘ฅ) adalah suatu fungsi kontinu. Setiap bilangan ๐‘Ÿ pada domain

๐‘“ yang memenuhi ๐‘“(๐‘Ÿ) = 0 disebut akar persamaan ๐‘“(๐‘ฅ) = 0, atau disebut juga

pembuat nol fungsi ๐‘“(๐‘ฅ). Secara singkat, ๐‘Ÿ disebut akar fungsi ๐‘“(๐‘ฅ) (Maharani dan

Suprapto, 2018:16). Salah satu contoh persamaan non linier adalah persamaan

kuadrat. Bentuk umum dari persamaan kuadrat adalah:

๐‘Ž๐‘ฅ2 + ๐‘๐‘ฅ + ๐‘ = 0

Dan dari bentuk umum tersebut biasanya dapat dikerjakan dengan rumus ABC.

Contoh 2.1 Tentukan akar dari persamaan kuadrat darai ๐‘ฅ2 โˆ’ 7๐‘ฅ + 10 = 0

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

7

Jawab:

Diketahui : ๐‘Ž = 1; ๐‘ = โˆ’7; ๐‘ = 10

๐‘ฅ1,2 =โˆ’๐‘ ยฑ โˆš๐‘2 โˆ’ 4๐‘Ž๐‘

2๐‘Ž

๐‘ฅ1,2 =โˆ’(โˆ’7) ยฑ โˆš(โˆ’7)2 โˆ’ 4(1.10)

2(1)

๐‘ฅ1,2 =7 ยฑ โˆš49 โˆ’ 4(10)

2

๐‘ฅ1,2 =7 ยฑ โˆš49 โˆ’ 40

2

๐‘ฅ1,2 =7 ยฑ โˆš9

2

๐‘ฅ1 =7 + โˆš9

2; ๐‘ฅ2 =

7 โˆ’ โˆš9

2

๐‘ฅ1 =7 + 3

2; ๐‘ฅ2 =

7 โˆ’ 3

2

๐‘ฅ1 =10

2; ๐‘ฅ2 =

4

2

๐‘ฅ1 = 5; ๐‘ฅ2 = 2

Dengan HP = {2,5}

Hasil penghitungan dari rumus ABC merupakan akar-akar bagi persamaan

tersebut. Akar-akar tersebut memberikan nilai-nilai ๐‘ฅ yang menjadikan persamaan

itu sama dengan nol. Namun untuk bentuk-bentuk persamaan non linier dengan

derajat lebih dari dua, terkadang akan ditemukan kesulitan untuk mendapatkan

akar-akarnya (Setiawan,2007:31). Untuk hal itu pada sub-bab berikutnya akan

dibahas metode yang dapat digunakan untuk menentukan akar persamaan non

linier.

3. Metode Numerik

Menurut Munir (2006:5) โ€œmetode numerik adalah teknik yang digunakan

untuk memformulasikan persoalan matematik sehingga dapat dipecahkan dengan

operasi perhitungan/aritmetika biasa (tambah, kurang, kali, dan bagi)โ€. Metode

artinya cara, sedangkan numerik artinya angka. Jadi metode numerik secara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

8

harafiah berarti cara berhitung dengan menggunakan angka-angka. Menurut

Maharani dan Suprapto (2018:1) โ€œmetode numerik merupakan suatu metode untuk

menyelesaiakan masalah-masalah matematika dengan menggunakan sekumpulan

aritmatik sederhana dan operasi logika pada sekumpulan bilangan atau data

numerik yang diberikanโ€. Menurut Setiawan (2007:1) โ€œmetode numerik adalah

teknik penyelesaian yang diformulasikan secara matematis dengan cara operasi

hitungan/aritmatik dan dilakukan secara berulang-ulang dengan bantuan komputer

atau secara manual (hand calculation)โ€. Sehingga penulis menyimpulkan metode

numerik adalah metode yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah yang

tidak dapat diselesaikan secara analitik dan perhitungannya secara berulang-ulang

tetapi solusinya bukanlah solusi sejati.

Pada umumnya metode numerik tidak mendapatkan nilai atau jawaban yang

eksak, melainkan nilai aproksimasi seperti yang sudah dijelaskan di BAB I. Sama

halnya dalam menentukan akar persamaan dari persamaan non linier. Dalam

menentukan akar persamaan non linier, terdapat empat metode yang dapat

digunakan. Metode yang dimaksud adalah metode bagi dua, metode posisi palsu,

metode Newton Raphson, dan metode Secant. Berikut penjelasan ke-empat metode

tersebut:

a. Metode Bagi Dua

Menurut Tentua (2017:114) โ€œmetode bagi dua adalah cara menyelesaikan

persamaan non-linier dengan membagi dua nilai ๐‘ฅ1 dan ๐‘ฅ2 dilakukan berulang-

ulang sampai nilai ๐‘ฅ lebih kecil dari nilai tolerasi yang ditentukanโ€. Metode ini

sederhana tetapi lambat. Metode ini memerlukan dua nilai sebagai tebakan awal

sebut ๐‘Ž (ujung kiri selang) dan ๐‘(ujung kanan selang), ๐‘Ž โ‰ค ๐‘ yang harus memenuhi

๐‘“(๐‘Ž)๐‘“(๐‘) < 0, selang [๐‘Ž, ๐‘] mengandung akar.

Misalkan sudah ditemukan interval yang cukup kecil [๐‘Ž, ๐‘] sehingga

๐‘“(๐‘Ž). ๐‘“(๐‘) < 0, yang berarti pada interval memuat akar (Mulyono,2020:229). Pada

setiap kali iterasi, selang [๐‘Ž, ๐‘] dibagi dua di ๐‘ฅ = ๐‘, sehingga terdapat upselang

yang berukuran sama yaitu [๐‘Ž, ๐‘] dan [๐‘, ๐‘].

Proses diulang dengan membagi dua selang tersebut dan memeriksa setengah

selang yang mana mengandung akar. Pembagiduaan selang dilanjutkan sampai

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

9

lebar selang yang ditinjau cukup kecil. Penentuan setengah selang yang

mengandung akar dilakukan dengan memeriksa tanda dari hasil kali ๐‘“(๐‘Ž)๐‘“(๐‘) < 0

atau ๐‘“(๐‘)๐‘“(๐‘) < 0.

Gambar2.1 Penentuan setengah selang yang mengandung akar (Munir,2006:67)

Selang yang baru dibagi dua lagi dengan cara yang sama. Begitu seterusnya

sampai ukuran selang yang baru sudah sangat kecil (lihat gambar 2.2). kondisi

berhenti iterasi dapat dipilih salah satu dari kriteria berikut (Munir,2006:67):

1. Lebar selang baru : |๐‘Ž ๐‘| < ๐‘’, yang dalam hal ini ๐‘’ adalah nilai toleransi lebar

selang yang mengurung akar.

2. Nilai fungsi di hampiran akar: ๐‘“(๐‘) = 0.

3. Galat relatif hampran akar: |๐‘๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ข โˆ’ ๐‘๐‘™๐‘Ž๐‘š๐‘Ž)/๐‘๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ข| < ๐‘‘ , yang dalam hal ini

๐‘‘ adalah galat relatif hampiran yang diinginkan.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

10

Gambar 2.2 Proses Pembagian selang [๐‘Ž, ๐‘] dengan metode bagi dua (Munir,

2006:67)

Rumus metode bagi dua adalah:

๐‘ =๐‘Ž + ๐‘

2

Teorema 1

Jika ๐‘“(๐‘ฅ) menerus di dalam selang [๐‘Ž, ๐‘] dengan ๐‘“(๐‘Ž)๐‘“(๐‘) < 0 dan ๐‘  โˆˆ

[๐‘Ž, ๐‘] sehingga ๐‘“(๐‘ ) = 0 dan ๐‘๐‘Ÿ = (๐‘Ž๐‘Ÿ + ๐‘๐‘Ÿ)/2 maka selalu berlaku dua

ketidaksamaan berikut:

(i) |๐‘  โˆ’ ๐‘๐‘Ÿ| โ‰ค|๐‘๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ž๐‘Ÿ|/2

(ii) |๐‘  โˆ’ ๐‘๐‘Ÿ โ‰ค|๐‘๐‘Ÿโˆ’๐‘Ž๐‘Ÿ

2๐‘Ÿ+1 ,๐‘Ÿ = 0,1,2, โ€ฆ

Bukti:

Misalkan pada iterasi keโˆ’๐‘Ÿ kita mendapat selang [๐‘Ž๐‘Ÿ , ๐‘๐‘Ÿ], yang panjangnya

setengah panjang selang sebelumnya, [๐‘Ž๐‘Ÿ+1, ๐‘๐‘Ÿ+1]. Jadi:

|๐‘๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ž๐‘Ÿ| =|๐‘๐‘Ÿโˆ’1 โˆ’ ๐‘Ž๐‘Ÿโˆ’1|

2

Jelas bahwa:

|๐‘1 โˆ’ ๐‘Ž1| =|๐‘0 โˆ’ ๐‘Ž0|

2=

|๐‘ โˆ’ ๐‘Ž|

2

|๐‘2 โˆ’ ๐‘Ž2| =|๐‘1 โˆ’ ๐‘Ž1|

2=

|๐‘ โˆ’ ๐‘Ž|

22

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

11

|๐‘2 โˆ’ ๐‘Ž2| =|๐‘2 โˆ’ ๐‘Ž2|

2=

|๐‘ โˆ’ ๐‘Ž|

23

โ‹ฎ

|๐‘๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ž๐‘Ÿ| =|๐‘๐‘Ÿโˆ’1 โˆ’ ๐‘Ž๐‘Ÿโˆ’2|

2=

|๐‘ โˆ’ ๐‘Ž|

2๐‘Ÿ

Pada iterasi ke-๐‘Ÿ, posisi ๐‘๐‘Ÿ , yang merupakan akar hampiran dan ๐‘  yang

merupakan akar sejati seperti pada diagram berikut ini:

Berdasarkan diagram tersebut jelaslah bahwa:

|๐‘  โˆ’ ๐‘๐‘Ÿ| โ‰ค|๐‘๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ž๐‘Ÿ|

2

selanjutnya

|๐‘  โˆ’ ๐‘๐‘Ÿ| โ‰ค |๐‘๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ž๐‘Ÿ

2| = |

1

2

๐‘ โˆ’ ๐‘Ž

2๐‘Ÿ| = |

๐‘ โˆ’ ๐‘Ž

2๐‘Ÿ+1|

Jadi selisih antara akar sejati dengan akar hampiran tidak pernah lebih dari

setengah epsilon. Dengan mengingat kriteria berhenti adalah |๐‘๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ž๐‘Ÿ| < ๐œ€, maka

dari (i) terlihat bahwa:

|๐‘  โˆ’ ๐‘๐‘Ÿ| โ‰ค๐œ€

2

Sehingga

|๐‘ โˆ’ ๐‘Ž

2๐‘Ÿ+1| โ‰ค

๐œ€

2

โ†” 2๐‘Ÿ โ‰ฅ |๐‘ โˆ’ ๐‘Ž

๐œ€|

โ†” ๐‘Ÿ ln(2) โ‰ฅ ln(๐‘ โˆ’ ๐‘Ž) โˆ’ ln(๐œ€)

โ†” ๐‘Ÿ โ‰ฅln(๐‘ โˆ’ ๐‘Ž) โˆ’ ln(๐œ€)

ln(2)

โ†” ๐‘… โ‰ฅln|๐‘ โˆ’ ๐‘Ž| โˆ’ ln(๐œ€)

ln(2)

R adalah jumlah iterasi (jumlah pembagian selang) yang dibutuhkan untuk

menjamin bahwa ๐‘ adalah hampiran akar yang memiliki galat kurang dari ๐œ€.

Menurut Maharani dan Suprapto (2018:22) kasus yang mungkin terjadi

pada penggunan metode bagi dua adalah sebagai berikut:

ar br cr s

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

12

1. Jumlah akar lebih dari satu

Jika dalam selang [๐‘Ž, ๐‘] terdapat lebih dari satu akar (banyaknya akar ganjil),

hanya satu akar yang dapat ditemukan. Cara mengatasinya adalah dengan

menggunakan selang [๐‘Ž, ๐‘] yang cukup kecil hanya satu buah akar.

2. Akar ganda

Metode bagi dua tidak berhasil menemukan akar ganda. Hal ini disebabkan

karena tidak terdapat perbedaan tanda di ujung selang yang baru.

3. Singularitas

Pada titik singular, nilai fungsinya tidak terdefinisi. Jika selang [๐‘Ž, ๐‘]

mengandung titik singular, tahapan metode bagi dua tidak pernah berhenti.

Penyebabnya, metode bagi dua menganggap titik singular sebagai akar karena

fungsi cenderung konvergen. Yang sebenarnya, titik singular bukanlah akar,

melainkan akar semu. Cara mengatasinya adalah dengan memeriksa nilai

|๐‘“(๐‘) โˆ’ ๐‘“(๐‘Ž)|. Jika |๐‘“(๐‘) โˆ’ ๐‘“(๐‘Ž)| konvergen ke 0, akar yang dicari pasti akar

sejati, tetapi jika |๐‘“(๐‘) โˆ’ ๐‘“(๐‘Ž)| divergen, akar yang dicari merupakan titik

singular (akar semu).

Pada setiap tahapan pada metode bagi dua, bahwa selisih antara akar sejati

dengan akar hampiran tidak pernah melebihi setengah panjang selang saat itu.

Pernyataan ini dinyatakan dengan teorema berikut ini:

Teorema 2

Jika ๐‘“(๐‘ฅ) menerus di dalam selang [๐‘Ž, ๐‘] dengan ๐‘“(๐‘Ž)๐‘“(๐‘) < 0 dan ๐‘  โˆˆ (๐‘Ž, ๐‘)

sehingga ๐‘“(๐‘ ) = 0 dan ๐‘๐‘Ÿ =๐‘Ž๐‘Ÿ+๐‘๐‘Ÿ

2, maka selalu berlaku dua ketidaksamaan

berikut:

|๐‘  โˆ’ ๐‘๐‘Ÿ| โ‰ค|๐‘๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ž๐‘Ÿ|

2

Dan

|๐‘  โˆ’ ๐‘๐‘Ÿ| โ‰ค|๐‘๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ž๐‘Ÿ|

2๐‘Ÿ+1, ๐‘Ÿ = 0,1,2, โ€ฆ

b. Metode Posisi Palsu

Meskipun metode bagi dua selalu berhasil dalam menemukar akar, tetapi

kecepatan dalam menemukan akarnya sangatlah lambat. Kecepatan konvergensi

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

13

bisa ditingkatkan jika nilai ๐‘“(๐‘Ž) dan ๐‘“(๐‘) juga turut diperhitungkan. Jika ๐‘“(๐‘Ž)

lebih dekat ke nol daripada ๐‘“(๐‘) maka akar lebih dekat ke ๐‘ฅ = ๐‘Ž daripada ๐‘ฅ = ๐‘.

Metode yang memanfaatkan nilai dari ๐‘“(๐‘Ž) dan ๐‘“(๐‘) ini adalah metode posisi

palsu. Dengan metode ini, dibuat suatu garis lurus yang menghubungkan titik

(๐‘Ž, ๐‘“(๐‘Ž)) dan (๐‘, ๐‘“(๐‘)). Kemiringan dan selisih tinggi dari dua titik yang berada

suatu garis yang menghubungkan dua titik pada kurva. Garis lurus berfungsi

menggantikan kurva ๐‘“(๐‘ฅ) dan memberikan posisi palsu dari akar

(Endaryono,2019:451)

Gambar 2.3 Ilustrasi Metode Posisi Palsu (Munir, 2006:72)

Perhatikan Gambar 2.3

Gradien garis AB = garis gradien BC

๐‘“(๐‘) โˆ’ ๐‘“(๐‘Ž)

๐‘ โˆ’ ๐‘Ž=

๐‘“(๐‘) โˆ’ 0

๐‘ โˆ’ ๐‘

dapat disederhanakan menjadi:

๐‘ = ๐‘ โˆ’๐‘“(๐‘)(๐‘ โˆ’ ๐‘Ž)

๐‘“(๐‘) โˆ’ ๐‘“(๐‘Ž)

Secara umum metode posisi palsu lebih cepat konvergensinya jika

dibandingkan dengan metode bagi dua, karena kecepatan konvergensinya dapat

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

14

ditingkatkan jika nilai ๐‘“(๐‘Ž) dan ๐‘“(๐‘) juga diperhitungkan. Namun, pada beberapa

kasus kecepatan konvergensinya justru lebih lambat.

Untuk mengatasi kemungkinan kasus titik mandek, metode posisi palsu

kemudian diperbaiki (modified false position method). Caranya, pada akhir tahapan

r = 0, sudah memperoleh selang lalu akan dipakai pada tahapan r = 1. Berdasarkan

selang baru tersebut, tentukan titik ujung selang yang tidak berubah (jumlah

perulangan > 1) โ€“ yang kemudian menjadi titik mandek. Nilai f pada titik mandek

itu diganti menjadi setengah kalinya, yang akan dipakai pada tahapan r = 1.

Dalam metode ini merupakan peningkatan dari metode posisi palsu

diperoleh dengan mengganti garis potong dengan garis lurus yang bahkan lebih

kecil kemiringan hingga jatuh ke sisi lain dari nol ๐‘“ (๐‘ฅ). Berbagai langkah dalam

metode diberikan dalam algoritma di bawah ini:

Algoritma:

Diberikan sebuah fungsi ๐‘“(๐‘ฅ) kontinu pada selang [๐‘Ž, ๐‘] yang memenuhi kriteria

๐‘“(๐‘Ž)๐‘“(๐‘) < 0, lakukan langkah berikut ini untuk menemukan akar dari ๐œ€ dari

๐‘“(๐‘ฅ), dalam [๐‘Ž, ๐‘] โˆถ

(1) Atur ๐‘Ž0 = ๐‘Ž; ๐‘0 = ๐‘; ๐น = ๐‘“(๐‘Ž0); ๐บ = ๐‘“(๐‘0), ๐‘ค = ๐‘Ž0

(2) Untuk ๐‘› = 0,1,2, โ€ฆ, sampai kriteria konvergen terpenuhi, lakukan:

a. Hitung ๐‘ค๐‘›+1 = |๐บ๐‘Ž๐‘› โˆ’ ๐น๐‘๐‘›|/(๐บ โˆ’ ๐น)

b. Jika ๐‘“((๐‘ค๐‘›)๐‘“(๐‘ค๐‘›+1) > 0)

Kemudian atur ๐‘Ž๐‘› + 1 = ๐‘Ž๐‘›; ๐‘๐‘› + 1 = ๐‘ค๐‘› + 1; ๐บ = ๐‘“(๐‘ค๐‘› + 1)

Jika (๐‘“(๐‘ค๐‘›)๐‘“(๐‘ค๐‘›+1) > 0) atur ๐น = ๐น/2

Jika tidak diatur ๐‘Ž๐‘› + 1 = ๐‘ค๐‘› + 1, ๐น = ๐‘“(๐‘ค๐‘›+1)๐‘๐‘› + 1 = ๐‘๐‘›

Jika (๐‘“(๐‘ค๐‘›)๐‘“(๐‘ค๐‘›+1) > 0) atur ๐บ = ๐บ/2

3. Metode Newton Raphson

Metode Newton Raphson ialah metode yang digunakan untuk mencari akar

dari sebuah fungsi riil. Metode ini dimulai dengan memperkirakan sebuah titik awal

dengan mendekatinya dengan memperlihatkan gradien pada titik tersebut.

Diharapkan dari titik awal yang diperkirakan akan diperoleh pendekatan terhadap

akar fungsi yang dimaksud.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

15

Penyelesaian persamaan ๐‘“(๐‘ฅ) = 0 untuk suatu akar ๐‘Ÿ. Andaikan bahwa ๐‘“

dapat didiferensialkan, sehingga grafik dari ๐‘ฆ = ๐‘“(๐‘ฅ) mempunyai garis singgung

pada tiap titik. Jika dapat menemukan suatu hampiran pertama ๐‘ฅ1 terhadap ๐‘Ÿ

dengan cara pengambaran grafik atau dengan cara lain, maka suatu hampiran ๐‘ฅ2

yang terletak pada perpotongan garis singgung pada (๐‘ฅ1), ๐‘“(๐‘ฅ)) dengan sumbu-๐‘ฅ

(lihat gambar 2.4) dengan menggunakan ๐‘ฅ2 sebagai suatu hampiran, kemudian

dapat ditemukan suatu hampiran ๐‘ฅ3 yang masih lebih baik, dan seterusnya (Purcell

dan Varberg, 1984:499).

Gambar 2.4 Ilustrasi metode Newton Raphson (Purcell dan Varberg, 1984:499)

Proses ini dapat ditahap-tahapkan sehingga mudah untuk melakukannya

pada kalkulator. Persamaan garis singgung pada

(๐‘ฆ โˆ’ ๐‘“(๐‘ฅ1) = ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ1)(๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฅ1)

dan perpotongan dengan sumbu โ€“๐‘ฅ, yaitu ๐‘ฅ2 ditemukan dengan menetapkan ๐‘ฆ = 0

dan diselesaikan untuk ๐‘ฅ. Hasilnya adalah

๐‘ฅ2 = ๐‘ฅ1 โˆ’๐‘“(๐‘ฅ1)

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ1)

Secara lebih umum dimiliki alogaritma, yang disebut juga suatu rumus rekusrsi atau

skema iterasi (Purcell dan Varberg, 1984:500).

๐‘ฅ๐‘›+1 = ๐‘ฅ๐‘› โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘›)

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘›)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

16

Menurut Maharani dan Suprapto (2018:29) penurunan rumus Newton

Raphson ada dua cara, yakni secara geometri dan dengan bantuan deret Taylor.

Gambar 2.5 Penurunan Rumus Newton Raphson secara geometri (Maharani dan

Suprapto, 2018:29)

Pada Gambar 2.4 diatas, gradien garis singgung di ๐‘‹๐‘Ÿ adalah, ada

๐‘š = ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ) =ฮ”๐‘ฆ

ฮ”๐‘ฅ=

๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ) โˆ’ 0

๐‘ฅ๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿ+1

Atau

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ) =๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ)

๐‘ฅ๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿ+1

Sehingga prosedur iterasi metode Newton Raphson adalah

๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 = ๐‘ฅ๐‘Ÿ โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ)

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ), ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ) โ‰  0

Dan jika menggunakan deret Taylor untuk penurunan rumus Newton Raphson

sebagai berikut:

Uraikan ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ+1) di sekitar ๐‘ฅ๐‘Ÿ ke dalam deret Taylor.

๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ+1) โ‰ˆ ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ) + (๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿ)๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ) +(๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿ)2

2๐‘“โ€ฒโ€ฒ(๐‘ก), ๐‘ฅ๐‘Ÿ < ๐‘ก < ๐‘ฅ๐‘Ÿ+1

Yang bila dipotong sampai suku orde dua saja menjadi

๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ+1) โ‰ˆ ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ) + (๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿ)๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ)

Dan karena persoalan mencari akar, maka ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ+1) = 0, sehingga

0 = ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ) + (๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿ)๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

17

Atau

๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 = ๐‘ฅ๐‘Ÿ โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ)

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ), ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ) โ‰  0

Yang merupakan rumus metode Newton Raphson.

Ide dari metode Newton Raphson adalah menghitung akar yang merupakan

titik potong antara sumbu ๐‘ฅ dengan garis singgung pada kurva di titik (๐‘ฅ๐‘›, ๐‘“(๐‘ฅ๐‘›)).

Kemiringan kurva di titik tersebut adalah ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘›) (Endaryono,2020:80). Konsep

metode Newton Raphson adalah dengan menggunakan turunan untuk mempercepat

kekonvergenan, akan tetapi metode Newton Raphson bisa juga mengalami divergen

(Darmavan dan Zazilah, 2019:94)

Kondisi berhenti iterasi Newton Raphson adalah bila

|๐‘ฅ๐‘Ÿ+1โˆ’๐‘ฅ๐‘Ÿ| < ๐‘’

Atau bila menggunakan galat relatif hampiran

|๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿ

๐‘ฅ๐‘Ÿ+1| < ๐‘‘

Dengan ๐‘’ dan ๐‘‘ adalah toleransi galat yang diinginkan.

Catatan :

1. Jika terjadi ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ) = 0, ulang kembali perhitungan iterasi dengan ๐‘ฅ0 yang lain.

2. Jika persamaan ๐‘“(๐‘ฅ) = 0 memiliki lebih dari satu akar, pemilihan ๐‘ฅ0 yang

berbeda-beda dapat menemukan akar yang lain.

3. Dapat juga terjadi fungsi konvergen ke akar berbeda dari yang diharapkan.

Secara umum, bila metode Newton-Raphson konvergen, kekonvergennya

itu berlangsung sangat cepat. Titik potong garis singgung fungsi dengan sumbu-x

semakin cepat bergerak mendekati akar sejati. Karena metode Newton-Raphson

tergolong metode terbuka, maka dalam beberapa kasus iterasinya mungkin

divergen. Membuat grafik fungsi sangat membantu dalam pencarian akar. Grafik

fungsi dapat memperlihatkan secara visual lokasi akar sejati. Dengan demikian

tebakan awal yang bagus untuk akar dapat diturunkan. Pemilihan tebakan awal

sebaiknya cukup dekat dengan akar. Selain itu, kita juga dapat mengetahui apakah

fungsi tersebut mempunyai akar tidak. Pada kasus tidak ada akar, fungsinya akan

divergen berosilasi. Adapun kekurangan dari metode Newton-Raphson adalah

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

18

fungsi ๐‘“ harus diketahui turunannya, sementara tidak semua fungsi dapat

diturunkan dengan mudah.Selain itu juga diperlukan suatu tebakan awal ๐‘ฅ0 yang

tepat agar barisan ๐‘ฅ๐‘› yang dihasilkan konvergen ke solusi eksaknya (Ramadhini,

dkk, 2019:176).

Apakah persyaratan agar metode Newton Raphson konvergen? Perhatikan

bentuk umum prosedur iterasi metode terbuka, ๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 = ๐‘”(๐‘ฅ๐‘Ÿ) karena metode

Newton Raphson. Karena metode Newton Raphson termasuk metode terbuka,

maka dalam hal ini ๐‘”(๐‘ฅ) = ๐‘ฅ โˆ’๐‘“(๐‘ฅ)

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ), dengan mengingat syarat perlu agar fungsi

konvergen adalah |๐‘”โ€ฒ(๐‘ฅ)| < 1, maka:

๐‘”โ€ฒ(๐‘ฅ) = 1 โˆ’[๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ)๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ) โˆ’ ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ)๐‘“"(๐‘ฅ)]

[๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ)]2

= |๐‘“(๐‘ฅ)๐‘“"(๐‘ฅ)

[๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ)]2| < 1

4. Metode Secant

Metode Secant merupakan metode yang mengatasi kelemahan dari metode

Newton Raphson (Batarius dan SinLae, 2019:24). Metode ini dimulai dengan dua

tebakan ๐‘ฅ0 dan ๐‘ฅ1 terhadap akar dari fungsi ๐‘“(๐‘ฅ). Nilai tebakan awal tidak perlu

menghampiri akar. Proses iterasi seperti Newton Raphson, hanya perhitungan

๐‘“โ€ฒ( ๐‘ฅ0) dimodifikasi oleh nilai ๐‘“(๐‘ฅ1)โˆ’๐‘“(๐‘ฅ0)

๐‘ฅ1โˆ’๐‘ฅ0. Metode Newton Raphson memerlukan

turunan fungsi ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ) . Tidak semua fungsi mudaah dicari turunannya terutama

fungsi yang bentuknya rumit. Turunan fungsi dapat dihilangkan dengan cara

menggantinya dengan bentuk lain yang ekivalen. Metode ini memerlukan dua

taksiran awal. Dalam prosesnya tidak dilakukan pengapitan akar atau [๐‘ฅ0, ๐‘ฅ1] tidak

harus mengandung akar yang akan dicari. Sehingga ๐‘“(๐‘ฅ0) dan ๐‘“(๐‘ฅ1) bisa bertanda

sama.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

19

Gambar 2.6 Ilustarsi Metode Secant (Maharani dan Suprapto, 2018:33)

Berdasarkan Gambar 2.6 dapat dihitung gradien

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ) =ฮ”๐‘ฆ

ฮ”๐‘ฅ=

๐ด๐ถ

๐ต๐ถ=

๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ) โˆ’ ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿโˆ’1)

๐‘ฅ๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿโˆ’1

Jika dinyatakan ke dalam rumus Newton Raphson:

๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 = ๐‘ฅ๐‘Ÿ =๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ)

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘Ÿ)

Sehingga diperoleh:

๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 = ๐‘ฅ๐‘Ÿ โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ)(๐‘ฅ๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿโˆ’1)

๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ) โˆ’ ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿโˆ’1)

Yang kemudian disebut rumus metode Secant. Dalam metode ini juga diperlukan

tebakan awal yaitu ๐‘ฅ0 dan ๐‘ฅ1. Iterasi berhenti jika |๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 โˆ’ ๐‘ฅ๐‘Ÿ| < ๐œ€.

Langkah-langkah untuk menggunakan metode secant sebagai berikut (Wulan, dkk,

2016:38):

1. Mencari nilai akar ๐‘Ÿ dari persamaan ๐‘“(๐‘ฅ)

2. Menentukan 2 taksiran awal

3. Lakukan iterasi dengan rumus ๐‘ฅ๐‘Ÿ+1 = ๐‘ฅ๐‘Ÿ โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ)(๐‘ฅ๐‘Ÿโˆ’๐‘ฅ๐‘Ÿโˆ’1)

๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿ)โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ÿโˆ’1)

Sepintas memang metode secant mirip seperti metode posisi palsu, namun

sesungguhnya prinsip dasar keduanya berbeda, adapun perbedaanya adalah sebagai

berikut:

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Persamaan

20

1. Pada metode posisi palsu, diperlukan dua buah nilai awal ๐‘Ž dan ๐‘ (ujung-ujung

selang) sedemikian sehingga ๐‘“(๐‘Ž)๐‘“(๐‘) < 0. Sedangkan pada metode secant

juga diperlukan dua buah nilai awal ๐‘ฅ0 dan ๐‘ฅ1 (tebakan awal akar), tetapi tidak

harus ๐‘“(๐‘ฅ0)๐‘“(๐‘ฅ1) < 0

2. Iterasi kedua, pada metode posisi palsu perpotongan garis lurus sumbu-๐‘ฅ tetap

berada di dalam selang yang mengandung akar. Sedangkan perpotongan garis

lurus dengan sumbu-๐‘ฅ mungkin menjauhi akar.

3. Berdasarkan poin , pada metode posisi palsu hasil iterasinya selalu konvergen,

sedangkan pada metode secant mungkin divergen .