bab ii tinjauan pustaka 2.1.1 tinjauan tentang seksio...

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kajian Teoritis 2.1.1 Tinjauan tentang Seksio Sesaria 1. Definisi Istilah Seksio Sesaria berasal dari kata latin Caedo, yang berarti memotong ( Boboak,2005 ). Menurut Leon J. Dunn, dalam dr.Lastiko, seksio sesaria adalah persalinan untuk melahirkan janin dengan berat 500 gram atau lebih melalui pembedahan diperut dengan menyayat dinding rahim. Sementara definisi lain mengatakan seksio sesaria adalah pmbedahan untuk mengeluarkan anak dari rongga rahim dengan mengiris dinding perut dan dinding rahim. Adapun menurut Prof.Dr. Rustam Muchtar, bahwa seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding depan perut atau seksio sesaria adalah suatu histerotemia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. 2. Indikasi Ada beberapa indikasi pasti kelahiran seksio sesaria yaitu ( Marieskind dalam Bobak, 2005 ) a. Distoria b. Presentase bokong pada primi garvida c. Gawat janin d. Prolapsus tali pusat e. Komplikasi medis seperti : Hipertensi akibat kehamilan f. Kelainan plasenta : Plasenta previa, dan solution plasenta

Upload: buianh

Post on 17-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Kajian Teoritis

2.1.1 Tinjauan tentang Seksio Sesaria

1. Definisi

Istilah Seksio Sesaria berasal dari kata latin Caedo, yang berarti memotong (

Boboak,2005 ). Menurut Leon J. Dunn, dalam dr.Lastiko, seksio sesaria adalah persalinan

untuk melahirkan janin dengan berat 500 gram atau lebih melalui pembedahan diperut

dengan menyayat dinding rahim. Sementara definisi lain mengatakan seksio sesaria

adalah pmbedahan untuk mengeluarkan anak dari rongga rahim dengan mengiris dinding

perut dan dinding rahim.

Adapun menurut Prof.Dr. Rustam Muchtar, bahwa seksio sesaria adalah suatu cara

melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding depan perut atau seksio sesaria

adalah suatu histerotemia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.

2. Indikasi

Ada beberapa indikasi pasti kelahiran seksio sesaria yaitu ( Marieskind dalam Bobak,

2005 )

a. Distoria

b. Presentase bokong pada primi garvida

c. Gawat janin

d. Prolapsus tali pusat

e. Komplikasi medis seperti : Hipertensi akibat kehamilan

f. Kelainan plasenta : Plasenta previa, dan solution plasenta

g. Malpresentase : presentase bahu, hidrocepalus

3. Komplikasi

Komplikasi sesaria meliputi komplikasi maternal terjadi pada 25% sampai 50%

kelahiran meliputi (Dunn dalam Bonak, 2005 )

a. Infeksi Nifas :

1. Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

2. Sedang, dengan kenaikan suhu yang tinggi, disertai dehidrasi dan perut gembung

3. Berat, dengan peritonitis, sepsis dan Ileus paralitik. Hal ini dijumpai pada

penderita dengan partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intra

partal karena ketuban pecah yang terlalu lama.

b. Perdarahan, disebabkan karena :

1. Banyak pembuluh darahyang terputus dan terbuka

2. Atonia uteri

3. Perdarahan pada plasenta bed

c. Luka kandung kemih, emboli paru

d. Kemungkinan rupture uteri spontanpada kehamilan mendatang

4. Perawatan post seksio sesaria

Perawatan ibu setelah seksio sesaria merupakan kombinasi antara asuhan

keperawatan bedah dan asuhan keperawatan maternitas. Setelah pembedahan selesai ibu

akan dipindahkan keruang pemulihan. Pengkajian keperawatan segara setelah seksio

sesaria adalah :

a. Pemulihan dari efek anestesi

a. Derajat nyeri

b. Kepatenan jalan nafas, pertahankan posisi untuk mencegah aspirasi

c. Tanda-tanda vital diukur setiap 15 menit selama satu sampai dua jamatau sampai

keadaan ibu stabil

d. Kondisi balutan insisi, fundus dan jumlahlochia dikaji demikian pula intake dan

output.

Masalah fisiologis selama beberapa hari pertama didominasi oleh nyeri akibat

insisi dan nyeridari gas usus halus dan kebutuhan untuk menghilangkan nyeri. Obat

nyeri biasa diresepkan setiap tiga sampai empat jam. Tindakan ini untuk

mengupayakan kenyamanan adalah :

Mengubah posisi, mengganjal insisi dengan bantal, member kompres panas pada

abdomen, relaksasi dan imajinasi terbimbing.

Mengatasi nyeri post seksio sesaria adalah ( Bobak, 2005 ) :

1. Nyeri akibat insisi :

a. Bebat daerah insisi dengan bantal saat bergerak atau batuk

b. Gunakan tehnik relaksasidan imajinasi terbimbing

c. Terapi music bisa membantu

d. Beri kompres panas pada abdomen

2. Nyeri akibat gas

a. Jalan sesering mungkin

b. Jangan mengkonsumsi makanan yang mengandung gas

c. Jangan gunakan untuk minum cairan

Perawatan sehari-hari post seksio sesarea meliputi perawatan payudara,

personal hygiene, mandi setelah balutan diangkat. Dalam hal ini perawatan dapat

memberikan perawatan untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan pengajaran pada

ibu mengenai prosedur post seksio sesarea untuk membantu ibu dalam proses

penyembuhan.

Jika rencana pulang perawat dapat memberikan informasi tentangdiet, latihan

fisik, pembatasan aktifitas, perawatan payudara, aktifitas seksual, dan kontrasepsi. Ibu

dianjurkan untuk melaporkan anda-tanda komplikasi pada perawat setelah

pemulangan berupa :

a. Demam > 38 oC

b. Nyeri saat buang air kecil

c. Lochia lebih banyak daripada periode menstruasi normal

d. Luka terbuka

e. Kemerahan dan berdarah pada tempat insisi

f. Nyeri abdomen yang parah

5. Nasehat Post Seksio Sesaria

a. Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun dengan memakai kontrasepsi

b. Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik

c. Dianjurkan untuk bersalin dirumah sakit yang besar

d. Apakah persalinan yang berikut harus dengan section Caesar tergantung dari indikasi

section Caesar dan keadaan pada kehamilan berikutnya.

2.1.2 Tinjauan Tentang Nyeri

1. Pengertian

Nyeri adalah pengalaman sensori dam emosional yang tidak menyenangkan

akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial ( Brunner & Suddart, 2002 ).

Kozier B & Erb, G ( 1997 ) mengatakan bahwa nyeri adalah suatu dasar yang

berhubungan dengan tubuh yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan

oloeh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi luka. Nyeri adalah perasaan yang

tidak menyenangkan atau tidak nyaman bagi actual maupun potensial sebagai akibat dari

kerusakan jaringan dan nyeri juga merupakan tanda penting adanya gangguan fisiologis

dalam system tubuh ( Prihardjo R, 1996 ). Sementara menurut Elizabeth j. Corwin, Nyeri

adalah sensasi sebjektif, rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan kerusakan

jaringan actual atau potensial.

Dalam keperawatan nyeri juga diartikan apapun yang menyakitkan tubuh yang

dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya.

Mountcastle dalam Rosemary Mander, 2004 mendefinisikan bahwa nyeri adalah

pengalaman sensorik yang dicetukan oleh rangsangan yang merupakan ancaman unuk

menghancurkan jaringan atau disebut sebagai sesuatu yang menyakitkan.

Dilihat dari aspek emosional nyeri secara tradisional telah digambarkan sebagai

suatu emosi yang berhubungan dengan dosa masa lampau. Jika melihat definisi ini maka

dapat disimpulkan bahwa :

a. Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan dan terjadi karena adanya

kerusakan jaringan yang nyata ( pain with nocicepton ).

b. Nyeri dapat timbul tanpa adanya kerusakan yang nyata (pain with nocicepton).

Dengan kata lain nyeri pada umumnya terjadi akibat adanya kerusakan

jaringan yang nyata. Keadaan ini disebut sebagai nyeri akutmisalnya pada nyeri post

operasi.

2. Teori Nyeri

Teori menurut Long, B.C (1996) adalah sebagai berikut :

a. Specifity theory

Teori ini di kembangkan tahun 1800. Teori menekankan struktur dan jalan

yang sangat spesifik untuk transmisi. Premisnya berdasarkan pada keberadaan ujung

saraf bebas dalam perifer yang berpran sebagai penerima rangsangan nyeri yang

dapat menerima masukan sensori dan mentransmisikan informasi ini sepanjang serat

saraf khusus.

b. Pattern Theory

Teori ini mengidentifikasi adanya dua serabut saraf nyeri yaitu serabut yang

dapat menyampaikan nyeri dengan cepat dan serabut yang menyampaikan nyeri

dengan lambat. Kedua saraf bersinaps dalam spinal cord dan merelai informasi ke

otak mengenai jumlah, intensitas dan tipe input sensori nyeri menafsirkan karakter

dan kuantitas input sensori nyeri.

c. Gate control theory

Teori ini dikemukakan oleh Melzalk & Wall (1982). Teori ini menjelaskan

suatu mekanisme dalam spinal cord yang bertindak sebagai sebuah pintu yang

membuka dan menutup transmisi inpuls nyeri ke otak, dimana tempat pintu tersebut

adalah suatu area dalam spinal cord yang disebut substansia galatinosa. Dalam

substansia ini terbentuk sinap pada kornu posterior medulla spinalis dari serabut saraf

tebal dan tipis. Jika pintu terbuka maka impuls masuk ke spinal cord dan nyeri

dipersepsikan. Dan jika pintu dalam substansia galatinosa tertutup maka trnsmisi

impuls nyeri ke T-cells dan otak diblok sehingga tidak ada impuls nyeri. Yang

berperan dalam membuka dan menutup pintu substansia galatinosa adalah serabut

saraf berdiameter kecil. Serabut sarf berdiameter kecil akan menyebabkan pintu

dalam substansia galatinosa membuka ada persepsi nyeri dan apabila serabut saraf

berdiameter besar banyak maka akan menutupkan pintu dalam substansia galatinosa

sehingga menurunkan transmisi nyeri.

3. Fisiologi Nyeri

Menurut Long, B.C (1996) fisiologi nyeri adalah sebagai berikut :

a. Reseptor Nyeri

Tubuh tidak mempunyai organ-organ atau sel-sel khusus yang berperan dalam

rangsang nyeri. Rangsang nyeri diterima oleh ujung-ujung saraf bebas yaitu disebut

sebagai nociseptor. Reseptor saraf tersebtu tersebar dalam lapisan kulit dan jaringan

tertentu yang lebih dalam. Ujung saraf bebas sebagai penerima rangsang nyeri dapat

terstimuli oleh tiga stimulus yaitu :

1. Mekanik : diterima oleh reseptor nyeri mekanosensitif. Rasa nyeri terjadi akibat

ujung saraf mengalami kerusakan akibat terjadi trauma misalnya karena benturan

atau gesekan.

2. Thermos : diterima oleh reseptor nyeri thermosensitif. Nyeri yang terjadi karena

ujung saraf reseptor mendapat rangsangan panas atau dingin yang berlebihan.

3. Kimia : diterima oleh reseptor nyeri khemosensitif sebagai akibat perangsangan

zat-zat kimia yaitu bradikinin, serotonin, ion kalium, prostaglandin, asetilkolin,

dan ezim proteolitik.

4. Perjalanan Nyeri

Antara stimuli nyeri sampai dirasakannya sebagai persepsi nyeri terdapat suatu

rangkaian proses elektrofisiologik yang secara kolektif disebut sebagai nosisepsi

(Nociception). Reseptor nyeri (Nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang

berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak. Stimuli tersebut

sifatnya bias mekanik, termal, kimia. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang

kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan

mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local, sel-sel mast, folikel rambut, dan

kelenjar keringat. Stimulasi serabut ini mengakibatkn pelepasan histamine dari sel-sel

mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Sebagai akibat hubungan antara serabut saraf ini,

nyeri sering disertai dengan efek vasomotor, otonom dan visceral.

Ada empat proses yang jelas terjadi pada suatu nosisepsi yaitu :

a. Proses Tranduksi

Merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxius stimuli) dirubah

menjadi suatu aktifitaslistrik yang akan diterima ujung-ujung saraf (nerve ending).

Stimuli dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi

nyeri).

b. Proses transmisi (Transsmission)

Dimaksudkan sebagai penyaluran inpuls saraf sensorik menyusul proses

tranduksi. Inpuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A Delta dan serabut (sebagai

neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis di mana inpuls tersebut mengalami

modulasi sebelum diteruskan ke thalamus olek traktus spinotalamikus sebagai neuron

kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan kedaerah somatosensoris

dikorteks cerebri melalui neuron ketiga dimana impuls tersebut diterjemahkan dan

dirasakan sebagai persepsi nyeri.

c. Proses Modulasi (Modulation)

Proses dimana terjadi interaksi antara system analgesic endogen yang

dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla

spinalis. Jadi merupakan proses acendens yang dikontrol oleh otak. System analgesic

endogen ini meliputi enkeflin, endorphin, serotonin dan noradrenalin memiliki efek

yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu

posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup dan terbuka untuk

menyalurkan impuls nyeri. Peristiwa tertutup atau terbuka pintu nyeri tersebut

diperankan oleh system analgesic endogen tersebut diatas. Proses modulasi inilah

yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subjektif pada setiap orang.

d. Persepsi (Perception)

Merupakan hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang

dimulai dari proses tranduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya

menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.

5. Patofisiologi Nyeri

Penelitian menunjukkan bahwa menyusul suatu trauma atau operasi, maka input nyeri

dari perifer ke sentral akan mengubah ambang reseptor nyeri baik di perifer maupun di

sentral (kornu posterium medulla spinalis). Kedua reseptor nyeri tersebut diatas akan

menurun ambang nyerinya, sesaat setelah terjadi input nyeri.

Perubahan ini akan menghasilkan suatu keadaan yang disebut sebagai

hipersensitifitas baik perifer maupun sentral. Perubahan ini dlam klinik dapat terlihat,

dimana daerah perlukaan dan sekitarnya akan berubah menjadi hiperalgesia. Daerah tepat

pada perlukaan akan berubah menjadi allodini, artinya dengan stimuli lemah, yang

normal tidak menimbulkan rasa nyeri, kini dapat menimbulkan rasa nyeri, daerah ini

disebut juga hiperalgesia primer. Dilain pihak daerah sekitar perlukaan yang masih

nampak normal, juga berubah menjadi hiperalgesia, artinya dengan suatu stimuli yang

kuat untuk cukup meninbulkan rasa nyeri, kini dirasakan sebagai nyeri yang lebih hebat

dan berlangsung lebih lama. Daerh ini juga disebut sebagai hiperalgesia sekunder.

Kedua perubahan tersebut diatas, baik hiperalgesia primer maupun hiperalgesia

sekunder merupakan konsekuensi terjadinya hipersensitifitas perifer dan sentral menyusul

suatu input nyeri akibat suatu trauma atau operasi. Ini menunjukkan bahwa susunan saraf

kita baik saraf perifer maupun saraf sentaral dapat berubah sifatnya menyusul suatu input

nyeri yang kontinyu. Dengan kata lain susunan saraf kita tidak dapat disamakan sebagai

suatu kabel yang kaku, tapi mampu berubah sesuai dengan fungsinya sebagai suatu alat

proteksi.

a. Respon Lokal

Akibat terjadinya kerusakan sel dalam jaringan, maka akn terlepas substansi nyeri

yang berasal dari tiga tempat yaitu :

1. Kerusakan sel itu sendiri yang akan melepas histamine, kalium, asetilkolin,

serotonin, ATP. Juga terjadi sintesa prostaglandin metabolisme asam arahidonat

dengan bantuan enzim siklosigenase.

2. Substansi nyeri berupa bradikini, dilepaskan dari plasma darah melalui pembuluh

darah yang berubah permeabilitasnya.

3. Substansi nyeri yang dilepaskan dari ujung-ujung saraf itu sendiri yang disebut

substan P.

Akibat dari terlepasnya substansi nyeri tersebut diatas menyebabkan perubahan-

perubahan local yang oleh Celsus, seorang dokter zaman romawi menyebutnya sebagai

tanda-tanda inflamasi berupa kemerahan (rubor), panas (calor), pembengkakan (tumor),

nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (funtio laesa). Dalam klinik perubahan-perubahan ini

tampak sebagai gejala hiperalgesia atau allodini. Hiperalgesia artinya stimul: yng cukup

menimbulkan nyeri, kini dirasakan sangat nyeri, sedangkan allodini artinya stimuli tidak

nyeri (misalnya rabaan) kini menjadi tidak nyeri. Gejala hiperalgesia dan allodini ini menjadi

penting dalm klinik karena sekali terjadi hal ini dibuthkan dosi obat analgesic yang lebih

tinggi untuk menghilangkannya.

b. Respon Lokal

Input nyeri perifer yang dibawa oleh serabut saraf A Delta dan serabut C

selain akan mengakibatkan kornu posterior medulla spinalis, juga mengaktifkan

kornu anterior dan lateralis dari medulla spinalis yang pada gilirannya akn

memberikan respon berupa spasme otot. Spasme pembuluh darah dan menekan

aktifitas saluran cerna (usus). Spasme otot yang terjadi pada gilirannya menjadi

sumber stimuli yang baru sehingga meningkatkan rasa nyeri dan mengakibatkan

terjadinya spasme otot yang lebih hebat lagi. Jdi merupakan siklus visiosus.

Demikian pula halnya dengan terjadinya spasme pembuluh darah yang

menyebabkan iskemia dan hipoksia setempat, yang akan menimbulkan asidosis.

Asidosis pada gilirannya menurunkan ambang nyeri sehingga ras nyeri makin

meningkat. Selain itu akibat input nyeri dari kulit, akn merangsang timbulnya reflex

kutaneoviseral yng menyebabkan menurunnya aktifitas (peristaltic) usus yang

mengandung terjadinya ileus pasca bedah. Oleh sebab itu tanpa pengelolaan nyeri

pasca bedah, penderita cenderung mengalami ileus paralitik hebat dari tertekannya

aktifitas usus, sehingga puasa pask bedah lebih lama dan proses penyembuhan

memanjang.

c. Respon Suprasegmental

Respon ini bersumber dari stimulasi dari susunan saraf di hypothalamus yang

pad giliranny menimbulkan hiperventilasi, atau takipnyu dan meningkatkan denyut

jantung, isi sekuncup jantung, dan curah jantung semenit. Selain itu meningkatnya

aktifitas simpatis menyebabkan vasokontraksi dan pelepasan hormone steroid dari

glandula suprarenal yang pad gilirannya menimbulkan gejala hipertensi.

Pada dasarnya akibat meningkatnya aktifitas hypothalamus menimbulkan

terlepasnya berbagai macam hormone yang disebut sebagai hormone stress yang

sangat merugikan penderita. Olehnya itu dengan pengelolaan pasca bedah diharapkan

dapat menghambat pelepasan hormone sters yang merugikan penderita.

d. Respon Kotikal

Respon kortikal merupakan respon psikodinamik seseorang terhadap sesuatu

pembedahan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya mekanisme psikodinamik yang

akan menghasilkan perasaan cemas, takut, dan gelisah. Hal ini akan mengundang

umpan balik sehingga menurunkan ambang nyeri penderita, sehingga akan merasa

lebih nyeri.

Dari keempat respon diatas dapat disimpulkan bahwa repon tubuh terhadap

suatu pembedahan atu nyeri akan menghasilkan reaksi endokrin dan imunologik,

yang secara umum disebut sebagai respon stress. Respon stress ini sangat merugikan

penderita karena selain akan menurunkan cadngan dan daya tahan tubuh,

meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung, mengganggu fungsi respirasi dengan

segala konsekuensinya, juga akan mengundan resiko terjadinya tromboemboli yang

pada akhirnya meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasca bedah.

6. Respon Perilaku terhadap Nyeri

Respon fisiologi nyeri berupa perubahan involunter dianggap sebagai indicator nyeri

yang akurat. Respon involunter ini seperti :

a. Meningkatnya frekuensi nadi

b. Meningkatnya frekuensi pernapasan

c. Pucat

d. Berkeringat

Selain respon fisiologis terhadap nyeri, nyeri juga berhubungan dengan respon

perilaku yang dapat diamati misalnya :

1. Vokalisasi

Vokalisasi mengacu pada suara yang dihasilkan sebagai respon nyeri

mencakup erangan, rintihan, jeritan dan tangisan.

2. Ekspresi wajah

Ekspresi wajah dapat menjadi tanda yang dapat diamati pertama oleh perawat,

bahwa seseorang dalam keadaan distress walaupun hal ini tidak mengindikasikan

bahwa dibutuhkan pereda nyeri atau benar-benar dibutuhkan. Ekspresi wajah yang

diberhubungan dengan nyeri mencakup gigi yang dikatupkan, bibir yang terkatup

erat, mata terpejam rapat-rapat, dan oto rahang mengeras.

3. Gerakan tubuh

Gerakan tubuh seperti imobilisasi, otot yang tegang dan kegelisahan juga

perilaku yang berhubungan atau respon terhadap nyeri. Beberapa orang dapat

merasakan bahwa mereka harus berjalan untuk mengatasi nyeri sedangkan yang lain

merasa berbaring ditempat tidur lebih dapat diterima. Sebagian lagi mungkin dapat

memeluk diri erat-erat saat nyeri.

Individu yang mengalami nyeri dapat menangis, merintih, tidak mnggerakkan

bagian tubuh, mengepal atau menarik diri. Orang dapat menjadi atau mudah

tersinggung dan meminta maaf saat nyerinya hilang.

7. Faktor-faktor yang memepengaruhi Respon Nyeri

Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah factor termasuk

pengalaman masa lalu dengan nyeri, ansietas, usia dan pengharapan tentang penghilang

nyeri.

a Pengalaman masa lalu

Individu yang mempunyai pengalaman multivel dan berkepanjangan dengan nyeri

akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri disbanding orang yang hanya

mengalami sedikit nyeri. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengatahui

ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya yang tidak adekuat. Cara seseorang

berespon terhadap nyeri adalah akibat banyaknya kejadian nyeri selama rentang

kehidupannya.

b Ansietas

Meskipun umum diyakini bahwa ansietas dapat meningkatkan nyeri namun tidak

semuanya benar dalam semua keadaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang

konsisten antara ansietas dan nyeri, namun ansietas yang relevan atau berhungan dengan

nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.

c Budaya

Budaya dan etnik mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berspon terhadap

nyeri. Namun budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri. Nilai-nilai budaya

perawat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien. Harapan dan nilai-nilai budaya

perawat mwncakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan, seperti meringis, atau

menangis yang berlebihan, mencari pereda nyeri dengan segera dan memberikan

deskripsi tentang nyeri.

Harapan budayapasien mungkin saja menerima orang untuk meringis, atau menangis

ketika merasa nyeri untuk menolak tindakan pereda nyeri yang tidak menyembuhkan

penyebab nyeri, dan untuk menggunakan kata sifat seperti tidak tertahankan dalam

menggambarkan nyeri.

d Usia

Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan tolerasnsi nyeri tidak diketahui secara luas.

Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan fisiologi dan psikologi

yang menyertai proses penuaan. Cara lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda

dengan cara berespon orang yang berusia lebih muda. Persepsi nyeri pada lansia mungkin

berkurang sebagai akibat dari perubahan patologi berkaitan dengan beberapa penyakit.

8. Pengkajian Respon Nyeri

Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus

diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatannya. Informasi yang diperlukan harus

menggambarkan nyeri individual adalah sebagai berikut :

a. Intensitas Nyeri

Individu diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal (misalnya

nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Keterengan :

Tidak Nyeri = Bila skala intensitas nyeri numerik 0

Nyeri ringan = Bila skala intensitas nyeri numerik 1-4

Nyeri sedang = Bila skala intensitas nyeri numerik 5-7

Nyeri hebat = Bila skala intensitas nyeri numerik 8-10

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) adalah sebagai berikut :

Skala Wajah

0 Tidak sakit

2 Sedikit Sakit

4 Agak

mengganggu

6 Menganggu

Aktivitas

8 Sangat

Mengganggu

10 Tidak

tertahankan

Sumber: Sigit Nian Prasetyo, 2010

Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10

b. Karakteristik Nyeri

Termasuk letak dimana nyeri pada berbagai organ, durasi (menit, jam, hari, bulan,

irama) misalnya terus mnerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya,

intensitas atau keberadaan nyeri dan kualitasnya (misalnya : ditusuk, terbakar, seperti

digenset).

c. Pengukuran Respon Nyeri secara Objektif

Penilaian respon nyeri secara objektif yang diambil dari W.Chamber and G. Price,

menggunakan Sembilan item penilaian yaitu :

1) Perhatian

2) Ansietas

3) Verbal

4) Prespirasi

5) Suara

6) Naucea

7) Musculoskeletal

8) Ketegangan otot

9) Ekspresi wajah

Nilai pengukuran 1-18 = Nyeri ringan, 19-27 = Nyeri sedang,

28 -45 = Nyeri hebat.

Untuk penilaian respon pasien terhadap nyeri dapat dilihat pada table berikut ini :

Pengukuran respon nyeri secara objektif

ITEM

5

4

3

2

1

Perhatian Hampir

sepenuhnya

tertuju pada

nyeri,

sangat supit

dialihkan

(37)

lebih

memperhatikan

nyeri, agak

sulit dialihkan

(28)

Sebagian

perhatian

pada

nyeri,

mudah

dialihkan

(19)

Sedikit

perhatian

pada nyeri,

mudah

dialihkan

(10)

Tidak

ada

perhatia

n

terhadap

nyeri,

gampan

g

dialihka

n (1)

Ansietas Sangat

tegang,

mudah

marah,

khawatir

(38)

Tegang, mudah

marah (29)

Agak

tegang,

mudah

marah,

khawatir

(20)

Sedikit

tegang,

mudah

marah,khawa

tir (11)

Tidak

tegang,

mudah

khawatir

(2)

Verbal Ada nyeri

yang sangat

hebat (39)

Ada nyeri

habat (30)

Agak

nyeri (21)

Sedikit nyeri

(12)

Tidak

nyeri (3)

Prespirasi Prespirasi

sangat jelas

(40)

Ada prespirasi

(31)

Ada

prespirasi

(22)

Sedikit

prespirasi

(13)

Prespira

si

normal

(4)

Suara Berteriak

atau

menangis

tersedu (41)

Merintih

dengan keras

(32)

Merintih

dengan

lembut

(23)

Mengeluh

dan kurang

lembut (14)

Berbicar

a dengan

tekanan

normal

(5)

Naucea Muntah

(42)

Mengatakan

ingin muntah

(33)

Merasa

sakit

perut (24)

Merasa mual

(15)

Tidak

merasa

mual (6)

Musculoskeletal Sangat

gelisah (43)

Gelisah (34) Agak

gelisah

(25)

Sedikit

gelisah (16)

Tenang

(7)

Ketegangan

otot

Sangat

tegang (44)

Tegang (35) Agak

tegang

(26)

Sedikit

tegang (17)

Rileks

(8)

Ekspresi wajah Bermuka Mengerut (36) Agak Sedikit Tidak

asam (45) mengerut

(27)

mengerut

(18)

mengeru

t (9)

9. Intervensi Nyeri

a Intervensi Farmakologis

Dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter atau pemberian perawatan utama

lainnya dan pasien. Obat-obatan tertentu untuk penatalaksanaan nyeri mungkin

diresepkan. Namun demikian adalah perawat yang mempertahankan analgesia,

mengkaji kefektifannya nyeri memerlukan kolaborasi diantara pemberi perawatan

kesehatan.

b Intervensi Non Farmakologis

1) Modulasi psikologis Nyeri

1. Relaksasi

Relaksasi adalah metode pengendalian nyeri bukan farmakologis yang

paling sering digunakan di Inggris. Relaksasi oto skeletal dipercaya dapat

menurunkan nyeri dengan merilekskan otot yang menunjang nyeri. Ada

banyak bukti yang menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam meredakan

nyeri punggung (Tunner & Jansen), 1993. Beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi

(Lorenzi, 1991). Tehnik relaksasi yang sederhana terdiri dari atas nafas

abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan

matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Iram yang konstan dapt

dipertahankan dengan menghitung dalam hati.

2. Hypnosis

Hypnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah

analgesic yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Tehnik ini mungkin

membantudalam memberikan peredaan nyeri terutama dalam situasi sulit.

Mekanisme bagaimana kerjanya hypnosis tidak jelas tetapi tidak Nampak

diperantarai oleh system endorphin (Moret, dkk, 1991).

2) Modulasi sensorik Nyeri

a. Terapi manual Masase

Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak,

biasanya otot, tendon atau ligamentum tanpa menyebabkan gerakan atau

posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi dan

memperbaiki sirkulasi. Masase jga merupakan terapi nyeri yang paling

primitive dengan menggunakan reflex lembut manusia untuk menahan,

menggosok, meremes bagian tubuh yang nyeri.

b. Sentuhan terapeutik

Sentuhan terapeutik merupakan bentuk masase yang lebih khusus yaitu

dengan cara kerjanya lebih spiritual dari pada fisik.

1. Terapi non manual

a. TENS (Transcutaneus electrical Nerve stimulation)

TENS merupakan metode pengendalian nyeri dengan menggunakan

generator denyut dan amplifair. Alat ini adalah unik yang dapat

digenggam yang mengkombinasikan sacral hidup / mati, pengontrol

intensitas (amplitudo) dan pengontrol kontinyu / denyut. TENS bekerja

merangsang pelepasan endorphin yang bekerja memodulasi transmisi

persepsi nyeri dan meningkatkan ambang nyeri untuk menghasilkan sedasi

dan euphoria.

b. Music

Terapi music digunakan untuk terapi kedaan kronis yang

menggambarkan gangguan emosional. Music menbantu wanita

menghadapi nyeri persalinannya terletak pada distraksi dan kemampuan

untuk membuat seseorang kehilangan.

c. Hidroterapi

Hidroterapi dapat mengurangi ketegangan otot, nyeri dan kecemasan

secara dramatis pada wanita. Berendam dalam air dapat membuat wanita

mengapung (mengurangi efek gravitasi pada wanita bukan pada janin).

Distribusi tekanan hidrostatik yang merata pada bagian tubuh yang

terendam dan kehangatan seringkali menghasilkan penurunan nyeri dan

kemajuan persalinan aktif yang lebih cepat.

d. Kompres dingin

Kompres dingin merupakan strategi pereda nyeri yang efektif pada

beberapa keadaan. Terapi es menstimulasi reseptor tidak nyeri (nosiseptor)

dalam bidang reseptor yang sama. Terapi es dapat menurunkan

prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan

lain. Kompres dingin terutama berguna untuk nyeri musculoskeletal dan

sendi. Kompres dingin mengurangi ketegangan otot (lebih lama

dibandingkan dengan kompres panas). Kompres dingin akan membuat

rasa baal daerah yang terkena dengan memperlambat transmisi nyeri dan

impuls-impuls lainnya melalui neuron-neuron sensorik (yang dapat

membantu menjelaskan rasa kebal sebagai efek dari dingin).

2.1.3 Tinjauan Tentang Primipara dan Multipara

1. Pengertian

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita.

Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara.

a. Primipara

Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk

pertama kalinya ( Varney, 2006 ).

b. Multipara

Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali.

c. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan

biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2008).

2. Factor yang mempengaruhi paritas

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat

pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh menerima informasi,

sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang mempunyai

pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa jumlah anak yang ideal adalah 2

orang.

b. Pekerjaan

Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan jembatan untuk

memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan

tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. Banyak anggapan bahwa status

pekerjaan seseorang yang tinggi, maka boleh mempunyai anak banyak karena mampu

dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari.

c. Keadaan Ekonomi

Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk mempunyai anak

lebih karena keluarga merasa mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup.

d. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain

ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku

sesuai dengan apa yang ia ketahui (Friedman, 2005).

2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

Variabel yang diteliti :

- Primipara

- Multipara

Respon nyeri :

- Nyeri ringan

- Nyeri sedang

- Nyeri hebat