bab ii tinjauan pustaka 2.1 fungi fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/bab ii_dian aulia...

14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporum 2.1.1 Deskripsi Fungi Fusarium oxysporum Menurut Alexopoulos et al. (1979), klasifikasi Fusarium oxysporum sebagai berikut : Kingdom : Fungi Divisio : Eumycota Classis : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Family : Teberculariaceae Genus : Fusarium Species : Fusarium oxysporum Gambar 2.1.Fusarium oxysporum Sumber : Yuniarti (2010) 5 Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Upload: hoangcong

Post on 04-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungi Fusarium oxysporum

2.1.1 Deskripsi Fungi Fusarium oxysporum

Menurut Alexopoulos et al. (1979), klasifikasi Fusarium oxysporum

sebagai berikut :

Kingdom : Fungi

Divisio : Eumycota

Classis : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Family : Teberculariaceae

Genus : Fusarium

Species : Fusarium oxysporum

Gambar 2.1.Fusarium oxysporum

Sumber : Yuniarti (2010)

5

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

6

Menurut (Frisvad & Filtenborg, 1995), fungi F. oxysporum memiliki 3 alat

reproduksi, yaitu mikrokonidia (terdiri dari 1 – 2 sel), makrokonidia (3 – 5 septa),

dan klamidospora. Makrokonidia berbentuk melengkung, panjang dengan ujung

mengecil dan mempunyai satu atau tiga buah sekat. Mikrokonidia merupakan

konidia bersel 1 atau 2, dan paling banyak dihasilkan di setiap lingkungan bahkan

pada saat patogen berada dalam pembuluh inangnya. Makrokonidia mempunyai

bentuk yang khas, melengkung seperti bulan sabit, terdiri dari 3 – 5 septa, dan

biasanya dihasilkan pada permukaan tanaman yang terserang lanjut.

Klamidospora memiliki dinding tebal, dihasilkan pada ujung miselium yang sudah

tua atau didalam makrokonidia, terdiri 1 – 2 septa dan merupakan fase atau spora

bertahan pada lingkungan yang kurang baik. Menurut Susetyo (2010), miselium

F. oxysporum mulanya berwarna putih keruh, kemudian menjadi kuning pucat,

merah muda pucat sampai keunguan.

Fungi Fusarium oxysporum hidup sebagai parasit dan saprofit pada bagian

pembuluh tanaman, sehingga tanaman menjadi mati karena toksik (Sastrahidayat,

1989). Fungi menginfeksi akar terutama melalui luka, menetap dan berkembang

di berkas pembuluh. Setelah jaringan pembuluh mati dan keadaan udara lembab,

fungi membentuk spora yang berwarna putih keunguan pada akar yang terinfeksi.

Penyebaran spora dapat terjadi melalui angin, air pengairan dan alat pertanian

(Semangun, 2001).

Fungi Fusariumoxysporum mengalami 2 fase dalam siklus hidupnya

yakni patogenesis dan saprogenesis. Patogen F. oxysporum hidupnya sebagai

parasit pada tanaman inang yang masuk melalui luka pada akar dan berkembang

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

7

dalam jaringan tanaman yang disebut sebagai fase patogenesa, sedangkan pada

fase saprogenesa merupakan fase bertahan yang diakibatkan tidak adanya inang,

hidup sebagai saprofit dalam tanah dan sisa-sisa tanaman dan menjadi sumber

inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman yang lain (Agrios, 1996).

Patogen menginfeksi pada akar terutama melalui luka-luka. Bila luka telah

menutup, patogen berkembang sebentar dalam jaringan parenkim, lalu menetap

dan berkembang dalam bekas pembuluh. Penularan penyakit melalui bibit

terinfeksi, pemindahan bibit, angin, air, tanah terinfeksi, permukaan air drainase,

pembuluh, luka karena serangga, alat pertanian, dan lain-lain (Semangun, 2001).

Di dalam tanah, fungi Fusarium sp. dapat bertahan sebagai parasit pada tanaman

gulma yang bukan inangnya. Ujung akar atau bagian permukaan rizoma yang luka

merupakan daerah awal utama dari infeksi (Wahyu, 2012).

2.1.2 Gejala Penyakit Layu Fusarium

Layu fusarium umumnya terjadi pada pertengahan musim panas ketika

temperatur udara dan tanah tinggi. Awal terbentuknya penyakit tanaman tersebut

adalah perubahan warna daun yang paling tua menjadi kekuningan (daun yang

dekat dengan tanah). Seringkali perubahan warna menjadi kekuningan terjadi

pada satu sisi tanaman. Daun yang terinfeksi akan layu dan mengering, tetapi

tetap menempel pada tanaman. Kelayuan berlanjut ke bagian daun yang lebih

muda dan tanaman akan segera mati. Batang tanaman akan tetap keras dan hijau

pada bagian luar, tetapi pada jaringan vaskular tanaman, terjadi diskolorisasi,

berupa luka sempit berwarna coklat (Yuniarti, 2010).

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

8

Infeksi Fusarium oxysporum terjadi pada bagian jaringan pembuluh

xylem. Akibat gangguan pada jaringan xylem, tanaman menunjukkan gejala layu,

daun mengering, dan akhirnya mati. Gejala layu sering disertai gejala klorosis dan

nekrosis pada daun. Gejala yang terjadi pada tanaman cabai merah yang terserang

penyakit layu fusarium adalah menguningnya daun dari tepi daun selanjutnya

menjadi coklat dan mati secara perlahan hingga tulang daun. Hal tersebut

disebabkan patogen menginfeksi tanaman melalui luka pada akar dan masuk

kedalam jaringan xylem melalui aktivitas air sehingga merusak dan menghambat

proses menyebarnya air dan unsur hara keseluruhan bagian tanaman terutama

pada bagian daun yang tua (Semangun, 2001).

Gejala lain pada organ daun yaitu perubahan bentuk dan ukuran ruas daun

yang baru muncul lebih pendek. Gejala yang paling khas adalah gejala pada

bagian dalam. Jika pangkal batang terlihat garis-garis cokelat kehitaman menuju

ke semua arah, dari batang ke atas melalui jaringan pembuluh ke pangkal daun

dan tangkai. Berkas pembuluh akar biasanya tidak berubah warnanya, namun

seringkali akar tanaman sakit berwarna hitam dan membusuk. Pada tanaman yang

masih sangat muda, penyakit fusarium dapat menyebabkan matinya tanaman

secara mendadak, karena pada pangkal batang terjadi kerusakan (Semangun,

2001).

Infeksi patogen menyebabkan gejala busuk akar yang berwarna cokelat

kemerah-merahan yang seringkali diselimuti fungi/cendawan berwarna keputih-

putihan. Tanaman yang terinfeksi Fusariumsp. mudah dicabut karena sebagian

akarnya membusuk (Nugraheni, 2010).

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

9

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit Layu Fusarium

Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit layu fusarium antara

lain temperatur, kelembaban tanah yang rendah, panjang hari yang pendek,

intensitas cahaya yang rendah, nutrisi, dan pH yang rendah (Nugroho, 2013).

Penyakit berkembang pada temperatur tanah 21o – 33

o C, temperatur optimumnya

adalah 28o

C (Semangun 2001). Kelembaban tanah yang diinginkan sesuai dengan

tanaman inangnya. Kelembaban tanah yang diinginkan sangat rendah atau tinggi

dapat menahan pertumbuhan tanaman dan juga perkembangan penyakit layu

fusarium (Mahrotra, 1980).

2.2. Fungi Colletotrichum capsici

2.2.1 Deskripsi Colletotrichum capsici

Fungi Colletotrichum capsici merupakan penyebab penyakit antraknosa

yang sering dijumpai pada tanaman cabai.Menurut Munawaroh (2013), penyakit

tersebut dapat menurunkan hasil panen cabai 84% , jelas hal ini sangat merugikan

petani cabai. Udara yang lembab dapat mempercepat berkembangnya penyakit

antraknosa (Semangun, 2001).

Menurut Singh (1998), klasifikasi fungi Colletotrichum capsici sebagai

berikut :

Kingdom : Fungi

Divisio : Ascomycotina

Classis : Pyrenomycetes

Ordo : Sphaeriales

Family : Polystigmataceae

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

10

Genus : Colletotrichum

Species : Colletotrichumcapsici

Gambar 2.2.Colletotrichum capsici

Sumber : Yulianty (2006)

Fungi Colletotrichum capsici sebagai patogen penyakit antraknosa dapat

menyerang setiap bagian tanaman. Fungi C. capsici dapat menginfeksi cabang,

ranting, dan buah. Infeksi pada buah biasanya terjadi pada buah yang menjelang

tua (Rusli et al., 1997).

Fungi C. capsici memiliki miselium yang terdiri dari beberapa septa, intra

dan intaseluler hifa. Aservulus berbentuk hemispirakel dengan ukuran 70 – 120

µm. Seta menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, seta terdiri dari

beberapa septa. Konidiofor tidak bercabang, konidia nampak berwarna kemerah-

merahan. Konidia berbentuk tabung membengkok dan tumpul. Konidia dapat

berkecambahan di dalam air selama 4 jam, namun konidia lebih cepat

berkecambah pada permukaan buah yang hijau atau tua dari pada di dalam air

(Singh, 1998).

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

11

Pertumbuhan awal fungi C. capsici membentuk koloni miselium yang

berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan. Kemudian secara

perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus.

Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya

adalah tempat pembentukan konidia (Rusli et al., 1997).

2.2.2 Gejala Serangan Penyakit Antraknosa

Fungi Colletotrichum sp. dapat menginfeksi cabang, ranting, dan buah.

Infeksi pada buah biasanya terjadi pada buah yang menjelang tua. Gejala diawali

berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam – hitaman dan sedikit melekuk.

Serangan lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut, kering, membusuk dan jatuh

(Rusli et al., 1997).

Penyakit yang sering menyerang tanaman cabai adalah penyakit busuk

buah yang disebabkan oleh C. capsici. Penyakit tersebut biasanya menyerang

buah menjadi busuk, selain itu dapat menyerang pucuk dan ranting sehingga

pucuk dan tunas menjadi mati (Yulianty, 2006).

Tahap awal dari infeksi Coletotrichum umumnya terdiri dari konidia dan

germinasi pada permukaan tanaman dan menghasilkan tabung kecambah. Setelah

penetrasi maka akan terbentuk jaringan hifa. Hifa intra dan intraseluler menyebar

melalui jaringan tanaman. Spora Coletotrichum dapat disebabkan oleh air hujan

dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat (Kronstad, 2000).

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

12

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Antraknosa

Penyakit antraknosa yang sering menyerang tanaman cabai distimulir oleh

kondisi lembab dan suhu relatif tinggi. Penyakit antraknosa dapat menyebabkan

kerusakan sejak dari persemaian sampai tanaman cabai berbuah dan merupakan

masalah utama pada buah masak serta berakibat serius terhadap penurunan hasil

dan penyebaran penyakit. Kehilangan hasil pada tanaman cabai akibat serangan

antraknosa dapat mencapai 84% pada saat musim hujan (Munawaroh, 2013).

Pertumbuhan Colletotrichum capsici sangat dipengaruhi faktor-faktor lingkungan.

Fungi ini tumbuh optimal pada pH 5, namun pada pH 4 dan 8 fungi C. capsici

tumbuh tidak maksimal.

2.3. BakteriBacillus cereus

Menurut Gordon (1973), klasifikasi bakteri Bacillus cereus adalah :

Kingdom : Bacteria

Phylum : Firmicutes

Classis : Bacillia

Ordo : Bacillales

Family : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Species : Bacillus cereus

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

13

Gambar 2.3.Bacillus cereus

Sumber :Supriyadi et al. (2015)

Bakteri Bacillus cereus merupakan mikroba flora normal pada saluran

pencernaan ayam (Green et al., 1989). Bakteri B. cereus tergolongan bakteri

Gram-positif (bakteri yang mempertahankan zat warna kristal violet saat proses

pewarnaan Gram), aerob fakultatif (dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga

menghasilkan energi secara anaerobik), dan dapat membentuk spora (endospora).

Selnya berbentuk batang besar (bacillus) dan sporanya tidak membengkakkan

sporangiumnya. Bacillus cereus adalah bakteri pembentuk spora yang tergolong

ke dalam famili Bacilllaceae. Spora B. cereus tahan terhadap panas dan radiasi.

Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram positif serta mempunyai

enzim proteolitik (Fardiaz, 1992). Menurut Jawetz et al. (1995) bakteri Bacillus

cereus adalah organisme saprofit berbentuk batang, gram positif pembentuk spora

non patogen- yang biasanya ditemukan dalam air, udara, debu, tanah dan sedimen.

Bakteri B. cereusjuga memproduksi enterotoksin dan metaboli-metabolit

lainnya. Tidak memproduksi indol, dapat menggunakan sitrat sebagai sumber

karbon, mereduksi nitrat, tidak memproduksi urease dan penisilinase, dapat

tumbuh secara anaerobik di dalam media cair yang mengandung 1 % glukosa,

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

14

serta tahan terhadap lisozim (Supardi & Sukamto, 1999). Bakteri B. cereus

biasanya menghidrolisis amilum, kasein dan gelatin. Bakteri B. cereus dapat

tumbuh pada suhu 5 – 45 oC dengan suhu optimal antara 30 – 37

oC (Fardiaz,

1992).

Bakteri B. cereusdapat menekan pertumbuhan fungi atau bakteri lain

dengan antibiotik maupun dengan kompetisi nutrien. Bakteri tersebut memiliki

siklus hidup meliputi sporulasi, dormansi, dan perkecambahan spora. Sel

berbentuk batang, berukuran 0,3 – 2,2 x 1,2 – 7,0 µm dan mempunyai flagel

(Pelczar & Chan, 1988).

2.4. Pengendalian hayati

Menurut Soesanto (2008), definisi pengendalian hayati adalah perbuatan

parasitoid, predator dan patogen dalam memelihara kepadatan populasi

organisme. Beberapa mekanisme pengendalian hayati, antara lain adalah sebagai

berikut :

1. Antagonisme

Menrut Soesanto (2008), antagonis adalah mikroorganisme yang

mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang

tumbuh dan berasosiasi dengannya, antagonisme meliputi:

a. Antibiosis sebagai hasil dari pelepasan antibiotika atau senyawa kimia yang

lain oleh mikroorganisme dan berbahaya bagi OPT.

b. Paratisme merupakan mekanisme memparasitasi suatu mikroorganisme

terhadap mikroorganisme lain yang hidup secara berdampingan. Salah satu

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

15

contoh mekanisme ini adalah biokontrol Pyricularia grisea yang

menyebabkan penyakit blas leher pada tanaman padi.

c. Kompetisi merupakan mekanisme persaingan antara dua atau lebih

mikroorganisme yang hidup pada sumber nutrisi sama yang jumlahnya

terbatas. Siderofor merupakan salah satu contoh mekanisme ini. Siderofor

merupakan senyawa yang disekresikan oleh mikroorganisme sebagai respon

kurangnya ketersediaan ion besi di dalam tanah pengikat (Fe3+

) dan

menginduksi ketahanan tanaman.

d. Lytic enzyme, Enzim litik yang disekresikan oleh mikroorganisme dapat

menghidrolisis senyawa polimer termasuk kitin, protein, selulosa,

hemiselulosa dan DNA. Lysobacter dan Myxobacteria mampu memproduksi

enzim litik yang efektif untuk menekan atau membunuh jamur patogen

tanaman. Enzim kitinolisis merupakan salah satu enzim yang menguraikan

zat kitin.

2. Ketahanan Terimbas

Ketahanan terimbas adalah ketahanan yang berkembang setelah tanaman

diinokulasi lebih awal dengan elisitor biotik (mikroorganisme avirulen), non

patogenik, saprofit) dan elisitor abiotik (asam salisilik, asam 2-kloroetil fosfonik).

Kacang buncis yang diimbas dengan Colletotrichum lindemuthianum ras non

patogenik menjadi tahan terhadap ras patogeni (Soesanto, 2008).

2.4.1. Antifungal

Antifungal adalah suatu bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan

metabolisme fungi patogen. Pemakaian bahan antifungi merupakan usaha untuk

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

16

mengendalikan fungi, yaitu segala kegiatan yang dapat menghambat, membasmi,

atau menyingkirkan patogen tersebut (Pelczar & Chan, 1988).

Mekanisme antifungal dapat dikelompokkan sebagai gangguan

padamembran sel, gangguan ini terjadi karena adanya ergasol dalam sel fungi, ini

adalah komponen sterol yang sangat penting sangat mudah diserang oleh

antibiotik turunan polien. Penghambatan biosintesis ergosterol dalam sel fungi,

mekanisme ini merupakan mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan

imidazol karena mampu menimbulkan ketidakteraturan membran sitoplasma

fungi dengan cara mengubah permeabilitas membran dan fungsi membran dalam

proses pengangkutan senyawa-senyawa essensi yang dapat menyebabkan

ketidakseimbangan metabolik sehingga menghambat pertumbuhan atau

menimbulkan kematian sel fungi (Permana, 2014).

Bakteri Bacillus cereus digunakan sebagai agen biokontrol yang

menghasilkan zat antimikroba berupa bakteriosin. Bakteriosin adalah zat

antimikroba polipeptida atau protein yang diproduksi oleh mikroorganisme yang

bersifat bakterisida. Bakteri B.cereus juga diketahui menghasilkan spora dan

enzim kitinase yang mampu menghambat pertumbuhan fungi patogen Rhizoctonia

solani secara in vitro maupun in vivo (Yulianti, 2014).

2.5. Metabolit Sekunder (Senyawa Antifungal)

Ketahanan kimiawi suatu bakteri ditunjukkan dengan terbentuknya

senyawa kimia yang mampu mencegah pertumbuhan dan perkembangan patogen.

Senyawa yang dimaksud dapat berupa metabolit sekunder diantaranya senyawa

flavonoid, alkaloid, saponin dan sebagainya. Senyawa metabolit sekunder tersebut

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

17

bersifat toksin dan menghambat pertumbuhan patogen yang merusak ketahanan

tanaman. Mekanisme ini tidak menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan dapat

meningkatkan produksi dan ketahanan terhadap stres lingkungan pada beberapa

tanaman (Sugianitri, 2011). Beberapa jenis bakteri termasuk genus Bacillus

menghasilkan senyawa metabolit sekunder. Tiga mekanisme dalam

mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur yaitu menyerang daya tahan

patogen, antibiosis, dan plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) (Soesanto

et al., 2010).

Berikut penjelasan jenis-jenis metabolit sekunder yang dihasilkan oleh

bakteri :

1. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa alam yang mengandung 15 atom karbon

sebagai rangka dasarnya. Beberapa senyawa golongan flavonoid lainnya yaitu

atosianin, flanol, biflanol, flavanon dan glikovlanol. Isoflavon merupakan

senyawa turunan dari flavonoid yang memiliki fungsi sebagai antimikroba jamur

dan bakteri (Robinson, 1995).

2. Alkaloid

Menurut Jawetz at al. (1985), didefinisikan sebagai senyawa yang bersifat

basa, mengandung atom nitrogen. Mekanisme alkaloid dengan cara mendenaturasi

protein dn merusak membran sel. Menurut Robinson (1995), Alkaloid sebagai

antimikroba berperan dalam melindungi tumbuhan dari serangan bakteri dan

fungi.

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Fusarium oxysporumrepository.ump.ac.id/1821/3/BAB II_DIAN AULIA MUAMALAH_BIOLOGI'17.pdf · Bakteri ini bersifat katalase positif dan kebanyakan Gram

18

3. Saponin

Menurut Sugianitri (2011), saponin merupakan senyawa glikosida

kompleks. Saponin mampu memecah lapisan lemak pada membran sel, sehingga

proses difusi zat-zat yang diperlukan oleh jamur terganggu yang mengakibatkan

sel jamur pecah.

Metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid dan saponin dapat dideteksi

menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

2.6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Prinsip kromatografi lapis tipis yaitu memisahkan komponen-komponen

campuran atas dasar perbedaan adsorpsi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut

pengembang (Mulja &Suharman, 1995). Fase gerak yang digunakan harus

mempunyai kermurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang

sensitif (Gandjar & Rohman, 2007).

Selama pemisahan dalam sistem kromatografi terjadi proses sorpsi dan

desorpi. Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam,

sementara itu proses sebaliknya (pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak)

disebut dengan desorpsi. Ada 4 jenis mekanisme sorpsi dasar dan umumnya 2

atau lebih mekanisme tersebut terlibat dalam satu jenis kromatografi. Keempat

jenis tersebut yaitu adsorpsi, partisi, pertukaran ion, dan eksklusi ukuran. Pada

sistem kromatografi lapis tipis mekanisme yang terjadi yaitu adsorpsi (Gandjar &

Rohman, 2007).

Potensi Antifungal Bakteri…, Dian Aulia Muamalah, FKIP UMP, 2017