bab ii tinjauan pustaka 2. tinjauan pustaka 2.1...

25
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu 2.1. Penelitian terdahulu disini berfungsi untuk menujang jalanya penelitian, sebagai bahan rujukan, atau dapat digunakan sebagai bahan pembanding, adapun penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini adalah : “Prediksi Beban Sedimentasi Waduk Selorejo menggunakan Debit a. Ekstrapolasi dengan Rantai Markov”, penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Devi Ismijayanti sebagai tugas akhir pada prodi Teknik Spil strata I, Universitas Muhammadiyah Malang, dalam penelitian ini peneliti meneliti terkait keterkaitan antara debit dan konsentrasi sedimen menggunakan regresi, yang nantinya data ini akan digenerasikan menjadi deretan basis data sintetik menggunakan model Rantai Markov, guna memprediksi konsentrasi sedimen, dan volume sedimen yang mengendap di waduk Selorejo, hingga umur rencana waduk. “Kajian Panjang Data Historis yang Representatif pada Model b. Stokastik”, penelitian ini dilakukan oleh Setiarso Gunawan, sebagai Tesis untuk program magister teknik sipil Universitas Diponegoro, Semaang, pada tahun 2005. Pada tesis ini peneliti berusaha membandingkan berbagai model stokastik guna pembangkitan data

Upload: others

Post on 31-May-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian Terdahulu 2.1.

Penelitian terdahulu disini berfungsi untuk menujang jalanya penelitian,

sebagai bahan rujukan, atau dapat digunakan sebagai bahan pembanding,

adapun penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini

adalah :

“Prediksi Beban Sedimentasi Waduk Selorejo menggunakan Debit a.

Ekstrapolasi dengan Rantai Markov”, penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Devi Ismijayanti sebagai tugas akhir pada prodi

Teknik Spil strata I, Universitas Muhammadiyah Malang, dalam

penelitian ini peneliti meneliti terkait keterkaitan antara debit dan

konsentrasi sedimen menggunakan regresi, yang nantinya data ini

akan digenerasikan menjadi deretan basis data sintetik menggunakan

model Rantai Markov, guna memprediksi konsentrasi sedimen, dan

volume sedimen yang mengendap di waduk Selorejo, hingga umur

rencana waduk.

“Kajian Panjang Data Historis yang Representatif pada Model b.

Stokastik”, penelitian ini dilakukan oleh Setiarso Gunawan, sebagai

Tesis untuk program magister teknik sipil Universitas Diponegoro,

Semaang, pada tahun 2005. Pada tesis ini peneliti berusaha

membandingkan berbagai model stokastik guna pembangkitan data

5

sintetik, adapun beberapa model yang di bandingkan adalah model

Rantai Markov, Model Thomas –Fiering dan Model Box – Jenkins

(ARIMA).

Daerah Pengaliran Sungai (DPS) 2.2.

Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan

penampung dan penyalur alamiah aliran air dan material yang dibawa dari

bagian hilir suatu daerah pengaliran ke tempat ke tempat yang lebih redah dan

akhirnya bermuara ke laut (Soewarno, 1991)1.

Bila ditinjau dari segi hidrologi, sungai memiliki fungsi utama

menampung curah hujan dan mengalirkan sampai ke laut. Daerah di mana

sungai sungai memperoleh air merupakan daerah tangkapan hujan, yang mana

biasa disebut dengan daerah pengaliran sungai (DPS). Dengan demikian DPS

dapat diartikan sebagai suatu unit kesatuan wilayah tempat air hujan menjadi

aliran permukaan dan mengumpul ke sungai menjadi aliran sungai2. Garis batas

DPS adalah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagi

aliran permukaan ke masing – masing DPS. Setiap DPS besar merupakan suatu

kesatuan dari DPS sedang/sub DPS dan sub DPS adalah gabungan dari sub DPS

kecil – kecil.

Waduk 2.3.

Waduk merupakan suatu bangunan air yang berfungsi untuk menampung

air yang digunakan pada saat debit rendah. Dari segi kegunaannya waduk ada

1 Soewarno, Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai, Bandung : Nova,

1991, hlm. 20.

2 Ibid.

6

dua yaitu, waduk eka guna misalnya waduk yang khusus digunakan untuk

irigasi, pembangkit listrik, pengendalian banjir, dan waduk serba guna (multi

purpose) misalnya waduk yang berguna menyeluruh dalam satu waduk itu

(Sudjarwadi,1989).

Berdasarkan aspek permasalahannya waduk dapat dilihat dari aspek

perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan. Aspek perencanaan dilihat dari

segi kelayakan teknis faktor-faktor yang utama mendukung adalah kelayakan

hidrologis dan kelayakan sedimentasi, kelayakan ekonomi maupun kelayakan

sosial. Aspek operasi dilihat dari segi pengoperasian waduk secara reguler

dengan sistem tradisional atau komputer. Aspek dari pemeliharaan dilihat dari

perawatan waduk terhadap laju sedimentasi yaitu dengan melakukan

penggelontoran dan pengeringan waduk tiap tahun atau waktu tertentu

(Sudjarwadi, 1989)3.

Sedimentasi 2.4.

2.4.1. Umum

Sedimentasi merupakan proses yang panjang dan tidak terjadi seketika,

sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi sedimen (angkutan),

pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu

sendiri. Proses ini berjalan sangat kompeks, dimulai dari jatuhnya air hujan yang

menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi.

Begitu tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama aliran sungai,

3 Devi Ismijayanti, Prediksi Beban Sedimentasi Waduk Selorejo menggunakan Debit

Ekstrapolasi dengan Rantai Markov, Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah Malang, 2014,

hlm. 5.

7

sebagian akan tertinggal di atas tanah, dan sebagian lainya akan terbawa ke

sungai dan terlarut bersama aliran menjadi angkutan sedimen, sedimen yang

terlarut ini sebagian akan tertinggal di badan sungai, dan sebagian lainya akan

bermuara di waduk yang menjadikan tampungan mati waduk akan berkurang.

Sedimen memiliki berbagai macam bentuk, dan ukuran bergantung dari

tanah daerah tangkapan hujan sedimen bersasal (DPS). Bentuk, ukuran dan berat

partikel tanah tersebut akan menentukan jumlah besarnya angkutan sedimen.

Kemampuan tanah untuk terkikis tidak hanya bergantung pada ukuran partikel –

partikelnya saja, namun hal ini bergantung pula sifat fisik bahan organik dan

anorganik yang terikat bersama partikel – partikel tersebut. Apabila partikel

tanah tersebut terkikis dari permukaan bumi atau dari dasar dan tebing sungai

maka endapan yang di hasilkan akan bergerak atau berpindah secara kontinyu

menurut arah aliran yang membawanya menjadi angkutan sedimen4.

Dasar sungai biasanya tersusun oleh endapan dari material angkutan

sedimen yang terbawa oleh aliran sungai dan material tersebut dapat terangkut

kembali apabila kecepatan aliran sungai cukup tinggi. Besarnya volume

angkutan sedimen terutama tergantung dari perubahan kecepatan aliran, karena

perubahan musim penghujan dan kemarau, serta perubahan kecepatan yang

dipengaruhi aktivitas manusia. Sebagai akibat dari perubahan volume angkutan

sedimen akan terjadi penggerusan di beberapa tempat serta terjadi pengendapan

di tempat – tempat lain pada dasar sungai, dengan demikian maka bentuk

4 Soewarno, Op.cit. hlm. 644.

8

daripada sungai akan senantiasa berubah5.

2.4.2. Klasifikasi Sedimen

Sedimen dapat diklasifikasikan menjadi tiga yakni, muatan dasar (bed

load), muatan cuci (wash load), dan muatan layang (suspended load)6. Adapun

penjelasanya sebagai berikut7 :

a. Muatan cuci (wash load) yaitu partikel yang sangat halus bergerak

melayang di bagian atas dan tidak mengendap di dasar sungai.

b. Muatan layang (suspended load) yaitu partikel yang mengendap di

pusaran aliran yang cenderung terus menerus melayang bersama

aliran.

c. Muatan dasar (bed load) yaitu partikel yang bergerak pada dasar

sungai dengan cara berguling, meluncur, dan meloncat.

2.4.3. Pengukuran Sedimen

Pengukuran muatan sedimen atau sedimen melayang dilakukan dengan

cara pengambilan sampel air melalui alat sediment sampler U.S.DH 48 yang

terbuat dari bahan semacam aluminium yang dilengkapi rongga untuk

menempatkan botol sampel seperti gambar di bawah ini.

5 Ibid.

6 Ibid, hlm. 645.

7 Priyantoro Dwi, Teknik Pengangkutan Sedimen, Malang : Himpunan Mahasiswa Pengairan

Fakultas Teknik Universitas Bawijaya, 1987, hlm. 3.

9

Gambar 2.1. Alat ukur sedimen U.S.DH 48

Gambar 2.1 Contoh alat ukur sedimen yang biasa dimanfaatkan

dilapangan: a) alat ukur sedimen standar (depth-integrating sediment sampler

USDH-48) dan b) modifikasi alat standar (lebih sederhana) dengan prinsip

pengukuran sama dengan alat ukur sedimen standar.

Gambar tersebut menunjukkan dua cara pengukuran muatan sedimen yang

mempunyai mekanisme kerja pada prinsipnya sama, yaitu teknik depth-

integrating suspended sediment sampler. Bedanya, alat pertama telah dibakukan

(USDH-48 sediment sampler) dan alat satunya lagi merupakan modifikasi dari

alat yang pertama dan dibuat lebih sederhana. Pada kedua alat tersebut pada

intinya terdiri atas botol penampung air yang akan ditentukan konsentrasi

sedimennya, galah penyangga untuk menahan agar botol penampung air atau

sediment sampler dapat tetap ditempatnya. Alat tersebut juga dilengkapi dengan

dua lubang, lubang pertama untuk tempat masuknya sampel air dan lubang

lainnya adalah untuk buangan udara dalam botol. Pada bagian ekor terdapat alat

seperti sirip yang berfungsi mengarahkan lubang penampung air agar selalu

mengarah ke arah datangnya aliran air. Alat tersebut biasanya dilengkapi dengan

lubang penampung sampel air yang berbeda ukurannya sehingga diperoleh

10

muatan sedimen dengan berbagai ukuran.

Pada cara pengukuran muatan sedimen dengan teknik depth intgrating,

alat ukur sedimen diikatkan pada tongkat penduga, kemudian dimasukkan ke

dalam aliran sungai dengan gerakan kebawah dan ditarik kembali keatas dengan

kecepatan gerak yang sama. Kecepatan gerak tergantung pada kecepatan aliran

sungai. Semakin deras aliran air semakin cepat gerakan yang harus dilakukan.

Pengukuran muatan sedimen dilakukan bersamaan dengan pengukuran

debit aliran dan dengan prosedur yang sama pula, yaitu dengan cara membagi

penampang melintang sungai menjadi beberapa sub-penampang. Hasil

pengukuran sampel sedimen kemudian di analisis di laboratorium.

Dilaboratorium, sampel air tersebut disaring dengan menggunakan kertas

saring dengan ukuran yang sesuai dengan tingkat akurasi data yang diinginkan.

Selanjutnya sampel air yang telah disaring tersebut dikeringanginkan dengan

menggunakan oven. Sedimen kering angin kemudian ditimbang dan dinyatakan

dalam bentuk presentase dari berat total gabungan air dan sedimen. Dengan

asumsi bahwa konsentrasi sedimen merata pada seluruh bagian penampang

melintang sungai, maka debit sedimen dapat dihitung sebagai hasil perkalian

sebagai berikut.

Qs = 0,0864 x C x Q …….................................................................….(2-1)

dimana

Qs : debit sedimen (ton/hari)

C : konsentrasi sedimen

Q : debit sungai (m3/dt)

11

Pengukuran sedimen merayap menggunakan alat pengumpul sedimen

yang dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu tipe Pit, tipe keranjangm dan tipe

alat ukur sedimen yang memanfaatkan beda tekanan yang dikembangkan oleh

Helley-Smith. Idealnya alat pengumpul sedimen merayap mampu menangkap

sedimen dengan ukuran yang berbeda dengan tingkat efisiensi yang sama.

Alat pengumpul sedimen merayap tipe pit atau lubang adalah alat

penangkap sedimen merayap yang dibuat dengan cara menggali dasar sungai

atau aliran air yang akan diukur besarnya tranpor sedimennya sehingga berbagai

bentuk sedimen merayap akan terperangkap apabila melalui pit. Dalam

bentuknya yang sederhana pit tersebut dibuat dalam bentuk lubang segi empat

dimana permukaan lubang diusahakan sejajar dengan permukaan dasar sungai

sehingga memungkinkan sedimen masuk ke dalam pit. Selama periode waktu

tertentu, sedimen yang terperangkap di dalam lubang tersebut diambil untuk

ditimbang beratnya.

Alat pengumpul sedimen tipe keranjang dibuat dengan menggunakan

jaring dari bahan plastik atau bahan lainnya yang tahan air dengan ukuran

lubang sedemikian rupa sehingga dapat meloloskan sedimen melayang dan

menahan sedimen merayap. Alat pengumpul tipe ini kurang efektif ketika isi

keranjang hampir penuh , maka periode waktu pengambilan sampel sedimen dan

cara pengambilan/penempatan kembali keranjang pengumpul sedimen menjadi

penting.

Tipe alat pengumpul sedimen yang ketiga disebut alat pengumpul sedimen

beda tekanan (air) Helley-Smith karena alat tersebut diciptakan oleh Helley dan

12

Smith dan cara bekerjanya memanfaatkan beda tekanan pada lubang keluaran.

Alat pengumpul sedimen ini dirancang sedemikian rupa sehingga diperoleh beda

tekanan (penurunan tekanan secara tiba-tiba) pada bagian belakang alat

pengumpul sedimen yang berupa kantung (tempat keluarnya sedimen yang tidak

terperangkap). Dengan adanya beda/penurunan tekanan (air) inilah yang akan

menyebabkan terjadinya pemisahan antara sedimen melayang (tidak

terperangkap dan lolos dari kantung pengumpul sedimen) dan sedimen merayap

(terperangkap dalam kantung).

Pengambilan sampel sedimen dengan menggunakan alat tipe ini dilakukan

pada tiga hingga sepuluh titik-titik pengamatan per penampang melintang

sungai. Sampel sedimen dikumpulkan dengan cara menurunkan alat pengumpul

sedimen ke dasar sungai untuk lama waktu pengambilan tertentu untuk

kemudian diulangi lagi. Lama waktu pengambilan sampel sedimen ditentukan

oleh kecepatan debit aliran dan ukuran kantung penampung sedimen.(Asdak,

2001)8.

2.4.4. Transpor Sedimen

Begitu sedimen memasuki badan sungai, maka berlangsunglah proses

transport sedimen. Kecepatan aliran sedimen merupakan fungsi dari kecepatan

aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti

tanah liat dan debu dapat diangkut aliran dalam bentuk terlarut (wash load).

Sedangkan partikel yang lebih besar, antara lain pasir cenderung bergerak

8 Chai Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Alian Sungai, Bandung : Gajah Mada

University Press, 2001, hlm. 392.

13

dengan cara melompat. Partikel yang lebih besar dari pasir, misal kerikil

(gravel) bergerak dengan cara merayap atau menggelinding di dasar sungai (bed

load). Seperti pada gambar di bawah ini9.

Gambar 2.2 Transpor Sedimen

Besarnya ukuran partikel sedimen yang terangkut aliran air ditentukan

oleh interaksi beberapa faktor, seperti ukuran sedimen yang masuk ke badan

sungai/saluran air, karakteristik sungai/aliran, debit dan karakteristik fisik

partikel sedimen. Besarnya sedimen yang masuk sungai dan besarnya debit

ditentukan oleh faktor iklim, topografi, geologi, vegetasi dan cara bercocok

tanam di daerah tangkapan air (DPS) yang merupakan tempat asal datangnya

sedimen. Sedangkan karakteristik sungai yang penting, terutama bentuk

morfologi sungai, tingkat kekasaran dasar sungai, dan kemiringan sungai.

Interaksi dari masing – masing faktor tersebut di atas akan menentukan jumlah

dan tipe sedimen serta kecepatan transport sedimen.

2.4.5. Efisiensi Tangkapan Sedimen

Efisiensi tangkapan sedimen (trap efficiency) dari waduk didefinisikan

9 Ibid, hlm. 397.

14

sebagai perbandingan antara besarnya sedimen yang mengendap di dalam

waduk dengan aliran sedimen yang masuk ke dalam waduk. Efisiensi tangkapan

sedimen sangat dipengaruhi oleh kecepatan jatuh partikel sedimen, kapasitas

dan bentuk waduk serta besarnya aliran yang masuk ke dalam waduk.

Metode yang biasa digunakan untuk mengestimasi efisiensi tangkapan

sedimen suatu waduk adalah metode yang diusulkan oleh Brune. Metode Brune

didasarkan pada data pengukuran sejumlah waduk yang ada di banyak Negara.

Dari data lapangan ini di dapatkan suatu kurva untuk menentukan besarnya

sedimen yang mengendap di dalam waduk, yaitu dengan menggunakan data

masukan berupa perbandingan antara kapasitas waduk dengan aliran air rata –

rata yang masuk ke waduk tiap tahunya. Secara teoritis, efisiensi tangkapan

sedimen dari suatu waduk, dari tahun ke tahun akan berkungan secara kontinyu

dengan berkurangnya kapasitas waduk karena bertambahnya endapan

sedimen10

. Berikut grafik efisiensi tangkapan sedimen (trap efficiency) oleh

Brune :

Gambar 2.3 Grafik Trap Efficiency Burne

10 Dyah Ayu Wulandari, Evaluasi Penggunaan Lengkung Laju Debit – Sedimen (Sediment –

Discharge rating curve) untuk Memprediksi Sedimen Layang, Tesis, Universitas Diponegoro

Semarang, hlm. 13.

15

Regresi 2.5.

2.5.1. Umum

Regresi adalah suatu analisis yang membahas hubungan dua variable atau

lebih (Soewarno, 1995)11

, adapun definisi lain dari regresi adalah persamaan

matematik yang memungkinkan kita meramalkan nilai – nilai suatu perubahan

tak bebas dari nilai – nilai satu lebih perubahan bebas (Sir Francis Galton, 1822

– 1911)12

.

Apabila dalam analisis regresi telah dapat ditentukan model persamaan

matematik yang cocok, persoalan berikutnya adalah menentukan seberapa

kuatkah hubungan antara variable – variable tersebut. Atau dengan kata lain

ditentukan derajat hubungan atau derajat asosiasi antara variabel hidrologi yang

digunakan dalam analisis regresi. Suatu analisis yang membahas derajat asosiasi

dalam analisis regresi disebut dengan analisis korelasi (correlation analysis).

Derajat hubungan tersebut umumnya dinyatakan secara kuatitatif sebagai

koefisiesn korelasi (correlation coefficient). Nilai koefisien korelasi yang tinggi

bukan berarti menunjukan kesamaan fenomena hidrologi (hidrological

simialirity) akan tetapi lebih cenderung menunjukan kesamaan waktu kejadian

atau keserempakan kejadian fenomena hidrologi (simultaneity of hidrological

events)13

. Dalam analisis hidrologi hubungan antara penomena berdasarkan nilai

11 Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 2, Bandung :

Nova, 1995, hlm. 132.

12 Ronald E. Walpole. Pengantar Stastika Edisi ke 3, Jakarta : Pt. Gramedia Pustaka Utama,

1995, hlm.340. 13

Soewarno, Op.cit. hlm. 132.

16

koefisien korelasi dapat dinyatakan sebagai berikut14

:

R = 1 : Hubungan positif sempurna.

0,6 < R < 1 : Hubungan langsung positif baik.

0 < R < 0,6 : Hubungan langsung positif lemah.

R = 0 : Tidak terdapat hubungan linier.

-0,6 < R < 0 : Hubungan langung negatif lemah

-1,0 < R < 0,6 : Hubungan langsung negatif baik.

R = -1,0 : Hubungan negatif sempurna

2.5.2. Regresi Berpangkat

Bentuk umum model persamaan regresi berpangkat adalah15

:

Y = b Xa .................................................................................................(2-2)

Persamaan (2-2) dapat ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan

linier fungsi logaritma akan menjadi :

log Y = log b Xa.....................................................................................(2-3)

log Y = log b + a log X .........................................................................(2-4)

dimana : Yi> 0 dan Xi> 0

Selanjutnya dapat ditrasformasikan kedalam persamaan linier sederhana :

P = Aq + B .............................................................................................(2-5)

dengan:

P = log Y A = a

B = log b Q = log X

14 Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 2, Bandung : Nova,

1995, hlm. 136. 15

Ibid, hlm. 173.

17

Persamaan (2-4) merupakan hubungan log – log antara log Y dengan log

X, bentuknya berupa garis lurus dengan kemiringan (a) dan memotong sumbu

log Y pada log b. Sedangkan persamaan (2.5) dapat dinyatakan sebagai :

(

) ( ).........................................................................(2-6)

Nilai P, merupakan deviasi standar dari residu nilai P.

[∑ ( )

]

..................................................................................(2-7)

Dan

[∑ ( )

]

..................................................................................(2-8)

Nilai R, adalah koefisien korelasi :

∑ ( )( )

[{∑ ( )

}{∑ ( )

}]

..............................................................(2-9)

Besarnya kesalahan standart dari perkiraan nilai P adalah :

SEP = P [1-R2]1/2

.................................................................................(2-10)

Uji Homogenitas 2.6.

2.6.1. Umum

Untuk mendapatkan suatu model yang representatif, diperlukan uji

statistik, karena batasan kepercayaan (confidance limit) merupakan selang

kepercayaan yang nantinya ditetapkan untuk ramalan – ramalan masa depan dan

berdasarkan pada teori statistik, distribusi peluang, perluasan variasi data dan

horizon waktu peramalan16

.

16Setiarso Gunawan, Kajian Panjang Data Historis yang Representatif pada Model Stokastik,

Tesis Program Magister Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, 2005, hlm. 26.

18

2.6.2. Uji T-Student

Uji – T merupakan uji statistic untuk menguji hipotesa yang koefisienya

berbeda nyata dari nol. Uji – T dihitung sebagai perbandingan antara suatu

koefisien dengan residu standar koefisien tertentu17

. Uji tersebut memiliki

persamaan seperti di bawah ini18

:

a. Menentukan hipotesis sebagai berikut :

H0 : S1 = S2 (tidak terdapat perbedaan nyata)

H1 : S1 ≠ S2 (terdapat perbedaan nyata)

b. Menghitung statistik pengujian berdistribusi student –t sebagai

berikut :

|

| ............................................................................(2-11)

|

|

.......................................................................(2-12)

c. Menghitung derajat kebebasan sebagai berikut :

DK = n1 + n2 – 2 ………………….....................................(2-13)

Dimana :

DK = derajat kebebasan

T = statistic pengujian nilai tengah

= nilai tengah data aliran historis

= nilai tengah data sintetik

∂ = simpangan baku

17 Ibid.

18 Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 2, Bandung : Nova,

1995, hlm. 18.

19

n1 = panjang data aliran historis

n2 = panjang data aliran sintetik

S1 = simpangan baku data aliran historis

S2 = simpangan baku data aliran sintesis

d. Menentukan daerah kritis dan titik dua sisi, yaitu – tcr(k;α) dan tcr

(kjα) dengan derajat kebebasan DK dan tingkat kepercayaan α,

diperoleh dari tabel distribusi –tc (tabel M.1 pada lampiran).

H0 : μ1 = μ2 ditrima apabila –tcr<t<tcr

2.6.3. Uji F

Adalah cara menguji signifikasi beberapa item dengan menghitung rasio

dua kuadrat rata – rata (ragam). Dengan melihat tabel F, derajat kesignifikansian

dari nilai F – hitung dapat ditentukan19

.

Uji kesamaan varian antara data aliran historis dengan data sintetik hasil

simulasi model stokatik sebagai berikut20

(Soewarno, 1995) :

Menentukan hipotesis sebagai berikut : a.

H0 : S1 = S2 (tidak terdapat perbedaan nyata)

H1 : S1 ≠ S2 (terdapat perbedaan nyata)

Menghitung statistik pengujian berdistribusi F, sebagi berikut : b.

( )

( ) ……………….....................................................(2-14)

Menghitung derajat kebebasan (DK) sebagai berikut : c.

DK1 = n1-1 …………….................................................................(2-15)

19 Setiarso Gunawan, Op.cit.hlm. 26.

20 Ibid, hlm. 42.

20

DK2 = n2-1 …………….................................................................(2-16)

Di mana,

F = statistik pengujian varian

S12 = varian data aliran historis

S22 = varian data aliran sintetik

n1 = panjang data aliran historis

n2 = panjang data aliran sintetik

DK1 = derajat kebebasan aliran historis

DK2 = derajat kebebasan aliran sintetik

Menentukan luas daerah distribusi F, yaitu Fer (DK1;DK2;α) dengan d.

kebebasan aliran historis DK1 dan data sintetik DK2 serta dengan

tingkat kepercayaan α, diperoleh dari tabel distribusi F (pada Lampiran

Tabel M.2 dan M.3 ).

H0 : μ1 = μ2 ditrima apabila F<Fcr. e.

Model Stokastik 2.7.

2.7.1. Umum

Stokastik adalah suatu hal tentang ketidakpastian. Fenomena hidrologi

merupakan daur stokastik. Peputaran bumi mengelilingi matahari merupakan

faktor utama terjadinya daur, sedangkan gerak atmosfir yang tidak beraturan

menyebabkan keacakan proses hidrologi21

. Salah satu masalah yang sering

dihadapi oleh peneliti di bidang hidrologi, termasuk di Indonesia, adalah

kekurangan data.

21Ibid, hlm. 10.

21

Dengan keadaan data yang terbatas, maka diperlukan cara untuk

memperoleh rekaman data yang lebih banyak jumlahnya. Dengan cara

membangkitkan (generating tecniques), maka akan diperoleh debit berkala

buatan(artificially generating time series). Ada pula yang menyebut hal ini

dengan data sintetik (synthetic data-generating).

Maksud dari mendapat deret berkala buatan adalah untuk memperpanjang

rekaman data sehingga mempunyai beberapa alternatif dalam hal analisis teknis

ataupun ekonomis dari suatu proyek sumber daya air. Pada dasarnya deret

berkala buatan dapat dikatakan sampel dari suatu populasi. Dalam hal ini data

historis runtut waktu hasil pengamatan lapangan dianggap sebagai pupulasi.

Suatu deret berkala dapat memiliki berbagai unsur, diantaranya yakni

trend, periodik dan stokastik. Komponen trend dan periodik mempunyai sifat

pasti (deterministic), oleh karena tidak bergantung waktu. Komponen stokastik

(stochastic) mempunyai sifat stasioner dan tergantung waktu. Mempunyai sifat

stasioner berarti sifat statistik dari sampel berarti sifat statistic dari sampel tidak

berbeda dengan sifat populasinya. Unsur stokastik dapat memiliki unsur acak

dan korelasi/dapat pula tidak. Mengandung unsur korelasi berarti tiap nilai

dalam deret berkala dipengaruhi oleh nilai yang terjadi sebelumnya22

.

2.7.2. Model Rantai Markov

Metode stokastik paling sederhana dan paling banyak di gunakan untuk

membangkitkan data hidrologi adalah model autoregresif atau lebih di kenal

22 Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 2, Bandung : Nova,

1995, hlm. 109.

22

dengan rantai Markov menurut bana ahli matematika A.A. Markov (1856-

1922)23

.

Model Markov hanya dapat digunakan bila tidak ada presistensi (Clarke,

1973 dan Raudivi, 1979), nilai yang dicari dinyatakan sebagai fungsi dari nilai

sebelumnya dan suatu nilai acak24

.

Adapun model tersebut sebagai berikut

(yt-μ) = β1(yt-1-μ) + β2(yt-2-μ) + … + βk(yt-k-μ) + εt …….....................(2-17)

Dimana :

μ = rata – rata dari populasi, yang diperlukan sama dengan

rata – rata per sampel

β = parameter yang didapat dari koefisien korelasi antara satu

variabel dan variabel sebelumnya

εt = bilangan acak dengan rata – rata nol dan deviasi standart

tertentu

untuk menggunakan model ini terlebih dahulu harus diketahui beberapa

parameter, diantaranya25

:

a. Komponen acak

Suatu himpunan aliran historis atau sintetik dari suatu sungai adalah

merupakan urutan angka-angka atau nilai nilai yang dihasilkan dari proses acak

(random process) dalam urutan interval waktu secara bergantian, urutan tersebut

dinamakan deret waktu (time series).

23 Setiarsono Gunawan, Op.cit, hlm. 19.

24 Ibid, hlm. 19

25 C.D. Soemarto, Hidrologi Teknik Edisi ke 2, Jakarta :Erlangga, 1995, hlm. 290.

23

Tabel 2-1.26

Tabel bilangan acak dengan distribusi normal

dengan nilai rata – rata = 0 dan deviasi

standar ≈ 1,0

1 2 3 4 5

1 -1,21 -0,2 0,55 -0,42 1,66

2 -0,77 -3,02 1,34 -2,03 -1,69

3 0,51 -0,62 0,08 -0,76 1,89

4 0,19 -0,88 -1,24 0,82 0,22

5 -1,66 1,17 -0,58 -0,23 0,6

6 1,75 -1,49 -0,46 0,78 0,3

7 0,41 -0,32 -0,72 -0,48 3,05

8 0,7 0,41 2,2 -1,08 0,75

9 2,21 0,53 0,53 0,06 -0,96

10 1,24 -1,27 1,42 -3,35 0,19

11 -0,4 -0,38 -1,22 -1,48 -0,27

12 -0,27 0,7 -0,08 0,45 0,18

13 0,17 -1,7 -0,63 0,16 0,81

14 -0,08 -0,13 0,37 -0,23 0,24

15 1,77 -0,29 0,36 0,25 -1,07

16 0,26 0,35 -0,31 -0,54 0,08

17 -1,1 0,1 -1,02 -0,51 -1,82

18 1,08 0,32 -0,88 0,85 1,92

19 0,25 -0,22 0,23 1,11 -1,52

20 -1,14 1,27 -0,93 -2,01 1,16

21 -1,25 1,05 1,57 0,11 -0,13

22 -0,02 0,54 -0,66 -0,54 1,03

23 0,42 -0,04 0,07 0,34 1,61

24 0,65 0,4 1,26 -0,03 -0,85

25 0,75 0,88 0,45 0,13 1,34

26 -0,12 0,21 -1,03 0,06 -0,63

27 -0,23 1,29 -0,97 -0,76 0,25

28 -0,29 0,43 0,03 0,68 -0,42

29 2,11 -0,25 0,21 -1,67 1,66

30 -0,5 0,17 1,23 0,34 -0,99

b. Nilai tengah

Aliran-aliran yang digenerasi diharapkan mempunyai nilai tengah seperti

26 Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 2, Bandung : Nova,

1995, hlm. 129

24

aliran yang diamati. Jika data historisnya sebanyak n aliran tahunan, maka nilai

tengahnya adalah :

∑ ...................................................................................... (2-18)

c. Standar deviasi

Karakteristik paling penting lain dari data historic adalah keragaman

(variance) atau penyebaran (spread) data, yang diukur dengan keragaman

(variance) dan standar deviasinya. Standar deviasi merupakan akar kuadrat dari

keragaman.

Keragaman didefinisikan sebagai nilai yang diduga (expected value) dari

kuadrat beda nilai yang ditarik secara acak dari populasi dengan nilai tengah

populasi tersebut.

Persamaan umum standar deviasi adalah sebagai berikut :

( )

...................................................................................(2-19)

Dimana :

nilai tengah data

jumlah data

d. Koefisien Korelasi

Statistik sampel aliran historic berikutnya yang dapat digambarkan dalam

model adalah koefisien korelasi serial lag satu. Dengan nilai sampel terbatas x1,

x2,x3,……xn dapat membentuk perkiraan persamaan koefisien korelasi sebagai

berikut27

: (Soemarto, 1987)

27Ibid, hlm. 290.

25

(∑ )(∑

)

[∑

(∑ )]

[∑

(∑ )]

...................…...…(2-20)

2.7.3. Model Thomas-Fiering

Thomas dan Fiering mengembangkan model untuk membangkitkan data

aliran sungai, secara implisit model ini mengijinkan adanya ketidakstasionairan

data aliran sungai (Clarke, 1977). Dengan cara ini data sebanyak n tahun dibagi

sebanyanyak 12 bagian. Data dari setiap bulanya diregresikan terhadap bulan

sebelumnya, sehingga didapatkan 12 persamaan regresi linier. Variasi musiman

ditunjukan oleh penggunaan hubungan regresi bulanan. Model ini menganggap

adanya presistnsi bulanan lag satu. Prsistensi ini disebabkan oleh efek

penyimpanan air sebagai lengas tanah dan air tanah. Terdapat pula pola cuaca

musiman (Raudkivi, 1979)28

.

Secara umum persamaan ditulis sebagai berikut29

:

( ) ( ) ⁄ ..........................(2-21)

Dimana :

qi+1,j = aliran hasil pembangitan untuk bulan j dan tahun ke (i+1)

qi,j-1 = aliran pada tahun ke i, pada bulan sebelumnya (j-1)

rj = korelasi antara aliran bulanan sebelumnya (j-1) dan bulan j

bj = koefisien regresi antara aliran bulan j dan j-1

ti = bilangan random normal

Sdj = standar deviasi bulan j

28 Setiarsono Gunawan, Kajian Panjang Data Historis yang Representatif Pada Model

Stokastik, Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, 2005, hlm. 20 29

Dr. Eng. Donny harisuseno, St.,MT, Kuliah Matematika Rekayasa : Teknik Peramalan

(Model Thomas-Fiering), Handout Perkuliahan program S3, Universitas Brawijaya, 2015, hlm. 1

26

Kemudian adapun prosedur perhitungan dari model Thomas-Fiering

adalah sebagai berikut :

a. Mentransformasi bilangan acak uniform menjadi bilangan acak standar

normal dengan metode Box & Muller, sebagai berikut.

√ ( ) ( ) ..................................................(2-22)

Atau

√ ( ) ( ) ...............................................(2-23)

Dimana :

Nilai = 1800

Ni dan Ni+1 = Sepasang bilangan acak standar normal yang berurutan

Ui dan Ui+1 = Sepasang bilangan acak uniform kisaran 0-1

b. Menghitung rerata debit setiap periodenya :

∑ ....................................................................(2-24)

c. Menghitung deviasi standar setiap periodenya:

|∑ ( )

|

d. Menghitung koefisien korelasi (rj), antar periode j dan waktu (j-1), dengan

persamaan, :

∑( ) ( )

√∑( ) √∑( ) ....................................................................(2-25)

e. Menghitung koefisien regresi (bj). Dengan persamaan :

∑( )(( )

∑( ) ..............................................................................(2-26)

f. Perpanjangan data sintetik

27

Indikator Kinerja Model 2.8.

2.8.1. Umum

Indikator kerja model yang dimaksud di sini merupakan proses validasi

ataupun pengujian sebuah model dengan membuat peramalan. Data sampel

seringkali dibedakan menjadi dua segmen, satu digunakan untuk menaksir

parameter model dan lainya digunakan sebagai acuan sampel untuk menguji

ramalan yang dibuat oleh model.

Untuk mendapatkan suatu model yang representatif diperlukan model yang

dapat diukur ketepatan dengan data historisnya. Ketepatan (accuracy) adalah

suatu kriteria yang dipakai untuk mengevaluasi kerja suatu model30

.

2.8.2. Root Mean Square Error (RMSE)

Pengukuran tingkat kesesuaian model dilakukan dengan menggunakan

indikator Root Mean Square Error (RSME). Root Mean Square Error

direpresentasikan sebagai rata-rata kuadrat simpangan (selisih) antara nilai

keluaran (prediksi) terhadap nilai target. Nilai RMSE semakin kecil

menunjukkan bahwa rata-rata nilai prediksi yang dihasilkan sangat dekat dengan

nilai yang sebenarnya. (Sulianto, 2006)31

RMSE =√∑ ( )

..................................................................(2-27)

dimana:

30 Setiarsono Gunawan, Kajian Panjang Data Historis yang Representatif Pada Model

Stokastik, Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, 2005, hlm. 25. 31

Devi Ismijayanti, Prediksi Beban Sedimentasi Waduk Selorejo menggunakan Debit

Ekstrapolasi dengan Rantai Markov, Tugas Akhir, Universitas Muhammadiyah Malang, 2014,

hlm. 22.

28

i = periode titik data testing

n = jumlah titik data testing

X1 = data testing periode ke t

Xi = data hasil ekstrapolasi periode ke t

2.8.3. Mean Absolute Error (MAE)

MAE merupakan hasil nilai absolut dari selisih antara nilai output model

dengan data sebenarnya. Rumus MAE adalah sebagai berikut32

:

MAE = ∑| |

................................................................................(2-28)

dimana:

n = jumlah titik data testing

X1 = data testing periode ke t

Xi = data hasil ekstrapolasi periode ke t

32 Ibid. hlm 23.