bab ii sk 3.doc
TRANSCRIPT
BAB II
STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI
Jump 1
Memahami skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario.
1. Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver Development
Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening Test (DDST-
R). Adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak.
Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit.
2. Keterlambatan di semua domain perkembangan: keterlambatan pada sektor
perkembangan yang terdiri dari perilaku sosial, gerakan motorik halus, bahasa, dan
gerakan motorik kasar.
Jump 2
Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
1. Apa saja empat domain perkembangan anak menurut Denver?
2. Bagaimana tahap perkembangan anak normal?
3. Apa saja alat skrining tumbuh kembang & bagaimana caranya?
4. Apa saja gangguan pada tumbuh kembang?
5. Bagaimana etiologi pada gangguan tumbuh kembang?
6. Bagaimana patofisiologi gangguan pada skenario?
7. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang?
8. Bagaimana penatalaksanaan kasus pada skenario?
9. Bagaimana prognosis kasus pada skenario?
Jump 3
Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai permasalahan
(tersebut dalam langkah 2).
Jump 4
Menginventarisasi permasalahan-permasalahan dan membuat pernyataan secara
sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan-permasalahan pada langkah
3.
I. TUMBUH KEMBANG PADA ANAK
Anak yang sehat, cerdas, berpenampilan menarik, dan berakhlak mulia merupakan
dambaan setiap orang tua. Agar dapat mencapai hal tersebut terdapat berbagai kriteria yang harus
terpenuhi dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, salah satunya adalah faktor keturunan
atau genetika. Namun, selain faktor keturunan masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi
kualitas seorang anak.
Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang. Proses tumbuh kembang
merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik/keturunan adalah
faktor yang berhubungan dengan gen yang berasal dari ayah dan ibu, sedangkan faktor
lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis, dan sosial.
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu
dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age”. Golden age
merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara
cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu, penanganan
kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan
perkembangan anak sehingga kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah.
Pemantauan tumbuh kembang anak meliputi pemantauan dari aspek fisik, psikologi, dan
sosial. Pemantauan tersebut harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. Sedini
mungkin pemantauan dapat dilakukan oleh orang tua. Selain itu pemantauan juga dapat
dilakukan oleh masyarakat melalui kegiatan posyandu dan oleh guru di sekolah. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak perlu dimiliki oleh orang
tua, guru, dan masyarakat.
A. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling
berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan
(growth) berkaitan dengan masalah perubahan ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada tingkat
sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan
satuan berat (gram, kilogram), satuan panjang (cm, m), umur tulang, dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). Perkembangan (development) adalah
pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Perkembangan
menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan, organ, dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
(Soetjiningsih, 1998; Tanuwijaya, 2003).
Pertumbuhan mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi,
hilangnya ciri-ciri lama, serta munculnya ciri-ciri baru. Keunikan pertumbuhan adalah
mempunyai kecepatan yang berbeda-beda di setiap kelompok umur dan masing-masing organ
juga mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat, yaitu
masa janin, masa bayi 0 – 1 tahun, dan masa pubertas.
Proses perkembangan terjadi secara simultan dengan pertumbuhan, sehingga setiap
pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Perkembangan merupakan hasil interaksi
kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya. Perkembangan fase awal
meliputi beberapa aspek kemampuan fungsional, yaitu kognitif, motorik, emosi, sosial, dan
bahasa. Perkembangan pada fase awal ini akan menentukan perkembangan fase selanjutnya.
Kekurangan pada salah satu aspek perkembangan dapat mempengaruhi aspek lainnya.
B. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan, dan
berkesinambungan dimulai sejak pembuahan sampai dewasa. Walaupun terdapat variasi, namun
setiap anak akan melewati suatu pola tertentu. Tanuwijaya (2003) memaparkan tentang tahapan
tumbuh kembang anak yang terbagi menjadi dua, yaitu masa pranatal dan masa postnatal. Setiap
masa tersebut memiliki ciri khas dan perbedaan dalam anatomi, fisiologi, biokimia, dan
karakternya.
Masa pranatal adalah masa kehidupan janin di dalam kandungan. Masa ini dibagi menjadi
dua periode, yaitu masa embrio dan masa fetus. Masa embrio adalah masa sejak konsepsi sampai
umur kehamilan 8 minggu, sedangkan masa fetus adalah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran.
Masa postnatal atau masa setelah lahir terdiri dari lima periode. Periode pertama adalah
masa neonatal dimana bayi berusia 0 - 28 hari dilanjutkan masa bayi yaitu sampai usia 2 tahun.
Masa prasekolah adalah masa anak berusia 2 – 6 tahun. Sampai dengan masa ini, anak laki-laki
dan perempuan belum terdapat perbedaan, namun ketika masuk dalam masa selanjutnya yaitu
masa sekolah atau masa pubertas, perempuan berusia 6 – 10 tahun, sedangkan laki-laki berusia 8
- 12 tahun. Anak perempuan memasuki masa adolensensi atau masa remaja lebih awal dibanding
anak laki-laki, yaitu pada usia 10 tahun dan berakhir lebih cepat pada usia 18 tahun. Anak laki-
laki memulai masa pubertasa pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara garis
besar faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu faktor dalam (internal) dan
faktor luar (eksternal/lingkungan). Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil interaksi
dua faktor tersebut.
Faktor internal terdiri dari perbedaan ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin,
kelainan genetik, dan kelainan kromosom. Anak yang terlahir dari suatu ras tertentu, misalnya
ras Eropa mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang daripada ras Mongol. Wanita lebih
cepat dewasa dibanding laki-laki. Pada masa pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat
daripada laki-laki, kemudian setelah melewati masa pubertas sebalinya laki-laki akan tumbuh
lebih cepat. Adanya suatu kelainan genetik dan kromosom dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak, seperti yang terlihat pada anak yang menderita Sindroma Down.
Selain faktor internal, faktor eksternal/lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Contoh faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah gizi, stimulasi, psikologis, dan sosial ekonomi.
Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang
anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir,
anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil
penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002) menunjukkan bahwa
kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh
tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi.
Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh stimulasi dan psikologis. Rangsangan/stimulasi
khususnya dalam keluarga, misalnya dengan penyediaan alat mainan, sosialisasi anak,
keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain akan mempengaruhi anak dlam mencapai
perkembangan yang optimal. Seorang anak yang keberadaannya tidak dikehendaki oleh orang
tua atau yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan
perkembangan.
Faktor lain yang tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan dan perkembangan anak adalah
faktor sosial ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan
lingkungan yang jelek, serta kurangnya pengetahuan. (Tanuwijaya, 2003).
D. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan organ-organ tubuh mengikuti 4 pola, yaitu pola umum, neural, limfoid, serta
reproduksi. Organ-organ yang mengikuti pola umum adalah tulang panjang, otot skelet, sistem
pencernaan, pernafasan, peredaran darah, volume darah. Perkembangan otak bersama tulang-
tulang yang melindunginya, mata, dan telinga berlangsung lebih dini. Otak bayi yang baru
dilahirkan telah mempunyai berat 25% berat otak dewasa, 75% berat otak dewasa pada umur 2
tahun, dan pada umur 10 tahun telah mencapai 95% berat otak dewasa. Pertumbuhan jaringan
limfoid agak berbeda dengan dari bagian tubuh lainnya, pertumbuhan mencapai maksimum
sebelum remaja kemudian menurun hingga mencapai ukuran dewasa. Sedangkan organ-organ
reproduksi tumbuh mengikuti pola tersendiri, yaitu pertumbuhan lambat pada usia pra remaja,
kemudian disusul pacu tumbuh pesat pada usia remaja. (Tanuwijaya, 2003; Meadow & Newell,
2002; Cameron, 2002 ). Perbedaan empat pola pertumbuhan tersebut tergambar dalam kurva di
bawah ini.
Kurva pertumbuhan jaringan dan organ yang memperlihatkan 4 pola pertumbuhan
(Cameron, 2002).
Usia dini merupakan fase awal perkembangan anak yang akan menentukan perkembangan
pada fase selanjutnya. Perkembangan anak pada fase awal terbagi menjadi 4 aspek kemampuan
fungsional, yaitu motorik kasar, motorik halus dan penglihatan, berbicara dan bahasa, serta sosial
emosi dan perilaku. Jika terjadi kekurangan pada salah satu aspek kemampuan tersebut dapat
mempengaruhi perkembangan aspek yang lain.
Kemajuan perkembangan anak mengikuti suatu pola yang teratur dan mempunyai variasi
pola batas pencapaian dan kecepatan. Batasan usia menunjukkan bahwa suatu patokan
kemampuan harus dicapai pada usia tertentu. Batas ini menjadi penting dalam penilaian
perkembangan, apabila anak gagal mencapai dapat memberikan petunjuk untuk segera
melakukan penilaian yang lebih terperinci dan intervensi yang tepat.
E. Deteksi Dini Pertumbuhan dan Perkembangan
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan dapat dilakukan sedini mungkin sejak anak
dilahirkan. Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara komprehensif
untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko
pada balita, yang disebut juga anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan
tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta
pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa-masa kritis proses tumbuh
kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan
demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas,
1997). Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian
pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Masing-masing penilaian tersebut mempunyai
parameter dan alat ukur tersendiri.
Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah penilaian menggunakan alat
baku (standar). Untuk menjamin ketepatan dan keakuratan penilaian harus dilakukan dengan
teliti dan rinci. Pengukuran perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk menilai kecepatan
pertumbuhan.
Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian pertumbuhan fisik adalah
tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan kulit, lingkar lengan atas, panjang lengan,
proporsi tubuh, dan panjang tungkai. Menurut Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita
(Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997) dan Narendra (2003) macam-macam penilaian
pertumbuhan fisik yang dapat digunakan adalah:
1) Pengukuran Berat Badan (BB)
Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan keadaan gizi
balita. Balita ditimbang setiap bulan dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat Balita (KMS Balita)
sehingga dapat dilihat grafik pertumbuhannya dan dilakukan interfensi jika terjadi
penyimpangan.
2) Pengukuran Tinggi Badan (TB)
Pengukuran tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun dilakukan dengan berbaring.,
sedangkan di atas umur 2 tahun dilakukan dengan berdiri. Hasil pengukuran setiap bulan dapat
dicatat pada dalam KMS yang mempunyai grafik pertumbuhan tinggi badan.
3) Pengukuran Lingkar Kepala Anak (PLKA)
PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
otak anak. Biasanya ukuran pertumbuhan tengkorak mengikuti perkembangan otak, sehingga
bila ada hambatan pada pertumbuhan tengkorak maka perkembangan otak anak juga terhambat.
Pengukuran dilakukan pada diameter occipitofrontal dengan mengambil rerata 3 kali pengukuran
sebagai standar.
Untuk menilai perkembangan anak banyak instrumen yang dapat digunakan. Salah satu
instrumen skrining yang dipakai secara internasional untuk menilai perkembangan anak adalah
DDST II (Denver Development Screening Test). DDST II merupakan alat untuk menemukan
secara dini masalah penyimpangan perkembangan anak umur 0 s/d < 6 tahun. Instrumen ini
merupakan revisi dari DDST yang pertama kali dipublikasikan tahun 1967 untuk tujuan yang
sama.
Pemeriksaan yang dihasilkan DDST II bukan merupakan pengganti evaluasi diagnostik,
namun lebih ke arah membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan anak lain
yang seumur. DDST II digunakan untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai umurnya
pada anak yang mempunyai tanda-tanda keterlambatan perkembangan maupun anak sehat.
DDST II bukan merupakan tes IQ dan bukan merupakan peramal kemampuan intelektual anak di
masa mendatang. Tes ini tidak dibuat untuk menghasilkan diagnosis, namun lebih ke arah untuk
membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan kemampuan anak lain yang
seumur.
Menurut Pedoman Pemantauan Perkembangan Denver II (Subbagian Tumbuh Kembang
Ilmu Kesehatan Anak RS Sardjito, 2004), formulir tes DDST II berisi 125 item yg terdiri dari 4
sektor, yaitu: personal sosial, motorik halus-adaptif, bahasa, serta motorik kasar. Sektor personal
sosial meliputi komponen penilaian yang berkaitan dengan kemampuan penyesuaian diri anak di
masyarakat dan kemampuan memenuhi kebutuhan pribadi anak. Sektor motorik halus-adaptif
berisi kemampuan anak dalam hal koordinasi mata-tangan, memainkan dan menggunakan
benda-benda kecil serta pemecahan masalah. Sektor bahasa meliputi kemampuan mendengar,
mengerti, dan menggunakan bahasa. Sektor motorik kasar terdiri dari penilaian kemampuan
duduk, jalan, dan gerakan-gerakan umum otot besar. Selain keempat sektor tersebut, itu perilaku
anak juga dinilai secara umum untuk memperoleh taksiran kasar bagaimana seorang anak
menggunakan kemampuannya.
II. PERKEMBANGAN MENURUT DENVER II (DDST II)
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai
hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1997).
1. Perkembangan Menurut Denver II
Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver Development Screening
Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening Test (DDST-R). Adalah salah satu
dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes
IQ. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit.
a. Aspek Perkembangan yang dinilai
Terdiri dari 125 tugas perkembangan. Tugas yang diperiksa setiap kali skrining
hanya berkisar 25-30 tugas
Ada 4 sektor perkembangan yang dinilai:
1) Personal Social (perilaku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot
kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
3) Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan.
4) Gross motor (gerakan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
b. Alat yang digunakan
1) Alat peraga: benang wol merah, kismis/ manik-manik, Peralatan makan, peralatan
gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga, pakaian, buku gambar/ kertas, pensil, kubus
warna merah-kuning-hijau-biru, kertas warna (tergantung usia kronologis anak saat
diperiksa).
2) Lembar formulir DDST II
3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara
penilaiannya.
c. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu:
1) Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia:
3-6 bulan
9-12 bulan
18-24 bulan
3 tahun
4 tahun
5 tahun
2) Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang
lengkap.
c. Penilaian
Jika Lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan
melakukan tugas (No Opportunity = NO).
2. Cara Pemeriksaan DDST II
Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan
diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu
tahun.
Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika
sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.
Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal tugas
perkembangan pada formulir DDST.
Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa
yang F.
Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal, Abnormal, Meragukan
dan tidak dapat dites.
1) Abnormal
a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1
sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak
ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia .
2) Meragukan
a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih
b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama
tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
3) Tidak dapat dites
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau
meragukan.
4) Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.
3. Interpretasi dari Nilai Denver II
1. Advanced
Melewati pokok secara lengkap ke kanan dari garis usia kronologis (dilewati pada kurang
dari 25% anak pada usia lebih besar dari anak tersebut)
2. OK
Melewati, gagal, atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia antara persentil
ke-25 dan ke-75
3. Caution
Gagal atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia kronologis di atas atau
diantara persentil ke-75 dan ke-90
4. Delay
Gagal pada suatu pokok secara menyeluruh ke arah kiri garis usia kronologis; penolakan ke
kiri garis usia juga dapat dianggap sebagai kelambatan, karena alasan untuk menolak mungkin
adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu
4. Interpretasi tes
1. Normal
Tidak ada kelambatan dan maksimum dari satu kewaspadaan
2. Suspect
Satu atau lebih kelambatan dan/ atau dua atau lebih banyak kewaspadaan
3. Untestable
Penolakan pada satu atau lebih pokok dengan lengkap ke kiri garis usia atau pada lebih dari
satu pokok titik potong berdasarkan garis usia pada area 75% sampai 90%
Rekomendasi untuk rujukan tes Suspect dan Untestable:
Skrining ulang pada 1 sampai 2 minggu untuk mengesampingkan faktor temporer.
III. TAHAP- TAHAP PERKEMBANGAN PADA ANAK
Umur 0 – 3 bulan
Mengangkat kepala setinggi 45 derajat
Menggerakan kepala dari kiri/kanan ke tengah
Melihat dan menatap wajah anda
Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh
Suka tertawa keras
Bereaksi terkejut terhadap suara keras
Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum
Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak
Umur 3 – 6 bulan
Berbalik dari telungkup ke telentang
Mengangkat kepala setinggi 90 derajat
Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil
Menggenggam pensil
Meraih benda yang ada dalam jangkauannya
Memegang tangannya sendiri
Berusaha memperluas pandangan
Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil
Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil
Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik
Tersenyum ketika melihat mainan/gambar menarik saat bermain sendiri
Umur 6 – 9 bulan
Duduk (sikap tripoid – sendiri)
Belajar berdidir, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan
Merangkak meraih mainan atau mendekatai seseorang
Memindahkan benda sari satu tangan ke tangan lainnya
Memungut 2 benda, masing-masing tangan pegang 1 benda pada saat yang bersamaan
Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup
Bersuara tanpa arti, mamama, bababa, dadada, tatata
Mencari mainan/benda yang dijatuhkan
Bermain tepung tangan/ciluk ba
Bergembira dengan melempar benda
Makan kue sendiri
Umur 9 – 12 bulan
Mengangkat badannnya ke posisi sendiri
Belajar berdiri selama 30 detik atau berpengangan di kursi
Dapat berjalan dengan dituntun
Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan yang diinginkan
Menggenggam erat pensil
Memasukan benda ke mulut
Mengulang menirukan bunyi yang didengar
Menyebut 2 – 3 suku kata yang sama tanpa arti
Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja
Bereaksi terhadap suara yang perlaha atau bisikan
Senang diajak bermain ciluk ba
Mengenal anggota keluarga, takut pada orang yang belum kenal
Umur 12 – 18 bulan
Berdiri sendiri tanpa berpegangan
Membungkuk memungut mainan kemudian beridiri kembali
Berjalan mundur 5 langkah
Memanggil ayah dengan kata papa, memanggil ibu dengan kata mama
Menumpuk dua kubus
Memasukan kubus di kotak
Menunjuk apa yang diiinginkan tapa menangis/merengek. Anak bisa mengeluarkan suara
yang menyenangkan atau menarik tangan ibu
Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing
Umur 18 – 24 bulan
Berdri sendiri tanpa berpegangan 30 detik
Berjalan tanpa terhuyung-huyung
Bertepuk tangan, melambai-lambai
Menumpuk 4 buah kubus
Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
Mengggelindinkan bola ke arah sasaran
Menyebut 3 – 6 kata yang mempunyai arti
Membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga
Memegang cangkir sendiri, belakar makan- minum sendiri
Umur 24 – 36 bulan
Jalan naik tangga sendiri
Dapat bermain dean menendang bola kecil
Mencoret-coret pensil pada kertas
Bicara dengan baik, menggunakan 2 kata
Dapat menunjuk satu atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta
Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama dua benda atau lebih
Membantu memungut mainannya sendiri atau tampa membantu
Mengangkat piring jika diminta
Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah
Melepas pakaiannya sendiri
IV. GANGGUAN TUMBUH KEMBANG PADA ANAK
Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi
gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa, emosi, dan perilaku.
1. Gangguan Pertumbuhan Fisik
Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di atas normal dan
gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat badan menggunakan KMS (Kartu
Menuju Sehat) dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan
anak. Menurut Soetjiningsih (2003) bila grafik berat badan anak lebih dari 120%
kemungkinan anak mengalami obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan, apabila grafik
berat badan di bawah normal kemungkinan anak mengalami kurang gizi, menderita penyakit
kronis, atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga menjadi salah satu parameter yang
penting dalam mendeteksi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ukuran
lingkar kepala menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar
kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang menderita hidrosefalus,
megaensefali, tumor otak ataupun hanya merupakan variasi normal. Sedangkan apabila lingkar
kepala kurang dari normal dapat diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis
ataupun hanya merupakan variasi normal. Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan
pendengaran juga perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat.
Jenis gangguan penglihatan yang dapat diderita oleh anak antara lain adalah maturitas
visual yang terlambat, gangguan refraksi, juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan
kebutaan akibat katarak, neuritis optik, glaukoma, dan lain sebagainya. (Soetjiningsih, 2003).
Sedangkan ketulian pada anak dapat dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli
sensorineural. Menurut Hendarmin (2000), tuli pada anak dapat disebabkan karena faktor
prenatal dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetik dan infeksi TORCH yang
terjadi selama kehamilan. Sedangkan faktor postnatal yang sering mengakibatkan ketulian
adalah infeksi bakteri atau virus yang terkait dengan otitis media.
2. Gangguan perkembangan motorik
Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu
penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot atau penyakit
neuromuskular. Anak dengan serebral palsi dapat mengalami keterbatasan
perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia. Kelainan
sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat menyebabkan keterlambatan
perkembangan motorik. Penyakit neuromuscular sepeti muscular distrofi memperlihatkan
keterlambatan dalam kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan
perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit tersebut. Faktor lingkungan serta
kepribadian anak juga dapat mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik.
Anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau
diletakkan di baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan
motorik.
3. Gangguan perkembangan bahasa
Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh system perkembangan anak.
Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan motorik, psikologis, emosional, dan
perilaku (Widyastuti, 2008). Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat
diakibatkan berbagai faktor, yaitu adanya faktor genetik, gangguan
pendengaran,intelegensia rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan, maturasi
yang terlambat, dan faktor keluarga. Selain itu, gangguan bicara juga dapat disebabkan
karena adanya kelainan fisik seperti bibir sumbing dan serebral palsi. Gagap juga
termasuk salah satu gangguan perkembangan bahasa yang dapat disebabkan karena adanya
tekanan dari orang tua agar anak bicara jelas (Soetjingsih, 2003).
4. Gangguan Emosi dan Perilaku
Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami berbagai gangguan yang terkait
dengan psikiatri. Kecemasan adalah salah satu gangguan yang muncul pada anak dan
memerlukan suatu intervensi khusus apabila mempengaruh interaksi sosial dan
perkembangan anak. Contoh kecemasan yang dapat dialami anak adalah fobia sekolah,
kecemasan berpisah, fobia sosial, dan kecemasan setelah mengalami trauma. Gangguan
perkembangan pervasif pada anak meliputi autisme serta gangguan perilaku dan interaksi
sosial. Menurut Widyastuti (2008) autism adalah kelainan neurobiologis yang menunjukkan
gangguan komunikasi, interaksi, dan perilaku. Autisme ditandai dengan terhambatnya
perkembangan bahasa, munculnya gerakan-gerakan aneh seperti berputar-putar, melompat-
lompat, atau mengamuk tanpa sebab.
Jump 5
Merumuskan tujuan pembelajaran
1. Menjelaskan empat domainperkembangan anak menurut Denver (motorik kasar,
motorik halus, bahasa, dan perkembangan sosisl).
2. Menjelaskan kelainan perkembangan yang ditemukan pada hasil skrining (contoh:
developmental delay, autism, pervasive developmental delay, retardasi mental).
Jump 6
Mengumpulkan informasi baru (belajar mandiri)
Jump 7
Melaporkan, membahas, dan menata kemabali informasi baru yang telah diperoleh
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu
dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age”. Golden age
merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara
cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu, penanganan
kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan
perkembangan anak sehingga kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah.
Pada skenario dijelaskan bahwa anak belum dapat merangkak dan berjalan. Merangkak
adalah kegiatan gerak anak yang merupakan wujud pertama kebebasannya. Setelah dapat
merangkak, umumnya mobilitas anak bertambah. Begitu punya kesempatan bergerak, anak
biasanya akan menuju ke tempat yang disukainya. Perkembangan kemampuan merangkak dibagi
dalam dua fase, yaitu pre-crawling atau merayap dan true crawling atau merangkak. Pembagian
dua fase merangkak disebabkan oleh adanya kebutuhan pematangan pada masa merayap,
sebelum akhirnya dapat merangkak. Tahapan merayap wajarnya dialami anak pada umur 5-6
bulan, ketika anak sudah mahir berbalik dan otot lehernya cukup kuat menyangga kepala.
Setelah itu, anak akan mengalami tahap pematangan keterampilan hingga akhirnya cukup
matang memasuki tahap merangkak pada umur 9-10 bulan. Perkembangan motorik yang lambat
dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik
adalah kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskular. Anak dengan serebral palsi dapat
mengalami keterbatasan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau
hipotonia. Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat menyebabkan
keterlambatan perkembangan motorik. Penyakit neuromuscular sepeti muscular distrofi
memperlihatkan keterlambatan dalam kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan
perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit tersebut. Faktor lingkungan serta
kepribadian anak juga dapat mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak
yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau diletakkan di
baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik.
Anak tersebut belum bisa berbicara penyebabnya bisa berupa faktor intrinsik (berasal dari
dalam diri anak, biasanya merupakan masalah kesehatan) atau faktor ekstrinsik (berasal dari
lingkungan diluar anak, biasanya merupakan masalah psikososial).
Yang termasuk ke dalam faktor intrinsik:
Kelainan kromosom (misalnya sindroma Down dan sindroma Turner)
Defek pada sistem organ utama
Kelainan pada sistem endokrin, misalnya kekurangan hormon tiroid, kekurangan
hormon pertumbuhan atau kekurangan hormon lainnya
Kerusakan otak atau sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kesulitan dalam
pemberian makanan pada bayi dan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan
Kelainan pada sistem jantung dan pernafasan yang bisa menyebabkan gangguan
mekanisme penghantaran oksigen dan zat gizi ke seluruh tubuh
Anemia atau penyakit darah lainnya
Kelainan pada sistem pencernaan yang bisa menyebabkan malabsorbsi atau
hilangnya enzim pencernaan sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi
Beberapa penyakit (misalnya cerebral palsy, gastroenteritis menahun dan refluks
gastroesofageal).
Yang merupakan faktor ekstrinsik:
Faktor psikis dan sosial (misalnya tekanan emosional akibat penolakan atau
kekerasan dari orang tua).
Depresi bisa menyebabkan nafsu makan anak berkurang. Depresi bisa terjadi jika
anak tidak mendapatkan rangsangan sosial yang cukup, seperti yang dapat terjadi
pada bayi yang diisolasi dalam suatu inkubator atau pada anak yang kurang
mendapatkan perhatian dari orang tuanya.
Faktor ekonomi (dapat mempengaruhi masalah pemberian makanan kepada anak,
tempat
tinggal dan perilaku orang tua).
Keadaan ekonomi yang pas-pasan dapat menyebabkan anak tidak memperoleh gizi
yang cukup untuk perkembangan dan pertumbuhannya
Faktor lingkungan (termasuk pemaparan oleh infeksi, parasit atau racun).
Faktor resiko:
Penyakit yang diderita anak tetapi tidak terdiagnosis
Kemiskinan
Lingkungan emosional yang negatif
Tempat tinggal yang berdesakan serta kumuh.
Dari hasil pemeriksaan Denver II didapatkan balita tersebut mengalami keterlambatan di
semua domain perkembangan. Domain perkembangan menurut Denver II ada 4 yaitu motorik
kasar, bahasa, adaptif-motorik halus, dan personal sosial. Apabila terdapat keterlambatan, artinya
pada saat diperiksa, balita tersebut tidak bisa melakukan saat diberikan salah satu tugas sesuai
domain perkembangan berdasarkan garis umurnya. Anak dianggap gagal melakukan apabila saat
diminta melakukan tugas perkembangan anak tidak bisa melakukannya. Apabila anak gagal atau
menolak melakukan tugas perkembangan di sebelah kanan garis umur maka anak masih
dikategorikan normal. Apabila anak gagal atau menolak tugas perkembangan dimana garis umur
terletak pada atau antara persentil 75 dan 90 maka dikategorikan caution/peringatan. Apabila
anak gagal melakukan tugas perkembangan di sebelah kiri garis umur maka dikategorikan
delayed/ keterlambatan. Dalam pengambilan kesimpulan pada pemeriksaan Denver II anak
dikatakan abnormal apabila didapatkan lebih dari sama dengan 2 peringatan dan atau lebih dari
sama dengan 1 keterlambatan. Pada skenario di atas, anak tersebut mengalami keterlambatan
lebih dari satu domain perkembangan, yang artinya anak tersebut dikategorikan abnormal. Untuk
penatalaksanaannya maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dari
keterlambatan perkembangan yang dialami anak tersebut. Prognosis pada anak juga sesuai
dengan hasil pemeriksaan penyebab keterlambatannya. Apabila kausanya dapat disembuhkan
misalnya karena suatu penyakit maka dapat menjadi baik, namun apabila tidak dapat
disembuhkan seperti kelainan genetik maka prognosisnya bisa menjadi buruk.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Cameron, N. 2002. Human Growth and Development. California: Academic Press.
Narendra, M. B. 2003. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta: EGC.
Meadow, R dan Newll, S. 2002. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga.
Setiati, T. E., et al (ed). 1997. Tumbuh Kembang Anak dan Masalah Kesehatan Terkini.
Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Kariadi.
Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Soetjiningsih. 2003. Perkembangan Anak dan Permasalahannya. Jakarta: EGC.
Soepardi, E. A. dan Iskandar, N (ed). 2000. Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Subbagian Tumbuh Kembang. 2004. Pemantauan Perkembangan Denver II. Yogyakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FKUGM/RS Sardjito.
Suyitno, H, dan Narendra, M. B. 2003. Pertumbuhan Fisik Anak. Jakarta: EGC.
Tanuwijaya, S. 2003. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC
Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1 Tahun. Jakarta:
Puspa Swara.