bab ii sk 3.doc

32
BAB II STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI Jump 1 Memahami skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario. 1. Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening Test (DDST-R). Adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit. 2. Keterlambatan di semua domain perkembangan: keterlambatan pada sektor perkembangan yang terdiri dari perilaku sosial, gerakan motorik halus, bahasa, dan gerakan motorik kasar. Jump 2 Menentukan/mendefinisikan permasalahan. 1. Apa saja empat domain perkembangan anak menurut Denver? 2. Bagaimana tahap perkembangan anak normal? 3. Apa saja alat skrining tumbuh kembang & bagaimana caranya?

Upload: anindhito-kurnia-pratama

Post on 30-Nov-2015

103 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB II

STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI

Jump 1

Memahami skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario.

1. Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver Development

Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening Test (DDST-

R). Adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak.

Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit.

2. Keterlambatan di semua domain perkembangan: keterlambatan pada sektor

perkembangan yang terdiri dari perilaku sosial, gerakan motorik halus, bahasa, dan

gerakan motorik kasar.

Jump 2

Menentukan/mendefinisikan permasalahan.

1. Apa saja empat domain perkembangan anak menurut Denver?

2. Bagaimana tahap perkembangan anak normal?

3. Apa saja alat skrining tumbuh kembang & bagaimana caranya?

4. Apa saja gangguan pada tumbuh kembang?

5. Bagaimana etiologi pada gangguan tumbuh kembang?

6. Bagaimana patofisiologi gangguan pada skenario?

7. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang?

8. Bagaimana penatalaksanaan kasus pada skenario?

9. Bagaimana prognosis kasus pada skenario?

Jump 3

Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai permasalahan

(tersebut dalam langkah 2).

Jump 4

Menginventarisasi permasalahan-permasalahan dan membuat pernyataan secara

sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan-permasalahan pada langkah

3.

I. TUMBUH KEMBANG PADA ANAK

Anak yang sehat, cerdas, berpenampilan menarik, dan berakhlak mulia merupakan

dambaan setiap orang tua. Agar dapat mencapai hal tersebut terdapat berbagai kriteria yang harus

terpenuhi dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, salah satunya adalah faktor keturunan

atau genetika. Namun, selain faktor keturunan masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi

kualitas seorang anak.

Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang. Proses tumbuh kembang

merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik/keturunan adalah

faktor yang berhubungan dengan gen yang berasal dari ayah dan ibu, sedangkan faktor

lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis, dan sosial.

Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu

dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age”. Golden age

merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara

cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu, penanganan

kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan

perkembangan anak sehingga kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah.

Pemantauan tumbuh kembang anak meliputi pemantauan dari aspek fisik, psikologi, dan

sosial. Pemantauan tersebut harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. Sedini

mungkin pemantauan dapat dilakukan oleh orang tua. Selain itu pemantauan juga dapat

dilakukan oleh masyarakat melalui kegiatan posyandu dan oleh guru di sekolah. Oleh karena itu,

pengetahuan tentang deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak perlu dimiliki oleh orang

tua, guru, dan masyarakat.

A. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling

berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan

(growth) berkaitan dengan masalah perubahan ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada tingkat

sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan

satuan berat (gram, kilogram), satuan panjang (cm, m), umur tulang, dan keseimbangan

metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). Perkembangan (development) adalah

pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Perkembangan

menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan, organ, dan sistem organ yang

berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.

(Soetjiningsih, 1998; Tanuwijaya, 2003).

Pertumbuhan mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi,

hilangnya ciri-ciri lama, serta munculnya ciri-ciri baru. Keunikan pertumbuhan adalah

mempunyai kecepatan yang berbeda-beda di setiap kelompok umur dan masing-masing organ

juga mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat, yaitu

masa janin, masa bayi 0 – 1 tahun, dan masa pubertas.

Proses perkembangan terjadi secara simultan dengan pertumbuhan, sehingga setiap

pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Perkembangan merupakan hasil interaksi

kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya. Perkembangan fase awal

meliputi beberapa aspek kemampuan fungsional, yaitu kognitif, motorik, emosi, sosial, dan

bahasa. Perkembangan pada fase awal ini akan menentukan perkembangan fase selanjutnya.

Kekurangan pada salah satu aspek perkembangan dapat mempengaruhi aspek lainnya.

B. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan, dan

berkesinambungan dimulai sejak pembuahan sampai dewasa. Walaupun terdapat variasi, namun

setiap anak akan melewati suatu pola tertentu. Tanuwijaya (2003) memaparkan tentang tahapan

tumbuh kembang anak yang terbagi menjadi dua, yaitu masa pranatal dan masa postnatal. Setiap

masa tersebut memiliki ciri khas dan perbedaan dalam anatomi, fisiologi, biokimia, dan

karakternya.

Masa pranatal adalah masa kehidupan janin di dalam kandungan. Masa ini dibagi menjadi

dua periode, yaitu masa embrio dan masa fetus. Masa embrio adalah masa sejak konsepsi sampai

umur kehamilan 8 minggu, sedangkan masa fetus adalah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran.

Masa postnatal atau masa setelah lahir terdiri dari lima periode. Periode pertama adalah

masa neonatal dimana bayi berusia 0 - 28 hari dilanjutkan masa bayi yaitu sampai usia 2 tahun.

Masa prasekolah adalah masa anak berusia 2 – 6 tahun. Sampai dengan masa ini, anak laki-laki

dan perempuan belum terdapat perbedaan, namun ketika masuk dalam masa selanjutnya yaitu

masa sekolah atau masa pubertas, perempuan berusia 6 – 10 tahun, sedangkan laki-laki berusia 8

- 12 tahun. Anak perempuan memasuki masa adolensensi atau masa remaja lebih awal dibanding

anak laki-laki, yaitu pada usia 10 tahun dan berakhir lebih cepat pada usia 18 tahun. Anak laki-

laki memulai masa pubertasa pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara garis

besar faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu faktor dalam (internal) dan

faktor luar (eksternal/lingkungan). Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil interaksi

dua faktor tersebut.

Faktor internal terdiri dari perbedaan ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin,

kelainan genetik, dan kelainan kromosom. Anak yang terlahir dari suatu ras tertentu, misalnya

ras Eropa mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang daripada ras Mongol. Wanita lebih

cepat dewasa dibanding laki-laki. Pada masa pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat

daripada laki-laki, kemudian setelah melewati masa pubertas sebalinya laki-laki akan tumbuh

lebih cepat. Adanya suatu kelainan genetik dan kromosom dapat mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan anak, seperti yang terlihat pada anak yang menderita Sindroma Down.

Selain faktor internal, faktor eksternal/lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak. Contoh faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak adalah gizi, stimulasi, psikologis, dan sosial ekonomi.

Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang

anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir,

anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil

penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002) menunjukkan bahwa

kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh

tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi.

Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh stimulasi dan psikologis. Rangsangan/stimulasi

khususnya dalam keluarga, misalnya dengan penyediaan alat mainan, sosialisasi anak,

keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain akan mempengaruhi anak dlam mencapai

perkembangan yang optimal. Seorang anak yang keberadaannya tidak dikehendaki oleh orang

tua atau yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan

perkembangan.

Faktor lain yang tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan dan perkembangan anak adalah

faktor sosial ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan

lingkungan yang jelek, serta kurangnya pengetahuan. (Tanuwijaya, 2003).

D. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan organ-organ tubuh mengikuti 4 pola, yaitu pola umum, neural, limfoid, serta

reproduksi. Organ-organ yang mengikuti pola umum adalah tulang panjang, otot skelet, sistem

pencernaan, pernafasan, peredaran darah, volume darah. Perkembangan otak bersama tulang-

tulang yang melindunginya, mata, dan telinga berlangsung lebih dini. Otak bayi yang baru

dilahirkan telah mempunyai berat 25% berat otak dewasa, 75% berat otak dewasa pada umur 2

tahun, dan pada umur 10 tahun telah mencapai 95% berat otak dewasa. Pertumbuhan jaringan

limfoid agak berbeda dengan dari bagian tubuh lainnya, pertumbuhan mencapai maksimum

sebelum remaja kemudian menurun hingga mencapai ukuran dewasa. Sedangkan organ-organ

reproduksi tumbuh mengikuti pola tersendiri, yaitu pertumbuhan lambat pada usia pra remaja,

kemudian disusul pacu tumbuh pesat pada usia remaja. (Tanuwijaya, 2003; Meadow & Newell,

2002; Cameron, 2002 ). Perbedaan empat pola pertumbuhan tersebut tergambar dalam kurva di

bawah ini.

Kurva pertumbuhan jaringan dan organ yang memperlihatkan 4 pola pertumbuhan

(Cameron, 2002).

Usia dini merupakan fase awal perkembangan anak yang akan menentukan perkembangan

pada fase selanjutnya. Perkembangan anak pada fase awal terbagi menjadi 4 aspek kemampuan

fungsional, yaitu motorik kasar, motorik halus dan penglihatan, berbicara dan bahasa, serta sosial

emosi dan perilaku. Jika terjadi kekurangan pada salah satu aspek kemampuan tersebut dapat

mempengaruhi perkembangan aspek yang lain.

Kemajuan perkembangan anak mengikuti suatu pola yang teratur dan mempunyai variasi

pola batas pencapaian dan kecepatan. Batasan usia menunjukkan bahwa suatu patokan

kemampuan harus dicapai pada usia tertentu. Batas ini menjadi penting dalam penilaian

perkembangan, apabila anak gagal mencapai dapat memberikan petunjuk untuk segera

melakukan penilaian yang lebih terperinci dan intervensi yang tepat.

E. Deteksi Dini Pertumbuhan dan Perkembangan

Penilaian pertumbuhan dan perkembangan dapat dilakukan sedini mungkin sejak anak

dilahirkan. Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara komprehensif

untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal faktor resiko

pada balita, yang disebut juga anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan

tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta

pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa-masa kritis proses tumbuh

kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak, dengan

demikian dapat tercapai kondisi tumbuh kembang yang optimal (Tim Dirjen Pembinaan Kesmas,

1997). Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian

pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan. Masing-masing penilaian tersebut mempunyai

parameter dan alat ukur tersendiri.

Dasar utama dalam menilai pertumbuhan fisik anak adalah penilaian menggunakan alat

baku (standar). Untuk menjamin ketepatan dan keakuratan penilaian harus dilakukan dengan

teliti dan rinci. Pengukuran perlu dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk menilai kecepatan

pertumbuhan.

Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian pertumbuhan fisik adalah

tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan kulit, lingkar lengan atas, panjang lengan,

proporsi tubuh, dan panjang tungkai. Menurut Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita

(Tim Dirjen Pembinaan Kesmas, 1997) dan Narendra (2003) macam-macam penilaian

pertumbuhan fisik yang dapat digunakan adalah:

1) Pengukuran Berat Badan (BB)

Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan keadaan gizi

balita. Balita ditimbang setiap bulan dan dicatat dalam Kartu Menuju Sehat Balita (KMS Balita)

sehingga dapat dilihat grafik pertumbuhannya dan dilakukan interfensi jika terjadi

penyimpangan.

2) Pengukuran Tinggi Badan (TB)

Pengukuran tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun dilakukan dengan berbaring.,

sedangkan di atas umur 2 tahun dilakukan dengan berdiri. Hasil pengukuran setiap bulan dapat

dicatat pada dalam KMS yang mempunyai grafik pertumbuhan tinggi badan.

3) Pengukuran Lingkar Kepala Anak (PLKA)

PLKA adalah cara yang biasa dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan

otak anak. Biasanya ukuran pertumbuhan tengkorak mengikuti perkembangan otak, sehingga

bila ada hambatan pada pertumbuhan tengkorak maka perkembangan otak anak juga terhambat.

Pengukuran dilakukan pada diameter occipitofrontal dengan mengambil rerata 3 kali pengukuran

sebagai standar.

Untuk menilai perkembangan anak banyak instrumen yang dapat digunakan. Salah satu

instrumen skrining yang dipakai secara internasional untuk menilai perkembangan anak adalah

DDST II (Denver Development Screening Test). DDST II merupakan alat untuk menemukan

secara dini masalah penyimpangan perkembangan anak umur 0 s/d < 6 tahun. Instrumen ini

merupakan revisi dari DDST yang pertama kali dipublikasikan tahun 1967 untuk tujuan yang

sama.

Pemeriksaan yang dihasilkan DDST II bukan merupakan pengganti evaluasi diagnostik,

namun lebih ke arah membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan anak lain

yang seumur. DDST II digunakan untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai umurnya

pada anak yang mempunyai tanda-tanda keterlambatan perkembangan maupun anak sehat.

DDST II bukan merupakan tes IQ dan bukan merupakan peramal kemampuan intelektual anak di

masa mendatang. Tes ini tidak dibuat untuk menghasilkan diagnosis, namun lebih ke arah untuk

membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan kemampuan anak lain yang

seumur.

Menurut Pedoman Pemantauan Perkembangan Denver II (Subbagian Tumbuh Kembang

Ilmu Kesehatan Anak RS Sardjito, 2004), formulir tes DDST II berisi 125 item yg terdiri dari 4

sektor, yaitu: personal sosial, motorik halus-adaptif, bahasa, serta motorik kasar. Sektor personal

sosial meliputi komponen penilaian yang berkaitan dengan kemampuan penyesuaian diri anak di

masyarakat dan kemampuan memenuhi kebutuhan pribadi anak. Sektor motorik halus-adaptif

berisi kemampuan anak dalam hal koordinasi mata-tangan, memainkan dan menggunakan

benda-benda kecil serta pemecahan masalah. Sektor bahasa meliputi kemampuan mendengar,

mengerti, dan menggunakan bahasa. Sektor motorik kasar terdiri dari penilaian kemampuan

duduk, jalan, dan gerakan-gerakan umum otot besar. Selain keempat sektor tersebut, itu perilaku

anak juga dinilai secara umum untuk memperoleh taksiran kasar bagaimana seorang anak

menggunakan kemampuannya.

II. PERKEMBANGAN MENURUT DENVER II (DDST II)

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,

organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai

hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1997).

1. Perkembangan Menurut Denver II

Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver Development Screening

Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening Test (DDST-R). Adalah salah satu

dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes

IQ. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit.

a. Aspek Perkembangan yang dinilai

Terdiri dari 125 tugas perkembangan. Tugas yang diperiksa setiap kali skrining

hanya berkisar 25-30 tugas

Ada 4 sektor perkembangan yang dinilai:

1) Personal Social (perilaku sosial)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungannya.

2) Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,

melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot

kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.

3) Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan

berbicara spontan.

4) Gross motor (gerakan motorik kasar)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

b. Alat yang digunakan

1) Alat peraga: benang wol merah, kismis/ manik-manik, Peralatan makan, peralatan

gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga, pakaian, buku gambar/ kertas, pensil, kubus

warna merah-kuning-hijau-biru, kertas warna (tergantung usia kronologis anak saat

diperiksa).

2) Lembar formulir DDST II

3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara

penilaiannya.

c. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu:

1) Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia:

3-6 bulan

9-12 bulan

18-24 bulan

3 tahun

4 tahun

5 tahun

2) Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan

perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang

lengkap.

c. Penilaian

Jika Lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan

melakukan tugas (No Opportunity = NO).

2. Cara Pemeriksaan DDST II

Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan

diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu

tahun.

Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika

sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.

Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal tugas

perkembangan pada formulir DDST.

Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa

yang F.

Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal, Abnormal, Meragukan

dan tidak dapat dites.

1) Abnormal

a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih

b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1

sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak

ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia .

2) Meragukan

a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih

b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama

tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

3) Tidak dapat dites

Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau

meragukan.

4) Normal

Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.

3. Interpretasi dari Nilai Denver II

1. Advanced

Melewati pokok secara lengkap ke kanan dari garis usia kronologis (dilewati pada kurang

dari 25% anak pada usia lebih besar dari anak tersebut)

2. OK

Melewati, gagal, atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia antara persentil

ke-25 dan ke-75

3. Caution

Gagal atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia kronologis di atas atau

diantara persentil ke-75 dan ke-90

4. Delay

Gagal pada suatu pokok secara menyeluruh ke arah kiri garis usia kronologis; penolakan ke

kiri garis usia juga dapat dianggap sebagai kelambatan, karena alasan untuk menolak mungkin

adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu

4. Interpretasi tes

1. Normal

Tidak ada kelambatan dan maksimum dari satu kewaspadaan

2. Suspect

Satu atau lebih kelambatan dan/ atau dua atau lebih banyak kewaspadaan

3. Untestable

Penolakan pada satu atau lebih pokok dengan lengkap ke kiri garis usia atau pada lebih dari

satu pokok titik potong berdasarkan garis usia pada area 75% sampai 90%

Rekomendasi untuk rujukan tes Suspect dan Untestable:

Skrining ulang pada 1 sampai 2 minggu untuk mengesampingkan faktor temporer.

III. TAHAP- TAHAP PERKEMBANGAN PADA ANAK

Umur 0 – 3 bulan

Mengangkat kepala setinggi 45 derajat

Menggerakan kepala dari kiri/kanan ke tengah

Melihat dan menatap wajah anda

Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh

Suka tertawa keras

Bereaksi terkejut terhadap suara keras

Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum

Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak

Umur 3 – 6 bulan

Berbalik dari telungkup ke telentang

Mengangkat kepala setinggi 90 derajat

Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil

Menggenggam pensil

Meraih benda yang ada dalam jangkauannya

Memegang tangannya sendiri

Berusaha memperluas pandangan

Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil

Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil

Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik

Tersenyum ketika melihat mainan/gambar menarik saat bermain sendiri

Umur 6 – 9 bulan

Duduk (sikap tripoid – sendiri)

Belajar berdidir, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan

Merangkak meraih mainan atau mendekatai seseorang

Memindahkan benda sari satu tangan ke tangan lainnya

Memungut 2 benda, masing-masing tangan pegang 1 benda pada saat yang bersamaan

Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup

Bersuara tanpa arti, mamama, bababa, dadada, tatata

Mencari mainan/benda yang dijatuhkan

Bermain tepung tangan/ciluk ba

Bergembira dengan melempar benda

Makan kue sendiri

Umur 9 – 12 bulan

Mengangkat badannnya ke posisi sendiri

Belajar berdiri selama 30 detik atau berpengangan di kursi

Dapat berjalan dengan dituntun

Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan yang diinginkan

Menggenggam erat pensil

Memasukan benda ke mulut

Mengulang menirukan bunyi yang didengar

Menyebut 2 – 3 suku kata yang sama tanpa arti

Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja

Bereaksi terhadap suara yang perlaha atau bisikan

Senang diajak bermain ciluk ba

Mengenal anggota keluarga, takut pada orang yang belum kenal

Umur 12 – 18 bulan

Berdiri sendiri tanpa berpegangan

Membungkuk memungut mainan kemudian beridiri kembali

Berjalan mundur 5 langkah

Memanggil ayah dengan kata papa, memanggil ibu dengan kata mama

Menumpuk dua kubus

Memasukan kubus di kotak

Menunjuk apa yang diiinginkan tapa menangis/merengek. Anak bisa mengeluarkan suara

yang menyenangkan atau menarik tangan ibu

Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing

Umur 18 – 24 bulan

Berdri sendiri tanpa berpegangan 30 detik

Berjalan tanpa terhuyung-huyung

Bertepuk tangan, melambai-lambai

Menumpuk 4 buah kubus

Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk

Mengggelindinkan bola ke arah sasaran

Menyebut 3 – 6 kata yang mempunyai arti

Membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga

Memegang cangkir sendiri, belakar makan- minum sendiri

Umur 24 – 36 bulan

Jalan naik tangga sendiri

Dapat bermain dean menendang bola kecil

Mencoret-coret pensil pada kertas

Bicara dengan baik, menggunakan 2 kata

Dapat menunjuk satu atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta

Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama dua benda atau lebih

Membantu memungut mainannya sendiri atau tampa membantu

Mengangkat piring jika diminta

Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah

Melepas pakaiannya sendiri

IV. GANGGUAN TUMBUH KEMBANG PADA ANAK

Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi

gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa, emosi, dan perilaku.

1. Gangguan Pertumbuhan Fisik

Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di atas normal dan

gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat badan menggunakan KMS (Kartu

Menuju Sehat) dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan

anak. Menurut Soetjiningsih (2003) bila grafik berat badan anak lebih dari 120%

kemungkinan anak mengalami obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan, apabila grafik

berat badan di bawah normal kemungkinan anak mengalami kurang gizi, menderita penyakit

kronis, atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga menjadi salah satu parameter yang

penting dalam mendeteksi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ukuran

lingkar kepala menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar

kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang menderita hidrosefalus,

megaensefali, tumor otak ataupun hanya merupakan variasi normal. Sedangkan apabila lingkar

kepala kurang dari normal dapat diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis

ataupun hanya merupakan variasi normal. Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan

pendengaran juga perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat.

Jenis gangguan penglihatan yang dapat diderita oleh anak antara lain adalah maturitas

visual yang terlambat, gangguan refraksi, juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan

kebutaan akibat katarak, neuritis optik, glaukoma, dan lain sebagainya. (Soetjiningsih, 2003).

Sedangkan ketulian pada anak dapat dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli

sensorineural. Menurut Hendarmin (2000), tuli pada anak dapat disebabkan karena faktor

prenatal dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetik dan infeksi TORCH yang

terjadi selama kehamilan. Sedangkan faktor postnatal yang sering mengakibatkan ketulian

adalah infeksi bakteri atau virus yang terkait dengan otitis media.

2. Gangguan perkembangan motorik

Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu

penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan tonus otot atau penyakit

neuromuskular. Anak dengan serebral palsi dapat mengalami keterbatasan

perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia. Kelainan

sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat menyebabkan keterlambatan

perkembangan motorik. Penyakit neuromuscular sepeti muscular distrofi memperlihatkan

keterlambatan dalam kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan

perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit tersebut. Faktor lingkungan serta

kepribadian anak juga dapat mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik.

Anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau

diletakkan di baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan

motorik.

3. Gangguan perkembangan bahasa

Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh system perkembangan anak.

Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan motorik, psikologis, emosional, dan

perilaku (Widyastuti, 2008). Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat

diakibatkan berbagai faktor, yaitu adanya faktor genetik, gangguan

pendengaran,intelegensia rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan, maturasi

yang terlambat, dan faktor keluarga. Selain itu, gangguan bicara juga dapat disebabkan

karena adanya kelainan fisik seperti bibir sumbing dan serebral palsi. Gagap juga

termasuk salah satu gangguan perkembangan bahasa yang dapat disebabkan karena adanya

tekanan dari orang tua agar anak bicara jelas (Soetjingsih, 2003).

4. Gangguan Emosi dan Perilaku

Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami berbagai gangguan yang terkait

dengan psikiatri. Kecemasan adalah salah satu gangguan yang muncul pada anak dan

memerlukan suatu intervensi khusus apabila mempengaruh interaksi sosial dan

perkembangan anak. Contoh kecemasan yang dapat dialami anak adalah fobia sekolah,

kecemasan berpisah, fobia sosial, dan kecemasan setelah mengalami trauma. Gangguan

perkembangan pervasif pada anak meliputi autisme serta gangguan perilaku dan interaksi

sosial. Menurut Widyastuti (2008) autism adalah kelainan neurobiologis yang menunjukkan

gangguan komunikasi, interaksi, dan perilaku. Autisme ditandai dengan terhambatnya

perkembangan bahasa, munculnya gerakan-gerakan aneh seperti berputar-putar, melompat-

lompat, atau mengamuk tanpa sebab.

Jump 5

Merumuskan tujuan pembelajaran

1. Menjelaskan empat domainperkembangan anak menurut Denver (motorik kasar,

motorik halus, bahasa, dan perkembangan sosisl).

2. Menjelaskan kelainan perkembangan yang ditemukan pada hasil skrining (contoh:

developmental delay, autism, pervasive developmental delay, retardasi mental).

Jump 6

Mengumpulkan informasi baru (belajar mandiri)

Jump 7

Melaporkan, membahas, dan menata kemabali informasi baru yang telah diperoleh

Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu

dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age”. Golden age

merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara

cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu, penanganan

kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan

perkembangan anak sehingga kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah.

Pada skenario dijelaskan bahwa anak belum dapat merangkak dan berjalan. Merangkak

adalah kegiatan gerak anak yang merupakan wujud pertama kebebasannya. Setelah dapat

merangkak, umumnya mobilitas anak bertambah. Begitu punya kesempatan bergerak, anak

biasanya akan menuju ke tempat yang disukainya. Perkembangan kemampuan merangkak dibagi

dalam dua fase, yaitu pre-crawling atau merayap dan true crawling atau merangkak. Pembagian

dua fase merangkak disebabkan oleh adanya kebutuhan pematangan pada masa merayap,

sebelum akhirnya dapat merangkak. Tahapan merayap wajarnya dialami anak pada umur 5-6

bulan, ketika anak sudah mahir berbalik dan otot lehernya cukup kuat menyangga kepala.

Setelah itu, anak akan mengalami tahap pematangan keterampilan hingga akhirnya cukup

matang memasuki tahap merangkak pada umur 9-10 bulan. Perkembangan motorik yang lambat

dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik

adalah kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskular. Anak dengan serebral palsi dapat

mengalami keterbatasan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau

hipotonia. Kelainan sumsum tulang belakang seperti spina bifida juga dapat menyebabkan

keterlambatan perkembangan motorik. Penyakit neuromuscular sepeti muscular distrofi

memperlihatkan keterlambatan dalam kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan

perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit tersebut. Faktor lingkungan serta

kepribadian anak juga dapat mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak

yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau diletakkan di

baby walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik.

Anak tersebut belum bisa berbicara penyebabnya bisa berupa faktor intrinsik (berasal dari

dalam diri anak, biasanya merupakan masalah kesehatan) atau faktor ekstrinsik (berasal dari

lingkungan diluar anak, biasanya merupakan masalah psikososial).

Yang termasuk ke dalam faktor intrinsik:

Kelainan kromosom (misalnya sindroma Down dan sindroma Turner)

Defek pada sistem organ utama

Kelainan pada sistem endokrin, misalnya kekurangan hormon tiroid, kekurangan

hormon pertumbuhan atau kekurangan hormon lainnya

Kerusakan otak atau sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kesulitan dalam

pemberian makanan pada bayi dan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan

Kelainan pada sistem jantung dan pernafasan yang bisa menyebabkan gangguan

mekanisme penghantaran oksigen dan zat gizi ke seluruh tubuh

Anemia atau penyakit darah lainnya

Kelainan pada sistem pencernaan yang bisa menyebabkan malabsorbsi atau

hilangnya enzim pencernaan sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi

Beberapa penyakit (misalnya cerebral palsy, gastroenteritis menahun dan refluks

gastroesofageal).

Yang merupakan faktor ekstrinsik:

Faktor psikis dan sosial (misalnya tekanan emosional akibat penolakan atau

kekerasan dari orang tua).

Depresi bisa menyebabkan nafsu makan anak berkurang. Depresi bisa terjadi jika

anak tidak mendapatkan rangsangan sosial yang cukup, seperti yang dapat terjadi

pada bayi yang diisolasi dalam suatu inkubator atau pada anak yang kurang

mendapatkan perhatian dari orang tuanya.

Faktor ekonomi (dapat mempengaruhi masalah pemberian makanan kepada anak,

tempat

tinggal dan perilaku orang tua).

Keadaan ekonomi yang pas-pasan dapat menyebabkan anak tidak memperoleh gizi

yang cukup untuk perkembangan dan pertumbuhannya

Faktor lingkungan (termasuk pemaparan oleh infeksi, parasit atau racun).

Faktor resiko:

Penyakit yang diderita anak tetapi tidak terdiagnosis

Kemiskinan

Lingkungan emosional yang negatif

Tempat tinggal yang berdesakan serta kumuh.

Dari hasil pemeriksaan Denver II didapatkan balita tersebut mengalami keterlambatan di

semua domain perkembangan. Domain perkembangan menurut Denver II ada 4 yaitu motorik

kasar, bahasa, adaptif-motorik halus, dan personal sosial. Apabila terdapat keterlambatan, artinya

pada saat diperiksa, balita tersebut tidak bisa melakukan saat diberikan salah satu tugas sesuai

domain perkembangan berdasarkan garis umurnya. Anak dianggap gagal melakukan apabila saat

diminta melakukan tugas perkembangan anak tidak bisa melakukannya. Apabila anak gagal atau

menolak melakukan tugas perkembangan di sebelah kanan garis umur maka anak masih

dikategorikan normal. Apabila anak gagal atau menolak tugas perkembangan dimana garis umur

terletak pada atau antara persentil 75 dan 90 maka dikategorikan caution/peringatan. Apabila

anak gagal melakukan tugas perkembangan di sebelah kiri garis umur maka dikategorikan

delayed/ keterlambatan. Dalam pengambilan kesimpulan pada pemeriksaan Denver II anak

dikatakan abnormal apabila didapatkan lebih dari sama dengan 2 peringatan dan atau lebih dari

sama dengan 1 keterlambatan. Pada skenario di atas, anak tersebut mengalami keterlambatan

lebih dari satu domain perkembangan, yang artinya anak tersebut dikategorikan abnormal. Untuk

penatalaksanaannya maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dari

keterlambatan perkembangan yang dialami anak tersebut. Prognosis pada anak juga sesuai

dengan hasil pemeriksaan penyebab keterlambatannya. Apabila kausanya dapat disembuhkan

misalnya karena suatu penyakit maka dapat menjadi baik, namun apabila tidak dapat

disembuhkan seperti kelainan genetik maka prognosisnya bisa menjadi buruk.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Cameron, N. 2002. Human Growth and Development. California: Academic Press.

Narendra, M. B. 2003. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta: EGC.

Meadow, R dan Newll, S. 2002. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga.

Setiati, T. E., et al (ed). 1997. Tumbuh Kembang Anak dan Masalah Kesehatan Terkini.

Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Kariadi.

Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Soetjiningsih. 2003. Perkembangan Anak dan Permasalahannya. Jakarta: EGC.

Soepardi, E. A. dan Iskandar, N (ed). 2000. Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-4.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Subbagian Tumbuh Kembang. 2004. Pemantauan Perkembangan Denver II. Yogyakarta: Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FKUGM/RS Sardjito.

Suyitno, H, dan Narendra, M. B. 2003. Pertumbuhan Fisik Anak. Jakarta: EGC.

Tanuwijaya, S. 2003. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC

Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1 Tahun. Jakarta:

Puspa Swara.