bab ii maqĀs}id al-syarĪ dan dalam hukum islamdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/bab 2.pdfpengaturan...

20
21 BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ‘AH DAN ‘IDDAH DALAM HUKUM ISLAM A. Maqās}id al-Syarī‘ah 1. Pengertian Maqās}id al-Syarī‘ah Sebagai sumber ajaran, Al-Quran tidak memuat pengaturan- pengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, hanya terdapat 368 ayat dalam Al-Quran yang berkaitan dengan aspek-aspek hukum. Hal ini mengandung arti bahwa sebagian besar masalah-masalah hukum dalam Islam oleh Allah hanya diberikan dasar-dasar atau prinsip-prinsip dalam Al-Quran. Bertitik tolak dari dasar atau prinsip ini, dituangkan pula oleh Nabi penjelasan melalui hadis-hadisnya. Berdasarkan atas dua sumber inilah kemudian aspek-aspek hukum dikembangkan oleh para ulama diantaranya adalah Al-Syatibi yang telah mencoba mengembangkan pokok atau prinsip yang terdapat dalam dua sumber ajaran Islam itu dengan mengaitkannya dengan maqās}id al-syarī‘ah. 1 Maqās}id al-syarī‘ah terdiri dari dua kata, yakni maqās}id dan al- syarī‘ah. Maqās}id adalah bentuk jamak dari maqs}u>du yang berarti kesengajaan atau tujuan. Al-Syarī‘ah secara bahasa berarti ( المواضع تحدرلماءالى ا) yang berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju sumber air ini dapat pula dikatakan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan. 2 Dari 1 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Al-Syatibi (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 1996), 60. 2 Ibid., 61. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Upload: lyminh

Post on 30-Apr-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

21

BAB II

MAQĀS}ID AL-SYARĪ‘AH DAN ‘IDDAH DALAM HUKUM ISLAM

A. Maqās}id al-Syarī‘ah

1. Pengertian Maqās}id al-Syarī‘ah

Sebagai sumber ajaran, Al-Quran tidak memuat pengaturan-

pengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, hanya terdapat

368 ayat dalam Al-Quran yang berkaitan dengan aspek-aspek hukum. Hal

ini mengandung arti bahwa sebagian besar masalah-masalah hukum dalam

Islam oleh Allah hanya diberikan dasar-dasar atau prinsip-prinsip dalam

Al-Quran. Bertitik tolak dari dasar atau prinsip ini, dituangkan pula oleh

Nabi penjelasan melalui hadis-hadisnya. Berdasarkan atas dua sumber

inilah kemudian aspek-aspek hukum dikembangkan oleh para ulama

diantaranya adalah Al-Syatibi yang telah mencoba mengembangkan

pokok atau prinsip yang terdapat dalam dua sumber ajaran Islam itu

dengan mengaitkannya dengan maqās}id al-syarī‘ah.1

Maqās}id al-syarī‘ah terdiri dari dua kata, yakni maqās}id dan al-

syarī‘ah. Maqās}id adalah bentuk jamak dari maqs}u>du yang berarti

kesengajaan atau tujuan. Al-Syarī‘ah secara bahasa berarti ( المواضع تحدر

yang berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju sumber air ini (الى الماء

dapat pula dikatakan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan.2 Dari

1 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Al-Syatibi (Jakarta: Pt Raja Grafindo

Persada, 1996), 60. 2 Ibid., 61.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 2: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

22

segi bahasa maqās}id al-syarī‘ah berarti maksud atau tujuan disyariatkan

hukum Islam. Maqās}id al-syarī‘ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya

dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri

dalam ayat-ayat Al-Quran dan Sunnah Rasulullah sebagai alasan logis

bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat

manusia.3

Kajian tentang tujuan ditetapkannya hukum dalam Islam merupakan

kajian dalam bidang ushul fiqh, dan dalam perkembangan berikutnya,

kajian ini merupakan kajian utama dalam filsafat hukum Islam, sehingga

dapat dikatakan bahwa istilah maqās}id al-syarī‘ah identik dengan istilah

filsafat hukum Islam.4

Maqās}id al-syarī‘ah secara istilah sebenarnya tidak didefinisikan

secara khusus oleh para ulama ushul fiqh klasik, boleh jadi hal ini sudah

maklum di kalangan mereka. Al-Syatibi mempergunakan kata yang

berbeda-beda berkaitan dengan maqās}id al-syarī‘ah. Kata-kata itu ialah

maqās}id al-syarī‘ah, al-maqās}id al-Syar’iyya>h fi al-Syarī‘ah, dan maqās}id

min syar’i al-hu>km. Walau dengan kata-kata yang berbeda, mengandung

pengertian yang sama yakni tujuan hukum yang diturunkan oleh Allah

SWT.5 Menurut Al-Syatibi sebagai yang dikutip dari ungkapannya

sendiri:

3 Satria Effendi, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2005), 233. 4 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 123. 5 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah ..., 64.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 3: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

23

ن يا ين والد ارع ف قيام مصالهم ف الد ري عة وضعت لتحقيق مقاصد الش ان هذه الش معا

‚Sesungguhnya syariat itu bertujuan mewujudkan kemaslahatan

manusia di dunia dan di akhirat‛.6

األحكام مشروعة لمصالح العباد ‚Hukum-hukum disyariatkan untuk kemaslahatan hamba‛.

7

Apabila ditelaah pernyataan Al-Syatibi tersebut, dapat dikatakan

bahwa kandungan maqās}id al-syarī‘ah atau tujuan hukum adalah

kemaslahatan umat manusia. Bertitik tolak dari pandangannya bahwa

semua kewajiban (taklif) diciptakan dalam rangka merealisasi

kemaslahatan hamba. Tak satupun hukum Allah dalam pandangan Al-

Syatibi yang tidak mempunyai tujuan, hukum yang tidak mempunyai

tujuan sama dengan membebankan sesuatu yang tak dapat dilaksanakan.8

Muhammad Abu Zahrah dalam kaitan ini menegaskan bahwa tujuan

hakiki hukum Islam adalah kemaslahatan. Tak satupun hukum yang

disyariatkan baik dalam Al-Quran maupun Sunnah melainkan di

dalamnya terdapat kemaslahatan.9

Dalam menghadapi persoalan-persoalan kontemporer, perlu diteliti

terlebih dahulu hakikat dari masalah tersebut. Penelitian terhadap kasus

yang akan ditetapkan hukumnya sama pentingnya dengan penelitian

terhadap sumber hukum yang akan dijadikan dalilnya. Artinya, bahwa

dalam menetapkan nash terhadap satu kasus yang baru, kandungan nash

6 Al-Sha>t}ibiy, al-Muwafaqat fi Us}ul al-Shari’ah, Jilid II (Kairo: Mustafa Muhammad, t.th), 2-3. 7 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah ..., 64. 8 Ibid., 65.

9 Muhammad Abu Zahrah, Usul al-Fiqh (Mesir: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1958), 366.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 4: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

24

harus diteliti dengan cermat, termasuk meneliti tujuan disyariatkan

hukum tersebut. Tujuan Allah mensyariatkan hukumnya adalah untuk

memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus menghindari mafsadat, baik

di dunia maupun di akhirat.10

Penekanan maqās}id al-syarī‘ah yang dilakukan oleh al-Syatibi

secara umum bertitik tolak dari kandungan ayat-ayat Al-Quran yang

menunjukkan bahwa hukum-hukum Allah mengandung kemaslahatan. Al-

Syatibi mengatakan bahwa maqās}id al-syarī‘ah dalam arti kemaslahatan

terdapat dalam aspek-aspek hukum secara keseluruhan, artinya apabila

terdapat permasalahan-permasalahan hukum yang tidak ditemukan secara

jelas dimensi kemaslahatannya, dapat dianalisis melalui maqās}id al-

syarī‘ah yang dilihat dari syariat dan tujuan umum dari agam Islam. Al-

Quran sebagai sumber ajaran agama Islam memberikan pondasi yang

penting yakni prinsip membentuk lemaslahatan manusia.11

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa maqās}id

al-syarī‘ah adalah makna dan tujuan yang dijaga oleh syar’i dalam

pembentukan hukum Islam untuk mewujudkan kemaslahatan manusia.12

2. Kategori Maqāshid al-Syarī‘ah

Hukum-hukum disyariatkan Allah untuk mewujudkan kemaslahatan

umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Abu Ishaq Al-Syatibi

10 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam ..., 124-125. 11

Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah ..., 68. 12 Muhammad Sa’ad bin ahmad bin mas’ud al-yubi, Maqa@sid al-Shari@’ah al islamiyyah wa ‘alaqatuha bi al adillah al-shar’iyyah (Riyadh: da@r al hijrah, 1998), 36.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 5: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

25

melaporkan hasil penelitian para ulama terhadap ayat-ayat Al-Quran dan

Sunnah Rasulullah bahwa ‚hukum-hukum disyariatkan Allah untuk

mewujudkan kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun di

akhirat‛.

Kemaslahatan itu dapat diwujudkan apabila lima unsur pokok dapat

diwujudkan dan dipelihara. Kelima unsur pokok itu menurut al-Syatibi

adalah agama, jiwa, keturunan, akal dan harta. Dalam usaha mewujudkan

dan memelihara lima unsur pokok itu, menurut al-Syatibi dikategorikan

menjadi tiga tingkatan, yaitu kebutuhan Daru>riyah, kebutuhan Ha>jiyah,

dan kebutuhan Tahsi>niyah.13

a. Kebutuhan Daru>riyah

Kebutuhan daru>riyah ialah tingkat kebutuhan yang harus ada, atau

disebut dengan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak

terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik di dunia

maupun di akhirat.14

Kebutuhan primer ini hanya bisa dicapai bila

terpeliharanya lima tujuan hukum Islam yaitu memelihara agama,

memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara harta, dan

memelihara keturunan.

1) Memelihara agama (hifz al-din), manusia disuruh beriman,

mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan shalat lima

waktu, mengeluarkan zakat, puasa di bulan ramadhan, serta

13

Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah ..., 71. 14 Satria Effendi, Ushul Fiqh ..., 234.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 6: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

26

melakukan ibadah yang pokok lainnya.15

Untuk menjaga agama,

Allah menyuruh manusia untuk berjihad di jalan Allah

sebagaimana banyak ditegaskan dalam Al-Quran yang diantaranya

pada surat At-Taubah ayat 41:

Artinya: ‚Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa

ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan

dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik

bagimu, jika kamu Mengetahui‛.16

2) Memelihara jiwa (hifz al-nafs), manusia harus melakukan banyak

hal seperti makan, minum, menutup aurat, mencegah penyakit, dll.

Manusia juga perlu berupaya dengan melakukan segala sesuatu

yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas hidup. Segala

usaha yang mengarah pada pemeliharaan jiwa itu adalah perbuatan

baik, karenanya disuruh Allah untuk melakukannya. Sebaliknya,

segala sesuatu yang dapat merusak jiwa adalah perbuatan buruk

yang dilarang Allah.17

3) Memelihara akal pikiran (hifz al-‘aql) dalam peringkat daru>riyah,

seperti diharamkan minum minuman keras, jika ketentuan ini

15 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam (Bandung: LPPM Universitas Islam Bandung, 1995),

101. 16

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: Penerbit J-ART, 2005), 106. 17 Amir Syarifudin, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2011), 234.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 7: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

27

tidak diindahkan, maka berakibat terancamnya eksistensi akal.18

Akal yang diciptakan Allah khusus bagi manusia, diharuskan

berbuat segala sesuatu untuk menjaga keberadaannya dan

meningkatkan kualitasnya dengan cara menuntut ilmu. Manusia

disuruh menuntut ilmu tanpa batas usia dan tidak

memperhitungkan jarak atau tempat.

4) Memelihara harta benda (hifz al-‘ma>l), manusia memerlukan

sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti makan,

minum, dan pakaian. Untuk itu diperlukan harta dan manusia

harus berupaya mendapatkan secara halal dan baik.19

Di jelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Jumu’ah ayat 10:

Artinya: ‚Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka

bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah

dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu

beruntung‛.20

Untuk mendapatkan harta, Islam mensyariatkan wajib usaha

mencari rezeki, dan melarang melakukan pencurian ataupun

kejahatan yang lainnya.

5) Memelihara keturunan (hifz al-nasl) yang sah dan jelas. Untuk

maksud itu Allah melengkapi makhluk hidup ini dengan nafsu

18 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam ..., 129. 19 Amir Syarifudin, Ushul Fiqh ..., 225. 20 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya ..., 501.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 8: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

28

syahwat yang mendorong untuk melakukan hubungan kelamin

yang dilakukan secara sah adalah baik. Dalam hal ini Allah

mensyariatkan nikah dan dilarang berzina.21

Sebagaimana Firman-

Nya dalam surat An-Nur ayat 32:

Artinya: ‚Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian

diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari

hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba

sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan

memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha

luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui‛.22

Segala usaha yang mengarah pada penghapusan atau perusakan

keturunan yang sah adalah perbuatan buruk. Oleh karena itu, Nabi

sangat melarang membujang karena mengarah pada peniadaan

keturunan. Islam juga melarang zina yang dinilai sebagai

perbuatan keji dan dapat merusak tatanan sosial, mengaburkan

nasab keturunan serta akan mendatangkan bencana.23

Firman

Allah dalam Al-Quran Surat Al-Isra’ ayat 32:

Artinya: ‚Dan janganlah kamu mendekati zina;

Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.

dan suatu jalan yang buruk‛.24

21 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam ..., 130. 22 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya ..., 311. 23 Amir Syarifudin, Ushul Fiqh ..., 226. 24 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya ..., 209.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 9: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

29

Dalam kebutuhan Daru>riyah. Apabila tingkat kebutuhan ini tidak

terpenuhi, maka akan mengacam keselamatan umat manusia di

dunia maupun diakhirat.25

b. Kebutuhan Ha>jiyah

Secara bahasa berarti kebutuhan-kebutuhan sekunder. Apabila

kebutuhan ini tidak terwujud tidak sampai mengancam keselamatan,

namun akan mengalami kesulitan. Kesulitan atau kesempitan hidup

tersebut tidak akan mengakibatkan kerusakan yang menimbulkan

kerusakan hidup manusia secara umum. Untuk menghilangkan

kesulitan tersebut, dalam Islam terdapat hukum rukhsah (keringanan)

yaitu hukum yang dibutuhkan untuk meringankan beban, sehingga

hukum dapat dilaksanakan tanpa rasa tertekan dan terkekang.26

Kebutuhan sekunder ini bisa dicapai bila terpeliharanya lima tujuan

hukum Islam yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara

akal, memelihara harta, dan memelihara keturunan.

1) Memelihara Agama

Memelihara agama dalam peringkat ha>jiyah yaitu

melaksanakan ketentuan agama dengan maksud untuk

menghindari kesulitan seperti shalat jama’ dan shalat qashar bagi

orang yang sedang bepergian. Dan apabila ketentuan ini tidak

dilaksanakan maka tidak akan mengancam eksitensi agama

25 A. Djazuli, Fiqh Siyasah (Bandung: Prenada Media, 2003), 397. 26 Satria Effendi, Ushul Fiqh ..., 235.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 10: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

30

melainkan hanya akan mempersulit bagi orang yang

melakukannya.27

2) Memelihara Jiwa

Memelihara jiwa dalam peringkat ha>jiyah ini seperti

diperbolehkan berburu binatang untuk menikmati makanan lezat

dan halal, apabila hal ini diabaikan maka tidak akan mengancam

eksistensi manusia melainkan hanya mempersulit hidupnya.28

3) Memelihara Akal

Memelihara akal dalam peringkat ha>jiyah ini seperti

dianjurkan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dan apabila

sekiranya hal tersebut tidak dilakukan maka tidak akan merusak

akal akan tetapi mempersulit diri seseorang dalam kaitannya

dengan pengembangan ilmu pengetahuan.29

4) Memelihara Keturunan

Memelihara keturunan dalam peringkat ha>jiyah ini seperti

memelihara status pengakuan legalitas anak sebagai sarana untuk

memudahkan mendapatkan hak keperdataan dan nasab.

5) Memelihara Harta

Memelihara harta dalam peringkat ha>jiyah ini seperti

syari’at tentang jual beli dengan cara salam. Apabila cara ini tidak

27 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam ..., 128. 28 Ibid., 129. 29 Ibid., 130.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 11: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

31

dilakukan maka tidak akan mengancam eksistensi harta melainkan

akan mempersulit orang yang melaukan modal.30

c. Kebutuhan Tahsi>niyat

Kebutuhan tahsi>niyat Secara bahasa berarti hal-hal penyempurna

(tersier). Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka tidak akan

mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok di atas dan tidak

pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini berupa

kebutuhan pelengkap, seperti dikemukakan Al-Syatibi, hal-hal yang

merupakan kepatutan menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal

yang tidak enak dipandang mata, dan berhias dengan keindahan yang

sesuai dengan tuntutan norma dan akhlak.31

Pencapaian tujuan tersier

hukum Islam ini biasanya terdapat dalam bentuk budi pekerti yang

mulia atau akhlaqul karimah yang mencakup etika hukum, baik etika

hukum ibadah, muamalat, adat, pidana atau jinayah, dan

keperdataan.32

Tahsi>niyat ini terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu:

1) Memelihara agama (hifz al-din)

Memelihara agama dalam peringkat tahsi>niyat yaitu

mengikuti petunjuk agama guna menjunjung tinggi martabat

manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban terhadap

Tuhan. Misalnya menutup aurat, baik didalam maupun diluar

shalat, membersihkan badan, pakaian dan tempat. Kegiatan ini

30 Ibid., 131. 31

Satria Effendi, Ushul Fiqh ..., 236. 32 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam ..., 102.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 12: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

32

erat kaitannya dengan akhlak terpuji, kalau hal ini tidak mungkin

dilakukan, maka tidak akan mengancam eksistensi agama dan

tidak pula mempersulit bagi orang yang melaukannya.33

2) Memelihara jiwa (hifz al-nafs)

Memelihara jiwa dalam peringkat tahsi>niyat seperti

ditetapkannya tata cara makan dan minum. Kegiatan ini hanya

berhubunga dengan kesopanan dan etika, sama sekali tidak akan

mengancam eksistensi jiwa manusia, ataupun mempersulit

kehidupan seseorang.34

3) Memelihara akal pikiran (hifz al-‘aql)

Memelihara akal dalam peringkat tahsi>niyat seperti

menghindarkan diri dari menghayal atau mendengarkan sesuatu

yang tidak berfaedah, hal ini tidak akan mengancam eksistensi

akal secara langsung.

4) Memelihara harta benda (hifz al-‘ma>l)

Memelihara harta dalam peringkat tahsi>niyat seperti

ketentuan tentang menghindarkan diri dari pengecohan atau

penipuan. Hal ini erat kaitannya dengan etika bermuamalah atau

etika bisnis.

5) Memelihara keturunan (hifz al-nasl)

Memelihara keturunan dalam peringkat tahsi>niyat seperti

disyariatkan khitbah atau walimah dalam perkawinan, hal ini

33

Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam ..., 128. 34 Ibid., 129.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 13: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

33

dilakukan dalam rangka melengkapi kegiatan perkawinan, jika

diabaikan maka tidak akan mengacam eksistensi keturunan, dan

tidak pula mempersulit orang yang melangsungkan perkawinan.35

Pada hakikatnya, baik kelompok daru>riyah, ha>jiyah, maupun

tahsi>niyat dimaksudkan memelihara ataupun mewujudkan kelima pokok

seperti yang disebutkan diatas. Hanya saja peringkat kepentingannya

berbeda satu sama lain. Menurut Al-Syatibi, penetapan kelima pokok

diatas didasarkan atas dalil-dalil Al-Quran dan Sunnah. Tidak terwujud

aspek daru>riyah dapat merusak kehidupan manusia dunia dan akhirat

secara keseluruan. Pengabaian terhadap aspek ha>jiyah, tidak sampai

merusak lima unsur pokok, akan tetapi tetapi hanya akan membawa

kesulitan bagi manusia sebagai mukallaf dalam merealisasikannya.

Sedangkan pengabaian aspek tahsi>niyat, membawa upaya memelihara

lima unsur pokok tidak sempurna.36

Dalam usaha mencapai pemeliharaan lima unsur pokok secara

sempurna, maka ketiga tingkat maqās}id diatas tidak dapat dipisahkan.

Menurut Al-Syatibi tingkat ha>jiyah adalah penyempurna tingkat

daru>riyah, tingkat tahsi>niyat merupakan penyempurna lagi bagi tingkat

ha>jiyah. Sedangkan daru>riyah menjadi pokok ha>jiyah dan tahsi>niyat.

Pengkategorian yang dilakukan oleh Al-Syatibi ke dalam maqāshid

daru>riyah, ha>jiyah dan tahsi>niyat menunjukkan bahwa betapa pentingnya

pemeliharaan lima unsur pokok itu dalam kehidupan manusia, disamping

35

Ibid., 130. 36 Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah ..., 72.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 14: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

34

itu pula pengkategorian itu mengacu tidak hanya kepada pemeliharaan

lima unsur, akan tetapi mengacu kepada pengembangan dan dinamika

pemahaman hukum yang diciptakan oleh Tuhan dalam rangka

mewujudkan kemaslahatan manusia.37

Mengetahui urutan peringkat maslahat diatas menjadi penting

artinya apabila dihubungkan dengan skala prioritas penerapannya, ketika

kemaslahatan yang satu berbenturan dengan kemaslahatan yang lain,

dalam hal ini tentu peringkat pertama daru>riyah harus didahulukan dari

pada tingkat kedua ha>jiyah dan peringkat ketiga tahsi>niyat. Ketentuan ini

menunjukkan bahwa dibenarkan mengabaikan hal-hal yang termasuk

dalam peringkat kedua dan ketiga manakala kemaslahatan yang masuk

peringkat pertama terancam eksistensinya.38

Keadaan diatas hanya terbatas pada yang berbeda peringkat.

Adapun dalam kasus yang peringkatnya sama, seperti peringkat daru>riyah

dengan peringkat daru>riyah dan seterusnya, maka penyelesaiannya adalah

sebagai berikut:39

a) Jika perbenturan itu terjadi dalam urutan yang berbeda dari lima pokok

kemaslahatan tersebut, maka skala prioritas didasarkan pada urutan

yang sudah baku yakni agama harus didahulukan dari pada jiwa, dan

jiwa harus didahulukan dari pada akal, begitu seterusnya. Dengan kata

37 Ibid., 73. 38

Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam ..., 132. 39 Ibid., 133-134.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 15: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

35

lain urutan kelima pokok kemaslahatan itu sudah dianggap baku dan

mempunyai pengaruh atau akibat tersendiri.

b) Jika perbenturan terjadi dalam peringkat dan urutan yang sama, seperti

sama-sama menjaga harta atau menjaga jiwa di dalam peringkat

daru>riyah, maka mujtahid berkewajiban untuk meneliti dari segi

cakupan kemaslahatan itu sendiri atau adanya faktor lain yang

menguatkan salah satu kemaslahatan mana yang harus didahulukan.

3. Tujuan Maqās}id Al-Syarī‘ah

Hukum Islam datang ke dunia membawa misi yang sangat mulia,

yaitu sebagai rahmat bagi seluruh manusia di muka bumi. Pembuat

Syariah (Allah dan Rasul-Nya) menetapkan syariah bertujuan untuk

merealisasikan kemaslahatan umum, memberikan kemanfaatan, dan

menghindarkan kemafsadatan bagi umat manusia.40

Pengetahuan tentang maqās}id al-syarī‘ah adalah hal yang sangat

penting yang dapat dijadikan alat bantu untuk memahami redaksi Al-

Quran dan Sunnah, menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan dan yang

sangat penting lagi adalah untuk menetapkan hukum terhadap kasus yang

tidak tertampung dalam Al-Quran dan Sunnah.41

Tujuan hukum Islam itu menjadi arah setiap perilaku dan tindakan

manusia dalam rangka mencapai kebahagiaan hidupnya dengan mentaati

40 Mukhtar yahya dan Faturrahman, Dasar-dasar Pembinaan Fiqih Islami ( Bandung: Al-Ma’arif,

1993), 333. 41 Satria Effendi, Ushul Fiqh ..., 237.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 16: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

36

semua hukum-hukum-Nya. Tujuan tersebut hendak dicapai melalui taklif,

yang pelaksanaannya tergantung pada pemahaman sumber hukum yang

utama, yakni Al-Quran dan Sunnah. Dalam rangka mewujudkan

kemaslahatan di dunia dan di akhirat, berdasarkan penelitian para ushul

fikih, ada lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan, kelima

pokok tersebut adalah agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.42

Tujuan Allah mensyariatkan hukumNya adalah untuk memelihara

kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari mafsadat, baik di

dunia maupun di akhirat. Terkait dengan ini, Abu Zahrah mengatakan

bahwa “setiap hukum Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu

kemaslahatan”. Tidak ada perintah dalam Al-Quran dan Sunnah yang tidak

memiliki kemaslahatan yang hakiki, meskipun kemaslahatan itu tidak

tampak dengan jelas. Kemaslahatan di sini adalah kemaslahatan hakiki

yang bersifat umum dan tidak didasarkan pada pemenuhan hawa nafsu.43

Prof DR. H Mustafa dalam bukunya Hukum Islam Kontemporer

mengatakan bahwa “secara umum tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan

hidup manusia di dunia dan di akhirat, dengan jalan mengambil (segala)

manfaat dan menolak atau mencegah segala mudarat, yaitu yang tidak

berguna bagi hidup dan kehidupan”.44

Maqās}id al-syarī‘ah Berarti tujuan Allah dan RasulNya dalam

merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam

42 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam ..., 125. 43 Muhammad Abu Zahrah, Ushūl al-Fiqh (Kairo: Daar al-Fikr al-Arabi), 66. 44 Mustafa, Hukum Islam Kontemporer (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 17: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

37

ayat-ayat Al-Quran dan Sunnah Rasulullah sebagai alasan logis bagi

rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat

manusia.45

Tujuan hukum harus diketahui oleh mujtahid dalam rangka

mengembangkan pemikiran hukum dalam Islam secara umum dan

menjawab persoalan-persoalan hukum kontemporer yang kasusnya tidak

diatur secara eksplisit dalam Al-Quran dan Sunnah. Lebih dari itu tujuan

hukum harus diketahui dalam rangka mengetahui apakah suatu kasus

masih dapat diterapkan berdasarkan satu ketentuan hukum, karena adanya

perubahan struktur sosial hukum tersebut tidak dapat diterapkan. Dengan

demikian pengetahuan tentang maqās}id al-syarī‘ah menjadi kunci bagi

keberhasilan mujtahid dalam ijtihadnya.46

Dengan diketahuinya tujuan hukum Islam, dapat ditarik suatu

peristiwa yang sudah ada nash-nya secara tepat dan benar dan selanjutnya

dapat ditetapkan hukum peristiwa yang tidak ada nashnya. Senada dengan

pendapat diatas, Al-Shatibi mengembangkan doktrin maqās}id al-syarī‘ah

dengan menjelaskan bahwa tujuan akhir hukum Islam adalah satu, yaitu

kemaslahatan atau kebaikan dan kesejahteraan bagi umat mausia.

Pendapat Al-Shatibi didasarkan pada prinsip bahwa Tuhan melembagakan

syari’ah demi kemaslahatan manusia, baik jangka pendek maupun jangka

panjang.

45 Satria Efendi, Ushul Fiqh ..., 233. 46 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam ..., 124.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 18: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

38

B. ‘Iddah Dalam Hukum Islam

1. Pengertian ‘Iddah

Secara singkat ‘iddah dapat dirumuskan sebagai masa tunggu yang

dihadapi seorang wanita yang dicerai atau ditinggal mati oleh suaminya.47

‘iddah adalah bahasa Arab yang berasal dari akar kata ‘adda ya’uddu-

‘idatan dan jamaknya adalah ‘idad yang secara arti kata (etimologi)

berarti: menghitung atau hitungan. Kata ini digunakan untuk maksud

‘iddah karena dalam masa itu si perempuan yang ber‘iddah menunggu

berlalunya waktu.48

‘Iddah diwajibkan karena perceraian yang dijatuhkan suami masih

hidup atau sudah meninggal, pernah menggauli (ba’da dukhul), akan

tetapi lain halnya jika suami itu belum pernah menggauli, maka tidak

wajib ‘iddah. ‘Iddah baik bagi wanita yang cerai hidup atau cerai mati

adakalanya ia masih mengalami haid, ada juga yang sudah putus haid

(menopause) dan terkadang juga wanita tersebut sedang hamil, ataupun

wanita yang pernah haid namun tidak teratur haidnya.

Dalam Al-Quran banyak ayat yang menunjukkan kewajiban bagi

perempuan untuk ber‘iddah, diantaranya dijelaskan dalam Al-Quran surat

Al-Baqarah ayat 228:

Artinya:‚Perempuan-perempuan yang ditalak oleh suaminya

hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.

47 Abdul Muhaimin As’ad, Risalah Nikah (Surabaya : Bintang Terang, 1993), 101. 48 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), 303.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 19: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

39

Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 234, yang artinya:

‚Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan

meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan

dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari‛.49

Dalam Al-Quran Surat Al-Ahzab ayat 49:

Artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi

perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan

mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-sekali tidak

wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta

menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah

mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.50

2. Macam-Macam ‘Iddah

Secara garis besar dibagi menjadi dua:

a. ‘Iddah karena suami meninggal dunia

Dalam hal ini posisi ada dua kemungkinan, yaitu wanita yang

dalam keadaan hamil atau tidak hamil.51

Apabila wanita yang

ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil maka‘iddahnya sampai

melahirkan. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran Surat At-Thalaq

ayat 4. Sedangkan bagi istri yang ditinggal mati suaminya, baik ia

sudah atau belum bercampur suaminya, maka ‘iddah mereka 4 bulan

49 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya ...,39. 50 Ibid., 424. 51 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid 8 (Bandung: Al-Ma’arif, 1997), 147

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Page 20: BAB II MAQĀS}ID AL-SYARĪ DAN DALAM HUKUM ISLAMdigilib.uinsby.ac.id/16271/50/Bab 2.pdfpengaturan yang terperinci tentang ibadah dan muamalah, ... Berdasarkan atas dua sumber inilah

40

10 hari, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-

Baqarah ayat 234.

b. ‘Iddah karena perceraian/talak

Mengenai ‘iddah karena talak ini ada beberapa macam:

1) Wanita yang ditalak suaminya dalam keadaan hamil, maka

‘iddahnya sampai melahirkan.

2) Wanita yang ditalak suaminya dan masih mempunyai haid,

maka‘iddahnya adalah 3 kali quru’.

3) Wanita yang ditalak suaminya sudah tidak hamil dan tidak pula

haid baik masih kecil atau sudah lanjut usia, maka ‘iddahnya 3

bulan.

4) Wanita yang dicerai sebelum dikumpuli, maka tidak ada ‘iddah

baginya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id