makalah fiqih muamalah amkad salam dan istishna' revisi - mukhsinin

33
AKAD SALAM DAN ISTISHNA’ REVISI MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah Kontemporer Dosen Pengampu : Prof.,Dr.,H. Ahmad Saiful Anam, M.Ag Disusun Oleh : Moh. Mukhsinin Syu’aibi NIM : F 14213199 PROGRAM PASCASARJANA

Upload: rio-budi-dwitama

Post on 17-Sep-2015

65 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

mmmmmm

TRANSCRIPT

1

AKAD SALAM DAN ISTISHNA

REVISI MAKALAHDiajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah Kontemporer

Dosen Pengampu :Prof.,Dr.,H. Ahmad Saiful Anam, M.Ag

Disusun Oleh :Moh. Mukhsinin SyuaibiNIM : F 14213199

PROGRAM PASCASARJANAPROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA2013BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangBentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan bahkan sampai puluhan. Sungguhpun demikian, Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya guna mengadakan berbagai transaksi ekonomi.Salah satunya adalah jual-beli yang melibatkan dua pelaku, yaitu penjual dan pembeli. Biasanya penjual adalah produsen sedangkan pembeli adalah konsumen. Pada kenyataannya konsumen kadang memerlukan barang yang tidak atau belum dihasilkan oleh produsen sehingga konsumen melakukan transaksi jual-beli dengan produsen dengan cara pesanan. Masyarakat Indonesia khusunya banyak sekali yang berprofesi sebagai pedagang. Jual beli diatur juga dalam syariah islam. Fenomena jual beli di masyarakat sudah mulai keluar dari syariat islam. Jual beli terdiri dari 2 macam, yaitu jual beli tunai dan jual beli secara tangguh. Jual beli secara tangguh pun terbagi lagi menjadi jual beli murabahah, salam dan istishna. Jual beli salam dan istishna sebenarnya jual beli yang serupa, hanya saja perbedaannya terletak pada komiditi dan cara pembayaran yang sedikit berbeda. Jual beli salam terjadi pada komoditas pertanian, perkebunan dan perternakan, sedangkan jual beli istishna terjadi pada komoditas hasil industri yang spesifikasinya dapat ditentukan oleh konsumen. Jual Beli Salam adalahpembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka., sehingga jual beli ini dapat dilakukan di bank syariah. Semua bank syariah memberlakukan produk ini sebagai jasa untuk nasabah, selain memberikan keuntungan kepada produsen juga memberikan keuntungan kepada konsumen atau pemesan yang memesan barang. Sehingga bank menjadi pihak intermediasi dalam hal ini.Pada makalah ini akan dibahas tentang salam dan istishna yang meliputi pengertian, syarat dan rukunnya, serta perbedaan antara keduanya.B. Rumusan Masalah1. Apa pengertian as-salam dan al-istishna sertadasar hukumnya?2. Apa rukun dan syarat dari as-salamdan al-istishna?3. Bagaimana perbedaan as-salamdan al-istishna?

C. Tujuan Pembahasan1. Untuk mengetahui pengertian as-salam dan al-istishna sertadasar hukumnya.2. Untuk mengetahui rukun dan syarat as-salam dan al-istishna.3. Untuk mengetahuiperbedaan as-salamdan al-istishna?

BAB IIPEMBAHASAN

A. As-Salam1. Pengertian As-Salam Secara bahasaas-salamatauas-salafberarti pesanan. Secara terminologispara ulama mendefinisikannya dengan: Menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu (barang) yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari.[footnoteRef:2] [2: Abd. Hadi,Dasar-Dasar Hukum Ekonomi Islam,(Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010), 100]

An-Nawawi, mengemukakan bahwa :as-salammerupakan transaksi atas sesuatu yang masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan pembayaran dilakukan segera.

Dari definisi yang disebutkan nampak ada beberapa poin yang disepakati. Pertama, disebutkan bahwaas-salammerupakan suatu transaksi dan sebagian menyebutnya sebagai transaksi jual beli. Kedua, adanya keharusan menyebutkan kriteria-kriteria untuk sesuatu yang dijadikan obyek transaksi / al-muslam fih. Sebab dalam jual beli ini barang yang menjadi objek perjanjian jual beli tidak ada ditempat, sementara itu kedua belah pihak telah sepakat untuk melakukan pembayaran terlebih dahulu.

3Dalam perjanjian As-Salam ini pihak pembeli barang disebut As-Salam (yang menyerahkan), pihak penjual disebut Al-Muslamuilaihi (orang yang diserahi), dan barang yang dijadikan objek disebut Al-Muslam Fiih (barang yang akan diserahkan), serta harga barang yang diserahkan kepada penjual disebut Rasu Maalis Salam (modal As-Salam).[footnoteRef:3] [3: Chairuman Pasaribu; Suhrawardi K. Lubis S.H,Hukum Perjanjian Dalam Islam,(Jakarta : Sinar Grafika, 1994), hlm. 48]

2. Landasan Hukuma. Al QuranAdapun yang menjadi dasar hukum pembolehan perjanjian jual beli dengan pembayaran yang didahulukan ini disandarkan pada surat Al-Baqarah ayat 282:[footnoteRef:4] [4: DEPAG,Al-Quran dan Terjemahnya,Surabaya, 2002]

...

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya

b. Al HaditsDisamping itu terdapat juga ketentuan hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang artinya berbunyi : : . : .

Dari sahabat Ibnu Abbas radhiallhu 'anhuma, ia berkata: "Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, sedangkan penduduk Madinah telah biasa memesan buah kurma dalam tempo waktu dua tahun dan tiga tahun, maka beliau bersabda: Siapa yang melakukan salaf, hendaklah melaksanakannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai dengan batas waktu tertentu.[footnoteRef:5] [5: Sayid Sabid,Fikih Sunnah,(Bandung : PT. Al Maarif, 1998), hlm. 111]

Dari ketentuan hukum diatas, jelas terlihat tentang pembolehan pembayaran yang didahulukan.Pembiayan salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil produksi pertanian, perkebunan, dan peternakan. Petani dan peternak pada umumnya membutuhkan dana untuk modal awal dalam melaksanakan aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana pada saat akad. Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar salam kembali. Dengan melakukan transaksi salam, maka petani dan peternak dapat mengambil manfaat tersebut.3. Rukun dan Ketentuan Akad As-SalamRukun salam ada tiga, yaitu:a. Pelaku, terdiri atas penjual (muslim illaihi) dan pembeli (al muslam) : harus cakap hukum dan balighb. Objek akadberupa barang yang akan diserahkan (muslam fiih) dan modal salam (rasu maalis salam).1) Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam, yaitu:a) Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.b) Modal salam bebrbentuk uang tunaic) Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh utang atau pelunasan piutang.2) Ketentuan syariah barang salam , yaitu:a) Barang tersebut harus dapat dibedakan mempunyai spesifikasi dan karakteristik yang jelas sehingga tidak ada gharar.b) Barang tersebut harus dapat dikuantifikasikan.c) Waktu penyerahan barang harus jelas.d) Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang ditentukan.e) Apabila barang tidak ada pada waktu yang ditentukan amaka akad menjadi fasakh/ rusakdan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai barang yang dipesan tersedia atau membatalkan akad.f) Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati maka pembeli boleh melakukan khiar atau memilih untuk menerima atau menolak.g) Apabila barang yang dikirimmemiliki kualitas yang lebih baik, maka penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaranh) Apabila barang yang dikirim kualitasnya rendah, pembeli boleh memilih atau menolaknya.i) Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempoasalan diketahui oleh kedua belah pihak.j) Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak dibolehkan secara syariah.k) Kaidah penggantian barang yang dipesan dengan barang lain.l) Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah.c. Ijab Kabul/serah terima adalah pernyataan dan ekspresi saling ridho diantara pelaku-pelaku akad baik secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara kmunikasi modern.4. Berakhirnya Akad SalamDari penjelasan diatas, hal-hal yang dpat membatalkan kontrak adalah:a. Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.b. Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad.c. Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk menolak atau membatalkan akad.d. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai kualitasnya dan pembeli memilih untuk membatalkan akad, maka pembeli berhak atas pengembalian modal salam yang sudah diserahkannya. Pembatalan diungkinkan untuk keseluruhan barang pesanan, yang mengakibatkan pengembalian semua modal salam yang telah dibayarkan. Dapat juga berupa pembatalan sebagian penyerahan barang pesanan dengan pengembalian sebagian modal salam5. Keuntungan dan Manfaat Akad SalamAkad salam ini dibolehkan dalam syariah Islam karena punya hikmah dan manfaat yang besar, dimana kebutuhan manusia dalam bermuamalat seringkali tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan atas akad ini. Kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli bisa sama-sama mendapatkankeuntungan dan manfaat dengan menggunakan akad salam.Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa:a. Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yangia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.b. Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan hargayang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelianpada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yangtidak kalah besar dibanding pembeli, diantaranya:e. Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanyadengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajibanapapun.f. Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhipermintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup lama.

6. Perbedaan Akad Salam dan Sistem IjonBeda antara sistem ijon denganakad salamada pada beberapa poin berikut:a. Penjual memiliki kebebasan dalam pengadaan barang, dapat dari hasil ladangnya dan bisa pula dengan membeli dari hasil ladang orang lain, sedangkan sistem ijon, penjual hanya dibatasi agar mengadakan buah dari ladangnya sendiri.b. Pada akad salam, penjual bisa saja mendapatkan hasil panen yang melebihi jumlah pesanan, sebagaimana dimungkinkan pula hasil panen ladangnya tidak mencukupi jumlah pesanan. Akan tetapi itu tidak menjadi masalah yang berarti, sebab ia dapat menutup kekurangannya dengan membeli dari orang lain. Sedangkan pada sistem ijon, maka semua hasil panen ladang penjual menjadi milik pembeli, tanpa peduli sedikit banyaknya hasil panen. Dengan demikian, bila hasil panennya melimpah, maka penjual merugi besar, sebaliknya bila hasil panen kurang bagus, karena suatu hal, maka pembeli merugi besar pula.c. Pada akad salam, buah yang diperjual-belikan telah ditentukan mutu dan kriterianya, tanpa peduli ladang asalnya. Sehingga bila pada saat jatuh tempo, jika penjual tidak bisa mendatangkan barang dengan mutu dan kriteria yang disepakati maka pembeli berhak untuk membatalkan pesanannya. Adapun pada sistem ijon, pembeli tidak memiliki hak pilih pada saat jatuh tempo, apa yang dihasilkan oleh ladang penjual, maka itulah yang harus ia terima.contoh akad salam :misal PT NienMart memesan kepada petani jagung sebanyak 4 ton dengan harga 1500 per kilograsm dan diserahkan 3 bulan ke depan atau setelah panen, dan dibayar di muka. Jadi PT Abadi harus menyerahkan uangnyakepda petani sebesar6 juta untuk pembelian 4 ton jagung dan diserahkan jagung 3 bulan yang akan datang.Contoh transaksi ijon : Misal PT Abadi membeli 1 hektar jagung dengan harga 6 juta. Ternyata jagung tersebut diserang hama sehingga gagal panen atau menghasilkan kurang dari 5 ton jagung, makapembeli dirugikan (asumsi harga per kilogram jagung 1500) sebaliknya jika hasilnya 10 ton, maka petani yang akan dirugikan.B. Al-Istishna1. Pengertian Al-IstishnaAl-Istishna adalah akad jual beli pesanan antara pihak produsen / pengrajin / penerima pesanan (shani)dengan pemesan (mustashni) untuk membuat suatu produk barang dengan spesifikasi tertentu (mashnu) dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi tanggung jawab pihak produsen sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka, tengah atau akhir.Secara umum landasan syariah yang berlaku padabai as-salam juga berlaku padabai al-istishna.Menurut Hanafi,bai al-istishnatermasuk akad yang dilarang karena mereka mendasarkan pada argumentasi bahwa pokok kontrak penjualan harus ada dan dimiliki oleh penjual, sedangkan dalamistishna,pokok kontrak itu belum ada atau tidak dimiliki penjual. Namun mazhab Hanafi menyutui kontrakistishnaatas dasaristishan.[footnoteRef:6] [6: Muhammad SyafiI Antonio,Bank Syariah Dari Teori ke Praktik,(Jakarta : Gema Insani, 2001), hlm. 114]

Tujuanistishnaumumnya diterapkan pada pembiayaan untuk pembangunan proyek seperti pembangunan proyek perumahan, komunikasi, listrik, gedung sekolah, pertambangan, dan sarana jalan. Pembiayaan yang sesuai adalah pembiyaan investasi.[footnoteRef:7] [7: Ismail, Perbankan syariah, ( Jakarta : Kencana, 2011), hlm. 149-150]

1. Landasan Hukum Istishna a. Al-Quran Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (Qs. Al Baqarah: 275)

Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama' menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang kuat dan shahih.b. As-Sunnah . .: . Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau." (HR. Muslim)Perbuatan nabi ini menjadi bukti nyata bahwa akad istishna' adalah akad yang dibolehkan.[footnoteRef:8] [8: Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam 7/115)]

c. Kaidah FiqhiyahPara ulama di sepanjang masa dan di setiap mazhab fiqih yang ada di tengah umat Islam telah menggariskan kaedah dalam segala hal selain ibadah: Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya.

2. Rukun dan Syarat al-IstishnaMenurut jumhur ulama, rukun istishna ada tiga yaitu sebagai berikut :a. Aqid yaitu shani ( orang yang membuat/ produsen ) atau penjual dan mustashni ( orang yang memesan/ konsumen ), atau pembeli.b. maqud alaih , yaitu amal ( pekerjaan ), barang yang dipesan, dan harga atau alat pembayaranc. shighat atau ijab dan qabul.Adapun syarat- syarat istishna adalah sebagai berikut :a. Menjelaskan tentang jenis barang yang dibuat, macam, kadar, dan sifatnya karena barang tersebut adalah barang yang dijual (objek akad).b. Barang tersebut harus berupa barang yang berlaku muamalat diantara manusia, seperti bejana, sepatu, dan lain-lain.c. Tidak ada ketentuan mengenai tempo penyerahan barang yang dipesan. Apabila waktunya ditentukan, menurut Imam Abu Hanifah, akan berubah menjadi salam dan berlakulah syarat-syarat salam, seperti penyerahan alat pembayaran (harga) dimajelis akad. Sedangkan menurut Imam Abu Yusuf dan Muhammad, syarat ini tidak diperlakukan. Dengan demikian menurut mereka, istishna itu hukumnya sah, baik waktunya ditentukan atau tidak, karena menurut adat kebiasaan, penentuan waktu ini bisa digunakan dalam akad istishna .[footnoteRef:9] [9: Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah ( Jakarta : Amzah, 2010 ) hal :252-253]

3. Aplikasi istishna dalam perbankan syariahDalam perbankan syariah prinsip pokok ( satandar ) minimal dalam pembiayaan istisna ada beberapa hal yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut :a. Istishna adalah sistem jual beli yang dikecualikan, pada harga yang disetujui, ketika pembeli menempatkan order untuk diproduksi, dirakit, atau dibangun, atau melakukan sesuatu yang harus diserahkan pada masa yang akan adatang.b. Komoditas harus diketahui secara spesifik sampai tidak ada keraguan mengenai spesifikasinya. Termasuk jenis, kualitas, dan kuantitas.c. Harga barang yang akan diproduksi harus sudah dipatok dalam angka absolut dan tidak kabur. Harga yang disepakati dapat dibayar secaratangguhataupun dicicil sesuai kesepakatan kedua belah pihak.d. Penyediaan kebutuhan material yang dibutuhkan unutk memproduksi komoditas menjadi tanggung jawab pembeli.e. Kecuali disepakati bersama, masing- masing pihak dapat membatalkan kontrak sepihak jika penjual belum menanggung ongkos apapun, langsung maupuun tidak langsung.f. Jika barang yang diproduksikan sesuai dengan baranag yang disepakati, pembeli tidak dapat menolak unutk menerima barang tersebut, kecuali jika jelas- jelas ada cacat pada barang tersebut. Namun, perjanjian dapat mengatur bahwa jika penyerahan tidak dilakukan dalam jangka waktu yang disepakati, maka pembeli dapat menolak unutk menerima barang.g. Bank (pembeli istishna) dapat melakukan kontrak istishna paralel tanpa adanyasyarat atau kaitan dengan kontrak istishna pertama. Dalam istishna pertama bank menjadi pembeli, dan pada istishna kedua bank menjadi penjual. Tiap kontrak tersebut harus indipenden dari yang lainh. Dalam transaksi istishna, sebelum mendapat penguasaan dari barang tersebut pembeli tidak boleh menjual atau mengalihkan kepemilikan barang kepada orang lain.i. Jika penjual gagal untuk menyerahkan barang dalam periode yang telah ditentukan, harga komoditas dapat diturunkan sejumlah tertentu per hari sesuai dengan perjanjian.j. Perjanjian istishna dapat menyertakan denda yang dihitung dalam persen dalam perhari/ tahun sesuai kesepakatan yang hanya oleh digunakan utuk dan sosial. Bank juga dapat mengadu kepada pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi (solatium ), atas kebijaksaan pengadilan yang harus ditetapkan berdasarkan biaya langsung dan biaya tidak langsung yang timbul, selain biaya kesempatan (opportunity costs), juga jaminan dapat dijual oleh bank tanpa intervensi dari pengadilan.k. Jika terjadi kegagalan oleh klien ( sanai ), bank juga daoat megadu kepada pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi kerusakan, atas kebijaksanaan pengadilan, yang harus ditetpkan berdasarkan biaya langsung dan biaya tak langsung, selain biaya kesempatan ( opportunity costs ). 4. Istishna ParalelDalam sebuah kontrak bai al-istishna, bisa saja pembeli mengizinkan pembuat menggunakan subkontrakator untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat dapat membuat kontrak istishna kedua untuk memenuhi kewajibannya kepada kontrak pertama. Kontrak baru ini di kenal sebagai istishna pararel. Istishna pararel dapat di lakukan dengan syarat:a. Akad kedua antara bank dan subkontraktor terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir.b. Akad kedua di lakukan setelah akad pertama sah.Ada beberapa konsekuensi saat bank Islam menggunakan kontrak pararel. Diantaranya sebagai berikut.1) Bank Islam sebagai pembuat kontrak pertama tetap merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksaaan kewajibannya. Istishna pararel atau subkontrak untuk sementara harus di anggap tidak ada. Dengan demikian sebagai shani pada kontrak pertama, bank tetap bertanggung jawab atas setiap kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak pararel.2) Penerima subkontrak pembuatan pada istishna pararel bertanggung jawab terhadap Bank Islam sebagai pemesan. Dia tidak mempunyai hubungan hukum secara langsung dengan nasabah pada kontrak pertama akad. Bai al-istishna kedua merupakan kontrak pararel, tetapi bukan merupakan bagian atau syarat untuk kontrak pertama. Dengan demikian kedua kontraktersebut tidak memunyai kaitan hukum samasekali.3) Bank sebagai shani atau pihak yang siap untuk membuat atau mengadakan barang, bertanggung jawab kepada nasabah atas pelaksanaan subkontraktor dan jaminan yang timbul darinya. Kewjiban inilah yang membenarkan keabsahan istishna pararel, juga menjadi dasar bahwa bank boleh memungut keuntungan kalau ada.

C. Pebedaan as- Salam dan al-IstishnaMenurut jumhur fuqaha, jual beli istisna itu sama dengan salam, yakni jual beli sesuatu yang belum ada pada saat akad berlangsung (bai al-madum). Menurut fuqaha Hanafiah, ada dua perbedaan penting antara salam dengan istisna, yaitu :1. Cara pembayaran dalam salam harus di lakukan pada saat akad berlangsung, sedangkan dalam istisna dapat di lakukan pada saat akad berlangsung, bisa di angsur atau bisa di kemudian hari.2. salam mengikat para pihak yang mengadakan akad sejak semula, sedangkan istisna menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak di tinggalkan begitu saja oleh konsumen yang tidak bertanggungjawab.Tim Pengembangan Perbankan Syariah Insitut Bankir Indonesia mendefinisikan istisna sebagai akad antara pemesan dengan pembuat barang untuk suatu pekerjaan tertentu dalam tanggungan atau jual beli suatu barang yang baru akan di buat oleh pembuat barang. Dalam istisna, bahan baku dan pekerjaan penggarapannya menjadi kewajiban pembuat barang. Jika bahan baku di sediakan oleh pemesan, maka akad tersebut berubah menjadi ijarah.

SubyekSalamIstishnaKeterangan

Pokok KontrakMuslam FihMashnuBarang ditangguhkan dengan spesifikasi

HargaDibayar tunai saat kontrakBisa di awal, tangguh, dan akhirCara penyelesaian pembayaran merupakan perbedaan utama antara salam dan istishna

Sifat KontrakMengikat secara asliMengikat secara ikutanSalam mengikat semua pihak sejak semula, sedangkan ishtisna menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehigga tidak ditinggalkan begitu saja oleh konsumen secara tidak bertanggung jawab.

Contoh kasus bai IstishnaSebuah perusahaan konveksi meminta pembiayaan untuk pembuatan kostum tim sepak bola sebesar Rp. 20 juta. Produksi ini akan dibayar oleh pemesannya dua bulan yang kan datang. Harga sepasang kostum dipasar biasanya Rp 40.000,00 sedangkan perusahaan itu hanya bisa menjual kepada Bank sebesar Rp 38.000,00.JawabanDalam kasus ini, produsen tidak ingin diketahui modal produk pembuatan kostum tersebut. Ia hanya ingin memberikan untung sebesar Rp 2.000,00 per kostum atau sekitar Rp 1 juta ( Rp 20 juta/Rp 38.000,00 X Rp 2.000,00 ) atau 5 persen dari modal. Bank bisa menawar lebih lanjut agar kostum itu lebih murah dan dijual kepada pembeli dengan harga pasar.

BAB IIIPENUTUP

A. SimpulanSalam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda,pembayaran modal lebih awal.Rukun dan syarat jual beli as-salam yaituMuaqidainyangmeliputi Pembeli dan penjual, Obyek transaksi, Sighat ijabqabul,dan alat tukar.Al-Istishna adalah akad jual beli pesanan dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi tanggungjawab pihak produsen sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka, tengah atau akhir. Rukun dan syaratistishnamengikutibai as-salam.Hanya saja padabai al-istishnapembayaran tidak dilakukan secara kontan dan tidak adanya penentuanwaktu tertentu penyerahan barang, tetapi tergantung selesainya barang pada umumnya.Perbedaan salam dan istishna adalahcara penyelesaian pembayaran salam dilakukan diawal saat kontrak secara tunai dan cara pembayaran istishna tidak secara kontan bisa dilakukan di awal, tengah atau akhir.

20DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad SyafiI. 2001.Bank Syariah Dari Teori ke Praktik.Jakarta : Gema InsaniDEPAG. 2002.Al-Quran dan Terjemahnya.SurabayaHadi, Abd. 2010.Dasar-Dasar Hukum Ekonomi Islam.Surabaya : Putra Media NusantaraIsmail. 2011. Perbankan syariah. Jakarta : KencanaPasaribu, Chairuman; Suhrawardi K. Lubis, 1994.Hukum Perjanjian Dalam Islam.Jakarta : Sinar GrafikaSabid, Sayid. 1998.Fikih Sunnah.Bandung : PT. Al MaarifDrs. H. Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah ( Jakarta : Amzah, 2010 )Chairuman Pasaribu; Suhrawardi K. Lubis S.H,Hukum Perjanjian Dalam Islam,(Jakarta : Sinar Grafika, 1994)