bab ii landasan teori a. identitas diri 1. pengertian...
TRANSCRIPT
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. IDENTITAS DIRI
1. Pengertian Identitas Diri
Menurut Erikson (dalam Berk, 2007) identitas merupakan pencapaian
besar dari kepribadian remaja dan merupakan suatu tahap yang penting agar
individu dapat menjadi orang dewasa yang produktif dan bahagia. Identitas diri
pada individu akan melibatkan penjelasan mengenai siapa diri individu, apa yang
menjadi nilai individu, dan hal-hal yang dipilih individu tersebut untuk menjalani
hidup. Identitas diri merupakan suatu konsep mengenai diri, pembuatan suatu
tujuan, nilai, dan kepercayaan dimana untuk hal-hal tersebut individu memiliki
komitmen.
Marcia (dalam Moshman, 2005) menyatakan bahwa identitas diri adalah
suatu hal yang dimiliki secara kuat oleh individu, adanya kesadaran akan diri, dan
pilihan-pilihan diri akan komitmen yang dimiliki terhadap pekerjaan, seksualitas,
serta idiologi agama, dan politik. Identitas diri merupakan penggabungan dari
keterampilan dan kepercayaan pada masa kanak-kanak, yang mengalami
pengidentifikasian sehingga membuat keterampilan dan kepercayaan tersebut
menjadi lebih jelas atau pada akhirnya tidak lagi digunakan, merupakan hal yang
unik, serta merupakan hal yang membuat individu merasa memiliki kelanjutan
dari masa lalunya dan memiliki pandangan untuk mencapai masa depannya.
Universitas Sumatera Utara
16
Sementara itu Blasi dan Glodis (dalam Moshman, 2005) menyatakan
identitas diri merupakan jawaban dari pertanyaan, “Siapakah saya?” yang terdiri
dari pencapaian suatu kesatuan antara elemen-elemen masa lalu individu dan
harapan di masa yang akan datang, yang menjadi dasar adanya perasaan
berkesinambungan pada diri individu. Identitas diri terbentuk melalui penilaian
individu terhadap dirinya yang didasarkan pada pertimbangan budaya, idiologi,
dan harapan masyarakat serta adanya penilaian diri yang didasarkan pada persepsi
orang lain.
Santrock (2007) menyatakan bahwa identitas diri merupakan identitas
yang diawali pada masa kanak-kanak yang kemudian berlanjut di usia remaja
yang ditandai dengan pertanyaan yang sering muncul, yaitu “Siapakah saya?”.
Identitas di masa remaja banyak ditandai dengan upaya mencari keseimbangan
antara kebutuhan untuk mandiri dan juga kebutuhan untuk berhubungan dengan
orang lain. Hal yang paling sederhana yang dapat dilihat sebagai bentuk dari
identitas diri adalah adanya komitmen individu dalam area tertentu seperti
vokasional, sikap idiologis, dan orientasi seksual.
Pengertian lain mengenai identitas dikemukakan oleh Waterman (dalam
Lefrancois, 1993) yang menyatakan identitas sebagai kemampuan individu untuk
menggambarkan secara jelas mengenai dirinya yang mencakup gambaran
mengenai tujuan, nilai, dan kepercayaan, dimana individu tersebut memiliki
komitmen yang jelas. Komitmen tersebut berkembang sepanjang waktu dan
dibuat karena adanya pandangan bahwa pemilihan tujuan, nilai, dan kepercayaan,
Universitas Sumatera Utara
17
merupakan hal-hal yang dapat memberikan petunjuk, manfaat, dan makna dalam
hidup.
Berdasarkan beberapa pengertian identitas diri yang telah dikemukakan
sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri adalah penghayatan
yang berasal dari apa yang dipikirkan oleh individu mengenai siapa dirinya,
adanya penentuan terhadap arah dan tujuan hidup, serta individu memiliki nilai-
nilai yang diyakini, yang dapat dilihat berdasarkan komitmen yang dimiliki
terhadap pekerjaan, seksualitas, dan idiologi; yang terbentuk dari pemikiran
individu mengenai siapa dirinya dan harapan masyarakat terhadap dirinya.
2. Pembentukan Identitas Diri
Erikson (dalam Berk, 2007) menyatakan bahwa dalam tahap psikososial
yang dialami oleh remaja, yaitu identity versus role confusion, remaja akan
mengalami kondisi yang disebut sebagai krisis identitas, yaitu suatu periode
dimana remaja mengalami masa-masa yang sulit ketika mencoba alternatif yang
ada pada domain identitas sebelum remaja memutuskan untuk membuat nilai dan
tujuan dalam hidupnya. Remaja melalui proses pencarian dari dalam diri,
melakukan pencarian melalui karakteristik-karakteristik yang menggambarkan
diri yang dimiliki saat remaja berada dimasa kanak-kanak dan mengkombinasikan
hal tersebut dengan kapasitas dan komitmen yang dimiliki oleh remaja. Remaja
akan menjadikan hal ini menjadi bagian inti dari dalam diri yang kemudian akan
menghasilkan kematangan identitas diri.
Universitas Sumatera Utara
18
Pembentukan identitas diri dapat digambarkan melalui status identitas
berdasarkan ada atau tidaknya eksplorasi dan komitmen (Marcia, 1993).
Eksplorasi adalah suatu periode dimana remaja akan secara aktif bertanya,
mengidentifikasi, mencari tahu, menggali, dan menyelidiki berbagai alternatif
yang ada untuk mencapai suatu keputusan mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan
keyakinan yang akan diambil. Remaja akan melakukan eksplorasi dengan
mempertanyakan kembali, mengkaji dan mendalami berbagai domain dari
identitas diri. Sementara komitmen adalah kesetiaan, keteguhan pendirian,
prinsip, dan tekad yang dimiliki untuk melakukan berbagai kemungkinan atau
alternatif yang dipilih. Remaja yang memiliki komitmen akan menetapkan
pilihannya, mempertahankan prinsipnya, kukuh dalam pendirian dan tidak
bergeming terhadap hal-hal yang dapat membuat pendiriannya berubah.
Munculnya krisis dan komitmen pada domain identitas dalam diri
individu akan semakin kuat ketika individu berada di remaja akhir (Marcia, 1993).
Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam teori perkembangan mengenai
pembentukan identitas diri bahwa masa remaja awal dilihat sebagai masa
perubahan dimana pemikiran-pemikiran, kondisi psikoseksual, dan pemenuhan
fisiologis yang dimiliki individu sebelum memasuki usia remaja mengalami
perubahan menjadi bentuk yang lebih dewasa. Masa remaja tengah dilihat sebagai
periode terjadinya pembentukan kembali dimana pada usia ini individu
mengalami pengaturan baru pada keahlian-keahlian yang lama dan yang baru
dimiliki. Masa remaja akhir, yang dilihat sebagai usia yang bertolak belakang
dengan usia remaja awal dan remaja tengah, merupakan usia terjadinya
Universitas Sumatera Utara
19
penggabungan, yaitu usia dimana susunan identitas diri dapat dibedakan, dan
terjadi pengujian identitas diri pada lingkungan. Oleh karena itu, masa remaja
akhir merupakan periode dimana pada kebanyakan individu identitas diri sudah
benar-benar terbentuk.
Interaksi dengan teman sebaya merupakan hal yang sangat penting di
usia remaja yang dapat menolong remaja dalam memberikan gambaran mengenai
pilihan-pilihan yang ada dan nilai-nilai yang dapat dimiliki oleh remaja yang akan
membentuk identitas diri remaja tersebut (Berk, 2007). Interaksi dengan teman
sebaya dapat mempengaruhi pandangan remaja mengenai hubungan dengan orang
lain, seperti, apa nilai yang diyakini ketika bersahabat dengan orang lain dan
ketika akan memilih pasangan hidup nantinya. Selain itu, teman sebaya juga dapat
mempengaruhi remaja dalam hal pencarian informasi mengenai karir dan juga
mempengaruhi keputusan remaja dalam memilih karir.
Menurut Papalia (2008) interaksi dengan teman sebaya merupakan
sumber dari adanya rasa kasih sayang, simpati dan saling memahami bagi remaja.
Melalui interaksi dengan teman sebaya remaja dapat mempelajari hal-hal yang
berkaitan dengan moral, yaitu pengetahuan mengenai apa yang benar dan salah
serta mempelajari nilai-nilai yang berkaitan dengan politik dan agama, seperti
adanya keinginan untuk memperhatikan kesejahteraan dalam kehidupan
masyarakat, serta memilih keyakinan yang tepat bagi dirinya.
Interaksi remaja dengan teman sebaya juga dapat mempengaruhi
pandangan remaja mengenai perasaan-perasaan seksual seperti gairah seksual dan
perasaan tertarik, mengembangkan bentuk intimasi yang baru, serta mengatur
Universitas Sumatera Utara
20
perilaku seksual sehingga remaja dapat menghindari konsekuensi yang tidak
diinginkan (Santrock, 2007). Kelompok teman sebaya merupakan tempat bagi
remaja untuk dapat membentuk hubungan yang dekat, yang dapat menjadi suatu
proses pembelajaran bagi remaja untuk dapat menjalankan peran sebagai orang
dewasa nantinya.
3. Status Identitas
Menurut Erikson (dalam Berk, 2007), pembentukan identitas diri dapat
dilihat berdasarkan ada tidaknya eksplorasi dan komitmen dalam diri individu.
Kombinasi dari ada tidaknya krisis dan komitmen menghasilkan beberapa status
identitas yang dikemukan oleh Marcia (dalam Berk, 2007). Status identitas yang
dimiliki individu dapat dilihat ketika individu berada pada remaja akhir yaitu usia
18-22 tahun (Honess & Yardley, 2005).
Marcia (dalam Berk, 2007) menyatakan bahwa terdapat empat jenis
status identitas, yaitu:
1. Identity Diffusion
Diffusion merupakan status dimana individu tidak memiliki krisis
dan komitmen. Individu pada status identitas ini tidak memiliki arahan yang
jelas, dimana individu tidak memiliki keterikatan dengan nilai dan tujuan
dan juga tidak secara aktif mencoba untuk menemukan nilai dan tujuan
tersebut. Individu pada status identitas ini juga tidak pernah mencari
alternatif-alternatif dan juga tidak pernah mendapatkan tugas-tugas yang
terlalu berat dan berbahaya.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Identity Foreclosure
Foreclosure merupakan status dimana individu tidak memiliki
krisis akan tetapi memiliki komitmen. Pada status identitas foreclosure
individu telah memiliki komitmen terhadap nilai dan tujuan namun tanpa
disertai adanya pencarian terhadap alternatif-alternatif yang ada. Individu
yang berada pada status identitas foreclosure menerima identitas yang telah
dipilihkan untuk individu oleh figur otoritas seperti orang tua, guru,
pemimpin agama, atau pasangan individu tersebut.
3. Identity Moratorium
Moratorium merupakan status dimana individu memiliki krisis
akan tetapi tidak memiliki komitmen. Pada status identitas moratorium
individu berada pada proses pencarian dimana individu berusaha untuk
mengumpulkan informasi dan mencoba berbagai aktivitas, dengan keinginan
untuk mendapatkan nilai dan tujuan-tujuan yang akan mengarahkan
kehidupan mereka. Namun pada status identitas ini individu belum membuat
komitmen yang pasti dalam hidup.
4. Identity Achievement
Achivement merupakan status dimana individu memiliki krisis dan
komitmen. Pada status identitas ini individu telah mencari alternatif,
individu melakukan penyusunan pada pilihan diri terhadap nilai-nilai dan
tujuan. Individu yang memiliki status identitas achievement merasa telah
memiliki kesejahteraan secara psikologis, merasa memiliki persamaan yang
Universitas Sumatera Utara
22
dimiliki sepanjang waktu, dan mengetahui kemana arah yang akan dituju
nantinya.
4. Domain Identitas
Perkembangan identitas dapat terjadi dalam beberapa domain (Berk,
2007). Marcia (1993), menyatakan bahwa terdapat beberapa domain dalam
identitas diri, dimana pencapaian domain tersebut meliputi tugas perkembangan
pada masa remaja.
Menurut Erikson (dalam Cobb, 2007), domain identitas diri yang pada
umumnya terdapat pada masa remaja adalah:
1. Pilihan Pekerjaan
Hal utama yang menjadi pertanyaan dalam domain ini adalah
keputusan mengenai kehidupan kerja individu nantinya. Hal ini
mencakup aktivitas-aktivitas yang akan dikerjakan untuk mendapatkan
penghasilan, aktivitas yang dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab
dalam keluarga dan orang tua, sebagai pekerja sukarela, atau aktivitas
lain dimana individu menghabiskan waktunya. Akan tetapi pemilihan
pekerjaan yang dilihat tidak semata-mata untuk tujuan keuangan, namun
juga dapat berupa hal-hal yang dianggap menarik bagi individu untuk
dikerjakan seperti penentuan pilihan terhadap karir dan juga jenis
pendidikan yang diminati.
Universitas Sumatera Utara
23
2. Kepercayaan Idiologis
Domain ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan
yang dimiliki oleh individu dalam agama dan politik. Dalam agama
berkaitan dengan seberapa jauh individu melakukan apa yang menjadi
pandangannya secara subjektif mengenai agama yang diyakini, filosopi
hidup yang dimiliki, serta tanggung jawab sosial dan etika. Dalam politik
berkaitan dengan hubungan antara individu dan masyarakat dimana
individu tersebut tinggal. Domain ini tidak hanya mencakup hal-hal yang
berkaitan dengan pesta politik, tetapi juga berkaitan dengan masalah-
masalah yang sedang terjadi di tengah masyarakat seperti pengetahuan
tentang adanya kebijakan-kebijakan ekonomi, hal-hal yang berkaitan
dengan masalah perlindungan lingkungan serta hal yang berkaitan
dengan masalah hukum di tengah masyarakat.
3. Kepercayaan Hubungan Seksual Interpersonal
Domain ini mencakup hal yang berkaitan dengan peran gender
yang menentukan seseorang disebut wanita atau pria dan hal-hal yang
berkaitan dengan hubungan seksual. Kepercayaan akan peran gender
mencakup hal yang berkaitan dengan pandangan individu mengenai
apa yang dapat dilakukan oleh seorang wanita atau pria, dalam
lingkungan yang seperti apa sebaiknya individu melakukan peran
gendernya sebagai wanita atau pria, dan juga hal-hal yang berkaitan
dengan peran gender yang mempengaruhi individu dalam pemilihan
pasangan. Hubungan seksual berkaitan dengan pandangan individu
Universitas Sumatera Utara
24
mengenai orientasi seksual, pandangan individu mengenai hubungan
dalam berpacaran dan hubungan seksual, dan juga pandangan individu
mengenai hubungan seksual sebelum dan sesudah menikah.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Diri
Pembentukan identitas dapat terjadi karena adanya interaksi antara
individu dengan lingkungannya (Weigert dalam Ristianti, 2009). Disamping itu,
perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan dan juga dalam diri individu
akan sangat mempengaruhi pembentukan identitas dalam diri individu tersebut
(Kunnen & Bosma dalam Berk, 2007).
Masa remaja merupakan periode dimana pembentukan identitas terjadi,
dan menjadi lebih baik di sepanjang rentang kehidupan. Pembentukan identitas
pada masa remaja merupakan awal dari pembentukan yang terjadi di sepanjang
hidup, merupakan proses yang dinamis, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang berhubungan dengan diri dan lingkungan (Berk, 2007).
Menurut Berk (2007), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan identitas diri individu, yaitu:
1. Orang Tua
Ketika orang tua menyediakan dukungan emosional dan kebebasan
bagi anak untuk menjelajahi lingkungannya, maka anak akan
berkembang dengan memiliki pemahaman yang sehat mengenai siapa
dirinya. Hal ini juga terjadi pada remaja dalam pencarian identitas yang
sedang dilakukannya. Pembentukan identitas remaja akan berkembang
Universitas Sumatera Utara
25
dengan semakin baik ketika remaja memiliki keluarga yang memberikan
“rasa aman” dimana anak diijinkan untuk dapat melihat ke dunia luar
yang lebih luas. Kelekatan anak dengan orang tua, pemberian kebebasan
kepada anak untuk menyampaikan setiap pendapat yang ingin diberikan,
dukungan dan kehangatan dari orang tua, serta adanya komunikasi yang
terbuka antara orang tua dan remaja akan mempengaruhi pembentukan
identitas diri remaja.
2. Interaksi dengan Teman Sebaya
Melalui interaksi dengan teman sebaya yang beragam, perolehan
remaja mengenai ide dan nilai juga akan bertambah. Adanya dukungan
secara emosi yang diperoleh dari teman dekat akan membuat remaja
saling membantu satu sama lain dalam mencari pilihan-pilihan dan teman
sebaya dapat menjadi model peran bagi remaja pada perkembangan
identitas. Hubungan dengan teman sebaya akan membuat remaja belajar
mengenai nilai yang mereka miliki dalam pertemanan, pilihan akan
pasangan hidup nantinya, pencarian informasi mengenai karir, serta
pemilihan remaja akan karir. Selain itu kelompok teman sebaya
merupakan sumber bagi remaja untuk memperoleh pandangan mengenai
kasih sayang, rasa simpati, pemahaman akan orang lain, mengetahui
nilai-nilai moral, serta sebagai tempat bagi remaja untuk mempersiapkan
diri menuju kehidupan dewasa nantinya.
Universitas Sumatera Utara
26
3. Sekolah dan Komunitas
Sekolah dan komunitas yang menawarkan kesempatan yang luas
dan beragam dalam hal pencarian yang dilakukan oleh remaja juga
mendukung perkembangan identitas. Sekolah dapat membantu remaja
dalam penyediaan kelas yang memiliki tingkat pemikiran yang tinggi,
kegiatan ekstrakulikuler yang membuat remaja memiliki tanggung jawab
dalam peran yang diambilnya, tersedianya guru atau konselor yang dapat
mengarahkan remaja pada pemilihan akan bidang-bidang yang
diminatinya, seperti jurusan yang ingin diambilnya nantinya, serta
tersedianya program-program pembelajaran yang dapat menjadi suatu
sarana dimana remaja dapat memperoleh gambaran mengenai dunia
pekerjaan yang sesungguhnya ketika remaja berada pada usia dewasa
nantinya.
4. Kebudayaan
Budaya memiliki pengaruh besar dalam perkembangan identitas,
dimana budaya dapat membentuk adanya self-continuity disamping
perubahan diri yang terjadi. Perbedaan budaya yang terdapat dalam
lingkungan individu akan mempengaruhi bagaimana individu
memandang peran-peran yang mereka miliki dalam lingkungan
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
27
6. Perkembangan Pembentukan Identitas Diri Remaja
Di masa remaja awal, sebagian besar remaja memiliki status identitas
diffusion, foreclosure, dan moratorium (Santrock, 2007). Seiring dengan
pertambahan usia ketika memasuki remaja akhir, kebanyakan individu berada
pada status identitas achievement. Menurut Berk (2007) beberapa remaja dapat
mengalami hanya satu status identitas, namun terdapat juga remaja yang
mengalami perubahan dari satu status identitas menjadi status identitas yang lain.
Marcia (1993) membuat sebuah skema mengenai perubahan status identitas yang
dapat terjadi.
A A A
M M M M
F F F
D D D D D
Figure 2.1. Sebuah model yang menunjukkan perkembangan identitas
(D= status identitas diffusion; F= status identitas foreclosure; M= status identitas
moratorium; A= status identitas achievement)
Individu yang berada pada status identitas diffusion dapat berubah ke
status identitas moratorium jika individu tersebut mulai mencoba mencari tahu
secara serius sejumlah alternatif yang dapat digunakannya sebagai pilihan-pilihan
untuk membuat komitmen (D�M), dapat berubah menjadi individu yang berada
Universitas Sumatera Utara
28
pada status identitas foreclosure jika individu tersebut memiliki komitmen tanpa
adanya pencarian pilihan-pilihan yang ada sebelum komitmen tersebut dibuat
(D�F), atau individu akan tetap berada pada status identitas tersebut jika individu
tersebut tidak pernah berusaha untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan
identitas (D�D).
Individu yang berada pada status identitas foreclosure dapat berubah
menjadi individu yang berada pada status identitas moratorium jika individu
tersebut mempertimbangkan kembali komitmen yang sebelumnya sudah diambil
dan mencari berbagai pilihan baru yang dapat diambil (F�M), dapat tetap berada
pada status identitas foreclosure (F�F), atau individu tersebut dapat mengalami
kemunduran dengan berada pada status identitas diffusion jika komitmen yang
sudah dimiliki individu tersebut tidak ada lagi dan individu tersebut tidak mencari
tahu mengenai pilihan-pilihan yang dapat diambilnya (F�D).
Individu yang berada pada status identitas moratorium dapat berubah
menjadi individu yang berada pada status identitas achievement jika individu
tersebut membuat komitmen dari pilihan-pilihan yang sudah dimilikinya (M�A),
atau dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas diffusion
jika individu tersebut tidak lagi berusaha mencari tahu mengenai pilihan-pilihan
yang dapat diambil untuk membuat komitmen (M�D)
Individu yang berada pada status identitas achievement dapat tetap
berada pada status identitas tersebut dimana individu tetap mempertahankan
komitmen dan terus mencari tahu mengenai berbagai alternatif yang dapat
diambilnya (A�A), dapat berubah menjadi individu yang berada pada status
Universitas Sumatera Utara
29
identitas moratorium dengan mempertimbangkan kembali komitmen yang sudah
dimiliki dan mencari pilihan yang lain untuk mengganti komitmen tersebut
(A�M), atau dapat kembali ke status identitas diffusion jika komitmen awal yang
sudah dibuat tidak dipertahankan lagi dan individu tersebut tidak mencari tahu
mengenai pilihan-pilihan lain yang dapat diambil (A�D).
Kebanyakan remaja akan mengalami perubahan dari status identitas yang
lebih rendah yaitu antara foreclosure atau diffusion menuju status identitas yang
lebih tinggi yaitu moratorium atau achievement (Berk 2007). Menurut Archer
(dalam Santrock, 2007) remaja yang mengembangkan identitas diri yang positif
biasanya memiliki siklus perubahan status identitas dari moratorium-achievement-
moratorium-achievement, dimana hal ini lebih menunjukkan adanya krisis yang
terjadi pada masa remaja, bukan menunjukkan suatu penurunan perkembangan
identitas. Siklus tersebut dapat terus berulang pada diri remaja seiring dengan
adanya perubahan yang terjadi dalam pribadi remaja tersebut, pada lingkungan
keluarga, dan lingkungan sosial yang menuntut remaja untuk mengeksplorasi
berbagai alternatif dan mengembangkan berbagai komitmen baru (Santrock,
2007). Menurut Berk (2007) terjadinya perubahan dalam diri individu atau pada
lingkungan seperti adanya dukungan orang tua, interaksi dengan teman sebaya,
sekolah dan komunitas, serta budaya, dapat menjadi suatu peluang terjadinya
pembentukan identitas pada diri remaja.
Menurut Monks (2002), norma-norma yang dimiliki dalam kelompok
teman sebaya akan dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja. Pada
masa remaja terdapat banyak hal yang dilakukan bersama dengan teman sebaya,
Universitas Sumatera Utara
30
sehingga nilai-nilai yang dianggap benar dalam kelompok teman sebaya dapat
mempengaruhi nilai yang dimiliki remaja. Hal tersebut akan mempengaruhi
pandangan dan penilaian remaja mengenai suatu hal, termasuk hal-hal yang
berkaitan dengan identitas dirinya.
B. KECANDUAN INTERNET
1. Pengertian Kecanduan
Kecanduan dapat menjadi suatu masalah personal dan juga masalah
sosial, dimana untuk masalah personal kecanduan dilihat sebagai suatu
keberadaan yang dapat merugikan bagi individu yang memiliki kontrol dan
motivasi yang kurang, dan untuk masalah sosial kecanduan dilihat sebagai
kondisi yang dapat merusak lingkungan dan memperkecil kesempatan-
kesempatan yang ada, yang dapat diambil oleh individu, pada lingkungan tersebut
(Essau, 2008).
Carpenter (dalam Essau, 2008) menyatakan bahwa kecanduan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang memerlukan suatu zat dengan tujuan
untuk menghilangkan reaksi fisik dan psikologis yang muncul karena tidak
adanya zat tersebut, dan biasanya melibatkan penyesuaian atau ketergantungan.
Menurut West (dalam Essau, 2008) kecanduan adalah suatu masalah
yang terjadi dalam sistem motivasi seseorang yang melibatkan dorongan dan
keinginan, perasaan akan kebutuhan, dan juga melibatkan pengertian seseorang
terhadap identitasnya.
Universitas Sumatera Utara
31
Menurut Sarafino (2006) kecanduan adalah kondisi yang di sebabkan
oleh konsumsi zat-zat alami atau sintetik, dimana seseorang menjadi bergantung
pada zat tersebut, baik secara fisik maupun secara psikologis. Ketergantungan
fisik muncul ketika tubuh telah menyesuaikan diri pada suatu zat dan zat tersebut
bergabung pada fungsi jaringan tubuh yang normal. Kecanduan psikologis adalah
keadaan dimana individu merasa terpaksa menggunakan zat untuk memperoleh
efek dari zat tersebut.
2. Pengertian Internet
Internet dideskripsikan sebagai sebuah jaringan dari jaringan-jaringan,
yang menggabungkan komputer pemerintah, universitas dan pribadi bersama-
sama dan menyediakan infrastruktur untuk penggunaan e-mail, bulletin,
penerimaan file, dokumen hypertext, basis data hingga sumber-sumber komputer
lainnya. Melalui jalur elektronik inilah kita dapat bertukar informasi dengan
semua tempat yang ada di dunia (Srihartati, 2007).
Perkembangan internet dimulai pada tahun 1968, karena adanya
kebutuhan di bidang militer, Amerika memulai rencana proyek jaringan (network)
yang dinamakan the Advanced Research Project Agency Network (ARPANET).
Proyek ini bertujuan menghubungkan beberapa pusat penelitian yang tersebar di
berbagai tempat terpisah. Proyek ARPANET inilah yang kemudian menjadi cikal
bakal berkembangnya internet. Tahun-tahun berikutnya internet terus mengalami
perkembangan.
Universitas Sumatera Utara
32
Jaringan komputer tersebut pada awalnya bertujuan memberikan
pelayanan di lingkungan institusi pendidikan. Saat ini, internet benar-benar
merupakan sistem komputer lintas batas, lintas negara dan lintas industri. Di
seluruh dunia, ada lebih dari ratusan negara, ratusan juta pengguna yang
terhubung lewat jaringan ini.
3. Aplikasi yang Terdapat dalam Internet
Beberapa aplikasi yang sering digunakan dalam internet adalah (Setiyo,
2006) :
1. Chatting
Chatting adalah aplikasi yang merupakan system komunikasi yang
memungkinkan individu melakukan percakapan melalui internet dan
dalam bentuk teks. Percakapan dapat dilakukan oleh banyak pihak,
beberapa, puluhan, dan bahkan ratusan orang pada saat yang bersamaan
di seluruh dunia. Dalam perkembangannya, chatting sudah tidak lagi
hanya dalam bentuk teks, namun juga menggabungkan suara ataupun
video dalam percakapannya.
2. Game Online
Game online adalah aplikasi yang merupakan layanan game (permainan)
yang tersedia di komputer. Layanan ini dapat menghubungkan berbagai
orang melalui internet dalam memainkan jenis permainan yang sama dan
dalam waktu yang bersamaan. Permainan dapat menjadi ajang kompetisi
dan strategi serta keterampilan dalam memenangkan sebuah permainan.
Universitas Sumatera Utara
33
3. E-mail (Electronic Mail)
E-mail atau Electronic Mail merupakan aplikasi yang memungkinkan
untuk mengirimkan surat berupa teks ketikan di komputer ke penerima di
manapun di belahan dunia dalam waktu sangat singkat. Saat ini, selain
teks, e-mail juga memungkinkan mengirimkan aneka bentuk lain seperti
berbagai dokumen elektronik, gambar, suara, video, dan sebagainya
sebagai lampiran dalam mengirimkan surat elektronik tersebut.
4. WWW (World Wide Web)
Aplikasi WWW merupakan aplikasi internet yang paling banyak
digunakan sebagai aplikasi multimedia saat ini. Melalui WWW, dapat
diakses baik informasi berupa teks, gambar, suara, bahkan streaming
video. Aplikasi WWW atau website merupakan aplikasi yang paling
digemari dan paling banyak digunakan saat ini.
5. Web Search
Aplikasi Web Search merupakan aplikasi internet yang memungkinkan
untuk mendapatkan berbagai informasi mengenai berbagai macam hal
yang terdapat di internet.
4. Pengertian Kecanduan Internet
Menurut Young (dalam Essau, 2008), kecanduan internet memiliki
pengertian yang sama dengan perilaku kecanduan yang lainnya, dimana
didalamnya melibatkan perilaku yang kompulsif, kurangnya ketertarikan pada
aktivitas lain, berhubungan dengan ketergantungan yang lain, dan adanya
Universitas Sumatera Utara
34
symptom fisik dan mental yang muncul ketika perilaku tersebut berusaha
dihentikan. Individu yang dinyatakan telah kecanduan terhadap internet adalah
individu yang menghabiskan banyak waktunya dalam fungsi interaktif internet
dan juga terlibat dalam berbagai forum yang tersedia dalam internet.
Ketergantungan terhadap internet merupakan kondisi yang menunjukkan
munculnya masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga, lingkungan sosial, serta
dalam kehidupan sekolah atau pekerjaan yang diakibatkan karena penggunaan
internet. Individu yang mengalami kecanduan internet akan mengalami masalah
yang signifikan dalam hidupnya seperti masalah dalam kesehatan, pekerjaan,
masalah sosial, dan keuangan. Semakin interaktif fungsi internet yang dirasakan
oleh individu maka semakin besar kecenderungan individu tersebut mengalami
kecanduan.
Menurut Brenner (dalam Essau, 2008) individu dapat mengalami
kecanduan ketika menghabiskan waktunya selama 19 jam per minggu, dimana
dalam penggunaannya individu menunjukkan adanya keinginan untuk menambah
waktu penggunaan internet, adanya ketidaknyamanan yang dirasakan ketika
individu tersebut tidak menggunakan internet, dan adanya keinginan untuk secara
terus-menerus menggunakan internet.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecanduan
internet merupakan suatu kondisi ketergantungan yang dirasakan oleh individu
sehingga menghabiskan banyak waktu menggunakan internet, minimal 3 jam per
hari, dimana melibatkan perilaku yang berulang-ulang untuk menggunakan
internet dan tidak tertarik untuk melakukan aktivitas lainnya, merasa bahwa dunia
Universitas Sumatera Utara
35
maya di layar komputer lebih menarik dan munculnya perasaan yang tidak
menyenangkan ketika individu berusaha untuk menghentikan tingkah laku
tersebut.
5. Gejala Kecanduan Internet
Individu yang mengalami kecanduan internet dapat dilihat dari beberapa
simptom yang muncul. Beberapa simptom tersebut seperti selalu membayangkan
aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan dalam menggunakan internet, merasa
membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet sehingga
waktu untuk menggunakan internet lebih panjang dari waktu yang sudah
direncanakan, merasa tidak memiliki kontrol untuk menggunakan internet, merasa
tidak mampu untuk menghentikan penggunaan internet, munculnya masalah-
masalah dalam hubungan dengan orang lain, dalam pekerjaan, pendidikan atau
karir, serta merasa adanya perasaan tidak berguna, merasa bersalah, atau perasaan
cemas ketika tidak menggunakan internet (Young dalam Essau, 2008).
Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Stefanescu
et al (2007), remaja yang mengalami kecanduan internet akan merasa bahwa
kepuasaan untuk menggunakan internet akan mereka peroleh ketika mereka
memiliki waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet. Ketika remaja
yang mengalami kecanduan tidak dapat menggunakan internet, maka mereka akan
mengalami simptom-simptom seperti menarik diri, merasa cemas, menjadi orang
yang mudah marah, gelisah, memiliki pemikiran yang obsesif, memiliki perilaku
Universitas Sumatera Utara
36
kompulsif terhadap internet dan juga selalu membayangkan hal-hal yang berkaitan
dengan internet.
Tingkatan kecanduan terhadap internet juga beragam pada individu dan
akan jelas terlihat dari pola perilaku yang muncul, yang dimulai dari rentang
perilaku yang tidak biasa, kronis, dan tingkat perilaku yang terus-menerus dimiliki
oleh individu tersebut. West (dalam Essau, 2008) menyatakan, terdapat tiga hal
yang dapat menunjukkan tingkatan seseorang yang mengalami kecanduan, yaitu:
1. Adanya sesuatu yang tidak biasa yang dirasakan individu ketika individu
tersebut tidak lagi menggunakan internet, seperti mengalami kecemasan
jika tidak menggunakan internet
2. Adanya kebutuhan yang tidak biasa yang muncul karena ketergantungan
terhadap penggunaan internet, seperti keinginan untuk menggunakan
internet terus-menerus
3. Terjadinya sesuatu yang tidak biasa yang muncul dalam lingkungan
sosial individu tersebut, seperti munculnya tekanan dari lingkungan atau
larangan untuk tidak menggunakan internet pada individu
6. Komponen Kecanduan Internet
Menurut Griffiths (dalam Essau, 2008) terdapat beberapa komponen inti
dari kecanduan internet, yaitu:
1. Salience
Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang
paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pemikiran,
Universitas Sumatera Utara
37
perasaan (merasa sangat butuh), dan perilaku (kemunduran dalam
perilaku sosial) individu. Individu akan selalu memikirkan tentang
internet, meskipun sedang tidak menggunakan internet.
2. Mood modification
Hal ini merupakan pengalaman subjektif yang disebutkan sebagai
suatu konsekuensi yang menyenangkan dari penggunaan internet, dan
dapat dilihat sebagai suatu strategi coping dari masalah yang dimiliki
oleh individu.
3. Tolerance
Hal ini berarti individu akan meningkatkan jumlah waktu yang
dihabiskan dalam penggunaan internet sehingga dapat memperoleh efek
yang menyenangkan yang dirasakan dalam diri individu tersebut ketika
menggunakan internet.
4. Withdrawal symptoms
Hal ini merupakan terbentuknya perasaan yang tidak
menyenangkan yang terjadi ketika penggunaan internet dihentikan atau
dikurangi secara tiba-tiba (misalnya mudah marah dan cemas).
5. Conflict
Hal ini menunjukkan konflik yang muncul antara pengguna
internet dengan orang-orang yang berada di sekitar mereka (konflik
interpersonal), konflik dalam tugas yang dimiliki (pekerjaan, tugas
sekolah, kehidupan sosial, hobi, dan ketertarikan) atau dengan diri
individu itu sendiri (konflik dalam batin dan atau perasaan subjektif dari
Universitas Sumatera Utara
38
kehilangan kontrol), yang disebabkan karena individu menghabiskan
waktu yang terlalu banyak dalam penggunaan internet.
6. Relapse
Hal ini merupakan kecenderungan untuk berulangnya kembali pola
penggunaan internet dan bahkan kecenderungan untuk menggunakan
kembali internet secara berlebihan. Kondisi ini terjadi segera setelah
usaha penghentian penggunaan internet atau setelah pengontrolan
terhadap penggunaan internet dilakukan.
C. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu adolescer,
yang berarti “tumbuh” atau “bertumbuh menjadi dewasa”. Masa remaja mencakup
kematangan mental, emosional, dan fisik (Hurlock, 1990). Masa remaja
merupakan masa transisi perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa yang melibatkan perubahan besar pada fisik, kognitif, dan psikososial
(Papalia, 2007).
Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1990) secara psikologis masa remaja
adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana
anak tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan
berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang
lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang
Universitas Sumatera Utara
39
khas dari cara berpikir remaja memungkinkan remaja untuk mencapai integrasi
dalam hubungan sosial orang dewasa, yang merupakan ciri khas dari periode
perkembangan remaja.
2. Tugas Perkembangan pada Remaja
Menurut Hurlock (1990), seluruh tugas perkembangan pada masa remaja
dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan
dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Adapun tugas
perkembangan remaja adalah:
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya
f. Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
h. Memperoleh nilai-nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku dan mengembangkan ideologi
Tugas perkembangan tersebut berkaitan dengan domain identitas yang
digunakan untuk melihat identitas diri remaja. Adapun domain identitas tersebut
adalah pekerjaan, keyakinan idiologis dan keyakinan seksualitas.
Universitas Sumatera Utara
40
3. Ciri-ciri Remaja
Terdapat delapan ciri-ciri remaja yang dinyatakan oleh Hurlock (1990),
yaitu:
1. Masa remaja sebagai periode yang penting
Remaja mengalami perkembangan fisik dan perkembangan mental
yang cepat dan penting dimana semua perkembangan tersebut
menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap,
nilai, dan minat baru.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan tidak berarti putus dengan atau berubah dari apa yang
telah terjadi sebelumnya, melainkan perpindahan dari satu tahap
perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Dengan demikian,
dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan
meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan
datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada
tahap berikutnya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja
sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi
dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga
berlangsung pesat.
4. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Universitas Sumatera Utara
41
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun
masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh
anak laki-laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan
ini, yaitu:
a. Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian
diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan
remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah
b. Remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri, sehingga menolak bantuan dari orang tua dan
guru-guru
5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada awal tahun masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok
masih tetap penting. Lambat laun remaja mulai mendambakan identitas
diri dan tidak merasa puas dengan persamaan yang dimiliki dengan
teman-teman dalam segala hal. Keinginan untuk tetap sama dengan
kelompok dan juga keinginan untuk memiliki identitas diri akhirnya
menimbulkan suatu dilema yang menimbulkan ”krisis identitas” atau
masalah pada identitas remaja. Hal ini sesuai dengan apa yang
dinyatakan oleh Erikson (dalam Hurlock, 1990) bahwa identitas diri yang
dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa
peranannya dalam masyarakat, apakah ia seorang anak atau seorang
dewasa, apakah ia dapat menjadi seorang suami atau ayah, apakah ia
mampu untuk tetap percaya diri sekalipun latar belakang ras, budaya,
Universitas Sumatera Utara
42
agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya, dan
secara keseluruhan apakah ia akan berhasil atau gagal dalam
mengerjakan banyak hal dalam hidupnya.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Adanya anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-
anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak
dan berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus
membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain sesuai
dengan apa yang ia inginkan dan bukan sesuai dengan apa adanya,
terlebih dalam hal cita-cita. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila
orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil dalam tujuan
yang ditetapkannya sendiri.
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi
gelisah untuk meninggalkan streotype belasan tahun dan untuk
memberikan kesan bahwa mereka hampir dewasa, remaja mulai
memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa
yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan dan
terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini
akan memberikan citra yang mereka inginkan.
Universitas Sumatera Utara
43
4. Batasan Usia Remaja
Monks, dkk (2002) membagi fase-fase masa remaja ke dalam tiga tahap,
yaitu:
a. Remaja awal (12-15 tahun)
Pada tahap ini, remaja mulai beradaptasi terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang
menyertai perubahan-perubahan tersebut. Individu berusaha untuk
menghindari ketidaksetujuan sosial atau penolakan dan mulai
membentuk kode moral sendiri tentang benar dan salah. Individu menilai
baik terhadap apa yang disetujui orang lain dan buruk apa yang ditolak
orang lain. Pada tahap ini, minat remaja pada dunia luar sangat besar dan
juga tidak mau dianggap sebagai kanak-kanak lagi namun belum bisa
meninggalkan pola kekanakannya.
b. Remaja pertengahan (15-18 tahun)
Pada tahap ini, remaja berada dalam kondisi kebingungan dan
terhalang dari pembentukan kode moral karena ketidakkonsistenan dalam
konsep benar dan salah yang ditemukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Keraguan semacam ini juga jelas dalam sikap terhadap masalah
mencontek, pada waktu remaja duduk di sekolah menengah atas. Karena
hal ini sudah agak umum, remaja menganggap bahwa teman-teman akan
memaafkan perilaku ini, dan membenarkan perbuatan mencontek bila
selalu ditekan untuk mencapai nilai yang baik agar dapat diterima di
sekolah tinggi dan yang akan menunjang keberhasilan dalam kehidupan
Universitas Sumatera Utara
44
sosial dan ekonomi di masa-masa mendatang. Pada tahap ini, mulai
tumbuh semacam kesadaran akan kewajiban untuk mempertahankan
aturan-aturan yang ada, namun belum dapat
mempertanggungjawabkannya secara pribadi.
c. Masa remaja akhir (18-21 tahun)
Pada tahap ini, individu dapat melihat sistem sosial secara
keseluruhan. Individu mau diatur secara ketat oleh hukum-hukum umum
yang lebih tinggi. Alasan mematuhi peraturan bukan merupakan
ketakutan terhadap hukuman atau kebutuhan individu, melainkan
kepercayaan bahwa hukum dan aturan harus dipatuhi untuk
mempertahankan tatanan dan fungsi sosial. Remaja sudah mulai memilih
prinsip moral untuk hidup. Individu melakukan tingkah laku moral yang
dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri. Pada tahap ini, remaja
mulai menyadari bahwa keyakinan religius penting bagi mereka. Nilai-
nilai yang dimiliki juga akan menuntun remaja untuk menjalin hubungan
sosial dan keputusan untuk menikah atau tidak. Selain itu, individu juga
mulai merasa bahwa hidupnya tidak akan dapat secara terus-menerus
bergantung pada orang tua sehingga individu mulai memikirkan
mengenai pekerjaan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang dapat
dipilih untuk masa depannya.
Universitas Sumatera Utara
45
D. GAMBARAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA YANG MENGALAMI
KECANDUAN INTERNET
Masa remaja dikarakteristikkan dalam dua hal yang berbeda. Pertama,
masa remaja dilihat sebagai suatu periode yang dipenuhi oleh ketertarikan,
pertumbuhan dan pengalaman, dan mengarah kepada perkembangan untuk
menjadi dewasa muda yang produktif. Kedua, masa remaja merupakan periode
yang penuh konflik dan juga bermasalah dalam keluarga yang memungkinkan
terjadinya disfungsi dan juga pengasingan diri (Essau, 2008).
Menurut Erikson (Papalia, 2008), yang menjadi tugas utama pada masa
remaja adalah pencarian identitas diri. Identitas diri adalah suatu konsepsi
mengenai diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh
individu. Masa remaja merupakan masa dimana individu harus dapat memutuskan
siapakah mereka, apa keunikan yang mereka miliki dan apa yang menjadi tujuan
hidup mereka. Hal ini akan diperoleh ketika remaja dapat menyelesaikan krisis
yang muncul dari tahap perkembangan psikososial identity versus identity
confusion. Kemampuan untuk menyelesaikan krisis tersebut akan membentuk
remaja menjadi orang dewasa unik dengan pemahaman akan diri yang utuh dan
memahami peran nilai dalam masyarakat.
Marcia (1993) menyatakan bahwa identitas diri individu dapat
digambarkan melalui status identitas, yang dilihat berdasarkan ada tidaknya
dimensi krisis dan komitmen dalam beberapa area atau domain, yaitu pekerjaan
(sekolah, pekerjaan, dam karir), keyakinan idiologis (berisikan masalah
keagamaan dan sikap politik), serta keyakinan mengenai seksualitas (terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
46
sikap terhadap peran jenis kelamin dan seksualitas). Krisis adalah suatu periode
dimana remaja akan secara aktif bertanya, mengidentifikasi, mencari tahu,
menggali, dan menyelidiki berbagai alternatif yang ada untuk mencapai suatu
keputusan mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan keyakinan yang akan diambil.
Komitmen adalah kesetiaan, keteguhan pendirian, prinsip, dan tekad yang dimiliki
untuk melakukan berbagai kemungkinan atau alternatif yang dipilih.
Munculnya eksplorasi dan komitmen pada domain identitas dalam diri
individu akan semakin kuat ketika individu berada di remaja akhir (Marcia, 1993).
Hal ini disebabkan karena pada masa remaja akhir susunan identitas diri dapat
dibedakan, dan terjadi pengujian identitas diri pada lingkungan. Di usia remaja
akhir, individu sudah mulai memilih prinsip moral untuk hidup serta menyadari
bahwa keyakinan religius penting bagi mereka. Nilai-nilai yang dimiliki juga akan
menuntun individu untuk menjalin hubungan sosial dan keputusan untuk menikah
atau tidak. Selain itu, di usia remaja akhir, individu juga mulai merasa bahwa
hidupnya tidak akan dapat secara terus-menerus bergantung pada orang tua
sehingga remaja mulai memikirkan mengenai pekerjaan atau jenjang pendidikan
yang lebih tinggi yang dapat dipilih untuk masa depannya.
Menurut Marcia et al (1993) identitas individu dapat terbentuk melalui
interaksi yang terjadi dengan orang tua, keluarga dan teman sebaya. Interaksi
tentunya dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Interaksi
individu secara langsung di usia remaja akan banyak dilakukan dengan teman
sebaya, dimana remaja menghabiskan waktu dengan melakukan aktivitas bersama
teman-teman seusianya (Berk, 2007). Sedangkan interaksi secara tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
47
dapat dilakukan dengan berbagai media, dan salah satunya yang saat ini banyak
digunakan adalah komunikasi melalui internet.
Interaksi yang terjadi melalui internet akan mengurangi peluang
seseorang untuk menangkap tanda-tanda komunikasi dari orang yang terlibat
dalam komunikasi, sehingga membatasi penerimaan informasi yang diperoleh
individu. Berbeda dengan interaksi secara langsung, pada interaksi melalui
internet individu tidak dapat menangkap gerak-gerik, raut muka, nada suara, dan
hal-hal lain dari individu yang terlibat dalam interaksi. Namun demikian, internet
tetap dapat menghasilkan suatu komunikasi antara orang-orang yang
menggunakannya (Putubuku, 2008).
Meskipun interaksi melalui internet memiliki perbedaan dengan interaksi
yang dilakukan secara langsung, namun jumlah pengguna internet dunia, termasuk
Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari data yang
dinyatakan oleh Nasir (2010) bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia
berjumlah 20 juta pengguna pada tahun 2006 dan 25 juta pengguna pada tahun
2007 serta sebanyak 64% dari jumlah pengguna tersebut berasal dari kalangan
remaja. Pada tahun 2010 jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat
hingga mencapai angka 30 juta orang.
Penggunaan internet merupakan hal yang sangat menarik perhatian para
remaja saat ini. Hal ini terjadi karena melalui internet remaja dapat melakukan
komunikasi dengan orang lain sehingga dapat saling memberikan dan menerima
informasi. Karakteristik sosial yang muncul dalam komunikasi yang terjadi di
dunia nyata juga dapat muncul secara alami ketika terjadi komunikasi secara maya
Universitas Sumatera Utara
48
pada penggunaan internet, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
pembentukan identitas (Rimskii, 2010). Individu yang berkomunikasi dapat
menentukan dirinya sebagai anggota dari suatu kelompok, menerima nilai-nilai
dari kelompok tersebut, menerima peran sebagai individu dari anggota kelompok,
serta menentukan perbedaan dan persamaan dengan anggota kelompok. Selain itu,
dalam pertukaran informasi, individu yang menggunakan internet juga dapat
membentuk identitas mereka dengan menginternalisasikan elemen-elemen yang
mereka dapatkan dari internet, seperti sikap, persepsi, pandangan mengenai orang
lain, pertimbangan akan sesuatu, pendapat mengenai sesuatu, penilaian mengenai
sesuatu, hal-hal yang menjadi prioritas dalam hidup, berbagi mengenai
karakteristik dari aktivitas yang disukai dan hal lainnya.
Seiring dengan semakin berkembang dan semakin mudahnya akses
terhadap jaringan internet, penggunaan internet secara berlebihan dapat terjadi
pada siapa saja. Penggunaan internet yang berlebihan menyebabkan berkurangnya
kontrol individu terhadap waktu yang digunakan untuk mengakses internet
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kecanduan. Pada umumnya individu
yang mengalami kecanduan internet tidak dapat mengontrol diri sehingga
cenderung mengabaikan kegiatan lainnya, seperti sekolah, pekerjaan, interaksi
secara langsung dengan lingkungan, dan kewajiban lainnya. Menurut Brenner
(dalam Essau, 2008) individu dapat dinyatakan mengalami kecanduan internet
ketika sudah menghabiskan waktunya rata-rata 19 jam per minggu untuk
menggunakan internet.
Universitas Sumatera Utara
49
Individu yang mengalami kecanduan internet dapat mengalami beberapa
simptom. Simptom tersebut seperti selalu membayangkan aktivitas yang dapat
dilakukan dalam internet, merasa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk
menggunakan internet, merasa tidak memiliki kontrol ketika menggunakan
internet, merasa tidak mampu untuk menghentikan penggunaan internet,
mengalami masalah dalam hubungan dengan orang lain, pekerjaan, pendidikan,
atau karir, serta memiliki perasaan tidak berguna, merasa bersalah, atau perasaan
cemas ketika tidak menggunakan internet. Hal ini tidak jauh berbeda dari
pendapat Stefanescu et al (2007) yang menyatakan, remaja yang mengalami
kecanduan internet akan mengalami simptom-simptom seperti menarik diri,
merasa cemas, menjadi orang yang mudah marah, gelisah, memiliki pemikiran
yang obsesif, memiliki perilaku kompulsif terhadap internet dan juga selalu
membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan internet.
Kecanduan internet yang dimiliki oleh individu dapat dilihat dari
beberapa komponen kecanduan internet yang dinyatakan oleh Griffiths (dalam
Essau, 2008). Komponen kecanduan internet tersebut adalah: salience, mood
modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict dan relapse. Remaja yang
mengalami kecanduan internet akan memiliki pandangan bahwa hubungan yang
dimiliki melalui internet lebih menarik dibandingkan dengan dunia nyata sehingga
remaja tersebut mengabaikan hubungan yang seharusnya dapat mereka miliki
dengan orang lain di dunia nyata dan lebih memilih untuk melakukan interaksi
melalui internet.
Universitas Sumatera Utara
50
Penggunaan internet dapat menjadi sebuah sarana untuk menciptakan
hubungan sosial yang semakin baik bagi para penggunanya (Mazalin & Moore,
2004). Pengguna internet dapat saling memberi dukungan melalui interaksi yang
terjadi, meningkatkan hubungan dengan orang lain, serta para pengguna dapat
menggunakan internet untuk semakin meningkatkan pemahamannya mengenai
identitas dirinya. Penggunaan internet dapat bermanfaat untuk meningkatkan
interaksi sosial apabila interaksi yang dilakukan melalui internet juga tetap
disertai dengan interaksi yang terjadi secara langsung di dunia nyata. Artinya,
interaksi yang seharusnya dilakukan di dunia nyata tidak digantikan oleh interaksi
yang dilakukan melalui internet.
Interaksi yang lebih banyak dilakukan melalui internet tentunya juga
dapat menyebabkan kecenderungan untuk mengabaikan interaksi secara langsung,
yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kematangan identitas diri individu.
Kurangnya kedekatan secara langsung dengan teman sebaya, yang merupakan
interaksi yang paling banyak dilakukan di usia remaja, merupakan salah satu hal
yang dapat membatasi kesempatan bagi remaja untuk belajar dari lingkungan
sosialnya secara langsung dan juga mengurangi kesempatan belajar peran dari
teman sebayanya. Hal ini dapat menghambat kematangan identitas remaja pada
masa perkembangan (Mazalin & Moore, 2004).
Kedekatan remaja secara langsung dengan teman sebaya di dunia nyata
akan mempengaruhi remaja untuk dapat belajar peran, menentukan sikap, dan
membentuk perilaku yang juga akan mempengaruhi perkembangan identitas
remaja. Menurut Kunnen & Bosma (dalam Berk, 2007), melalui interaksi secara
Universitas Sumatera Utara
51
langsung dengan teman sebaya yang beragam, perolehan remaja mengenai ide dan
nilai juga akan bertambah. Teman dekat yang dimiliki remaja akan membuat
remaja saling membantu satu sama lain dalam mencari pilihan-pilihan dengan
adanya dukungan secara emosi dan teman sebaya dapat menjadi model peran bagi
remaja pada perkembangan identitas. Hubungan dengan teman sebaya akan
membuat remaja belajar mengenai nilai yang mereka miliki dalam pertemanan,
pilihan akan pasangan hidup nantinya, pencarian informasi mengenai karir, serta
pemilihan remaja akan karir. Selain itu kelompok teman sebaya merupakan
sumber bagi remaja untuk memperoleh pandangan mengenai kasih sayang, rasa
simpati, pemahaman akan orang lain, mengetahui nilai-nilai moral, serta sebagai
tempat bagi remaja untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa
nantinya.
Universitas Sumatera Utara
52
Keterangan garis: Keterangan Terdiri dari Menyebabkan
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Remaja
Pembentukan Identitas Diri
Dipengaruhi oleh interaksi
Interaksi tidak langsung Interaksi langsung
Semakin berkurangnya aktivitas sosial untuk berinteraksi secara langsung
Remaja tetap melakukan aktivitas sosial secara nyata untuk berinteraksi
Kecanduan Internet Aktivitas sosial remaja secara nyata, termasuk interaksi dengan lingkungan berkurang dan remaja lebih banyak melakukan interaksi melalui internet
Interaksi melalui internet
Bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang mengalami kecanduan internet?
Universitas Sumatera Utara