bab ii landasan teori 2.1 teori modal sosial

18
9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Modal Sosial Menurut Piere Bourdieu, definisi modal sosial adalah jumlah sumber daya, aktual atau maya, yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan (Field, 2011:23). James Coleman mendefinisikan social capital yaitu kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama-sama demi mencapai tujuan-tujuan bersama di dalam berbagai kelompok dan organisasi (dalam Fukuyama, 2007:12). Robert D. Putnam, mendefinisikan modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosial seperti jaringan, norma, dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (dalam Field, 2011: 51). Francis Fukuyama (2002:22) mendefinisikan modal sosial secara sederhana sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota-anggota suatu kelompok memungkinkan terjalinnya kerja sama di antara mereka. Jika para anggota kelompok itu mengharapkan bahwa anggota-anggota yang lain akan berperilaku jujur dan terpercaya, maka mereka akan saling mempercayai. Jika orang-orang yang bekerja sama dalam sebuah perusahaan saling mempercayai dan bekerja menurut serangkaian norma etis bersama, maka berbisnis hanya memerlukan sedikit biaya (Fukuyama, 2007: 38). Michael Wollcock (dalam Dwi Rajibianto, 2010) membedakan tiga tipe modal

Upload: others

Post on 24-Mar-2022

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Modal Sosial

Menurut Piere Bourdieu, definisi modal sosial adalah jumlah sumber daya, aktual

atau maya, yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki

jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang

sedikit banyak terinstitusionalisasikan (Field, 2011:23). James Coleman mendefinisikan

social capital yaitu kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama-sama demi mencapai

tujuan-tujuan bersama di dalam berbagai kelompok dan organisasi (dalam Fukuyama,

2007:12). Robert D. Putnam, mendefinisikan modal sosial adalah bagian dari kehidupan

sosial seperti jaringan, norma, dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak

bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (dalam Field, 2011:

51).

Francis Fukuyama (2002:22) mendefinisikan modal sosial secara sederhana

sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di

antara para anggota-anggota suatu kelompok memungkinkan terjalinnya kerja sama di

antara mereka. Jika para anggota kelompok itu mengharapkan bahwa anggota-anggota

yang lain akan berperilaku jujur dan terpercaya, maka mereka akan saling mempercayai.

Jika orang-orang yang bekerja sama dalam sebuah perusahaan saling mempercayai dan

bekerja menurut serangkaian norma etis bersama, maka berbisnis hanya memerlukan

sedikit biaya (Fukuyama, 2007: 38).

Michael Wollcock (dalam Dwi Rajibianto, 2010) membedakan tiga tipe modal

10

sosial yaitu sebagai berikut :

1) Sosial Bounding : berupa kultur nilai, kultur persepsi dan tradisi atau adat istiadat.

Modal sosial dengan karateristik ikatan yang kuat dalam suatu siistem

kemasyarakatan di mana masih berlakunya system kekerabatan dengan system

klen yang mewujudkan rasa simpati, berkewajiban, percaya resiprositas dan

pengakuan timbal balik nilai kebudayaan yang dipercaya. Tradisi merupakan tata

kelakuan yang kekal serta memiliki integrasi kuat dalam pola perilaku

masyarakat mempunyai kekuatan mengikat dengan beban sangsi bagi

pelanggrnya.

2) Social Bridging : berupa institusi maupun mekanisme yang merupakan ikatan

sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karateristik kelompoknya.

Dapat dilihat pula adanya keterlibatan umum sebagai warga Negara, asosiasi, dan

jaringan.

3) Social Linking : berupa hu ungan/jaringan sosial dengan adanya hubungan

diantara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam

masyarakat.

Abdullah (dalam Suwartiningsih, Sri& Prananingrum, Dyah Hapsari, 2009 :43)

mengidentifikasi tiga bentuk modal sosial yamg ada dalam masyarakat yaitu:

1. Ideologi dan tradisi lokal yang mengacu pada paham tertentu dalam menyikapi hidup

dan menentukan tatanan sosial. Hal ini dpat berupa kepercayaan setempat yang

merupakan basis bagi legitimasi tindakan sosial; ajaran yang menjadi sistem acuan

dalam tinglah laku yang terwujud; etika sosial yang mengatur hubungan antar

manusia dengan manusia atau lingkungan; etos kerja; nilai tradisi; dan norma yang

11

merupakan perangkat aturan tinglah laku.

2. Hubungan dan jaringan sosial yang merupakan pola-pola hubungan antara orang dan

ikatan sosial dalam suatu masyarakat seperti kerbat atau ikatan ketetanggaan.

3. Jaringan terdapat dalam masyarakat, menjangkau institusi lokal yang berfungsi bagi

kepentingan kelompok dan masyarakat. Ini dapat berupa kelembagaan adat atau

pranata sosial yang berperan secara langsung ataupun tidak langsung.

Dari ketiga bentuk modal social yang ada, dapat disimpulkan bahwa semua bentuk

modal sosial berjalan bersama dan saling melengkapi. Konsep modal sosial merujuk

pada hubungan sosial, institusi, norma sosial dan saling percaya antara orang atau

kelompok lain serta mempunyai dampak positif terhadap peningkatan kehidupan

dalam komunitas.

Hasbullah (dalam Niken Handayani, 2006) bahwa : Modal Sosial adalah kemampuan

masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerjasama membangun suatu

jaringan guna mencapai suatu tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu

pola interrelasi yang imbal balik dan saling menguntungkan, dan dibangun diatas

kepercayaan yang ditopang oleh normanorma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat.

Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat proaktif membuat jalinan

hubungan diatas prinsip-prinsip imbal balik, saling menguntungkan dan dibangun diatas

kepercayaan.

Oleh karenanya, Modal sosial adalah salah satu faktor peran penting dalam relasi

antara manol, pedagang sayur dan pembeli sayur di STA Jetis, Bandungan, Kabupaten

Semarang dan mempengaruhi kelancaran kegiatan ekonomi. Modal sosial yang terjadi

antara manol dengan pedagang dan pembeli yang dimaksudkan diatas adalah seperti

12

kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial. Dengan adanya modal sosial

memungkinkan terjalinnya kerja sama dan membentuk kerukunan dari manol dan

pedagang serta pembeli. .

Modal sosial terletak pada kemampuan masyarakat yang dalam penelitian ini

adalah manol dan pedagang sayuran serta pembeli untuk bekerjasama membangun suatu

jaringan guna mencapai tujuan bersama. Kerjasama bersifat timbal balik dan saling

menguntungkan. Kerjasama yang terjadi dibangun berdasar atas kepercayaan yang

didukung oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang kuat.

Modal sosial adalah sumber-sumber daya yang berkembang pada seseorang

individu atau sekelompok individu seperti kepercayaan, norma-norma sosial, dan

jaringan sosial yang memungkinkan terjalinnya kerja sama di antara mereka. Adapun tiga

unsur modal sosial tersebut, yaitu:

2.1.1. Kepercayaan

Fukuyama (2002:24) mendefinisikan kepercayaan yaitu norma-norma

kooperatif seperti kejujuran dan kesediaan untuk menolong yang bisa dibagi-bagi

antara kelompok-kelompok terbatas masyarakat dan bukan dengan yang lainnya

dari masyarakat atau dengan lainnya dalam masyarakat yang sama. Jika para

anggota kelompok itu mengharapkan bahwa anggota-anggotanya yang lain akan

berperilaku jujur dan terpercaya, maka mereka akan saling mempercayai.

Fukuyama (2002:72) mengatakan bahwa kepercayaan adalah efek samping yang

sangat penting dari norma-norma sosial yang kooperatif yang memunculkan

social capital. Jika masyarakat bisa di andalkan untuk tetap menjaga komitmen,

norma-norma saling menolong yang terhormat, dan menghindari perilaku

13

oportunistik, maka berbagai kelompok akan terbentuk secara lebih cepat, dan

kelompok yang terbentuk itu akan mampu mencapai tujuan-tujuan bersama secara

lebih efisien.

Menurut Fukuyama (2002:75) kepercayaan seharusnya di ingat dalam

dirinya sendiri bukan merupakan kebajikan moral, tetapi lebih merupakan efek

samping dari kebajikan. Kepercayaan muncul ketika masyarakat saling berbagi

norma-norma kejujuran dan ketersediaan untuk saling menolong dan oleh

karenanya mampu bekerja sama satu dengan yang lain. Kepercayaan dihancurkan

oleh sikap mementingkan diri sendiri yang eksesif atau oportunisme. Maka dari

itu, kepercayaan dapat membuat orang-orang bisa bekerja sama secara lebih

efektif karena bersedia menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan

individu.

Mollering (dalam Arya Hadi Dharmawan, 2002) merumuskan enam fungsi

penting kepercayaan (trust) dalam hubungan-hubungan sosial-kemasyarakatan

yaiu sebagai berikut :

Kepercayaan dalam arti confidence, yang bekerja pada ranah psikologis

individual. Sikap ini akan mendorong orang berkeyakinan dalam

mengambil satu keputusan setelah memperhitungkan resiko-resiko yang

ada. Dalam waktu yang sama, orang lain juga akan berkeyakinan sama

atas tindakan sosial tersebut, sehingga tindakan itu mendapatkan

legitimasi kolektif.

Kerja sama, yang berarti pula sebagai proses sosial asosiatif dimana trust

menjadi dasar terjalinnya hubungan-hubungan antar individu tanpa

14

dilatarbelakangi rasa saling curiga. Selanjutnya, semangat kerja sama akan

mendorong integrasi sosial yang tinggi.

Penyederhanaan pekerjaan, di mana trust membantu meningkatkan

efisiensi dan efektivitas kerja kelembagaankelembagaan sosial. Pekerjaan

yang menjadi sederhana itu dapat mengurangi biaya-biaya transaksi yang

bisa jadi akan sangat mahal sekiranya pola hubungan sosial dibentuk atas

dasar moralitas ketidakpercayaan.

Ketertiban. Trust berfungsi sebagai inducing behavior setiap individu,

yang ikut menciptakan suasana kedamaian dan meredam kemungkinan

timbulnya kekacauan sosial. Dengan demikian, trust membantu

menciptakan tatanan sosial yang teratur, tertib dan beradab.

Pemelihara kohesivitas sosial. Trust membantu merekatkan setiap

komponen sosial yang hidup dalam sebuah komunitas menjadi kesatuan

yang tidak tercerai-berai.

Modal sosial. Trust adalah aset penting dalam kehidupan kemasyarakatan

yang menjamin struktur-struktur sosial berdiri secara utuh dan berfungsi

secara operasional serta efisien.

Kepercayaan sebagai pengikat masyarakat dalam membentuk modal sosial

yang berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut. Hubungan

manol dan pedagang serta pembeli dalam melakukan transaksi yang sama-sama

mengharapkan adanya kejujuran. Kepercayaan tidak dapat muncul dengan seketika,

melainkan membutuhkan proses dari hubungan antara pelaku usaha yang sudah

lama terlibat dalam perilaku ekonomi secara bersama.

15

2.1.2. Jaringan Sosial

Salah satu pengertian jaringan dikemukakan oleh Robert M.Z. Lawang,

jaringan merupakan terjemahan dari network yang berasal dari dua suku kata

yaitu net dan work. Net berarti jaring, yaitu tenunan seperti jala, terdiri dari

banyak ikatan antar simpul yang saling terhubung antara satu sama lain. Work

berarti kerja. Jadi network yang penekanannya terletak pada kerja bukan pada

jaring, dimengerti sebagai kerja dalam hubungan antar simpul-simpul seperti

halnya jaring. Berdasarkan cara pikir tersebut, maka jaringan (network) menurut

Robert M. Z. Lawang (dalam Damsar, 2011: 157-158) dimengerti sebagai:

o Ada ikatan antar simpul (orang/kelompok) yang dihubungkan dengan

media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikatkan dengan

kepercayaan. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat

kedua belah pihak.

o Ada kerja antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui media

hubungan sosial menjadi satu kerja sama bukan kerja bersama-sama.

o Seperti halnya sebuah jaring (yang tidak putus) kerja yang terjalin antar

simpul itu pasti kuat menahan beban bersama dan malah dapat

“menangkap ikan” lebih banyak.

o Dalam kerja jaring itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri.

Jika satu simpul saja putus maka keseluruhan jaring itu tidak bisa

berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki. Semua simpul menjadi satu

kesatuan dan ikatan yang kuat. Dalam hal ini analogi tidak seluruhnya

tepat terutama kalau orang yang membentuk jaring itu hanya dua saja.

16

o Media (benang atau kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan atau antara

orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan.

o Ikatan atau pengikat (simpul) adalah norma yang mengatur dan menjaga

bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan studi jaringan sosial

melihat hubungan antar individu yang memiliki makna subyektif yang

berhubungan atau dikaitkan dengan sesuatu sebagai simpul atau ikatan. Simpul

dilihat melalui aktor individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan merupakan

hubungan antar para aktor tersebut.

Fukuyama (2002: 324) mendefinisikan jaringan sebagai sekelompok agen-

agen individual yang berbagi norma-norma atau nilai-nilai informal melampaui

nilai-nilai atau norma-norma yang penting untuk transaksi-transaksi pasar biasa.

Jaringan memberikan dasar bagi kohesi sosial karena mendorong orang bekerja

sama satu sama lain dan tidak sekedar dengan orang yang mereka kenal secara

langsung untuk memperoleh manfaat timbal balik (Field, 2010: 18).

“Social capital is defined as resources embedded in one’s social networks.

Resources, that can be accessed or mobilized through ties in the networks”

(Modal sosial didefinisikan sebagai sumber daya yang tertanam dalam jaringan-

jaringan sosial seseorang, sumber daya dapat diakses atau dimobilisasi melalui

hubungan dalam jaringan-jaringan).

Granovetter (dalam Damsar, 1997:43-44) menjelaskan adanya

keterlekatan perilaku ekonomi dalam hubungan sosial di mana melalui jaringan

sosial yang terjadi dalam kehidupan ekonomi. Pada tingkatan antar individu,

17

jaringan sosial dapat didefinisikan sebagai rangkaian hubungan yang khas di

antara sejumlah orang dengan sifat tambahan, yang ciri-ciri dari hubungan ini

sebagai keseluruhan, yang digunakan untuk menginterprestasikan tingkah laku

sosial dari individu-indvidu yang terlibat.

Granovetter (dalam Ritzer, 2010: 470-47) membedakan antara “ikatan

kuat dan lemah”. Ikatan kuat misalnya hubungan antara seseorang dan teman

karibnya, dan ikatan lemah misalnya hubungan antara seseorang dan kenalannya.

Ikatan lemah dapat menjadi sangat penting, seorang individu tanpa ikatan lemah

akan merasa dirinya terisolasi dalam sebuah kelompok yang ikatannya sangat kuat

dan akan kekurangan informasi tentang apa yang terjadi di kelompok lain ataupun

masyarakat luas. Granovetter juga menegaskan bahwa ikatan yang kuat pun

mempunyai nilai, misalnya orang mempunyai ikatan memiliki motivasi lebih

besar untuk saling membantu dan lebih cepat untuk saling memberikan bantuan.

Analisis jaringan sosial memperkenalkan dua konsep baru dalam mengkaji

struktur sosial yang memusatkan perhatian pada hubungan sosial (Ruddy

Agusyanto, 2007:59). Pertama, analisis jaringan sosial memperkenalkan suatu

konsep untuk mengkaji perilaku atau tindakan manusia, yang mana manusia

selalu dilihat dalam suatu proses interaksi sosial; manusia yang satu memanipulasi

manusia-manusia lainnya. Dalam hal ini, analisis jaringan sosial seolah-olah

mengindikasikan bahwa seseorang (person) tergantung kepada orang lain dan

tidak kepada sesuatu yang abstrak. Kedua, analisis jaringan sosial berusaha

memfokuskan perhatian kepada proses internal dan dinamika yang inheren di

dalam hubungan hubungan sosial atau saling ketergantungan umat manusia.

18

Fukuyama (2002:332) menjelaskan bahwa melalui hubungan persahabatan

atau pertemanan pun, dapat diciptakan jaringan yang memberikan saluran-saluran

alternatif bagi aliran informasi dan ke dalam sebuah organisasi. Jaringan dengan

kepercayaan tinggi akan berfungsi lebih baik dan lebih mudah daripada dalam

jaringan dengan kepercayaan rendah (Field, 2010:103). Individu yang mengalami

pengkhianatan dari mitra dekat akan mengetahui betapa sulit menjalin kerja sama

tanpa dilandasi kepercayaan.

Terjadinya sebuah jaringan sosial itu tidak terlepas dari komunikasi yang

menghasilkan sebuah interaksi sosial. Dengan demikian jaringan ini memfasilitasi

terjadinya komunikasi, interaksi dari manul dan pedagang menimbulkan atau

menumbuhkan kepercayaan dan kerja sama antara kelompok ini.

Proses untuk pembentukan jaringan sosial adalah dengan terjadinya

sebuah komunikasi. Jaringan dibangun atas simpul yang ada yaitu peran modal

sosial antara manol, SPTI dan pedagang sayur di STA Jetis, Bandungan,

Kabupaten Semarang dengan memperluas jaringan sosial dengan berkomunikasi.

2.1.3. Norma Sosial

Norma merupakan sekumpulan aturan yang yang dipatuhi dan dijalankan

oleh masyarakat walau tidak tertulis. Aturan-aturan kolektif tersebut di pahami

oleh semua anggota masyarakat dan terdapat sangsi sosial untuk mencegah

individu melakukan suatu hal yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku

dalam masyarakat tersebut.

Menurut Soerjono Soekanto : ’’norma merupakan kesepakatan bersama

yang berperan untuk mengontrol dan menjaga hubungan antara individu dengan

19

individu lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Norma-norma masyarakat

merupakan patokan untuk bersikap dan berperilaku secara pantas yang berkaitan

dengan pemenuhan kebutuhan dasar, yang mengatur pergaulan hidup dengan

tujuan untuk mencapai suatu tata tertib’’.

Norma biasanya dibangun, tumbuh, dan dipertahankan untuk memperkuat

masyarakat itu sendiri. Norma-norma sosial diciptakan secara sengaja. Dalam

pengertian bahwa orang-orang yang memprakarsai/ikut mempertahankan suatu

norma merasa diuntungkan oleh kepatuhannya pada norma dan merugi karena

melanggar norma (Coleman, 2009: 333)

Douglass North (dalam Fukuyama, 2002: 243) menjelaskan bahwa norma-

norma sangat penting untuk mengurangi biaya-biaya transaksi. Jika kita tidak

memiliki norma, maka kita mungkin harus merundingkan aturan-aturan

kepemilikan atas dasar kasus per kasus, sebuah situasi yang tidak kondusif bagi

pertukaran pasar, investasi, maupun pertumbuhan ekonomi. Dalam cabang

ekonomi terdapat teori permainan yang menjelaskan munculnya norma-norma

sosial. Secara sederhana teori permainan dapat digambarkan sebagai berikut:

“....bahwa kita semua dilahirkan ke dunia bukan sebagai oversosialized

communitariant-nya Dennis Wrong dengan banyaknya ikatan-ikatan dan

kewajiban-kewajiban sosial terhadap yang lain, tetapi lebih sebagai indvidu yang

terisolasi dengan segulung hasrat atau preferensi mementingkan diri sendiri.

Dalam banyak hal, kita bisa memuaskan preferensi-preferensi itu secara lebih

efektif jika kita bekerja sama dengan orang lain, dan oleh karenanya harus

mengembangkan norma-norma negosiasi kooperatif yang mengatur berbagai

20

interaksi sosial” (Fukuyama, 2002: 244).

Dalam hal ini norma-norma menjaga hubungan sosial antara manol

dengan pedagang dan pembeli. Kepatuhan pelaku pasar terhadap norma-norma

sosial yang telah disepakati dapat meningkatkan solidaritas dan mengembangkan

kerja sama dengan mengacu pada norma-norma sosial yang menjadi patokan dan

sesuai kesepakatan mereka.

2.2 Buruh Gendong

Peningkatan perekonomian memberikan kontribusi dalam menciptakan dan

memperluas lapangan pekerjaan. Perluasan lapangan pekerjaan menimbulkan persaingan

yang ketat dan tentunya menuntut pendidikan, skill serta kreatifitas yang tinggi. Namun

hal ini menyebabkan tersingkirnya mereka yang berpendidikan rendah dan kemudian

beralih pada sektor informal demi menjamin kehidupannya. Sebagian sektor informal

yang di pilih adalah pekerja atau buruh gendong.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata buruh didefinisikan sebagai orang

yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah/pekerja. Buruhpun di bagi ke dalam

beberapa jenis yaitu sebagai berikut:

1. Buruh Harian: buruh yang menerima upah berdasarkan hari masuk kerja.

2. Buruh Kasar: buruh yang menggunakan tenaga fisiknya karena tidak mempunyai

keahlian di bidang tertentu.

3. Buruh Musiman: buruh yang bekerja hanya pada musim-musim tertentu (misalnya

buruh tebang tebu).

4. Buruh Pabrik: buruh yang bekerja di pabrik.

5. Buruh Tambang: buruh yang bekerja di pertambangan.

21

6. Buruh Tani: buruh yang menerima upah dengan bekerja di kebun atau di sawah

orang lain.

7. Buruh Terampil: buruh yang mempunyai keterampilan di bidang tertentu.

8. Buruh Terlatih: buruh yang sudah dilatih untuk keterampilan tertentu.

Bila dilihat berdasarkan pengertian di atas maka, buruh gendong pada pasar Jetis

Bandungan dapat di kategorikan dalam buruh kasar karena menggunakan tenaga fisik

dalam melakukan pekerjaannya. Dengan demikian buruh gendong pada penelitian ini

adalah pekerja yang dibayar tenaganya dengan jumlah yang telah di sepakati bersama

untuk mengangkut barang dalam hal ini komoditas dagangan yaitu sayur-sayuran sesuai

permintaan pedagang (pedagang sebagai penyewa yang membayar upah).

2.3 SPTI (Serikat Pekerja Transport Indonesia) Cabang Bandungan

Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja disebutkan

bahwa buruh atau pekerja merupakan mitra pengusaha yang sangat penting dalam proses

produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja atau buruh dan keluarganya,

menjamin kelangsungan perusahaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Indonesia pada umumnya.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juga mengatur mengenai serikat pekerja,

diantaranya yaitu adalah:

1) Setiap pekerja memiliki hak untuk membentuk dan menjadi anggota sebuah

serikat buruh. Serikat buruh berhak menarik dan mengelola dana dan

mempertanggungjawabkan keuangan serikat, termasuk penyediaan dana untuk

aktifitas mogok kerja.

2) Adanya sebuah perjanjian kesepakatan kerja bersama dibuat antara serikat buruh

22

atau beberapa serikat buruh yang sudah tercatat di lembaga pemerintahan yang

bertanggung jawab atas urusan ketenagakerjaan dan pengusaha atau beberapa

pengusaha.

3) Mogok kerja harus dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat dari

gagalnya perundingan. Artinya buruh memiliki hak untuk melakukan mogok kerja

bila pada perundingan antara buruh dan penyewa jasa mereka(misal: pengusaha)

tidak mencapai suatu kesepatan. Namun, mogok kerja yang dilakukan haruslah

mengikuti prosedur Undang-Undang yang berlaku serta tidak menggangu

ketertiban dan keamanan umum.

Demikian adanya sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia

dapat diwujudkan melalui pembentukan serikat pekerja atau serikat buruh. Hal ini

menjadi dasar atau acuan terbentuknya SPTI yang merupakan seperangkat aturan atau

norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan kerja anatara

pengusaha/pedagang dan buruh/pekerja.

SPTI sebagai suatu lembaga yang menaungi para buruh dalam hal ini buruh

gendong di STA Jetis Bandungan mempunyai fungsi dan tanggungjawab untuk

mengayomi dan membantu meningkatkan kesejahteraan anggota (manol) dan

keluarganya (keluarga inti/yang tinggal seatap). Oleh karenanya dalam menjalankan tugas

ini SPTI cabang Bandungan bertindak tegas yakni hanya manol yang bisa melakukan

pekerjaan mengangkut barang sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah di atur.

Persyaratannya antara lain harus mendaftarkan diri agar mendapatkan Kartu Tanda

Anggota (KTA) dengan memberikan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, dan uang

pendaftaran yang besarannya telah ditentukan. KTA manol berlaku selama 3 tahun

23

dengan upah Rp. 2500/keranjang/gendong. SPTI juga mengatur penempatan posisi manol

serta bekerja pada shift siang atau malam. Posisi manol di tempatkan sesuai dengan

kebutuhan blok-blok mana yang membutuhkan banyak tenaga. Blok-blok tersebut diatur

sesuai dengan jenis dan sumber komoditas dagangan sehingga tidak terjadi kekurangan

tenaga ataupun masalah dengan pedagang saat pedagang membutuhkan tenaga manol dan

juga tidak terjadi konflik karena saling berebut gendongan antar manol. Dengan

demikian,sangat membantu dalam pendapatan manol secara ekonomi.

Selain itu juga, SPT mendirikan dan menjalankan koperasi yang masih berjalan

dan terus berkembang hingga sekarang yaitu koperasi Gotong Royong Maju Makmur.

2.4 Penelitian Terdahulu

Telah banyak penelitian-penelitian sosial mengenai modal sosial yang telah

dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan pembanding dengan penelitian

yang ditentukan oleh peneliti. Adapun beberapa penelitan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, Studi Modal Sosial Pedagang Dalam Meningkatkan Daya Saing Pasar

(Fatimah, 2012). Penelitian berfokus pada pemanfaatan modal sosial yang digunakan

oleh Forum Silatuhrahmi Paguyuban Pedagang Pasar Tradisional (FSP3Y) dalam

meningkatkan daya saing pasar tradisional. Modal sosial juga digunakan terhadap

penyelesaian permasalahan bersama guna meraih kepentingan bersama para pedagang

tradisional. Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif berupa studi kasus

dengan perspektif fenomenologi.

Dalam penelitian ini menghasilkan bahwa modal sosial FSP3Y dimanfaatkan dalam

berbagai inovasi kegiatan seperti Promo Pasar dan Belanja Berhadiah, Penerbitan Warta

Pasar Jogja, kemandirian pedagang dalam memperbaiki tampilan dagangannya, serta

24

sikap proaktif pedagang dalam menyuarakan aspirasinya. Dalam berbagai kegiatan

tersebut, FSP3Y bekerja sama dengan banyak pihak seperti pemerintah, sponsor kegiatan,

relawan pengelola Warta Pasar Jogja, dan Sekolah Pasar PUSTEK UGM. Dimensi

jejaring, trust, dan solidaritas tercipta dari kerjasama yang dilakukan dalam pelaksanaan

kegiatan tersebut. Selain itu, aksi kolektif, tindakan politik, dan pemberdayaan dilakukan

pedagang untuk memperbaiki citra pasar dan memperjuangkan eksistensi mereka dalam

berusaha. Selain itu, adanya pemanfaatan media untuk berpromosi, pengadaan sarasehan

sebagai tempat pertukaran informasi, pengetahuan dagang, dan prospek bisnis. Namun,

belum semua pedagang berpartisipasi dalam kegiatan yang dilakukan oleh FSP3Y karena

belum semua menyadari pentingnya pengembangan usaha secara mandiri.

Kedua, Modal Sosial Pedagang Kaki Lima Di Jalan Gambir Tanjungpinang

(Studi PKL sayur-sayuran) oleh Ichsan Pramatya, 2013. Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif deskriptif. Penelitian berfokus pada mengetahui kepercayaan (trust)

yang terbentuk di antara sesama Pedagang Kaki Lima Sayur-sayuran di Jalan Gambir

Tanjungpinang dan untuk mengetahui hubungan timbal balik antar Pedagang Kaki Lima

di Jalan Gambir Tanjungpinang. Modal sosial menjadi salah satu unsur pendorong dalam

meningkatkan serta mempertahankan usaha ekonomi. Hasil penelitianini adalah

menemukan bahwa adanya nilai modal sosial yang terbentuk dan terjalin diantara

pedagang dari aturan-aturan informal yang berlaku di kelompok pedagang yang mampu

mereka patuhi bersama, meskipun tidak ada perjanjian tertulis, sehingga aturan-aturan

informal tersebut menjadi norma-norma tersendiri yang berkembang serta dilaksanakan

secara bersama-sama; dengan demikian memperlihatkan rasa saling percaya (trust), dan

adanya jaringan-jaringan sosial (sosial networking).

25

Ketiga, Strategi Hidup Buruh Porter Di Stasiun Tawang Kota Semarang (Asep

Rakhmat R, 2015). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian berfokus

untuk mengetahui alasan yang melatarbelakangi seseorang dalam memilih pekerjaan

sebagai buruh porter di Stasiun Tawang, serta berfokus juga untuk mengetahui dan

mendeskripsikan strategi hidup buruh porter Stasiun Tawang Semarang. Hasil penelitian

menemukan bahwa bentuk strategi hidup yang digunakan para buruh porter yang adalah

berhutang, adanya jaringan yang baik dan bekerja sambilan. Strategi hidup yang

digunakan oleh buruh porter dalam kehidupannya adalah menggunakan rasa saling

percaya satu sama lain antar buruh porter, adanya jaringan yang baik yang melahirkan

solidaritas yang kuat antar para buruh porter, sehingga hubungan timbal balik dalam

kehidupan buruh porter sangatlah penting.

Keempat, Peran Modal Sosial Terhadap Keberlangsungan Usaha Pedagang Burjo

Di Salatiga (Pandi, 2016). Penelitian menggunakan metode kualitatif. Peneltian Pandi

memiliki fokus kajian pada keberlangsungan usaha melalui modal sosial dengan unit

amatan pedagang Burjo di Salatiga. Hasil penelitian yang ditemukan adalah modal sosial

terbentuk karena proses transaksi yang terjadi anatar pedagang Burjo dan pembeli yang

kemudian melahirkan adanya ikatan saling percaya (trust) kemudian membangun ikatan

kekerabatan atau jaringan dalam kesepakatan bersama tertentu yang telah disepakati

bersama sehingga menghasilkan usaha burjo yang terus eksis hingga sekarang.

Dari berbagai penelitian tersebut, belum ada yang berfokus pada peran modal

sosial terhadap buruh gendong di STA (Sub Terminal Agribisnis) Jetis di Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang.

26

2.5 Kerangka Pikir

MODAL SOSIAL

PEDAGANG

PEMBELI

MODAL SOSIAL

BURUH

GENDONG/MANOL

L

SPTI/SERIKAT

PEKERJA

KOPERASI

GOTONG

ROYONG

MAJU

MAKMUR

PERAN MODAL SOSIAL DI

SUB TERMINAL AGRIBISNIS

JETIS BANDUNGAN

HASIL PENELITIAN PERAN

MODAL SOSIAL