bab ii landasan teori 2.1 air tanah tanah merupakan...
TRANSCRIPT
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Air Tanah
Tanah merupakan susunan butiran padat dan pori-pori yang saling
berhubungan satu sama lain, sehingga air dapat mengalir dari satu titik yang
mempunyai energi yang lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi yang lebih
rendah. Aliran air melalui pori-pori tanah sangat dibutuhkan dalam
memperkirakan jumlah rembesan air dalam tanah, menyelidiki permasalahan
pemompaan air untuk konstruksi bawah tanah, serta menganalisis kestabilan
konstruksi bendung (Das, 1985).
Air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah permukaan
bumi. Salah satu sumber utama adalah air hujan yang meresap ke bawah lewat
lubang pori diantara butiran tanah. Air biasanya sangat berpengaruh pada sifat-
sifat teknis tanah, khususnya tanah yang berbutir halus. Demikian juga, air
merupakan faktor yang sangat penting dalam masalah-masalah teknis yang
berhubungan dengan tanah seperti: penurunan, stabilitas, pondasi, stabilitas
lereng, dan lain-lain.
Terdapat tiga zona penting pada lapisan tanah yang dekat dengan
permukaan bumi, yaitu: zona jenuh air, zona kapiler, zona sebagian. Pada zona
jenuh atau zona di bawah muka air tanah, air mengisi seluruh rongga-rongga air
tanah. Pada zona ini tanah dianggap dalam keadaan jenuh sempurna. Batas atas
dari zona penuh adalah permukaan air tanah atau permukaan freatis. Selanjutnya,
air yang berada di dalam zona ini disebut sebagai air tanah atau air freatis. Pada
permukaan air tanah, tekanan hidrostatis adalah nol. Zona kapiler terletak di atas
zona jenuh. Ketebalan zona ini tergantung dari macam tanahnya. Akibat tekanan
kapiler, air mengalami isapan atau tekanan negative. Zona yang jenuh
berkedudukan paling atas, adalah zona didekat permukaan tanah, dimana air
dipengaruhi oleh penguapan dan akar tumbuh-tumbuhan (Hardiyatmo, 2006).
5
2.1.1 Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler dapat timbul karena adanya tarikan lapisan tipis
permukaan air sebelah atas. Kejadian ini disebabkan oleh adanya pertemuan
antara dua jenis material yang berbeda sifatnya. Pada prinsipnya, tarikan
permukaan adalah hasil perbedaan gaya tarik antara molekul-molekul pada bidang
singgung pertemuan dua material yang berbeda sifatnya (Hardiyatmo, 2006).
Kejadian tarikan permukaan dapat dilihat dari percobaan laboratorium
pada pipa kapiler yang dicelupkan dalam bejana berisi air. Ketinggian air dalam
pipa kapiler akan lebih tinggi dari pada tinggi air dalam bejana (Gambar 2.1.a).
Permukaan air dalam cairan membentuk sudut α terhadap dinding pipa. Tekanan
pada permukaan air dalam pipa dan tekanan pada permukaan air pada bejana akan
sama dengan tekanan atmosfer. Tidak adanya gaya luar yang mencegah air dalam
pipa dalam kedudukannya menunjukan bahwa suatu gaya tarik bekerja pada
lapisan tipis permukaan air dalam pipa kapiler, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Analogi Tekanan Air Kapiler dalam Lapisan Tanah dan
Kedudukannya (Holtz dan Kovacs, 1981 dalam Hardiyatmo,
2010.
6
2.1.2 Pengaruh Tekanan Kapiler
Akibat tekanan kapiler, air tanah tertarik keatas melebihi permukaannya.
Pori-pori tanah sebenarnya bukan sistem pipa kapiler, tapi teori kapiler dapat
diterapkan guna mempelajari kelakuan air pada zone kapiler. Air dalam zone
kapiler ini dapat dianggap bertekanan negative, yaitu mempunyai tekanan di
bawah tekanan atmosfer. Tinggi minimum dari ℎ𝑐 (min) dipengaruhi oleh ukuran
maksimum pori-pori tanah. Di dalam batas antara ℎ𝑐 (min) dan ℎ𝑐 (mak), tanah
dapat bersifat jenuh sebagian (partially saturated). Terzaghi dan Peck (1948)
dalam Hardiyatmo, 2006 memberikan hubungan pendekatan antara ℎ𝑐 (mak) dan
diameter butiran, sebagai berikut:
ℎ𝑐 = 𝐶
𝑒𝐷₁₀ (mm) (2.1)
dengan,
hc : tinggi air dalam pipa kapiler (mm),
C : konstanta (C bervariasi antara 10-50 mm2),
D10 : diameter efektif (mm).
Tinggi air kapiler untuk berbagai macam tanah dapat ditunjukkan dalam
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Ketinggian Air Kapiler (Hansbo, 1957 dalam Hardiyatmo, 2006)
MacamTanah Kondisi longgar Kondisi padat
Pasir kasar
Pasir sedang
Pasir halus
Lanau
Lempung
0,03 – 0,12 m
0,12 – 0,50 m
0,30 – 2,00 m
1,50 – 10,0 m
0,04 – 0,15m
0,35 – 1,10m
0,40 – 3,50m
2,50 – 12,0m
> 10 m
Pengaruh tekanan kapiler pada tanah adalah menambah tegangan efektif.
Jika tekanan kapiler membesar, maka tegangan kontak diantara partikel membesar
pula. Akibatnya, ketahanan tanah terhadap geser atau kuat geser tanah bertambah.
7
2.2 Permeabilitas
Kemampuan aliran fluida untuk mengalir melalui medium porous adalah
suatu sifat teknis yang disebut permeabilitas (daya rembesan). Fluida adalah air
dan medium yang porous adalah massa tanah. Setiap material dengan ruang
kosong disebut porous, dan apabila ruang kosong itu saling berhubungan maka ia
akan memiliki sifat permeabilitas (Bowles, 1986).
Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan yang memungkinkan aliran
rembesan dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir lewat rongga pori.
Pori-pori tanah saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga air
dapat mengalir dari titik yang mempunyai tinggi energi lebih tinggi ke titik
dengan energi yang lebih rendah. Untuk tanah permeabilitas dilukiskan sebagai
sifat tanah yang menggambarkan bagaimana air mengalir melalui tanah.
Sifat aliran air dalam tanah mungkin laminer atau turbulen. Tahanan
terhadap aliran bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, bentuk butiran, rapat
masa serta bentuk geometri rongga pori. Temperatur juga sangat mempengaruhi
tahanan aliran (kekentalan dan tegangan permukaan).
Walaupun secara teoritis, semua jenis tanah lebih atau kurang mempunyai
rongga pori, dalam praktek istilah mudah meloloskan air (permeable) ditujukan
untuk tanah yang memang benar-benar mempunyai sifat meloloskan air.
Sebaliknya, tanah disebut kedap air (impermeable), bila tanah tersebut
mempunyai kemampuan meloloskan air yang sangat kecil (Hardiyatmo, 2006).
2.2.1 Garis Aliran
Aliran air lewat suatu kolom tanah diperlihatkan dalam Gambar 2.2a.
Masing-masing partikel air bergerak dari ketinggian A ke ketinggian B yang lebih
rendah, mengikuti lintasan yang berkelok-kelok (ruang pori) diantara butiran
padatnya (Hardiyatmo, 2006).
Kecepatan air bervariasi dari titik ke titik tergantung dari ukuran dan
konfigurasi pori. Akan tetapi dalam praktek tanah dapat dianggap sebagai satu
kesatuan. Tiap partikel air dianggap melewati sepanjang lintasan lurus yang
disebut garis aliran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2b).
8
(a) Aliran sebenarnya (b) Garis aliran anggapan
Gambar 2.2 Aliran Air Tanah (Hardiyatmo, 2006)
2.2.2 Aliran Air Dalam Tanah
Aliran air horisontal yang melewati tabung berisi tanah dilukiskan dalam
Gambar 2.3. Ketinggian di dalam pipa piezometer menunjukkan tekanan air pada
titik tersebut. Elevasi air di dalam pipa disebut elevasi piezometrik (piezometric
elevation) atau tinggi energi elevasi (elevation head), sedang tekanan air pada
kedalaman tertentu disebut tinggi energi tekanan (preasure head), yaitu
ketinggian kolom air ℎ𝐴 atau ℎ𝐵 di dalam pipa diukur dalam millimeter atau meter
di atas titiknya. Hal ini dapat juga dinyatakan dalam satuan tekanan dengan
menggunakan hubungan:
hA = PA
𝛾𝑤 dan hB =
𝑃𝐵
𝛾𝑤 (2.2)
dengan,
p : tekanan (t/m2, kN/m
2),
h : tinggi tekanan (m),
𝛾𝑤 : berat volume air (t/m3, kN/m
3).
Tekanan air pori biasanya diukur terhadap tekanan atmosfer relatif.
Ketinggian air dengan tekanan atmosfer nol, didefinisikan sebagai permukaan air
9
tanah atau permukaan freatis. Kondisi artesis dapat terjadi jika lapisan tanah
miring dengan permeabilitas tinggi diapit lapisan tanah dengan permeabilitas
rendah.
Tekanan hidrostatis bergantung pada kedalaman suatu titik di bawah muka
air tanah. Untuk mengetahui besar tekanan air pori, teorama Bernoulli dapat
diterapkan. Menurut Bernoulli, tinggi energi total (total head) pada suatu titik A
dapat dinyatakan oleh persamaan:
h = 𝑃
γw
+𝑉²
2ǥ+ 𝑧 (2.3)
dengan,
h : tinggi energi total (m),
p/γw : tinggi energi tekanan (m),
p : tekanan air (kN/m),
v2/2g : tinggi energi kecepatan (m),
v : kecepatan air (m/det),
γw : berat volume air (kN/m3),
g : percepatan grafitasi (m/det2),
z : tinggi energi elevasi (m).
Kecepatan rembesan di dalam tanah sangat kecil, maka faktor
kecepatan dalam suku persamaan Bernoulli dapat diabaikan. Untuk menghitung
banyaknya rembesan lewat tanah pada kondisi tertentu, ditinjau kondisi tanah
seperti dalam Gambar 2.3. Luas potongan melintang tanah sebesar A, dengan
debit rembesan q.
Dalam persamaan Bernoulli, kehilangan tinggi energi antara titik A dan
titik B (Δh) dinyatakan dengan persamaan:
Δh = ℎ𝐴 + 𝑧𝐴 − ℎ𝐵 + 𝑧𝐵 (2.4)
dengan,
ℎ𝐴/ ℎ𝐵 : tinggi energi tekanan pada titik A dan B (m),
zA/zB : tinggi energi elevasi (m),
Δh : kehilangan energi A dan B (m).
10
dan
i= Δℎ
𝐿 (2.5)
dengan,
L : jarak antara potongan A dan B (m),
i : Gradien hidrolik,
Δh : kehilangan energi A dan B (m).
Nilai tinggi energi elevasi (z) diambol positif bila titik yang ditinjau
terletak di atas referensi (datum) seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Aliran Rembesan dalam Tanah (Hardiyatmo, 2006)
Jika kecepatan aliran air dalam tanah nol, semua ketinggian air dalam akan
menunjukan elevasi yang sama dan berimpit dengan permukaan horizontal air
tanah. Dengan adanya aliran air tanah, ketinggian air dalam pipa piezometer akan
berkurang dengan jarak alirannya.
2.2.3 Hukum Darcy
Darcy (1956) dalam Hardiyatmo, 2006 memberikan hubungan antara
kecepatan dan gradien hidrolik sebagai berikut:
v = ki (2.6)
dengan,
v : kecepatan air (cm/det),
i : gradien hidrolik,
k : koefisien permeabilitas (cm/det).
11
debit rembesan (q) dinyatakan dengan persamaan:
q = kiA (2.7)
dengan,
A : luas penampang aliran (cm2),
k : Koefisien permeabilitas (cm/det),
i : gradien hidrolik.
Mempunyai satuan yang sama dengan satuan kecepatan cm/det atau
mm/det, dan menunjukan ukuran tahanan tanah terhadap aliran air. Bila pengaruh
sifat-sifat air dimasukan, maka:
k (cm/det) = 𝐾𝜌𝑤𝑔
𝜇 (2.8)
dengan,
k : koefisien absolut (cm2),
𝜌𝑤 : rapat massa air (g/cm2),
𝜇 : koefisien kekentalan air (g/cm,det),
g : percepatan gravitasi (cm/det2).
Beberapa nilai k dari berbagai jenis tanah diberikan dalam Tabel 2.2. koefisien
permeabilitas tanah biasanya dinyatakan pada temperatur 20º C.
Tabel 2.2 Kisaran Permeabilitas Tanah (k), pada Temperatur 20º C (Das,
1985).
Jenis Tanah k(mm/det)
Butiran kasar
Kerikil halus, butiran kasar bercampur pasir
butiran sedang
Pasir halus, lanau longgar
Lanau padat, lanau berlempung
Lempung berlanau, lempung
10 – 103
10-2
– 10
10-4
– 10-2
10-5
– 104
10-8
– 105
Ketepatan hukum Darcy v = ki, hanya cocok untuk aliran laminer, yaitu
bila gradien hidrolik hanya sampai gradien hidrolik kritis (icr) dan kecepatannya
hanya sampai kecepatan kritis (vcr). Dalam Gambar 2.4, di luar L, (i > icr), filtrasi
berupa aliran turbulen dengan kecepatan rembesan v > vcr.
12
Beberapa studi telah dibuat untuk menyelidiki ketepatan hukum ini. Studi
yang cukup dikenal adalah yang dilakukan oleh Muskat (1937). Kriteria nilai
batas diberikan oleh bilangan Reynold. Untuk aliran di dalam tanah, bilangan
Reynold (Rn) diberikan menurut hubungan :
Rn =𝑣𝐷𝛾𝑤
𝜇 (2.9)
dengan,
v : kecepatan air (cm/det),
D : diameter rata-rata butiran (cm),
𝛾𝜔 : berat volume cairan (g/cm2),
𝜇 : koefisien kekentalan (g/cm,det).
Pada umumnya variasi kecepatan dengan gradien hidrolik dapat
dijalankan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Zona Laminer dan Turbulen (Taylor, 1948 dalam
Hardiyatmo, 2006)
2.3 Rembesan
Teori rembesan didasarkan pada analisis dua dimensi. Bila tanah dianggap
homogen dan isotropis, maka dalam bidang x-z hukum Darcy dapat dinyatakan
sebagi berikut:
vx = kix dan vz = kiz (2.10)
dengan,
vx,vz : komponen kecepatan aliran (cm/det),
13
k : koefisien permeabilitas,
ix, iz : gradien hidrolik arah x dan z (cm/det).
Suatu elemen tanah jenuh dengan dimensi dx, dy, dz berturut-turut dalam
arah sumbu x, y dan z dimana aliran terjadi hanya pada bidang x, z ditunjukkan
dalam Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Rembesan di dalam Tanah (Hardiyatmo, 2006)
Komponen kecepatan aliran masuk elemen adalah vx dan vz. Perubahan
kecepatan aliran arah x = δvx / δx dan z = δvz/δz, (hardiyatmo, 2006).
2.3.1 Jaring Arus (Flow-net)
Sekelompok garis aliran dan garis ekipotensial disebut jarring arus (flow-
net). Garis ekipotensial adalah garis-garis yang mempunyai tinggi energi potensial
yang sama (h konstan). Permeabilitas lapisan lolos air dianggap isotropis ( kx = kz
= k ). Perhatikan bahwa garis penuh adalah garis aliran dan garis titik-titik adalah
garis ekipotensial. Dalam penggambaran jaring arus , garis aliran dan garis
ekipotensial digambarkan secara coba-coba (trial and error). Pada prinsipnya,
fungsi θ (x,z) dan Ø (x,z) harus diperoleh pada batas kondisi yang relevan
(Hardiyatmo, 2006).
Penyelesaian diberikan dengan menganalisis hubungan beberapa
kelompok garis ekipotensial dan garis aliran. Prinsip dasar yang harus dipenuhi di
dalam cara jaring arus adalah antara garis ekipotensial dan garis aliran harus
14
berpotongan tegak lurus. Selanjutnya, penggambaran jaring arus diusahakan
sedemikian rupa sehingga ΔØ bernilai sama antara sembarang dua garis aliran
yang berdekatan dan Δθ bernilai sama antara sembarang dua garis ekipotensial
berdekatan.
Bila garis potongan dan garis ekipotensial berbentuk bujur sangkar (Δ1 =
Δb). Untuk sembarang bujur sangkar seperti yang terjadi pada struktur bangunan
air khususnya pada dasar bendung, dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Jaring Arus pada Struktur Bendung (Hardiyatmo, 2006)
Hitungan rembesan dengan cara jaring arus dalam struktur bangunan air
(Gambar 2.7), dapat dijelaskan sebagai berikut ini. Lajur aliran adalah ruang
memanjang diantara dua garis aliran yang berdekatan. Untuk menghitung
rembesan di bawah struktur bendung, ditinjau lajur-lajur aliran seperti yang
terlihat dalam Gambar 2.7
Gambar 2.7 Debit Rembesan dalam Satu Lajur Aliran (Hardiyatmo,2006)
15
2.3.2 Tekanan Rembesan
Air pada keadaan statis di dalam tanah, akan mengakibatkan tekanan
hidrostatis yang arahnya ke atas (uplift). Akan tetapi, jika air mengalir lewat
lapisan tanah, aliran air akan mendesak partikel tanah sebesar tekanan rembesan
hidrodinamis yang bekerja menurut arah alirannya. Besarnya tekanan rembesan
merupakan fungsi dari gradien hidrolik, seperti pada Gambar 2.8.
.
Gambar 2.8 Tekanan Rembesan (Jumikis, 1962 dalam Hardiyatmo, 2006).
2.3.3 Rembesan Pada Tanah Anisotropis
Dalam tinjauan tanah anisotopris, Hardiyatmo, (2006) menjelaskan
walaupun tanah mungkin homogen, tapi mempunyai permeabilitas yang berada
pada arah vertikal dan horisontalnya. Kebanyakan tanah pada kondisi alamnya
dalam keadaan tak isotropis, artinya mempunyai nilai koefisien permeabilitas
maksimum kearah lapisannya, dan nilai minimum kearah tegak lurus lapisannya.
Arah-arah ini selanjutnya dinyatakan dalam arah x dan z. Dalam kondisi ini
permeabilitas pada arah horizontal dan vertikalnya dapat dinyatakan dalam
bentuk:
kx = kmak dan kz = kmin
Contoh gambar jaring arus dalam tanah anisotropis untuk skala sebenarnya
dan skala transpormasi pada struktur bendung ditunjukkan dalam Gambar 2.9.
16
(a) Jaring Arus Sebenarnya, untuk kx > kz
(b) Jaring Arus Setelah ditransformasi
Gambar 2.9 Jaring Arus untuk Tanah Anisotropis (Hardiyatmo, 2006)
2.3.4 Rembesan pada Tanah Berlapis
Bila jaring arus akan digambarkan untuk 2 lapisan yang berbeda, maka
pada batas lapisannya gambar jaring arus akan patah. Kondisi demikian disebut
kondisi transfer. Gambar 2.10 memperlihatkan kondisi umum, dimana lajur
jaring arus memotong batas dari 2 lapisan tanah. Lapisan tanah 1 dan 2
mempunyai koefisien permeabilitas yang tidak sama. Garis patah-patah yang
memotong lajur aliran pada gambar, adalah garis-garis ekipotensial. Pada
Gambar 2.10, Δh adalah tinggi energi hilang di antara dua garis ekipotensial
yang berdekatan. Ditinjau dari suatu panjang satuan yang tegak lurus bidang
gambar, debit rembesan yang melalui lajur aliran ditunjukkan pada Gambar 2.10.
17
(a) Jaring Arus pada Pertemuan Lapisan dengan k Berbeda
(b) Variasi Jaring Arus pada Batas Lapisan dengan k Berbeda
Gambar 2.10 Jaring Arus pada Bendungan dengan k Berbeda (Hardiyatmo,
2006)
18
2.4 Pengertian Bendung
Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Umum Bendung, yang diartikan
sebagai bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka
air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan
secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya. Bendung berfungsi untuk
meninggikan taraf muka air, agar air sungai dapat disadap sesuai dengan
kebutuhan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan sedimen dan geometri
sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman, efektif, efisien, dan optimal
(Mawardi dan Memed, 2010).
2.4.1 Klasifikasi Bendung
Dalam Mawardi dan Memed (2010) menjelaskan bendung berdasarkan
fungsinya dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Bendung penyadap digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk berbagai
keperluan seperti untuk air irigasi, air baku dan sebagainya.
2. Bendung pembagi banjir dibangun di percabangan sungai untuk mengatur
muka air sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit
rendah sesuai dengan kapasitasnya.
3. Bendung penahan pasang dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi pasang
surut air laut antara lain untuk mencegah masuknya air asin.
Berdasarkan tipe strukturnya dapat dibedakan atas:
1. Bendung tetap
2. Bendung gerak
3. Bendung kombinasi
4. Bendung kembang-kempis
5. Bendung bottom intake
Ditinjau dari segi sifatnya bendung dapat pula dibedakan:
1. Bendung permanen seperti bendung pasangan batu, beton, dan kombinasi
beton dan pasangan batu.
19
2. Bendung semi permanen seperti bendung broncong, kerucuk kayu dan
sebagainya.
3. Bendung darurat yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti bendung
tumpukan batu dan sebagainya.
2.4.2 Komponen Utama Bendung
Bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi
terdiri atas berbagai komponen yaitu:
1. Tubuh bendung antara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung
dengan bangunan peredam energinya. Terletak kurang lebih tegak lurus arah
aliran sungai saat banjir dan sedang. Maksudnya agar arah aliran utama
menuju bendung dan yang keluar dari bendung terbagi merata, sehingga tidak
menimbulkan pusaran-pusaran aliran di udik bangunan pembilas dan intake.
2. Bangunan intake antara lain terdiri dari lantai/ambang dasar, pintu, dinding
banjir, pilar penempatan pintu, saringan sampah, jembatan pelayan, rumah
pintu dan perlengkapan lainnya. Terletak tegak lurus (90˚) atau menyudut
(45˚-60˚) terhadap sumbu bangunan bilas. Diupayakan berada di tikungan
luar aliran sungai, sehingga dapat mengurangi sedimen yang akan masuk ke
intake.
3. Bangunan pembilas dengan undersluice atau tanpa undersluice, pilar
penempatan pintu, saringan sampah, pintu bilas, jembatan pelayan, rumah
pintu, saringan batu dan perlengkapan lainnya. Terletak berdampingan dan
satu kesatuan dengan intake, di sisi bentang sungai dan bagian luar tembok
pangkal bendung, dan bersama-sama dengan intake, dan tembok pangkal udik
yang diletakkan sedemikian rupa dapat membentuk suatu tikungan luar aliran
(coidal flow). Aliran ini akan melemparkan angkutan sedimen ke arah luar
intake/bangunan pembilas menuju tubuh bendung, sehingga akan mengurangi
jumlah angkutan sedimen dasar masuk ke intake.
4. Bangunan perlengkapan lain yang harus ada pada bendung antara lain yaitu
tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan dinding tirai, pengarah arus