bab ii landasan teori 2.1 air tanah tanah merupakan...

17
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Air Tanah Tanah merupakan susunan butiran padat dan pori-pori yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga air dapat mengalir dari satu titik yang mempunyai energi yang lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi yang lebih rendah. Aliran air melalui pori-pori tanah sangat dibutuhkan dalam memperkirakan jumlah rembesan air dalam tanah, menyelidiki permasalahan pemompaan air untuk konstruksi bawah tanah, serta menganalisis kestabilan konstruksi bendung (Das, 1985). Air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah permukaan bumi. Salah satu sumber utama adalah air hujan yang meresap ke bawah lewat lubang pori diantara butiran tanah. Air biasanya sangat berpengaruh pada sifat- sifat teknis tanah, khususnya tanah yang berbutir halus. Demikian juga, air merupakan faktor yang sangat penting dalam masalah-masalah teknis yang berhubungan dengan tanah seperti: penurunan, stabilitas, pondasi, stabilitas lereng, dan lain-lain. Terdapat tiga zona penting pada lapisan tanah yang dekat dengan permukaan bumi, yaitu: zona jenuh air, zona kapiler, zona sebagian. Pada zona jenuh atau zona di bawah muka air tanah, air mengisi seluruh rongga-rongga air tanah. Pada zona ini tanah dianggap dalam keadaan jenuh sempurna. Batas atas dari zona penuh adalah permukaan air tanah atau permukaan freatis. Selanjutnya, air yang berada di dalam zona ini disebut sebagai air tanah atau air freatis. Pada permukaan air tanah, tekanan hidrostatis adalah nol. Zona kapiler terletak di atas zona jenuh. Ketebalan zona ini tergantung dari macam tanahnya. Akibat tekanan kapiler, air mengalami isapan atau tekanan negative. Zona yang jenuh berkedudukan paling atas, adalah zona didekat permukaan tanah, dimana air dipengaruhi oleh penguapan dan akar tumbuh-tumbuhan (Hardiyatmo, 2006).

Upload: trinhngoc

Post on 12-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Air Tanah

Tanah merupakan susunan butiran padat dan pori-pori yang saling

berhubungan satu sama lain, sehingga air dapat mengalir dari satu titik yang

mempunyai energi yang lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi yang lebih

rendah. Aliran air melalui pori-pori tanah sangat dibutuhkan dalam

memperkirakan jumlah rembesan air dalam tanah, menyelidiki permasalahan

pemompaan air untuk konstruksi bawah tanah, serta menganalisis kestabilan

konstruksi bendung (Das, 1985).

Air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah permukaan

bumi. Salah satu sumber utama adalah air hujan yang meresap ke bawah lewat

lubang pori diantara butiran tanah. Air biasanya sangat berpengaruh pada sifat-

sifat teknis tanah, khususnya tanah yang berbutir halus. Demikian juga, air

merupakan faktor yang sangat penting dalam masalah-masalah teknis yang

berhubungan dengan tanah seperti: penurunan, stabilitas, pondasi, stabilitas

lereng, dan lain-lain.

Terdapat tiga zona penting pada lapisan tanah yang dekat dengan

permukaan bumi, yaitu: zona jenuh air, zona kapiler, zona sebagian. Pada zona

jenuh atau zona di bawah muka air tanah, air mengisi seluruh rongga-rongga air

tanah. Pada zona ini tanah dianggap dalam keadaan jenuh sempurna. Batas atas

dari zona penuh adalah permukaan air tanah atau permukaan freatis. Selanjutnya,

air yang berada di dalam zona ini disebut sebagai air tanah atau air freatis. Pada

permukaan air tanah, tekanan hidrostatis adalah nol. Zona kapiler terletak di atas

zona jenuh. Ketebalan zona ini tergantung dari macam tanahnya. Akibat tekanan

kapiler, air mengalami isapan atau tekanan negative. Zona yang jenuh

berkedudukan paling atas, adalah zona didekat permukaan tanah, dimana air

dipengaruhi oleh penguapan dan akar tumbuh-tumbuhan (Hardiyatmo, 2006).

5

2.1.1 Tekanan Kapiler

Tekanan kapiler dapat timbul karena adanya tarikan lapisan tipis

permukaan air sebelah atas. Kejadian ini disebabkan oleh adanya pertemuan

antara dua jenis material yang berbeda sifatnya. Pada prinsipnya, tarikan

permukaan adalah hasil perbedaan gaya tarik antara molekul-molekul pada bidang

singgung pertemuan dua material yang berbeda sifatnya (Hardiyatmo, 2006).

Kejadian tarikan permukaan dapat dilihat dari percobaan laboratorium

pada pipa kapiler yang dicelupkan dalam bejana berisi air. Ketinggian air dalam

pipa kapiler akan lebih tinggi dari pada tinggi air dalam bejana (Gambar 2.1.a).

Permukaan air dalam cairan membentuk sudut α terhadap dinding pipa. Tekanan

pada permukaan air dalam pipa dan tekanan pada permukaan air pada bejana akan

sama dengan tekanan atmosfer. Tidak adanya gaya luar yang mencegah air dalam

pipa dalam kedudukannya menunjukan bahwa suatu gaya tarik bekerja pada

lapisan tipis permukaan air dalam pipa kapiler, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Analogi Tekanan Air Kapiler dalam Lapisan Tanah dan

Kedudukannya (Holtz dan Kovacs, 1981 dalam Hardiyatmo,

2010.

6

2.1.2 Pengaruh Tekanan Kapiler

Akibat tekanan kapiler, air tanah tertarik keatas melebihi permukaannya.

Pori-pori tanah sebenarnya bukan sistem pipa kapiler, tapi teori kapiler dapat

diterapkan guna mempelajari kelakuan air pada zone kapiler. Air dalam zone

kapiler ini dapat dianggap bertekanan negative, yaitu mempunyai tekanan di

bawah tekanan atmosfer. Tinggi minimum dari ℎ𝑐 (min) dipengaruhi oleh ukuran

maksimum pori-pori tanah. Di dalam batas antara ℎ𝑐 (min) dan ℎ𝑐 (mak), tanah

dapat bersifat jenuh sebagian (partially saturated). Terzaghi dan Peck (1948)

dalam Hardiyatmo, 2006 memberikan hubungan pendekatan antara ℎ𝑐 (mak) dan

diameter butiran, sebagai berikut:

ℎ𝑐 = 𝐶

𝑒𝐷₁₀ (mm) (2.1)

dengan,

hc : tinggi air dalam pipa kapiler (mm),

C : konstanta (C bervariasi antara 10-50 mm2),

D10 : diameter efektif (mm).

Tinggi air kapiler untuk berbagai macam tanah dapat ditunjukkan dalam

Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Ketinggian Air Kapiler (Hansbo, 1957 dalam Hardiyatmo, 2006)

MacamTanah Kondisi longgar Kondisi padat

Pasir kasar

Pasir sedang

Pasir halus

Lanau

Lempung

0,03 – 0,12 m

0,12 – 0,50 m

0,30 – 2,00 m

1,50 – 10,0 m

0,04 – 0,15m

0,35 – 1,10m

0,40 – 3,50m

2,50 – 12,0m

> 10 m

Pengaruh tekanan kapiler pada tanah adalah menambah tegangan efektif.

Jika tekanan kapiler membesar, maka tegangan kontak diantara partikel membesar

pula. Akibatnya, ketahanan tanah terhadap geser atau kuat geser tanah bertambah.

7

2.2 Permeabilitas

Kemampuan aliran fluida untuk mengalir melalui medium porous adalah

suatu sifat teknis yang disebut permeabilitas (daya rembesan). Fluida adalah air

dan medium yang porous adalah massa tanah. Setiap material dengan ruang

kosong disebut porous, dan apabila ruang kosong itu saling berhubungan maka ia

akan memiliki sifat permeabilitas (Bowles, 1986).

Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan yang memungkinkan aliran

rembesan dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir lewat rongga pori.

Pori-pori tanah saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga air

dapat mengalir dari titik yang mempunyai tinggi energi lebih tinggi ke titik

dengan energi yang lebih rendah. Untuk tanah permeabilitas dilukiskan sebagai

sifat tanah yang menggambarkan bagaimana air mengalir melalui tanah.

Sifat aliran air dalam tanah mungkin laminer atau turbulen. Tahanan

terhadap aliran bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, bentuk butiran, rapat

masa serta bentuk geometri rongga pori. Temperatur juga sangat mempengaruhi

tahanan aliran (kekentalan dan tegangan permukaan).

Walaupun secara teoritis, semua jenis tanah lebih atau kurang mempunyai

rongga pori, dalam praktek istilah mudah meloloskan air (permeable) ditujukan

untuk tanah yang memang benar-benar mempunyai sifat meloloskan air.

Sebaliknya, tanah disebut kedap air (impermeable), bila tanah tersebut

mempunyai kemampuan meloloskan air yang sangat kecil (Hardiyatmo, 2006).

2.2.1 Garis Aliran

Aliran air lewat suatu kolom tanah diperlihatkan dalam Gambar 2.2a.

Masing-masing partikel air bergerak dari ketinggian A ke ketinggian B yang lebih

rendah, mengikuti lintasan yang berkelok-kelok (ruang pori) diantara butiran

padatnya (Hardiyatmo, 2006).

Kecepatan air bervariasi dari titik ke titik tergantung dari ukuran dan

konfigurasi pori. Akan tetapi dalam praktek tanah dapat dianggap sebagai satu

kesatuan. Tiap partikel air dianggap melewati sepanjang lintasan lurus yang

disebut garis aliran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2b).

8

(a) Aliran sebenarnya (b) Garis aliran anggapan

Gambar 2.2 Aliran Air Tanah (Hardiyatmo, 2006)

2.2.2 Aliran Air Dalam Tanah

Aliran air horisontal yang melewati tabung berisi tanah dilukiskan dalam

Gambar 2.3. Ketinggian di dalam pipa piezometer menunjukkan tekanan air pada

titik tersebut. Elevasi air di dalam pipa disebut elevasi piezometrik (piezometric

elevation) atau tinggi energi elevasi (elevation head), sedang tekanan air pada

kedalaman tertentu disebut tinggi energi tekanan (preasure head), yaitu

ketinggian kolom air ℎ𝐴 atau ℎ𝐵 di dalam pipa diukur dalam millimeter atau meter

di atas titiknya. Hal ini dapat juga dinyatakan dalam satuan tekanan dengan

menggunakan hubungan:

hA = PA

𝛾𝑤 dan hB =

𝑃𝐵

𝛾𝑤 (2.2)

dengan,

p : tekanan (t/m2, kN/m

2),

h : tinggi tekanan (m),

𝛾𝑤 : berat volume air (t/m3, kN/m

3).

Tekanan air pori biasanya diukur terhadap tekanan atmosfer relatif.

Ketinggian air dengan tekanan atmosfer nol, didefinisikan sebagai permukaan air

9

tanah atau permukaan freatis. Kondisi artesis dapat terjadi jika lapisan tanah

miring dengan permeabilitas tinggi diapit lapisan tanah dengan permeabilitas

rendah.

Tekanan hidrostatis bergantung pada kedalaman suatu titik di bawah muka

air tanah. Untuk mengetahui besar tekanan air pori, teorama Bernoulli dapat

diterapkan. Menurut Bernoulli, tinggi energi total (total head) pada suatu titik A

dapat dinyatakan oleh persamaan:

h = 𝑃

γw

+𝑉²

2ǥ+ 𝑧 (2.3)

dengan,

h : tinggi energi total (m),

p/γw : tinggi energi tekanan (m),

p : tekanan air (kN/m),

v2/2g : tinggi energi kecepatan (m),

v : kecepatan air (m/det),

γw : berat volume air (kN/m3),

g : percepatan grafitasi (m/det2),

z : tinggi energi elevasi (m).

Kecepatan rembesan di dalam tanah sangat kecil, maka faktor

kecepatan dalam suku persamaan Bernoulli dapat diabaikan. Untuk menghitung

banyaknya rembesan lewat tanah pada kondisi tertentu, ditinjau kondisi tanah

seperti dalam Gambar 2.3. Luas potongan melintang tanah sebesar A, dengan

debit rembesan q.

Dalam persamaan Bernoulli, kehilangan tinggi energi antara titik A dan

titik B (Δh) dinyatakan dengan persamaan:

Δh = ℎ𝐴 + 𝑧𝐴 − ℎ𝐵 + 𝑧𝐵 (2.4)

dengan,

ℎ𝐴/ ℎ𝐵 : tinggi energi tekanan pada titik A dan B (m),

zA/zB : tinggi energi elevasi (m),

Δh : kehilangan energi A dan B (m).

10

dan

i= Δℎ

𝐿 (2.5)

dengan,

L : jarak antara potongan A dan B (m),

i : Gradien hidrolik,

Δh : kehilangan energi A dan B (m).

Nilai tinggi energi elevasi (z) diambol positif bila titik yang ditinjau

terletak di atas referensi (datum) seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Aliran Rembesan dalam Tanah (Hardiyatmo, 2006)

Jika kecepatan aliran air dalam tanah nol, semua ketinggian air dalam akan

menunjukan elevasi yang sama dan berimpit dengan permukaan horizontal air

tanah. Dengan adanya aliran air tanah, ketinggian air dalam pipa piezometer akan

berkurang dengan jarak alirannya.

2.2.3 Hukum Darcy

Darcy (1956) dalam Hardiyatmo, 2006 memberikan hubungan antara

kecepatan dan gradien hidrolik sebagai berikut:

v = ki (2.6)

dengan,

v : kecepatan air (cm/det),

i : gradien hidrolik,

k : koefisien permeabilitas (cm/det).

11

debit rembesan (q) dinyatakan dengan persamaan:

q = kiA (2.7)

dengan,

A : luas penampang aliran (cm2),

k : Koefisien permeabilitas (cm/det),

i : gradien hidrolik.

Mempunyai satuan yang sama dengan satuan kecepatan cm/det atau

mm/det, dan menunjukan ukuran tahanan tanah terhadap aliran air. Bila pengaruh

sifat-sifat air dimasukan, maka:

k (cm/det) = 𝐾𝜌𝑤𝑔

𝜇 (2.8)

dengan,

k : koefisien absolut (cm2),

𝜌𝑤 : rapat massa air (g/cm2),

𝜇 : koefisien kekentalan air (g/cm,det),

g : percepatan gravitasi (cm/det2).

Beberapa nilai k dari berbagai jenis tanah diberikan dalam Tabel 2.2. koefisien

permeabilitas tanah biasanya dinyatakan pada temperatur 20º C.

Tabel 2.2 Kisaran Permeabilitas Tanah (k), pada Temperatur 20º C (Das,

1985).

Jenis Tanah k(mm/det)

Butiran kasar

Kerikil halus, butiran kasar bercampur pasir

butiran sedang

Pasir halus, lanau longgar

Lanau padat, lanau berlempung

Lempung berlanau, lempung

10 – 103

10-2

– 10

10-4

– 10-2

10-5

– 104

10-8

– 105

Ketepatan hukum Darcy v = ki, hanya cocok untuk aliran laminer, yaitu

bila gradien hidrolik hanya sampai gradien hidrolik kritis (icr) dan kecepatannya

hanya sampai kecepatan kritis (vcr). Dalam Gambar 2.4, di luar L, (i > icr), filtrasi

berupa aliran turbulen dengan kecepatan rembesan v > vcr.

12

Beberapa studi telah dibuat untuk menyelidiki ketepatan hukum ini. Studi

yang cukup dikenal adalah yang dilakukan oleh Muskat (1937). Kriteria nilai

batas diberikan oleh bilangan Reynold. Untuk aliran di dalam tanah, bilangan

Reynold (Rn) diberikan menurut hubungan :

Rn =𝑣𝐷𝛾𝑤

𝜇 (2.9)

dengan,

v : kecepatan air (cm/det),

D : diameter rata-rata butiran (cm),

𝛾𝜔 : berat volume cairan (g/cm2),

𝜇 : koefisien kekentalan (g/cm,det).

Pada umumnya variasi kecepatan dengan gradien hidrolik dapat

dijalankan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Zona Laminer dan Turbulen (Taylor, 1948 dalam

Hardiyatmo, 2006)

2.3 Rembesan

Teori rembesan didasarkan pada analisis dua dimensi. Bila tanah dianggap

homogen dan isotropis, maka dalam bidang x-z hukum Darcy dapat dinyatakan

sebagi berikut:

vx = kix dan vz = kiz (2.10)

dengan,

vx,vz : komponen kecepatan aliran (cm/det),

13

k : koefisien permeabilitas,

ix, iz : gradien hidrolik arah x dan z (cm/det).

Suatu elemen tanah jenuh dengan dimensi dx, dy, dz berturut-turut dalam

arah sumbu x, y dan z dimana aliran terjadi hanya pada bidang x, z ditunjukkan

dalam Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Rembesan di dalam Tanah (Hardiyatmo, 2006)

Komponen kecepatan aliran masuk elemen adalah vx dan vz. Perubahan

kecepatan aliran arah x = δvx / δx dan z = δvz/δz, (hardiyatmo, 2006).

2.3.1 Jaring Arus (Flow-net)

Sekelompok garis aliran dan garis ekipotensial disebut jarring arus (flow-

net). Garis ekipotensial adalah garis-garis yang mempunyai tinggi energi potensial

yang sama (h konstan). Permeabilitas lapisan lolos air dianggap isotropis ( kx = kz

= k ). Perhatikan bahwa garis penuh adalah garis aliran dan garis titik-titik adalah

garis ekipotensial. Dalam penggambaran jaring arus , garis aliran dan garis

ekipotensial digambarkan secara coba-coba (trial and error). Pada prinsipnya,

fungsi θ (x,z) dan Ø (x,z) harus diperoleh pada batas kondisi yang relevan

(Hardiyatmo, 2006).

Penyelesaian diberikan dengan menganalisis hubungan beberapa

kelompok garis ekipotensial dan garis aliran. Prinsip dasar yang harus dipenuhi di

dalam cara jaring arus adalah antara garis ekipotensial dan garis aliran harus

14

berpotongan tegak lurus. Selanjutnya, penggambaran jaring arus diusahakan

sedemikian rupa sehingga ΔØ bernilai sama antara sembarang dua garis aliran

yang berdekatan dan Δθ bernilai sama antara sembarang dua garis ekipotensial

berdekatan.

Bila garis potongan dan garis ekipotensial berbentuk bujur sangkar (Δ1 =

Δb). Untuk sembarang bujur sangkar seperti yang terjadi pada struktur bangunan

air khususnya pada dasar bendung, dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Jaring Arus pada Struktur Bendung (Hardiyatmo, 2006)

Hitungan rembesan dengan cara jaring arus dalam struktur bangunan air

(Gambar 2.7), dapat dijelaskan sebagai berikut ini. Lajur aliran adalah ruang

memanjang diantara dua garis aliran yang berdekatan. Untuk menghitung

rembesan di bawah struktur bendung, ditinjau lajur-lajur aliran seperti yang

terlihat dalam Gambar 2.7

Gambar 2.7 Debit Rembesan dalam Satu Lajur Aliran (Hardiyatmo,2006)

15

2.3.2 Tekanan Rembesan

Air pada keadaan statis di dalam tanah, akan mengakibatkan tekanan

hidrostatis yang arahnya ke atas (uplift). Akan tetapi, jika air mengalir lewat

lapisan tanah, aliran air akan mendesak partikel tanah sebesar tekanan rembesan

hidrodinamis yang bekerja menurut arah alirannya. Besarnya tekanan rembesan

merupakan fungsi dari gradien hidrolik, seperti pada Gambar 2.8.

.

Gambar 2.8 Tekanan Rembesan (Jumikis, 1962 dalam Hardiyatmo, 2006).

2.3.3 Rembesan Pada Tanah Anisotropis

Dalam tinjauan tanah anisotopris, Hardiyatmo, (2006) menjelaskan

walaupun tanah mungkin homogen, tapi mempunyai permeabilitas yang berada

pada arah vertikal dan horisontalnya. Kebanyakan tanah pada kondisi alamnya

dalam keadaan tak isotropis, artinya mempunyai nilai koefisien permeabilitas

maksimum kearah lapisannya, dan nilai minimum kearah tegak lurus lapisannya.

Arah-arah ini selanjutnya dinyatakan dalam arah x dan z. Dalam kondisi ini

permeabilitas pada arah horizontal dan vertikalnya dapat dinyatakan dalam

bentuk:

kx = kmak dan kz = kmin

Contoh gambar jaring arus dalam tanah anisotropis untuk skala sebenarnya

dan skala transpormasi pada struktur bendung ditunjukkan dalam Gambar 2.9.

16

(a) Jaring Arus Sebenarnya, untuk kx > kz

(b) Jaring Arus Setelah ditransformasi

Gambar 2.9 Jaring Arus untuk Tanah Anisotropis (Hardiyatmo, 2006)

2.3.4 Rembesan pada Tanah Berlapis

Bila jaring arus akan digambarkan untuk 2 lapisan yang berbeda, maka

pada batas lapisannya gambar jaring arus akan patah. Kondisi demikian disebut

kondisi transfer. Gambar 2.10 memperlihatkan kondisi umum, dimana lajur

jaring arus memotong batas dari 2 lapisan tanah. Lapisan tanah 1 dan 2

mempunyai koefisien permeabilitas yang tidak sama. Garis patah-patah yang

memotong lajur aliran pada gambar, adalah garis-garis ekipotensial. Pada

Gambar 2.10, Δh adalah tinggi energi hilang di antara dua garis ekipotensial

yang berdekatan. Ditinjau dari suatu panjang satuan yang tegak lurus bidang

gambar, debit rembesan yang melalui lajur aliran ditunjukkan pada Gambar 2.10.

17

(a) Jaring Arus pada Pertemuan Lapisan dengan k Berbeda

(b) Variasi Jaring Arus pada Batas Lapisan dengan k Berbeda

Gambar 2.10 Jaring Arus pada Bendungan dengan k Berbeda (Hardiyatmo,

2006)

18

2.4 Pengertian Bendung

Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Umum Bendung, yang diartikan

sebagai bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun

melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka

air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan

secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya. Bendung berfungsi untuk

meninggikan taraf muka air, agar air sungai dapat disadap sesuai dengan

kebutuhan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan sedimen dan geometri

sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman, efektif, efisien, dan optimal

(Mawardi dan Memed, 2010).

2.4.1 Klasifikasi Bendung

Dalam Mawardi dan Memed (2010) menjelaskan bendung berdasarkan

fungsinya dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Bendung penyadap digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk berbagai

keperluan seperti untuk air irigasi, air baku dan sebagainya.

2. Bendung pembagi banjir dibangun di percabangan sungai untuk mengatur

muka air sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit

rendah sesuai dengan kapasitasnya.

3. Bendung penahan pasang dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi pasang

surut air laut antara lain untuk mencegah masuknya air asin.

Berdasarkan tipe strukturnya dapat dibedakan atas:

1. Bendung tetap

2. Bendung gerak

3. Bendung kombinasi

4. Bendung kembang-kempis

5. Bendung bottom intake

Ditinjau dari segi sifatnya bendung dapat pula dibedakan:

1. Bendung permanen seperti bendung pasangan batu, beton, dan kombinasi

beton dan pasangan batu.

19

2. Bendung semi permanen seperti bendung broncong, kerucuk kayu dan

sebagainya.

3. Bendung darurat yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti bendung

tumpukan batu dan sebagainya.

2.4.2 Komponen Utama Bendung

Bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi

terdiri atas berbagai komponen yaitu:

1. Tubuh bendung antara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung

dengan bangunan peredam energinya. Terletak kurang lebih tegak lurus arah

aliran sungai saat banjir dan sedang. Maksudnya agar arah aliran utama

menuju bendung dan yang keluar dari bendung terbagi merata, sehingga tidak

menimbulkan pusaran-pusaran aliran di udik bangunan pembilas dan intake.

2. Bangunan intake antara lain terdiri dari lantai/ambang dasar, pintu, dinding

banjir, pilar penempatan pintu, saringan sampah, jembatan pelayan, rumah

pintu dan perlengkapan lainnya. Terletak tegak lurus (90˚) atau menyudut

(45˚-60˚) terhadap sumbu bangunan bilas. Diupayakan berada di tikungan

luar aliran sungai, sehingga dapat mengurangi sedimen yang akan masuk ke

intake.

3. Bangunan pembilas dengan undersluice atau tanpa undersluice, pilar

penempatan pintu, saringan sampah, pintu bilas, jembatan pelayan, rumah

pintu, saringan batu dan perlengkapan lainnya. Terletak berdampingan dan

satu kesatuan dengan intake, di sisi bentang sungai dan bagian luar tembok

pangkal bendung, dan bersama-sama dengan intake, dan tembok pangkal udik

yang diletakkan sedemikian rupa dapat membentuk suatu tikungan luar aliran

(coidal flow). Aliran ini akan melemparkan angkutan sedimen ke arah luar

intake/bangunan pembilas menuju tubuh bendung, sehingga akan mengurangi

jumlah angkutan sedimen dasar masuk ke intake.

4. Bangunan perlengkapan lain yang harus ada pada bendung antara lain yaitu

tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan dinding tirai, pengarah arus

20

tanggul banjir dan tanggul penutup atau tanpa tanggul, penangkap sedimen

atau tanpa penangkap sedimen, tangga, penduga muka air, dan sebagainya.