bab ii landasan teorieprints.umm.ac.id/51086/3/bab ii.pdf · 2019-08-23 · 7 gambar 2.1 lapisan...

33
6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Jenis - Jenis Konstruksi Perkerasan Menurut Hardiyatmo (2015), ada dua macam jenis konstruksi perkerasan antara lain sebagai berikut: 1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Perkerasan lentur adalah perkerasan yang paling kita sering kita jumpai dan paling sering digunakan di Indonesia. Ada tiga susunan lapisan utama dari perkerasan lentur ialah: - Lapisan Permukaan (surface course) - Lapisan Pondasi (base course) - Lapisan Pondasi Bawah (subbase course) Pada Gambar 2.1. dapat dilihat struktur-struktur lapisan yang ada pada perkerasan lentur. Pada perkerasan lentur sendiri kekuatan perkerasan diperoleh dari ketebalan lapisan utama yaitu lapisan pondasi bawah (subbase), pondasi (base), dan lapisan permukaan (surface course). Pada lapis permukaan sendiri terbagi menjadi 2 lapis yaitu lapis aus (wearing course) dan lapis pengikat (binder course) yang ditempatkan secara terpisah satu sama lainnya. Untuk lapis pondasi dan pondasi bawah bisa ditempatkan dengan bentuk komposit dan tersusun atas 4 material-material yang cukup berbeda. Yang mana 4 material itu ialah pondasi atas (upper base), pondasi bawah (lower base), pondasi bawah bagian atas (upper subbase), serta pondasi bawah bagian bawah (lower subbase). Pada perkerasan lentur yang memiliki tanah yang lunak, maka solusinya adalah dengan membuat lapisan penutup (capping layer) ditempatkan tepat di antara lapis pondasi bawah dan tanah dasar. Kemudian, permukaan tanah pondasi tersebut dijadikan bagian bawah dari material pondasi bawah serta memungkinkan untuk bagian atas tanah menjadi distabilisasi (menjadi bahan campuran dengan semen dan kapur).

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Jenis - Jenis Konstruksi Perkerasan

Menurut Hardiyatmo (2015), ada dua macam jenis konstruksi perkerasan

antara lain sebagai berikut:

1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan lentur adalah perkerasan yang paling kita sering kita jumpai dan paling

sering digunakan di Indonesia. Ada tiga susunan lapisan utama dari perkerasan

lentur ialah:

- Lapisan Permukaan (surface course)

- Lapisan Pondasi (base course)

- Lapisan Pondasi Bawah (subbase course)

Pada Gambar 2.1. dapat dilihat struktur-struktur lapisan yang ada pada

perkerasan lentur. Pada perkerasan lentur sendiri kekuatan perkerasan diperoleh

dari ketebalan lapisan utama yaitu lapisan pondasi bawah (subbase), pondasi

(base), dan lapisan permukaan (surface course). Pada lapis permukaan sendiri

terbagi menjadi 2 lapis yaitu lapis aus (wearing course) dan lapis pengikat

(binder course) yang ditempatkan secara terpisah satu sama lainnya. Untuk lapis

pondasi dan pondasi bawah bisa ditempatkan dengan bentuk komposit dan

tersusun atas 4 material-material yang cukup berbeda. Yang mana 4 material itu

ialah pondasi atas (upper base), pondasi bawah (lower base), pondasi bawah

bagian atas (upper subbase), serta pondasi bawah bagian bawah (lower subbase).

Pada perkerasan lentur yang memiliki tanah yang lunak, maka solusinya adalah

dengan membuat lapisan penutup (capping layer) ditempatkan tepat di antara lapis

pondasi bawah dan tanah dasar. Kemudian, permukaan tanah pondasi tersebut

dijadikan bagian bawah dari material pondasi bawah serta memungkinkan untuk

bagian atas tanah menjadi distabilisasi (menjadi bahan campuran dengan semen dan

kapur).

Page 2: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

7

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987)

Pada perkerasan lentur kapasitas dukung murni nya diperoleh dari

karakteristik distribusi beban dan sistem lapisan pembentuknya. Pada umumnya

material-material dengan kualitas yang tinggi ditempatkan dekat dengan lapisan

permukaan pada perkerasan lentur. Oleh karena itu, kekuatan pada perkerasan

lentur dapat dihasilkan dengan kerjasama antara lapisan-lapisan yang cukup tebal

selanjutnya menyebarkan beban-beban tersebut ke tanah dasar (subgrade)

sehingga mampu meredam dan menahan beban beban yang bekerja. Untuk

perencanaan tebal perkerasan sendiri sangat dipengaruhi oleh kekuatan dari tanah

dasar.

2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku adalah perkerasan yang terbuat dari lapisan pelat beton

semen sebagai bahan pengikatnya dan oleh kekakuan serta modulus elastisnya

yang tinggi sehingga menyebabkan beban kerja menyebar ke arah area yang

lebih luas ke tanah. Jadi, kekuatan utama dari struktur perkerasan kaku terletak

di pelat beton itu sendiri. Pelat beton itu sendiri biasa tersusun atas beton dengan

tulangan dan tanpa tulangan yang diletakkan tepat diatas lapis pondasi bawah

atau tepat diatas tanah dasar lalu diatasnya pada lapisan permukaan bisa dilapisi

dengan aspal maupun tanpa aspal.

Perkerasan kaku biasanya tersusun atas 2 lapis yaitu pelat beton dan

pondasi bawah. Adakalanya digunakan lapisan permukaan aspal pada perkerasan

kaku dengan ditambahkannya pada saat pembangunan maupun sesudahnya. Pada

perkerasan kaku lapisan pondasi bawah memiliki fungsi sebagai berikut:

- Tempat mengendalikan pengaruh dari pumping.

- Sebagai tempat lapisan untuk drainase

Page 3: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

8

- Mampu mengendalikan aksi pembekuan

- Mampu mengendalikan kembang susut dari tanah dasar

- Mempermudah pelaksanaan

- Mampu mengurangi retakan pada pelat beton.

Pada perkerasan kaku pelat beton semen pada umumnya memiliki sifat

kekakuan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban secara merata ke

bidang area yang lebih luas dan memberi beban kerja serta tegangan yang lebih

kecil atau ringan untuk lapisan di bawahnya. Pelat beton juga bisa diletakkan

tepat diatas material komposit dengan menggunakan agregat yang berbeda

dengan lapisan diatasnya maupun lapisan dibawahnya.

Sesuai dengan kondisi pada perkerasan kaku, perkerasan beton dapat

berupa pelat beton dengan tulangan maupun pelat beton tanpa tulangan. Dapat

juga diberi tulangan secara kontinyu atau berlanjut, prategang, maupun dengan

beton fiber. Pada Gambar 2.2. dapat dilihat struktur perkerasan kaku yang

terdiri atas lapisan tanah, pelat beton, dan lapis permukaan.

Gambar 2.2 Struktur Perkerasan Kaku (Hardiyatmo 2015)

Pada Tabel 2.1. dapat dilihat perbedaan utama atau mendasar antara

perkerasan lentur dan perkerasan kaku adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perbandingan Perkerasan Lentur dan Kaku

No Keterangan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

1 Bahan pengikat Aspal Semen

2 Repetisi beban Timbul rutting (lendutan

pada jalur roda)

Timbul retak – retak

pada permukaan

3 Penurunan tanah dasar Jalan bergelombang

(mengikuti tanah dasar)

Bersifat sebagai balok di

atas perletakan

4 Perubahan temperatur Modulus kekakuan

berubah.

Timbul tegangan dalam

yang kecil

Modulus kekakuan tidak

berubah.

Timbul tegangan dalam

yang besar

Sumber: Sukirman (1999)

Page 4: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

9

2.2. Kerusakan Jalan

2.2.1 Jenis – jenis Kerusakan Jalan

Pada umumnya kerusakan jalan terjadi pada lapisan permukaan, lapisan di

bawah permukaan dan juga pada struktur jalan. Berdasarkan letak atau tempat

kerusakan kerusakan jalan terdiri dari 2 macam yaitu kerusakan fungsional jalan

yang mana kerusakannya terjadi pada permukaan jalan dan kerusakan struktural

yang mana kerusakannya terjadi pada lapisan bawah permukaan atau struktural

jalan. Di bawah ini adalah uraian singkat tentang 2 macam kerusakan jalan

tersebut.

1. Kerusakan Fungsional

kerusakan ini adalah kerusakan yang pada umumnya sering terjadi atau

terletak pada lapisan permukaan jalan atau pada aspalnya. Kerusakan ini

dapat menyebabkan fungsi jalan tidak berjalan dengan baik dalam

menjalankan tugasnya yaitu memberikan pelayanan yang baik dan nyaman

bagi pengguna jalan tersebut. Pada kerusakan ini sebenarnya jalan sudah

tidak optimal lagi dalam memberikan pelayanan lalu lintas secara aman dan

nyaman bagi pengemudinya, namun masih dapat menampung atau menahan

beban yang bekerja di atasnya. Pada beberapa kasus kerusakan fungsional

sendiri memiliki beberapa indikasi kerusakan ialah kerusakan yang terjadi

pada lapisan permukaan jalan maupun kerusakan yang terjadi pada lapisan

tepi permukaan jalan.

2. Kerusakan Struktural

Kerusakan ini adalah kerusakan yang sering terjadi atau kerusakan yang terletak

tepat pada struktur jalan atau pada lapisan bawah permukaan. Pada kerusakan ini

jalan yang mengalami kerusakan sudah tidak dapat lagi menampung atau

menerima beban-beban yang bekerja diatasnya sehingga jika dibiarkan saja dapat

menyebabkan kerusakan yang cukup serius pada struktur jalan seperti terjadinya

retakan maupun perubahan bentuk lapisan permukaan jalan tersebut. Kerusakan

structural sendiri merupakan kerusakan yang cukup serius sehingga sangat

perlunya penanganan yang cepat dan optimal. Adapun upaya yang dapat

dilakukan untuk penanganan kerusakan ini adalah dengan melakukan perkuatan

Page 5: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

10

structural jalan dengan cara memberi lapisan tambahan atau lapis ulang jalan

maupun mendesain struktur jalan tersebut menggunakan perkerasan kaku

(overlay) atau beton semen (rigid pavement).

2.2.2 Penyebab Kerusakan Jalan

Menurut Sukirman (1999) ada beberapa faktor atau hal penyebab kerusakan

pada konstruksi jalan adalah sebagai berikut:

1. Lalu lintas, dimana setiap tahunnya selalu mengalami perubahan peningkatan

kendaraan dan repetisi beban yang terjadi

2. Air, dimana terdapatnya sistem drainase jalan yang jelek sehingga

menyebabkan air yang datang dari hujan mengalami kapilaritas akibat naiknya

air tersebut.

3. bahan-bahan penyusun dari konstruksi perkerasan itu sendiri. Sehubungan

dengan kasus ini penyebabnya adalah akibat dari pengolahan material atau

bahan yang tidak optimal dan efisien.

4. Iklim. Seperti yang kita telah ketahui bersama indonesia beriklim tropis, yang

mana curah hujan pada umumnya cukup tinggi sehingga menyebabkan

terjadinya kerusakan pada jalan tersebut.

5. Kestabilan tanah dasar. Dalam kasus ini biasanya dapat terjadi karena sifat dari

tanah dasar itu sendiri yang jelek maupun pada proses pengerjaan di lapangan

yang tidak sempurna.

6. kurang optimalnya proses pekerjaan pemadatan langsung lapisan yang terdapat

di atas tanah dasar

Pada umumnya jalan yang mengalami kerusakan terjadi tidak hanya

diakibatkan dari faktor-faktor di atas saja, namun bisa juga disebabkan oleh

beberapa hal yang saling mengaitkan satu sama lain sehingga terjadilah gabungan

dari penyebab-penyebab tersebut.

Ada tiga hal yang perlu dievaluasi dalam menentukan kerusakan yang terjadi pada

jalan, ialah:

a) Penyebab kerusakan serta jenis-jenis dari kerusakan tersebut.

b) Tingkatan-tingkatan atau level dari kerusakan tersebut.

c) Total jumlah dari kerusakan yang terjadi

Page 6: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

11

2.2.3 Indeks Kondisi Perkerasan (Pavement Condition Index)

Pavement Condition Index (PCI) merupakan penilaian yang dilakukan pada

kondisi permukaan jalan serta menilai dan meninjau ukuran berdasarkan fungsi

dari daya guna yang mengacu pada tingkat kondisi kerusakan yang terletak pada

lapisan permukaan perkerasan jalan (Hardiyatmo, 2015). Untuk memperoleh

Nilai dari PCI serta penilaian terhadap kondisi perkerasan jalan tersebut dapat

dilihat pada Tabel 2.2 yang dimulai dengan kondisi gagal sampai pada kondisi

sempurna.

PCI ini sendiri ialah indeks penilaian numerik dimana nilainya berkisar dari

angka 0 sampai dengan angka 100. Yang mana nilai itu nol sendiri menunjukkan

atau menyatakan bahwasanya perkerasan jalan tersebut sedang dalam kondisi

yang sangat parah atau gagal dan nilai 100 itu menunjukkan atau menyatakan

bahwa perkerasan jalan tersebut dalam kondisi yang masih sempurna.

Tahapan dari penilaian PCI itu sendiri berdasarkan tingkat kerusakan

perkerasan dikelompokkan dari 3 yang menjadikan faktor tersebut menjadi faktor

utama, adalah sebagai berikut:

a. Tipikal dari kerusakan pada jalan itu sendiri

b. Tingkatan atau level kerusakan yang seberapa parah

c. Total dari jumlah serta kerapatan yang terdapat pada kerusakan tersebut

Tabel 2.2 Nilai PCI dan Kondisi Perkerasan Jalan

Nilai PCI Kondisi

86 – 100 Sempurna (Exelent)

71 – 85 Sangat baik (Very good)

56 - 70 Baik (Good)

41 – 55 Sedang (Fair)

26 -40 Buruk (Poor)

11 – 25 Sangat buruk (Very poor)

0 – 10 Gagal (Failed)

Sumber: Hardiyatmo (2015)

a. Kadar Kerusakan / Kerapatan (Density)

Kadar kerusakan atau Kerapatan (Density) merupakan perbandingan

antara nilai persentase dari luasan kerusakan suatu jenis dengan jumlah total

nilai luasan dari beberapa unit segmen yang diukur dalam satuan meter

Page 7: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

12

panjang maupun meter persegi.

Nilai dari density pada suatu jenis kerusakan dapat dibagi juga menurut

tingkat atau level kerusakannya yang seberapa parah.

suatu jenis kerusakan dibedakan juga berdasarkan tingkat kerusakannya.

Rumus mencari nilai density:

Density = (Ad/As) x 100% …………………………………………(2.1)

Atau Density = (Ld/As) x 100% ………………………………………….(2.2)

dengan,

Ad = luas total dari satu jenis perkerasan untuk setiap tingkat keparahan

kerusakan (m2)

As = luas total unit sampel (m2)

Ld = panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat keparahan kerusakan

Luas total (Ad) pada rumus diatas adalah total keseluruhan dari

penjumlahan beberapa dimensi luasan dari kerusakan yang mana kerusakan

tersebut memiliki kerusakan yang sejenis atau sama. Luasan pada suatu jenis

perkerasan dihitung juga menggunakan rumus (2.1) sesuai dengan level

keparahan kerusakan atau tingkatan dari kerusakan tersebut.

b. Nilai Pengurangan (Deduct Value)

Nilai pengurangan (DV) itu sendiri merupakan besaran dari nilai

pengurangan terhadap tiap-tiap macam kerusakan yang terjadi dan dapat

diperoleh dari kurva atau grafik hubungan antara density dan tingkat

keparahan kerusakannya. Nilai pengurangan sendiri memiliki beberapa

perbedaan sesuai dengan jenis jenis kerusakannya. Terdapat beberapa grafik

dan nomogram yang didapat dipakai sesuai dengan jenis atau tipe kerusakan

dari jalan tersebut. Misalnya, kerusakan dengan jenis retak memanjang dan

melintang, yang mana apabila nilai density dari kerusakan tersebut dan

seberapa parah kerusakannya diketahui maka dari itu nilai DV bisa didapatkan

melalui pembacaan menggunakan grafik nilai pengurangan retak melintang

dan memanjang yaitu dengan menghubungkan nilai density dengan kurva

tingkat kerusakan (Low, Medium, atau, Hard). Caranya dengan membuat

sebuah garis vertikal keatas nilai density sampai memotong atau berimpit pada

Page 8: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

13

garis lengkung kurva level kerusakan yang diperoleh, kemudian setelah itu

menarik garis secara horizontal ke arah kiri dengan lurus sampai memperoleh

nilai DV, bisa dilihat pada Gambar 2.3.

Besaran nilai DV yang telah didapatkan harus sudah dicocokkan atau

disesuaikan dengan tipikal struktur dari perkerasan jalan yang digunakan

seperti contoh perkerasan menggunakan lapisan dengan aspal maupun

perkerasan menggunakan lapisan beton dan semen. Terdapat perbedaan

mendasar dalam penggunaan nilai DV antara perkerasan menggunakan aspal

dan perkerasan menggunakan beton. Nilai DV yang digunakan untuk

perkerasan aspal ialah lebih besar atau sama dengan 2 (q>2 atau q=2) yang

berarti nilai minimum atau nilai yang boleh dipakai wajib lebih besar dari

angka 2. Sementara, nilai DV yang akan digunakan oleh perkerasan

menggunakan beton ialah lebih besar atau sama dengan 5 (q>5 atau q=5) yang

memiliki arti bahwa nilai minimum atau nilai yang boleh dipakai ialah harus

atau wajib lebih besar dari angka 5. Dan juga, bisa terjadi kemungkinan

bahwa hanya terdapat 1 nilai DV maka dapat secara langsung memakai nilai

TDV sebagai nilai pengurangan. Namun sebaliknya, Jika terdapat nilai DV

yang lebih dari satu maka yang dilakukan adalah dengan mencari nilai CDV

maksimum.

Gambar 2.3 Grafik Nilai Pengurang Retak Buaya (Hardiyatmo, 2015)

Page 9: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

14

Besaran nilai DV yang telah didapatkan harus sudah dicocokkan atau

disesuaikan dengan tipikal struktur dari perkerasan jalan yang digunakan

seperti contoh perkerasan menggunakan lapisan dengan aspal maupun

perkerasan menggunakan lapisan beton dan semen. Terdapat perbedaan

mendasar dalam penggunaan nilai DV antara perkerasan menggunakan aspal

dan perkerasan menggunakan beton. Nilai DV yang digunakan untuk

perkerasan aspal ialah lebih besar atau sama dengan 2 (q>2 atau q=2) yang

berarti nilai minimum atau nilai yang boleh dipakai wajib lebih besar dari

angka 2. Sementara, nilai DV yang akan digunakan oleh perkerasan

menggunakan beton ialah lebih besar atau sama dengan 5 (q>5 atau q=5) yang

memiliki arti bahwa nilai minimum atau nilai yang boleh dipakai ialah harus

atau wajib lebih besar dari angka 5. Dan juga, bisa terjadi kemungkinan

bahwa hanya terdapat 1 nilai DV maka dapat secara langsung memakai nilai

TDV sebagai nilai pengurangan. Namun sebaliknya, Jika terdapat nilai DV

yang lebih dari satu maka yang dilakukan adalah dengan mencari nilai CDV

maksimum.

c. Nilai Pengurang Total (Total Deduct Value)

Nilai pengurangan total atau TDV merupakan jumlah total nilai dari masing

masing nilai DV untuk tiap-tiap jenis dan tipe kerusakan serta tingkat

keparahan dari kerusakan yang terjadi atau terdapat pada suatu segmen dari

penelitian tersebut.

d. Nilai Pengurang Terkoreksi (Corrected Deduct Value)

Nilai Pengurangan Terkoreksi atau CVD didapatkan melalui kurva grafik dari

hubungan nilai pengurangan terkoreksi atau TDV dengan nilai deduct value

atau DV. Penggunaan Nilai DV adalah dengan memakai nilai yang mana

harus melebihi atau sama dengan 2 (q=2) dan langsung dikoreksi dengan

meninjau dari nilai pengurangan yang diizinkan (mi),

mi = 1 + (9

98)(100 – HDVi) ………………………………………………..(2.3)

dengan,

mi = nilai pengurang ijin

Page 10: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

15

HDVi = nilai pengurang DV tertinggi (Highest Deduct Value)

Nilai mi merupakan nilai acuan dalam menggunakan nilai DV, Langkah

mencari nilai DV:

1. Gunakan nilai DV yang lebih besar dari 2 (q = 2), andaikan ada 4 nilai

DV.

2. Hitung nilai mi.

3. Bandingkan nilai mi dengan jumlah nilai DV pada poin 1 (satu), apabila

nilai mi yang dihitung adalah 5, maka mi > nilai DV, atau nilai mi = 5 >

nilai DV = 4, artinya semua data nilai DV harus digunakan dalam

perhitungan selanjutnya. Apabila nilai mi < nilai DV maka nilai yang

dipakai adalah nilai DV yang lebih besar dari 2 (dua), yaitu q = 2.

Untuk memperoleh nilai pengurangan yang terkoreksi atau TDV dari

total penjumlahan beberapa nilai deduct value atau DV, maka perlu

dilakukannya beberapa percobaan iterasi sampai didapatkannya nilai q sama

dengan 1 dimana itu merupakan nilai TDV yang sama dengan nilai CDV.

Contohnya sebagai berikut:

1. Terdapat 4 buah Nilai DV yang dimiliki.

2. Nilai DV yang dimiliki 4 maka dari itu nilai q = 4, setelah itu lakukan

penjumlahan dari semua total nilai tersebut sehingga menghasilkan nilai

TDV, lalu menggunakan nomogram grafik hubungan nilai TDV dengan

nilai CDV (q=4) seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Nilai Pengurang Terkoreksi (CDV) (Hardiyatmo, 2015)

Page 11: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

16

3. Kemudian melanjutkan iterasi-iterasi tersebut dengan menggantikan salah satu

angka dari keempat nilai DV tersebut dimana yang digantikan adalah nilai DV

terkecil menjadi q=2, lalu menjumlahkan semua total nilai DV sehingga

menghasilkan nilai DV. Setelah itu, baru menggunakan Gambar 2.4 yaitu

grafik untuk mendapatkan nilai CDV dengan nilai q=3.

4. Iterasi berikutnya ialah dengan menggantikan 2 angka dari keempat nilai DV

tersebut dimana yang digantikan adalah nilai DV terkecil menjadi q=2, lalu

menjumlahkan semua total nilai DV sehingga menghasilkan nilai DV. Setelah

itu, baru menggunakan Gambar 2.4 yaitu grafik untuk mendapatkan nilai CDV

dengan nilai q=2.

5. Iterasi berikutnya ialah dengan menggantikan 3 angka dari keempat nilai DV

tersebut dimana yang digantikan adalah nilai DV terkecil menjadi q=3, lalu

menjumlahkan semua total nilai DV sehingga menghasilkan nilai DV. Setelah

itu, baru menggunakan Gambar 2.4 yaitu grafik untuk mendapatkan nilai CDV

dengan nilai q=1.

Setelah mendapatkan nilai CDV sesuai perhitungan dari langkah 1

sampai langkah ke 4 seperti contoh iterasi di atas, maka dipakailah nilai CDV

maksimum atau nilai yang paling besar agar mendapatkan nilai PCI sesuai

dengan rumus yang di bawah ini,

PCI(s) = 100 – CDV …………………...............................................................(2.4)

dengan,

PCI(s) = Pavement Condition Index untuk tiap unit

CDV = Corrected Deduct Value untuk tiap unit

Untuk nilai PCI secara keseluruhan:

PCI = (∑PCI(s) / N) ……………....................................................................(2.5)

dengan,

PCI = Nilai PCI perkerasan keseluruhan

PCI(s) = Nilai PCI untuk tiap unit

N = Jumlah unit

Page 12: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

17

2.2.4 Jenis-jenis Kerusakan yang Terjadi pada Perkerasan Lentur

Jenis-jenis kerusakan jalan yang terjadi pada perkerasan lentur mengacu

pada Manual Pemeliharaan Jalan Nomor; 03/MN/B//1983 dibedakan menjadi

beberapa jenis antara lain sebagai berikut:

• Retak (Cracking)

Pengelompokan jenis retakan yang mana terdapat pada lapisan permukaan

tersusun atas beberapa jenis, sebagai berikut:

Retak halus (hair cracking) dapat dilihat pada Gambar 2.5, memiliki lebar

celah yang tidak melebihi atau sama dengan 3 mm. contoh dari penyebab

terjadinya retak yang halus biasanya adalah material konstruksi penyusun

perkerasan yang kurang baik, atau bisa juga disebabkan oleh tanah dasar dan

perkerasan bagian bawah yang tidak memiliki kestabilan. Pada retak ini sendiri

dapat menyebabkan terserapnya air ke dalam struktur lapisan permukaan. Upaya

rehabilitasi atau pemeliharaan serta penanganan dari retak halus ialah penggunaan

lapis latasir atau buras. Retak ini juga jika dibiarkan terus menerus dapat

menyebabkan retak tersebut berkembang dan meluas menjadi retak kulit buaya.

Gambar 2.5 Retak Halus (Sukirman, 1999)

Retak kulit buaya (alligator crack) dapat dilihat pada Gambar 2.6, memiliki

lebar retakan yang melebihi atau sama dengan 3 mm. retak ini biasanya retak-retak

kecil maupun halus yang terjadi dan berkembang dan saling merangkai satu sama lain

membentuk rangkaian kotak-kotak kecil mirip dengan punggung kulit buaya.

Penyebab terjadinya retak ini biasanya akibat dari struktur perkerasan yang kurang

optimal seperti retak halus, pelapukan yang terdapat permukaan, serta bahan lapisan

pondasi yang sedang dalam keadaan jenuh (air tanah naik). Seperti yang sudah

Page 13: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

18

diketahui bahwa luasan retak kulit buaya tidak cukup luas. Namun, bila terdapat area

dengan luasan yang luas, maka hal itu bisa disebabkan oleh beban yang dapat dipikul

oleh jalan tersebut sudah tidak mampu menahan atau menerima repetisi beban lalu

lintas yang semakin meningkat pada kawasan tersebut. Biasanya penanganan pada

kasus seperti ini adalah dengan penggunaan lapisan burda, burtu, atau pun laston jika

celah yang dimiliki kurang dari atau sama dengan 3 mm. Retak buaya akibat repitisi

beban dapat ditangani dengan cara memberi lapis tambahan. Karena jika tidak

ditangani lama kelamaan air yang meresap dapat menyebabkan lubang-lubang

sehingga terjadinya pelepasan butiran-butiran aspal permukaan.

Gambar 2.6 Retak Buaya (Sukirman, 1999)

Retak susut dapat dilihat pada Gambar 2.7 merupakan retakan yang terjadi

tunggal atau single tidak dapat bersambung satu sama lain yang dapat menyebar

secara melintang dan memanjang pada perkerasan jalan tersebut. Biasanya retak

ini dapat disebabkan oleh beban-beban kerja lalu lintas yang dapat menimbulkan

batas kuat Tarik telah terlampaui oleh besarnya tegangan dan regangan, dan juga

dapat terjadi juga akibat gerakan perkerasan, perubahan temperatur, dan penuaan

akibat bahan pengikat aspal yang telah menyusut. Retak ini dapat ditangani

dengan cara mengisi retakan sehingga mereduksi air yang masuk ke dalam

perkerasan.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

19

Gambar 2.7 Retak Susut (Sukirman, 1999)

Retak selip (slippage cracks) dapat dilihat pada Gambar 2.8, dimana retak

tersebut berbentuk menyerupai bulan sabit. Biasanya penyebab utama dari retak

ini adalah akibat dari gaya-gaya horizontal yang bekerja pada kendaraan yang

melintasi retak tersebut. Selain itu, retak ini juga dapat disebabkan oleh debu,

minyak, dan lain-lainnya yang menyebabkan lapisan permukaan aspal dan lapisan

di bawahnya mengalami kekurangan ikatan yang kuat. Retak ini dapat ditangani

dengan melakukan pembongkaran pada bagian lapisan aspal yang mengalami

kerusakan, lalu dilakukan penambalan permukaan.

Gambar 2.8 Retak Selip (Sukirman, 1999)

• Distorsi (Distortion)

Kekuatan dari tanah dasar yang lemah, proses pelaksanaan pemadatan yang

tidak sempurna pada struktur lapis pondasi ialah yang menyebabkan terjadinya

distorsi.

Distorsi itu sendiri dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut:

1) Alur dapat dilihat pada Gambar 2.9. biasanya disebabkan oleh penurunan

permukaan jalan. Penurunan tersebut dapat terjadi akibat dari beban kerja lalu

lintas yang berulang-ulang secara terus menerus pada lintasan roda yang

Page 15: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

20

sejajar dengan as jalannya. Alur dapat terlihat secara jelas ketika terjadi hujan

dan terdapat genangan air pada permukaan jalan setelah hujan. Alur juga

dapat disebabkan oleh hal-hal lain contohnya proses pemadatan yang kurang

sempurna, campuran bahan aspal yang memiliki stabilitas bahan yang rendah.

Proses penanganannya adalah dengan pemberian lapis tambahan sesuai

dengan lapisan permukaan.

Gambar 2.9 Alur (Sukirman, 1999)

2) Bergelombang atau keriting dapat dilihat pada Gambar 2.10 terjadi pada

melintang jalan. Akibat adanya deformasi plastis yang menyebabkan

gelombang gelombang melintang pada perkerasan jalan. Pada saat keriting

muncul pada lapisan permukaan maka jalan tersebut sudah tidak optimal atau

maksimal dalam memberikan pelayanan karena memberikan rasa yang tidak

aman dan nyaman kepada pengemudi jalan itu sendiri keriting biasanya

terjadi karena persentase campuran yang tidak seimbang atau kelebihan dan

kekurangan dalam kadar aspalnya, penggunaan agregat halus yang

berlebihan, serta stabilitas campuran yang rendah. Ada pula upaya

penanganan yang dapat dilakukan untuk menangani kerusakan berjenis

keriting adalah sebagai berikut:

a. Perbaikan yang paling baik dilakukan ialah menambal diseluruh

kedalaman.

b. Pemberian lapis ulang jalan atau lapisan tambahan untuk keriting dangkal

yang telah di bongkar.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

21

Gambar 2.10 Keriting (Sukirman, 1999)

3) Sungkur (shoving) dapat dilihat pada Gambar 2.11 yaitu terjadinya

perpindahan permukaan perkerasan jalan dalam bentuk permanen secara

memanjang dan melintang yang diakibatkan oleh beban lalu lintas yang selalu

meningkat. Biasanya juga dapat disebabkan sama seperti kerusakan keriting.

Retak ini dapat ditangani dengan cara sama seperti cara penanganan pada

kerusakan keriting.

Gambar 2.11 Shoving (Sukirman, 1999)

4) Amblas dapat dilihat pada Gambar 2.12 yaitu terjadinya penurunan struktur

perkerasan jalan yang dapat terjadi pada kawasan atau area yang terbatas dan

juga memungkinkan diikuti dengan beberapa retakan yang terdapat di

kawasan tersebut. Proses penurunan itu sendiri terjadi dengan beberapa tanda

atau indikasi antara lain dengan terdapatnya beberapa genangan air pada

lapisan permukaan perkerasan. Beban lalu lintas yang tinggi dan telah

melampaui batas maksimal dari beban yang dapat ditahan oleh struktur

Page 17: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

22

lapisan perkerasan menjadi faktor penyebab terjadinya penurunan dan jika

dibiarkan terus menerus akan menyebabkan amblas pada jalan tersebut.

Amblas dapat ditangani dengan cara perawatan permukaan dan penambalan

kulitnya atau penambalan pada seluruh kedalaman.

Gambar 2.12 Amblas (Sukirman, 1999)

• Cacat Permukaan (Disintegration)

Cacat permukaan adalah kerusakan yang terjadi pada lapisan permukaan. Cacat

permukaan kurang lebih masuk kedalam kerusakan fungsional jalan. Cacat

permukaan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

a) Lubang yang dapat dilihat pada Gambar 2.13 berbentuk menyerupai sebuah

mangkuk dengan memiliki variasi ukuran dan kedalaman dari yang terkecil

sampai terbesar. Kerusakan berjenis lubang sendiri jika dibiarkan akan

menyerap air langsung ke dalam lapisan permukaan dan dalam waktu yang

tertentu akan mengalami kerusakan yang semakin parah.

b) Material campuran penyusun struktur perkerasan permukaan yang jelek,

contohnya:

- Material tersebut memiliki kadar aspal yang sangat rendah sehingga untuk

perkerasan dengan aspal tipis dapat dengan mudah terlepas.

- Ikatan atau bahan pengikat antara aspal dengan agregat jelek karena

agregatnya kotor.

- Temperature yang tidak baik dan tidak mampu memenuhi persyaratan

dalam campuran.

c) Jeleknya sistem drainase jalan sehingga banyaknya air yang meresap dan

Page 18: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

23

menggenang di atas lapis permukaan.

d) Lapis struktur permukaan yang terlalu tipis yang menyebabkan ikatan antara

aspal dengan agregat mudah terlepas karena cuaca yang dapat berubah

sewaktu-waktu.

e) Retak-retak kecil dan sedang yang biarkan terus menerus atau tidak ditangani

secepat mungkin akan membuat air meresap ke seluruh lapisan permukaan

aspal dan mengakibatkan lubang kecil pada permukaan itu sendiri. Adapun

upaya penanganan yang dapat dilakukan ialah dengan cara membongkar

lapisan tersebut dan melapisinya kembali dengan sistem yang biasa disebut

tambalan dalam dapat bersifat secara permanen., yang dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

• Air yang terdapat pada lubang tersebut dikuras sampai kering, begitu juga

dengan material yang terlepas dibersihkan dari lobang tersebut.

• Melakukan pembongkaran pada bagian lapisan permukaan serta lapisan

pondasi yang paling dalam sampai mencapai lapisan struktur yang terkuat

atau paling kokoh.

• Pemberian lapis pengikat berupa lapis tack coat.

• Pengisian serta pencampuran aspal secara teliti dan hati-hati agar tidak

menyebabkan segregasi.

• Melakukan pemadatan lapisan campuran sesuai dengan kawasannya.

Gambar 2.13 Lubang (Sukirman, 1999)

f) Pelepasan butir dapat dilihat pada Gambar 2.14, disebabkan kurang lebih

dengan hal yang sama seperti lubang. Pelepasan butir dapat menyebar secara

luas dan jika biarkan akan memberikan efek yang cukup signifikan bagi jalan

tersebut. Upaya penanganannya adalah dengan cara memberikan lapisan

Page 19: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

24

tambahan atau lapis ulang pada lapisan yang terjadi pelepasan butir kemudian

dibersihkan dan dikeringkanlah lapisan tersebut.

Gambar 2.14 Pelepasan Butir (Sukirman, 1999)

g) Pengelupasan yang terjadi pada lapis permukaan aspal, penyebab utama dari

pengelupasan adalah lapisan permukaan yang terlalu tipis sehingga tidak

terjadinya atau tidak memiliki ikatan yang kuat antara lapisan permukaan dan

lapisan dibawahnya. Upaya penanganannya ialah dengan cara melakukan

penggarukan, perataan, dan pemadatan lalu memberi pelapisan dengan buras.

2.3 Upaya Penanganan Kerusakan Jalan

2.3.1 Perbaikan Jalan dengan Overlay

Perbaikan jalan menggunakan overlay mengacu pada pedoman

departemen permukiman dan prasarana yang dimuat dalam bentuk Pt T-01-2002-

B. Perbaikan ini sendiri dilakukan dengan cara memberi lapisan tambahan agar

dapat mengembalikan nilai kekuatan dan memberi tingkat kenyamanan dan

keamanan bagi pengemudi serta mengembalikan fungsi jalan dalam memberi

pelayanan kepada pengguna jalan. Perbaikan overlay sendiri memiliki tahapan –

tahapan pengerjaannya. Upaya perbaikan dengan overlay memiliki beberapa

tahapan-tahapan yaitu sebagai berikut:

1. Lalu-Lintas Harian Rata-Rata (LHR)

Untuk perhitungan lalu lintas harian (LHR) adalah dengan cara melakukan survey

pengamatan langsung serta peninjauan pada lokasi, kemudian dikelompokkan lah

beragam-ragam kendaraan sesuai dengan jenis dan beban sumbu kendaraan

tersebut dan dilakukan survey dalam 1 hari nonstop (24 jam full) dan dibagi per

15 menitan.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

25

2. Koefisien Kekuatan Relatif (a) dari Tiap Jenis Lapisan

Nilai dari koefisien kekuatan relatif (a) yang sesuai dengan setiap jenis lapisan

perkerasan diperoleh dari Tabel 2.3. dan nilai dari kekuatan struktural perkerasan

jalan lama diperoleh dari Tabel 2.4.

3. Tebal Lapisan Jalan Lama

Pada umumnya struktur perkerasan lentur tersusun atas 3 lapisan penyusun, yaitu

lapisan permukaan aspal, lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah. untuk

mendapatkan nilai ketebalan struktur lapisan jalan lama dapat diminta pada

Departemen Pekerjaan Umum tempat pelaksanaan atau setempat.

Tabel 2.3 Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekautan relative Kekuatan bahan

Jenis bahan a1 a2 a3 MS

(kg)

Kt

(kg/cm2)

CBR

(%)

0.40

0.35

0.32

0.30

0.35

0.31

0.28

0.26

0.30

0.26

0.25

0.20

0.28

0.26

0.24

0.23

0.19

0.15

0.13

0.15

0.13

0.14

0.12

0.14

0.13

0.12

0.13

0.12

0.11

0.10

744

590

454

340

744

590

454

340

340

340

590

454

340

22

18

22

18

100

60

100

80

60

70

50

30

20

LASTON

Asbuton

Hot Rolled Asphalt

Aspal macadam

LAPEN (mekanis)

LAPEN (manual)

LASTON ATAS

LAPEN (mekanis)

LAPEN (manual)

Stabilitas tanah dengan semen

Stabilitas tanah dengan kapur

Pondasi macadam (basah)

Pondasi macadam (kering)

Batu pecah (kelas A)

Batu pecah (kelas B)

Batu pecah (kelas C)

Sirtu/pitrun (kelas A)

Sirtu/pitrun (kelas B)

Sirtu/pitrun (kelas C)

Tanah/lempung kapasiran

Sumber: Sukirman (1999)

Page 21: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

26

Tabel 2.4 Koefisien Kekuatan Relatif (a)

BAHAN

KONDISI PERMUKAAN

Koefisien

kekuatan

relatif (a)

Lapis

permuk

aan

Beton

aspal

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau

hanya

terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang

dan/atau 5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan

sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

0.35 – 0.40

0.25 – 0.35

0.20 – 0.30

0.14 – 0.20

0.08 – 0.15

Lapis

pondasi

yang

distabilisasi

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau

hanya

terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

>5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

0.20 – 0.35

0.15 – 0.25

0.15 – 0.20

0.10 – 0.20

0.08 – 0.15

Lapis

pondasi atau

Lapis

pondasi

bawah

granular

Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by

fines.

Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines

0.10 – 0.14

0.00 – 0.10

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002)

Page 22: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

28

4. Indeks Tebal Perkerasan Ada (ITPada)

Nilai Indeks tebal perkerasan ada didapat dengan cara melakukan perkalian antara

3 lapisan penyusun struktur perkerasan jalan dengan nilai koefisien kekuatan

relatif (a) yang telah didapat pada uraian di atasnya.

5. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)

Berdasarkan pada tabel bagian lampiran D tentang perencanaan Tebal Perkerasan

Lentur 2002 dapat ditentukan angka ekivalen (E) dari jenis-jenis golongan beban

gandar sumbu pada setiap kendaraan (hanya berlaku pada roda ganda) untuk roda

tunggal atau single agak berbeda dengan roda ganda. Rumus perhitungan untuk

roda tunggal ialah

Angka Ekuivalen = (𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐾𝑁

53 𝐾𝑁)4……………….…..(2.6)

6. Lalu-Lintas Pada Lajur Rencana

Lalu lintas yang direncanakan pada lajur rencana dalam bentuk nilai

kumulatif beban gandar standar merupakan bagian dari lalu lintas pada lajur

rencana (W18). Adapun untuk rumus perhitungan W18 atau lalu lintas pada lajur

rencana adalah sebagai berikut:

W18 = DD × DL × ŵ18 ………………………………………….....(2.7)

Dimana:

W18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.

DD = Faktor distribusi arah = 0,5 (Pt T-01 2002-B)

DL = Faktor Distribusi Lajur (dari Tabel 2.5)

Biasanya nilai DD digunakan adalah 0,5 namun, ada beberapa penelitian yang

menggunakan nilai DD dengan variasi kisaran 0,3-0,7. Lalu lintas kumulatif pada

lajur selama umur rencana atau W18 merupakan atau menjadi nilai lalu lintas

yang akan dipakai untuk perhitungan perencanaan tebal perkerasan lentur.

Kemudian, besaran dari nilai lalu lintas tersebut diperoleh dengan cara

mengalikan nilai kumulatif beban gandar standar pada lajur umur rencana dengan

persentase dari nilai kenaikan lalu lintas atau pertumbuhan lalu lintas setiap

tahunnya pada daerah setempat. Secara keseluruhan rumus perhitungan lalu lintas

kumulatif dapat dilihat pada rumus di bawah ini:

Page 23: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

29

W18 = W18pertahun x (1+𝑔)𝑛−1

𝑔…………………………….……….(2.8)

Dimana:

W18 = jumlah beban gandar tunggal standar komulatif

W18 pertahun = beban gandar standar komulatif selama 1 tahun

n = umur pelayanan (tahun)

g = perkembangan lalu lintas (%)

Tabel 2.5 Faktor Distribusi Lajur (DL)

Jumlah lajur

per arah

% beban gandar standar

dalam lajur rencana

1 100

2 80 – 100

3 60 – 80

4 50 – 75

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002)

7. Modulus Resilien

Modulus resilien merupakan parameter atau batasan-batasan dari tanah

dasar yang dipakai untuk perencanaan tebal perkerasan lentur berdasarkan

pedoman perencanaan ini. Nilai modulus resilien sendiri dapat diperoleh dari CBR

standar dikalikan dengan nilai koefisien 1500. Dimana nilai tersebut merupakan

hasil dari tes soil index. Rumus perhitungan modulus resilien dapat dilihat

dibawah ini

MR (psi) = 1.500 x CBR ………………......................................(2.9)

8. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan konsep yang mengupayakan untuk menyertai suatu

nilai pasti dari derajat kepastian dan dimasukkan ke dalam proses perencanan

agar dapat menjamin beragam-ragam alternatif perencanaan yang dapat bertahan

sesuai dengan umur rencana yang direncanakan pada perencanaan. Reliabilitas

sendiri memiliki faktor-faktor perencanaan yang harus diperhitungkan yaitu

perkiraan kumulatif lalu lintas (W18) dan perkiraan dari kinerja (W18) itu

sendiri. Dan oleh karena itu jika mampu memberikan tingkat pelayanan

Page 24: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

30

reliabilitas (R) maka struktur perkerasan akan dapat bertahan atau mampu

menjaga kondisinya sampai dengan waktu dan umur yang direncanakan.

Pemilihan tingkat reliabilitas yang lebih tinggi dapat menekan kinerja dari

volume lalu lintas dan kesukaraan dalam mengalihkan lalu lintas yang

diharapkan resikonya dapat ditekan. Berdasarkan pada Tabel 2.6 dapat dilihat

bahwa terdapatnya beberapa rekomendasi tingkat reliabilitas untuk masing-

masing klasifikasi jalan. Perlunya diketahui bahwa jalan yang melayani lalu

lintas yang banyak memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi pula, sebaliknya jalan

yang melayani lalu lintas yang lebih rendah maka tingkat reliabilitasnya juga

rendah contohnya seperti jalan lokal.

Tabel 2.6 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam - macam

Klasifikasi Jalan.

Klasifikasi Jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas

Perkotaan Antar Kota

Bebas Hambatan 85 – 99.9 80 – 99,9

Arteri 80 – 99 75 – 95

Kolektor 80 – 95 75 – 95

Lokal 50 – 80 50 – 80

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002.

9. Deviasi standar (So)

Nilai dari deviasi standar sendiri didapatkan dengan memilih klasifikasi

yang mampu mewakili kondisi sekitarnya atau setempat. Adapun rentang dari

nilai So itu sendiri adalah kisaran 0.40-0.50

10. Indeks Permukaan (IP)

Indeks permukaan merupakan besaran nilai dari kekuatan perkerasan

serta nilai dari ketidakrataan yang berhubungan langsung dengan tingkat

pelayanan dari beban lalu lintas yang melewati jalan tersebut. Adapun

klasifikasi dari nilai IP dijelaskan singkat dibawah ini:

IP = 2,5: menyatakan bahwa kondisi dari lapisan permukaan jalan masih baik dan

stabil.

IP = 2,0: menyatakan bahwa pelayanan minimum dari jalan tersebut masih

bisa dikatakan aman.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

31

IP = 1,5: menyatakan bahwa pelayanan minimum dari jalan tersebut

masih memungkin untuk aman.

IP = 1,0: menyatakan bahwa lapisan permukaan jalan tersebut dalam kondisi

rusak berat sehingga menyebabkan lalu lintas pada jalan tersebut

terganggu.

Berdasarkan pada Tabel 2.7. dapat dilihat bahwa untuk bisa

menentukan nilai indeks permukaan atau IP sesuai dengan akhir umur rencana

maka harus perlunya mepertimbangkan faktor dari klasifikasi dari fungsional

jalan tersebut.

Tabel 2.7 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT)

Kualifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan

1,0 – 1,5

1,5

1,5 – 2,0

-

1,5

1,5 – 2,0

2,0

2,0 – 2,5

1,5 – 2,0

2,0

2,0 – 2,5

2,5

-

-

-

2,5

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002.

Selanjutnya berdasarkan dengan Tabel 2.8. tentang indeks permukaan awal

perencanaan atau IP0 maka diperoleh nilai dari indeks permukaan awal sesuai

umur rencana dengan mempertimbangkan atau memperhatikan material dari

lapisan permukaan perkerasan tersebut.

Tabel 2.8 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0)

Jenis Lapis Perkerasan IP0 Ketidakrataan *) (IRI,

m/km)

LASTON ≥ 4

3,9 – 3,5

≤ 1,0

> 1,0

LASBUTAG 3,9 – 3,5

3,4 – 3,0

≤ 2,0

> 2,0

LAPEN 3,4 – 3,0

2,9 – 2,5

≤ 3,0

> 3,0

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002.

11. Indeks Tebal Perkerasan Perlu (ITP perlu)

Agar dapat memperoleh nilai indeks tebal perkerasan perlu atau ITP perlu

yang dipakai dalam perencanaan maka dapat dilihat pada Gambar 2.15 dibawah

ini.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

32

Departemen Permukiman dan Prasarana wilayah, 2002

Gambar 2.15 Nomogram Untuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Page 27: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

33

2.3.2 Perbaikan Jalan dengan Rigid Pavement

Perkerasan kaku (rigid pavement) merupakan jenis struktur perkerasan

jalan yang menggunakan plat beton semen sebagai pengganti aspal pada lapisan

permukaan. Plat beton tersebut terdiri dari plat beton semen tidak menerus tanpa

tulangan, tidak menerus dengan tulangan, menerus dengan tulangan, semen

prategang. Dimana, plat beton tersebut terletak di atas lapis pondasi bawah atau

tanah dasar. Untuk perencanaan perkerasan kaku mengacu pada pedoman

perencanaan dan pelaksanaan perkerasan jalan beton semen 2003 (Pd T-14-2003).

Kekuatan daya dukung yang utama pada perkerasan kaku biasanya terletak

pada plat beton itu sendiri. Selain itu, kekuatan perkerasan kaku (beton semen)

sangat dipengaruhi oleh tanah dasar baik sifatnya, daya dukung, maupun

keseragaman dari tanah itu sendiri. Kadar air pemadatan, kepadatan dan

perubahan kadar air selama masa pelayanan merupakan salah satu faktor yang

harus diperhatikan juga. Pada perkerasan kaku juga lapis pondasi bawahnya tidak

menjadi bagian utama dalam memikul beban, tetapi memiliki fungsi yang lain

antara lain sebagai berikut:

- Sebagai tempat pengendalian kembang susut tanah dasar.

- Sebagai tempat mencegahnya intrusi dan retakan pada tepi-tepi plat.

- Mampu memberi dukungan secara seragam pada plat.

- Selama masa pelaksanaan dapat menjadi lantai kerja

Plat beton sendiri memiliki sifat yang kaku dan mengikat serta dapat

menyebarkan beban yang bekerja secara merata ke seluruh bidang yang luas dan

memberi tegangan yang rendah pada lapisan di bawahnya. Pada perkerasan kaku

(beton semen) dapat dilapisi dengan lapisan campuran aspal dengan tebal 5 cm

agar dapat diantisipasi tingkat kenyamanan dan keamanannya.

1. Lalu-Lintas Rencana

Lalu lintas rencana merupakan proporsi sumbu serta distribusi beban

setiap jenis sumbu kendaraan yang dihitung berdasarkan jumlah kumulatif

sumbu kendaraan niaga yang berada pada lajur jalur rencana selama umur

rencana yang direncanakan. Pada suatu jenis sumbu beban yang bekerja

dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) sesuai dengan survei beban.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

34

Untuk perhitungan jumlah sumbu kendaraan selama umur rencana

menggunakan rumus berikut:

JSKN = JSKNH x 365 x R x C ………………………..……..(2.10)

Dengan pengertian:

JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana.

JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada

saat jalan dibuka.

R : Faktor pertumbuhan lalu-lintas.

C : Koefisien distribusi kendaraan.

Dimana nilai R atau faktor pertumbuhan lalu-lintas dihitung menggunakan rumus

dibawah ini

R = (1+𝑖)𝑈𝑅−1

𝑖 …………………………………………………...(2.11)

Dengan pengertian:

R : Faktor pertumbuhan lalu lintas.

i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.

UR : Umur rencana (tahun).

2. Repetisi Sumbu Yang Terjadi

Dalam menghitung repetisi sumbu yang terjadi memiliki beberapa langkah-

langkah antara lain sebagai berikut:

a) Menghitung jumlah sumbu dan beban sumbu, serta proporsi beban kendaraan

b) Menghitung jumlah repetisi yang terjadi dengan mengalikan proporsi beban

dengan proporsi sumbu dengan lalu lintas rencana

c) Menghitung total kumulatif yang terjadi sesuai umur rencana.

3. Faktor Keamanan Beban

Faktor keamanan beban didapatkan dengan cara mengalikan beban sumbu

dengan faktor keamanan beban itu sendiri (FKB) pada penentuan beban rencana.

Pada Tabel 2.9. Didapatkan nilai (FKB) yang bisa digunakan untuk tingkat

reliabilitas perencanaan

Page 29: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

35

Tabel 2.9 Faktor Keamanan Beban (FKB)

No. Penggunaan Nilai

FKB 1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang

aliran lalu-lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi.

Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survai beban (weight-in- motion)

dan adanya kemungkinan route alternative, maka nilai faktor keamanan beban

dapat dikurangi menjadi 1,15.

1,2

2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume kendaraan niaga

menengah.

1,1

3 Jalan dengan volume kendaraan niaga menengah 1,0

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003.

4. CBR Efektif

Penentuan nilai CBR efektif didapatkan dari Gambar 2.16.

5. Tebal Taksiran Pelat Beton

Tebal plat beton yang direncanakan untuk menentukan tebal perkerasan

kaku ialah tebal taksiran plat beton. Dimana nilai tersebut didapat menggunakan

grafik yang dapat dilihat pada Gambar 2.17.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

36

6. Analisa Fatik dan Erosi

Untuk mengontrol aman atau tidaknya taksiran tebal pelat beton yang

direncananakan maka dikontrol melalui perhitungan analisa fatik dan erosi.

7. Perencanaan Tulangan

Pada pelat beton tersebut harus adanya perencanaan tulangan. Pemasangan

tulangan tersebut bertujuan untuk:

- Dapat mengurangi penggunaan sambungan melintang karena dapat memakai

pelat yang lebih panjang.

- Mempertahankan kekuatan plat agar retakan tidak menyebar luas

- Lebih murah karena dapat mengurangi biaya rutin pemeliharaan

Perhitungan jumlah tulangan yang akan digunakan dapat dipengaruhi

oleh jarak antara sambungan susut. Untuk perkerasan dengan beton bertulang

menerus sambungan susut dapat dikurangi dengan penggunaan tulangan yang

secukupnya. Dalam hal pengendalian retak agar tidak menyebar perlu

dipasangnya tulangan. Penerapan tulangan sendiri pada pelat dapat dilaksanakan

ketika adanya bagian pelat yang mengalami keretakan akibat tidak dapat lagi

menahan tegangan atau beban yang bekerja. Maka dari itu penerapan tulangan

dapat dipakai pada saat:

- Pelat beton berbentuk tak lazim

Page 31: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

37

- Pelat beton menggunakan sambungan non sejalur

- Pelat beton dengan lubang

2.4 Analisis Biaya

Analisa biaya disini ialah menghitung dan menganalisa biaya atau

anggaran dari harga satuan dasar upah tenaga kerja, harga sewa alat dan peralatan,

dan harga bahan atau material serta menganalisa harga satuan pekerjaan setempat

berdasarkan harga–harga yang terdapat pada lokasi pekerjaan. Untuk pekerjaan

yang dilakukan secara manual maka telah disediakannya tabel koefisien untuk

tenaga kerja, dan untuk pekerjaan yang dilakukan secara mekanis maka telah

tersedia pula koefisien dari alat berat, peralatan serta bahan berdasarkan dengan

analisa produktivitas.

Untuk analisa biaya sendiri memiliki beberapa komponen penting yaitu

tenaga kerja, bahan, dan biaya alat serta biaya lain -lain yang dihitung menjadi

overhead serta persentase dari pajak yang harus dibayar oleh penanggung jawab

proyek pada saat pelaksanaan proyek. Agar lebih memudahkan dalam

perhitungan anggaran biaya tersebut maka perlu dianalisa penggunaannya dari

komponen tenaga kerja, alat, dan bahan.

1. Analisa harga satuan dari peralatan

Analisa harga satuan peralatan berdasarkan biaya alat, biaya operator atau

sopir, tenaga mesin, kapasitas kerja alat, jam kerja, dan harga alat. Untuk

menghitung harga satuan peralatan maka perlu diketahui dulu biaya sewa masing-

masing peralatan yang akan digunakan. Lalu dikelompokkan semua peralatan

tersebut dari produksi terkecil sampai ke produksi terbesar. Untuk penggunaan

alat-alat yang produksinya lebih besar mengalami efisiensi yang minim sehingga

harus menunggu alat lain dengan produksi yang lebih kecil.

Harga satuan alat (Rp/Sat.Pek) = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑎𝑙𝑎𝑡

𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛 ……………………..(2.12)

2. Analisa harga satuan dari tenaga kerja

Analisa harga satuan tenaga kerja berdasarkan keterampilan para pekerja

sesuai dengan jenis pekerjaannya dan sudah teruji. Untuk pekerjaan jalan sendiri

umumnya tenaga kerja yang dibutuhkan ialah sebagai pembantu pekerja dan

Page 32: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

38

mandor atau kepala tukang. Maka dari itu untuk menghitung harga satuan tenaga

kerja dapat dilihat pada rumus dibawah ini

Harga satuan tenaga (Rp/Sat.Pek) = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑝𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎

𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛………....................(2.13)

3. Analisa harga satuan dari bahan

Analisa harga satuan dari bahan ditentukan berdasarkan harga bahan pada

lokasi pengerjaan dan juga kuantitas serta kualitas dari bahan itu sendiri. Untuk

kualitas dan kuantitas dari bahan tersebut berdasarkan spesifikasi dari bahan yang

berlaku pada lokasi tersebut. Untuk perhitungan volume pekerjaan sendiri perlu

dianalisa juga kebutuhan bahan karena biasanya pada contoh perhitungan volume

pekerjaan dalam kondisi yang padat, sedangkan bahan yang dijual biasanya dalam

kondisi yang tidak padat. Maka, diperlukannya penyesuaian satuan dari volume

pekerjaan dengan satuan bahan yang dijual sehingga jika satuan nya sudah sesuai

bisa di kalikan.

Harga satuan tenaga (Rp/Sat.Pek) = Jumlah harga satuan bahan penyusun x

Kuantitas ……………………...(2.14)

4. Analisis biaya-biaya yang lainnya

Anggaran biaya lainya disini yang dimaksud adalah anggaran biaya alat

komunikasi, biaya transportasi kantor, administrasi yang ada pada kantor,

asuransi, pajak, dan lain – lain. Biaya ini sering digunakan dalam menghitung

AHSP dengan overhead yang biasanya berkisar dari 10% - 15% (tidak termasuk

PPN) sesuai lokasi pengerjaan.

5. Analisis harga satuan pekerjaan

Dalam menyusun AHSP diperlukannya harga satuan dasar upah, alat dan bahan

sesuai lokasi atau daerah pengerjaannya

Harga satuan pekerjaan = Biaya (alat+tenaga kerja+bahan) + Biaya lain…....(2.15)

2.5 Pemilihan Teknik Perbaikan

Proses Pemilihan teknik perbaikan pada ruas jalan Raya Surabaya –

Malang, Gempol adalah dengan menggunakan atau memberikan nilai dan poin

kepada teknik perbaikan overlay dan rigid pavement menyesuaikan dengan

beberapa pertimbangan. Dari hal – hal yang perlu dipertimbangi akan diberi

Page 33: BAB II LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/51086/3/BAB II.pdf · 2019-08-23 · 7 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Analisa Komponen 1987) Pada perkerasan lentur kapasitas dukung

39

peringkat atau skor mulai dari 1 dengan penilaian klasifikasi sulit dan mahal, 2

dengan sedang, 3 dengan mudah dan murah. Setelah itu dijumlahkan semua skor

dari berbagai pertimbangan dan didapat lah perbaikan dengan skor atau nilai

tertinggi. Metode perbaikan dengan skor tertinggi lah yang akan digunakan

untuk perbaikan jalan pada ruas jalan Surabaya – Malang (khususnya Kecamatan

Gempol).