bab ii kajian pustaka 2.1 menyelesaikan masalah matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/bab ii.pdf7...

13
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika 2.1.1. Masalah Matematika Pengertian masalah dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) ialah “suatu hal yang harus dipecahkan”. Suatu masalah terkadang membutuhkan pemikiran abstrak dan merujuk pada penyelesaian yang unik (Kannan B, Sivapragasam C, & Senthilkumar R, 2016). Berkaitan dengan matematika, Widayanti (2016) mendefinisikan masalah matematika sebagai soal atau pertanyaan yang penyelesaiannya didapatkan setelah melewati cara yang tidak langsung dapat ditentukan. Sedangkan Shadiq (2014) berpendapat bahwa masalah matematika ialah suatu soal yang mengandung dua hal, yakni tantangan (challange) dan tidak dapat langsung diselesaikan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure). Mulbar, Rahman, & Ahmar (2017) memiliki pemikiran lain mengenai masalah matematika. Menurutnya, masalah matematika dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin maupun prosedur tidak rutin bergantung pada kemampuan seseorang. Suatu masalah matematika dapat dianggap sebagai masalah oleh seseorang, namun belum tentu bagi orang lain. Hal ini berarti respon tiap individu terhadap suatu masalah matematika berbeda-beda.

Upload: others

Post on 08-Sep-2019

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika

2.1.1. Masalah Matematika

Pengertian masalah dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) ialah

“suatu hal yang harus dipecahkan”. Suatu masalah terkadang membutuhkan

pemikiran abstrak dan merujuk pada penyelesaian yang unik (Kannan B,

Sivapragasam C, & Senthilkumar R, 2016). Berkaitan dengan matematika,

Widayanti (2016) mendefinisikan masalah matematika sebagai soal atau

pertanyaan yang penyelesaiannya didapatkan setelah melewati cara yang tidak

langsung dapat ditentukan. Sedangkan Shadiq (2014) berpendapat bahwa masalah

matematika ialah suatu soal yang mengandung dua hal, yakni tantangan

(challange) dan tidak dapat langsung diselesaikan oleh suatu prosedur rutin

(routine procedure).

Mulbar, Rahman, & Ahmar (2017) memiliki pemikiran lain mengenai

masalah matematika. Menurutnya, masalah matematika dapat diselesaikan dengan

menggunakan prosedur rutin maupun prosedur tidak rutin bergantung pada

kemampuan seseorang. Suatu masalah matematika dapat dianggap sebagai

masalah oleh seseorang, namun belum tentu bagi orang lain. Hal ini berarti respon

tiap individu terhadap suatu masalah matematika berbeda-beda.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

7

Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah

matematika merupakan soal atau pertanyaan yang harus dipecahkan atau

diselesaikan menggunakan prosedur rutin maupun tidak rutin untuk mendapatkan

penyelesaiannya serta mengandung unsur tantangan. Masalah matematika yang

digunakan dalam penelitian ini ialah masalah matematika dalam bentuk soal cerita.

Umumnya, soal cerita dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur kemampuan

siswa dalam menyelesaikan masalah matematika (Priyanto, Suharto, &

Trapsilasiwi, 2015; Risnawati, Mardianita, & Hernety, 2016). Soal cerita

matematika disajikan dalam bentuk kalimat sehari-hari yang harus diterjemahkan

ke dalam bentuk matematika terlebih dahulu untuk menyelesaikannya

(Widyaningrum, 2016).

2.1.2. Pemecahan Masalah Matematika

Putri, Mardiyana, & Saputro (2017) menjelaskan bahwa menyelesaikan

masalah matematika adalah proses ketika siswa menghadapi masalah-masalah

termasuk di dalamnya konsep-konsep yang berasal dari dalam atau luar

matematika yang penyelesaiannya membutuhkan algoritma tertentu. Jika masalah

yang diberikan lebih kompleks, maka lebih banyak pula konsep-konsep yang

dihubungkan. Artinya, semakin kompleks suatu masalah matematika, maka

semakin rumit pula algoritma yang dibutuhkan untuk menemukan

penyelesaiannya.

Kegiatan menyelesaikan masalah matematika dalam pembelajaran

matematika dikenal dengan istilah pemecahan masalah. Menurut Romika &

Amalia (2014), pemecahan masalah ialah proses dalam menyelesaikan masalah.

Pemecahan masalah adalah penyelesaian dari masalah tidak rutin dan proses

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

8

berpikir tingkat tinggi, serta sangat dibutuhkan dalam mempelajari matematika

(Julita, 2017). Pemecahan masalah matematika merupakan suatu proses abstrak

dan rumit yang melibatkan pemikiran dan penalaran manusia (In'am, 2016).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pemecahan masalah matematika adalah proses berpikir tingkat tinggi dalam

menyelesaikan masalah matematika yang sangat dibutuhkan dalam mempelajari

matematika. Polya (dalam In'am, 2016; Romika & Amalia, 2014; Shadiq, 2014;

Julita, 2017; Widyaningrum, 2016) menjelaskan empat langkah utama dalam

menyelesaikan masalah matematika, antara lain: 1) memahami masalah: siswa

menentukan secara tepat apa saja yang diketahui dan ditanyakan dari masalah, 2)

merancang cara penyelesaian: siswa membuat rencana penyelesaian yang dapat

dilakukan untuk menyelesaikan masalah, 3) melaksanakan rencana: siswa

melakukan rencana penyelesaian yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan

masalah berdasarkan langkah sebelumnya, dan 4) melihat kembali: siswa melihat

kembali hasil yang diperoleh berdasarkan langkah-langkah penyelesaian yang

telah dilakukan.

2.1.3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan berasal dari kata dasar “mampu” yang bermakna kuasa

(sanggup melakukan sesuatu). Kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, dan

kekuatan (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2006). Hal ini merujuk pada

kesimpulan bahwa kemampuan merupakan kesanggupan atau kecakapan

seseorang dalam menguasai sesuatu.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

9

Berdasarkan pengertian kemampuan dan pemecahan masalah matematika

pada poin sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan

masalah adalah kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan masalah dengan

proses berpikir tingkat tinggi yang sangat dibutuhkan dalam mempelajari

matematika. Hal ini sejalan dengan Kannan dkk (2016) yang mengungkapkan

bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan untuk memahami

maksud masalah dan aturan yang dapat digunakan sebagai kunci untuk

menyelesaikan masalah. Sebagaimana dikemukakan juga oleh Susanti, Musdi, &

Syarifuddin (2017) bahwa kemampuan pemecahan masalah ialah kemampuan

dasar seseorang dalam memahami dan menyelesaikan masalah yang melibatkan

berpikir kritis, logis, dan sistematis.

Setiap siswa memiliki tingkat kemampuan pemecahan masalah

matematika yang berbeda-beda (Widayanti, 2016; Putri, Mardiyana, & Saputro,

2017). Tentunya hal ini berdampak pada keberhasilan pembelajaran matematika.

Taksonomi SOLO merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk

mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa.

2.2 Taksonomi SOLO

Secara etimologi, taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein yang

berarti “untuk mengelompokkan” dan nomos yang bermakna “aturan”. Taksonomi

ialah klasifikasi suatu hal yang didasarkan pada tingkatan tertentu. Taksonomi

memberikan kemudahan dalam mendukung cara berpikir melalui

pengelompokkan unsur-unsurnya (Kuswana, 2011).

Salah satu taksonomi yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana

kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika adalah taksonomi

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

10

SOLO (Structured of Learning Observed) atau Taksonomi Struktur Hasil Belajar

Teramati yang dirancang oleh Biggs dan Collis pada tahun 1982. Sebagaimana

disebutkan oleh Mulbar, Rahman, & Ahmar (2017) bahwa taksonomi SOLO

mengelompokkan kemampuan siswa berdasarkan tingkat kemampuan pemecahan

masalah mereka. Taksonomi SOLO adalah suatu pengelompokkan siswa dalam

memecahkan masalah dengan memperhatikan karakteristik lima tingkat

kemampuan (Putri, Mardiyana, & Saputro, 2017). Taksonomi SOLO

mengelompokkan tingkat berfikir siswa ke dalam lima kategori, yaitu

prestruktural, unistruktural, multistruktural, relasional, dan extended abstract.

Taksonomi ini berfokus pada struktur respon individu untuk mendeskripsikan

kualitas belajar (Lian & Yew, 2012).

Klasifikasi kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika

berdasarkan taksonomi SOLO dapat dilakukan dengan menyusun masalah

matematika berdasarkan karakteristik tiap tingkat. Kriteria tiap tingkat yang

digunakan dalam menyusun masalah matematika disebutkan oleh Collis,

Romberg, & Jurnak (dalam Lian & Yew, 2012). Penjelasan mengenai kriteria

masalah matematika tiap tingkat dalam taksonomi SOLO dapat dilihat pada tabel

di bawah ini.

Tabel 2.1: Kriteria Masalah Matematika Berdasarkan Taksonomi SOLO

Tingkat Taksonomi SOLO Kriteria

Unistruktural Menggunakan sebuah informasi yang dapat langsung

diperoleh dari masalah yang diberikan.

Multistruktural Menggunakan dua atau lebih informasi yang

dibutuhkan tetapi informasi tersebut disajikan secara

terpisah.

Relasional Menggunakan informasi yang mengandung suatu

pemahaman terpadu untuk menyelesaikan masalah.

Extended Abstract Menggunakan informasi yang dapat digunakan untuk

membentuk prinsip umum yang abstrak dari masalah

yang diberikan.

Sumber: Lian & Yew, 2012

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

11

2.3 Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Taksonomi SOLO

Setiap tingkat dalam taksonomi SOLO memiliki indikator masing-masing

yang digunakan untuk menentukan dan mendeskripsikan sejauh mana pemikiran

siswa dalam memecahkan masalah. Berdasarkan poin sebelumnya, masalah

matematika yang digunakan disusun berdasarkan tingkat-tingkat pada taksonomi

SOLO. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2: Indikator Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan

Taksonomi SOLO

Tingkat Taksonomi SOLO Indikator

Prestruktural Siswa kurang tepat dalam memahami masalah sehingga tidak

dapat menggunakan informasi yang ada untuk mendapatkan

penyelesaian.

Unistruktural Siswa dapat menggunakan sebuah informasi yang terdapat

pada masalah untuk mendapatkan penyelesaian.

Multistruktural Siswa dapat menggunakan dua atau lebih informasi pada

masalah untuk mendapatkan penyelesaian.

Relasional Siswa dapat menggunakan semua informasi dan menentukan

ekstra informasi dalam permasalahan yang dapat digunakan

untuk mendapatkan penyelesaian akhir.

Extended Abstract Siswa dapat menggunakan prinsip umum yang abstrak dari

masalah dan membangun hipotesis yang diturunkan dari

informasi pada soal untuk menyelesaikan permasalahan.

Sumber: Adaptasi dari Lian & Yew (2012); Azizah, Hobri, & Indah K. (2015)

2.4 Contoh Masalah Matematika Berdasarkan Taksonomi SOLO

Materi yang digunakan dalam penelitian ini ialah teorema Pythagoras.

Berdasarkan pendapat dari Lian & Yew (2012), taksonomi SOLO telah digunakan

untuk mengukur pencapaian kognitif siswa dalam beberapa bidang dan keahlian

matematika, termasuk statistika, aljabar, peluang, geometri, analisis kesalahan,

dan pemecahan masalah. Sehingga, analisis kemampuan siswa dalam

menyelesaikan masalah Pythagoras dapat dilakukan menggunakan taksonomi

SOLO.

Contoh masalah matematika teorema Pythagoras berdasarkan tingkatan

pada taksonomi SOLO beserta pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

12

(a) Masalah matematika tingkat unistruktural

Sekelompok anak pramuka tengah mendirikan sebuah tenda. Jika tinggi

tenda dan jarak antara tiang penyangga dengan patok yang berada tepat di tengah-

tengah tenda secara berturut-turut adalah 4 m dan 3 m, berapakah panjang tali

yang dibutuhkan untuk diikatkan dari ujung tenda ke dasar tanah?

Penyelesaian:

Panjang tali yang dibutuhkan untuk diikatkan dari ujung tenda ke dasar tanah

ialah √42 + 32 = √16 + 9 = √25 = 5 m.

Pemecahan masalah:

Siswa dapat menyelesaikan masalah ini dengan informasi yang diberikan

dalam masalah matematika tersebut yaitu panjang tinggi tenda dan jarak antara

tiang penyangga dengan patok yang berada tepat di tengah-tengah tenda.

(b) Masalah matematika tingkat multistruktural

Tim SAR sedang melakukan pencarian korban kecelakaan pesawat di

dasar laut. Seorang penyelam dari tim SAR mengaitkan dirinya pada tali

sepanjang 25 m. Jika kedalaman laut adalah 24 m, berapakah luas daerah yang

mampu dijangkau oleh penyelam tersebut?

Penyelesaian:

Daerah yang mampu dijangkau oleh penyelam tersebut membentuk sebuah

lingkaran. Sehingga, jari-jari lingkaran diperlukan untuk menentukan luasnya.

Jari-jari lingkaran = √252 − 242 = √625 − 576 = √49 = 7 m.

Luas daerah jangkauan = 𝜋 × 𝑟 × 𝑟 =22

7× 7 × 7 = 154 m

2.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

13

Pemecahan masalah:

Siswa dapat menyelesaikan masalah ini dengan beberapa informasi yang

diberikan dalam masalah matematika tersebut yaitu panjang tali, kedalaman laut,

serta daerah jangkauan yang berbentuk lingkaran. Informasi tersebut digunakan

untuk mencari jari-jari daerah jangkauan. Kemudian, siswa dapat mencari luas

daerah jangkauan.

(c) Masalah matematika tingkat relasional

Sebuah tiang bendera akan diberi kawat penyangga agar tidak roboh. Jika

jarak kaki tiang dengan kaki kawat penyangga adalah 8 m, jarak kaki tiang dengan

ujung kawat penyangga pertama 6 m, dan jarak kawat penyangga pertama dengan

kawat penyangga kedua adalah 9 m, hitunglah biaya yang diperlukan jika harga

kawat Rp 30.000/m!

Penyelesaian:

Panjang kawat penyangga pertama = √82 + 62 = √64 + 36 = √100 = 10 m.

Panjang kawat penyangga kedua = √82 + (6 + 9)2 = √64 + 152 =

√64 + 225 = √289 = 17 m.

Biaya yang diperlukan = (10 + 17) × 30.000 = 27 × 30.000 = 510.000.

Pemecahan masalah:

Siswa dapat menyelesaikan masalah ini dengan beberapa informasi yang

diberikan dalam masalah matematika tersebut yaitu jarak kaki tiang dengan kaki

kawat penyangga, jarak kaki tiang dengan ujung kawat penyangga pertama, dan

jarak antar kawat penyangga. Berdasarkan informasi-informasi ini, siswa dapat

mengetahui total panjang kawat yang diperlukan. Kemudian, siswa dapat

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

14

menggunakan ekstra informasi yaitu harga kawat untuk mengetahui biaya yang

diperlukan.

(d) Masalah matematika tingkat extended abstract

Catur ingin membuat sebuah layang-layang dengan panjang sisi miring

bagian atasnya 35,25 cm dan 50 cm untuk bagian bawahnya. Berdasarkan

rancangan yang ia buat, kedua sisi miring bagian atas membentuk sudut siku-siku.

Sedangkan kedua sisi miring bagian bawah membentuk sudut 60°. Jika Catur

memiliki 5 meter bambu, berapa jumlah layang-layang yang dapat ia buat? Berapa

panjang bambu yang tersisa? (√2 = 1,41; √3 = 1,73)

Penyelesaian:

Perbandingan sisi-sisi pada segitiga siku-siku sama kaki

dan perbandingan sisi pada segitiga bersudut 30°, 60°, dan

90° digunakan untuk menyelesaikan masalah ini.

𝐴𝐶 = 2 ×1

√2× 𝐴𝐵 = 2 ×

1

1,41× 35,25 = 2 × 25 = 50cm.

𝐵𝐷 = 25 +√3

2× 𝐶𝐷 = 25 +

1,73

2× 50 = 25 + 43,25 = 68,25 cm.

Jumlah panjang diagonal layang-layang = 50 + 68,25 = 118,25 cm.

Jumlah layang-layang yang dapat dibuat = 500: 118,25 = 4,23 ≈ 4.

Sehingga, bambu yang tersisa adalah 500 − 4 × 118,25 = 500 − 473 = 27 cm.

Pemecahan masalah:

Siswa dapat menyelesaikan masalah ini dengan beberapa informasi yang

diberikan dalam masalah matematika tersebut yaitu panjang dua sisi miring dan

sudut yang dibentuk. Berdasarkan kedua informasi ini, siswa dapat mengetahui

jumlah panjang diagonal layang-layang. Kemudian, siswa dapat menggunakan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

15

informasi tersebut dan ekstra informasi berupa panjang bambu yang dimiliki

untuk mendapatkan jumlah layang-layang yang dapat dibuat. Penyelesaian akhir

didapatkan setelah siswa menggunakan informasi-informasi yang ada untuk

membentuk prinsip umum yang abstrak dari masalah, yaitu mencari sisa bambu

dengan mengurangkan panjang bambu yang dimiliki dengan jumlah bambu yang

dapat digunakan.

2.5 Hasil Penelitian yang Relevan

(a) Ekawati, Junaedi, & Nugroho (2013) melakukan penelitian pemecahan

masalah matematika siswa berdasarkan Taksonomi SOLO. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa 25, 42% siswa putri terdapat pada tingkat prestruktural,

10, 83% pada tingkat unistruktural, 32, 92% pada tingkat multistruktural, 20,

83% pada tingkat relasional, dan 10% pada tingkat extended abstract. Hasil

untuk siswa putra antara lain 16, 67% terdapat pada tingkat prestruktural, 9,

44% pada tingkat unistruktural, 32, 22% pada tingkat multistruktural, 38, 33%

pada tingkat relasional, dan 3, 33 % pada tingkat extended abstract.

Hubungan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan ialah

menganalisis pemecahan masalah matematika siswa putri dan siswa putra

berdasarkan taksonomi SOLO. Perbedaan dengan penelitian yang akan

dilakukan terletak pada materi yang digunakan yaitu lingkaran dan bangun

ruang. Peneliti akan menganalisis kemampuan siswa dalam menyelesaikan

masalah matematika pada materi teorema Pythagoras.

(b) Widayanti (2016) mendeskripsikan tingkat kemampuan siswa introvert dalam

menyelesaikan masalah matematika. Terdapat dua masalah matematika

materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel yang digunakan oleh peneliti.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

16

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek dengan kepribadian introvert

berada pada tingkat multistruktural untuk menyelesaikan masalah I serta

pada tingkat unistruktural dan tingkat relasional untuk menyelesaikan

masalah II. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa pada masalah yang berbeda.

Hubungan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan ialah

menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematika berdasarkan

taksonomi SOLO. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan terletak

pada materi yang digunakan ialah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dan

masalah matematika yang digunakan tidak disusun berdasarkan taksonomi

SOLO. Peneliti akan menggunakan masalah matematika materi teorema

Pythagoras yang disusun berdasarkan taksonomi SOLO pada penelitian ini.

(c) Romika & Amalia (2014) menganalisis kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa pada materi bangun ruang sisi datar dengan Teori Van

Hiele. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan siswa di SD

Negeri 26 Leupung dalam pembelajaran menggunakan media visual dan

nonvisual dengan teori Van Hiele telah mencapai tingkat yang tinggi.

Terdapat 54,16% siswa termasuk dalam kelompok dengan tingkat

kemampuan sangat tinggi, 8,3% siswa termasuk dalam kelompok dengan

tingkat kemampuan tinggi, 8,3 % termasuk dalam kelompok dengan tingkat

kemampuan cukup, 16,6 % termasuk dalam kelompok dengan tingkat

kemampuan rendah, dan 12,5% siswa termasuk dalam kelompok dengan

tingkat kemampuan sangat rendah.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

17

Hubungan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan ialah

menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematika. Perbedaan

dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada subjek penelitian yaitu

siswa SD dan dasar yang digunakan yaitu teori Van Hiele. Peneliti akan

menganalisis kemampuan siswa SMP Kelas VIII dalam menyelesaikan

masalah matematika berdasarkan Taksonomi SOLO.

2.6 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1

berikut ini.

Gambar 2.1 Diagram Kerangka Konseptual

Keterangan:

: Yang tidak diteliti

: Yang diteliti

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Menyelesaikan Masalah Matematika ...eprints.umm.ac.id/39457/3/BAB II.pdf7 Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika

18

Berdasarkan kerangka konseptual pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa

untuk menemukan penyelesaian dari suatu masalah matematika dibutuhkan

adanya proses pemecahan masalah matematika. Proses inilah yang menentukan

bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika yang dimiliki siswa.

Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat

digunakan soal cerita. Soal cerita adalah soal matematika yang berhubungan

dengan kehidupan sehari-hari dan disajikan dalam bentuk kalimat yang harus

diterjemahkan ke bentuk matematika terlebih dahulu untuk mendapatkan

penyelesaiannya. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan pemecahan

masalah matematika yang dimiliki tiap-tiap individu, taksonomi SOLO

merupakan salah satu dasar yang dapat digunakan, termasuk dengan cara

menyusun soal cerita berdasarkan taksonomi ini. Taksonomi SOLO membagi

kemampuan individu ke dalam lima tingkat, yaitu prastruktural, unistruktural,

multistruktural, relasional, dan extended abstract.