bab ii dasar teori 2.1 tinjauan pustakaeprints.ums.ac.id/64435/15/bab ii.pdfmagnesium pada al-si...

39
8 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Magga (2010) mengembangkan analisis perancangan tungku peleburan logam non-ferro jenis portable berbahan bakar arang sebagai sarana pembelajaran. Dari hasil analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa besarnya kalor yang digunakan untuk melebur 5 kg aluminium diperlukan kalor sebesar 3,030,600 J. Volume dari cawan pelebur yang diperlukan adalah 1,5 liter. Yulianto A, Darmawan A, & Wahyono E, (2012)redesain dapur krusibel dan penggunaannya untuk mengetahui pengaruh pemakaian pasir resin pada cetakan centrifugal casting, dalam penelitiannya krusibel didesain menggunakan tangki bekas yang berbentuk silinder dengan tebal 3 mm, diameter silinder baja 780 mm, tinggi silinder baja 600 mm, tinggi tutup dalam 140 mm, tinggi tutup luar 40 mm, diameter dalam 310 mm, tebal kowi 20 mm, tinggi kowi 290 mm. Alviandra, (2017) pengaruh penambahan unsur paduan magnesium pada Al-Si menggunakan dapur krusibel terhadap sifat kekerasan dan struktur mikro, dalam penelitiannya penggunaan tungku krusibel dengan bahan bakar gas dan ditambah oksigen

Upload: others

Post on 31-Oct-2019

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Magga (2010) mengembangkan analisis perancangan

tungku peleburan logam non-ferro jenis portable berbahan bakar

arang sebagai sarana pembelajaran. Dari hasil analisis yang

telah dilakukan diketahui bahwa besarnya kalor yang digunakan

untuk melebur 5 kg aluminium diperlukan kalor sebesar

3,030,600 J. Volume dari cawan pelebur yang diperlukan adalah

1,5 liter.

Yulianto A, Darmawan A, & Wahyono E, (2012)redesain

dapur krusibel dan penggunaannya untuk mengetahui pengaruh

pemakaian pasir resin pada cetakan centrifugal casting, dalam

penelitiannya krusibel didesain menggunakan tangki bekas yang

berbentuk silinder dengan tebal 3 mm, diameter silinder baja 780

mm, tinggi silinder baja 600 mm, tinggi tutup dalam 140 mm, tinggi

tutup luar 40 mm, diameter dalam 310 mm, tebal kowi 20 mm,

tinggi kowi 290 mm.

Alviandra, (2017) pengaruh penambahan unsur paduan

magnesium pada Al-Si menggunakan dapur krusibel terhadap sifat

kekerasan dan struktur mikro, dalam penelitiannya penggunaan

tungku krusibel dengan bahan bakar gas dan ditambah oksigen

9

diarenakan temperatur yang dihasilkan mampu mencairkan

aluminium dan produk yang dihasilkan lebih baik dan penggunaan

aluminium dikarenakan temperatur cairnya relatif rendah dan

mempunyai sifat cor yang baik.

Andhika, Dwi, (2009)meneliti hubungan antara kadar tanah

liat pada cetakan pengecoran aluminium dengan kehaluhan

permukaan hasil cetak dan kekuatan tarik, yang menghasilkan

dalam penelitiannya untuk tingkat kekuatan tarik hasil pengecoran

ditemukan bahwa : nilai Fhitung = 50,076 dengan taraf signifikansi

< 0,01 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa H1 diterima

artinya ada perbedaan yang signifikan pada kadar tanah liat yang

terdapat pada pasir cetak terhadap tingkat kekuatan tariknya.

Istana Budi, Lukman Japri, (2006), Rancang bangun dan

pengujian tungku peleburan aluminium berbahan bakar minyak

bekas(minyak jelantah). Dari hasil pengujian diperoleh waktu yang

dibutuhkan untuk melebur 1kg aluminium adalah 25 menit pada

temperatur 701o C dengan konsumsi bahan bakar sebanyak 1,48

Liter.

Widodo, Toni P, (2010) yang menghasilkan kualitas hasil

coran yang terbaik dimiliki oleh hasil coran dari pasir cetak dengan

campuran semen portland sebanyak 6%. Kekerasan terbesar

dimiliki oleh hasil coran dengan pasir cetak tanpa pengikat semen

portland yaitu sebesar 114,48 HV dan kekerasan terendah dimiliki

10

oleh hasil coran menggunakan pasir dengan pengikat semen

portland sebanyak 9% yaitu sebesar 96,8 HV.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Proses Pengecoran

Surdia (2000) menyatakan dalam pembuatan produk

cor harus dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam,

membuat cetakan, menuang membongkar dan

membersihkan coran. Untuk mencairkan logam bermacam-

macam tanur dipakai. Umumnya yang digunakan adalah

krusibel, kupola dan tanur induksi. Cetakan biasanya dibuat

dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang dipakai kadang-

kadang pasir alam atau buatan yang mengandung tanah

lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal bila

digunakan pasir yang cocok. Kadang dicampurkan pengikat

khusus misalnya semen atau resin. Karena penggunaan zat-

zat tersebut dapat memperkuat cetakan. Pada umunya lgam

cair dituangkan dengan pengaruh hgaya berat, walaupun

kadang-kadang dipergunakan tekanan pada logam cair

selama atau setelah penuangan. Setelah penuangan, coran

dikeluarkan dari cetakan dan dibersihkan, bagian-bagian

yang tidak perlu dibuang dari coran. Kemudian coran

diselesaikan dan dibersihkan.

2.2.2 Tungku

11

Bagian penting pada pengecoran yaitu tungku (tanur)

yang digunakan untuk memasak logam, dalam pengecoran

tanur sendiri ada beberapa macam, tanur Besalen, tanur

Tukik, tanur Kupola, tanur Induksi, dan tanur Krusible.

2.2.5 Tungku krusibel

Peleburan aluminium skala kecil dan sedang biasanya

dilakukan dengan tungku krusible. Ciri khas tungku

krusible adalah digunakannya wadah untuk

menempatkan logam yang akan di lebur. Wadah

tersebut berbentuk krus yaitu menyerupai pot yang

diameter atasnya lebih lebar sehingga disebut krusible

seperti pada gambar 2.1 atau dikenal sebagai kowi.

Tungku ini dibedakan menurut jenis bahan bakar yang

digunakan yaitu, kokas atau arang, minyak dan gas.

(Ariyanto Leman S, dkk, 2017)

12

Gambar 2. 1 Tungku Krusibel (Ariyanto Leman S, dkk, 2017)

3.2.5 Tungku Besalen

Tanur besalen merupakan tanur yang

digunakan ratusan tahun lalu pada awal mula industri

pengecoran logam. Tungku ini berbentuk pipa yang

dibuat dari batu bata dan dilapisi tanah agar tahan

api. Bahan bakar tungku besalen adalah kayu arang

baranya dihembuskan dengan blower dijelaskan

seperti keterangan gambar 2.2 tungku baselan.

13

Gambar 2. 2 Tungku Baselan (Polman, 2011)

4.2.5 Tungku tukik

Tanur tukik atau tungku tukik memiliki

kapasitas yang lebih besar dari tanur besalen. Tanur

ini menggunakan bahan bakar kayu dan blower yang

dijalankan menggunakan tenaga disel, aliran cairan

logam yang dihasilkan oleh tanur tukik tidak bisa

continue bagian – bagian keterangan tungku

dijelaskan pada gambar 2.3.

14

Gambar 2. 3 Tungku Tukik (Polman, 2011)

5.2.5 Tungku kupola

Tanur kupola menggunakan bahan bakar batu

bara dan menggunakan blower untuk

menghembuskan baranya proses peleburannya

diterangkan pada gambar 2.4. Tanur ini digunakan

untuk peleburan ferro (besi). Dalam

pengoperasiannya tanur kupola ini tidak memerlukan

sumber daya manusia yang banyak.

15

Gambar 2. 4 Tungku Kupola (Hardi Sudjana, 2008)

6.2.5 Tungku induksi

Tanur indusi ini menggunakan bahan bakar

berupa daya listrik dalam pengoperasiannya, dilihat

pada gambar 2.5 proses peleburan tanur induksi,

sehingga tanur induksi lebih ramah lingkungan. Tanur

induksi mampu melebur berbagai macamjenis logam

seperti besi dan baja. Selain itu tanur induksi dapat

digunakan untuk peleburan berskala kecil, jadi

16

pengusaha bisa kapan saja melakukan pengecoran

logam.

Gambar 2. 5 Tungku Induksi (Groover. 2010)

2.2.3 Pembakaran dan Bahan bakar

a. Pembakaran

Tujuan dari pembakaran yang baik adalah

melepaskan seluruh panas yang terdapat dalam bahan

bakar, hal ini dilakukan dengan tiga pengontrolan

pembakaran yaitu (1) Temperature/ suhu yang cukup tinggi

untuk menyalakan dan menjaga penyalaan bahan bakar, (2)

Turbulence/ Turbulensi atau pencampuran oksigen dan

bahan bakar yang baik dan (3) time/ waktu yang cukup untuk

pembakaran yang sempurna.

Bahan bakar yang umum digunakan seperti bahan

bakar fosil, gas alam, minyak bumi, batu bara dan paling

17

sederhana menggunakan arang tempurung kelapa. Bahan

bakar biasanya terdiri dari karbon dan hidrogen. Uap air

merupakan produk samping pembakaran hidrogen, ang

dapat mengambil panas dari gas buang, yang mungkin dapat

digunakan untuk transfer panas lebih lanjut.

b. Jenis – jenis bahan bakar

Bahan bakar cair

Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil,

minyak diesel ringan, minyak tanah dan low sulphur stock

yang banyak digunakan dalam dunia industri, nilai kalor

bahan bakar cair di lihat pada tabel 2.1.

Tabel 2. 1 Nilai kalor Bahan Bakar Cair

Bahan Bakar Cair Nilai Kalor (kKal/kg)

Minyak Tanah 11.100

Minyak Disel 10.800

L.D.O 10.700

Minyak Tungku 10.500

LSHS 10.600

Bahan bakar padat

Bahan bakar padat identik dengan batubara,

batubara klasifikasi menjadi tiga jenis yaitu antracit, lignit

dan bituminous, meskipun batasnya tidak terlalu jelas.

Antracit merupakan batubara tertua jika dilihat dari

sudut pandang geologi, yang merupakan batubara

keras, tersusun dari komponen utama karbon dengan

18

sedikit kandungan bahan yang mudah menguap dan

hampir tidak berkadar air. Lignit merupakan batubara

termuda dilihat dari pandangan geologi.

Tabel 2. 2 pengelompokan batubara berdasarkan nilai kalornya

Kelas Kelas Kisaran Nilai Kalor (dalam kKal/kg)

A Lebih dari 6200

B 5600 – 6200

C 4940 – 5600

D 4200 – 4940

E 3360 – 4200

F 2400 – 3360

G 1300 – 2400

Pada tabel 2.2 diatas bahwa komposisi kimiawi

batubara berpengaruh kuat pada daya pembakarannya,

sifat- sifat batubara secara luas diklasifikasikan kedalam

sifat fisik dan kimia.

Bahan bakar gas

Bahan bakar gas merupakan bahan bakar yang

sangat memuaskan sebab hanya memerlukan sedikit

handling dan sistem burnernya sangat sederhanya dan

hampir bebas perawatan serta kecepatan pembakaran

yang cepat seperti data pada tabel 2.3.

Tabel 2. 3 sifat-sifat dan nilai kalor bahan bakar gas

Bahan Bakar Gas Nilai kalor (kKal/Nm3) Suhu Nyala Api (0C) Kecepatan Nyala (m/s)

Gas Alam 9350 1954 0,29

0

19

Propana 22200 1967 0,46

0 Butan 28500 1973 0,87

0

2.2.4 Bata Api

Bata tahan api adalah salah satu bahan atau material

yang bisa mempertahankan kekuatan pada suhu tinggi,

ASTM C71, bata tahan api tahan terhadap suhu hingga

1550oC, biasa digunakan pada tungku, kiln, incenerator, dan

digunakan untuk membuat cawan lebur dan sebagainya.

Fungsi dari bata api sendiri, yaitu :

1. Meredam panas pada furnace, menahan panas dari

dalam ke luar.

2. Mempunyai kekuatan suhu tinggi

3. Mudah dicari

Macam – macam bata api :

1. Bata tahan api sk 30

2. Bata tahan api sk 32

3. Bata tahan api sk 34

4. Bata tahan api sk 36

2.2.5 Aluminium

Aluminium adalah logam non ferro yang bahan

20

dasarnya dari bauksit dan kreolit, kemurnian aluminium

umumnya mancapai 99,85% dengan mengelektrolisa

kembali dapat dicapai kemurnian 99,996%. Dilihat dari

tabel 2.4 Aluminium merupakan logam yang ringan dengan

berat jenis 2,7 gram/cm3 setelah magnesium 1,7 gram/cm3

dan berilium 1,85 gram/cm3 atau sekitar 1/3 dari berat jenis

besi maupun tembaga.

Tabel 2. 4 Karaktaristik dan sifat Aluminium

Sifat-sifat Kemurnian (Al)

Simbol Al

Nomor Atom 13

Berat Atom 26,981

Klasifikasi Pasca transisi logam

Fase pada Suhu Kamar Padat

Kepadatan/Massa jenis 2,70 gram per cm3

Titik Leleh 660,320 C, 1220,580 F

Titik Didih 25190 C, 45660 F

(Hans Orsted pada tahun 1825, pertamakali diisolasi oleh Friendrich Wohler pada tahun 1827)

Dalam kondisi standar aluminium adalah logam yang

cukup lembut, kuat, dan ringan. Warnanya abu kepekatan.

Aluminium murni adalah unsur yang sangat reaktif dan

jarang ditemukan dibumi dalam bentuk bebas. Aluminium

bertindak sebagai konduktor yang sangat baik listrik dan

21

panas, tetapi non magnetik. Ketika aluminium terkena

udara, lapisan tipis aluminium oksida terbentuk pada

permukaan logam. Hal ini mencegah korosi dan berkarat.

Karateristik penting lainnya dari aluminium termasuk

kepadatan rendah yang hanya sekitar tiga kali lipat dari air,

daktilitas yang memungkinkan untuk ditarik kedalam kawat,

dan kelenturan yang berarti dapat dengan mudah dibentuk.

Aluminium dan logam aluminium lainnya adalah suatu

mineral yang berasal dari magma asam yang mengalami

proses pelapukan dan pengendapan secara residual. Proses

pengendapan residual sendiri merupakan suatu proses

pengkonsentrasian mineral bahan palian ditempat.

Aluminium juga digunakan dalam banyak hal, karena

memang banyak manfaat dan kegunaan aluminium itu

sendiri. Kebanyakan yang digunakan dalam kabel

bertegangan tinggi, juga secara luas digunakan dibidang

industri, sparepart otomotif seperti pembuatan torak, kepala

silinder, pelek, dudukan stang, dan lain-lain.

2.2.6 Paduan

Logam paduan aluminium dapat diklasifikasi dalam

tiga cara pertama berdasarkan klasifikasi atas paduan

aluminium cor dan tempa. Kedua dengan berdasarkan

perlakuan panasnya dijlasifikasikan atas paduan yang dapat

22

diperlakukan panas (heat treatable alloy) dan yang tidak

dapat diperlaku-panaskan (not heat treatable alloy). Dan

yang ketiga berdasarkan unsur-unsur yang dikandungnya

diklasifikasikan beberapa nomor seri.

Paduan yang paling penting untuk paduan aluminium

adalah tembaga (Cu), mangan (Mn), silikin (Si), magnesium

(Mg), dan seng (Zn). Diagram fasa untuk masing-masing

elemen paduan semuanya mempunyai kesamaan. Elemen

tersebut menunjukkan kelarutan yang baik pada temperatur

tinggi, tapi kelarutan yang rendah pada temperatur kamar.

(Rendi Saputra, 2012).

Unsur-unsur paduan dalam aluminium antara lain :

a. Copper (Cu), menaikkan kekuatan dan kekerasan,

namun menurunkan elongasi (pertambahan panjang

saat ditarik). Kandungan Cu dalam aluminium yang

paling optimal adalah antara 4-6%

b. Zink atau Seng (Zn), menaikkan nilai tensile.

c. Mangan (Mn), menaikkan kekuatan dalam

temperature tinggi.

d. Magnesium (Mg), menyebankan kekuatan aluminium

dan menurunkan nilai ductility-nya, ketahanan korosi

dan weldability juga baik.

23

e. Silikon (Si), menyebabkan paduan aluminium tersebut

bisa diperlakukan panas untuk menaikkan

kekerasannya.

f. Lithium (Li), ditambahkan untuk memperbaiki sifat

tahan oksidanya,

Tabel 2. 5 Aluminium dan Paduannya Serta Kode Penamaan

Al paduan

untuk

dimesin

Paduan jenis tidak

dapat diperlakukan

panas (non heat

treatable)

Al murni (seri 1000,) Paduan Al-

Mn (seri 3000), Paduan Al-Si

(seri 4000), Paduan Al-Mg (seri

5000). Paduan jenis dapat

perlakuan panas (heat

treatable)

Paduan Al-Cu (seri 2000,)

Paduan Al-Mg-Si (seri 6000),

Paduan Al-Mg (seri 7000).

Al paduan

untuk coran

Non heat treatable

alloy

Paduan Al-Si (Silumin), Paduan

Al-Mg (Hydronarium).

Heat treatable alloy Paduan Al-Cu (Lautal),

Paduan Al-Si-Mg (Silumin,

Loex)

2.2.7 Jenis-Jenis Paduan Aluminium

1. Paduan Aluminium – Tembaga (Al – Cu)

Dilihat dari gambar 2.7 bahwa kelarutan maksimum

dari tembaga pada aluminium adalah 5,65% pada suhu

101,8oF, sedangkan pada suhu 572°F kelarutannya turun

menjadi 0,45%. Adapun paduan yang mengandung

tembaga 2,5-5 % dapat mengalami perlakuan panas

dengan pengerasan penuaan. Fasa theta adalah fasa

24

menengah paduan yang komposisinya mendekati

senyawa CuAl2. Perlakuan kelarutan dengan

memanaskan paduan pada daerah fasa tunggal kappa

yang diikuti dengan pendinginan secara cepat. Penuaan

selanjutnya, baik alami maupun buatan akan

mengakibatkan presipitasi pada fasa theta sehingga

memperkuat paduan tersebut. Paduan ini mungkin

mengandung sejumlah kecil silikon, besi, magnesium,

mangan, serta seng (Avner, Sidney, H.,1974).

Al-Cu

Gambar 2. 6 Foto Mikro Al-10,5% Cu 2% (Avren, sidney, H.,1974)

25

Gambar 2. 7 Diagram Fasa Al-Cu (Avner, Sidney, H., 1974)

2. Paduan Aluminium – Mangan (Al-Mn)

Dalam gambar 2.9 dijelaskan kelarutan maksimum

mangan pada kelarutan padat adalah 1,82% pada

temperatur eutektik 12160 F serta gambar 2.8

menunjukkan bentuk struktur dari Al-Mn. Walaupun

kelarutan berkurang dengan adanya penurunan

temperatur secara umum paduan pada kelompok ini tidak

dapat mengalami pengerasan penuaan. Dikarenakan

keterbatasan kelarutan mangan tidak dipergunakan

sebagai elemen paduan utama pada paduan paduan cor

dan hanya dipergunakan pada beberapa paduan tempa

(Avner, Sidney, H., 1974).

1400

1200

1000

800

600

400

Te

mp

era

ture

oF

800

700

600

500

400

300

200

100

Te

mp

era

ture

oC

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Weight percent copper

26

Gambar 2. 8 Foto Struktur Mikro alumunium dengan kandungan 0.5 % Mn (Avren, Sidney, H., 1974)

Gambar 2. 9 Diagram Fasa Al – Mn (Avner, Sidney, H., 1974).

Al-Mn

1250

1220

1190

1160 T

em

pera

ture

oF

680

670

660

650

640

630

620

Tem

pera

ture

oC

Al 1 2 3 4 Weight percent monganese

27

3. Paduan Aluminium – Silikon (Al-Si)

Gambar 2. 10 Diagram Fasa Al – Si (Avner, Sidney, H., 1974)

Gambar 2. 11 Foto Mikro Al-Si (Avner, Sidney, H., 1974)

Paduan Al-Si ini dibagi menjadi tiga daerah utama

dalam diagram fasanya yaitu komposisi hipoetektik

dengan Si yang dipadukan + 11,7% sampai 12,2% dan

hipetektik penambahan silikon dengan kadar + diatas

12,2% seperti yang terlihat pada gambar 2.10, gambar

Si

Al

1250

1000

800

600

400

Tem

pera

ture

oF

700

600

500

400

300

200

Tem

pera

ture

oC

Al 2 4 6 8 10 12 14 16 Weight percent silicon

28

2.11 menjelaskan gambar struktur mikro Al-Si dengan

pembesaran 50µm.

Fasa utama dari tiga komposisi paduan ini adalah

fasa α – Al yang mengandung banyak Al. Perbedaan

antara ketiga daerah ini terletak pada fasa-fasa

pendamping matriks α – Al yaitu fasa silikon primer

alumunium primer, maupun fasa etektik. Pada komposisi

hipeutektik, sesuai dengan diagram fasanya, maka

alumunium dari keadaan cair akan membeku mengikuti

garis lurus sesuai dengan penurunan temperatur sesuai

persamaan reaksi berikut ini :

Liquid liquid + Al Al + Si

yang akan menghasilkan fasa Al primer yang

berdampingan dengan fasa α – Al dan fasa eutektik

sebagai fasa tambahan.

Komposisi eutektik, pembekuan Al liquid tidak

harus melalui proses pembekuan fasa cair-padat seperti

pada pembekuan hipoeutektik melainkan dapat langsng

membeku. Skema pembekuannya sesuai persamaan

berikut :

Liquid Al + Si (eutektik)

bentuk akhir fasa ini adalah fasa eutektik.

Sedangkan untuk komposisi hipereutektik, proses

29

pembekuan kembali mengikuti fasa liquid + Si terlebih

dahulu sebelum akhirnya membeku menjadi fasa Al + Si

dimana fasa terakhir memiliki struktur yang akan silikon

primer dengan fasa eutektik sebagai struktur tambahan

sesuai dengan skematis berikut :

Liquid liquid + Si Al + Si

komposisi hipereutektik ini menghasilkan kristal

silikon primer yang menyebabkan paduan alumunium

menjadi keras , mempunyai ketahanan aus yang baik

serta ekspansi panas yang rendah sehingga cocok untuk

aplikasi temperatur tinggi seperti pi ston. Namun

machinability menjadi kurang baik.

Kelarutan maksimum silikon pada kelarutan padat a

adalah 1,65% pada temperatur eutektik 1071 °F.

Walaupun garis solvus menunjukkan kelarutan yang

rendah pada temperatur yang rendah, secara umum

paduan ini tidak dapat mendapat perlakuan panas.

Paduan Al-Si memiliki kemampuan cor serta ketahanan

yang baik (Avner, Sidney, H., 1974).

30

4. Paduan Aluminium – Magnesium (Al-Mg)

Gambar 2. 12 Diagram Fasa Al-Mg (Avner, Sidney, H., 1974).

Pada gambar 2.12 menjelaskan bahwa walaupun

garis solvus menunjukkan penurunan yang sangat

tajam pada kelarutan magnesium dengan kenaikan

temperatur paduan aluminium tempa pada kelompok ini

mengandung magnesium kurang dari, 5 % dan juga

kandungan silikon yang rendah (Avner, Sidney, H., 1974).

Gambar 2. 13 Struktur Mikro Paduan Al – Mg (Avner, Sidney, H, 1974)

800

700

600

500

400

300

200

100

Tem

pera

ture

oC

Al 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Weight percent magnesium

Mg2Si

Al

31

Pada gambar 2.13 diatas menunjukkan struktur

mikro dari paduan Al 3,86% Mg, terlihat bahwa bagian

putih menunjukkan α – Al, sedangkan titik hitam

menunjukkan Mg2Si.

5. Paduan Aluminium – Silikon – Magnesium (Al-Si-Mg)

Gambar 2. 14 Diagram Fasa Al – Si – Mg (Avner, Sidney, H.,1974).

Magnesium dan silicon membentuk senyawa

magnesium silicide (Mg2Si), yang berubah bentuk sistem

eutectic yang sederhana dengan aluminium seperti yang

ditunjukkan pada gambar 2.14. Presipitasi Mg2Si

setelah penuaan buatan dapat membuat paduan ini

mencapai kekuatan maksimum. (Avner, Sidney, H.,1974).

1200

1100

1000

900

800

Tem

pera

ture

oF

700

600

500

400

Tem

pera

ture

oC

Al 4 8 12 16 Percent magnesium silicon

32

Gambar 2. 15 Foto Mikro Paduan Al-Si-Mg (Avner, Sidney, H.,1974).

6. Paduan Aluminium – Seng (Al – Zn)

Pada gambar 2.16 Kelarutan Zn pada aluminium

adalah 31,6% pada suhu 527 °F, akan tetapi turun

menjadi 5,6% pada 257°F. Paduan aluminium tempa

komersial mengandung Zn, Mg, dan Cu dengan sejumlah

kecil penambahan Mg dan Cr. Sedangkan paduan AlZn

cor dikenal sebagai 40E, mengandung 5,5% Zn, 0,6%

Mg, 0,5 % Cr, dan 0,2% Ti, memberikan sifat-sifat

mekanik tanpa perlakuan kelarutan (Avner, Sidney, H.,

1974).

Mg2Si

α - Al

CuAl2

33

Gambar 2. 17 Diagram Fasa Al-Mg-Zn (Surdian, T.; Saito,S., 1990).

Gambar 2. 16 Diagram Fasa Al – Zn (Avner, Sidney, H., 1974)

7. Paduan Al-Mg-Zn

Paduan ini kelarutan menurun apabila temperatur

1200

1000

800

600

400

Tem

pera

ture

oF

700

600

500

400

300

200

100

Tem

pera

ture

oC

Al 10 20 30 40 50 Weight percent zinc

700

600

500

400

300

200

100

Tem

pera

ture

oC

0 20 40 60 80 100 Al MgZn2 (% berat)

(Al) + cair

34

turun paduan system ini dapat dibuat keras sekali

dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan, tetapi

sejak lama tidak dipakai karena memiliki sifat patah

getas dan retakan korosi tegangan. Di Jepang, pada

pemulaan tahun 1940. Igarashi dkk mengadakan

penelitian dan berhasil dalam pengembangan suatu

paduan dengan penambahan kira-kira 0,3% Mn atau Cr,

dimana butir kristal padat diperhalus dan mengubah

bentuk presipitasi serta retekan korosi tegangan tidak

terjadi dilihat pada gambar 2.17. Paduan ini mempunyai

kekuatan tertinggi dibandingkan paduan-paduan lainnya.

Penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk

bahan kontruksi pesawat udara.

Gambar 2. 18 Struktur Mikro Paduan Al-Mg-Zn (Surdian,T.;Saito,S.,1990)

8. Paduan Al-Si-Cu

MgZn2

FeAl3

α - Al

35

Gambar 2. 19 Struktur Mikro Paduan Al-Si-Cu (Surdia,T.; Chijiwa,K., 1976)

Paduan Aluminum – Silikon – Tembaga dibuat dengan

menambahkan 4,5 % silikon pada paduan aluminium

tembaga untuk memperbaiki mampu cornya, paduan ini

disebut “lautan”, adalah salah satu dari paduan aluminium

terutama. Paduan ini dipakai untuk bagian dari motor dan

mobil, meteran dan rangka utama dari katub. Seperti

gambar 2.19 diatas terlihat bagian putih adalah aluminium

proetektik dan bagian hitam yang berbentuk seperti jarum

adalah CuAl2.

2.2.8 Cetakan Pasir

Pasir adalah media untuk membuat cetakan,

sebenarnya banyak media lain untuk membuat sebuah

cetakan. Tidak semua pasir bisa digunakan untuk membuat

cetakan, hanya pasir yang mempunyai kriteria-kriteria

khusus yang dapat digunakan untuk membuat cetakan.

Jenis pasir yang dapat digunakan untuk membuat

Al

CuAl2

36

cetakan, diantaranya :

a. Cetakan greensand terbuat dari pasir silica SiO2

dengan mencampurkan bahan additive lainnya yaitu,

bentonit, coal dust, dan lain-lain. Komposisinya

adalah sebagai berikut :

Bahan dasar

Kuarsa : 80%-90%

Bahan pengikat

Bentonit : 8%

Air :4%-5%

Pada gambar 2.20 menjelaskan proses pembuatan

cetakan greensand dengan beberapa keterangan

pada cetakan.

37

Gambar 2. 20 Cetakan Gren Sand (Laboratorium Metalurgi, 2015)

b. Pasir cetak CO2proses

Jenis pasir ini disebut cetakan pasir kering

dikarenakan kadar air yang sedikit yang terdapat

dalam cetakan tersebut. Pada gambar 2.21 Pasir

cetak CO2 proses adalah suatu pembuatan pasir

cetak dengan cara menghembuskan gas CO2 pada

suatu pasir dengan komposisi-komposisi tertentu.

Pasir yang digunakan dalam proses ini adalah pasir

silika yang mempunyai kadar lempung rendah.

Komposisi-komposisi dalam pembuatan pasir CO2

proses.

Pasir silika ± 90%

38

Air kaca/ water glass 3-6 dengan syarat air kaca

yang harus mempunyai perbandingan SiO2 dan

Na2O > 2,5% dan air yang bebes dibawah 50%

serta mempunyai visikositas rendah.

Gula tetes ± 4,5%

Gambar 2. 21 Cetakan CO2 (Laboratorium Metalurgi, 2015)

c. Cetakan pasir semen

Cetakan pasir semen dilihat pada gambar 2.22 adalah

cetakan pasir yang berkomposisikan pasir silika SiO2

dan semen sebagai bahan campurannya dan juga

bahan additive lainnya seperti gula tetes sebagai

bahan yang dapat memudahkan pembongkaran

cetakan. Komposisinya adalah sebagai beriut :

Pasir silika

Semen : 6-12%

Air : 4-8%

39

Gula tetes : 3-5%

Gambar 2. 22 Cetakan pasir semen (Laboratorium Metalurgi, 2015)

d. Cetakan pasir furan

Pasir cetak dengan pengikat resin furan atau fenol

komposisinya adalah :

Pasir kuarsa 90%

Resin furan/ fenol : 0,8-1,2%

Dengan bahan pengeras (hardener) untuk resin furan

asam fosfat (H3PO4) sedang pengeras untuk resin

fenol biasanya asam Tulualsulfon (PTS). (Logam

ceper, 2014)

2.2.9 Pola

Pola atau yang biasa disebut pattern yang digunakan

untuk pemuatan cetakan coran digolongkan menjadi

beberapa yaitu pola logam, pola kayu, dan pola plastik.

Pola logam biasanya mempunyai umur yang lebih

40

panjang, sehingga biasa digunakan untuk pengecoran

dalam jumlah banyak.

Pola kayu biasanya terbuat dari kayu murah dan

cepat dalam pembuatannya, serta mudah untuk diolahnya

dari pada pola logam. Pola kayu sering digunakan untuk

cetakan pasir.

Pola plastik biasa digunakan pada produksi jumlah

yang banyak dan mempunyai ketelitian yang tinggi.

Pola sineti biasa terbuat dari bahan kimia berupa

resin, biasa digunakan untuk benda coran yang berukuran

kecil.

2.2.10 Sistem saluran

Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam

yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Pada gambar

2.23 yaitu bagian dari sistem saluran, dimulai dari cawan

tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel, sampai

saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Nama-nama itu

adalah : cawan tuang, saluran turun, pengalir dan saluran

masuk,

41

Gambar 2. 23 Sistem saluran

2.2.11 Pembekuan coran

Gambar 2. 24 Pembekuan coran (www.strukturkolom.com)

Pembekuan (solidification) selama pengecoran

mengalami 3 (tiga) jenis penyusutan yaitu : liquid

contraction, solidfication contraction dan solid contraction.

Liquid contraction adalah penyusutan yang terjadi pada

logam cair jika logam cair didinginkan dari temperatur tuang

menuju temperatur pembekuan (solidification temperature).

Gambar 2.24 menerangkan Solidification contraction adalah

penyusutan yang terjadi selama logam cair melalui phasa

42

pembekuan (perubahan phasa cair menjadi phasa padat).

Solid contraction adalah penyusutan yang terjadi selama

periode solid metal didinginkan dari temperatur pembekuan

menuju temperatur ruang.

Liquid contraction dan solidification contractiondapat

ditangani dengan merancang sistem riser yang baik dan

tepat. Kekosongan (void) yang ditimbulkan oleh dua jenis

penyusutan tersebut diisi cairan logam yang disuplai dari

riser. Sedangkan solid contraction dapat diatasi dengan

membuat dimensi pola lebih besar dari pada dimensi produk

cor untuk mengkompensasi penyusutan yang terjadi. Solid

contraction bila tidak dikontrl dengan baik menyebabkan

produk cor melengkung atau mengalami cacat hot tear

disamping kesalahan dimensi produk cor. ( Soejono Tjitro,

2001)

2.2.12 Cacat pengecoran

Pada proses pengecoran cacat pada hasil pengeoran

harus dihindari, karene dapat menurunkan kualitas hasil

coran tersebut. Cacat pada coran yang umum terjadi adalah

seperti adanya inklusi pasir (sand inclucion), adanya rongga

udara (shrinkage) pada hasil coran. Cacat pada pengecoran

dapat dihindari dengan perancangan yang tepat.

Perancangan sistem saluran tergantung dari bentuk dan

43

dimens benda yang akan dicor, serta jenis material yang

digunakan. Selain itu proses kecepatan pendinginan juga

berpengaruh terhadap solidifikasi pada benda coran

sehingga berdampak pada hasil coran.

Proses pengecoran dilakukan pada beberapa proses

tahapan mulai dari dari pembuatan cetakan, proses

peleburan, penuangan dan pembongkaran. Untuk dapat

menghasilkan coran yang baik maka semua harus

direncanakan dengan baik dan tepat.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pada hasil

coran yaitu :

1. Desain pengecoran dan pola.

2. Pasir cetak dan desain cetakan dan inti.

3. Komposisi muatan logam.

4. Proses peleburan dan penuangan.

5. Sistem saluran masuk dan penambah.

6. Proses pembekuan pada logam cair dalam cetakan.

Macam-macam cacat coran pada logam

Pada pengecoran telah digolongkan cacat-cacat coran

dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :

1. Ekor tikus tak menentu atau kekerasan yang meluas.

2. Lubang-lubang.

3. Retakan.

44

4. Permukaan kasar.

5. Salah alir.

6. Kesalahan ukuran.

7. Inklusi dan struktur tak seragam.

8. Deformasi.

9. Cacat tak nampak.

Untuk mencegah timbulnya cacat diatas dilakukan

dengan menrencanakan pembuatan cetakan dan peleburan

yang baik. Langkah-langkah untuk menghindari cacat pada

hasil coran adalah :

1. Menggunakan pasir yang berkualitas baik tahan

panas dan tidak mengandung unsur lumpur.

2. Pembuatan cetakan harus dengan teliti baik

pemadatan cetakan, pemberian lubang angin yang

cukup, dan pelapisan tipis yang merata.

3. Membuat saluran turun yang tepat, sesuai dengan

bentuk coran.

4. Mengecek terlebih dahulu temperatur logam cair

sebelu dituangkan pada cetakan, temperatur

disesuakan dengan yang diisyaratkan.

5. Menuangkan logam cair harus dengan kecepatan

yang cukup dan kontinyu.

45

2.2.13 Sifat fisis dan Mekanis

1. Komposisi kimia

Pengujian komposisi kmia digunakan untuk

mengetahui kandungan unsur yang terdapat dalam

logam dasar aluminium tersebut. Pengujian kimia

dilakukan dengan mesin spectrometer.

2. Struktur mikro

Pengujian struktur mikro bertujuan untuk

melihat morfologi dan karaktaristik dari hasil

pengecoran material aluminium seelum dan setelah

dilakukan remelting.

3. Kekerasan

Pengujian kekerasan disini menggunakan

metode brinell seperti gambar 2.25, yang bertujuan

menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk

daya tahan material terhadap benda uji (spesimen)

yang berupa alat portabel dengan standar tekanan

terhadap specimen dengan tenaga tekan manusia.

46

Gambar 2. 25 Alat uji brinell

2.2.14 Hipotesis

Tungku krusibel berbahan bakar gas lebih efisien dan

irit bahan bakar dari pada bahan bakar lainnya seperti

kokas, serta peleburan terhadap aluminium juga cepat

mencapai titik didih.

Untuk pengecoran aluminium perbedaan pada

pembongkaran mempengaruhi hasil yang nyata bahwa

pembongkaran lebih cepat mempengaruhi kehalusan hasil

coran.