bab i pendahuluan latar belakang masalah hukum dasar...

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang selanjutnya disingkat UUD NRI 1945 merupakan salah satu bentuk konstitusi tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan landasan utama bagi peraturan perundang-undangan di bawahnya serta kehidupan bangsa dan negara (Djahiri, 1971; Riyanto, 2000). Budiardjo (1981:105) menyatakan bahwa undang-undang dasar adalah hukum tertinggi (supreme law) yang harus ditaati, baik oleh rakyat maupun alat perlengkapan negara. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah UUD NRI 1945 harus dijadikan landasan serta diimplementasikan dalam kehidupan berwarga negara, berbangsa, dan bernegara, baik oleh pemerintah maupun warga negara Indonesia (Asshiddiqie, 2007:13). Namun demikian, implementasi UUD NRI 1945 tersebut dewasa ini masih dihadapkan pada berbagai tantangan, diantaranya mengenai pelanggaran hak asasi manusia, pengrusakan lingkungan alam Indonesia, munculnya gerakan separatisme, aksi unjuk rasa yang diwarnai oleh tindakan anarkis,serta berbagai pelanggaran lainnya dalam berbagai sektor kehidupan. Pelanggaran-pelanggaran tersebut pada umumnya terjadi di setiap daerah dan dilakukan oleh setiap lapisan masyarakat, termasuk warga negara muda di Kota Tasikmalaya. Berdasarkan data di bagian Reserse Polres Kota Tasikmalaya, selama tahun 2008 tercatat lebih kurang 10 % pelaku tindak pidana adalah

Upload: hahanh

Post on 11-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang

selanjutnya disingkat UUD NRI 1945 merupakan salah satu bentuk konstitusi

tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan landasan utama

bagi peraturan perundang-undangan di bawahnya serta kehidupan bangsa dan

negara (Djahiri, 1971; Riyanto, 2000). Budiardjo (1981:105) menyatakan bahwa

undang-undang dasar adalah hukum tertinggi (supreme law) yang harus ditaati,

baik oleh rakyat maupun alat perlengkapan negara. Konsekuensi logis dari hal

tersebut adalah UUD NRI 1945 harus dijadikan landasan serta diimplementasikan

dalam kehidupan berwarga negara, berbangsa, dan bernegara, baik oleh

pemerintah maupun warga negara Indonesia (Asshiddiqie, 2007:13). Namun

demikian, implementasi UUD NRI 1945 tersebut dewasa ini masih dihadapkan

pada berbagai tantangan, diantaranya mengenai pelanggaran hak asasi manusia,

pengrusakan lingkungan alam Indonesia, munculnya gerakan separatisme, aksi

unjuk rasa yang diwarnai oleh tindakan anarkis,serta berbagai pelanggaran lainnya

dalam berbagai sektor kehidupan.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut pada umumnya terjadi di setiap daerah

dan dilakukan oleh setiap lapisan masyarakat, termasuk warga negara muda di

Kota Tasikmalaya. Berdasarkan data di bagian Reserse Polres Kota Tasikmalaya,

selama tahun 2008 tercatat lebih kurang 10 % pelaku tindak pidana adalah

Page 2: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

2

pemuda dan remaja yang masih duduk di bangku persekolahan. Tindak pidana

yang mereka lakukan diantaranya tindak pidana asusila, penganiayaan, pencurian

dan penyalahgunaan narkoba. Tindak pidana tersebut dilakukan secara individual

maupun secara berkelompok.

Kemudian angka partisipasi warga negara muda dalam bidang pendidikan

mengalami penurunan. Berdasarkan jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA, pada

umumnya APM (angka partisipasi murni) terus mengalami penurunan. Artinya

banyak warga negara muda di Kota Tasikmalaya yang mengikuti pendidikan

sekolah dasar untuk kemudian berhenti atau tidak melanjutkan sekolah pada

jenjang yang lebih tinggi. APM jenjang SD/sederajat pada tahun 2008 sebesar

94,21%. Artinya dari seluruh warga negara muda usia 7-12 tahun di Kota

Tasikmalaya, sekitar 94,21% di antara mereka bersekolah, namun sekitar 5,79%

tidak bersekolah. Warga negara muda yang tidak bersekolah ini potensial untuk

tidak menerima pendidikan yang lebih baik bahkan sangat mungkin menjadi buta

huruf. APM SMP/sederajat lebih rendah lagi, yaitu sekitar 80,17%, sedangkan

jenjang SMA/'sederajat hanya 70,29%. Artinya terdapat 19,83 % warga negara

muda di Kota Tasikmalaya yang tidak melanjutkan ke jenjang SMP, serta 29,71 %

tidak melanjutkan ke jenjang SMA/sederajat (Dinas Pendidikan Kota

Tasikmalaya, 2008).

Hal-hal di atas menunjukkan rendahnya kompetensi warga negara untuk

memahami dan melaksanakan ketentuan UUD NRI 1945 sebagai salah satu

bentuk konstitusi negara. Kondisi tersebut selaras dengan hasil penelitian

Winataputra (2001) yang menunjukkan bahwa salah satu kompetensi yang harus

Page 3: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

3

dikuasai oleh warga negara adalah memahami kedudukan dan pentingnya

konstitusi (tertulis dan tidak tertulis) dalam kehidupan berwarga negara,

berbangsa, dan bernegara. Dalam kenyataannya, kompetensi warga negara dalam

aspek ini masih rendah, padahal kompetensi tersebut merupakan kompetensi

paling ideal yang harus dimiliki warga negara. Kenyataan ini dikarenakan

terbatasnya informasi bagi warga negara tentang konstitusi, yang dalam banyak

hal dianggap sebagai sesuatu yang bukan urusannya. Sikap tersebut didorong oleh

anggapan bahwa konstitusi tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Sekaitan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan upaya

penyadaran agar UUD NRI 1945 dapat diimplementasikan dalam setiap

kehidupan warga negara, sehingga UUD NRI 1945 menjadi Konstitusi yang hidup

dalam kehidupan warga negara Indonesia atau Living Constitution (Hasibuan,

1996; Riyanto, 2000; Asshiddiqie, 2008). Kondisi tersebut dapat diwujudkan

apabila penerimaan segenap warga negara Indonesia terhadap UUD NRI 1945

benar-benar murni dan konsekuen, serta ditaati dan dijunjung tinggi tanpa adanya

penyelewengan. Dengan kata lain, warga negara telah memiliki kesadaran

berkonstitusi yang tinggi. Dalam pandangan Loewenstein (Riyanto, 2000:311-

312), apabila kondisi tersebut telah terwujud, maka UUD NRI 1945 sudah

merupakan suatu Konstitusi yang bernilai normatif (normative constitution), yaitu

Konstitusi yang dilaksanakan sepenuhnya, bukan saja berlaku dalam arti hukum.

Kesadaran berkonstitusi merupakan kesadaran warga negara akan hak

konstitusionalnya sebagai warga negara, baik sebagai perorangan maupun

kelompok (Asshiddiqie, 2008:11). Lebih lanjut Asshiddiqie (2008:12)

Page 4: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

4

menyatakan bahwa dalam kesadaran berkonstitusi juga terkandung maksud

ketaatan kepada aturan hukum sebagai aturan main (rule of the game) dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Di sisi lain, Winataputra (2007:39)

mengemukakan bahwa kesadaran berkonstitusi menunjukkan kualitas pribadi

seseorang yang memancarkan wawasan, sikap, dan perilaku yang bermuatan cita-

cita dan komitmen luhur kebangsaan dan kebernegaraan Indonesia. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa kesadaran berkonstitusi merupakan kesadaran

untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan konstitusi secara murni dan konsekuen.

Kesadaran berkonstitusi warga negara tidak lahir dengan sendirinya, tetapi

harus dibina dan ditumbuhkan. Dalam perspektif hukum, untuk menumbuhkan

kesadaran berkonstitusi warga negara dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu; 1)

identifying constitutional norms and specifying their meaning; dan 2), crafting

doctrine or developing standards of review (Fallon, 2001:37-38). Hal tersebut

menunjukkan bahwa untuk menumbuhkan kesadaran berkonstitusi diperlukan

pemahaman warga negara terhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar yang

menjadi materi muatan Konstitusi. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi warga

negara untuk dapat selalu menjadikan Konstitusi sebagai rujukan dalam

kehidupan berwarga negara, berbangsa, dan bernegara.

Apabila warga negara telah memahami norma-norma dasar dalam

Konstitusi dan menerapkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka

dengan sendirinya ia dapat mengetahui dan mempertahankan hak-hak

konstitusionalnya yang dijamin dalam UUD NRI 1945. Selain itu, warga negara

dapat berpartisipasi secara penuh terhadap pelaksanaan UUD NRI 1945, baik

Page 5: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

5

melalui pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, berpartisipasi

dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, serta dapat pula melakukan

kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan jalannya pemerintahan. Kondisi

tersebut dengan sendirinya akan mencegah terjadinya penyimpangan ataupun

penyalahgunaan konstitusi (Asshiddiqie, 2008:11). Jika hal itu dapat diwujudkan,

berarti telah terbentuk warga negara yang memiliki kesadaran berkonstitusi yang

tinggi.

Persoalan yang terjadi di Indonesia saat ini yang ada kaitannya dengan

pemahaman warga negara terhadap konstitusi adalah semakin meluasnya materi

muatan dalam UUD NRI 1945 sebagai dampak dari dilakukannya perubahan

konstitusi sebanyak empat kali (tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002). Sebelum

perubahan, UUD NRI 1945 berisi 71 butir ketentuan. Setelah perubahan, UUD

NRI 1945 berisi 199 butir ketentuan atau bertambah sekitar 141%. Dari 199 butir

ketentuan tersebut, naskah UUD NRI 1945 yang masih asli tidak mengalami

perubahan hanya sebanyak 25 butir ketentuan (12%), sedangkan selebihnya

sebanyak 174 butir ketentuan (88%) merupakan materi baru. Hal tersebut

menyebabkan paradigma pemikiran yang terkandung dalam rumusan pasal-pasal

UUD NRI 1945 juga berbeda dari paradigma yang terkandung dalam naskah asli,

ketika UUD NRI 1945 pertama kali disahkan 18 Agustus 1945. Seandainya semua

warga negara Indonesia sudah mengetahui seluruh isi UUD NRI 1945 sebelum

perubahan, sebenarnya pada saat sekarang ini hanya mengetahui 25 butir

ketentuan (12%) dari UUD NRI 1945, sedangkan 174 butir ketentuan (88%)

masih banyak belum dimengerti (Budimansyah dan Suryadi, 2008:83). Itulah

Page 6: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

6

sebabnya perlu upaya sungguh-sungguh untuk melakukan pendidikan kesadaran

berkonstitusi.

Sekaitan dengan hal di atas, pendidikan kesadaran berkonstitusi

merupakan hal terpenting yang harus dioptimalkan untuk menciptakan warga

negara yang memiliki kesadaran berkonstitusi. Hal tersebut pada hakekatnya

secara instrumental sudah digariskan melalui tujuan pendidikan nasional

sebagaimana tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia, diantaranya:

1. Dalam usulan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP)

tanggal 29 Desember 1945 dikemukakan bahwa “Pendidikan dan pengajaran

harus membimbing murid-murid menjadi warga negara yang mempunyai rasa

tanggung jawab” yang kemudian oleh Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan

Kebudayaan (PPK) dirumuskan dalam tujuan pendidikan: ”…untuk mendidik

warga negara yang sejati yang bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran

untuk negara dan warga negara” (Winataputra, 2007:8)

2. Dalam Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar

Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, dalam Bab II Pasal 3 dirumuskan

tujuan pendidikan nasional yang lebih eksplisit menjadi “…membentuk

manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis, serta

bertanggung jawab tentang kesejahteraan warga negara dan tanah air”

(Djojonegoro,1996:76).

3. Dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1954 tentang Dasar-dasar

Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah yang dilengkapi dengan Keputusan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

7

Presiden RI Nomor 145 Tahun 1965 rumusan tujuan pendidikan diubah

menjadi : “…melahirkan warga negara sosialis, yang bertanggung jawab atas

terselenggaranya warga negara Sosialis Indonesia, adil, dan makmur, baik

spirituil maupun materiil dan yang berjiwa Pancasila” (Djojonegoro,1996:76).

4. Dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Pasal 4, dirumuskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah:

“…mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia

seutuhnya,…”, yang ciri-cirinya dirinci menjadi “…beriman dan bertakwa

terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian

yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab Kewarganegaraan dan

kebangsaan”.

5. Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Pasal 3 digariskan dengan tegas bahwa tujuan pendidikan nasional

adalah untuk ”...berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

dan bertanggung jawab”.

Dalam tatanan instrumentasi kurikuler, secara historis dalam kurikulum

sekolah terdapat mata pelajaran yang secara khusus mengemban misi pendidikan

kesadaran berkonstitusi, yakni mata pelajaran Civics (Kurikulum 1957/1962);

Pendidikan Kewarganegaraan yang merupakan Integrasi Sejarah, Ilmu Bumi, dan

Kewarganegaraan (Kurikulum 1964); Pendidikan Kewargaan Negara yang

Page 8: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

8

merupakan perpaduan Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia, dan Civics (Kurikulum

1968/1969); Pendidikan Kewargaan Negara, Civics dan Hukum (1973);

Pendidikan Moral Pancasila atau PMP (Kurikulum 1975 dan 1984); dan

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn (Kurikulum 1994).

Sedangkan di perguruan tinggi pernah ada mata kuliah Manipol dan USDEK,

Pancasila dan UUD NRI 1945, (1960-an), kemudian Filsafat Pancasila (1970-

1980-an, dan Pendidikan Pancasila (1980-1990-an). Dalam mata pelajaran/mata

kuliah tersebut, baik secara tersurat maupun tersirat terdapat materi tentang

pendidikan kesadaran berkonstitusi (Sumantri, 2001; Winataputra, 2007;

Winataputra dan Budimansyah, 2007; Budimansyah dan Suryadi, 2008).

Sementara itu, dalam kehidupan warga negara terdapat berbagai paket

Penataran Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P-4), yang juga

mengandung tujuan dan materi pendidikan kesadaran berkonstitusi. Kini, dalam

Pasal 37 ayat (1) hurup b Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan

menengah wajib memuat Pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian dalam Pasal

37 ayat (2) undang-undang tersebut ditetapkan bahwa kurikulum pendidikan

tinggi wajib memuat Pendidikan Kewarganegaraan. Hal itu menunjukkan bahwa

pendidikan kesadaran berkonstitusi melalui Pendidikan Kewarganegaraan wajib

diberikan di semua jenjang pendidikan.

Sekaitan dengan hal di atas, Riyanto (2008:23) menyatakan bahwa

notifikasi (penyebarluasan pemahaman) hukum konstitusi dapat dilakukan melalui

Pendidikan Kewarganegaraan. Hal tersebut dikarenakan, dalam Pendidikan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

9

Kewarganegaraan mengandung bahan atau materi tentang Konstitusi sebagai

hukum dasar, hukum derajat tinggi, dan hukum tertinggi dalam suatu negara.

Pernyataan tersebut tentunya semakin memperkuat kedudukan Pendidikan

Kewarganegaraan sebagai wahana pendidikan kesadaran berkonstitusi.

Sebagai wahana pokok pendidikan kesadaran berkonstitusi, Pendidikan

Kewarganegaraan berperan penting dalam mempersiapkan siswa menjadi warga

negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk melaksanakan UUD

NRI 1945 secara murni dan konsekuen. Hal tersebut dikarenakan secara normatif

dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah dinyatakan bahwa :

Pendidikan Kewarganegaraan dipandang sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Senada dengan hal tersebut, Winataputra (2001:ii) menyatakan bahwa:

Secara paradigmatik, sistem Pendidikan Kewarganeraan memiliki tiga komponen yang interaktif, yakni kajian ilmiah Kewarganegaraan, program kurikuler Kewarganegaraan, dan kegiatan sosial-kultural Kewarganegaraan. Ketiga komponen tersebut secara koheren berlandaskan pada pengembangan kecerdasan warga negara, yakni demokratis, taat hukum, religius, dan berkeadaban dalam konteks demokrasi konstitusional Indonesia yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa.

Hasil penelitian Yunan (2003) menunjukkan bahwa dalam

mengembangkan materi pembelajaran demokrasi melalui Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan (PPKn) yang bersumber pada UUD NRI 1945, semangat

pasal-pasal UUD NRI 1945 senantiasa dijabarkan dalam pokok-pokok bahasan

demokrasi. Hal tersebut pada dasarnya mendorong Pendidikan Kewarganegaraan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

10

harus berakar pada nilai-nilai dan semangat yang terkandung dalam Pembukaan

dan pasal-pasal UUD NRI 1945. Dengan demikian, secara langsung akan

mengoptimalkan peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk karakter

warga negara untuk menjadi warga negara yang memiliki kesadaran berkonsitusi

yaitu warga negara yang memiliki: 1) pengetahuan tentang Konstitusi; 2)

pemahaman tentang Konstitusi; 3) kemampuan bersikap terhadap ketentuan-

ketentuan yang tercantum dalam Konstitusi; dan 4) perilaku yang selalu

berlandaskan pada Konstitusi.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka secara umum yang

menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh

Pendidikan Kewarganegaraan terhadap tingkat kesadaran berkonstitusi warga

negara muda? Untuk lebih menfokuskan penelitian yang dilakukan, maka penulis

merumuskan beberapa sub-permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap

pengembangan kompetensi kewarganegaraan warga negara muda?

2. Bagaimana pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap

tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara muda?

3. Bagaimana pengaruh kompetensi kewarganegaraan terhadap tingkat

kesadaran berkonstitusi warga negara muda?

Page 11: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

11

4. Bagaimana pengaruh antara pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan

kompetensi kewarganegaraan secara bersama-sama terhadap tingkat kesadaran

berkonstitusi warga negara muda?

Agar penelitian ini mampu memberikan jawaban yang akurat dan sesuai

dengan tujuan penelitian, maka masalah-masalah penelitian dapat dispesifikasikan

sebagai berikut:

1. Pendidikan Kewarganegaraan meliputi:

a. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang difokuskan pada aspek:

1) Pengorganisasian materi pembelajaran

2) Penggunaan metode pembelajaran

3) Pengguanaan media pembelajaran

4) Ketersediaan sumber belajar

5) Pola evaluasi pembelajaran

b. Kompetensi kewarganegaraan yang terdiri atas:

1) Pengetahuan kewarganegaraan (civic konowledge)

2) Kemampuan/kecakapan kewarganegaraan (civic skill)

3) Disposisi kewarganegaraan (civic disposition)

2. Kesadaran berkonstitusi warga negara muda meliputi:

a. Pengetahuan Konstitusional

b. Pemahaman Konstitusional

c. Sikap Konstitusional

d. Perilaku Konstitusional

Page 12: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

12

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan

menganalisis secara mendalam pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan terhadap

tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara muda. Secara khusus penelitian ini

bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan kompetensi

kewarganegaraan warga negara muda.

2. mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan terhadap tingkat kesadaran berkonstitusi warga

negara muda.

3. mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh kompetensi

Kewarganegaraan terhadap tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara

muda.

4. mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam hubungan pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan dan kompetensi kewarganegaraan secara

bersama-sama terhadap tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara muda.

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat, baik secara

keilmuan (teoretik) maupun secara empirik (praktis). Secara teoretik, penelitian

ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran atau bahan kajian

dalam dunia pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga pada

Page 13: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

13

akhirnya akan memperkuat landasan dimensi Pendidikan Kewarganegaraan yang

terdiri atas civic knowledge, civic skill, dan civic disposition.

Dari temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis

bagi beberapa pihak sebagaimana diuraikan berikut:

1. Bagi peneliti

a. Mampu menelaah secara kritis tentang kesadaran berkonstitusi warga

negara muda sebagai salah satu komponen penting bangsa Indonesia

dalam membangun tatanan demokrasi konstitusional.

b. Memberikan kontribusi positif terhadap berbagai pihak mengenai

pentingnya memahami dan mengarahkan perubahan pola pikir warga

negara terhadap konstitusi negara, sehingga tingkat kesadaran

berkonstitusi warga negara berkembang secara dinamis.

2. Bagi pihak-pihak lain

a. Institusi Pemerintahan: Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk

mempertegas bahwa penanaman kesadaran berkonstitusi dalam kehidupan

berwarga negara, berbangsa ,dan bernegara adalah mutlak dilakukan.

b. Warga negara pada umumnya: Penelitian ini dapat dijadikan referensi

untuk menambah wawasan keilmuwan sekaligus sebagai stimulus untuk

menggugah kesadaran kolektif dalam melaksanakan nilai-nilai dan

substansi konstitusi negara.

c. Institusi Pendididikan: Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pengkajian yang lebih komprehensif mengenai urgensi kesadaran

berkonstitusi dalam kehidupan berwarga negara, berbangsa dan bernegara.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

14

E. Variabel Penelitian dan Definisi Variabel

1. Variabel Penelitian

Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah Pendidikan

Kewarganegaraan. Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (X1) dan kompetensi Kewarganegaraan (X2).

Adapun yang menjadi variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah kesadaran

berkonstitusi warga negara muda.

Sesuai dengan rumusan masalah dan sub-permasalahan penelitian, maka

pola hubungan antar variabel penelitian dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Bagan 1.1. Hubungan Antarvariabel Penelitian

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Setiap terminologi memiliki makna yang berbeda dalam konteks dan

dalam lapangan studi yang berbeda. Oleh sebab itu, untuk memperjelas konsep

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1)

Kompetensi Kewarganegaraan (X2)

Tingkat Kesadaran

Berkonstitusi Warga Negara

Muda (Y)

Page 15: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

15

dari variabel yang diteliti, sehingga tidak mengundang tafsir yang berbeda, maka

dirumuskan definisi operasional atas variabel penelitian berikut ini.

a. Pendidikan Kewarganegaraan

Dalam penelitian ini, istilah Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya

digunakan dalam pengertian sebagai civic education, yaitu Pendidikan

Kewarganegaraan yang berkedudukan sebagai salah satu mata pelajaran di

sekolah. Adapun yang dimaksud dengan Pendidikan Kewarganegaraan dalam

penelitian ini adalah pengaruh proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

beserta kompetensi kewarganegaraan yang dimiliki siswa terhadap tingkat

kesadaran berkonstitusi siswa selaku warga negara muda.

Adapun indikator Pendidikan Kewarganegaraan yang diukur dalam

penelitian ini adalah pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan kompetensi

Kewarganegaraan, dengan definisi operasional sebagai berikut:

1) Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) adalah proses

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang melibatkan guru sebagai

pengajar dan siswa sebagai peserta didik yang di dalamnya

dioperasionalisasikan berbagai komponen pembelajaran yang meliputi materi,

metode, media, sumber dan evaluasi pembelajaran. Adapun komponen-

komponen yang akan diukur dari variabel ini seperti yang tercantum dalam

tabel berikut:

Page 16: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

16

Tabel 1.1. Komponen Variabel Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1)

VARIABEL KOMPONEN

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (variabel X1)

1. Materi Pembelajaran PKn a. Kesesuaian materi pembelajaran

dengan kurikulum b. Kesesuaian materi pembelajaran

dengan tingkat kemampuan berpikir siswa

c. Materi pembelajaran diangkat dari realitas kehidupan siswa

d. Materi pembelajaran diorganisasikan dari hal konkrit menuju abstrak

e. Materi pembelajaran diorganisasikan dari pengalaman praktis menuju teori

f. Materi pembelajaran diorganisasikan dari lingkungan terdekat siswa, lokal, nasional dan internasional

g. Materi pembelajaran akurat jika ditinjau dari segi keilmuan

h. Materi pembelajaran bersifat aktual dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

2. Metode Pembelajaran PKn

a. Kesesuaian metode dengan materi pembelajaran

b. Variasi metode yang digunakan c. Metode yang digunakan menuntut

siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran

d. Metode yang digunakan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa

3. Media Pembelajaran PKn a. Menggunakan jenis media visual,

audio dan audio visual b. Kesesuaian media dengan tujuan dan

materi pembelajaran c. Keberfungsian media

4. Sumber Pembelajaran Pkn a. Bentuk sumber pembelajaran:

1) Materi bacaan 2) Materi bukan bacaan, masyarakat,

dan lingkungan b. Jenis sumber pembelajaraan: 1) Sengaja direncanakan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

17

2) Sengaja dimanfaatkan 5. Evaluasi Pembelajaran PKn

a. Penilaian proses belajar dan hasil belajar

b. Penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor

c. Penilaian oleh guru, siswa sendiri (self evaluation), dan siswa lain.

d. Bentuk penilaian tertulis (pencil and paper test) dan berdasarkan perbuatan (performance based assessment), penugasan (project), produk (product), atau portofolio.

e. Tindak lanjut hasil penilaian

2) Kompetensi Kewarganegaraan adalah pengetahuan, keterampilan, dan

disposisisi Kewarganegaraan yang harus dikuasai siswa SMA selaku warga

negara muda, sehingga dapat berperan serta dalam kehidupan demokrasi di

berbagai lingkungan kehidupan yang terdiri atas:

a) Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge), yaitu pemahaman

mendasar yang dimiliki oleh siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan

Kewarganegaraan, yang meliputi demokrasi dan struktur pemerintahan

Indonesia, serta Kewarganegaraan Indonesia.

b) Kecakapan Kewarganegaraan (civic skill), yaitu seperangkat keterampilan

mendasar yang dimiliki siswa berkaitan dengan Kewarganegaraan yang

terdiri atas kecakapan intelektual dan kecakapan partisipatoris. Kecakapan

intelektual berupa: (1) kemampuan membaca dan memahami informasi

tentang pemerintahan dan isu yang ditemukan di media; (2) kemampuan

membedakan antara fakta dan opini dalam tulisan teks; dan (3)

kemampuan mengartikulasikan konsep abstrak. Kecakapan partisipatoris

Page 18: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

18

berupa : (1) kemampuan partisipasi umum; (2) kemampuan

berkomunikasi; dan (3) partisipasi melalui kemampuan menganalisis isu-

isu publik, kepemimpinan, kelompok mobilisasi, dan komunikasi.

c) Disposisi Kewarganegaraan (Civic Disposition), yakni memiliki karakter

dan komitmen yang penting bagi kehidupan kewarganegaraan. Disposisi

dalam penelitian ini meliputi karakter privat dan karakter publik. Karakter

privat dalam penelitian ini meliputi tanggung jawab moral, kejujuran,

kecintaan, keyakinan, disiplin diri serta penghargaan terhadap harkat dan

martabat manusia, sedangkan karakter publik meliputi kepedulian sebagai

warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main serta kemauan untuk

mendengar, bernegosiasi dan berkompromi.

Berdasarkan uraian di atas, berikut ini diuraikan indikator-indikator

variabel kompetensi Kewarganegaraan (X2) seperti yang tercantum dalam

tabel di bawah ini.

Tabel 1.2. Komponen Variabel Kompetensi Kewarganegaraan (X2)

VARIABEL KOMPONEN Kompetensi Kewarganegaraan (variabel X2)

1. Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) a. Sistem pemerintahan Indonesia b. Dasar-dasar sistem politik Indonesia c. Perwujudan tujuan, nilai, dan prinsip

demokrasi oleh pemerintahan yang dibentuk konstitusi

d. Hubungan antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia

e. Peran warga negara dalam kehidupan demokrasi di Indonesia

2. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skills) a. Kecakapan intelektual

1) Kemampuan membaca dan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

19

memahami informasi tentang pemerintahan dan isu yang ditemukan di media

2) Kemampuan membedakan antara fakta dan opini dalam tulisan teks

3) Kemampuan mengartikulasikan konsep abstrak

b. Kecakapan partisipatoris

1) Kemampuan partisipasi umum 2) Kemampuan berkomunikasi 3) Partisipasi melalui kemampuan

menganalisis isu-isu publik, kepemimpinan, kelompok, mobilisasi dan komunikasi

3. Disposisi Kewarganegaraan (Civic disposition) a. Karakter privat

1) Tanggung jawab moral 2) Kejujuran 3) Kecintaan 4) Disiplin diri 5) Penghargaan terhadap harkat dan

martabat manusia

b. Karakter Publik 1) Kesopanan 2) Kepedulian sebagai warga negara 3) Mengindahkan aturan 4) Kemampuan untuk mendengarkan,

bernegosiasi dan berkompromi

b. Kesadaran Berkonstitusi adalah kesadaran warga negara muda akan hak-hak

dan kewajiban-kewajiban konstitusionalnya sebagai warga negara, baik

sebagai perseorangan maupun kelompok yang tercermin dalam pengetahuan,

pemahaman, sikap, dan perilakunya.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

20

1) Pengetahuan konstitusional warga negara muda adalah kemampuan warga

negara muda untuk mengetahui pengertian hak dan kewajiban

konstitusional warga negara, macam-macam hak konstitusional warga

negara, macam-macam kewajiban konstitusional warga negara dan tujuan

dicantumkannya hak dan kewajiban warga negara dalam UUD NRI 1945.

2) Pemahaman konstitusional warga negara muda adalah kemampuan warga

negara muda untuk memahami pentingnya jaminan hak warga negara

dalam UUD NRI 1945, manfaat penegakan hak konstitusional warga

negara sebagaimana tercantum dalam UUD NRI 1945 dan akibat

pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara.

3) Sikap konstitusional warga negara muda adalah kecenderungan yang

diperlihatkan warga negara muda terhadap jaminan hak konstitusional

(hak asasi) warga negara dalam UUD NRI 1945 serta terhadap hak dan

kewajiban warga negara lainnya yang diatur dalam UUD NRI 1945.

4) Perilaku konstitusional warga negara muda adalah perilaku warga negara

muda dalam melaksanakan hak dan kewajiban konstitusionalnya di

lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Untuk lebih jelasnya, komponen-komponen variabel kesadaran

berkonstitusi warga negara muda (Y) ini penulis sajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1.3.Komponen Variabel Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara Muda (Y)

VARIABEL KOMPONEN Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara Muda (Variabel Y)

1. Pengetahuan warga negara muda tentang: a. Pengertian hak dan kewajiban

konstitusional warga negara b. Macam-macam hak konstitusional

Page 21: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

21

warga negara c. Macam-macam kewajiban

konstutusional warga negara d. Tujuan dicantumkannya hak dan

kewajiban warga negara dalam UUD NRI 1945

2. Pemahaman warga negara muda

tentang: a. Pemahaman terhadap pentingnya

jaminan hak warga negara dalam UUD RI

b. Manfaat penegakkan hak konstitusional warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD NRI 1945

c. Pemahaman tentang akibat pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara

3. Sikap warga negara muda yang meliputi: a. Sikap terhadap jaminan hak

konstitusional (hak asasi) warga negara dalam UUD NRI 1945

b. Sikap terhadap hak dan kewajiban warga negara lainnya yang diatur dalam UUD NRI 1945

4. Perilaku konstitusional warga negara muda: a. Pelaksanaan hak dan kewajiban

konstitusional warga negara di sekolah

b. Pelaksanaan hak dan kewajiban konstitusional warga negara di lingkungan keluarga

c. Pelaksanaan hak dan kewajiban konstitusional warga negara di lingkungan masyarakat

c. Warga negara muda yang dimaksud dalam penelitian ini adalah warga

negara Indonesia yang secara akdemik tengah menempuh pendidikan di

Page 22: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

22

jenjang Sekolah Menengah Atas dan secara yuridis telah diperbolehkan untuk

melaksanakan hak pilihnya dalam kegiatan Pemilihan Umum.

F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan atas dasar asumsi bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan dapat membentuk warga negara yang memiliki tingkat

kesadaran berkonstitusi yang tinggi. Pendidikan Kewarganegaraan dapat

meningkatkan pengetahuan dan pemahaman warga negara terhadap konstitusi

serta dapat membentuk sikap dan perilaku siswa yang mencerminkan

implementasi aturan Konstitusi.

Bertolak dari asumsi tersebut dan mengacu kepada rumusan masalah,

maka dapat dikemukakan rumusan hipotesis mayor sebagai berikut: Kesadaran

berkonstitusi warga negara muda dipengaruhi secara positif oleh Pendidikan

Kewarganegaraan.

Untuk lebih spesifik dan jelasnya, hipotesis mayor tersebut dapat

dikembangkan menjadi beberapa hipotesis minor berikut ini:

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap pengembangan kompetensi kewarganegaraan warga

negara muda.

2. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara muda.

3. Kompetensi Kewarganegaraan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara muda.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

23

4. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan kompetensi kewarganegaraan

secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat

kesadaran berkonstitusi warga negara muda.

G. Metode Penelitian

Menurut jenis pendekatan, penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu

penelitian yang datanya berupa angka-angka. Adapun metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan teknik survey. Hal

ini dikarenakan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini merupakan

permasalahan yang ada pada masa sekarang (Nazir, 1988:63; Surahmad,

1990:140). Metode deskriptif-analitis dalam penelitian dioperasionalisasikan

dengan menggunakan statistik inferensial yaitu untuk menganalisis data sampel

dan hasilnya digeneralisasikan (diinferensikan) untuk populasi dimana sampel

diambil. (Sugiyono, 2001: 14).

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian

ini adalah teknik angket, wawancara serta studi dokumentasi.

J. Lokasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian adalah SMA-SMA se-Kota Tasikmalaya. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa SMA kelas XI di kota Tasikmalaya. Sampel

penelitian adalah 150 siswa SMA kelas XI di 3 SMA Negeri dan 6 SMA Swasta

yang berada di Kota Tasikmalaya yang ditentukan melalui cluster sampling dan

proportinal random sampling.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah hukum dasar ...a-research.upi.edu/operator/upload/t_pkn_0705318_chapter1.pdf · tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan

24