bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menjelaskan maksud pengertiannya, makna-makna hikmah dan
dimensinya, ia terlebih dahulu menunjuk kepada Al-Qur’an, sebelum kepada
sumber-sumber lain. Para ahli tafsir dan orang-orang yang mengkaji ilmu-ilmu
dari Al-Qur’an mempunyai konsepsi dan endapan, yang mereka peroleh dengan
jalan mengalami masalah-masalah atau berkenalan dengan mazhab-mazhab
hikmah kemudian dengan perangkat ilmu yang dimiliki mereka berusaha
menerangkan dan menerapkan konsepsi dan endapan-endapan itu pada Al-Qur’an
dan meyakini pendapatnya masing-masing.
Sebagian besar kajian tentang hikmah tidak memberikan kesempatan pada
Al-Qur’an untuk berdialog, sebelum di terapkan dalam pandangan atau pendapat
pribadi.
Hikmah itu bukanlah hanya dari ilmu yang kita pelajari dari buku-buku
dan bukan pula peristiwa-peristiwa yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari.
Hikmah adalah suatu renungan dan kesungguhan memanfaatkan ilmu suatu
ruangan dan kesungguhan memanfaatkan ilmu-ilmu dan peristiwa-peristiwa yang
kita dalam kehidupan sehari-hari. Hikmah adalah suatu renungan dan
kesungguhan memanfatkan ilmu-ilmu dan peristiwa-peristiwa serta melihat
hubungan atau kaitan-kaitan yang ada di dalamnya serta membahas tentang
sumber dan tujuannya oleh karena itu menjadi tuigas dan kewajiban kita untuk
menumbuhkan rasa cinta kepada al-hikmah itu dalam kehidupan anak didik pada
tiap tingkatan pelajaran dan tingkat usia kehidupannya.1
Di sisi lain jika berbicara mengenai hal tersebut, kita bisa lihat mengenai
pemikiran tentang keadilan, kearifan, bahkan tentang kebaikan dalam ajaran
agama, ajaran moral dan akal justru bersumber dari Al-Qur’an.Hal ini terlihat
jelas dengan di kemukakannya jenis-jenis hikmah dalam teks ajaran Islam yang
1 Al Djamaly, Menerobos Kritis Pendidikan Dunia Islam, Cet. 1, (Jakarta : Golden
Terayon Press, 1988), hlm. 137.
2
ternyata di salah pahami tujuannya, oleh sementara pihak. Al-Qur’an secara tegas
menyatakan bahwa hikmah memberikan kontribusi dalam memenuhi dimensi
kehidupan jiwa keluarga, masyarakat, dan negara.
Pada hakekatnya hubungan manusia dengan manusia adalah hubungan
kemitraan. Dari sini dapat dimengerti mengapa ayat-ayat Al-Qur’an
menggambarkan hikmah yang berhubungan dengan kehidupan akal, keadilan,
kerilmuan, pemikiran dan kebaikan sebagai hubungan saling menyempurnakan
yang tidak dapat terpenuhi kecuali atas dasar kebijaksanaan.
Dalam hal ini,hikmah pendidikan dalam teori pendidikan berarti landasan
teori yang di turunkan dari Al-Qur’an. karena.hal ini juga mengarah kepada
prinsip-prinsip qur’ani yang membimbing pendidikan.2
A. Latar Belakang
Sehubungan dengan agungnya kedudukan hikmah dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah dan besarnya kebutuhan masyarakat terhadap hikmah dalam
segala aspek kehidupan, baik sekarang maupun yang akan datang serta masih
semaraknya makna (pengertian) hikmah bagi sebagian kaum muslimin, maka
pembahasan ini dalam lingkup Al-Qur’an dengan berpedoman pada ayat-
ayatnya, kisah-kisahnya, perintah dan larangannya.
Kemudian hikmah itu sendiri yang dimaksud dalam pembahasan ini
adalah, ilmu yang membahas tentang hakekat sesuatu dari yang maujud
berdasarkan kemampuan, kesanggupan manusia. Jadi, hikmah adalah
semacam ilmu berfikir lebih tinggi.3
Adapun yang mendasari hal tersebut dalam Al-Qur’an disebutkan:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah” (16 : 125)4
2 Abdul Rahman Shalih Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-Qur’an
Serta Implementasinya, Alih Bahasa M.D. Dahlan, Cet. 1, (Bandung : CV. Diponegoro, 1991), hlm. 56.
3 Asy-Syarif Ali Ibn Muhammad Al-Jurnaji, Kitab At-Ta’rif, (Beirut : Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, t.th.), hlm. 91.
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an , 1992), hlm. 421.
3
yang dimaksud hikmah dalam ayat ini adalah perkataan yang tegas dan benar
yang dapat membedakan antara yang baik dan yang bathil.
Hikmah juga mengandung arti mengajarkan halal dan haram. Ia
mengandung ilmu hakekat sesuatu apa yang diperkuat dengan ilmu
pengetahuan. Ia juga membicarakan ilmu dan metodenya.5 Muhammad
Rasyid Ridha dalam tafsir Al-Manar mengatakan hikmah ialah ilmu yang
shahih yang akan menimbulkan kehendak untuk berbuat yang bermanfaat
karena padanya terhadap pandangan dan paham yang mendalam tentang
hukum-hukum dan rahasia-rahasia persoalan.6 Sehingga hikmah dapat
dimengerti oleh orang-orang yang menggunakan akal pikiran. Sebagai
“ibrah”.7
Al-Jurjawi mengatakan ada empat unsur penting yang terkandung
dalam hikmah:
1. Mengenal Allah dan meng-esakan serta memuliakan dengan sifat-sifat
kesempurnaan, sifat wajib dan mustahil.
2. Bagaimana cara beribadat, memuliakan dan mensyukuri nikmat yang
telah dijanjikannya.
3. Mengetahui perintah dan larangan, serta mencegah dari yang mungkar
memasukkan ke adab yang mulia, menampakkan akhlak dhahir
(istimewa) serta meningkatkan derajat yang baik, memelihara amanah
dan sabar.
4. Menghentikan orang yang melampaui batas dari hukum-hukum Allah
dengan menempatkan hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam
muamalat.8
5 Asy-Syarif Ali Ibn Muhammad Al-Jurnaji, Ibid.
6 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Juz III, (Beirut : Dar Al-Ma’arif, t.th.), hlm. 75.
7 Lihat Q.S. Yusuf : 111. 8 Asy-Syech Ali Ahmad Al-Jarjawi, Hikmah At-Tasyri’ Wafalasa Fatuna, Juz I, (Beirut :
Dar Al-Fikr, t.th.), hlm. 7.
4
Hikmah juga bertujuan menjelaskan dan memaparkan ayat-ayat untuk
menunjukkan kebenaran Tuhan dan ke-Esaan-Nya serta mendorong manusia
seluruhnya serta mendorong observasi dan penelitian demi lebih menguatkan
iman dan kepercayaan kepada-Nya.9 Al-Qur’an telah memberikan penjelasan
segala hal yang berhubungan dengan tujuan-tujuan pokok Al-Qur’an yaitu
masalah akidah, syari’ah, dan akhlak. Ia mencakup segala ilmu pengetahuan.
Adapun tujuan percikan hikmah adalah untuk membentuk akhlak dan moral
dalam segala aspek, melanggengkan masyarakat, merapikan hubungan
muamalah, menata hubungan antara sesama dalam berbagai perkara terutama
yang bersifat material, dan menengakkan disiplin. Disamping memelihara
kelanggengan masyarakat, juga merealisasikan niai-nilai luhur dalam
kehidupan masyarakat, mengangkat derajat kemanusiaan yang luhur serta
memelihara nilai-nilai akhlak.
Berangkat dari sini,maka hikmah menentukan adanya pertimbangan
batin pada umat manusia, disamping pertimbangan lahir. Hikmah dalam arti
ibadah mengandung tanggung jawab secara akhlak. Islam tidak mengenal
atau memisahkan akhlak dari penerapan hikmah. Islam tidak memisahkan
hubungan politik, sosial, budaya pergaulan hidup dan pendidikan.
Hikmah artinya pengetahuan tentang hal-hal yang dibalik kenyataan.
Hikmah juga berarti kebijaksanaan, pandai meletakkan sesuatu pada
tempatnya sehingga segalanya dapat berjalan lancar dan berhasil. Ahli
hikmah itu bisa dinamakan ahli pikir atau ahli filsafat.10
Jika dikaitkan, maka antara ilmu dan hikmah sangat erat sehingga
dapat dikatakan, bahwa ilmu tanpa hikmah adalah dangkal dan hikmah tanpa
ilmu adalam hampa.
Al-Qur’an adalah sumber hikmah, siapa yang mampu menggali
hikmah dalam Al-Qur’an, maka orang itu amat berutung karena disamping ia
telah membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, juga mengajarkan ilmu dan hikmah.
9 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Cet. 9, (Bandung : Mizan, 1995), hlm. 51.
10 Fachruddin, Ensiklopedia Al-Qur’an, Cet. 1, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1992), hlm. 441.
5
Mengingat semua itu, maka penulis memperkenalkan beberapa segi
hikmah-hikmah dalam Al-Qur’an apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam.
Hikmah dalam pendidikan sebagaimana yang dikehendaki Allah dalam Al-
Qur’an yang menyatakan keterangan (burhan) yang kuat dalam menimbulkan
keyakinan, misalnya ilmu ketuhanan yang membahas semua wujud dan hal-
hal yang terjadi padanya sebagai (wujud). Juga membahas prinsip-prinsip
burhan dalam ilmu dan teori juz’iyyah bagian-bagian (particular), yaitu ilmu
yang berdiri sendiri karena penelitiannya tentang wujud tertentuseperti ilmu
logika (al-mantiq), ilmu ukur, matematika, dan juz’iyyah lainnya yang
membentuk keseluruhan ilmu-ilmu tersebut.11 Selain itu, dalam Al-Qur’an
Allah banyak menyebutkan ayat-ayat yang mengajarkan tentang hikmah,
misalnya :
Allamal Qur’an ; Allah telah mengajarkan Al-Qur’an (55:2)12 pandai
berbicara 13 Allamul bayah ; mengajarkan kepada mereka, Wayuallimuhul
kitaba wal hikmah ; dan mengajarkan kitab dan hikmah (62:2)14
Di sini dapat dicontohkan, dalam Al-Qur’an menyebutkan ilmu-ilmu
hikmah yang diajarkan, misalnya kepada Luqman:
هللا ومن يشكر فإنما تشكر لنفسه ومن آفر ولقد أتي نا لقمان الحكمة ان اشكر 15 ) ١٢ :لقمان( فإنمااهللا غني حميد
Artinya: “Sesungguhnya kami telah memberikan hikmah kepada Luqman; syukur lah kepada Allah! Siapa yang bersyukur, sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya, dan siapa yang toidak bersyukur, sesungguhnya Allah Maha Kaya dan Terpuji” (Q.S.Luqman/31:12)
Maka dalam pendidikan diperlukan hikmah kebijakan supaya tujuan
berhasil dengan baik, diperlukan dengan jalan nasehat, dan bertukar pikiran
dengan cara yang baik. Sehingga pendidikan Islam sebagai proses
11 Nurchalis Madjid, Khazanah Intelektual Muslim, (Jakarta : Bulan Bintang, 1985), hlm.
121. 12 Depag RI, Op.Cit., hlm. 885. 13 Ibid. 14 Ibid., hlm. 932.
6
penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan
bertakwa agar mampu menyadarkan manusia tentang kedudukan, tugas dan
fungsinya di dunia ini dengan memelihara hubungan dengan Allah, dirinya
sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya.
B. Pokok Permasalahan
Pembicaraan dalam tulisan ini hanya pada konsep hikmah menurut
Al-Qur’an, yaitu bagaimana petunjuk dan keterangan yang dinyatakan oleh
Al-Qur’an dengan kata-kata hikmah. Untuk itu, masalah pokok yang akan
dibahas adalah bagaimana konse hikmah menurut Al-Qur’an? Pokok masalah
ini dapat dirumuskan dalam beberapa sub masalah berikut:
1. Bagaimana hakekat hikmah menurut Al-Qur’an ?
2. Bagaimana implementasi hikmah dalam Al-Qur’an dalam pendidikan
Islam ?
C. Tujuan Penelitian
Dengan rumusan dan permasalahan di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk dapat mengetahui sejauh manakah hakekat hikmah dalam Al-
Qur’an sebagai metode yang paling tepat dalam pendidikan Islam.
Dengan harapan dapat mengetahui makna yang dalam dari segala
aspek kehidupan, khususnya bagi umat Islam. Maksud mengetahui implikasi
hikmah dalam pendidikan untuk mencapai universalitas, adalah melalui
pandangan yang luas, cerdik, dan mengetahui pelaksanaan pengetahuan atau
pengetahuan yang disertai dengan tindakan yang baik.
D. Penegasan Istilah
1. Al-Hikmah
Istilah hikmah berasal dari kata hakama, yahkumu, hikmatan, yang
artinya kebijaksanaan.16
15 Ibid., hlm. 654. 16 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir: Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta : Unit
Pengadaan Buku-Buku Ilmiah, Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawir, 1984), hlm.378.
7
Dari kata tersebut kemudian mendasari suatu gagasan yang umum
mengandung arti atau makna yang dalam, manfaat, wejangan yang penuh
hikmah. Istilah hikmah itu berarti ilmu tentang hakekat sesuatu, tentang
faedah dan manfaat yang terkandung didalamnya, yang membangkitkan
orang untuk berusaha mengerjakannya.17
Jadi dalam hal ini hikmah itu merupakan upaya memperkuat
pernyataan yang akan menggunakan argumentasi dan tujuan tertentu.
2. Al-Qur’an
Istilah Al-Qur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca.
Kata Al-Qur’an adalah sighat masdar dari qa-ra-a yang diartikan dengan
isim maf’ul yaitu “maqru” artinya yang dibaca.18 Menurut Dr. Dawud Al-
Attas dalam kitabnya mu’jaz ulum Al-Qur’an, bahwa menurut bahasa, Al-
Qur’an berarti sesuatu yang dibaca, menumpulkan dan nama kitab Allah
SWT.19
Istilah Al-Qur’an di sini ialah nama kitab Allah. Al-Qur’an adalah
nama kitab Allah sebenarnya, yang dijadikan obyek penelitian. Dari uraian
diatas, maka maksud dari judul ini adalah gambaran yang bersifat umum
dan komprehensif mengenai hakikat hikmah menurut Al-Qur’an dengan
sudut pandang pendidikan.
3. Pendidikan Islam
Menurut M. Yusuf Al-Qardhawi memberikan pengertian, bahwa
pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya akal dan hatinya,
rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya, karena itu pendidikan
Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadan damai maupun
17 Tabib Mz dan Maftuh Ahnan, Keunggulan Syari’at Islam, (CV. Bintang Pelajar, t.th.),
hlm. 129. 18 Dawud Al-Attas, Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an, Alih Bahasa Afif Muhammad Dan
Ahsin Muhammad, Cet. 1, (Bandung : Pustaka, 1994), hlm. 18. 19 Ibid., hlm. 19.
8
perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala
kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.20
Sementara itu, Endang Syaifuddin Ansori merumuskan pendidikan
Islam sebagai sesuatu proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh
subyek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan,
kemauan,intuisi, dan lain sebagainya) dan raga obyek didik dengan bahan-
bahan materi tertentu dan dengan alat pelengkap yang ada ke arah
terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.21
Di sini pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi proses
tentang kependidikan dimana terjadi ketika adanya proses belajar mengajar
yang dapat diaplikasikan ketika guru mengajar.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam istilah hikmah yang ada dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir
sebagi sumber utama, khususnya dalam kitab Al-Qur’an yang menjadi obyek
penelitian, yang membahas tentang hikmah, antara lain:
H.A.R. Gibb and J.H. Kramers dalam bukunya Shorter encyclo paedo
of Islam, menjelaskan bahwa “hukm (a) plural ahkam, primarily, the
infinitive of hakama, and so “restraining” like hikmah”.22
(Hukum bentuk jama’ dari ahkam, infenitif terutama dari hakama, dan
juga menunjukkan “perintah” suka hikmah).
B. Lweis U.L. Pellat and J. Scharcht, dalam bukunya The
Encyelopedia Of Islam, menyebutkan “hikma, wisdom, but also science and
philosophy.23
20 Yususf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, Terj. Bustami,
A.Gami dan Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980) hlm. 39. 21 Endang Syaifudin Ansori, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam, (Jakarta : Usaha
Interprises, 1976) hlm. 184. 22 H.A.R. Gibb and J.H. Kramers, Shorter Encyclopaedia Of Islam, (New York : Leiden,
1991). 23 B. Lweis U.L. Pellat and J. Scharcht, The Encyelopedia Of Islam, (London : 1971).
9
(Hikmah berarti kebijaksanaan, tetapi ada juga yang mengartikan ilmu
pengetahuan dan filsafat).
DR. Nashir Bin Sulaiman Al-Umur dalam bukunya Al-Hikmah,
menjelaskan bahwa hikmah telah banyak dilecehkan oleh orang-orang
tertentu dan orang-orang awam. Orang-orang tertentu tersebut para penuntut
ilmu. Diantara mereka ada yang memiliki hikmah, dan yang mengatakan
bahwa semua perbuatannya bertolak dari hikmah, padahal hanya sedikit saja
yang benar-benar demikian.24
Asy-Syekh Ali Ahmad Al-Jurjani dalam bukunya Hikmah At-Tasyri
Wa Falasafatuha yang menjelaskan bahwa hikmah secara balaghah itu adalah
keutamaan yang utama.25
Buku-buku tersebuit masih bersifat umum mengenai hikmah, dan
masih merupakan berbagai pandangan. Untuk itu penulis mengambil secara
khusus dalam Al-Qur’an dan implikasinya terhadap pendidikan Islam.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kepustakaan karena datanya terdiri atas buku-
buku yang ada hubungannya langsung atau tidak langsung dengan
pembahasan materi.26 Selain itu juga mengambil sumber dari kitab-kitab
tafsir yang menyinggung hikmah dalam tafsirnya terhadap ayat-ayat Al-
Qur’an.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Metode pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ini diambil dari sumber-sumber sebagai
berikut :
24 Amir Hamzah Fachruddin, Al-Hikmah, Alih Bahasa Nashir Bin Sulaiman Al-Umar, Cet
1, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1995) hlm. 25 Asy-Syekh Ali Ahmad Al-Jurjani, Hikmah At-Tasyri Wa Falasafatuha, (Beirut : Dar Al-
Fikr t.th.), hlm. 26 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid. I, (Yogyakarta : UGM, 1987) hlm. 8.
10
a. Sumber primer
Sumber primer merupakan sumber pokok yang diperoleh melalui buku-
buku Tafsir Al-Qur'an yang didukung dengan hadits yang relevan.
b. Sumber sekunder
Sumber sekunder merupakan sumber yang dijadikan alat bantu dalam
menganalisa masalah-masalah yang muncul. Yakni dengan buku-buku
hikmah filsafat pendidikan Islam dan beberapa buku keislaman yang
relevan.
2. Metode analisa data
a. Metode tematik atau maudhu’i
Metode tematik adalah membahas ayat-ayat Al-Qur’an yang
sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapka. Semua ayat yang
berkaitan dihimpun kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari
berbagai aspek yag terkait dengannya, semua dijelaskan dengan rinci
dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta yang tepat dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumentasi itu
berasal dari Al-Qur’an maupun hadits.27
Adapun langkah-langkah atau cara kerja metode Tafsir
maudhu’i ini dapat dirinci sebagai berikut :
1. Memilih atau menentapkan masalah Al-Qur’an yang dikaji secara
maudhu’iy (tematik)
2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah
yang telah ditetapkan, ayat makiyah dan madaniyah.
3. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa
kurunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya
ayat atau Asbab Al-Nuzul.
4. Mengetahui korelasi (munasab) ayat-ayat tersebut didalam masing-
masing suratnya.
27 Nasrudin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Cet. 1, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1998), hlm. 151.
11
5. Menyusun tema bahasa didalam kerangka yang pas, sistematis,
sempurna, dan utuh (outline).
6. Melengkapi perubahan dan uraian dengan hadits, bila dipandang
perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan
semakin jelas.
7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh
dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian
serupa.28
b. Metode content analysis
Content analysis merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan
suatu komunikasi. Secara teknis content analysis mencakup upaya:
1. Klarifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi
2. Menggunakan kriteria sebagai dasar klarifikasi
3. Menggunakan teknis analisis tertentu sebagai pembuat prediksi.29
c. Metode komparasi
Metode komparasi atau muqorrin dengan membandingkan ayat-
ayat Al-Qur'an yang mempunyai persamaan atau kemiripan redaksi
yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda bagi kasus
atau masalah yang diduga sama.30
3. Metode berfikir
1. Pola pikir deduktif adalah proses pendekatan yang berangkat dari
kebenaran umum mengenai sesuatu fenomena (teori) dan
menggeneralisirkan kebenaran tersebut pada suatu peristiwa atau data
tertentu yang berciri sama dengan fenomena yang bersangkutan
(prediksi).31
28 Abdul Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy: Suatu Pengantar, Alih Bahasa
Suryan A. Jamroh, Cet. 2, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 45. 29 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. 3, (Yogyakarta: Raike Sarasin,
1996), hlm. 99. 30 M. Quraish Shihab, Op.Cit., hlm. 118
31 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998), hlm. 46.
12
2. Pola pikir induktif adalah proses logika yang berangkat dari data
empirik lewat observasi menuju kepada suatu teori.32 Atau dengan kata
lain yaitu proses pendekatan yang berangkat dari kebenaran khusus
kemudian menuju kepada hal-hal yang bersifat umum.
Dengan menggunakan kedua metode berfikir tersebut, dapat
digunakan untuk menyimpulkan pandapat mengenai al-Hikmah, baik dari
mufassir danpara ulama, kemudian membandingkan yangsatu dengan yang
lain kemudian dicarikan kesimpulan akhirnya.
Disini peneliti hanya menggunakan satu metode, dari satu metode
tersebut yang diteliti cuma kata yang berbunyi kata hikmah yang ada dalam
al-Qur`an. Kemudian dari beberapa kata tersebut penulis mengambil beberapa
tafsiran yang ada. Untuk kemudian dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam memahami kata hikmah itu sendiri.
G. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari, latar belakang masalah, pokok
masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah kunci, tinjauan
pustaka, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Hubungan al-hikmah dan pendidikan Islam yang meliputi
pengertian hikmah, pengertian pendidikan Islam, dan hikmah
dalam pendidikan Islam.
Bab III : Konsep hikmah dalam Al-Qur’an yang terdiri dari hikmah dalam
Al-Qur’an, term-term hikmah dalam Al-Qur’an, hikmah dan
hubungannya dengan ilmu-ilmu lainnya.
Bab IV : Implementasi al-hikmah dalam Al-Qur’an terhadap pendidikan
Islam yang meliputi hikmah dalam metode pendidikan Islam
implikasi, mendidik dengan hikmah, dan contoh pendidikan
hikmah dalam Al-Qur’an.
Bab V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan, dan kata penutup.
32 Ibid.