bab i dbd
DESCRIPTION
gfuTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua
hari pertama. Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan
penyebarannya semakin luas.9 Demam Berdarah Dengue (selanjutnya disingkat DBD)
umumnya ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. WHO memperkirakan bahwa
hampir 50 juta infeksi DBD terjadi setiap tahun di dunia. 16
Di Indonesia, jumlah kasus DBD menunjukkan kecenderungan meningkat, baik
dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit secara sporadik dan selalu terjadi
kejadian luar biasa (KLB) pada setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 4 tahun yaitu pada
tahun 2007-2010, kasus DBD di Indonesia meningkat tiap tahunnya. Terdapat dua
puncak epidemik di tahun 2007 terdapat 158.115 kasus dan 2009 terdapat sekitar
158.912 kasus. Pada tahun 2008 terdapat 137.469 kasus (Insiden Rate = 59,02 per
100.000 penduduk) dan tahun 2010 mencapai sekitar 140.000 kasus. 3
Provinsi Jawa Tengah dapat dikatakan sebagai provinsi yang endemis untuk
penyakit DBD. Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2012 sebesar 19,29/100.000 penduduk, meningkat bila dibandingkan tahun 2011
(15,27/100.000 penduduk) dan masih dalam target nasional yaitu <20/100.000
penduduk.4
Berdasarkan data rekapitulasi kasus DBD Kota Semarang pada Tahun 2012
sebanyak 1.250 kasus. Jumlah tersebut mengalami penurunan yang cukup signifikan dari
Tahun 2011 yang mencapai 1.303 kasus. Sedangkan berdasarkan data rekapitulasi bulan
Januari-Agustus 2013 kasus DBD sebanyak 1844 kasus. Jumlah tersebut mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. 5 , 6
Berdasarkan data rekapitulasi kasus DBD di Puskesmas Halmahera pada tahun 2013
jumlah penduduk yang terjangkit DBD sejumlah 35 jiwa (125%) dengan sasaran puskesmas
yaitu sebesar 35 jiwa (80%). Dari data di puskesmas Halmahera pada tahun 2014
menunjukkan jumlah penduduk yang terjangkit DBD di tahun berjalan Januari hingga juni
sejumlah 24 jiwa. Berdasarkan data kasus yang terjadi, maka penulis tertarik untuk lebih
mendalami dan mengidentifikasi mengenai kejadian DBD yang mencakup distribusi dan
determinan dengan pendekatan H.L Blum, khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Halmahera.
1.2. Rumusan Masalah
Faktor apa saja yang dapat berpengaruh terhadap kejadian DBD di lingkungan kerja
Puskesmas Halmahera pada bulan Juli 2014 berdasarkan pendekatan H.L Blum?
1.3. Tujuan Pengamatan
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.1.1. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap DBD berdasarkan pendekatan HL.Blum
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang
mempengaruhi terjadinya penyakit DBD.
1.3.2.2. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku yang
mempengaruhi terjadinya penyakit DBD.
1.3.2.3. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan
kesehatan yang mempengaruhi terjadinya penyakit DBD.
1.3.2.4. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor kependudukan
yang mempengaruhi terjadinya penyakit DBD.
1.3.2.5. Untuk dapat memberikan solusi terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit DBD.
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat bagi mahasiswa
1.4.1.1. Memberimasukandaninformasiilmiahuntukmemperkayakeilmuan
1.4.1.2. Menjadibahanrujukanuntukpenelitian yang lebihlanjut
1.4.2. Manfaat bagi masyarakat
1.4.2.1. Memberirekomendasilangsungkepadamasyarakatuntukmemperhatik
anperilakudanlingkungantempattinggalnya.
1.4.2.2. Memberirekomendasikepadatenagakesehatanuntuklebihmemberdayak
anmasyarakatdalamupayakesehatanpromotifdanpreventif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Etiologi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau lebih sering dikenal sebagai Demam
Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam,
manifestasi perdarahan, dan bertendensi mngakibatkan renjatan (syok) yang dapat
menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue yang termasuk golongan Abrovirus genus Flavirus, keluarga
Flafiviridae (Hidayat, 2006) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes
Aegypti dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita
penyakit DBD sebelumnya. Kedua nyamuk Aedes ini tersebar luas di rumah-rumah dan
tempat umum di seluruh wilayah Indonesia, kecuali di tempat-tempat yang
ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
2.2. Epidemiologi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
ditemukan pertama kali pada tahun 1968 yaitu di DKI Jakarta dan tahun 1969 di
Surabaya sampai dengan sekarang kepastian virologinya baru diperoleh pada tahun
1970, seringkali menyebabkan kematian dan menyebar hampir ke seluruh wilayah
Indonesia. Di Indonesia, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat dalam
kurun waktu 4 tahun yaitu pada tahun 2007 – 2010, baik dalam jumlah maupun luas
wilayah yang terjangkit secara sporadik dan selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB)
pada setiap tahunnya. Terdapat dua puncak epidemik di tahun 2007 terdapat 158.115
kasus dan 2009 terdapat sekitar 158.912 kasus. Pada tahun 2008 terdapat 137.469 kasus
(Incident Rate = 59,02 per 100.000 penduduk) dan tahun 2010 mencapai sekitar
140.000 kasus.
Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan
peningkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru dan, dalam dekade ini, dari kota
ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis
dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia. Virus
dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah
perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika
Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan
sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan
mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau
hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan
terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat (Candra, 2010).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2000 dari bulan
Januari s/d Desember jumlah penderita DHF sebanyak 3.634 jiwa. Dari jumlah tersebut
terbanyak pada usia 1 – 14 tahun dengan jumlah 2079 jiwa. Angka kematian yang
diperoleh dari seluruh penderita yaitu 33 jiwa. Data yang diperoleh dari unit perawatan
anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode Januari sampai dengan Juni 2000 kasus
DHF sebanyak 292 anak. Dari jumlah kasus tersebut terbanyak pada usia lebih dari 5
tahun sebanyak 202 anak. Semua kasus yang dirawat tersebut tidak ada yang meninggal
di Rumah Sakit.
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue
yaitu :
a. Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
b. Penjamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
c. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
2.2.1. Faktor Agent
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe
1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel
Arthropoda misalnya sel Aedes albopictus. (Soedarto, 1990).
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan .Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000).
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk
Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan
di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan.
Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan air bersih yang terdapat
bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes albopictus).
Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari
terutama pada waktu pagi hari dan senja hari (Soedarto, 1990).
2.2.2. Faktor Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue
tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).
2.2.3. Faktor Port Of Entery and Exit
Permukaan kulit tubuh.
2.2.4. Faktor Environment
Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat tinggal nyamuk ini adalah
daerah tropis,dengan lingkungan yang kurang pencahayaan dan sinar matahari,
banyak genangan air, vas bunga yang jarang diganti airnya, kaleng bekas tempat
penampungan air, botol dan ban bekas.
2.2.5. Transmisi
Cara Penularan adalah melalui prantara nyamuk Aedes aegpty dan Aedes
albopictus yang betina setiap 2 hari sekali menggigit/mengisap darah manusia
untuk memperoleh protein guna mematangkan telurnya agar dapat membiakkan
keturunannya. Waktu menggigit orang yang darahnya mengandung virus
dengue, virus masuk dan berkembang biak dengan cara membelah diri dalam
tubuh nyamuk. Dalam waktu kurang dari 1 minggu virus sudah berada di
kelenjar liur dan siap untuk dipindahkan bersama air liur nyamuk kepada orang
sehat. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang itu dapat menderita penyakit
demam berdarah.
Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran
kasus DBD, antara lain :
a. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis.
b. Pertumbuhan penduduk yang tinggi.
c. Peningkatan sarana transportasi.
d. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali.
2.3. Cara Penularan
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan
di sebagian besar wilayah tropis dan subtropics. Penularan virus dengue terjadi melalui
gigitan nyamuk yang termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan
Ae. albopictus sebagai vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae. scutellaris serta Ae
(Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi penularan transexsual
dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan serta penularan transovarial
dari induk nyamuk ke keturunannya. Ada juga penularan virus dengue melalui transfusi
darah seperti terjadi di Singapura pada tahun 2007 yang berasal dari penderita
asimptomatik. Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar
antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari
keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh
nyamuk) berlangsung sekitar 8 – 10 hari. Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa
gejala demam, demam dengue (DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus
menerus selama 2 – 7 hari; pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif,
trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat
peningkatan permeabilitas pembuluh.
Ciri fisik nyamuk yang menularkan penyakit DBD dengan nama Ae. aegypty
adalah sebagai berikut :
a. Berwarna hitam dengan loreng putih (belang-belang berwarna putih) di sekujur
tubuh nyamuk.
b. Nyamuk bisa hidup sampai 2-3 bulan dengan rata-rata 2 minggu.
c. Hidup di lingkungan rumah, bangunan dan gedung.
d. Nyamuk betina menghisap darah pada pagi hari dan sore hari
e. Nyamuk betina membutuhkan darah setiap dua hari sekali.
f. Bisa terbang hingga radius 100 meter dari tempat menetas.
g. Senang hinggap di tempat gelap dan benda tergantung di dalam rumah.
Tempat yang biasa dijadikan tempat bertelur (berkembang biak) adalah di
tempat yang tergenang air bersih dalam waktu lama seperti bak mandi, kaleng bekas,
pecahan, penampungan air, lubang wc, talang air, vas bunga, dan lain sebagainya. Air
kotor seperti selokan, air keruh, genangan yang berhubungan langsung dengan tanah,
dan lain sebagainya bukan tempat yang cocok bagi nyamuk Ae. aegypti untuk bertelur.
2.4. Faktor Resiko Terjadinya DBD
Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk
perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana
transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi sehingga
memungkin terjadinya KLB. Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan yang
mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang
layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar. Tetapi di lain
pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama yang biasa
bepergian. Dari penelitian di Pekanbaru Provinsi Riau, diketahui factor yang
berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah pendidikan dan pekerjaan masyarakat,
jarak antar rumah, keberadaan tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan
pekarangan serta mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan
jentik tidak menjadi faktor risiko.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD Menurut Sari (2005)
menyatakan bahwa faktor- faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia
adalah :
a. Kepadatan penduduk, lebih padat lebih mudah untuk terjadi penularan DBD, oleh
karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 100 meter.
b. Kualitas perumahan, jarak antar rumah, pencahayaan, bentuk rumah, bahan
bangunan akan mempengaruhi penularan. Bila di suatu rumah ada nyamuk
penularnya maka akan menularkan penyakit di orang yang tinggal di rumah
tersebut, di rumah sekitarnya yang berada dalam jarak terbang nyamuk dan orang-
orang yang berkunjung kerumah itu.
c. Mobilitas penduduk, memudakan penularan dari suatu tempat ke tempat lain.
d. Pendidikan, akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan
cara pemberantasan yang dilakukan.
e. Penghasilan, akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke puskesmas atau
rumah sakit.
f. Mata pencaharian, mempengaruhi penghasilan
g. Sikap hidup, kalau rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap dalam
masalah akan mengurangi resiko ketularan penyakit.
h. Golongan umur, akan memperngaruhi penularan penyakit. Lebih banyak golongan
umur kurang dari 15 tahun berarti peluang untuk sakit DBD lebih besar.
i. Perkumpulan yang ada, bisa digunakan untuk sarana PKM
j. Suku bangsa, tiap suku bangsa mempunyai kebiasaannya masing-masing, hal ini
juga mempengaruhi penularan DBD.
k. Kerentanan terhadap penyakit, tiap individu mempunyai kerentanan tertentu
terhadap penyakit, kekuatan dalam tubuhnya tidak sama dalam menghadapi suatu
penyakit, ada yang mudah kena penyakit, ada yang tahan terhadap penyakit.
Sedangkan faktor yang dianggap dapat memicu kejadian DBD adalah :
a. Lingkungan. Perubahan suhu, kelembaban nisbi, dan curah hujan mengakibatkan
nyamuk lebih sering bertelur sehingga vektor penular penyakit bertambah dan
virus dengue berkembang lebih ganas. Siklus perkawinan dan pertumbuhan
nyamuk dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa akan dipersingkat sehingga
jumlah populasi akan cepat sekali naik. Keberadaan penampungan air artifisial/
kontainer seperti bak mandi, vas bunga, drum, kaleng bekas, dan lain-lain akan
memperbanyak tempat bertelur nyamuk.
b. Perilaku. Kurangnya perhatian sebagian masyarakat terhadap kebersihan
lingkungan tempat tinggal, sehingga terjadi genangan air yang menyebabkan
berkembangnya nyamuk. Kurang baik perilaku masyarakat terhadap PSN
(Pembrantasan Sarang Nyamuk – mengubur, menutup penampungan air),
urbanisasi yang cepat, transportasi yang makin baik, mobilitas manusia antar
daerah, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan, dan
kebiasaan berada di dalam rumah pada waktu siang hari.
2.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom
syok dengue (SSD), atau mengalami viremia yang menunjukkan tanda-tanda khas
seperti demam, nyeri otot dan atau sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati,
trombositipenia, dan diathesis hemoragik (Sudoyo, 2006). Pada umummya pasien
mengalami fase demam selama 2 – 7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2 – 3
hari. Pada fase kritis, pasien sudah tidak demam, akan tetaapi mempunyai risiko untuk
terjadi renjatan bila tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Pasien DBD dapat
menunjukkan manifestasi klinis berupa batuk, pilek, mual, muntah, nyeri tenggorokan,
nyeri perut, nyeri otot atau tulang, nyeri kepala, diare kejang atau kesadaran menurun.
Gejala ini juga dijumpai pada berbagai penyakit infeksi penyakit virus arau bakteri
lainnya yang menyerang tubuh sehingga seringkali terjadi kesalahan diagnosis.
Tiga tahap presentasi klinis diklasifikasikan sebagai demam, beracun dan
pemulihan. Tahap beracun, yang berlangsung 24 – 48 jam, adalah masa paling kritis,
dengan kebocoran plasma cepat yang mengarah ke gangguan peredaran darah. Terdapat
4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu derajat I dengan tanda terdapat demam disertai
gejala tidak khas dan uji torniket + (positif); derajat II yaitu derajat I ditambah ada
perdarahan spontan di kulit atau 1. perdarahan lain, derajat III yang ditandai adanya
kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (< 20
mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai < 80 mmHg), sianosis di sekitar mulut,
akral dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah; serta derajat IV yang ditandai
dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur. Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi
mekanisme patofisiologisnya berbeda dan menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan
utama adalah adanya renjatan yang khas pada DBD yang disebabkan kebocoran plasma
yang diduga karena proses immunologi, pada demam dengue hal ini tidak terjadi.
Manifestasi klinis DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus yang
berkembang di dalam peredaran darah dan ditangkap oleh makrofag. Selama 2 hari
akan terjadi viremia (sebelum timbul gejala) dan berakhir setelah lima hari timbul
gejala panas. Makrofag akan menjadi antigen presenting cell (APC) dan mengaktifasi
sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper
akan mengaktifasi sel T -sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit
virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang
telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibody hemaglutinasi, antibodi fiksasi
komplemen. Proses tersebut akan menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan
gejala lainnya.
2.6. Diagnosis
Penegakkan diagnosis DBD saat ini yaitu dengan menggunakan kriteria WHO
1997. Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di
bawah ini dipenuhi :
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari biasanya bifasik.
b. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
d. Terdapat minimal satu tanda- tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
e. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin.
f. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
g. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:
a. Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
b. Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.
c. Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut
kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
d. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Bila tanda dan gejala sudah cukup jelas, maka pemeriksaan laboratorium lain
untuk konfirmasi diagnosis secara umum mungkin tidak diperlukan.
Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
2.7. Pencegahan
Untuk memberantas penularannya, dilakukan dengan memutus mata rantai
perkembangbiakan nyamuk yang dilakukan dengan tindakan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN).
Beberapa kegiatan PSN, diantaranya :
a. Menutup tempayan, drum, ember & lain-lain perlu ditutup agar tidak menjadi
tempat perkembangbiakan nyamuk
b. Menguras bak mandi minimal seminggu sekali.
c. Mengubur kaleng-kaleng bekas, ban bekas dan pecahan botol harus dikubur agar
air hujan tidak tertampung di dalamnya sehingga bisa digunakan untuk tempat
perkembangbiakkan nyamuk Ae. aegypti.
d. Kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah menaburkan bubuk abate® pada tempat-
tempat penampungan air yang sulit dikuras, dan pengasapan atau fogging. Namun
fogging sebetulnya hanya untuk membunuh nyamuk dewasa.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 ANALISA SITUASI
No Kegiatan Jml
kasus
diterima
bln ini
Jml kasus
seluruhnya
s.d bulan
ini
Jumlah
kasus yg
meninggal
bln ini
Jml kasus
yang
meniggal
seluruhnya
s.d bln ini
Jml
kasus
dilacak
bulan
ini
Jml kasus
dilacak
seluruhnya
s.d bln ini
1 Demam
berdarah
dengue
Laki – Laki 1 16 0 0 1 15
Perempuan 0 8 0 0 0 5
3.2 CARA DAN WAKTU PENGAMATAN
Cara Pengamatan di rumah penderita (Home Visite) untuk mencari faktor yang
mempengaruhi kesakitan yaitu tanggal 31 juli 2014.
3.3 STATUS PENDERITA
3.3.1 Identitas Pasien
3.3.1.1 Nama : Salsabilla Najwa
3.3.1.2 Jenis kelamin : Perempuan
3.3.1.3 Umur : 6 tahun 6 bulan
3.3.1.4 Agama : Islam
3.3.1.5 Pendidikan : SD
3.3.1.6 Pekerjaan : Murid
3.3.1.7 Alamat : Rejosari 07 / 04.
3.3.1.8 Tanggal pemeriksaan : 31 Juli 2014
3.3.2 Anamnesa
3.3.2.1 Keluhan utama
Demam.
3.3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh demam sejak tanggal 14 – 07 – 2014 , saat itu pasien
pulang dari rumah ayahnya ,malam harinya pasien mengeluh merasa
demam, dan sering merasa pusing, oleh ibu pasien , pasien dikerokin.
Keeseko harinya , keluhan demam yang dirasakan oleh pasien ternyata
tidak berkurang , oleh ibu pasien , pasien di bawa ke praktek mandiri
dokter , oleh dokter pasien diberikan obat penurun panas , akan tetapi
setalah 2 hari ternyata keluhan demam pasien tidak kunjung turun malah
ditemukan titik merah pada pergelengan pasien , lalu dibawa ibu pasien
ke RS. Panti wilasa.
3.3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
◦ Pasien tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya.
3.3.2.4 Riwayat Keluarga
Tidak Ada anggota keluarga yang mengalami sakit serupa.
3.3.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi
Tetangga tidak ada yang menderita keluhan seperti pasien .
3.3.3 Pemeriksaan Fisik:
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Komposmentis
- TD : 100/90 mmHg
- Nadi : 66 x/menit
- RR : 27 x/menit
- Suhu : Hipertermi
- Kepala : Dalam batas normal
- Mulut : bibir kering (+), gusi berdarah (+).
- Leher : Dalam batas normal
- Thorax : Dalam batas normal
Cor : Dalam batas normal
- Abdomen : Nyeri tekan pada perut bagian kanan.
- Ektremitas : ditemukan Ptekie pada ke dua
ekstremitas
- Pemeriksaan Neurologis : -
Pemeriksaan Laboratorium
- Hb : 12,3 g/dl
- Ht : 53 %
- Leukosit : 2,9 ribu/uL
- Trombosit :
105 ribu/uL
89 ribu/uL
39 ribu/uL
50 ribu/uL
- Hb : 13,9 g/dl
- Ht : 41.3 %
- Leukosit : 6,8 ribu/uL
- Trombosit : 66 ribu/uL
Diagnosis : DBD grade I.
3.3.4 Data Lingkungan
3.3.4.1 Tidak ada kasa ventilasi.
3.3.4.2 Lingkungan rumah bersih hanya berantakan saja.
3.3.4.3 Ada selokan air yang menggenang di depan rumah.
3.3.5 Data Perilaku
3.3.5.1 Tidak menggunakan kelambu saat tidur pada jam 10.00-11.00
siang atau jam 05.00-06.00 sore.
3.3.5.1 Ada tumpukan barang bekas seperti pot bunga dan botol yang
memungkinkan terisi genangan air.
3.3.5.2 Kurangnya menjaga kebersihan rumah seperti tidak
membersihkan lantai, tetap menyimpan makanan sisa di dalam
lemari.
Tabel Checklist survei PHBS
NO Indikator Ya Tidak
Perilaku
1 Tidak Merokok V
2 Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan V
3 Memeriksakan kehamilan min 4 kali V
4 Olahraga teratur V
5 Menu gizi seimbang V
6 Mencuci tangan pakai sabun V
7 Menggosok gigi sebelum tidur V
8 Melakukan PSN V
9 Miran / Narkoba V
10 Penimbangan Balita V
Lingkungan
11 Ada jamban V
12 Ada air bersih V
13 Ada SPAL V
14 Ventilasi V
15 Rumah berlantai V
16 Ada tempat sampah V
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 ANALISA PENYEBAB MASALAH
Analisis penyebab masalah demam berdarah menggunakan pendekatan HL Blum
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Analisis HL Blum
Masalah Perilaku Lingkungan Pelayanan
Kesehatan
Genetik
Demam
Berdarah
- Banyak barang-barang
menumpuk di dalam
rumah
-Kamar mandi bersih
tetapi Jarang menguras
tempat penampungan
air
-Pencahayaan di
dalam rumah
kurang, jendelanya
tidak memenuhi
syarat (<10% dari
luas lantai rumah)
-Saluran
pembuangan air
limbah (SPAL)
menggenang
didepan rumah
- Tidak dipasang
kawat kasa pada
ventilasi
Dari tabel di atas diperoleh faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi kejadian
demam berdarah dengue pada pasien antara lain:
4.1.1 Perilaku
Kebiasaan jarang menguras tempat penampungan air meningkatkan resiko
terjadinya penyakit DBD karena DBD hanya dapat ditularkan melalui nyamuk sehingga
dimungkinkan ada nyamuk yang berkembang biak dalam penampungan air.
4.1.2. Lingkungan
Pencahayaan didalam rumah yang kurang menyebabkan kelembaban yang tinggi,
kelembaban yang tinggi nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup dalam jangka
waktu yang lama. Keadaan ventilasi rumah yang tidak di tutupi kawat kasa akan
memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam rumah pada pagi hingga sore hari
4.1.3 Genetik
kasus DBD tidak berkaitan dengan hubungan genetic.
4.1.4 Pelayanan Kesehatan
Status pelayanan di Puskesmas Halmahera berkaitan DBD dilakukan dengan kegiatan PSN
dilakukan selama satu minggu sekali yaitu pada hari jum’at.
4.2 Alternatif Pemecahan Masalah
a. Memberikan edukasi melalui penyuluhan mengenai demam berdarah, mulai dari penyebab,
penularan, dan pencegahan.
b. Memotivasi keluarga untuk selalu membersihkan tempat penampungan air rutin minimal 2
kali seminggu.
c. Memotivasi orang tua untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
4.3 Rencana Pelaksanaan Kegiatan
a. Penyuluhan mengenai DBD
b. Penyuluhan mengenai PHBS
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Dari kegiatan yang telah dilakukan selama kunjungan home visit disimpulkan
pasien DBD, faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut adalah sebagai
berikut:
A. Masalah Lingkungan
1. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit DBD dan
pencegahannya.
2. Pencahayaan didalam rumah yang kurang menyebabkan kelembaban yang
tinggi, kelembaban yang tinggi nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan
hidup dalam jangka waktu yang lama. Keadaan ventilasi rumah yang tidak
di tutupi kawat kasa akan memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke
dalam rumah pada pagi hingga sore hari
B. Perilaku
Kebiasaan jarang menguras tempat penampungan air meningkatkan resiko
terjadinya penyakit DBD karena DBD hanya dapat ditularkan melalui nyamuk
sehingga dimungkinkan ada nyamuk yang berkembang biak dalam
penampungan air.
C. Masalah Pelayanan Kesehatan
1. Promotif:
Manajemen Puskesmas sudah secara berkala melakukan PSN (Pemberantasan
sarang nyamuk), dan pemantauan jentik setiap hari jumat. Pelaksanaan
penyelidikan epidemiologi dan fogging jika terjadi kasus dengan tujuan
memutus rantai penularan.
2. Preventif:
Kurangnya keaktifan keluarga dalam melaksanakan 3M (menutup, mengubur,
menguras tempat-tempat penampungan air) dan kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) lainnya.
Berdasarkan analisa masalah yang didapatkan masih ada kasus DBD karena
kurangnya kesadaran masyarakat dalam melakukan pencegahan penyakit DBD.
SARAN
1. Untuk keluarga
Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit DBD beserta gejala,
pengobatan dan pencegahannya, terutama melakukan 3M 1minggu sekali tiap
hari jumat.
Memotivasi keluarga untuk meningkatkan komsumsi makanan yang bergizi.
Memotivasi keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal
serta melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk.
2. Untuk Puskesmas
Pemantauan pelaksanaan secara berkala kegiatan PSN oleh kader
kesehatan pada kegiatan kerja bakti di lingkungan.
Pemberian bubuk abate secara rutin kepada masyarakat melalui ketua
RT setempat dan kader kesehatan.
Penanaman pohon pengusir jentik di lingkungan rumah pada saat
diadakan kerja bakti.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2011, Profil Kesehatan Kota Semarang 2011, Semarang,
Jawa Tengah
Fathi, dkk, 2005, Peran Faktor Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Penularan Demam
Berdarah Dengue Di Kota Mataram, dalam “Jurnal Kesehatan Lingkungan, No.1,
Vol.2, 2005”
Ferri, A., 2009, Gambaran Pasien Demam Berdarah Dengue Di Bangsal Anak,
dalam “Dexa Medica Journal No. 2, Vol. 19”
Karimah, M., 2009, Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam
Berdarah Dengue, Medicinus Journal, No.1, Vol. 22
Puskesmas banget Ayu, 2011, Data Kasus DBD puskesmas Banget Ayu, Semarang, Jawa
Tengah
Puskesmas banget Ayu, 2012, Data Kasus DBD puskesmas Banget Ayu, Semarang, Jawa
Tengah.
Soegijanto, S., 2004, Demam Berdarah Dengue, Airlangga University Press, Surabaya
LAMPIRAN
foto
foto
foto