bab i dbd

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. 9 Demam Berdarah Dengue (selanjutnya disingkat DBD) umumnya ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. WHO memperkirakan bahwa hampir 50 juta infeksi DBD terjadi setiap tahun di dunia. 16 Di Indonesia, jumlah kasus DBD menunjukkan kecenderungan meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit secara sporadik dan selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) pada setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 4 tahun yaitu pada tahun 2007-2010, kasus DBD di

Upload: kechoakkrink

Post on 11-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gfu

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I DBD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa

dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua

hari pertama. Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan

penyebarannya semakin luas.9 Demam Berdarah Dengue (selanjutnya disingkat DBD)

umumnya ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. WHO memperkirakan bahwa

hampir 50 juta infeksi DBD terjadi setiap tahun di dunia. 16

Di Indonesia, jumlah kasus DBD menunjukkan kecenderungan meningkat, baik

dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit secara sporadik dan selalu terjadi

kejadian luar biasa (KLB) pada setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 4 tahun yaitu pada

tahun 2007-2010, kasus DBD di Indonesia meningkat tiap tahunnya. Terdapat dua

puncak epidemik di tahun 2007 terdapat 158.115 kasus dan 2009 terdapat sekitar

158.912 kasus. Pada tahun 2008 terdapat 137.469 kasus (Insiden Rate = 59,02 per

100.000 penduduk) dan tahun 2010 mencapai sekitar 140.000 kasus. 3

Provinsi Jawa Tengah dapat dikatakan sebagai provinsi yang endemis untuk

penyakit DBD. Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun

2012 sebesar 19,29/100.000 penduduk, meningkat bila dibandingkan tahun 2011

Page 2: BAB I DBD

(15,27/100.000 penduduk) dan masih dalam target nasional yaitu <20/100.000

penduduk.4

Berdasarkan data rekapitulasi kasus DBD Kota Semarang pada Tahun 2012

sebanyak 1.250 kasus. Jumlah tersebut mengalami penurunan yang cukup signifikan dari

Tahun 2011 yang mencapai 1.303 kasus. Sedangkan berdasarkan data rekapitulasi bulan

Januari-Agustus 2013 kasus DBD sebanyak 1844 kasus. Jumlah tersebut mengalami

peningkatan yang cukup signifikan. 5 , 6

Berdasarkan data rekapitulasi kasus DBD di Puskesmas Halmahera pada tahun 2013

jumlah penduduk yang terjangkit DBD sejumlah 35 jiwa (125%) dengan sasaran puskesmas

yaitu sebesar 35 jiwa (80%). Dari data di puskesmas Halmahera pada tahun 2014

menunjukkan jumlah penduduk yang terjangkit DBD di tahun berjalan Januari hingga juni

sejumlah 24 jiwa. Berdasarkan data kasus yang terjadi, maka penulis tertarik untuk lebih

mendalami dan mengidentifikasi mengenai kejadian DBD yang mencakup distribusi dan

determinan dengan pendekatan H.L Blum, khususnya di wilayah kerja Puskesmas

Halmahera.

1.2. Rumusan Masalah

Faktor apa saja yang dapat berpengaruh terhadap kejadian DBD di lingkungan kerja

Puskesmas Halmahera pada bulan Juli 2014 berdasarkan pendekatan H.L Blum?

Page 3: BAB I DBD

1.3. Tujuan Pengamatan

1.3.1. Tujuan Umum

1.3.1.1. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap DBD berdasarkan pendekatan HL.Blum

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang

mempengaruhi terjadinya penyakit DBD.

1.3.2.2. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku  yang

mempengaruhi terjadinya penyakit DBD.

1.3.2.3. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan

kesehatan yang mempengaruhi terjadinya penyakit DBD.

1.3.2.4. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor kependudukan

yang mempengaruhi terjadinya penyakit DBD.

1.3.2.5. Untuk dapat memberikan solusi terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya penyakit DBD.

1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat bagi mahasiswa

1.4.1.1. Memberimasukandaninformasiilmiahuntukmemperkayakeilmuan

1.4.1.2. Menjadibahanrujukanuntukpenelitian yang lebihlanjut

1.4.2. Manfaat bagi masyarakat

1.4.2.1. Memberirekomendasilangsungkepadamasyarakatuntukmemperhatik

anperilakudanlingkungantempattinggalnya.

Page 4: BAB I DBD

1.4.2.2. Memberirekomendasikepadatenagakesehatanuntuklebihmemberdayak

anmasyarakatdalamupayakesehatanpromotifdanpreventif

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Etiologi

Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau lebih sering dikenal sebagai Demam

Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam,

manifestasi perdarahan, dan bertendensi mngakibatkan renjatan (syok) yang dapat

menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000).

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue yang termasuk golongan Abrovirus genus Flavirus, keluarga

Flafiviridae (Hidayat, 2006) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes

Aegypti dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita

penyakit DBD sebelumnya. Kedua nyamuk Aedes ini tersebar luas di rumah-rumah dan

tempat umum di seluruh wilayah Indonesia, kecuali di tempat-tempat yang

ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.

2.2. Epidemiologi

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)

ditemukan pertama kali pada tahun 1968 yaitu di DKI Jakarta dan tahun 1969 di

Surabaya sampai dengan sekarang kepastian virologinya baru diperoleh pada tahun

1970, seringkali menyebabkan kematian dan menyebar hampir ke seluruh wilayah

Indonesia. Di Indonesia, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat dalam

kurun waktu 4 tahun yaitu pada tahun 2007 – 2010, baik dalam jumlah maupun luas

Page 5: BAB I DBD

wilayah yang terjangkit secara sporadik dan selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB)

pada setiap tahunnya. Terdapat dua puncak epidemik di tahun 2007 terdapat 158.115

kasus dan 2009 terdapat sekitar 158.912 kasus. Pada tahun 2008 terdapat 137.469 kasus

(Incident Rate = 59,02 per 100.000 penduduk) dan tahun 2010 mencapai sekitar

140.000 kasus.

Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan

peningkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru dan, dalam dekade ini, dari kota

ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis

dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia. Virus

dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah

perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika

Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan

sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan

mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau

hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan

terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat (Candra, 2010).

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2000 dari bulan

Januari s/d Desember jumlah penderita DHF sebanyak 3.634 jiwa. Dari jumlah tersebut

terbanyak pada usia 1 – 14 tahun dengan jumlah 2079 jiwa. Angka kematian yang

diperoleh dari seluruh penderita yaitu 33 jiwa. Data yang diperoleh dari unit perawatan

anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode Januari sampai dengan Juni 2000 kasus

DHF sebanyak 292 anak. Dari jumlah kasus tersebut terbanyak pada usia lebih dari 5

tahun sebanyak 202 anak. Semua kasus yang dirawat tersebut tidak ada yang meninggal

di Rumah Sakit.

Page 6: BAB I DBD

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue

yaitu :

a. Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di

lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

b. Penjamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan paparan

terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.

c. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

2.2.1. Faktor Agent

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus

(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe

1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat

dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk

dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak

dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel

mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel

Arthropoda misalnya sel Aedes albopictus. (Soedarto, 1990).

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu

nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan

beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan .Infeksi dengan

salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe

bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya

(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000).

Page 7: BAB I DBD

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan

virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk

Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan

di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan.

Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan air bersih yang terdapat

bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes aegypti) maupun yang

terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu,

dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes albopictus).

Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari

terutama pada waktu pagi hari dan senja hari (Soedarto, 1990).

2.2.2. Faktor Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan

mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih

mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue

tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang

pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi

ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang

mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat

imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).

2.2.3. Faktor Port Of Entery and Exit

Permukaan kulit tubuh.

2.2.4. Faktor Environment

Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat tinggal nyamuk ini adalah

daerah tropis,dengan lingkungan yang kurang pencahayaan dan sinar matahari,

Page 8: BAB I DBD

banyak genangan air, vas bunga yang jarang diganti airnya, kaleng bekas tempat

penampungan air, botol dan ban bekas.

2.2.5. Transmisi

Cara Penularan adalah melalui prantara  nyamuk Aedes aegpty dan Aedes

albopictus yang betina setiap 2 hari sekali menggigit/mengisap darah manusia

untuk memperoleh protein guna mematangkan telurnya agar dapat membiakkan

keturunannya. Waktu menggigit orang yang darahnya mengandung virus

dengue, virus masuk dan berkembang biak dengan cara membelah diri dalam

tubuh nyamuk. Dalam waktu kurang dari 1 minggu virus sudah berada di

kelenjar liur dan siap untuk dipindahkan bersama air liur nyamuk kepada orang

sehat. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang itu dapat menderita penyakit

demam berdarah.

Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran

kasus DBD, antara lain :

a. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis.

b. Pertumbuhan penduduk yang tinggi.

c. Peningkatan sarana transportasi.

d. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali.

2.3. Cara Penularan

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan

di sebagian besar wilayah tropis dan subtropics. Penularan virus dengue terjadi melalui

gigitan nyamuk yang termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan

Ae. albopictus sebagai vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae. scutellaris serta Ae

(Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi penularan transexsual

Page 9: BAB I DBD

dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan serta penularan transovarial

dari induk nyamuk ke keturunannya. Ada juga penularan virus dengue melalui transfusi

darah seperti terjadi di Singapura pada tahun 2007 yang berasal dari penderita

asimptomatik. Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar

antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari

keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh

nyamuk) berlangsung sekitar 8 – 10 hari. Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa

gejala demam, demam dengue (DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus

menerus selama 2 – 7 hari; pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif,

trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat

peningkatan permeabilitas pembuluh.

Ciri fisik nyamuk yang menularkan penyakit DBD dengan nama Ae. aegypty

adalah sebagai berikut :

a. Berwarna hitam dengan loreng putih (belang-belang berwarna putih) di sekujur

tubuh nyamuk.

b. Nyamuk bisa hidup sampai 2-3 bulan dengan rata-rata 2 minggu.

c. Hidup di lingkungan rumah, bangunan dan gedung.

d. Nyamuk betina menghisap darah pada pagi hari dan sore hari

e. Nyamuk betina membutuhkan darah setiap dua hari sekali.

f. Bisa terbang hingga radius 100 meter dari tempat menetas.

g. Senang hinggap di tempat gelap dan benda tergantung di dalam rumah.

Tempat yang biasa dijadikan tempat bertelur (berkembang biak) adalah di

tempat yang tergenang air bersih dalam waktu lama seperti bak mandi, kaleng bekas,

pecahan, penampungan air, lubang wc, talang air, vas bunga, dan lain sebagainya. Air

Page 10: BAB I DBD

kotor seperti selokan, air keruh, genangan yang berhubungan langsung dengan tanah,

dan lain sebagainya bukan tempat yang cocok bagi nyamuk Ae. aegypti untuk bertelur.

2.4. Faktor Resiko Terjadinya DBD

Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk

perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana

transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi sehingga

memungkin terjadinya KLB. Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan yang

mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang

layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar. Tetapi di lain

pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama yang biasa

bepergian. Dari penelitian di Pekanbaru Provinsi Riau, diketahui factor yang

berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah pendidikan dan pekerjaan masyarakat,

jarak antar rumah, keberadaan tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan

pekarangan serta mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan

jentik tidak menjadi faktor risiko.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD Menurut Sari (2005)

menyatakan bahwa faktor- faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia

adalah :

a. Kepadatan penduduk, lebih padat lebih mudah untuk terjadi penularan DBD, oleh

karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 100 meter.

b. Kualitas perumahan, jarak antar rumah, pencahayaan, bentuk rumah, bahan

bangunan akan mempengaruhi penularan. Bila di suatu rumah ada nyamuk

penularnya maka akan menularkan penyakit di orang yang tinggal di rumah

Page 11: BAB I DBD

tersebut, di rumah sekitarnya yang berada dalam jarak terbang nyamuk dan orang-

orang yang berkunjung kerumah itu.

c. Mobilitas penduduk, memudakan penularan dari suatu tempat ke tempat lain.

d. Pendidikan, akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan

cara pemberantasan yang dilakukan.

e. Penghasilan, akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke puskesmas atau

rumah sakit.

f. Mata pencaharian, mempengaruhi penghasilan

g. Sikap hidup, kalau rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap dalam

masalah akan mengurangi resiko ketularan penyakit.

h. Golongan umur, akan memperngaruhi penularan penyakit. Lebih banyak golongan

umur kurang dari 15 tahun berarti peluang untuk sakit DBD lebih besar.

i. Perkumpulan yang ada, bisa digunakan untuk sarana PKM

j. Suku bangsa, tiap suku bangsa mempunyai kebiasaannya masing-masing, hal ini

juga mempengaruhi penularan DBD.

k. Kerentanan terhadap penyakit, tiap individu mempunyai kerentanan tertentu

terhadap penyakit, kekuatan dalam tubuhnya tidak sama dalam menghadapi suatu

penyakit, ada yang mudah kena penyakit, ada yang tahan terhadap penyakit.

Sedangkan faktor yang dianggap dapat memicu kejadian DBD adalah :

a. Lingkungan. Perubahan suhu, kelembaban nisbi, dan curah hujan mengakibatkan

nyamuk lebih sering bertelur sehingga vektor penular penyakit bertambah dan

virus dengue berkembang lebih ganas. Siklus perkawinan dan pertumbuhan

nyamuk dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa akan dipersingkat sehingga

jumlah populasi akan cepat sekali naik. Keberadaan penampungan air artifisial/

Page 12: BAB I DBD

kontainer seperti bak mandi, vas bunga, drum, kaleng bekas, dan lain-lain akan

memperbanyak tempat bertelur nyamuk.

b. Perilaku. Kurangnya perhatian sebagian masyarakat terhadap kebersihan

lingkungan tempat tinggal, sehingga terjadi genangan air yang menyebabkan

berkembangnya nyamuk. Kurang baik perilaku masyarakat terhadap PSN

(Pembrantasan Sarang Nyamuk – mengubur, menutup penampungan air),

urbanisasi yang cepat, transportasi yang makin baik, mobilitas manusia antar

daerah, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan, dan

kebiasaan berada di dalam rumah pada waktu siang hari.

2.5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat

berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom

syok dengue (SSD), atau mengalami viremia yang menunjukkan tanda-tanda khas

seperti demam, nyeri otot dan atau sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati,

trombositipenia, dan diathesis hemoragik (Sudoyo, 2006). Pada umummya pasien

mengalami fase demam selama 2 – 7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2 – 3

hari. Pada fase kritis, pasien sudah tidak demam, akan tetaapi mempunyai risiko untuk

terjadi renjatan bila tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Pasien DBD dapat

menunjukkan manifestasi klinis berupa batuk, pilek, mual, muntah, nyeri tenggorokan,

nyeri perut, nyeri otot atau tulang, nyeri kepala, diare kejang atau kesadaran menurun.

Gejala ini juga dijumpai pada berbagai penyakit infeksi penyakit virus arau bakteri

lainnya yang menyerang tubuh sehingga seringkali terjadi kesalahan diagnosis.

Tiga tahap presentasi klinis diklasifikasikan sebagai demam, beracun dan

pemulihan. Tahap beracun, yang berlangsung 24 – 48 jam, adalah masa paling kritis,

Page 13: BAB I DBD

dengan kebocoran plasma cepat yang mengarah ke gangguan peredaran darah. Terdapat

4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu derajat I dengan tanda terdapat demam disertai

gejala tidak khas dan uji torniket + (positif); derajat II yaitu derajat I ditambah ada

perdarahan spontan di kulit atau 1. perdarahan lain, derajat III yang ditandai adanya

kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (< 20

mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai < 80 mmHg), sianosis di sekitar mulut,

akral dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah; serta derajat IV yang ditandai

dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah

tidak terukur. Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi

mekanisme patofisiologisnya berbeda dan menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan

utama adalah adanya renjatan yang khas pada DBD yang disebabkan kebocoran plasma

yang diduga karena proses immunologi, pada demam dengue hal ini tidak terjadi.

Manifestasi klinis DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus yang

berkembang di dalam peredaran darah dan ditangkap oleh makrofag. Selama 2 hari

akan terjadi viremia (sebelum timbul gejala) dan berakhir setelah lima hari timbul

gejala panas. Makrofag akan menjadi antigen presenting cell (APC) dan mengaktifasi

sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper

akan mengaktifasi sel T -sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit

virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang

telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibody hemaglutinasi, antibodi fiksasi

komplemen. Proses tersebut akan menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan

gejala lainnya.

2.6. Diagnosis

Page 14: BAB I DBD

Penegakkan diagnosis DBD saat ini yaitu dengan menggunakan kriteria WHO

1997. Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di

bawah ini dipenuhi :

a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari biasanya bifasik.

b. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,

ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.

c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

d. Terdapat minimal satu tanda- tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

e. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis

kelamin.

f. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelumnya.

g. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:

a. Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

b. Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.

c. Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan

nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut

kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

d. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Bila tanda dan gejala sudah cukup jelas, maka pemeriksaan laboratorium lain

untuk konfirmasi diagnosis secara umum mungkin tidak diperlukan.

Page 15: BAB I DBD

Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang

kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

2.7. Pencegahan

Untuk memberantas penularannya, dilakukan dengan memutus mata rantai

perkembangbiakan nyamuk yang dilakukan dengan tindakan pemberantasan sarang

nyamuk (PSN).

Beberapa kegiatan PSN, diantaranya :

a. Menutup tempayan, drum, ember & lain-lain perlu ditutup agar tidak menjadi

tempat perkembangbiakan nyamuk

b. Menguras bak mandi minimal seminggu sekali.

c. Mengubur kaleng-kaleng bekas, ban bekas dan pecahan botol harus dikubur agar

air hujan tidak tertampung di dalamnya sehingga bisa digunakan untuk tempat

perkembangbiakkan nyamuk Ae. aegypti.

d. Kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah menaburkan bubuk abate® pada tempat-

tempat penampungan air yang sulit dikuras, dan pengasapan atau fogging. Namun

fogging sebetulnya hanya untuk membunuh nyamuk dewasa.

Page 16: BAB I DBD

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 ANALISA SITUASI

No Kegiatan Jml

kasus

diterima

bln ini

Jml kasus

seluruhnya

s.d bulan

ini

Jumlah

kasus yg

meninggal

bln ini

Jml kasus

yang

meniggal

seluruhnya

s.d bln ini

Jml

kasus

dilacak

bulan

ini

Jml kasus

dilacak

seluruhnya

s.d bln ini

1 Demam

berdarah

dengue

Laki – Laki 1 16 0 0 1 15

Perempuan 0 8 0 0 0 5

3.2 CARA DAN WAKTU PENGAMATAN

Cara Pengamatan di rumah penderita (Home Visite) untuk mencari faktor yang

mempengaruhi kesakitan yaitu tanggal 31 juli 2014.

3.3 STATUS PENDERITA

3.3.1 Identitas Pasien

3.3.1.1 Nama : Salsabilla Najwa

3.3.1.2 Jenis kelamin : Perempuan

3.3.1.3 Umur : 6 tahun 6 bulan

3.3.1.4 Agama : Islam

Page 17: BAB I DBD

3.3.1.5 Pendidikan : SD

3.3.1.6 Pekerjaan : Murid

3.3.1.7 Alamat : Rejosari 07 / 04.

3.3.1.8 Tanggal pemeriksaan : 31 Juli 2014

3.3.2 Anamnesa

3.3.2.1 Keluhan utama

Demam.

3.3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh demam sejak tanggal 14 – 07 – 2014 , saat itu pasien

pulang dari rumah ayahnya ,malam harinya pasien mengeluh merasa

demam, dan sering merasa pusing, oleh ibu pasien , pasien dikerokin.

Keeseko harinya , keluhan demam yang dirasakan oleh pasien ternyata

tidak berkurang , oleh ibu pasien , pasien di bawa ke praktek mandiri

dokter , oleh dokter pasien diberikan obat penurun panas , akan tetapi

setalah 2 hari ternyata keluhan demam pasien tidak kunjung turun malah

ditemukan titik merah pada pergelengan pasien , lalu dibawa ibu pasien

ke RS. Panti wilasa.

3.3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

◦ Pasien tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya.

3.3.2.4 Riwayat Keluarga

Tidak Ada anggota keluarga yang mengalami sakit serupa.

3.3.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi

Tetangga tidak ada yang menderita keluhan seperti pasien .

3.3.3 Pemeriksaan Fisik:

Page 18: BAB I DBD

- Keadaan umum : Baik

- Kesadaran : Komposmentis

- TD : 100/90 mmHg

- Nadi : 66 x/menit

- RR : 27 x/menit

- Suhu : Hipertermi

- Kepala : Dalam batas normal

- Mulut : bibir kering (+), gusi berdarah (+).

- Leher : Dalam batas normal

- Thorax : Dalam batas normal

Cor : Dalam batas normal

- Abdomen : Nyeri tekan pada perut bagian kanan.

- Ektremitas : ditemukan Ptekie pada ke dua

ekstremitas

- Pemeriksaan Neurologis : -

Pemeriksaan Laboratorium

- Hb : 12,3 g/dl

- Ht : 53 %

- Leukosit : 2,9 ribu/uL

- Trombosit :

105 ribu/uL

89 ribu/uL

39 ribu/uL

50 ribu/uL

- Hb : 13,9 g/dl

Page 19: BAB I DBD

- Ht : 41.3 %

- Leukosit : 6,8 ribu/uL

- Trombosit : 66 ribu/uL

Diagnosis : DBD grade I.

3.3.4 Data Lingkungan

3.3.4.1 Tidak ada kasa ventilasi.

3.3.4.2 Lingkungan rumah bersih hanya berantakan saja.

3.3.4.3 Ada selokan air yang menggenang di depan rumah.

3.3.5 Data Perilaku

3.3.5.1 Tidak menggunakan kelambu saat tidur pada jam 10.00-11.00

siang atau jam 05.00-06.00 sore.

3.3.5.1 Ada tumpukan barang bekas seperti pot bunga dan botol yang

memungkinkan terisi genangan air.

3.3.5.2 Kurangnya menjaga kebersihan rumah seperti tidak

membersihkan lantai, tetap menyimpan makanan sisa di dalam

lemari.

Page 20: BAB I DBD

Tabel Checklist survei PHBS

NO Indikator Ya Tidak

Perilaku

1 Tidak Merokok V

2 Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan V

3 Memeriksakan kehamilan min 4 kali V

4 Olahraga teratur V

5 Menu gizi seimbang V

6 Mencuci tangan pakai sabun V

7 Menggosok gigi sebelum tidur V

8 Melakukan PSN V

9 Miran / Narkoba V

10 Penimbangan Balita V

Lingkungan

11 Ada jamban V

12 Ada air bersih V

13 Ada SPAL V

14 Ventilasi V

15 Rumah berlantai V

16 Ada tempat sampah V

Page 21: BAB I DBD

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 ANALISA PENYEBAB MASALAH

Analisis penyebab masalah demam berdarah menggunakan pendekatan HL Blum

sebagai berikut:

Tabel 4.1 Analisis HL Blum

Masalah Perilaku Lingkungan Pelayanan

Kesehatan

Genetik

Demam

Berdarah

- Banyak barang-barang

menumpuk di dalam

rumah

-Kamar mandi bersih

tetapi Jarang menguras

tempat penampungan

air

-Pencahayaan di

dalam rumah

kurang, jendelanya

tidak memenuhi

syarat (<10% dari

luas lantai rumah)

-Saluran

pembuangan air

limbah (SPAL)

menggenang

didepan rumah

- Tidak dipasang

Page 22: BAB I DBD

kawat kasa pada

ventilasi

Dari tabel di atas diperoleh faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi kejadian

demam berdarah dengue pada pasien antara lain:

4.1.1 Perilaku

Kebiasaan jarang menguras tempat penampungan air meningkatkan resiko

terjadinya penyakit DBD karena DBD hanya dapat ditularkan melalui nyamuk sehingga

dimungkinkan ada nyamuk yang berkembang biak dalam penampungan air.

4.1.2. Lingkungan

Pencahayaan didalam rumah yang kurang menyebabkan kelembaban yang tinggi,

kelembaban yang tinggi nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup dalam jangka

waktu yang lama. Keadaan ventilasi rumah yang tidak di tutupi kawat kasa akan

memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam rumah pada pagi hingga sore hari

4.1.3 Genetik

kasus DBD tidak berkaitan dengan hubungan genetic.

4.1.4 Pelayanan Kesehatan

Status pelayanan di Puskesmas Halmahera berkaitan DBD dilakukan dengan kegiatan PSN

dilakukan selama satu minggu sekali yaitu pada hari jum’at.

4.2 Alternatif Pemecahan Masalah

a. Memberikan edukasi melalui penyuluhan mengenai demam berdarah, mulai dari penyebab,

penularan, dan pencegahan.

b. Memotivasi keluarga untuk selalu membersihkan tempat penampungan air rutin minimal 2

kali seminggu.

Page 23: BAB I DBD

c. Memotivasi orang tua untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

4.3 Rencana Pelaksanaan Kegiatan

a. Penyuluhan mengenai DBD

b. Penyuluhan mengenai PHBS

Page 24: BAB I DBD

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Dari kegiatan yang telah dilakukan selama kunjungan home visit disimpulkan

pasien DBD, faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut adalah sebagai

berikut:

A. Masalah Lingkungan

1. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit DBD dan

pencegahannya.

2. Pencahayaan didalam rumah yang kurang menyebabkan kelembaban yang

tinggi, kelembaban yang tinggi nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan

hidup dalam jangka waktu yang lama. Keadaan ventilasi rumah yang tidak

di tutupi kawat kasa akan memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke

dalam rumah pada pagi hingga sore hari

B. Perilaku

Kebiasaan jarang menguras tempat penampungan air meningkatkan resiko

terjadinya penyakit DBD karena DBD hanya dapat ditularkan melalui nyamuk

sehingga dimungkinkan ada nyamuk yang berkembang biak dalam

penampungan air.

C. Masalah Pelayanan Kesehatan

1. Promotif:

Page 25: BAB I DBD

Manajemen Puskesmas sudah secara berkala melakukan PSN (Pemberantasan

sarang nyamuk), dan pemantauan jentik setiap hari jumat. Pelaksanaan

penyelidikan epidemiologi dan fogging jika terjadi kasus dengan tujuan

memutus rantai penularan.

2. Preventif:

Kurangnya keaktifan keluarga dalam melaksanakan 3M (menutup, mengubur,

menguras tempat-tempat penampungan air) dan kegiatan pemberantasan

sarang nyamuk (PSN) lainnya.

Berdasarkan analisa masalah yang didapatkan masih ada kasus DBD karena

kurangnya kesadaran masyarakat dalam melakukan pencegahan penyakit DBD.

SARAN

1. Untuk keluarga

Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit DBD beserta gejala,

pengobatan dan pencegahannya, terutama melakukan 3M 1minggu sekali tiap

hari jumat.

Memotivasi keluarga untuk meningkatkan komsumsi makanan yang bergizi.

Memotivasi keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal

serta melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk.

2. Untuk Puskesmas

Pemantauan pelaksanaan secara berkala kegiatan PSN oleh kader

kesehatan pada kegiatan kerja bakti di lingkungan.

Pemberian bubuk abate secara rutin kepada masyarakat melalui ketua

RT setempat dan kader kesehatan.

Page 26: BAB I DBD

Penanaman pohon pengusir jentik di lingkungan rumah pada saat

diadakan kerja bakti.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2011, Profil Kesehatan Kota Semarang 2011, Semarang,

Jawa Tengah

Fathi, dkk, 2005, Peran Faktor Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Penularan Demam

Berdarah Dengue Di Kota Mataram, dalam “Jurnal Kesehatan Lingkungan, No.1,

Vol.2, 2005”

Ferri, A., 2009, Gambaran Pasien Demam Berdarah Dengue Di Bangsal Anak,

dalam “Dexa Medica Journal No. 2, Vol. 19”

Karimah, M., 2009, Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam

Berdarah Dengue, Medicinus Journal, No.1, Vol. 22

Puskesmas banget Ayu, 2011, Data Kasus DBD puskesmas Banget Ayu, Semarang, Jawa

Tengah

Puskesmas banget Ayu, 2012, Data Kasus DBD puskesmas Banget Ayu, Semarang, Jawa

Tengah.

Soegijanto, S., 2004, Demam Berdarah Dengue, Airlangga University Press, Surabaya

Page 27: BAB I DBD

LAMPIRAN

foto

foto

foto