bab 2 guru pendidikan agama islam (pai) memberdayakan...

13
Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 10 Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa Secara ideal, sekolah seharusnya berperan sebagai Pusat Pembangunan Masyarakat (Sosial Development Center) seperti yang telah dilaksanakan sebelumnya oleh Pesantren di Indonesia. Namun peran ideal dari sekolah seperti itu, hingga sekarang, dalam era desentralisasi manajemen pendidikan, masih merupakan suatu harapan, belum terlaksana. Mengapa? Mungkin karena Pemerintah belum mau melepaskan proses pengembangan kurikulum, yang seharusnya dilakukan oleh guru di sekolah, hingga saat ini masih terpusat? Apakah desentralisasi manajemen pendidikan dengan prinsip MBS telah terlaksana secara konsisten? Namun kesadaran akan fakta-fakta empiris bahwa peningkatan mutu pendidikan terjadi di sekolah, yang dilaksanakan oleh guru profesional, maka MBS harus terlaksana. Dimulai dengan proses pengembangan kurikulum sekolah (KTSP) yang ditetapkan pada pasal 38 ayat (2), harus dilakukan oleh guru-guru. Dengan demikian guru-guru dapat menetapkan tujuan, materi, proses dan evaluasi pembelajaran sesuai tuntutan masyarakat, sehingga sekolah dapat berperan sebagai Pusat Pembangun Masyarakat, khususnya sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa yang merupakan pondasi Pembangunan Nasional. Siapa yang harus berperan dalam memberdayakan sekolah sebagai Pusat Pembangun Karakter Bangsa? Jawabannya adalah guru-guru dalam koordinasi kepala sekolah. Artinya semua guru-guru disekolah harus dapat melaksanakan pendidikan berkarakter. Selama ini guru-guru umum dan kejuruan merasa bahwa tanggung jawabnya adalah membangun keilmuan dan kejuruan siswa-siswanya, sedangkan pendidikan karakter adalah tanggung jawab guru PAI. Pandangan inilah yang harus diubah, karena dalam era kurikulum berbasis kompetensi, semua guru adalah pendidik karakter dalam ilmu dan kejuruan yang diampunya. Pendidikan Berbasis Kompetensi harus dapat membangun lulusannya dengan cerdas, kompetitif, produktif dan berkarakter. Dalam hal ini peran guru PAI menjadi kunci, yaitu mengubah peran guru-guru umum dan guru-guru kejuruan menjadi guru ibadah dalam bidang keilmuannya dan kejuruannya masing-masing.

Upload: truongduong

Post on 27-Jul-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 10

Bab 2

Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Memberdayakan Sekolah

Sebagai

Pusat Pembangunan Karakter Bangsa

Secara ideal, sekolah seharusnya berperan sebagai Pusat Pembangunan Masyarakat

(Sosial Development Center) seperti yang telah dilaksanakan sebelumnya oleh Pesantren

di Indonesia. Namun peran ideal dari sekolah seperti itu, hingga sekarang, dalam era

desentralisasi manajemen pendidikan, masih merupakan suatu harapan, belum

terlaksana. Mengapa? Mungkin karena Pemerintah belum mau melepaskan proses

pengembangan kurikulum, yang seharusnya dilakukan oleh guru di sekolah, hingga saat

ini masih terpusat? Apakah desentralisasi manajemen pendidikan dengan prinsip MBS

telah terlaksana secara konsisten?

Namun kesadaran akan fakta-fakta empiris bahwa peningkatan mutu pendidikan terjadi

di sekolah, yang dilaksanakan oleh guru profesional, maka MBS harus terlaksana.

Dimulai dengan proses pengembangan kurikulum sekolah (KTSP) yang ditetapkan pada

pasal 38 ayat (2), harus dilakukan oleh guru-guru. Dengan demikian guru-guru dapat

menetapkan tujuan, materi, proses dan evaluasi pembelajaran sesuai tuntutan

masyarakat, sehingga sekolah dapat berperan sebagai Pusat Pembangun Masyarakat,

khususnya sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa yang merupakan pondasi

Pembangunan Nasional.

Siapa yang harus berperan dalam memberdayakan sekolah sebagai Pusat Pembangun

Karakter Bangsa? Jawabannya adalah guru-guru dalam koordinasi kepala sekolah.

Artinya semua guru-guru disekolah harus dapat melaksanakan pendidikan berkarakter.

Selama ini guru-guru umum dan kejuruan merasa bahwa tanggung jawabnya adalah

membangun keilmuan dan kejuruan siswa-siswanya, sedangkan pendidikan karakter

adalah tanggung jawab guru PAI. Pandangan inilah yang harus diubah, karena dalam era

kurikulum berbasis kompetensi, semua guru adalah pendidik karakter dalam ilmu dan

kejuruan yang diampunya.

Pendidikan Berbasis Kompetensi harus dapat membangun lulusannya dengan cerdas,

kompetitif, produktif dan berkarakter. Dalam hal ini peran guru PAI menjadi kunci, yaitu

mengubah peran guru-guru umum dan guru-guru kejuruan menjadi guru ibadah dalam

bidang keilmuannya dan kejuruannya masing-masing.

Page 2: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 11

2.1 Peran Guru PAI Sebagai Pewaris Rasul Muhammad Saw, Menyempurnakan

Akhlak

Guru adalah sosok orang yang berilmu sehingga dapat disebut sosok “ulama”.

Guru adalah pendidik yang segala ucapannya layak untuk “digugu” dalam arti dipatuhi

oleh peserta didik dan diikuti oleh masyarakat lingkungannya dan perilakunya patut

“ditiru”. Guru merupakan pemimpin informal di sekolah/madrasah dan juga di

masyarakat sebagai sosok “teladan”.

Kepada siapa para Guru harus berguru? Siapa sosok teladan yang harus

diteladani Guru? Allah Swt berfirman, yang artinya : “Sesungguhnya telah ada pada

(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap

(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” [QS. Al-

Ahzab(33): 21].

Artinya bahwa sungguh banyak contoh-contoh yang baik pada diri Rasulullah

Muhammad Saw yang harus ditiru oleh umatnya. Apa yang diucapkan Rasul harus

digugu dan segala perilaku Rasul harus ditiru oleh umatnya, maka Rasulullah merupakan

“Guru” bagi umatnya dan khususnya bagi Guru-Guru. Mengapa? Karena Guru sebagai

ulama merupakan pewaris Nabi, pewaris Rasulullah Muhammad Saw, yang harus

melanjutkan tugas-tugas Rasul. Apa sebenarnya tugas utama Rasulullah Muhammad

Saw?

Rasulullah Muhammad Saw bersabda, yang artinya : ”Sesungguhnya aku di utus

untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R. Muslim dan ahmad)

Oleh karena itu Guru sebagai “ulama pewaris Nabi” harus melanjutkan

perjuangan Nabi yaitu menyempurnakan akhlak bangsa, khususnya akhlak generasi

muda.

Artinya, semua Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, harus

dapat membangun karakter peserta didik. Pada saat ini ada pemahaman keliru bahwa

Guru yang bertanggung jawab dalam membangun karakter atau akhlak mulia peserta

didik hanyalah Guru PAI (Pendidikan Agama Islam).

2.2 Guru adalah Pendidik Pembangun Karakter Generasi Muda

Mengapa semua Guru harus menjadi pendidik karakter? Karena Allah Swt

berfirman, yang artinya : ”Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka beribadah kepada Ku”. [QS.Adz-Dzariyat(51): 56]

Berdasarkan ayat ini, tugas Guru di lembaga pendidikan dasar dan menengah

adalah membangun mereka menjadi “abdi Allah” atau hamba Allah Swt, bukan

Page 3: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 12

menjadikan lulusan menjadi “calon-calon ahli dalam suatu disiplin ilmu” tertentu,

melainkan membangun mereka menjadi “ahli ibadah”.

Bagaimana profil seorang hamba Allah, lulusan pendidikan dasar dan

menengah? Sosok hamba Allah yang Rahman (ibadurrahman) digambarkan dalam

firmanNya sebagai seorang yang rendah hati, tidak sombong, suka shalat malam, tidak

boros dan tidak kikir, tidak menyeketukan Allah, tidak membunuh, tidak berzina, kalau

berbuat kesalahan cepat bertobat, tidak bersumpah palsu, sensitif terhadap bila

diperingati dengan firmanNya, selalu berdo’a, sabar, sehingga mendapatkan hadiah

syurga [Qs Al Furqon (23): 63-74]. Bukankah seorang ahli ibadah berakhlak mulia? Atau

berkarakter?

Bagaimana caranya agar semua Guru menjadi pendidik karakter? Pada saat ini

kita mengenal Guru Fisika, Guru Matematika, Guru Agama Islam, Guru Bahasa, Guru IPS

dsbnya. Bagaimana caranya agar Guru-Guru tersebut dapat menjadikan lulusan dari

sekolahnya menjadi hamba Allah yang Rahman (abdullah/abdurrahman) yang berakhlak

mulia?

Reformasi pendidikan yang dirumuskan dalam Undang-undang No 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas Tahun 2003) mengubah Kurikulum

Mata Pelajaran (Subject-matter Curriculum) yang bertujuan menyiapkan lulusan sebagai

calon ilmuwan, menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competence-based

Curriculum) atau KBK yang bertujuan membangun lulusan memiliki kompetensi.

Apa arti kompetensi?

Kompetensi adalah keseluruhan pengetahuan, nilai dan sikap, yang dapat

direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Atau kompetensi adalah

keseluruhan ilmu atau knowledge (kognitif), iman atau attitude (afektif) dan amal atau

skill (motorik). Pendidikan berbasis kompetensi pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah bertujuan membangun manusia seutuhnya, manusia yang berpribadi integral

(integrated personality). Pendidikan berbasis kompetensi membangun manusia untuk

memiliki ilmu yang ada di kepalanya (Head), membangun sistem nilai yang ada di

hatinya (Heart), baik nilai-nilai sosial maupun nilai-nilai spiritual, dan juga meningkatkan

kecakapan fisiknya (Hand). Pendidikan berbasis kompetensi membangun lulusan

sebagai sosok yang satu kesatuan antara niat, ucapan dan perbuatan, bukan manusia

munafik pengikut jalan syetan, sesuai firmanNya, yang artinya : “Hai orang-orang yang

beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut

langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.[Qs Al

Baqarah (2): 208]

Ayat ini merupakan landasan teologis KBK atau pendidikan berbasis kompetensi

yang bertujuan membangun manusia seutuhnya, sebagai sosok muslim yang

Page 4: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 13

menyeluruh (kaaffah), yaitu keseluruhan dari ucapannya (ilmu/kognitif) nilai dan

sikapnya (iman/afektif) serta perbuatannya (amal/motorik).

Contohnya seorang Guru fisika di SMA harus dapat membelajarkan peserta

didiknya untuk dapat memiliki ilmu fisika (Kompetensi inti-3) yang dapat dia gunakan

dalam kehidupan (kompetensi inti-4) dengan penuh manfaat bagi masyarakat dan

dirinya (kompetensi inti-2) berdasarkan nilai-nilai keimanannya kepada Allah Swt

(Kompetensi inti-1). Dengan demikian, bukankah peserta didik tersebut melakukan amal

saleh atau beribadah dengan menggunakan ilmu fisika? Bukankah peserta didik tersebut

belajar dan berlatih untuk berakhlak mulia ?

Bukankah Guru fisika tersebut telah membelajarkan peserta didik untuk menjadi

ahli ibadah yang berkarakter ?. Maka Guru fisika tersebut telah membelajarkan peserta

didik untuk menjadi ahli ibadah yang berkarakter? Maka Guru fisika dalam pendidikan

berbasis kompetensi dapat disebut sebagai:

Guru ibadah spesialis ilmu fisika ?

Guru agama spesialis ilmu fisika ?

Guru fisika pendidik karakter ?

Guru karakter spesialis fisika ?

Apapun istilahnya, Guru fisika tersebut telah menjadi Guru pendidik pembangun

karakter bangsa khususnya generasi muda, dengan menggunakan Ilmu Fisika.

Demikian juga Guru-Guru kejuruan di SMK diharapkan dapat mengubah

tujuannya dari yang menjadikan lulusan SMK sebagai teknisi menjadi seorang yang “Ahli

Ibadah”.

Dengan melaksanakan pendidikan berbasis kompetensi seorang Guru otomotif

di SMK akan membelajarkan peserta didiknya memiliki teknik otomotif (kompetensi inti-

3), dapat menggunakannya dalam pekerjaan (kompetensi inti-4) dengan penuh manfaat

bagi masyarakat pelanggannya (kompetensi inti-2) berdasarkan nilai-nilai keimanan

kepada Allah Swt (kompetensi inti-1).

Dengan demikian bukankah Guru otomotif tersebut telah membangun lulusan

SMK sebagai ahli ibadah yang berkarakter ? Maka Guru kejuruan di SMK pun merupakan

pendidik pembangun karakter bangsa.

Guru PAI saat ini adalah Guru mata pelajaran Al Qur’an–Hadits, Tarikh dan SKI

(Sejarah Kebudayaan Islam), Aqidah dan Keimanan, Fiqih-Ibadah dan mata pelajaran

Akhlak. Pola pembelajaran berbasis mata pelajaran atau subject matter (materi

pelajaran) cenderung menghasilkan lulusan yang hanya hafal pengetahuan, belum

mampu mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan dengan shaleh.

Page 5: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 14

Dalam konteks pendidikan berbasis kompetensi, kita bertanya kemampuan apa yang

harus dimiliki oleh lulusan sekolah setelah belajar PAI? Allah SWT berfirman, yang

artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

beribadah kepada-Ku”. [Qs Adz Dzariyat (51):56].

Oleh karena itu, kemampuan yang harus diperoleh lulusan pendidikan dasar dan

menengah sebagai hasil pembelajaran PAI adalah kemampuan ibadah. Dengan demikian

PAI yang Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah akan bertujuan membangun akhlak

mulia.

Bagaimana mengintegrasikan kelima mata pelajaran yang ada sekarang menjadi Tema

Ibadah, dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Gambar 2.1 : PAI Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah

Berdasarkan gambar tersebut, maka kompetensi ibadah - misalnya Shalat -

dapat dirumuskan sebagai:

Pemilikan ilmu tentang ibadah shalat yang diambil dari Al-Qur’an-Hadits, Fiqih

dan Tarikh, (Kognitif)

Dapat mengerjakan shalat dengan khusyu, berdasarkan nilai-nilai keimanan,

(Afektif) dan

Dapat mengimplementasikan nilai-nilai shalat dalam kehidupan sehari-hari

dalam bentuk akhlak mulia (Motorik)

Hasilnya adalah Muslim yang Kaaffah [Qs.Al-Baqarah(2): 208]

Karena dalam pembelajaran shalat: 1) Siswa berlatih shalat dengan khusyu,

artinya siswa memahami arti dari apa yang diikrarkannya dalam shalat, diyakininya

dalam hati, dan kemudian dilatihkan dalam amalan, kegiatan sehari-hari, sehingga 2)

Page 6: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 15

Siswa tersebut belajar mendirikan shalat, yang akan menghasilkan perilaku akhlak mulia

dengan tidak berbuat keji antar manusia dan ingkar dari aturan Allah. [Qs Al- Ankabut

(29): 45].

2.3 Bagaimana Rasulullah Muhammad Saw Membangun Akhlak Mulia (Karakter)

Umatnya?

Rasulullah Saw memerintahkan umatnya untuk mendidik anak-anak shalat sejak

usia 7 Tahun. Mengapa shalat begitu penting? Rasulullah Saw bersabda, yang artinya :

”Yang pertama kali ditanya kepada seorang hamba pada hari kiamat adalah perhatian

kepada shalatnya. Jika shalatnya baik, dia akan beruntung. Dan jika shalatnya rusak, dia

akan gagal dan merugi. (HR Tabrani, Tirmidzi dan An Nasa-i)

Kesimpulan dari hadits tersebut adalah bahwa shalat yang baik adalah shalat yang

bermanfaat bagi diri sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Shalat yang baik, juga

akan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya, karena shalat yang didirikan

harus ditindak lanjuti dengan perilaku akhlak mulia, yaitu tidak berbuat keji dan tidak

ingkar pada perintah Allah Swt, sesuai firmanNya, yang artinya : “Bacalah kitab (Al

Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan dirikanlah shalat.

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan

mengingat Allah (shalat) itu lebih besar keutamaannya. Dan Allah mengetahui apa-apa

yang kamu kerjakan. [Qs. Al-Ankabut (29): 45).

Bagaimana cara mendirikan shalat, atau melaksanakan shalat dengan baik dan benar

itu? Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Shalatlah kalian sebagaimana kalian

melihat aku shalat.” (H.R. Bukhari).

Kita harus mempelajari bagaimana Rasulullah Muhammad Saw shalat, mulai dari

gerakan, ucapan, pemahaman akan apa-apa yang diucapkan dalam shalat untuk

diyakinkan dalam hati, dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk

akhlak mulia, yang berdampak rahmatan lil’alamin.

Kita harus mempelajari shalat Rasul secara komprehensif, karena shalat merupakan

tiang agama. Apabila “shalatnya tegak berdiri, maka tegaklah agamanya, apabila

shalatnya runtuh, runtuhlah agamanya”. Artinya apabila setiap umat muslim di

Indonesia “mendirikan shalat”, tidak hanya melakukannya, maka akan terbangun

karakter (akhlak mulia) bangsa, yang akan menjadi pondasi bagi pembangunan ekonomi

nasional yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Ibadah shalat yang merupakan ibadah yang utama dan pertama kali dihisab pada hari

perhitungan, dapat dijadikan pembelajaran PAI berbasis kompetensi bertema ibadah

bertujuan membangun karakter (akhlak mulia) generasi muda, dan menghilangkan

pemeo STMJ yaitu shalat terus maksiat jalan. Dengan demikian sesuai dengan perintah

Page 7: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 16

Rasulullah Saw didiklah siswa SD dengan kemampuan shalat khusyu’. Mengapa harus

belajar shalat khusyu’?

Karena dengan shalat khusyu, Allah Swt berjanji akan memasukkan orang-orang

mukmin kedalam kelompok orang yang beruntung sesuai firmanNya, yang artinya :

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang

khusyu' dalam shalatnya” *Qs Al Mu’minun (23): 1-2]

Bagaimanakah shalat yang khusyu’ itu?

Pertama,shalat yang khusyu’ adalah shalat yang dilakukan dengan penuh konsentrasi.

Dalam bahasa Indonesia khusyu’ adalah konsentrasi, maka shalat yang khusyu’ adalah

shalat yang dilakukan dengan penuh konsentrasi. Semua indra difokuskan hanya kepada

Allah Swt yang merupakan satu-satunya tuhan yang wajib dan berhak disembah oleh

manusia. Demikian juga pikiran, hati dan fisik jasmaniah, hanya ditujukan pada Allah

Swt, oleh karena itu apa yang diucapkan dalam shalat harus difahami, dimengerti dan

diyakini oleh hati, meskipun ducapkan dalam bahasa Arab. Belajar shalat khusyu’

merupakan pendidikan yang pertama dan utama dalam kehidupan.

Shalat yang khusyu’ adalah shalat yang dilakukan dengan konsentrasi dan ditindaklanjuti

dengan perilaku ahlak mulia, sesuai dengan firmanNya, yang artinya : “dan orang-orang

yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna” [Qs Al

Mu’minun (23): 3+.

Setelah shalat khusyu’, siswa SD (anak usia 7 tahun) harus dilatih untuk tidak berbuat

yang sia-sia atau tidak berguna. Dengan kata lain mereka dilatih untuk berperilaku atau

berkarakter baik. Mereka juga dilatih untuk senang memberi, khususnya kepada kaum

dhu’afa, dengan berzakat sesuai firmanNya, yang artinya : ”dan orang-orang yang

menunaikan zakat” *Qs Al Mu’minun (23): 4+.

Berilah pemahaman bahwa berzina dan LGBT merupakan perbuatan yang melampaui

batas, melanggar larangan Allah Swt dan merupakan perbuatan dosa besar, sesuai

dengan firmanNya, yang artinya: “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya “ [Qs

Al Mu’minun (23): 5+

Mereka juga harus dilatih untuk “amanah” dan menepati janji-janji, karena janji adalah

“hutang”, sesuai dengan firmanNya, yang artinya : “dan orang-orang yang memelihara

amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya” *Qs Al Mu’minun (23): 8+.

Mereka harus dilatih untuk belajar “memelihara shalat”nya. Apa maksudnya? Mereka

berlatih mengamalkan semua ucapannya dalam shalatnya, sesuai dengan firmanNya,

yang artinya : “dan orang-orang yang memelihara shalatnya” *Qs Al Mu’minun (23): 9+.

Page 8: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 17

Inilah yang disebut dengan belajar “mendirikan shalat”, yaitu belajar shalat dengan

khusyu’ dan berlatih mengamalkannya dalam kehidupan dalam bentuk akhlak mulia,

yang dijanjikan Allah Swt untuk menjadi pewaris syurga firdaus dan kekal di dalamnya,

sesuai dengan firmanNya, yang artinya : “mereka Itulah orang-orang yang akan

mewarisi,(yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya” [Qs Al

Mu’minun (23): 10-11].

Surat Al Mu’minun (23) ayat 1 s/d 11 merupakan penjelasan dari surat Al Ankabut (29)

ayat 45, bahwa perintah menegakkan shalat itu ditindak lanjuti dengan perilaku kita

sehari-hari dalam kehidupan yaitu tidak boleh berbuat keji dan mungkar.

Dapat kita simpulkan bahwa:

Pertama, shalat khusyu’ adalah shalat yang dilaksanakan dengan penuh konsentrasi,

berpusat pada penyembahan dan pengabdian manusia sebagai mahlukNya kepada Allah

Swt, dengan melibatkan jiwa dan raga secara totalitas (integral) dan kemudian

diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk ahlak mulia.

Kedua, melaksanakan shalat dengan khusyu’ dapat disebut juga sebagai mendirikan

shalat, karena mereka yang mendirikan shalat adalah mereka yang mengerjakan shalat

dan sesudah shalat harus ditindak lanjuti dengan pelaksanaannya dalam kehidupan

yaitu menahan diri untuk tidak berbuat keji serta tidak berbuat yang dilarang oleh Allah

Swt (mungkar), sesuai dengan firmanNya dalam Qs Al Ankabut (29): 45. Ayat ini

menegaskan bahwa mendirikan shalat terkait langsung dengan perilaku ahlak mulia.

Orang mendirikan shalat adalah mereka yang melaksanakan shalat dengan khusyu’ dan

memelihara shalatnya dalam kehidupan dalam bentuk perilaku akhlak mulia.

Ketiga, bukankah mendidik siswa shalat dengan berpedoman pada Al Qur’an *Qs Al

Mu’minun (23) : 1 – 11] merupakan pendidikan berbasis kompetensi yang meng

Integrasikan ilmu, iman dan amal ?

2.4 Pola Pendidikan Sunda Berdimensi Karakter

Di wilayah Priangan tempat kelahiran penulis Garut, ada istilah “Jalmi masagi”

yaitu orang – orang “lega Elmu” dapat diartikan orang tersebut memiliki ilmu yang luas

dan “gede amalna” dapat diartikan banyak amalnya. “Amal” di wilayah priangan

memiliki Konotasi, arti yang tersirat di dalamnya bahwa perbuatan nya itu ikhlas,

dilakukan semata – mata karena pengabdiannya kepada Allah Swt. “ Gede Amalna”

dapat diartikan bahwa ilmu yang banyak bila digunakan dalam kehidupan akan

membuahkan “Amal yang besar dan ikhlas”.

Dengan demikian “Jalmi masagi” atau “Jalmi pasagi adalah orang yang banyak ilmunya,

dimana digunakannya dalam kehidupan sehari hari dengan Ikhlas.

Page 9: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 18

Dilihat dari sudut pendidikan maka “Jalmi masagi atau Jalmi pasagi “ adalah profil hasil

pendidikan seutuhnya yang meng Intergrasikan ketiga domain pendidikan, yaitu domain

kognitif (Ilmu) domain motorik (aplikasi ilmu dalam kehidupan) dan domain afektif (nilai

ikhlas).

Budaya luhur masyarakat Priangan ini diduga berdasarkan pada nilai – nilai

keimanan yang diperoleh dari Al quran ada istilah “Jalmi masagi” atau “Jalmi pasagi” ?

Masagi atau pasagi secara kongkrit adalah bentuk balok atau kubus yang memiliki tiga

dimensi, yaitu panjang , lebar dan tinggi. Maka apabila kita analogikan panjang menjadi

domain kognitif, dimensi lebar menjadi domain motorik, dan dimensi tinggi menjadi

domain afektif maka jalmi masagi akan “berahlak “persegi” yaitu panjang (p) lebar (l)

dan kali tinggi (t), yang dapat digambarkan dalam bagan berikut :

Bagan 1.2 : Jalmi “masagi” atau “pasagi

Perkalian p x l x t menghasilkan Volume atau isi, maka hasil ilmu (p) yang diamalkan (l)

dalam iman kepada Nya (t) akan memperoleh sesuatu sesuai isi kubus tersebut, yaitu

rizki yang barakah (halal dan bermanfaat).

Analisis “Jalmi Masagi”

Konsep pendidikan masyarakat Sunda yang bertujuan membangun “orang-orang

yang luas ilmu nya dan ilmunya tersebut digunakan dalam kehidupan dengan ikhlas

(amal salih)” merupakan nilai budaya luhur pendidikan Sunda. Atau dapat disebut

sebagai konsep “atikan Sunda” (konsep pendidikan Sunda).

Mengapa menggunakan istilah “lega elmuna” (luas ilmu nya) ?

Istilah luas memiliki dimensi panjang dan dimensi lebar. Luas adalah panjang (p)

kali lebar (l). Apabila dimensi panjang dianalogikan sebagai domain kognitif (ilmu) dan

dimensi lebar dianalogikan sebagai metode atau proses, maka dapat diartikan seorang

“Jalmi masagi” memiliki ilmu yang luas karena ia berusaha menguasai dan memiliki

ilmu, melalui self learning.

(t)

(p)

(L)

Page 10: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 19

Karena secara teologis prinsip penguasaan dan pemilikan ilmu berdasarkan pada firman

Allah Swt yang artinya : “tiada seseorang memperoleh sesuatu kecuali apa yang

diupayakannya (sendiri)” *Qs An Najm (53): 39+.

Jadi “Jalmi masagi” belajar sendiri menguasai dan memiliki ilmu dengan aktif,

dan dikenal di Pesantren dengan “metode Sorogan” yaitu santri mempelajari bahan ajar

yang ingin dikuasainya, dan kemudian di evaluasi kebenaran hasilnya bersama Kiyai atau

Ustadz nya. Metode Sorogan menggambarkan betapa tingginya budaya Pesantren

dalam dunia pendidikan, karena sebenarnya “ilmu tidak dapat di transfer”. Artinya Ilmu

(konsep – konsep ilmu) yang dimiliki seorang Guru tidak dapat ditransfer dari “kepala”

Guru kepada “kepala” siswa.

Dengan demikian metode sorogan termasuk pada pemahaman para

konstruktivis, yaitu konsep – konsep keilmuan (scientific knowledge) hanya dapat

dimiliki siswa dengan self learning (belajar sendiri), self exploration (belajar dengan

mengeksplorasi) dan self evalution (belajar mengevaluasi keberhasilan belajar oleh diri

sendiri) dan apabila yakin telah memperoleh sesuatu, barulah dikonfirmasikan kepada

guru nya, melalui “sorogan”. Dengan belajar aktif melalui “Sorogan” para santri akan

memiliki ilmu yang luas.

Pola belajar dengan metoda ilmiah, ada dalam Al Quran [Qs Al Alaq (96): 3 - 5],

rupanya para Kiyai zaman dahulu telah menggunakannya.

Pemilikan Ilmu yang luas tidak akan ada manfaatnya tanpa diamalkan dalam

kehidupan berdasarkan nilai – nilai keimanan. Oleh karena itu para Kiyai Pesantren di

tatar Pasundan mengarahkan para santrinya kepada “jalmi masagi”. Mengapa ?

Karena yang dapat menghindarkan diri seseorang dari azab nereka adalah “amal

salih” yaitu perbuatan yang berisikan nilai – nilai keimanan yang merupakan pengabdian

dirinya kepada Allah Swt [Qs. Adz Zariyat (51) : 56]. Seperti firmanNya, yang artinya :

“Sungguh telah Aku ciptakan manusia dengan bentuk yang sempurna. Selanjutnya Aku

masukkan semuanya ke tempat yang paling rendah (neraka). Kecuali orang – orang

yang beriman dan beramal salih kepadanya diberikan pahala yang terus menerus “ [Qs

At Tin (95): 4-6]

Rentetan ayat tersebut merupakan salah satu firmanNya yang menekankan pada

perbuatan yang dilandasi oleh nilai iman (amal salih) atau akhlak mulia. Ilmu yang

banyak dan digunakan dalam kehidupan dengan ikhlas, akan berdampak pada

penyebaran rahmatan lil alamin. Maka kepada mereka Allah Swt berjanji akan

meningkatkan derajatnya [Qs Al Mujaadillah (58): 11]

Pola pendidikan yang membangun lulusan yang “masagi” adalah pola

pendidikan “Ar Rafi” yang telah diimplementasikan di Perguruan Ar Rafi Bandung sejak

Page 11: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 20

Tahun 2004. Bukankah “Atikan Sunda” (pendidikan Sunda) yang bertujuan membangun

“jalmi masagi” merupakan pola pendidikan untuk membangun manusia “unggul” ?

Bukankah pola pendidikan berbasis kompetensi bertujuan memberdayakan

lulusan yang dijanjikan Allah SWT untuk menjadi manusia yang diunggulkan ?

2.5 Pendidikan Karakter Di Indonesia

2.5.1 Pengertian Karakter

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta mendefinisikan karakter sbb:

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk

hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap

mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. (Kemendiknas,

Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2009)

Dengan demikian karakter seseorang merupakan perilaku orang tersebut dalam

berpikir, berbicara, bersikap dan bertindak, yang dilandasi oleh nilai-nilai yang ada

dalam sistem nilainya (value system), baik nilai personal, nilai sosial maupun nilai-nilai

ketuhanan.

Ditinjau dari sudut performansi (unjuk kerja), baik verbal performance,

attitudinal performance dan physical performance, maka karakter dapat di definisikan

secara sederhana sebagai cara berpikir dan berbicara, bersikap dan bertindak

berdasarkan sistem nilai yang dimilikinya. Dengan demikian karakter dapat disamakan

dengan ahlak mulia, perbedaannya terletak pada perjanjian si pelaku dengan tuhannya.

Ahlak mulia merupakan karakter yang baik dari umat muslim, karena ia punya perjanjian

(aqidah) dengan Allah Swt Sang Pencipta (Holik). Nilai-nilai personal dan sosial dan

spiritual umat muslim dilandasi oleh nilai-nilai keimanannya kepada Allah Swt.

Sedangkan karakter yang baik berlandaskan kepada nilai-nilai personal, sosial dan

spiritual yang bersifat universal.

Implementasi pembelajaran yang mencerdaskan emosional-spiritual pada

umumnya merupakan pelatihan untuk membiasakan kebenaran dalam kehidupan

sehari-hari, sehingga selalu terkait dengan kecerdasan kinestetis (perbuatan). Artinya

kecakapan bersikap yang dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan lebih mudah dijelaskan

dalam suatu tindakan atau perbuatan (motorik), yang di dalam masyarakat muslim

dikenal dengan istilah amal salih. Amal adalah perbuatan atau tindakan, sedangkan salih

adalah nilai dan sikap orang yang berbuat amal tersebut, yaitu nilai-nilai keikhlasan.

Dengan kata lain, perbuatan tersebut dilaksanakan bukan termotivasi oleh sesuatu

manfaat fisik material (motivasi ekstrinsik), melainkan hanya karena perintah Allah Swt,

dengan berharap akan keridho’anNya (motivasi intrinsik).

Page 12: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 21

Dengan demikian, bukankah pola pendidikan Pasundan juga berbasis kompetensi yang

meng Integrasikan ilmu, iman dan amal dengan tujuan membangun lulusan “masagi” ?

2.5.2 Pengertian Pendidikan Karakter

Tujuan dari pendidikan di sekolah dan madrasah sangat tergantung pada

kurikulum yang digunakannya.

Sebelum reformasi pendidikan, sekolah dan madrasah menggunakan kurikulum

mata pelajaran yang bertujuan untuk menyiapkan lulusannya sebagai calon – calon ahli

dalam suatu disiplin ilmu. Fokusnya adalah menguasai konsep – konsep keilmuan dasar

yang merupakan pondasi dalam keahlian ilmu tersebut. Dalam pendidikan seperti ini

dimensi karakter kurang ditekankan. Boleh dikatakan sebagai pendidikan yang “tidak

atau kurang” berdimensi karakter. Setelah reformasi, pendidikan diarahkan kepada

kompetensi lulusan yang meng-intregrasikan ketiga domain, yaitu kognitif (ilmu) afektif

(nilai dan sikap) dan motorik (perilaku, tindakan).

Pendidikan berbasis kompetensi tidak berfokus pada keilmuan semata – mata

melainkan kepada ketiga domain secara proposional sehingga aplikasi ilmu dalam

kehidupan sosial merupakan latihan karakter.

Dengan demikian yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah pendidikan

yang berdimensi berkarakter.

Yang bagaimanakah pendidikan yang berkarakter ?

Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang mencerdaskan, kreatif,

kompetitif, produktif dan berkarakter.

2.6 Peran Guru PAI dalam Memberdayakan Sekolah sebagai Pusat Pembangunan

Karakter Bangsa

Para guru PAI dapat membangun kesadaran guru-guru umum dan kejuruan bahwa

membelajarkan siswa-siswanya untuk menguasai ilmu dan teknologi tanpa

pengamalannya dalam kehidupan dengan kebermanfaatan bagi dirinya dan masyarakat

dan berintikan nilai-nilai keimanan atau aqidah, belum memenuhi perintah Allah Swt.

Artinya, belum dapat disebut sebagai ibadah kepadaNya, karena hanya akan

membangun siswa yang tidak satu kesatuan antara ucapan, tindakan dan niatnya dalam

hatinya. Bukankah pembelajaran seperti itu hanya akan membangun lulusan yang tidak

memiliki pribadi integral? Naudzu billahi mindzalik.

Yakinkanlah kepada Guru-Guru umum dan kejuruan bahwa tujuan pembelajaran

dalam bidang keilmuan dan teknologi apapun adalah membangun lulusan ahli ibadah

[Qs Ad Zariyat (51):56] calon pemimpin [Qs Al BAqarah (2): 30] masa depan.

Page 13: Bab 2 Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Memberdayakan ...mysch.id/cms/file/97919343Bab2f.PerandanFungsiGuruPAIF.pdf · Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 22

Inilah yang disebut dengan pendidikan berbasis kompetensi yang berlandaskan pada UU

Sisdiknas Tahun 2003. Jadi pendidikan berbasis kompetensi membelajarkan siswa untuk

menguasai dan memiliki ilmu pengetahuan dan atau teknologi (KI-3) melatih siswa

untuk mengamalkannya dalam kehidupan (KI-4) yang bermanfaat bagi masyarakat (KI-2)

sebagai pengabdian kepada Allah Swt (KI-1). Bila semua guru melaksanakan pendidikan

berbasis kompetensi secara konsisten, bukankah mereka membelajarkan siswa untuk

beribadah kepada-Nya? Bukankah semua guru menjadi pendidik karakter?

Apabila semua guru menjadi pendidik karakter maka sekolah akan menjadi Pusat

Pembangunan Karakter Bangsa. Inilah tugas utama Guru PAI sebagai khalifatullah.

Disamping itu Guru PAI dapat meminta bantuan guru-guru umum dan kejuruan

untuk bersama-sama mendidik siswanya belajar dan berlatih mendirikan shalat khusyu’,

dan implementasinya dalam kehidupan sebagai bentuk pembiasaan berakhlak mulia,

yang berdampak pada latihan penyebaran rahmatan lil’alamiin.