auditoria vol vi no. 30 mei - juni 2012

60
SEMANGAT BARU VOL V No.30 | Edisi Mei - Juni 2012 INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN ISSN:1411-9455

Upload: truongnhu

Post on 31-Dec-2016

238 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

1VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

ASDFASDF

SEMANGAT BARU

VO

L V

No.

30 |

Edi

si M

ei -

Jun

i 20

12

INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN ISSN:1411-9455

Page 2: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 20122

Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Artikel atau tulisan yang dimuat akan diberikan honor sesuai

Standar Biaya Umum (SBU).

Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Inspektorat Jenderal

Pelindung: Inspektur Jenderal, Penasihat: Sekretaris Inspektur Jenderal, Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III, Inspektur IV, Inspektur V, Inspektur VI, Inspektur VII, Inspektur Bidang Investigasi,

Penanggung jawab :C.M. Susetya, Redaktur :Budi Prayitno, Penyunting : Alexander Zulkarnaen, Dedhi Suharto, M. Hisyam Haikal, M. Gilang Ramadhan, Galih Teguh Gumilang, Ridzky Aditya Saputra, Desain Grafis/ Fotografer :Terry Castello, Putra Kusumo Bekti, Sekretariat :Delima Frida, Suryani, Istianah, M. C. Kinanti Raras Ayu, Dianita Wahyuningtyas, Rahmawati Setyaningsih, Mujaini, Ari Hapsari, Johan Rizki, Agus Rismanto, Ervin Septian Firdaus,

Talitha Sya'banah Fajrin Sudana, Ari HapsariISSN : 1411 - 9455

Alamat: Jl. Dr. Wahidin No. 1, Gedung Juanda II Lantai IV - XIII,Telp. (021) 3865430 fax. (021) 3440907 Kode Pos : 10710

e-mail : [email protected]

Contens

Auditorial 3

Auditama 4

Liputan Khusus 17

Wawancara 25

SpeakOut 30

Ragam Pengawasan 32

Ex-Auditor 47

Profil 47

Alexander on Leadership 52

Sudut Kantor 54

Gadget 57

Resensi Buku 59

You Can’t Spell ITjenwithout IT4

7

25

38

21

Page 3: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

3VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

auditorial

dari Itjen untuk Itjen

Akhirnya, edisi Mei-Juni bisa terbit juga. Ya.. sekarang sudah ada di tangan anda semua. Serasa mewarnai seribu lembar kertas A3 saja ketika awak Auditoria menyelesaikan majalah ini. Begitu perhitungan dan memakan banyak waktu. Untunglah banyak bantuan dan kontribusi dari semua pihak, membuat kami terharu dan merasa tak sendiri. Karena inilah Auditoria dari kita untuk kita..

Kali ini Auditoria mengusung tentang LP2P yang sudah semakin menjadi terkenal akhir-akhir ini. Sedikit menguak bagaimana LP2P di tangan Itjen sekarang. Sesuai dengan tusi dari Itjen dan perwujudan Reformasi Birokrasi, akan sangat tepat LP2P berada di Itjen. Dengan sedikit modifikasi, Itjen membuat LP2P ini lebih lengkap dan mudah di isi. Seperti apa?

Teknologi, bisa dikatakan hal yang terpenting saat ini bahkan untuk ke depannya pula. Sebagai kru IT di Itjen, Bagian Sistem Informasi Pengawasan akan lebih buka-bukaan di edisi ini. Cerita mereka tentang mereka untuk Itjen. You can’t spell Itjen without IT dan “mengintip siapa dibalik aplikasi Itjen adalah beberapa judul yang bisa kita nikmati. Penasaran?

Auditoria juga mencoba memperkenalkan pada kita semua wajah-wajah baru penghias Itjen di tahun 2012. Yang katanya pegawai baru, suntikan semangat baru.. Mereka, 30 orang tersebar di bagian-bagian di Sekretariat mencurahkan segenap jiwa dan raga mereka untuk Itjen. Apa salahnya jika kita mengenal sedikit tentang mereka, keluarga baru Itjen. Tak kenal maka tak sayang kan?

Sedikit bocoran, Auditoria juga akan menyuguhkan sosok Muhammad Sigit, Inspektur II yang baru. Sungguh kebanggaan bagi awak Auditoria mampu menyelip diantara berkas-berkas beliau yang menumpuk. Menggeser beberapa orang yang sedang rapat karena beliau mendahulukan berbincang dengan kami. Terima kasih, pak.

Tak mau kalah dengan yang diatas, rubrik-rubrik lain berusaha untuk selalu eksis mewarnai Auditoria. Auditoase, Konsultasi Psikologi adalah beberapa yang tetap muncul di edisi ini. Semoga Auditoria edisi ini mampu mewarnai meja anda dan menjadi inspirasi kita semua. Rasa terima kasih dan maaf selalu kami iringkan kepada pihak-pihak yang telah terlibat. Di setiap kata dalam Auditoria ini adalah harapan, kebanggaan, prestasi dan cita untuk Itjen dari Itjen.

Selamat menikmati..

Page 4: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 20124

auditama

Saat ini, IT (information technology) telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sebuah organisasi modern. Keberadaan

IT mempermudah dan mempercepat penyelesaian pekerjaan. IT juga menyederhanakan hal-hal yang rumit. IT adalah katalis proses bisnis tak terkecuali bagi instansi pengawasan intern Kemenkeu, Inspektorat Jenderal (Itjen).

Di Itjen, penyelenggaraan IT diserahkan pada sebuah unit Bagian Sistem Informasi Pengawasan (SIP). SIP adalah satu-satunya unit yang bertanggung jawab terkait pengelolaan dan penyediaan layanan IT di instansi yang dipimpin Sony Loho itu. SIP didirikan untuk memenuhi user requirement layanan dan dukungan IT yang cukup vital dan kritikal di Itjen. Peran dari IT, mencakup sistem informasi dan teknologi, memudahkan Itjen dalam menjalankan fungsi pengawasan dan dukungan pengawasan di lingkungan Kementerian Keuangan.

IT telah menjadi penunjang bahkan menjadi faktor penentu keberhasilan dalam melaksanakan tugas Itjen. Lebih jauh, Keberadaan SIP tidak hanya untuk otomatisasi proses bisnis tetapi juga berusaha untuk mendukung strategi organisasi. IT juga membantu transparansi proses bisnis di Itjen. “Biar

Itjen gaul, melek IT”, canda Adi, seorang staff SIP ketika ditanya mengenai urgensi keberadaan SIP di Itjen.

Layanan SIP: Apa dan Bagaimana?

Sebagai unit pelayanan, SIP tidak lepas dari berbagai kegiatan yang bersinggungan dengan pihak luar. Melalui Subbag Dukungan Pengguna, SIP berinteraksi dengan para pegawai Itjen yang membutuhkan bantuan berkaitan dengan hardware maupun software. Subbag PDE memberikan pelayanan penyediaan data elektronis dan dukungan IT audit. Subbag PSA melayani kebutuhan aplikasi dan sistem informasi dari stakeholders internal Itjen. Sementara PBDI melayani database yang ada di Itjen.

Selain di internal Itjen, SIP juga menjalin hubungan dengan pihak eksternal. PSA telah menghasilkan aplikasi e-LP2P yang digunakan di tingkat nasional. PSA juga aktif dalam penyusunan berbagai kebijakan TI tingkat Kementerian Keuangan. Anda butuh data mengenai instansi lain di Kemenkeu? PDE adalah penghubungnya. Subbag ini mempunyai akses terhadap data elektronis di seluruh Kemenkeu.

Selain spesialisasinya di bidang IT, bidang

You Can’t Spell ITjenwithout IT

“Bukan untuk gagah-gagahan,

bukan untuk sekedar ada karena

diharuskan ada, tetapi BSIP ada

karena kebutuhan akan peran

pengelola TI itu nyata ada....”

Page 5: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

5VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

auditama

dengan jumlah pegawai paling sedikit di Sekretariat Itjen itu memiliki keunikan lain. Keunikan tersebut adalah dominasi anak muda di dalamnya. Semangat muda yang diusung terus menjaga derap langkah SIP tetap lincah. Dominasi kaum muda juga membuat suasana SIP ketika mereka bercanda menjadi semarak.

Menjadi bidang yang juga didominasi oleh staff bujangan membuat SIP sering menjadi tempat bekerja hingga larut malam. Bukan apa-apa, selain memang pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi, tidak ada yang menunggu para bujangan ini di rumah. Frengky, staff SIP yang akrab disapa Opung, bergurau “Suasana kerja kayak kekeluargaan lah, wong Subbag saya udah kayak kakak sendiri, teman sejawat seperti teman bermain. Kerja di SIP banyakan sukanya. Ya karena selalu ada yang bisa kita bully rame-rame”.

Ya, meskipun ruangan yang menjadi tempat bercengkerama selama ini relatif sempit, personel SIP tidak mengeluh. Ruangan sempit di lantai 10 itu membuat suasana kekeluargaan menjadi begitu hangat. Di sela-sela pekerjaan, selalu ada candaan segar atau sekedar “bullying” antar personel SIP. Jangan salah, Kabag dan Kasubbag di SIP tidak mau ketinggalan jika sudah berurusan dengan bully-membully. “Bullying” yang dimaksud di sini tentunya adalah candaan-candaan lucu, yang pada akhirnya makin merekatkan hubungan antarpersonel SIP. Tak ayal suasana kerja menjadi sangat kondusif. Satu sama lain berbicara sebagai teman dekat.

Inside Story of SIP

Fachru, staff Subbag PSA menyebutkan SIP sebagai bagian yang rame banget walau kadang hening tapi tetep rame di gtalk. Dia juga menyebutkan kekurangan SIP yaitu belum adanya family gathering, candanya sambil tertawa. Pria yang di SIP dijuluki “supir odong-odong” itu juga tak segan menuturkan curahan hati tentang sahabat baiknya. “Taufik itu adalah satu rekan saya di SIP, dia orangnya asyik diajak becanda, hangout, dan ga hanya itu dia pun diajak share masalah pekerjaan seru juga. Dalam bekerja pun sangat baik. Saya salut terhadap dia yang dari STAN tetapi bisa paham terkait dengan database, yang digelutinya di Subbag PBDI”.

Pengalaman mengerjakan pekerjaan hingga pagi juga pernah dirasakan oleh Fachru. Pria yang

memang mengambil jurusan komputer sewaktu di bangku kuliah itu menceritakan kejadian sewaktu mengonfigurasi sekaligus memasang perangkat jaringan di Bagian PK. “Sebelumnya saya memang kurang fit”, ujarnya. Kebetulan dia mengerjakannya bersama Pak Gatot. Sambil terus bekerja dengan semangat, sekitar jam 2 malam atau dini hari, Fachru tertidur di sofa Bagian PK, dan baru terbangun jam 5 ketika Pak Gatot, yang notabene atasannya, telah menyelesaikan pekerjaan yang bersama mereka kerjakan.

Tentu saja dia kaget karena awalnya tidak ada niatan untuk tidur. Dalam kekagetan, rasa malu, dan sungkan stafnya, Pak Gatot berujar, “sudah selesai, Ru”. Hal ini sontak membuat Fachru merasa tidak enak hati, dan segera meminta maaf untuk itu. Namun, tanpa diduga dengan kerendahan hatinya pak Gatot menjawab, “Nggak apa-apa, terima kasih

sudah membantu Fachru” dengan senyuman Pak Gatot yang khas.

Selain curhat mengenai pengalaman begadangnya untuk SIP, Fachru tak lupa memberikan sanjungan pada sang Kasubbag, Tri Achmadi “Beliau sangat membimbing bawahannya untuk bisa lebih maju.

Pokoknya the best banget”.

Kembali menyoal masalah pekerjaan, saat ini SIP berusaha agar bisa

memberikan pelayanan terbaik. Pelayanan terbaik tentunya tidak lepas dari pemahaman terhadap IT yang mendalam. Guna meningkatkan kompetensi, sudah menjadi tradisi di SIP untuk sharing ilmu, belajar bersama, dan mencoba menyelesaikan permasalahan baru tentang IT. Meskipun begitu, tentunya SIP tidak lepas dari kekurangan. Bagaimanapun, tidak semua personel SIP mampu menyelesaikan semua permasalahan. Penghuni SIP juga “masih belajar” untuk menjadi lebih baik lagi.

Selanjutnya: Dari SIP Untuk Itjen yang Lebih Baik

“Kendati tidak seluruh personil SIP memiliki kapabilitas/kompetensi yang setara terkait masalah IT, secara umum hasil kerja rekan-rekan SIP cukup memadai. Salah satu yang menjadi keunggulan SIP. Respon lumayan cepat dan kerja hingga tuntas. Entah karena lokasi Inspektorat V yang cukup dekat ya dari mabes SIP. Bahkan beberapa detik setelah melakukan panggilan/masuk MLS, terkadang rekan SIP tiba-tiba

meskipun ruangan yang

menjadi tempat bercengkerama selama

ini relatif sempit, personel SIP tidak mengeluh.

Ruangan sempit di lantai 10 itu membuat suasana

kekeluargaan menjadi begitu hangat

Page 6: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 20126

udah dateng aja, kayak jin keluar dari botol”, ujar Nur Cahyo, salah seorang auditor Inspektorat V.

Nur Cahyo juga menambahkan bahwa SIP harus melakukan continuous improvement (hardskill maupun softskill), mengingat harapan setiap pengguna layanan (apapun) senantiasa berkembang. Ketika ditanya mengenai saran perbaikan untuk SIP, pria yang akrab disapa Cahyo ini berujar bahwa untuk mencapai kepuasan pengguna layanan, setidaknya perbaikan perlu dilakukan dalam beberapa hal. Pertama, kesesuaian layanan dengan kebutuhan pengguna serta janji layanan (bila ada). Selain itu, kecepat-tanggapan, serta keramahan, kerapihan, kemudahan dan keandalan juga penting untuk diperhatikan sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya pengguna terhadap layanan itu sendiri.

Sesuai dengan tagline yang diusung, SIP more than IT solution, SIP sebenarnya tak hanya menyelesaikan permasalahan IT saja. Tentunya ini bukan berarti SIP merambah menjadi solusi bagi masalah keuangan misalnya, namun SIP juga berupaya keras untuk mendukung kemajuan IT di Itjen, berbicara mengenai IT di lingkup yang lebih luas, serta menfasilitasi para personelnya agar semakin maju dan senantiasa update terhadap perkembangan IT. Karena dunia IT bergerak begitu cepat, jadilah personel SIP orang-orang yang berlari untuk mengimbangi laju perubahan yang begitu cepat.

Membicarakan mengenai harapan, Agung, staff di Subbag PDE, berharap agar SIP bisa ikut menjadi pendorong bagi penyelenggaraan tata kelola TI yang baik di lingkungan Kemenkeu. Harapan untuk tidak hanya berperan di lingkup Itjen saja tetapi juga lingkup Kemenkeu ini tentunya menjadi harapan bagi seluruh personel SIP.

Melalui gtalk, Kepala Bagian SIP, JB. Widodo Lestarianto mengungkapkan “BSIP ke depan diharapkan bisa menjadi enabler (membuat sesuatu menjadi mungkin, dari sebelumnya tidak mungkin –red.) bagi Itjen yang berkualitas. Jika sekarang sebagai pendukung (support), meningkat menjadi mitra/sekutu (partner), selanjutnya menjadi enabler”. Beliau lalu menambahkan, “Bukan untuk gagah-gagahan, bukan untuk sekedar ada karena diharuskan ada, tetapi BSIP ada karena kebutuhan akan peran pengelola TI itu nyata ada. Peran pengelola TI itu harus ada demi sinergi, integrasi, konsolidasi, dan tentu efisiensi dan efektivitas”.

Demikian pentingnya IT hingga kita tidak akan mungkin melepaskan Itjen dari IT. Ya, IT saat ini telah menjadi bagian yang sangat vital bagi kehidupan kita, termasuk di Itjen. Kita tidak akan bisa menyebut ITjen tanpa IT. Yes, you can’t spell Itjen without IT. Of course you can’t. Without IT, ITjen would only sound Jen.

(GIL/IMZ/ARI)

auditama

Page 7: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

7VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

auditama

“Duet Maut” Pengembang Aplikasi Itjen: PSA dan PBDI

Langit gelap ketika Juanda II telah terlelap. Namun, di sudut lantai 10 masih terdengar langkah lincah jemari beradu dengan keyboard. Ketika diajak untuk pulang, dia hanya tersenyum sembari berkata, “nanggung”. Di ruangan sempit itu, mereka hampir-hampir lupa waktu dengan sibuk menatap tajam monitor. Mereka mendadak menjadi pendiam dan membiarkan seluruh konsentrasinya tertuju pada layar. Database, aplikasi, coding, dan syntax telah menjadi lifestyle mereka. Siapakah gerangan?

Mereka adalah rahasia terwujudnya aplikasi, database, dan sistem informasi di Itjen. Mereka memegang peran di balik layar atas IT Inspektorat Jenderal. Mereka adalah orang-orang yang tergabung dalam 2 Subbag di Bagian SIP, yaitu PBDI dan PSA. Subbag Pengembangan Basis Data Internal (PBDI) yang dinakhodai Yudhy Haryantho adalah aktor di balik lika-liku database termasuk pemeliharaan data yang vital, sementara Subbag Pengembangan Sistem dan Aplikasi (PSA) yang dikomandoi Tri Achmadi adalah aktor di balik pengembangan aplikasi dan sistem informasi.

PBDI bertugas melakukan penyusunan rancangan database, konsolidasi data, penyimpanan data, backup and restore, keamanan data,

pemuktahiran data pada aplikasi (termasuk situs), hingga penyajian data dan informasi. Yudhy menuturkan bahwa PBDI melakukan perencanaan, pembangunan, pengelolaan basis data dan analisis serta penyajian informasi terhadap basis data dan aplikasi yang dibangun dan dikembangkan oleh internal BSIP maupun eksternal BSIP.

Selain sering bekerja sama dengan PSA, PBDI juga aktif dalam kegiatan di luar SIP. Yudhy, sang Kasubbag menuturkan, “PBDI selalu terlibat pada kegiatan-kegiatan yang bukan merupakan kegiatan yang ada pada BSIP saja tapi juga pada unit lain. Sebagai contoh PBDI membantu unit lain dalam hal pengembangan sistem untuk membantu tusi unitnya, seperti di IBI (WISE), Ir 7 (RM), LP2P, Monita, Dpeg, E-Filing (ANRI), dan sebagainya”. Pria 40 tahun itu menambahkan bahwa ada juga beberapa aplikasi yang dikembangkan oleh pihak external BSIP dimana PBDI terlibat intensif mulai dari perancangan hingga implementasi. Kerja sama lainnya adalah keterlibatan PBDI dalam beberapa kegiatan audit yang berkaitan dengan database dan sistem.

Pencapaian penting PBDI saat ini adalah pembangunan WISE serta pembangunan LP2P dari versi desktop hingga berbasis web. Sedangkan implementasi TeamMate merupakan pencapaian paling berkesan. TeamMate merupakan salah satu perubahan besar yang ada di Itjen. Aplikasi ini sangat berdampak terhadap proses bisnis kegiatan pengawasan yang dilakukan auditor di Inspektorat. Support yang diberikan oleh PBDI untuk

Mengintip Siapa di Balik Aplikasi-aplikasi di Itjen

Pengembangan aplikasi yang melibatkan PSA, PBDI

dan unit pengguna merupakan bentuk nyata “Sinergi”

Page 8: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 20128

auditama

mendukung berhasilnya implementasi TeamMate di Itjen menemui tantangan tersendiri dan sangat mengesankan.

Dalam keterbatasan waktu yang ada, selain harus ngebut belajar proses bisnis aplikasi Teammate, mereka juga harus mengatasi kendala-kendala teknis pada awal implementasi TeamMate. Tantangan yang sudah ada di depan mata adalah migrasi dari R9 ke R10.1. dengan melakukan upgrade menuju TeamMate berbasis teknologi Cloud Computing.

Sementara PSA, sesuai namanya, Subbag Pengembangan Sistem dan Aplikasi mempunyai dua tugas yaitu pengembangan sistem informasi dan pengembangan aplikasi. Pengembangan sistem informasi diterjemahkan menjadi pembuatan dan evaluasi kebijakan TI serta pembuatan dan evaluasi perencanaan strategis (blueprint) sistem informasi di Itjen.

Dalam kegiatan sehari-hari, bersama subbag PBDI, pembuatan dan pengembangan aplikasi adalah hal yang paling dominan dikerjakan PSA. Tri Achmadi mengatakan, “Perlu saya jelaskan perbedaan PSA dan PBDI. Semua permintaan aplikasi harus melewati PSA, walau mungkin nanti yang mengerjakan PBDI. Semua aplikasi, proses user requirement lewat PSA.” Pria pemegang sertifikasi CIA, CISA, dan CGEIT itu kemudian menambahkan , “Sebagai perbandingan, tusi Subbag Pengembangan Sistem dan Aplikasi di Itjen mirip dengan tusi 2 unit eselon III di Pusintek”.

PSA juga aktif berkarya. Pembuatan aplikasi yang dipakai tidak hanya oleh Itjen saja tetapi oleh Kemenkeu adalah salah satu pencapaian penting Subbag PSA. Sebagaimana disebutkan di sebelumnya, dalam melaksanakan pengembangan aplikasi banyak bekerjasama dengan PBDI. WISE, E-LP2P, dan Help Desk Belanja Barang dan Jasa, termasuk implementasi TeamMate adalah produk PSA yang menjadi kebanggan Itjen.

Di kancah Kementerian Keuangan, PSA Ikut terlibat secara aktif dalam penyusunan berbagai kebijakan TI ditingkat Kementerian Keuangan, termasuk peraturan terkait integrasi TIK Kemenkeu. Usaha keras dari Subbag ini juga menghasilkan keberadaan jabatan fungsional kedua di Itjen, Jabatan Fungsional Pranata Komputer (PFPK).

Berbicara target, PSA berniat untuk mengembangkan aplikasi LP2P dan e-LP2P serta berpartisipasi dalam perubahan KMK Nomor 7/KMK. 09/2011 terkait LP2P, mengimplementasikan Aplikasi Help Desk Belanja Barang dan Jasa, serta berperan aktif dalam pembuatan usulan organisasi audit TI

pada Inspektorat Jenderal. Target di luar Itjen, PSA akan ikut merumuskan kebijakan TIK baru di tingkat Kemenkeu. Di sisi lain, PDBI menargetkan untuk mengintegrasikan dan meng-upgrade database yang masih tersebar di beberapa unit di Itjen di samping implementasi dan integrasi semua sistem yang ada di Itjen ke Cloud Computing di Kemenkeu.

Selain tantangan dan target, sebuah unit tidak terlepas juga dari kendala. menyoal kendala, PSA menghadapi kenyataan bahwa kadang pemilik proses bisnis kesulitan menjelaskan proses bisnis yang pasti untuk pembuatan aplikasi. Ini permasalahan utama dalam pembangunan aplikasi. Namun, PSA dan PBDI selalu berusaha maksimal dalam setiap langkah. Tak ayal karena mereka mencintai pekerjaan yang digeluti, sesulit apapun jalan yang harus ditempuh, PSA dan PBDI selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi pengembangan sistem di Itjen. Sesuai dengan slogan yang diucapkan Yudhy, “Bekerja dengan hati dan selalu berusaha agar hari ini lebih baik dari kemarin. Untuk bisa bekerja dengan hati ya harus mencintai apa yang kita kerjakan”.

Programmer Juga Manusia

Tidak lengkap rasanya membincangkan sebuah unit tanpa menelisik personel serta kegiatan mereka. Di Subbag PSA, sang Kasubbag mempunyai keahlian di bidang audit internal, audit sistem informasi, dan tata kelola TIK. Semua personel PSA memiliki kemampuan programming, begitu juga dengan PBDI. Kasubbag PBDI--pemegang sertifikasi CCNA, CEH, CHFI, dan LPT— memiliki kemampuan hacking, computer forensic, Information security, networking dan database.

Staff di Subbag PBDI yaitu Dema, Taufik, dan Ananta menjadikan programming sebagai

Page 9: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

9VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

auditama

menu santapan rutin. Sementara, Mahfud dan Rinto mempunyai tugas lain yaitu menangani Teammate dan aplikasi Mega (aplikasi manajemen risiko). Mahfud juga menjadi konsultan bagi Ir 7 terkait dengan Monev, Rinto menjadi penanggung jawab dan konsultan dalam implementasi Mega Risk Management di Ir 7. Mahfudz & Rinto juga cukup capable dalam IT audit.

Dema lebih difokuskan pada perancangan dan design sistem serta pemeliharaan database. Ananta bertugas sebagai web developer dan admin di Portal, forum, webitjen, simanis, dan aplikasi2 lainnya. Taufik adalah pengembang web, perancang database dan backup and restore. Dema dan Taufik melakukan analisis terhadap database TeamMate sehingga bisa diintegrasikan dengan aplikasi lain yang ada di Itjen, seperti Monita dan Monika. Ananta dan Taufik juga sudah memegang sertifikasi OCA (Oracle Certified Associate). Oracle sendiri adalah sebuah perusahaan IT database yang cukup terkemuka, Oracle database.

Karena SIP didominasi oleh mereka yang muda usia, suasana hangat dan kompak terjalin. Ananta mengatakan, “Atasan sangat mendukung terkait pekerjaan maupun non-pekerjaan. Intinya sih seru ada di SIP. Rekan kerja pun punya keunikan sendiri-sendiri, keahlian yang bermacam-macam dan hobi yang unik. Seru deh pokoknya”. Taufik menambahkan bahwa SIP suasananya hangat. Merasa seperti di rumah sendiri karena suasana kekeluargaannya begitu sip. Padahal dulu dia mengira orang-orang di SIP itu tertutup, berkacamata tebal, dan ruangannya gelap. “Eh, ternyata setelah masuk SIP semua perkiraan itu berbeda 180 derajat, orang-orang yang bekerja di SIP itu ternyata sangat friendly, terbuka, dan tak segan-segan berbagi baik ilmu

maupun pengalaman, dan yang terpenting gak kaku alias masih suka haha hihi bareng-bareng. Orang-orang SIP gokil dan kompak dan mem-bully”, ujarnya.

Meskipun memiliki sertifikasi di bidang information security hingga hacking Yudhy juga mendalami ilmu beladiri silat, di SIP beliau dijuluki “pendekar”. Selain bela diri, beliau juga rajin menjaga kebugaran fisik dengan rutin jogging atau fitness. Tersiar kabar Yudhy menjadi instruktur fitness tidak resmi di ruang fitness Kemenkeu eks Gedung C. Olehnya kegiatan tersebut dilaksanakan sebelum

jam kantor sebab setelah jam kantor Yudhy masih harus menghadiri kuliah S-2 yang diambilnya.

Tak dinyana, kebiasaan sang Kasubbag rupanya menular kepada para staff-nya. Setidaknya, Ananta dan Taufik menjadi langganan rutin gym Kemenkeu. “Biar sehat dan biar langsing!” jawab Taufik ketika ditanya apa alasan yang mendorongnya untuk rajin fitness.

Kegiatan komunal lainnya yang cukup lekat dengan

jiwa muda SIP adalah futsal. Dikapteni Mahfud, sebagian besar pegawai SIP rutin bermain futsal pada sore/malam hari, setidaknya sekali tiap dua pekan. Selain untuk menjaga kebugaran, futsal juga bisa menjadi media untuk menjalin kekompakan dan kerjasama antar personil.

Meskipun lekat dengan image pendiam dan kaku, mereka yang sangat serius menatap monitor dengan headphone di telinga agar konsentrasinya terjaga, ternyata juga sangat suka bercanda di sela-sela menyelesaikan pekerjaan. Mereka adalah orang-orang yang sangat tahu bagaimana cara menikmati hidup. Mereka adalah manusia biasa yang mencoba menikmati passion di bidang IT. Inilah rahasia yang tidak banyak diketahui, personel PSA dan PBDI ternyata tidak sekaku yang diduga, programmer juga manusia. (GIL/IMZ)

Page 10: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201210

auditama

Subbag yang satu ini memadukan irisan antara IT dan audit. Berbeda dengan tiga Subbag lainnya di SIP, yang berbasis atau fokus pada ilmu IT

murni, Subbag ini menggabungkan dua disiplin ilmu yang berlainan.

Subbag yang memberikan layanan penyediaan data elektronis, pengembangan TABK dan Audit TI ini adalah Subbag Pengelolaan Data Eksternal (PDE). Selain tugas tersebut, subbag ini juga bertugas menyusun sekaligus memantau SLA (perjanjian layanan TI dengan unit penyedia layanan eksternal –red.) dan juga berperan sebagai LO (Liaison Officer) penyediaan data elektronis unit antar eselon I Kemenkeu dan melakukan pendekatan audit dengan memanfaatkan data elektronis.

Di samping berhubungan dengan auditor yang membutuhkan data, Subbag ini juga berhubungan dengan unit eselon I lain selaku pemilik data melalui mekanisme pertukaran data. Auditor butuh data? Di sini tersedia. “Pekerjaan di PDE itu spesial karena mencakup dua hal yang harus mampu

kita handle, audit dan teknologi informasi. Pekerjaan di subbag PDE sangat terkait dengan dua hal ini. Bagi saya ini unik, karena kita harus punya dan harus selalu memiliki dan meningkatkan pemahaman dan kompetensi kita untuk dua hal ini“, ujar Yogi Ishwara, Kasubbag PDE.

Pria yang sebelumnya juga pernah berkarir di luar Kemenkeu ini menambahkan bahwa SIP melalui Subbag PDE sudah mampu memberikan layanan data (akses data) untuk keperluan internal Itjen, analisis data menggunakan TABK, dan layanan terkait Sistem Manajemen Audit TeamMate. Layanan data dan analisis data dimaksud yaitu penyediaan dan pengolahan data elektronis untuk mendukung kegiatan pengawasan. Sementara layanan terkait TeamMate adalah layanan dukungan teknis dalam penggunaan aplikasi dimaksud. Layanan terkait TeamMate juga dibantu oleh seluruh personel SIP.

Dalam bahasa yang sederhana, beliau menuturkan bahwa pencapaian yang membanggakan bagi beliau adalah pencapaian yang diraih dengan

kemauan belajar, kemauan untuk membangun komunikasi yang hangat

dengan eselon I lain adalah semangat yang terus dipertahankan PDE

Data Elektronis:Dari PDE Untuk Itjen

Page 11: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

11VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

auditama

proses yang tidak mudah dan seringkali benar-benar dimulai dari bawah. Yogi juga sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh personel PDE sampai saat ini. Akses pertukaran data, layanan database, TABK (ACL), Audit TI dan dukungan implementasi TeamMate adalah contoh karya Subbag yang menaungi Agung, Gilang, Adi, Frengky, dan Miftah tersebut. “Agak aneh kalo kita bicara hal-hal tersebut di Itjen tanpa menyebut peran PDE, dan saya bangga bahwa ‘kemampuan’ rekan-rekan PDE juga diapresiasi oleh pihak lain (tenaga pinjaman untuk kegiatan audit, analis database sampai asisten pengajar diklat). Tanpa mengesampingkan talenta rekan-rekan PDE, saya rasa apa yang mereka miliki saat ini sedikit banyak dipengaruhi oleh apa yang mereka rutin kerjakan di PDE”, canda beliau via email.

Ketika disinggung mengenai prestasi yang dicapai, beliau mengakui bahwa bukan pencapaian tertentu yang membuat beliau bangga. Rasa kebanggaan justru muncul karena apa yang dicapai saat ini merupakan suatu pencapaian yang melalui proses yang tidak mudah. Jelas tidak mudah sebab PDE harus belajar dari nol, belajar dari kegagalan, belajar, dan terus belajar untuk memberikan yang terbaik. Prestasi yang membanggakan bagi beliau juga berarti memberikan sesuatu yang lebih, melebihi ekspetasi dengan cara yang luar biasa dengan tetap menjadi seorang humble.

Selain mengapresiasi pencapaian, PDE juga masih perlu melakukan perbaikan. Salah satu yang harus diperbaiki adalah proses penyelesaian pekerjaan. Selama ini PDE menyadari bahwa ada beberapa hal lain yang perlu diselesaikan di luar pekerjaan rutin PDE. Apalagi kalau sifatnya sangat

urgent misal terkait permintaan pimpinan yg sudah jelas tidak dapat kita tolak dan harus menjadi prioritas nomor satu. Dalam waktu dekat PDE merasa perlu memperbaiki manajemen pekerjaan yang ditangani. Bagi PDE, it’s all about how to manage our work.

Sebagai bagian dari unit kesekretariatan, suka duka Subbag ini tidak jauh dari kegiatan pelayanan yang dilakukan. Guna memenuhi permintaan data dari auditor, PDE perlu berinteraksi dengan pemilik data. Permintaan database atau akses database itu gampang-gampang susah.

Dikatakan mudah, ketika mereka berhasil melakukan pendekatan ke unit pemilik data untuk memberikan akses atau data yang diminta. Dikatakan susah kalau proses permintaan itu harus melalui proses birokrasi yang panjang dan lama. Akan tetapi, dari situ mereka belajar bahwa pendekatan secara informal itu juga penting. “Unit eselon I lain itu masih ‘agak-agak gimana gitu’ kalau didekati secara formal”, gurau pria yang menggambarkan kerja PDE sebagai through hardships to the stars.

Seperti stereotype instansi pengawasan internal yg kita kenal, hubungan antara auditor dan auditee masih kurang ‘akrab’. Namun demikian, selama ini PDE berusaha untuk menghindari hal seperti itu.

Ketika PDE melakukan pendekatan informal ke unit lain, yang dicoba adalah menghilangkan gambaran seorang ‘auditor’. Beliau selalu meminta rekan2 PDE saat melakukan pendekatan informal dan permintaan data atau informasi untuk menempatkan diri sebagai seorang yang sedang ‘belajar’. Konteks haus akan informasinya tetap sama

Page 12: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201212

auditama

seperti auditor, tapi dilakukan dengan cara yang berbeda. Dengan demikian secara tidak langsung, mereka menempatkan rekan-rekan eselon I lain setingkat dengan kita. Hal ini adalah cara lain untuk menghormati partner kita dari unit eselon I lain.

Sebagai unit pemadu IT dan audit, tentu saja dua ilmu tersebut menjadi skill dasar personel PDE. Rata-rata mereka memiliki skill yang sama, kedalamannya saja yang berbeda. Dari sudut pandang sang Kasubbag, personel PDE saling melengkapi satu dengan yang lain. Secara umum, kelebihan mereka adalah kemauan untuk belajar. Penghuni subbag PDE memiliki kemauan untuk belajar meskipun ‘passion’ mereka berbeda. Harapan agar mereka bisa memiliki skill yang sama (skill IT Audit, skill IT, skill TABK/analisis data, dsb) menjadi harapan sang Kasubbag. Meskipun tidak bisa mengusai seluruhnya, paling tidak ada satu atau dua yang bisa dikuasai secara mendalam.

Pria 36 tahun tersebut selalu menekankan ke seluruh personel PDE bahwa penguasaan skill ini bukan semata-mata requirement dari Subbag PDE atau SIP tapi nantinya juga jadi ‘nilai jual’ atau sebagai ‘competitive advantage’ mereka pada saat nanti mereka tidak ditempatkan di PDE lagi. Kesadaran yang ditanamkan ini penting untuk lebih memotivasi mereka agar terus mengembangkan kompetensi.

Mengingat latar belakang personel PDE yang berbeda-beda, mereka memiliki keunikan karakter masing-masing. Ketika melakukan pekerjaan bersama, segala macam perbedaan menjadi keunikan tersendiri yang memperkaya proses penyelesaian pekerjaan. Pak Yogi mengakhiri wawancaranya dengan menitipkan harapan agar personel PDE nantinya harus jauh melebihi beliau dalam hal yang positif tentu saja. Adalah suatu kebanggaan bagi beliau bisa membantu mereka jadi lebih baik daripada beliau.

Semangat belajar yang tinggi di PDE adalah sebuah usaha keras mereka untuk mengimbangi laju kebutuhan TABK dan IT audit yang

semakin kompleks. Ditanya mengenai rekan kerjanya di Subbag PDE, Agung bertutur, “Suka iri dan malu kepada mereka. Soalnya mereka pada punya kelebihan-kelebihan kompetensi yang saya tidak miliki. Semoga rasa ini bisa jadi pendorong bagi saya pribadi untuk selalu meningkatkan kompetensi dan tidak merasa sok senior di bagian SIP”.

Sebagai unit pengawas internal Kemenkeu, ilmu auditing adalah ilmu utama yang berkembang di Itjen. Sedangkan IT, seperti disebutkan sebelumnya, you can’t spell ITjen without IT, telah menjadi ilmu pendukung bahkan penentu kesuksesan sebuah proses bisnis. Di Itjen, Subbag PDE menjadi satu-satunya unit yang menggabungkan keduanya. Tentunya bukan hal yang mudah. Tentu saja PDE saat ini juga belum sempurna dan perlu banyak belajar. Tetapi kemauan belajar, kemauan untuk membangun komunikasi yang hangat dengan eselon I lain adalah semangat yang terus dipertahankan PDE.

Meskipun bernaung di bawah SIP, PDE telah memberi warna sendiri untuk dunia audit di Itjen. Seatap dengan 3 subbag lain yang fokus pada IT membuat PDE bisa berlari bersama dalam memperdalam ilmu IT. Sementara berteduh di Itjen membuat siapapun tidak terlepas dari audit. PDE tidak segan menggabungkan keduanya dalam sebuah kolaborasi nan apik. (GIL/IMZ)

Page 13: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

13VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

auditama

The Frontliner

Kepada siapakah sebenarnya para pegawai Itjen bercerita mengenai masalah komputernya? Baik melalui MLS, gtalk, telepon, BB Messanger, hingga datang langsung ke SIP? Mereka bergerak dari satu ruangan ke ruangan lainnya, menelusuri lantai demi lantai.

Sesungguhnya, ketika Anda memanggil ‘SIP’ terkait permasalahan komputer sehari-hari, terdapat satu Subbag yang bertanggung jawab untuk membantu pegawai di seluruh Itjen untuk memberikan bantuan segera. Inilah Subbag yang berisi ‘orang-orang panggilan’ di SIP. Inilah Subbag Dukungan Pengguna atau yang lebih populer dengan panggilan DP.

Subbag DP adalah subbag yang paling ‘dekat’ dengan para pegawai Itjen. Sesuai namanya, Subbag ini memberikan layanan IT kepada para pegawai Itjen, terutama dalam hal teknis TI. Siapapun yang membutuhkan bantuan untuk menghubungkan jaringan komputer, instalasi software, atau memperbaiki kerusakan komputer hingga menghubungkan gadget-nya dengan internet? Ya, Subbag yang dikomandoi oleh Gatot S. Priambodo ini adalah jawabannya.

Jika PSA, PDBI, juga PDE lebih banyak bekerja

‘di balik layar’, maka DP adalah frontliner alias subbag yang lebih banyak bersinggungan langsung dengan pengguna. Personel subbag ini tentu saja sering berhubungan dengan pegawai-pegawai Itjen di luar SIP.

Dalam melaksanakan tugasnya, personil DP sering bertatap muka langsung para pegawai Itjen sehingga dapat menggali informasi secara langsung dari stakeholders mengenai layanan TI yang dibutuhkan. Efek samping dari seringnya menemui para pegawai Itjen secara langsung, personel Subbag ini lebih mengenal pegawai-pegawai di Itjen dan akhirnya menjadi akrab dengan banyak orang.

Dari masalah yang ditemui setiap harinya,

mereka banyak belajar. Dari senyum klien

yang telah mereka layani, mereka berusaha

untuk terus melangkah, tetap bergerak

dari satu lantai ke lantai lainnya untuk

menghampiri dan melayani pengguna.

Page 14: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201214

auditama

“Dalam beberapa kesempatan ketika melakukan pelayanan TI di bagian atau inspektorat kami seringkali diterima dengan hangat, suasana akrab dan banyak terjalin komunikasi atau ngobrol antara kami dengan pegawai unit tersebut, sehingga pemberian layanan TI menjadi santai dan kondusif”, ujar Gatot, Kasubbag DP .

Berbicara Lebih jauh mengenai pelayanan, Kasubbag termuda di SIP itu menuturkan bahwa selain disambut hangat, juga pernah ditemui pegawai yang mengungkapkan ketidakpuasan terhadap layanan Subbag DP dengan agak keras (kalau tidak mau dibilang emosi). Ini tentu dapat dimaklumi, karena pegawai tersebut sedang menyelesaikan pekerjaan mereka sementara gangguan TI yang dialami sangat mengganggu penyelesaian pekerjaan. Hal tersebut kemudian ditambah pula dengan pemberian layanan yang, mungkin, dianggap pegawai tersebut kurang baik. Dengan lapang dada, pria asal Lamongan itu menerima konsekuensi memimpin Subbag pelayanan yang memang harus juga menelan pahitnya ‘dimarahi’ klien.

Dengan rendah hati, Pak Gatot menuturkan bahwa dimarahi membuktikan bahwa subbag DP sangat dibutuhkan, dan perannya dalam memberikan layanan TI sangat signifikan bagi pegawai Itjen. Hal ini justru menjadi pemicu DP untuk selalu meningkatkan pelayanan TI di Itjen sehingga dapat memuaskan dan memenuhi permintaan mereka terkait layanan TI.

Meskipun begitu, sebenarnya tidak seluruh kekesalan pegawai tersebut tepat dilemparkan pada personel Subbag ini. Misalnya mengenai aplikasi Taxbase, beberapa pegawai masih menanyakan mengapa namanya tidak tercantum dalam list yang mendapatkan aplikasi ini. SIP sebenarnya hanya menjalankan tugas instalasi saja. Adapun mengenai siapa-siapa yang ada di list penerima aplikasi ini adalah sepenuhnya di luar wewenang Bagian SIP maupun Subbag DP secara khusus. Kesalahpahaman yang demikian dapat dimaklumi dan bukan sekali dua terjadi. Sebagian pengguna mungkin beranggapan bahwa segala sesuatu yang bersinggungan dengan TI pastilah di bawah kendali SIP.

Mengulik pengalaman unik, Gatot bercerita tentang permintaan layanan tidak bisa internet yang permasalahannya sudah selesai sebelum personel yang ditugaskan berangkat ke TKP. Tak jarang juga ketika memberikan layanan ternyata permasalahan yang dihadapi cukup menggelitik, bikin geli. Sebagai contoh, terkadang komputer atau printer yang diadukan tidak bisa menyala ternyata kabel powernya belum disambungkan ke sumber listrik.

Quote yang secara tidak resmi menjadi semacam slogan Bagian SIP, More Than IT Solution, juga dirasa sangat pas bagi DP. Selain memberikan layanan TI untuk hal-hal yang berhubungan dengan kantor, mereka juga memberikan bantuan terkait hal-hal di luar kedinasan, misalnya memperbaiki peralatan komputer milik pribadi, memberikan solusi dan masukan kepada pegawai Itjen yang ingin membeli peralatan TI. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, personel berkunjung ke rumah pegawai Itjen yang membutuhkan pengecekan kerusakan, setting komputer, ataupun menemani pegawai Itjen ke toko komputer untuk membantu memilihkan peralatan TI (misal membeli PC Rakitan atau Notebook).

Sang Kasubbag DP sendiri tidak segan untuk turun langsung melayani. Nur Cahyo, dari Inspektorat V menuturkan, “Mengenang masa pra-remunerasi dulu (2005/2006), segala macam penghematan mesti dijalani demi bisa menabung. Termasuk di kala PC saya mesti turun mesin, iseng saya minta tolong rekan SIP untuk betulin. Tak dinyana, Mas Gatot sendiri yang pada saat itu turun tangan langsung, termasuk sampai belanja aksesoris dan parts sendiri ke Mangga Dua. Wah, jadi (nggak) enak”.

Masih dari sang Kasubbag, DP masih perlu melakukan perbaikan terkait waktu pemberian solusi, ke depan semakin banyak layanan TI yang dapat ditangani dengan cepat. Adapun mengenai target saat ini, Bagian SIP sudah mempunyai standar waktu penyelesaian untuk layanan TI yang berbeda-beda tergantung jenis layanan yang dilakukan.

Page 15: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

15VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

auditama

Banyak Jalan Memanggil DP

Mengingat layanan DP yang bersifat harian juga dengan volume kebutuhan layanan yang bervariasi, dibutuhkan mekanisme komunikasi yang efisien, yang mampu dengan cepat menghubungkan para pihak, dalam hal ini pengguna dengan Subbag DP. Untuk itu, pengguna dapat menghubungi Subbag DP dengan berbagai media komunikasi, baik melalui gtalk, telepon, BB Massenger, hingga datang langsung ke SIP.

Selain berbagai media komunikasi di atas, sesungguhnya ada sebuah aplikasi yang dirancang khusus sebagai media permintaan layanan. Aplikasi ini juga sekaligus berfungsi sebagai alat pemantauan atas kualitas layanan yang diberikan oleh Subbag DP. Aplikasi tersebut disebut Maintenance Log System (MLS). Aplikasi ini dapat diakses dari portal Itjen.

Setelah permintaan di-entry ke MLS oleh pengguna, Kasubbag DP akan mempelajari permintaan tersebut lalu mendisposisikannya kepada staff yang dipandang tepat. Dimungkinkan juga personel SIP yang mengecek sendiri MLS dan berinisiatif untuk menyelesaikan permintaan layanan tersebut. Setelah selesai mengerjakannya, staff tersebut melaporkan pekerjaannya ke Kasubbag DP.

Dalam kenyataannya pemberian layanan TI tidak hanya dilakukan oleh staff dari subbag DP, tapi staff dari subbag lain (PSA, PBDI dan PDE) juga ikut. Seluruh personel Bagian SIP ikut bertanggung jawab terhadap pemenuhan permintaan layanan TI.

Ketika ditanya mengenai pengalaman berkesan, Fachru, staf Subbag PSA menjelaskan,”Hal yang berkesan tentu saja ketika ada hal baru yang saya temui dan saya tidak mengerti, tetapi harus dikerjakan sebaik mungkin. Bisa sampai setengah hari untuk menyelesaikan permasalahan yang kadang tidak sederhana. Jika perlu bahkan meminta bantu rekan SIP lain. Tapi ya tentu saja pekerjaan harus selesai dan biasanya ketika selesai agak sedikit

malu karena waktu pengerjaan yang memakan waktu”. Pengalaman demikian tidak hanya dialami oleh Fachru saja tetapi juga teknisi yang lain.

Berbeda dengan Fachru, Taufik mempunyai pengalaman berkesan dengan layanan berantai. Hal ini dialaminya ketika dia ditugasi memberikan layanan dukungan teknis di sebuah Inspektorat. Tak dinyana, setelah selesai memberikan layanan, pegawai lain juga meminta layanan. Begitu seterusnya, dari satu permintaan ke permintaan berikutnya, hingga seharian dia ‘bertugas’ di Inspektorat tersebut, padahal awalnya tercatat hanya satu permintaan layanan.

Namun, di atas pengalaman berkesan tersebut, pengalaman yang secara umum dialami oleh SIP terkait pelayanan adalah overexpectation terhadap personel SIP. Seolah klien berasumsi bahwa ketika personel SIP datang, semua masalah terkait TI akan selesai. Dalam kenyataannya, tidak semua permasalahan bisa diselesaikan sendiri dalam waktu yang cepat. Setiap personel SIP tidak menguasai semua ilmu TI, terlebih luas dan cepatnya perkembangan TI. Ada spesialisasi khusus bagi setiap orang di SIP, meskipun ada juga yang multitalenta atau menguasai banyak hal.

Bagi personel di Subbag ini, perasaan yang paling menyenangkan adalah rasa dibutuhkan oleh para pegawai Itjen. Melihat senyum pegawai yang telah dilayani, momen seperti itulah yang paling memotivasi untuk menjadi lebih baik setiap harinya.

DP memang masih perlu banyak belajar agar bisa menjadi unit pelayanan yang lebih baik. DP juga berterima kasih atas segenap kepercayaan atas permasalahan yang diserahkan kepada mereka. Dari masalah yang ditemui setiap harinya, mereka banyak belajar. Dari senyum klien yang telah mereka layani, mereka berusaha untuk terus melangkah, tetap bergerak dari satu lantai ke lantai lainnya untuk menghampiri dan melayani pengguna.(GIL/DUMS/RHM/IMZ)

050

100150200250300350400

2010(Total 815 layanan) (Total 964 layanan)

139

266

196

32

90

358

2011(Total 964 layanan)

2012 (s.d. Juni)(Total 917 layanan)

266

369367337

4410

175

77112 124

Instalasi Aplikasi dan OS

Layanan Jaringan dan Internet

Penanganan Virus

Pemeliharaan dan perbaikankomputer

Lain-lain

Instalasi Aplikasi dan OS

Layanan Jaringan dan Internet

Penanganan Virus

Pemeliharaan dan perbaikankomputer

lain

Jumlah Layanan Dukungan Pengguna

Sum

ber:

Apl

ikas

i MLS

Page 16: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201216

LP2P merupakan Laporan Pajak-Pajak Pribadi Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan RI no.7/KMK.09/2011, dijelaskan bahwa seluruh PNS golongan III ke atas harus menyampaikan LP2P. Namun perkembangannya LP2P hanya dipandang sebagai formalitas saja oleh kebanyakan pegawai.

Memaksimalkan data LP2P oleh tim Eksaminasi LP2P dan DHK

“LP2P Bukanlah suatu formalitas” begitulah menurut Agus Sarwodi sebagai anggota Tim Eksaminasi LP2P dan DHK. Sebenarnya LP2P sudah ada sejak dulu namun sekarang dimodifikasi dengan menambahkan data tentang daftar kekayaan. Data ini bisa digunakan untuk melihat dan mengontrol pegawai-pegawai kementerian keuangan, apakah dia memiliki kekayaan-kekayaan yang tidak wajar. Saat ini dengan LP2P, Itjen bisa melakukan pengujian dan verifikasi. Misalnya, melalui data LP2P bisa diketahui seseorang yang tidak memiliki usaha apapun, istri tidak bekerja namun mempunyai range kekayaan yang signifikan dan tidak wajar. Ada juga informasi tentang seseorang yang mencurigakan, tidak melaporkan semua hartanya, melakukan transaksi tidak wajar. Hal-hal inilah yang akan menjadi konsentrasi Itjen untuk melakukan eksaminasi.

Jika dibandingan dengan LP2P terdahulu saat ini ada banyak perkembangan. Dulu, dapat dirasakan LP2P hanya sekedar laporan tanpa ada tindak lanjut. Data LP2P belum jelas akan diapakan. Hal ini berdampak pada orang-orang akan asal-asalan saat mengisi. Namun kini, ketika Itjen sebagai pengelola yang sudah memasuki tahun kedua, banyak yang dapat dilakukan dengan

data LP2P. Akhir tahun 2011 saja banyak yang sudah diklarifikasi dan dilakukan pengujian. Para pengisi menjadi aware karena adanya perubahan sistem dalam pengelolaan. Mereka jadi tidak asal lapor karena data-data tersebut akan dilakukan verifikasi, pengujian bahkan dapat dilakukan kroscek dengan KPK. Jika ada indikasi pelanggaran maka akan direkomendasikan untuk sanksi hukuman

Kendala sebagai tim eksaminasi adalah bagaimana kita melakukan improvement dalam penggalian informasi. Misalkan seseorang yang akan kita selidiki terkait dengan pekerjaan yang berhubungan dengan tim pemeriksaan. Selama ini ketika Itjen melakukan pemanggilan, mereka selalu dapat beragumen. Kasus-kasus seperti ini membuat tim eksaminasi harus terus mencari cara yang lebih variatif dalam penggalian informasi.

Sarwodi yang gemar photography ini berharap tim LP2P semakin bagus terkait dengan pengelolaan, dari tahun ke tahun yang terus meningkat. Pertama, administrasi pengelolaan fisik harus lebih bagus, ditentukan berapa lama waktu penyimpanan hardcopy-nya. Kedua tentang keamanan data, jika

Liputan Khusus

LP2P.. senjata baru Itjen

Page 17: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

17VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Liputan Khusus

nanti disimpan dalam satu ruangan, akses masuk harus dibatasi termasuk tim eksaminasi juga tidak boleh sembarangan masuk, tetap harus seijin pengelola. Keamanan ketika digitalisasi dilakukan, karena terkait dengan data seseorang jadi harus benar-benar dijaga kerahasiaannya. Ketiga dari tim eksaminasi sendiri harus makin inovatif. Orang sekali dua kali dipanggil pasti akan share ke teman-temannya yang lain. Jadi nantinya akan semakin banyak alasan yang dapat mereka buat. Misalkan, tim tidak sekedar memanggil orang lalu ditanyai. Sebelumnya harus punya data dulu tentang orang yang bersangkutan. Pencarian data bisa dilakukan secara tertutup atau dengan investigasi agar mereka tidak bisa mencari pembenaran terlebih dahulu.

Siaga-nya Tim Penatausahaan LP2P dan DHK

Sejak tahun 2011, Inspektorat Jenderal mendapatkan tugas baru dalam mengawal reformasi birokrasi melalui pengelolaan Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P). Pengelolaan data LP2P oleh Inspektorat Jenderal ini sejalan dengan tugas dan fungsi Itjen karena dapat langsung menggunakan data-data LP2P sebagai alat pengawasan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI no.7/KMK.09/2011, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan ditugaskan untuk mengelola Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P) yang meliputi:

• menerima dan menatausahakan Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P);

• melakukan penelitian dan penilaian Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P) yang diterima;

• menyimpan Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P) dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat dijamin ketertiban administrasi, keamanan, dan kerahasiaannya; dan

• melaporkan kepada Menteri Keuangan hasil penelitian dan penilaian Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P) secara berkala.

Dilihat dari tugas yang diamanatkan melalui KMK tersebut, Itjen memiliki tanggung jawab dalam mengelola dan memanfaatkan data-data LP2P yang terkumpul. Pelaksanaannya dilakukan dengan membentuk tim yang secara garis besar terdiri dari dua sub tim dengan tugas yang berbeda, yaitu Tim Penatausahaan LP2P dan DHK serta Tim Eksaminasi LP2P dan DHK. Budi Prayitno, sebagai salah satu anggota dalam subtim Penatausahaan LP2P dan DHK menjelaskan bahwa subtim tersebut bertugas sebagai pendukung atau supporting unit bagi Tim Eksaminasi LP2P dan DHK. “Kapanpun Tim Eksaminasi LP2P dan DHK membutuhkan data-data LP2P, Tim Penatausahaan LP2P dan DHK dapat menyediakannya dalam waktu yang cepat”, jelas Budi yang juga merupakan Kasubbag TU dan Kehumasan Itjen.

Perbaikan prosedur dalam pengelolaan LP2P selalu dilakukan, antara lain dengan menyempurnakan prosedur peminjaman data yang dibutuhkan oleh Tim Eksaminasi LP2P dan DHK. Dulu, ketika Tim Eksaminasi LP2P dan DHK membutuhkan data-data LP2P yang dibutuhkan untuk pemeriksaan, terdapat prosedur struktural yang harus dilakukan agar data

Reformasi Birokrasi menuntut kita

untuk transparan, jadi tidak boleh asal-asalan. Ini juga sebagai bentuk kontrol kita.

Jangan seperti dulu-dulu, tinggalkan

masa lalu.

Page 18: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201218

Liputan Khusus

tersebut bisa diperoleh. Kini, prosedur tersebut telah disederhanakan. Dengan menggunakan formulir peminjaman yang diketahui oleh Ketua Tim, Tim Eksaminasi LP2P dan DHK dapat memperoleh data LP2P secara cepat. Prosedur peminjaman data LP2P yang lebih sederhana ini penting karena data dapat diperoleh dengan lebih cepat tanpa kehilangan fungsi kontrol internal dan akuntabilitas.

Seperti yang telah diketahui, pengelolaan LP2P memiliki peran dalam mendukung reformasi birokrasi yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan. Budi menjelaskan lebih lanjut bahwa yang diterima Itjen mempunyai fungsi atau manfaat ganda. Selain digunakan sebagai data atau bahan pembuktian dalam kegiatan pemeriksaan, juga sebagai sinyal yang dipakai untuk mendeteksi adanya penambahan aset atau kekayaan pegawai Kemenkeu yang mencolok dan perlu menjadi perhatian untuk ditindaklanjuti lebih lanjut

Saat ini, jumlah berkas LP2P yang dikelola oleh itjen sangat besar, kurang lebih berjumlah 35 ribuan berkas. Pengelolaan data yang sangat besar tersebut tentu bukan tanpa kendala. Ada beberapa

kendala yang dirasakan oleh Tim Penatausahaan LP2P dan DHK. Salah satu kendala yang dirasakan dalam pengelolaan berkas LP2P adalah pelaksanaan dan kebutuhan penyimpanan berkas LP2P yang jumlahnya puluhan ribu lembar tersebut. Saat tulisan ini dibuat, Tim Penatausahaan LP2P dan DHK sudah berkoordinasi dengan Sekretaris Jenderal Kemenkeu terkait dengan kebutuhan tempat penyimpanan berkas. Setjen Kemenkeu telah merespon kebutuhan tersebut dengan menyediakan tambahan ruang penyimpanan baru di Gedung Maramis.

Terkait dengan kebutuhan akan penyimpanan berkas yang selalu meningkat tersebut, Tim Penatausahaan LP2P dan DHK mencari solusi untuk mengatasi kondisi tersebut. eLP2P atau pelaporan LP2P dalam format elektronik adalah salah satu solusi yang diharapkan dapat menyederhanakan dan mempermudah pelaporan serta pengelolaan data-data LP2P.

eLP2P dikembangkan oleh Itjen sebagai salah satu solusi dalam pengelolaan berkas dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Dengan eLP2P, pengelolaan bisa dilakukan dengan lebih cepat dan praktis, selain itu data-data juga bisa disajikan secara cepat. Bagi pengelola, eLP2P juga lebih praktis, karena hampir seperti pajak yang diinput sendiri oleh pelapor, pengelola tinggal mencompile data-data yang terkumpul pada eLP2P tersebut. Sedangkan bagi pelapor, eLP2P menjadikan proses pelaporan dapat dilakukan dengan mudah,cepat dan praktis. Saat ini, tim LP2P sedang mengkaji usulan KMK eLP2P agar pelaporan LP2P secara elektronik melalui eLP2P memiliki payung hukum.

(KIN/TER/RAS)

Page 19: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

19VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Liputan Khusus

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 07/KMK.09/2011 tentang Penyampaian dan Pengelolaan Laporan

Pajak-Pajak Pribadi (LP2P) pejabat/pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan, Inspektorat Jenderal diberikan tugas untuk mengelola LP2P, mulai dari proses menerima berkas LP2P sampai dengan membuat laporan kepada Menteri Keuangan. Sebelumnya, pengelolaan berkas LP2P berada dibawah tanggungjawab Biro Umum Sekretariat Jenderal dan dalam pengelolaannya telah menggunakan aplikasi yang merupakan hasil kerjasama dengan Pusintek.

Inspektorat Jenderal membentuk Tim Pengelolaan Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P) dan Daftar Harta Kekayaan (DHK) Pejabat/Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan sebagai langah awal pada Tahun 2011. Tim ini dibagi menjadi dua yaitu Tim Penatausahaan dan Tim Eksaminasi. Tim Penatausaha yang terdiri dari Pejabat/Pegawai Bagian Umum dan Bagian Sistem Informasi dan Pengawasan (SIP) mempersiapakan sarana dan prasarana serta aplikasi yang harus memenuhi kebutuhan data informasi yang akan digunakan Tim Eksaminasi yang anggotanya berasal dari Inspektorat Bidang Investigasi (IBI). Selain Tim Penatausahaan dan Tim eksaminasi, pengelolaan LP2P ini juga melibatkan tenaga kerja honorer (outsourcing) dalam proses perekaman data dan cetak tanda terima.

Dengan beralihnya pengelolaan LP2P ke Itjen, maka aplikasi yang semula digunakan pada Biro Umum mulai dikembangkan oleh Inspektorat Jenderal. Pengembangan aplikasi LP2P ini dilakukan oleh Bagian Sistem Informasi dan Pengawasan (SIP) bekerjasama dengan Pusintek Setjen, Bagian SIP, dan Inspektorat Bidang Investigasi (IBI). Pusintek Setjen dan Bagian SIP bekerjasama mengembangkan aplikasi LP2P dengan fitur-fitur yang nantinya

Pengelolaan LP2P di ItjenSudah Berbasis Aplikasi dan Web

diperlukan IBI dalam mekanisme eksaminasi LP2P dan Daftar Harta Kekayaan. Hal ini dibenarkan oleh Kepala Bagian SIP yang merangkap sebagai Wakil Ketua II Tim Penatausahaan LP2P, JB. Widodo Lestarianto. Ia menjelaskan bahwa ide penggunaan aplikasi tercetus ketika membahas penyusunan KMK tersebut, dimana dalam KMK sudah dijelaskan dalam diktum ketigabelas yaitu Penyampaian LP2P termasuk Daftar Harta Kekayaan (DHK) dapat dilakukan melalui media elektronik. Dengan demikian jelas bahwa pengelolaan ini akan menggunakan aplikasi LP2P yang cukup memadai.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dengan aplikasi desktop LP2P diantaranya untuk melakukan perekaman (update) data pegawai, perekaman detail LP2P dan DHK, penomoran boks dan Cetak Tanda Terima. Hal ini sangat membantu dalam proses kegiatan penatausahaan LP2P yang jumlahnya mencapai 35.895 berkas pada tahun 2011, dan dipastikan akan meningkat hingga ±38.000 berkas pada tahun 2012 ini. Sepanjang tahun 2011, pengelolaan LP2P hanya menggunakan aplikasi desktop LP2P dimana memiliki sisi kelebihan dan kekurangannya. Sisi kelebihan aplikasi LP2P ini adalah pembatasan akses data yang hanya bisa diakses oleh anggota Tim Pengelolaan LP2P yang telah disumpah sebelumnya, itupun sangat terbatas. Hal ini dikarenakan data yang disajikan dalam aplikasi LP2P sifatnya rahasia karena berisi data-data pribadi

Page 20: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201220

Liputan Khusus

Pejabat/Pegawai Kementerian Keuangan. Selain itu, jaringan yang digunakan pun merupakan jaringan khusus menggunakan server di Pusintek Setjen, sehingga dalam pengaksesannya dapat diawasi oleh

Tim Penatausahaan. Mengenai data yang disajikan, aplikasi LP2P ini selalu update karena proses perekaman data terus dilaksanakan.

Menurut Kepala Subbagian Pengelolaan Basis Data Internal sekaligus anggota Tim Penatausahaan LP2P, Yudhy Haryantho, masih ada beberapa kelemahan dari aplikasi desktop LP2P ini dan hingga saat ini masih terus dilakukan perbaikan. Salah satunya adalah masih perlu dilakukan penambahan fitur-fitur yang dapat membantu tugas Tim Eksaminasi. Fitur-fitur yang dimaksud sangat membantu Tim Eksaminasi dalam rangka menguji data laporan pajak dan data harta kekayaan pejabat/pegawai Kemenkeu, dimana dapat ditetapkan melalui beberapa kategori yang dibuat baik bersadarkan eselon I, jumlah kekayaan, masa kerja, jabatan, dan lain sebagainya.

Hingga saat ini, pengembangan aplikasi LP2P masih terus dilakukan oleh Tim Penatausahaan LP2P. Wacana pengembangan aplikasi LP2P berbasis web (e-LP2P) mulai direalisasikan. “Nantinya Pejabat/Pegawai Kementerian Keuangan tidak perlu mengirimkan hardcopy, cukup menginput data di aplikasinya saja”, jelas Widodo. Sebagai syarat penggunaan aplikasi e-LP2P setiap Pejabat/Pegawai Kementerian Keuangan harus membuat “akun email depkeu” (@depkeu.go.id). Hanya dengan mengakses

http://lp2p.depkeu.go.id/, pejabat/pegawai Kemenkeu dapat menggunakan aplikasi e-lp2p. Hingga pertengahan tahun ini, Tim Pengelolaan LP2P masih menggodok revisi Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 07/KMK.09/2011 tentang Penyampaian dan Pengelolaan Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P) pejabat/pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan bersama dengan Biro Hukum Sekretariat Jenderal. Beberapa perubahan utama yang dilakukan terkait dengan pengembangan aplikasi web LP2P, yaitu kewajiban penggunaan aplikasi e-lp2p dalam pengiriman LP2P. Selain itu, terdapat beberapa perubahan dan penambahan diktum dalam KMK tersebut berkenaan dengan proses peminjaman berkas LP2P oleh instansi intern Kemenkeu dan juga pihak luar Kemenkeu. Dengan adanya penatausahaan LP2P melalui beberapa aplikasi baik desktop maupun web yang terus dikembangkan ini, akan memberikan kemudahan bagi Pejabat/pegawai Kementerian Keuangan untuk melaporkan laporan pajak dan harta kekayaan mereka dengan cara merekam sendiri data laporan pajak dan harta kekayaan tersebut melalui aplikasi e-LP2P. (DIT/BPG/MUJ)

Page 21: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

21VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Liputan Khusus

Suatu organisasi yang besar tentunya mempunyai siklus hidup yang stabil dengan adanya regenerasi Sumber Daya Manusia

yang berperan penting dalam menyokong tugas pokok dan fungsinya, tidak terkecuali instansi publik seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Regenerasi ini menjadi penentu apakah Inspektorat Jenderal tetap mampu menjalankan tupoksinya dengan optimal atau justru malah menurun performance-nya. Siapa yang tahu ? Pada kesempatan ini, auditoria akan mengupas tanggapan mereka yang baru masuk di Inspektorat Jenderal. Apa yang mereka tahu, bagaimana gambarannya mengenai Inspektorat Jenderal, dan apa harapannya, marilah kita simak.

Penerimaan untuk “penghuni” baru di Inspektorat Jenderal tahun 2012 ini berjumlah 30 orang. Kesemuanya ditempatkan di Sekretariat Inspektorat Jenderal. 4 orang diantaranya di Bagian Sistem Informasi Pengawasan (SIP), 5 orang menempati di Bagian Perencanaan dan Keuangan (Bapeka), 7

pegawai menghuni Bagian Kepegawaian, 5 orang ada di Bagian Organisasi dan Tatalaksana (BOT), dan 9 orang

lainnya ditempatkan di Bagian Umum. Tentunya akan menjadi

menarik jika membahas

bagaimana pendangan mereka atas posisi yang baru dijalani.

Suntikan baru Bagian SIP dan BaPeKa

Ada 4 pegawai yang ditempatkan di SIP yaitu Johannes, Hadi, Miftah, dan Nur Iroatun. Keempat pegawai tersebut merasa senang, namun ada juga yang bercampur bingung. Sedangkan 5 orang pegawai yang ditempatkan di BaPeKa yaitu Rizky, Apri, Emir, Retno dan Wahid. Pada umumnya mereka semua merasa senang ditempatkan di Itjen. Namun, ada juga yang campur aduk perasaannya. Ada yang senang karena tidak akan terdampar di daerah terpencil. Ada juga yang senang campur sedih. Ada yang pada awalnya berharap di DJP. Ada juga yang sedih hidup di Jakarta yang serba mahal. Namun mereka bersyukur setelah sekian lama menunggu penempatan.

Inspektorat Jenderal, menurut sepengetahuan mereka adalah Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Kemenkeu. Di benak mereka, pegawai Itjen akan sering “jalan-jalan” mengunjungi unit lain dalam rangka audit/pemeriksaan. Dalam pandangan pertama mereka, Itjen itu keliatan keren dan memiliki wibawa yang besar. Masa sih???

Adapun kesan mereka terhadap para “penghuni” Gedung Djuanda II Lt IV s.d. XIII adalah

ramah-ramah, kocak-kocak, dan penuh kekeluargaan. Orang Itjen adalah orang yang memiliki apresiasi yang tinggi terhadap kemampuan seseorang, serius dalam menerapkan nilai-nilai Kementerian Keuangan dan menjadi contoh bagi eselon I yang lain. Mereka juga merasa diterima dengan sangat welcome mulai dari pejabat sampai dengan pelaksana.

Pegawai Baru,

Suntikan Semangat Baru...

Page 22: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201222

Liputan Khusus

Pertama kali masuk Itjen ini, beberapa diantara mereka berharap menjadi auditor yang bisa berkeliling bertemu dan mengenal banyak orang, mengaudit ke unit-unit lain di daerah. Ada diantara mereka yang melihat bahwa Itjen sebagai pusat informasi selain posisinya di ibukota juga perannya sebagai APIP. Pada umumnya mereka ingin memberikan kontribusi terbaik bagi Itjen. Mereka juga berharap bisa memberikan karya baru yang bisa membuat Itjen menjadi eselon I terbaik. Sebagai individu, mereka juga ingin sukses disini.

Setelah penempatan definitive ke masing-masing bagian mereka juga masih merasa senang. Mereka merasa senang karena ada tantangan dan ilmu baru yang harus dipelajari, suasana yang penuh kekeluargaan dan saling support satu sama lain sehingga pekerjaan menjadi ringan.

Lantas bagaimana harapan mereka??? Berikut ini harapan dari para punggawa baru Itjen. Nur Imoratun (SIP) menuturkan “Semoga Itjen menjadi unit audit internal terbaik di Indonesia. Sedangkan untuk karir,

saya berharap bisa menjadi orang yang baik dan semakin baik tiap harinya.” Miftah Budi Setiawan (SIP) berharap “Itjen dapat leading di Kemenkeu.” Senada dengan Hermulia Hadi P (SIP), “Itjen jadi contoh dan inspirasi bagi instansi lain. Untuk karir, semoga berjalan mulus dan tidak ada (lagi) peraturan yang menghambat karir kami” ujarnya.

Di lain pihak, Emir Fahreza Z (BaPeKa) juga berharap semoga Itjen jadi lebih maju dan jadi eselon I nomor satu dan menjadi APIP percontohan bagi instansi lain. Dirinya berharap agar bisa berkembang menjadi sukses dan dapat memberikan ide-ide baru di Itjen. Wahid Nasrullah (BaPeKa) menuturkan “Semoga ke depannya Itjen semakin lebih baik. Isu-isu tentang Itjen yang katanya ini itu, semoga tidak terdengar lagi dan semoga selalu terus menjadi pelopor reformasi birokrasi di Kemenkeu. Itjen jangan buka cabang di daerah terpencil.” Retno Wulansari (BaPeKa) berargumen agar Itjen menjadi pionir untuk perubahan yang lebih baik melalui integritas. “Mari kita contohkan pada yang lain” tambahnya.

Pegawai baru Inspektorat Jenderal, semangat baru..

Semangat baru Anak Kepegawaian

Bagian Kepegawaian diramaikan dengan tambahan 7 orang pegawai lulusan STAN tahun 2011. mereka adalah, Maria Ulfa & I Gede Yudi Paramartha (Subbag Umum Kepegawaian), Irsyad Qomar dan Diyan Prasetyo (Subbag Jabatan Fungsional dan Evaluasi

Kinerja), Muhammad Ihsan (Subbag Assessment dan Mutasi Kepegawaian), serta Fairuz Sufi Aziz & Marietta Kusuma Dewi (Subbag Pengembangan Pegawai). Ketika ditanya tentang awal masuk ke Inspektorat Jenderal Qomar dan Fairuz berkata “Ya, awalnya pasti beranggapan bahwa masuk ITJEN itu langsung

Page 23: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

23VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Liputan Khusus

jadi auditor.” Tetapi mereka menyadari bahwa semua itu butuh proses dan memang dari awal sudah diberitahu bahwa semua angkatan ditempatkan di Sekretariat terlebih dahulu, hal ini juga ditambahkan oleh Ihsan “Walaupun di sekretariat, setidaknya saya ga harus menjadi sekretaris yang pake rok mini“ candanya.

Tugas yang diberikan kepada mereka memang benar-benar baru, “ilmu kuliah belum terpakai sama sekali” timpal Fairuz. Ihsan harus belajar menjaga rahasia sejak ditempatkan di subbagnya. Hal yang menarik bagi mereka adalah banyak bertemu orang baru bagi Qomar, bisa menyalurkan hobi ngeBand buat Fairuz, serta memiliki tim kerja yang seru dan dinamis untuk Ihsan. Selama ini belum ada (red. jangan ada) duka yang berarti bagi mereka. “Niat bekerja adalah untuk Ibadah” ungkap Ihsan kalem. Pandangan mereka terhadap pegawai senior sejauh ini baik-baik saja, interaksi diantara pegawai Bagian Kepegawaian dirasa menyenangkan. Terakhir harapan mereka adalah, ingin segera diakui menjadi pegawai (red. Pengangkatan CPNS dan PNS). Khusus Ihsan, “ke depannya mudah-mudahan saya bisa move on dan ngelupain dia terus blog saya www.muhyen.com bisa makin laris kalau bisa sampe nulis buku.” serunya sambil tertawa.

Penghuni baru BOT

Bagian Organisasi dan Tata Laksana memiliki 5 tambahan pegawai baru yaitu, Bustanul Arifin dan Reza Yandripano (Subbag Tata Laksana), Dion Prayoga (Subbag Pelaporan), serta Dicka Ihsan Prabantoro dan Icam Dadi Dawuh (Subbag Organisasi). Mereka sama dengan yang lain memiliki bayangan awal langsung jadi auditor, namun ada kesan tersendiri ketika memasuki Inspektorat Jenderal. “Luar biasa. Kantornya bagus, orangnya ramah, seperti berasa di kampus lagi. Bedanya ada pekerjaan tambahan yang harus dilakukan selain belajar” ungkap Dion. Bagi 2 orang pegawai baru yang diwawancara, BOT adalah pilihan hatinya, “sudah jodoh” kata Bustanul. Sedangkan menurut Reza, ditempatkan di BOT itu menyenangkan. “Banyak cowok berjiwa muda. Saya harap bisa bekerja sambil bermain lewat PERABOT (Perhelatan Olahraga BOT)” tandasnya.

Hal yang menarik dan yang membuat mereka senang ditempatkan di BOT adalah, banyak hal baru yang yang bisa dipelajari seperti Balanced Scorecard (BSC), Analisis Beban Kerja (ABK), Legal Drafting, dan lain sebagainya. Selain itu, senior yang sangat pengertian

memberikan tugas-tugas yang mendidik bukan sekedar mengalihkan tanggung jawab, serta

keunikan tersendiri dari Pak Puji yang menambah keramaian di BOT. “Buat Pak Puji

Nurcipta, see you at basement cafeteria” celoteh Dion. Dari para punggawa

baru BOT ini, hampir semua b e r h a r a p

agar

Page 24: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201224

Amunisi Baru Bagian Umum

Sebagai salah satu unit yang juga mendapat penambahan amunisi, Bagian Umum tidak luput untuk diliput pula. Salah satu pegawai barunya bernama Nyoman Andri Juniawan alias Nyoman. Lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) tahun 2011 ini bersama dengan 8 rekan lainnya ditempatkan di berbagai subbagian di Bagian Umum. Kesan pertama yang diperolehnya di Inspektorat Jenderal adalah ungkapan luar biasa dan rasa bangga. “Sambutannya pada kami sangatlah hangat. Rasanya seperti keluarga jauh yang benar-benar ditunggu kedatangannya. Bangga karena bisa menjadi bagian dari keluarga Inspektorat Jenderal dan menjadi bagian dalam mengawal keuangan Negara” ungkapnya.

Mewawancarai pegawai baru lainnya yang juga ditempatkan di Bagian Umum, Fitri Ani Nur Muslihatun memaparkan pengalamannya. Dalam 2-3 bulan bekerja di Itjen, Fitri belum menemui kendala yang berarti. Yang terasa baginya adalah sulitnya mengenal semua pegawai karena jumlah pegawai di bagian umum cukup banyak dan tersebar di beberapa

lantai. Pegawai yang ditempatkan di Subbag Protokol dan Rumah Tangga ini menangani urusan “dalam negerinya” Itjen, seperti keperluan rumah tangga (air, listrik, telepon), pemeliharaan kendaraan, protokoler sampai pengurusan perjalanan dinas.

Terkait suasana kerja, Nyoman yang merupakan punggawa baru Subbag Tata Usaha dan Kehumasan, berpendapat bahwa kondisi di Bagian Umum cukup kondusif dan saling support diantara satu pegawai dengan yang lainnya, baik urusan pekerjaan maupun urusan di luar pekerjaan. “Tentunya hal ini mempengaruhi dan menjadi pendorong bagi kami, pegawai baru, untuk bekerja dengan lebih giat” jelasnya. Ke depan, Nyoman mengharapkan agar Inspektorat Jenderal bisa menjadi lebih baik, memberikan manfaat pada Kementerian Keuangan dan masyarakat. Dan juga berharap agar bekerja dengan memberikan kinerja yang terbaik serta menjadi pegawai yang bisa mengamalkan nilai-nilai kementerian keuangan. Semoga harapannya dapat terwujud. (VIN/GUSRIS/TAL)

segera diangkat menjadi CPNS dan PNS. Harapan khususnya, reza berharap agar bisa menjadi auditor. Budaya kerja di ITJEN agar jadi lebih menyenangkan

bagi Dion. Sedangkan harapan Bustanul adalah agar bisa cepat kuliah lagi, menikah, dan mempunyai rumah.

Wajah punggawa baru Inspektorat Jenderal

Liputan Khusus

Page 25: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

25VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

INSPEKTUR II : MUHAMMAD SIGIT

“ Menurut saya, jujur itu nomor satu. Kalau kita tidak jujur kita tidak akan dipercaya oleh orang. Kita harus menghargai orang lain karena siapapun memiliki nilai lebih apabila dia berusaha. Hidup itu perlu kolaborasi agar hasilnya bisa maksimal, tinggal bagaimana kita me-manage.”

JUJUR itu

“NOMORSATU”

Pagi yang cerah itu menjadi momentum berharga bagi kami awak auditoria diberi waktu untuk berbincang dengan pejabat ‘baru’ di Inspektorat Jenderal. Bapak berperawakan tinggi tegap dengan rentetan perjalanan karir yang cukup panjang ini berkenan berbagi pengalaman baik dalam karir maupun

kehidupan pribadinya. Salah satu penggalan pesan cukup berkesan dari beliau adalah “Tingkatkan kualitas yang kita miliki dan jangan sampai mengecewakan institusi”.

Berikut penggalan wawancara yang dapat kami bagi…

Bagaimana perjalanan karir Bapak selama ini?

Saya tercatat sebagai pegawai negeri di Kementerian Keuangan mulai tahun 1983 sebagai pegawai tetap di DJPKN, Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara. Saya melakukan pekerjaan lapangan sebagai auditor tahun 1984 setelah selesai dari STAN, Diploma III. Waktu itu DJPKN berubah menjadi BPKP. Saya ditempatkan di BPKP perwakilan provinsi Sumatera Utara. Tahun 1987 saya kembali ke kampus STAN dan menamatkan Program Diploma IV tahun 1990. Tahun 1992 saya mengambil S2 di Birmingham, Inggris hingga selesai tahun 1994. Setelah itu saya mengabdi di STAN sebagai Widyaiswara. Tahun 2004 ada pengumuman di koran tentang penerimaan pegawai KPK, dimana dibuka beberapa jabatan Direktur dan Deputi. Saya melamar sebagai Direktur Pengawasan Internal. Setelah mengikuti ujian dan serangkaian test selama ± 3 bulan, saya dinyatakan lolos menjadi Direktur Pengawasan Internal. Tahun 2005, pimpinan KPK meminta saya menjadi Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan

Wawancara

Page 26: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201226

Penyelenggara Negara (PPLHKPN). Di sini saya selama 5 tahun. Tahun 2010 saya meminta agar ada pencerahan, maka sayapun melamar sebagai Direktur Gratifikasi. Alhamdulilah diterima, sehingga sejak 2010 sampai dengan 2011 saya menjadi Direktur Gratifikasi. Ketika menjabat Direktur Gratifikasi, Kepala Biro SDM kosong, sehingga saya diminta merangkap dua jabatan sekaligus.

Tahun 2011 saya kembali ke Kementerian Keuangan yaitu ke BPPK dan kemudian diangkat sebagai Kepala Bidang Penyelenggaraan Pusat Pendidikan Pajak selama ± satu setengah bulan. Tanggal 29 Mei 2012 ini saya dilantik sebagai Inspektur II di Inspektorat Jenderal.

Bagaimana dengan pekerjaan lainnya?

Iya, itu tadi perjalanan karir resminya, ada juga pekerjaan sambilan yang saya jalani dulu. Ketika menjadi widyaiswara dulu saya memiliki sambilan pekerjaan di kantor akuntan. Ini cukup bermanfaat dan saling isi, karena kita bisa menyampaikan hal-hal current. Itu menguntungkan buat kita, sebagai pengajar dan mahasiswa yang mendapat pelajaran. Jadi langsung bisa mengimplementasikan apa yang ada di buku, dan juga bisa membandingkan apa yang di praktek dengan apa yang ada di buku.

Bagaimana dengan suka duka berpindah karir di berbagai Institusi?

Menurut saya ini bukan disebut suka duka karena tergantung persepsi. Apapun itu, yang utama kita melaksanakannya dengan senang hati. Kalau mengajar, pengalaman yang didapat biasanya ilmu kita update terus. Kalau kita tidak update ilmu kita, maka kita akan tertinggal dengan mahasiswa kita yang rajin. Namun, mengajar itu memerlukan preparation. Ketika mengajar dengan banyak mata kuliah dan kemudian kita juga harus mengerjakan pekerjaan lain, itu bisa membawa stress. Kemudian kalau di KPK, KPK itu tantangannya sangat luar biasa, organisasi yang dibangun dengan harapan yang sangat besar oleh seluruh bangsa Indonesia. Yang membuat pekerjaan di KPK itu berat karena seringkali dibanding-bandingkan dengan organisasi lain. KPK itu ada agar organisasi penegak hukum lain bisa bekerja secara lebih efektif dan efesien. Bisa dikatakan kalau KPK adalah organisasi yang tidak menggunakan kaedah-kaedah atau kebiasaan-kebiasaan di Kementerian pada umumnya. KPK mengimplementasikan sesuatu yang baru seperti yang ada di buku. Misalnya penerimaan pegawai di KPK itu sangat selektif, syarat-syaratnya begitu banyak, ini yang menurut saya menjadi kunci

keberhasilan penerimaan pegawai. Di KPK ada tes potensi namanya. Tes potensi itu mengukur kapasitas seseorang, misalnya kemungkinan dapat atau tidaknya digoda untuk berbuat korupsi, integritas, persistensi, orientasi terhadap hasil dan lainnya. Ini yang membuat pegawai KPK itu relatif tidak tergoda untuk berbuat jahat, padahal resiko berbuat jahat di KPK itu jauh lebih besar dari penegak hukum lain atau di Kemenkeu. Umur KPK sudah 8 tahun tapi yang terjerembab masuk penjara itu kan baru satu orang dalam konteks itu. Akibat dari pola rekrutmen seperti itu, konsekuensinya KPK itu selalu kekurangan orang, tidak pernah KPK itu jabatannya terisi penuh, jadi seringkali ada jabatan rangkap. Kondisi lingkungan bekerja seperti ini, membuat kita biasanya tidak bisa bertahan lama seperti pegawai lain. Namanya penegak hukum tentu musuhnya banyak, kemudian di KPK itu kode etik sangat dijunjung tinggi. Kembali lagi ke Kemenkeu selama ± satu setengah bulan sebagai Kepala Bidang Penyelenggaraan Pusdiklat Pajak, itu sesuatu yang sangat kontras dengan irama kerja di KPK. Apalagi di Biro SDM KPK itu berbeda dengan Kepala Biro SDM di Kementerian di mana orang itu cenderung relatif patuh, tidak banyak protesnya gitu. Kalau di KPK, pegawainya itu dari sumber yang beragam, sudah punya pengalaman yang cukup. Mereka suka komparasi satu dengan yang lainnya, Ini yang seringkali membuat stres juga. Di Bidang Penyelenggaraan Pusdiklat Pajak itu relatif teratur dan bebannya tidak terlalu banyak. Lalu, di Itjen ± 2 bulan sebagai Inspektur II. Itjen mungkin sedikit mirip dengan KPK, tetapi aturan-aturan mainnya itu sudah mapan, tinggal mengikuti aja. Keinginan berinovasi tetap ada, masukan, terobosan, apalagi kita pernah bekerja di tempat yang berbeda, disana aturan-aturan itu bisa jalan dan itu meningkatkan produktivitas organisasi. Kalau diberi peluang untuk sharing, bagus juga. Intinya seberat apapun pekerjaan tersebut, kalau orang suka melakukannya, itu menjadi fun.

Sekarang kita bicara tentang auditor Pak. Menurut Bapak, Apa yang terpenting dimiliki oleh seorang auditor?

Auditor itu memiliki standar umum, diantaranya berbicara tentang kompetensi. Jadi auditor itu, tidak boleh berhenti belajar, menambah pengetahuan, karena auditor harus sangat paham bagaimana mengaudit tapi pengetahuannya juga update sesuai bidang yang dia tekuni. Yang kedua yang juga kadang kala suka dilupakan orang adalah empati. Empati itu tidak bermakna

Wawancara

Page 27: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

27VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

negatif, merasakan perasaaan seseorang pada saat kejadian itu terjadi, jadi orang itu mengambil keputusan pada saat kondisi itu terjadi, itu juga dievaluasi. Orang seringkali lupa dengan membandingkan dengan kondisi saat ini. Kemudian sebagai seorang auditor perspektifnya jangan terlalu sempit, perspektifnya harus luas dan jangka panjang. Terlebih lagi kalau itu menyusun rekomendasi, jangan sampai rekomendasi itu hanya berumur cuma setahun, kemudian tidak laku lagi, seharusnya jangka panjang. Tetapi menarik kalau kita bisa seperti KPK Hongkong. KPK Hongkong itu salah satu pekerjaannya

adalah memberi rekomendasi, perbaikan, sama seperti KPK Indonesia. Fungsi monitoring itu adalah evaluasi sistem yang berpotensi korupsi, dan memberi rekomendasi perbaikan. Biasanya orang didatangi auditor itu tidak suka, tapi kalau di Hongkong itu sudah sampai pada tahap, orang itu meminta diaudit karena dapat masukan. Ini bisa terjadi tidak hanya akuntannya yang bagus tapi juga perspektif auditinya juga sudah bagus. Jadi dapat disimpulkan seorang auditor itu selain pengetahuannya luas, punya empati, perspektifnya bagus, wawasannya luas dan yang pasti harus memiliki integritas.

Dalam berbagai jabatan yang Bapak emban, bagaimana cara Bapak untuk meningkatkan kompetensi, empati dan keahlian lainnya?

Kalau di KPK, kesempatan untuk belajar dan menimba ilmu itu tinggi sekali. Donasi kepada KPK itu juga banyak. Jadi kalau di KPK itu pendidikan tidak hanya di dalam negeri, bahkan ke luar negeri. Alhamdulilah sejak di KPK saya mendapat kesempatan ke Hongkong, Thailand, Amerika, Inggris, Malaysia, dan juga Prancis. Pelatihan semacam ini merupakan salah satu KPI (Key Performance Indocator) minimal 12 hari kerja setiap tahun. Di Itjen juga sama, ada kewajiban untuk mengikuti pelatihan/diklat. Selain itu, melakukan review atas pekerjaan anak buah itu juga belajar dan ekspose atas kasus itu juga belajar. Kalau empati itu sesuatu sikap yang harus dipelihara terus sehingga kita bisa betul-betul merasakan apa

yang dipikirkan atau dirasakan orang pada saat itu dan bertanya pada diri sendiri kalau seandainya kita duduk di posisi itu, menghadapi situasi seperti itu, kita akan berbuat apa. Jangan sampai orang sudah berbuat sungguh-sungguh menjadi demotivasi karena auditornya kurang empati dan kurang pengalaman. Jadi empati seharusnya menjadi sikap diri yang harus dipelihara dan diimplementasikan. Yang saya terapkan di Inspektorat II sejauh ini saya menjalankan apa yang sudah ada. Mengenai pelatihan, bagi saya pelatihan itu harus relevan dengan pekerjaan. Yang sekiranya tidak relevan dan belum tahu kapan bisa diimplementasikan sebaiknya dihindari. Relevan itu tidak harus teknis sebenarnya, pengetahuan-pengetahuan lain misalnya komunikasi, psikologi, research, penyelidikan, pengumpulan keterangan itu mungkin relevan. Selain itu,

Wawancara

Page 28: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201228

Wawancara

sebaiknya juga diadakan training needs analysis untuk mengetahui tantangan ke depan seperti apa, sehingga kita bisa mengetahui kompetensi apa yang seharusnya dimiliki pegawai.

Menurut Bapak bagaimana situasi kerja di Inspekorat II selama ± dua bulan ini Bapak menjabat?

Ini tidak lepas dari pendahulu. Saya melihat hubungan antara inspektorat dengan auditee, dalam hal ini bea cukai sangat baik. Artinya auditor tidak lagi dipandang sebagai watchdog, tapi auditor sudah dipandang sebagai partner. Hubungannya baik, mereka bahkan sudah mengajak auditornya untuk mengevaluasi kinerja kemudian kita juga mengajak mereka, misalnya untuk tahun 2013 hal-hal apa yang menurut mereka sangat penting dan kita perlu memberi perhatian di sana jadi bisa diajak diskusi bersama. Saya masuk ke Inspektorat II itu kayaknya langsung kerja. Menurut saya adanya orientasi itu perlu bagi seseorang ketika menduduki jabatan tertentu. Sekarang ini saya menjalankan pekerjaan yang sudah berjalan setengah jalan, mau tidak mau tidak bisa dihentikan. Jadi seringkali ketika teman-teman menyampaikan pekerjaan untuk diperiksa, mungkin teman-teman merasakan sedikit lambat karena kehati-hatian saya dan sekaligus sebagai media saya untuk belajar. Mungkin saja, gaya kita berbeda dengan yang sebelumnya, mungkin standar yang kita inginkan juga berbeda. Kehati-hatian yang saya lakukan ini tujuannya tidak muluk-muluk, melainkan supaya kualitas semakin baik. Jangan sampai kita mengecewakan institusi kita.

Apakah ada masukan untuk kemajuan Inspektorat Jenderal?

Menurut saya, Inspektorat tidak hanya sekedar memeriksa, tetapi pekerjaan kita itu membuat perencanaan, pengendalian, dan pertanggung jawaban. Perencanaan itu ada yang merencakan pekerjaan itu sendiri, tapi juga merencanakan lain, misalnya sumber daya, sarana,dan prasarana. Ada istilahnya permanent file, yang selalu dibutuhkan setiap kali audit dan itu berkesinambungan sehingga

kita bisa melihat trend-nya positif atau negatif dan itu harus dibangun database. Kegiatan membangun ini tidak bisa dilakukan oleh Inspektur sendiri, tetapi juga melibatkan fungsional tata usaha dan juga pegawai lain.

Menurut Bapak, Apa nilai terpenting yang dijadikan pegangan hidup atau pekerjaan?

Menurut saya, Jujur. Jujur itu nomor satu. Kalau kita tidak jujur kita tidak akan dipercaya oleh orang. Kita juga harus menghargai orang lain karena siapapun memiliki nilai lebih apabila dia berusaha. Hidup itu perlu kolaborasi agar hasilnya bisa maksimal, tinggal bagaimana kita me-manage. Fungsi Kementerian Keuangan ini sangat vital. Dulu ketika saya duduk di KPK khususnya ketika ada kejadian-kejadian di kementerian/lembaga, saya seringkali bertanya juga “Inspektoratnya ngapain aja?”. Sekarang saya sudah di Itjen Kemenkeu harus bisa menjawab hal itu. Makanya kalau bisa Inspektorat itu harus memberi nilai tambah yang positif. Untuk itu iklim kerja di Inspektorat harus dibuat mendorong orang-orang selalu ingin improve, jangan sekedar aja.

Filosofi penilaian kerja itu sebenarnya bagaimana merealisasikan opportunity organisasi menggunakan sumber daya yang dimiliki. Oleh karena itu sumber dayanya harus dipotret, dalam hal ini mana yang potensinya bagus, mana yang integritasnya bagus, mana yang jujur, dan mana yang tidak. Orang yang potensinya baik, pekerja keras itu sedapat mungkin harus diberi penghargaan lebih baik dibanding orang yang biasa-biasa aja. Itu pasti organisasinya akan baik dan orang-orang yang biasa-biasa saja tidak akan berkecil hati jika orang yang bekerja keras itu diberi penghargaan yang lebih baik. Jadi tidak sama rata juga harus bisa menerima orang yang lebih muda dari kita, bisa lebih dulu maju, bisa lebih dulu berprestasi, bisa lebih dulu naik pangkat, bisa lebih dulu naik jabatan jika dia memang lebih baik. Jadi penempatan seseorang itu seharusnya berdasarkan kinerja, bukan karena unsur like and dislike. Itu sangat penting, jika kita mau dihargai orang dengan baik, kita harus berprestasi. Mudah-mudahan Kementerian Keuangan, Inspektorat Jenderal khususnya bisa lebih baik.

Page 29: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

29VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Wawancara

Berbagi cerita tentang pengalaman kerja beliau memang tak ada habis-habisnya. Pembelajaran dari setiap tugas yang beliau terima membuat beliau semakin

bersemangat dalam setiap mengemban tugas baru. Tak lengkap rasanya jika kita hanya sharing tentang pekerjaan. Tentu kita juga ingin mengenal kehidupan keseharian beliau diluar kedinasan. Kata orang, kebiasaan dari kecil dan didikan orangtua menentukan kesuksesan seseorang di masa mendatang. Kata-kata itu benar adanya jika kita melihat sosok Muhammad Sigit ini.

Pria kelahiran Medan 50 tahun silam inipun mengaku jika dari kecil beliau selalu dididik sang Ibu untuk selalu disiplin, tertib dan rapi. “Ibu itu sangat tertib orangnya, teratur. “Waktu itu aja seingat saya baru masuk sekolah, saya udah pakai baju putih, seragam putih, pakai sepatu, pakai ikat pinggang, dirapihin sama Ibu saya, ingat saya. Padahal waktu zaman itu, orang sekolah nyeker itu biasa. Jadi biasa tertib ya, nggak tau ya Ibu saya kan dari Jawa, dia pikir di Sumatera juga gitu, padahal enggak.”, cerita beliau diiringi senyum di setiap katanya.

Bisa dibilang sejak kecil beliau termasuk anak yang rajin dan pintar, dari SD hingga SMA bersekolah di sekolah negeri. Hampir setiap tahun mengantongi juara kelas. Saat SMA pun beliau mempunyai kelompok belajar. Kontrol orangtua yang bagus menuntun Sigit dan saudara-saudaranya berhasil dalam pendidikan. “Cuma ya itu, seingat saya terkontrol dalam hal belajar sekolah. Makanya meskipun tujuh bersaudara semuanya sekolah, semuanya jadi sarjana, nggak ada yang sekolahnya nggak sarjana, minimal sarjana muda.”, imbuh beliau.

Ketekunan dalam pendidikan membawa bapak 3 anak ini bertemu sang pujaan hati saat menempuh Diploma 4. Kebersamaan mereka saat menyusun skripsi dan persiapan ke luar negeri membuat mereka berkeinginan untuk terus bersama dalam setiap menjalani kehidupan. Dukungan dari kedua belah pihak keluarga membuat sejoli ini semakin yakin untuk segera meresmikan kebersamaan mereka dalam ikatan pernikahan. Menikah di tengah-tengah skripsi dan persiapan ke luar negeri membuat mereka semakin bersemangat untuk segera menyelesaikan semuanya.

“Isteri saya juga berangkat ke Inggris, isteri saya kan meneruskan akuntansi, auditor, auditing. Kalau saya, sampai ke Inggris saya bilang ke British Council boleh nggak saya tukar nggak ngambil

auditing, isteri saya kan sudah ngambil auditing. Saya ngambil manajemen saja, boleh, jadi saya ngambil bisnis, bisnis administrasi. Saya sama isteri baru tahun 1992 boleh dikatakan honeymoon, belum punya anak waktu itu. saya nikah tahun 1990 baru punya anak tahun 1995, ini karena sekolah dulu waktu itu. Mungkin 1995 itu lebih tenang, udah sama-sama selesai sekolah, selesai tinggal nunggu kerja aja. Itu isteri saya udah 33 tahun baru anak pertama, sama seperti ibu saya ketika melahirkan anak ke tujuh.”, cerita beliau di akhiri gelak tawa mengingat masa itu.

“Saya nggak tahu, waktu luang itu waktunya jam berapa ya..” jawab beliau tampak bingung ketika ditanya soal waktu luang. Karena padatnya pekerjaan yang harus beliau lakukan setiap harinya, hari libur sabtu-minggu beliau manfaatkan berkumpul bersama keluarga. Makan diluar atau nonton TV dirumah menjadi kebiasaan di saat libur. Bahkan beliau mengaku punya acara favorit keluarga yaitu Opera Van Java (OVJ).

Selain berkumpul bersama keluarga, saat ini beliau juga menyisipkan sedikit waktunya untuk berolahraga. Tenis menjadi pilihan beliau untuk melatih otot-otot tubuh agar tetap bugar dan lentur. Sedari remaja beliau suka berganti-ganti menggeluti suatu bidang olahraga, katanya mengikuti trend yang ada. Mulai dari bela diri, bersepeda, hingga sekarang pilihan jatuh pada tenis yang tujuannya lebih kepada kesehatan.

Tenis menjadi jawaban dari pria perpaduan Medan-Jombang ini saat ditanya tentang hobby. Bagaimana dengan musik? Ternyata sama dengan olahraga, beliau tidak terlalu mempermasalahkan tentang musik. Jika tidak ada musik tidak apa-apa, kalaupun ada juga tidak terganggu, begitu prinsip beliau. Tidak masalah dengan musik apapun namun beliau punya pengecualian musik yang terlalu keras, tidak bisa di dengar. Ketertarikan yang biasa-biasa saja pada musik tidak berarti beliau tidak mendukung anak-anaknya yang ingin belajar musik. Fasilitas alat musik untuk masing-masing anak telah disediakan agar mereka bisa sewaktu-waktu belajar dirumah.

Kebiasaan beliau dari kecil, pembelajaran yang di dapat dari sang ibu dan ayah menjadikan beliau sampai pada titik saat ini dan ditanamkan kembali pada anak-anaknya. Selalu berusaha, melakukan segalanya sesuai aturan, dan senantiasa jujur dalam setiap langkah hidup menjadi pelajaran yang dapat kita resapi dari kehidupan Muhammad Sigit. (KIN/RHM/DIT)

Pak Sigit, mengusung semangat KPK ke Itjen

Page 30: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201230

Frengky Amstrong Ompusunggu - SIPAplikasi-aplikasi yang dibuat oleh SIP diantaranya Waskat, Wasnal, Monika, DAMS, Katana, Puspita, E-Filing, dll. Kelebihannya ya karena aplikasi tersebut kita buat sendiri sehingga bisa sesuai dengan kebutuhan kita, namun kadang ketika user minta upgrade aplikasi/penambahan menu tertentu seringkali user tidak tahu detail permintaan mereka sehingga programmer kita kesulitan untuk membuat menu yang sesuai dengan harapan user.

Kalau bedanya antara aplikasi yang dibuat SIP dan Pusintek, aplikasi SIP ini hanya untuk lingkungan internal Itjen saja, sedangkan aplikasi dari Pusintek misalnya WiSe dipakai lebih luas dari lingkup Itjen. Seharusnya keberadaan aplikasi yang ada dapat memberikan added value terhadap pekerjaan user yaitu dengan mempercepat dan bukannya malah menambah pekerjaan baru. Kita hanya harus mengubah paradigma kita dalam bekerja, itu saja kok, dari

konvensional (paperbase) ke modern (paperless).

Di Bagian SIP background pendidikan tidak harus sesuai dengan IT, yang penting kita punya minat dan kemauan untuk belajar. Saya sendiri lulusan STAN tapi memiliki minat besar terhadap IT. Kalau suka duka saya bekerja di sini sih sebenarnya tidak ada dukanya yang ada cuma suka, karena saya bisa belajar banyak dari para jagoan CIA, CISA, CIA, CISA, CCNA,CEH, dll. Harapan saya kedepannya S/IP bukan hanya sebagai supporting unit tapi juga sebagai partner kerja auditor, karena kami di sekretariat juga turut bekerja dan berkontribusi dalam penugasan mereka :D

Muhammad Fachruddin - SIPSaya bergabung di bagian SIP sejak 2011, kebetulan pekerjaan yang saya geluti sehari-hari sesuai dengan background pendidikan saya yaitu IT. Mengenai SIP sendiri, salah satu layanan aplikasi yang diberikan oleh SIP kepada Itjen adalah Teammate yang kelebihannya sangat membantu dalam dokumentasi audit sehingga lebih terorganisir dengan rapi. Namun masih ada kekurangannya yaitu lebih pada hal teknis, misalnya dalam Teammate itu seorang anggota tim bisa memindahkan tugasnya kepada anggota tim yg lain.

Kalau perbedaan antara aplikasi yang dikembangkan oleh SIP dan Pusintek, aplikasi SIP itu sejak awal dibangun dan dikembangkan oleh SIP sendiri, sedangkan dalam aplikasi Pusintek, SIP hanya menjadi penghubung antara user dan pembuat aplikasi serta menjadi analis dari sebuah aplikasi ataupun program untuk nantinya disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan user.

Sukanya saya bekerja di SIP itu seru-seru orangnya, dukanya terkadang susah untuk berkonsentrasi ketika bekerja karena berbarengan dengan user yang meminta bantuan, mau tidak mau saya harus datang untuk memberikan pelayanan prima kepada user yang membutuhkan. Harapan ke depannya sih SIP bisa menjadi lebih baik lagi dari segi apapun.

SpeakOut

M. Gilang Ramadhan - SIPLatar belakang pendidikan saya sains terapan dengan spesialisasi akuntansi. Jadi walau ditempatkan di SIP, background pendidikan saya bukan formal IT. Kalau di Itjen, SIP itu merupakan IT service provider yang membantu pemilik proses bisnis untuk membuat aplikasi yang dapat memenuhi kebutuhan proses bisnisnya. Tapi layanan SIP itu bukan aplikasi doang, kita juga ada layanan data yang mungkin cukup familiar untuk sebagian auditor, serta yang sehari-hari keliling, dukungan pengguna untuk install aplikasi, scan virus, setting printer, dll, dan kita terima panggilan dari berbagai media juga loh, telepon atau gtalk.

Aplikasi itu sendiri ada yang dikerjain SIP atau oleh Pusintek, bedanya mungkin dari segi kompleksitasnya kali ya. Kalau sekiranya aplikasi itu kompleks, ribet dan berskala luas, kita dorong untuk melibatkan Pusintek. Aplikasi itu harusnya bermanfaat dan mempermudah

pekerjaan, tapi kadang gak selalu begitu juga yang dirasa. Mungkin itu karena aplikasi itu bukan barang ‘mati’ yang sekedar coding dan voila! Jadi dan sukses. Aplikasi dan sistem pada umumnya melibatkan orang, individu dalam organisasi, terutama proses dan budaya. Maka harusnya pengembangan sistem didorong oleh pemilik proses bisnis. Mereka yang harusnya menyadari ada kebutuhan proses untuk diaplikasikan, manfaatnya apa? Dengan begitu implementasinya bakal lebih sukses. Nah, kita di IT service provider lantas menyediakan teknologi yang sesuai untuk itu, serta tentu secure secara teknis. Kedua, proses peralihan dari proses lama (aplikasi lama atau proses manual) bisa diterapkan dengan berbagai metode dan kadang gak mulus tuh. Makanya perlu dicari pendekatan lain, misalnya proses lama tetap jalan sambil aplikasi baru dicoba dan direnungkan, kurangnya apa dan baiknya bagaimana.

Mengenai suka duka bekerja, dukanya sering ngerasa kurang kompeten, tapi dikira jago banget, jadi minder deh. Kalau sukanya karena di SIP rata-rata sepantaran kali ya, jadi kita bisa sama style berinteraksinya hehehe.

Page 31: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

31VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Caya Marissatiara – Inspektorat VYang saya tahu tentang SIP yaitu merupakan salah satu bagian dari Sekretariat Inspektorat Jenderal yang bertugas melaksanakan penyiapan bahan koordinasi, perencanaan, pengelolaan, pengamanan, dan pengembangan dan pelayanan sistem informasi pengawasan. Saya biasanya menggunakan layanan SIP kalau mengalami permasalahan seputar IT di kantor seperti koneksi internet yang kurang baik, install program dan scan virus. Selama ini sih layanan petugas SIP sudah sangat responsif dan baik, kalau kita telpon mereka segera datang menangani permasalahan yang ada. Adapun aplikasi SIP yang sering saya gunakan dalam bekerja adalah CCh Teammate, dimana aplikasi ini mempermudah saya dalam mengkoordinasi penyelesaian tugas-tugas di Inspektorat V. Harapan ke depannya, SIP semakin baik, pelayanan-pelayanan yang ada dapat ditingkatkan untuk mempermudah dan mendukung pelaksanaan tugas di Inspektorat Jenderal Kemenkeu.

SpeakOut

Ichda Maulia – Inspektorat IIIBagian SIP adalah salah satu bagian dari Sekretariat Inspektorat Jenderal yang bertugas antara lain membangun sistem dan aplikasi baik audit maupun nonaudit, pengelolaan basis data internal, pengumpulan dan pertukaran data elektronis Kemenkeu, penyedia jaringan internet, pelatihan aplikasi, dan pelayanan terkait komputer dan sistem IT.

Saya cukup sering meminta bantuan SIP, terutama terkait aplikasi Teammate, koneksi jaringan internet, pelatihan penggunaan aplikasi pengolahan data audit (ACL) dan permintaan data elektronis seperti data MPN. Menurut saya skill dan knowledge petugas SIP terkait IT sejauh ini sudah baik, namun media/tata cara untuk meminta bantuan SIP kurang dipublikasikan. Kadang saya bingung kalau lagi butuh bantuan SIP, apakah langsung telepon ke bagian SIP atau cukup chat saja. Menurut saya sebaiknya lewat satu

pintu saja, sehingga pembagian tugas lebih merata dan kita dapat menilai bagian SIP secara keseluruhan.

Aplikasi yang sering saya gunakan sehari-hari adalah Teammate dan ACL, saya rasa aplikasi ACL cukup mempercepat pekerjaan sementara Teammate terkadang menghambat, mungkin dikarenakan koneksi internet yang labil baik di dalam maupun luar kantor. Sebagai masukan, petugas SIP untuk lebih sering mengevaluasi sarana dan jaringan internet untuk penggunaan aplikasi Teammate, terutama di Inspektorat III yang jaringan SISTEM 2010-nya sering tidak stabil.

Aditya Kurnia – Inspektorat VIISaya biasa menghubungi bagian SIP terutama bila menemui masalah seputar koneksi internet, laptop hang dan install program yang harus mendapat approval dari SIP. Sejauh ini pelayanan dari petugas SIP sudah cukup ramah tapi masih belum responsif sekali nih, apakah karena SDM-nya kurang?

Curhatan saya khusus untuk layanan MLS, karena saya pegawai junior, saya merasa kalau mengisi form MLS-nya dengan nama saya responnya kok sering lama ya...beda kalo pegawai senior yang minta tolong. Semoga ini cuma kebetulan saja.. :D

Masukan dari saya adalah harap kami diberitahu jika petugas SIP masih sibuk dan belum dapat merespon MLS, agar jangan sampai tidak ada kabar berhari-hari dan mesti didatangi untuk mendapatkan respon. Padahal kalau meminta pelayanan by phone, respon yang sering saya dapat pertama kali adalah “sudah mengisi MLS belum?”

Harapan ke depannya, saya harap bagian SIP tidak hanya dapat menangani masalah-masalah dalam hal software sistem informasi saja (semisal virus pada laptop, install program, dll), tetapi juga dapat menangani masalah hardware seperti motherboard atau IC laptop yang rusak serta mengajarkan kami cara membersihkan kipas laptop yang kotor sehingga mungkin saja dapat menambah usia laptop-laptop kantor. Amin.

Page 32: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201232

Ragam Pengawasan

Prolog

Sudah mafhum adanya bahwa perkembangan pemanfaatan TIK (Teknologi Informasi Komunikasi) di lingkungan Kementerian Keuangan berkembang sedemikian cepat dan masif. Perkembangan ini didorong oleh tuntutan, yakni bahwa ada kebutuhan untuk mengadakan layanan umum yang sangat tidak lagi memungkinkan jika dilakukan tanpa dukungan TIK, maupun karena inisiatif untuk meningkatkan kualitas layanan.

Cepat, karena meskipun lazimnya implementasi TIK –apapun itu, dari ‘sekadar’ instalasi perangkat jaringan hingga rekayasa proses bisnis melalui perubahan sistem dan aplikasi- membutuhkan proses dan waktu yang tidak sebentar, namun berbagai terobosan, inovasi dan terutama inisiatif TIK terus belangsung di Kemenkeu. Bahkan mungkin, saking cepatnya hingga lebih cepat dari kemampuan adaptasi organisasi itu sendiri.

Masif, karena nilai investasinya tidak main-main. Bukan rupiah dalam jumlah kecil yang terlibat di sini. Untuk pembangunan perangkat DC/DRC (Data Center/ Disaster Recovery Center) saja, salah satu infrastruktur utama untuk konsolidasi TIK Kemenkeu, nominal rupiahnya di atas 200 Miliyar! Ini belum termasuk pembangunan aplikasi-aplikasi yang akan disebutkan kemudian. Jika ditotal, nilainya bisa mendekati 1 Triliyun. Nilai yang masif ini tentu diharapkan memberikan hasil yang maksimal bagi organisasi.

Contoh lain, sebagian kita mungkin pernah mendengar berbagai sistem yang sedang dikembangkan di unit Eselon I Kemenkeu seperti SPAN, sistem perbendaharaan untuk pelaksanaan anggaran di DJPBN; SAKTI, ‘portal’ satu pintu untuk

pengelolaan keuangan di tingkat Satker; PINTAR, SIMPEGG, sistem informasi SDM yang ditunggu banyak pihak, yang direncanakan untuk menjadi single sign on untuk otorisasi berbagai proses bisnis berbasi TIK; CEISA, sistem informasi kepabeanan dan cukai yang terpusat; DMFAS dan, IT ALM, sistem informasi di DJPU untuk pengelolaan utang negara, sekaligus perangkat forecasting dengan input berbagai indikator perekonomian nasional; hingga KOMANDAN, sistem informasi yang menyatukan berbagai sistem informasi keuangan pemerintah daerah; dlldan masih banyak lainnya.

Artikel ini tidak bermaksud mengulik satu per satu sistem tersebut secara mendalam, sebab akan butuh ruang tersendiri untuk itu, dan bukan di sini tempatnya.

Pun demikian, organisasi sesungguhnya tidak berdiam diri. Seperangkat peraturan dan kebijakan telah ditetapkan guna menjadikan TIK sebagai penunjang organisasi dan bukan sebaliknya. Sebagai acuan dasar, pada tahun 2009 telah diterbitkan KMK-260/2009 tentang Kebijakan Pengelolaan TIK. Selanjutnya, telah ditetapkan juga peraturan lainnya yang mengatur mengenai standar akun, kata sandi, pengelolaan data elektronis, pertukaran data elektronis, hingga kebijakan dan standar keamanan.

Pada akhirnya, perkembangan kondisi tersebut memiliki banyak implikasi, termasuk bagi pelaksanaan tugas pengawasan oleh Itjen.

Strategic Alignment

Pertanyaan yang patut mengemuka pertama kali adalah sejauh mana keselarasan investasi TIK dengan pencapaian tujuan organisasi. Sebagaimana ilustrasi ringkas di atas, nilai investasi yang ditanamkan

Hiruk Pikuk TIK Kemenkeu, di mana Posisi Itjen?

Oleh: Agung Nugroho, CISA*, CGEIT* dan M. Gilang RamadhanPelaksana pada Bagian SIP

Page 33: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

33VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Ragam Pengawasan

cukup besar. Apakah, investasi tersebut menunjang pencapaian tujuan organisasi? Atau lebih dari itu, apakah investasi tersebut mampu mendorong organisasi ke arah yang lebih baik dalam upaya pencapaian tujuan? Dan bukan sebaliknya, investasi tersebut hanya untuk memenuhi ‘nafsu’ pengelola TIK untuk menjadikan organisasi sebagai ‘state of the art of technology’. Bukan ambisi yang terlampau buruk juga sebenarnya, hanya dengan keterbatasan sumber daya organisasi, pencapaian tujuan organisasi yang optimal tentu lebih layak untuk menjadi prioritas pertama dan utama.

‘Keselarasan lain’ yang juga perlu diperhatikan adalah keselarasan penggunaan perangkat TIK antar unit. Dengan tiga belas unit eselon I, dengan proses bisnis yang begitu berbeda, dengan masing-masing melakukan proses pengadaan infrastruktur TIK, keselarasan penggunaan perangkat TIK memiliki tantangan tersendiri. Namun seringkali ditemukan, bahwa infrastruktur yang sudah dibeli atau dibangun, ternyata memiliki tingkat kapasitas menganggur yang cukup besar (idle). Dengan kata lain, adaterdapat risiko tumpang tindihnya investasi TIK antar unit. Kondisi yang sebenarnya dapat dikurangi apabila semua investasi TIK di Kemenkeu ada dalam satu portofolio, bukan tersebar di masing-masing unit Eselon I. Dengan begitu, sebuah unit Eselon I dapat saling memanfaatkan infrastruktur yang ada di unit lain, tanpa harus memaksakan diri untuk membeli atau membagun sendiri.

Dengan keterlibatan internal auditor secara mendalam dalam fase-fase awal proyek (early involvement), bahkan jika memungkinkan, dalam proses perumusan cetak biru pengembangan TIK, internal auditor (baca: Itjen) dapat berkontribusi maksimal guna menjaga dan memberikan keyakinan

yang memadai mengenai keselarasan investasi dengan upaya pencapaian tujuan organisasi, termasuk keselarasan investasi antar unit. Namun sebagaimana lazimnya, internal auditor, termasuk Itjen, kesempatan untuk terlibat secara mendalam di fase-fase awal tidak selalu diperoleh. Yang dapat dilakukan kemudian adalah membantu manajemen untuk menjaga bahwa proses investasi TIK yang dilakukan tetap on the track.

Pengelolaan TIK

Dari sisi pengelolaan TIK, salah satu implikasi langsung dari penggunaan infrastruktur, sistem dan aplikasi berbasis TIK adalah keamanan siystem dan informasi yang terdiri dari aspek: kerahasiaan (Confidentiality) yakni bahwa informasi hanya boleh diakses oleh pihak yang berwenang, keutuhan (Integrity) yakni bahwa informasi tidak boleh diubah tanpa otorisasi yang sah, dan ketersediaan (Availability) bahwa system dan informasi harus selalu tersedia pada saat dibutuhkan (ketiganya lazim disingkat sebagai CIA). Pertanyaannya adalah, apakah keseluruhan aspek CIA tersebut telah memadai? Hal ini penting untuk diyakini, mengingat dengan implementasi TIK, data dan informasi akan mengalir dalam berbagai perangkat TIK, baik jaringan, media penyimpan, aplikasi, basis data, dsb.

Kelalaian dalam mengelola keamanan siystem TIK, dapat berakibat tidak terpenuhinya aspek CIA yang ujung-ujungnya menjadi bencana bagi organisasi, baik berupa kerugaian financial keuangan sampai dengan gangguan keamanan negara. Dari sisi kerahasiaan, contoh nyata yang terlihat adalah bagaimana kehebohan yang timbul ketika Wikileaks mengungkap kawat-kawat rahasia pemerintah Amerika. Dari sisi ketersediaan, beberapa minggu yang lalu terjadi, sebuah bank swasta nasional tidak dapat melayani seluruh transaksi nasabahnya selama setidaknya satu hari. Dari sisi keutuhan, barangkali banyak di antara kita yang masih ingat berubahnya nama-nama partai hasil Pemilu 2004 di web KPU akibat perbuatan seorang hacker.

Atau silakan hitung, jika risiko-risiko keamanan informasi tersebut mengenai system TIK Kemenkeu. Bayangkan berapa besar nilai kerugian Negara yang dialami jika siystem MPN di DJP, atau NSW di DJBC mengalami gangguan dan berhenti beroperasi selama satu hari? Atau bagaimana jika informasi mengenai

Page 34: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201234

data keuangan dari aplikasi DIPA dan SAKPA sebuah satker bocor dan dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak berwenang untuk kemudian dicairkan dengan dokumen SPM palsu?

Sedikit ilustrasi di atas memberikan gambaran arti penting keamanan sistem dan perangkat TIK yang digunakan. Apakah berbagai perangkat tersebut telah dirancang secara memadai untuk melindungi aspek CIA dari data dan informasi tersebut. Hallo Itjen….? Di sini, peran Itjen sebagai internal auditor Kemenkeu adalah untuk menguji dan mengevaluasi, Pernahkah Itjen mengevaluasi apakah unit-unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan telah melakukan langkah-langkah yang memadai untuk melindungi keamanan siystem dan perangkat TIK meraka?

Perubahan Proses Bisnis

Implementasi solusi TIK dalam sebuah organisasi bukan sekadar proses membeli aplikasi dan perangkat, meng-install-nya, lalu sudah, let’s wrap! Pada kenyataannya, proses instalasi sistem adalah fase awal proses implementasi. Setelah perangkat dan aplikasi terpasang, ada proses bisnis yang harus berubah, ada budaya baru yang harus dibentuk, dan kesemuanya menunjang keberhasilan implementasi TIK tersebut, yang muaranya adalah kesuksesan pencapaian tujuan organisasi. Inilah yang membedakan investasi TIK dengan investasi asset fisik lainnya. Perubahan proses bisnis dan budaya akan selalu diikuti dengan hiruk pikuk antara yang pro dan kontra perubahan. Sesuatu Yyang nyaris tidak diketemukan ketika ada pengadaan gedung baru atau kendaraaan bagi para pegawai.

Ngomong-ngomong soal proses bisnis yang berubah, satu hal yang nyaris pasti berubah adalah ketersediaan dan aliran data dan informasi. Data dan informasi kini bukan lagi berupa lembaran-lembaran kertas formulir, namun sudah berubah bentuk menjadi format digital. Interaksi antara petugas dengan pengguna layanan menjadi berkurang, digantikan dengan interaksi antara orang dengan mesin. Data dan informasi digital tersebut bukan lagi hanya merupakan output dari sebuah proses, atau penunjang laporan, melainkan merupakanrepresentasi dari proses bisnis sebuah organisasi.

Bagi dunia audit, beberapa teknik-teknik audit menjadi tidak relevan lagi. Untuk itu, dibutuhkan alat bantu (tools) untuk menguji data dan informasi berformat digital tersebut. Teknik baru tersebut bernama Teknik Audit Berbantuan Komputer/TABK (Computer Assisted Audit Tools/CAAT). TABK dapat digunakan ketika menguji dan mengevaluasinya proses bisnis dan organisasi, atau menguji pengelolaan siystem itu sendiri. Oleh karena itu, menjadi sebuah keniscayaan bagi auditor Itjen untuk memiliki keterampilan menggunakan TABK. Betapa tidak jika kini dan periode-periode mandatang, data dan informasi layanan transaksional di Kemenkeu sudah bukan berupa kertastidak lagi diwakili oleh dokumen berupa kertas.

Epilog

Sebagai unit internal auditor, menjadi tugas Itjen untuk memberikan assurance sekaligus consulting bagi Kemenkeu. Untuk itu, adaptasi atas perubahan yang terjadi, sekaligus antisipasi kemungkinan perubahan di masa depan adalah salah satu nilai lebih internal auditor, seperti Itjen.

Adalah tanggung bersama untuk senantiasa aware dan antisipatif terhada berbagai perubahan yang terjadi, termasuk di bidang TIK. Dibutuhkan sinergi di seluruh organisasi untuk memastikannya. Setidaknya, dibutuhkan strategi pengembangan SDM yang mampu memenuhi tuntutan perubahan teknologi. Bahkan bukan tidak mungkin, kebutuhan organisasi untuk mengawasi TIK secara khusus kian menjadi kebutuhan, alih-alih sekadar mimpi. Pada saat ini Itjen sudah memiliki potensi yang dibutuhkan untuk itu, tinggal bagaimana mengarahkannya untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Ragam Pengawasan

Page 35: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

35VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

1. Dampak Pernyataan Wanprestasi Bagi RekananPenulis mencoba menganalisis permasalahan dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak rekanan dan pihak Satuan Kerja. Dari pihak rekanan, peraturan tersebut dampaknya sangat luar biasa, yaitu:

1) Rekanan harus menanggung PPN (pajak keluaran) sebesar PPN atas nilai pekerjaan yang tidak/belum terselesaikan sampai dengan batas akhir perjanjian. Hal ini tercermin dalam ketentuan pasal 13 ayat (3) huruf e dan huruf f pencairan jaminan/garansi bank sebagaimana dimaksud pada huruf d tanpa memperhitungkan pajak-pajak yang telah disetorkan ke kas Negara atau melalui pemotongan SPM. Dalam hal terdapat pajak yang terlanjur disetorkan ke kas Negara atau melalui pemotongan SPM, dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Menurut UU PPN dan PPn BM, PPN dikenakan apabila tejadi penyerahan BKP/JKP dan karena termasuk pajak konsumsi maka beban pajak dilimpahkan kepada konsumen dengan mekanisme Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Dalam konteks pembahasan ini yang menanggung PPN adalah Pemerintah. Oleh karena itu rekanan (sebagai PKP) akan melimpahkan beban PPN yang sudah dibayar (Pajak Masukan) kepada satuan kerja terkait dengan cara mengenakan PPN (Pajak Keluaran) pada saat rekanan bersangkutan menyerahkan (menjual) BKP/JKP kepada Pemerintah (satuan kerja).

Menurut peraturan yang berlaku, Bendaharawan Pemerintah dan KPPN adalah pihak-pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPN, sehingga ketika rekanan menjual BKP/JKP kepada Pemerintah yang bersangkutan tidak menerima uang (baca PPN) sebagai pengganti atas PPN (Pajak Masukan)

yang telah dibayar pada saat membeli/memproduksi BKP/JKP yang akhirnya dijual kepada Pemerintah tersebut. Menurut UU PPN dan PPn BM, jika hal demikian rekanan dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN. Yang dimaksudkan kelebihan pembayaran PPN adalah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran. Jadi ketentuan pasal 13 ayat (3) huruf huruf f yang menyatakan “dalam hal terdapat pajak yang terlanjur disetorkan ke kas Negara atau melalui pemotongan SPM sebagaimana dimaksud pada huruf e, dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan” tidak dikenal dalam UU PPN dan PPn BM.

Sebagai gambaran berikut diberikan contoh penghitungannya. Perjanjian (kontrak) membangun sistem x antara PT A dengan PPK pada satker B sebesar (Rp100 m + Rp10 m (PPN))= Rp110 m. Sistem x harus selesai paling lambat tanggal 30 Desember 2011. Dalam perjanjian terdapat klausul bahwa rekanan akan dibayar 100% apabila telah menyelesaikan. Per tanggal 19 Desember 2011 PPK tidak dapat menghitung (tidak mengakui) tingkat penyelesaian pekerjaan. Berdasarkan Per-73/PB/2011 dan karena klausul kontrak, PT A harus memberikan Jaminan Pembayaran sebagai lampiran

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR: PER-73/PB/2011

MENIMBULKAN MASALAH BARU(Bagian Kedua dari Dua Tulisan)

Ragam Pengawasan

Page 36: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201236

SPM-LS senilai Rp110 m. Per tanggal 30 Desember 2011 PT. A menyelesaikan 80% dan menyerahkan sistem x kepada PPK satker B pada tanggal 15 Februari 2012. Dengan

demikian KPA satker B harus menyatakan bahwa PT. A telah wanprestasi. Dari contoh ini dapat diketahui:

Nilai Rp2 m tersebut adalah jumlah PPN (10%) atas pekerjaan yang harus diselesaikan oleh PT. A (Rp20 m) tetapi tidak dibayar oleh Satker B. UU PPN dan PPn BM tidak mengenal pengembalian PPN Keluaran yang salah dipungut seperti tersebut di atas.

2) Rekanan harus menyelesaikan pekerjaan tetapi tidak memperoleh pembayaran 100% dan harus membayar denda keterlambatan. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa jika terjadi wanprestasi Perjanjian Pembayaran maka jaminan pembayaran dicairkan oleh Kepala KPPN dan rekanan tetap harus menyelesaikan pekerjaan 100%. Di samping itu, menurut Pasal 120 Perpres 54 Tahun 2010 menyatakan: “Penyedia Barang/Jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak, dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari harga Kontrak atau bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan dan tidak melampaui besarnya Jaminan Pelaksanaan”.

Bagi rekanan yang tidak bersedia menyelesaikan pekerjaan dengan alasan tidak memperoleh pembayaran diberlakukan ketentuan Perpres 54 Tahun 2010 Pasal 93 (1) huruf b jo. Pasal 118 ayat (1) huruf e. yaitu PPK dapat memutus kontrak karena rekanan cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya (d.h.i tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak secara bertanggung jawab ) dan:

a. Jaminan Pelaksanaan dicairkan;

b. sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan;

c. Penyedia Barang/Jasa membayar denda; dan/atau

d. Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam

Dengan adanya konsekuensi (tambahan) sebagaimana diatur dalam Perpres 54 tersebut, tentunya bagi perusahaan besar dan mempunyai reputasi baik akan menyelesaikan pekerjaan meski tidak dibayar.

2. Dampak Pernyataan Wanprestasi Bagi Satuan KerjaDengan adanya risiko bagi rekanan seperti telah diuraikan di atas, bola api mengelinding ke pihak PPK dan KPA. Rekanan akan berhitung untung-rugi atas masalah tersebut. Terkait dengan hal ini ada dua jenis tipe rekanan. Tipe pertama rekanan yang lebih mementingkan reputasi dan kelangsungan usaha dan tipe kedua rekanan yang berhitung untung-rugi sesaat.

Rekanan tipe pertama akan berkomitmen menyelesaikan pekerjaan walaupun untuk itu yang bersangkutan tidak memperoleh pembayaran dan harus membayar denda

keterlambatan. Rekanan seperti ini sangat membantu PPK dan KPA dalam merealisasikan output yang telah ditargetkan.

Sebaliknya, bagi rekanan tipe kedua akan dengan mudah untuk tidak menyelesaikan pekerjaan. Kalau hal ini terjadi maka PPK dan KPA berada dalam posisi sulit. Membiarkan

Ragam Pengawasan

Page 37: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

37VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

rekanan tidak menyelesaikan pekerjaan berarti juga membiarkan output tidak tercapai dan harus mengupayakan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran berikutnya (dan ini juga sulit untuk dipenuhi) dan jika anggaran sudah tersedia maka harus melaksanakan proses pemilihan rekanan. Sudah tentu hal demikian mengakibatkan inefisien dan inefektif.

Mencermati adanya dampak pernyataan wanprestasi tersebut, ada dua kemungkinan yang dilakukan oleh PPK dan KPA, yaitu:

• membuat BAPP sebagaimana dimaksud pasal 13 ayat (2) Per-73/PB/2011; atau

• tidak membuat/menyampaikan dokumen apapun kepada KPPN.

Jika sisa pekerjaan tidak terlalu signifikan bisa jadi PPK/KPA akan melakukan kemungkinan yang pertama. Namun perlu diingat bahwa tindakan yang demikian berarti telah melakukan “rekayasa” BAPP, kalau hal ini dilakukan tentunya akan ada dampak hukumnya.

Sementara itu, bagi PPK/KPA yang menginginkan kepastian penyelesaian pekerjaan maka sikap kedua yang diambil, yaitu tidak membuat/menyampaikan dokumen apapun kepada KPPN, tetapi mengenakan denda keterlambatan sesuai ketentuan Perpres 54 jo. kontrak yang bersangkutan. Rekanan diminta untuk tetap menyelesaikan pekerjaan. PPK/KPA mengambil sikap seperti ini terutama untuk mengantisipasi pendapat yang menyatakan bahwa pernyataan wanprestasi yang disampaikan oleh KPA berakibat putus kontrak, seperti diuraikan di atas.

Dengan demikian beban beralih ke Kepala KPPN yang selanjutnya berlaku ketentuan pasal 13 ayat (3) angka 7 Per-73/PB/2011, yaitu Kepala KPPN melaporkan KPA berkenaan ke Unit Pemeriksa Internal Kementerian/Lembaga terkait dan BPKP.

Simpulan - Alternatif Solusi

Pengaturan mengenai langkah-langkah menghadapi akhir tahun anggaran seperti yang berlaku akhir tahun 2011 (Per-73/PB/2011) tetap diperlukan, dengan beberapa perubahan antara lain sebagai berikut:

(1) nilai jaminan (pembayaran) sekurang-kurangnya sebesar prosentase pekerjaan yang belum diselesaikan, tidak termasuk PPN;

(2) pencairan jamainan seperti yang sekarang tetap,

tetapi ditambahakan pengaturan bahwa:

a. rekanan harus meneyelesaikan pekerjaan;

b. kekurangan pembayaran, dibayar tahun anggaran berikutnya dengan terlebih dulu merefisi DIPA tanpa menambah pagu anggaran, sebagaimana diatur pasal 46 ayat (1) Keppres 42/2002 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres 53 Tahun 2010, yang antara lain menyatakan sisa pekerjaan berdasarkan surat perjanjian/kontrak yang belum dibayar sampai dengan akhir tahun anggaran, ditampung dalam DIP (dibaca: DIPA) tahun anggaran berikutnya atas beban bagian anggaran departemen/lembaga bersangkutan.

(3) ada penegasan bahwa ketentuan dimaksud juga berlaku bagi kontrak pekerjaan yang seudah berakhir sebelum batas waktu penyampaian SPM-LS, namun BAPP-nya dibuat setelah batas waktu tersebut.

Hal lain yang lebih penting adalah kesadaran Kuasa Pengguna Anggaran untuk segera melakukan proses pelelangan ketika RKAKL sudah disetujui meskipun Tahun Anggaran belum dimulai dan jika suatu pekerjaan diperkirakan akan diselesaikan lebih dari satu Tahun Anggaran agar dilaksanakan dengan kontrak tahun jamak.

Referensi:

(1) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(2) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

(3) UU Nomor 8 Tahun 1983 std UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPn BM, dan peruturan yang terkait

(4) PP 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan RKAKL, dan peraturan yang terkait

(5) Kepres 42 Tahun 2002 std Perpres 53 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN

(6) Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa pemerintah

(7) Per-73/PB/2011 tentang Langkah-langkah Dalam Menghadapi Akhir Tahun Anggaran 2011

Penulis,

Supardjo

Auditor Madya pada Inspektorat V

Ragam Pengawasan

Page 38: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201238

1. Latar BelakangUndang-Undang Nomor 8 tahun 2010 pasal 17 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan antara lain pihak pelapor yang mempunyai kewajiban menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas transaksi yang dilakukan pengguna jasa kepada penyedia barang dan/atau jasa lain, salah satunya adalah balai lelang. Balai lelang adalah badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang. Namun demikian kegiatan di bidang lelang tidak hanya dilakukan oleh balai lelang, tapi juga dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

KPKNL merupakan kantor vertikal pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang mempunyai fungsi antara lain pelaksanaan pelayanan lelang.

Berdasarkan Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) DJKN diketahui dalam tahun 2010 jumlah frekuensi lelang adalah 26.304 dengan nilai pokok lelang Rp4,2 trilyun sedangkan dalam tahun 2011 jumlah frekuensi lelang adalah 35.463 dengan nilai pokok lelang Rp7,2 trilyun, namun demikian DJKN dalam hal ini KPKNL tidak mempunyai kewajiban untuk melaporkan transaksi lelang kepada PPATK.

Adanya kewajiban tersebut menggambarkan kegiatan di bidang lelang merupakan kegiatan yang rawan digunakan untuk money laundering (pencucian uang).

2. Pengertian 1) Money Laundering

Secara umum pencucian uang (money laundering ) adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas

harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

2) Tahapan Money Laundering

Pada dasarnya proses pencucian uang dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yang meliputi :

a. Penempatan (Placement), adalah upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system), atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan.

b. Transfer (Layering), adalah upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada Penyedia Jasa Keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke Penyedia Jasa keuangan yang lain. Sebagai contoh adalah dengan melakukan beberapa kali transaksi atau transfer dana.

c. Penggunaan harta kekayaan (Integration), adalah upaya menggunakan

Money Laundering (Pencucian Uang) Dalam Kegiatan Lelang

(Ahmad Adil, Auditor Muda Inspektorat IV)

Ragam Pengawasan

Page 39: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

39VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan. Sebagai contoh adalah dengan pembelian aset dan membuka/melakukan kegiatan usaha.

3) Modus Money Laundering

Beberapa modus pencucian uang yang banyak digunakan oleh pelaku pencucian uang adalah:

a. Smurfing, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku.

b. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih kecil.

c. U Turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan dengan memutarbalikkan transaksi untuk kemudian dikembalikan ke rekening asalnya.

d. Cuckoo Smurfing, yaitu upaya mengaburkan asal usul sumber dana dengan mengirimkan dana-dana dari hasil kejahatannya melalui rekening pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari luar negeri dan tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut merupakan “proceed of crime”.

e. Pembelian aset/barang-barang mewah, yaitu menyembunyikan status kepemilikan dari aset/ barang mewah termasuk pengalihan aset tanpa terdeteksi oleh sistem keuangan.

f. Pertukaran barang (barter), yaitu menghindari penggunaan dana tunai atau instrumen keuangan sehingga tidak dapat terdeteksi oleh system keuangan.

g. Underground Banking/Alternative Remittance Services, yaitu kegiatan pengiriman uang melalui mekanisme jalur informal yang dilakukan atas dasar kepercayaan.

h. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan

menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana.

i. Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana dari hasil kegiatan usaha yang legal dengan tujuan untuk mengaburkan sumber asal dananya.

j. Penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit terlacaknya identitas dan pendeteksian keberadaan pelaku pencucian uang.

4) Lelang

Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.

Jenis barang yang dilelang antara lain:

Barang Bergerak, seperti kendaraan (mobil, motor, kapal bobot kurang dari 20 ton, dsb), barang inventaris (stok bahan baku, perabot kantor, perabot rumah tangga, barang antik, perhiasan, hasil seni, dsb), Elektronik (TV, Kulkas, Komputer, Peralatan Audio-Video,dsb); Barang Tidak Bergerak seperti Tanah (Tanah Perumahan, Pabrik, Hotel Apartemen, dsb) Kapal Terbang, Kapal dengan bobot di atas 20 ton (Kapal Penumpang, Kapal Pesiar, Kapal Tanker, Kapal Keruk, dsb).

3. PembahasanSalah satu tahapan dari money laundering adalah penggunaan harta kekayaan (Integration), yaitu upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan. Sebagai contoh adalah dengan melakukan pembelian aset dan membuka/melakukan kegiatan usaha. Modus yang digunakan yaitu dengan menyembunyikan status kepemilikan dari aset termasuk pengalihan aset tanpa terdeteksi oleh sistem keuangan. Salah satu cara pembelian asset adalah melalui kegiatan lelang.

Sedikitnya terdapat 2 (dua) hal yang dapat

Ragam Pengawasan

Page 40: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201240

menyuburkan money laundering pada kegiatan lelang, yaitu:

1) Belum Dilakukan Pelaporan Transaksi kepada PPATK

Berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 2010, pihak pelapor yang wajib menyampaikan laporan kepada PPATK meliputi:

a) Penyedia jasa keuangan, yaitu: bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggara e-money dan/atau e-wallet, koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi, dan penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.

Penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi:

(a) Transaksi keuangan mencurigakan

(b) Transaksi keuangan tunai dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; dan/atau

(c) Transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.

Kewajiban pelaporan atas transaksi keuangan tunai dikecualikan terhadap:

a. Transaksi yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan dengan pemerintah dan bank sentral;

b. Transaksi untuk pembayaran gaji atau pensiun; dan

c. Transaksi lain yang ditetapkan oleh Kepala PPATK atau atas permintaan penyedia jasa keuangan yang disetujui oleh PPATK.

b) Penyedia barang dan/atau jasa lain, yaitu: perusahaan properti/agen properti,

pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, pedagang barang seni dan antik, dan balai lelang.

Penyedia barang dan/atau jasa lain wajib menyampaikan laporan transaksi yang dilakukan pengguna jasa dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada PPATK paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal transaksi dilakukan.

Untuk penyedia barang dan/atau jasa lain tidak ada pengecualian dalam kewajiban pelaporan kepada PPATK sebagaimana untuk penyedia jasa keuangan.

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) tidak termasuk dalam pihak pelapor yang disebutkan dalam undang undang tersebut, padahal KPKNL sebagai penyedia jasa di bidang lelang mempunyai kegiatan yang sama dengan balai lelang sebagai penyedia barang dan/atau jasa lain. Sebagai contoh pelaksanaan lelang di salah satu KPKNL di Jakarta, dalam bulan Januari s.d Juli 2012 terdapat 48 transaksi lelang dengan nilai Rp500.000.000,00 ke atas. Sementara untuk periode yang sama, balai lelang di Jakarta belum ada transaksi lelang dengan nilai Rp500.000.000,00 ke atas. Mengingat tidak adanya transaksi dengan nilai Rp500.000.000,00 ke atas yang dilaksanakan di balai lelang dan sebaliknya transaksi dengan nilai yang sama cukup banyak dilaksanakan di KPKNL, mengindikasikan pembeli lelang di KPKNL memanfaatkan celah hukum transaksi yang tidak perlu dilaporkan oleh KPKNL.

2) Persyaratan Peserta Lelang

Dalam mengikuti pelaksanaan lelang, peserta lelang harus memenuhi persyaratan dalam pengumuman lelang yang dibuat oleh penjual.

Dalam pengumuman lelang biasanya hanya menyebutkan kewajiban untuk menyetor uang jaminan lelang, memenuhi persyaratan administrasi seperti KTP, NPWP, Surat Setoran Pajak (SSP) SIUP, TDP dan lain-lain.

KPKNL sebagai penyedia jasa lelang tidak melakukan analisis terhadap profile peserta lelang menyangkut sumber dana peserta lelang sebagai pengguna jasa.

Ragam Pengawasan

Page 41: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

41VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Pemenang lelang yang tidak mempunyai dana untuk melunasi nilai lelang dapat dilunasi oleh pihak lain atas nama pemenang lelang.

Seharusnya KPKNL dapat menambahkan persyaratan mengenai kemampuan finansial peserta lelang untuk mengikuti lelang dengan melakukan analisis laporan keuangan peserta lelang yang dilampirkan dalam SPT, atau menyampaikan rekening koran peserta lelang pada bulan dilaksanakan lelang, sehingga pelaksanaan lelang diikuti oleh peserta lelang yang serius dan mempunyai kemampuan finansial.

Hal ini disebabkan tidak adanya mekanisme atau SOP yang mengatur untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa dalam hal ini peserta lelang mengenai sumber dana peserta lelang.

Akibatnya dapat dimanfaatkan oleh pihak lain dengan memakai nama pemenang lelang sebagai kendaraan untuk melakukan money laundering .

Sebagai contoh adalah pelaksanan lelang atas salah satu dari scrap Barang Milik Negara (BMN) Eks Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang di Jakarta. Dalam salah satu risalah lelang tahun 2010 diketahui hasil lelang scrap tersebut kurang lebih sebesar Rp13 milyar, pemenang lelang dalam risalah lelang adalah CV X.

Dari hasil penelitian terhadap rekening koran KPKNL diketahui pelunasan lelang tersebut dibayar oleh Y yang merupakan salah satu peserta lelang atas nama pemenang lelang (CV X). Dari hasil penelitian lebih lanjut terhadap berkas SPT Tahunan CV X termasuk laporan keuangannya tidak menggambarkan kemampuan CV X dalam membayar hasil lelang tersebut.

Hal ini dapat diketahui dari nilai kas/bank yang dimiliki CV X, di sisi lain CV X juga tidak mempunyai utang dalam laporan keuangannya. Walaupun apabila uang tersebut benar milik CV X berarti CV X tidak melaporkan seluruh penghasilannya dalam SPT Tahunan.

Dengan demikian terdapat indikasi adanya pengalihan aset dari pemenang lelang (CV X) tersebut kepada pihak lain (Y) yang tidak terdeteksi sistem keuangan.

Di sisi lain hal ini merupakan upaya

penghindaran pajak (tax evasion) dari CV X untuk tidak melaporkan penghasilan dari pengalihan aset kepada Y dalam SPT Tahunan yang merupakan salah satu tindak pidana di bidang perpajakan. Hal ini dimungkinkan karena Undang-Undang No. 8 tahun 2010 belum memasukkan KPKNL sebagai pihak pelapor yang harus membuat laporan kepada PPATK atas transaksi Rp500.000.000,00 ke atas.

4. PenutupKegiatan lelang memungkinkan adanya pengalihan aset dari pemenang lelang kepada pihak lain yang memiliki modal untuk melakukan money laundering, karena pengalihan aset tersebut tidak dapat dideteksi oleh sistem keuangan dan pemenang lelang hanya dipakai sebagai kendaraan untuk memperoleh aset tersebut.

Selain itu adanya upaya penghindaran pajak atas penghasilan yang tidak seluruhnya dilaporkan dalam SPT Tahunan atas pengalihan aset dari pemenang lelang kepada pihak yang memiliki modal dapat mengindikasikan adanya tindak pidana perpajakan.

Inspektorat Jenderal sebagai mitra dari Eselon I Kementerian Keuangan dapat memberikan masukan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk mengatur tentang kewajiban pelaporan transaksi lelang kepada PPATK dan mekanisme prinsip mengenali pengguna jasa (peserta lelang) dalam pelaksanaan lelang terkait dengan sumber dana peserta lelang. Selain itu perlunya sinergi dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk menangani tindak pidana perpajakan dari kegiatan lelang dalam rangka meningkatkan penerimaan negara.

Referensi1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

2. Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 tanggal 23 April 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

3. Pengertian, Tahapan dan Modus Money Laundering @Bankirnews.com

Ragam Pengawasan

Page 42: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201242

Selanjutnya dalam penentuan metode harga wajar atau laba wajar wajib dilakukan kajian untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang paling tepat. Metode

Penentuan Harga Transfer yang dapat diterapkan adalah :

1. Metode perbandingan harga antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (comparable uncontrolled price/CUP)

Metode CUP adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga barang atau jasa dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding.

Metode ini dapat digunakan dalam hal terdapat penjualan/pembelian kepada pihak yang ada hubungan istimewa maupun kepada pihak lain yang tidak ada hubungan istimewa serta jenis produk sebagai obyek transaksi relatif sama.

Sekilas tentang Transfer Pricing(Transaksi Hubungan Istimewa)

(Bagian kedua dari dua tulisan)

Oleh : Airvian Trisakti, Auditor Madya pada Inspektorat IV

Ragam Pengawasan

Metode CUP dapat digunakan dengan syarat bentuk fisik barang yang diperjualbelikan dan/atau kondisi transaksi yang diperbandingkan harus berkarakteristik sama. Bila terdapat perbedaan karakteristik barang dan/atau kondisi transaksi, perbedaan tersebut tidak boleh mempengaruhi harga barang. Selanjutnya jika perbedaan tersebut berpengaruh terhadap harga dan/atau transaksi yang dibandingkan, perbedaan tersebut haruslah dapat dinilai dengan uang agar dapat dilakukan penyesuaian terlebih dahulu.

Dalam membandingkan harga yang dimaksud, harus diperhatikan kondisi yang menyebabkan perbedaan harga (comparability factors). Kondisi-kondisi tersebut dapat berupa pasar-pasar yang berbeda secara geografis, mata rantai penjualan dari produsen ke konsumen, potongan harga dan potongan kuantitas (diskon dan rabat), kualitas barang, biaya transportasi, atau asuransi.

Perbedaan harga yang disebabkan faktor-faktor tersebut harus dieliminasi untuk mendapatkan harga yang wajar. Dengan dmikian penyesuaian dapat dilakukan seperlunya sesuai dengan keadaan.

Contoh penerapan CUP Method.

Catatan: Diketahui terdapat biaya pengangkutan dan asuransi barang X dari PT Z ke PT Y sebesar Rp100.000/unit.

• Harga Jual transaksi pembanding Rp2.000.000,00• Penyesuaian karena perbedaan kondisi transaksi Biaya angkut & asuransi Rp 100.000,00• Harga jual sebanding setelah penyesuaian Rp2.100.000,00• Harga transaksi persh afiliasi cfm. WP Rp2.000.000,00• Koreksi harga transaksi afiliasi karena penerapan prinsip kewajaran Rp 100.000,00

Page 43: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

43VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

2. Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM)

Metode RPM adalah metode penentuan harga pasar wajar yang dilakukan dengan mengurangkan suatu mark up wajar dari harga jual barang yang sama pada mata rantai berikutnya. Mark up wajar diperoleh dengan membandingkannya dengan transaksi yang tidak ada hubungan istimewa.

Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM) adalah apabila tidak ada transaksi dengan pihak yang tidak ada hubungan istimewa yang dapat digunakan sebagai pembanding, misalnya pada sistem pemasaran dengan keagenan tunggal. Metode ini juga dapat diterapkan jika terdapat data harga penjualan kembali barang yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, tidak terdapat proses perubahan barang yang menambah nilai, dan pihak pembeli dan penjualan dalam hubungan istimewa tidak menambah harga yang besar pengaruhnya terhadap nilai barang tersebut.

Contoh penggunaan metode RPM :

PT A menyerahkan barang kepada afiliasinya yaitu PT B dengan harga Rp1.000.000,00. Kemudian PT B menyerahkan barang yang sama kepada pihak independen yaitu PT C dengan harga Rp2.000.000,00. PT D, pihak yang indenpenden, juga menyerahkan produk yang sama kepada PT E, yang juga independen, dengan kenaikan harga jual (mark up) sebesar 20%.

Dengan demikian harga jual wajar dari PT A ke PT B adalah Rp2.000.000,00 – (20% x Rp2.000.000,00), yaitu sebesar Rp1.600.000,00. Dengan demikian terdapat alokasi penghasilan kepada PT B sebesar Rp600.000,00. Apabila PT A membebankan biaya asuransi kepada PT B sebesar Rp100.000,00, maka harga penjualan wajar kepada PT B adalah Rp1.600.000,00 – Rp100.000,00 = Rp1.500.000,00.

3. Metode biaya-plus (cost plus method/CPM)

Metode CPM adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga

pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Metode ini dapat dijalankan bila kondisi pasar dapat diperbandingkan.

Data tingkat laba kotor (persentase laba kotor) dapat diperoleh dari penjualan kepada pihak ketiga yang independen dari penjual yang juga melakukan penjualan terhadap afiliasinya, penjualan oleh pihak-pihak yang independen, komisi yang diterima oleh suatu agen pembelian dalam hal fungsi penjualan yang dilakukan oleh penjual adalah sama dengan fungsi penjualan yang dilakukan oleh agen pembelian tersebut, dan persentase laba kotor dari perusahaan sejenis.

Metode biaya-plus (cost plus/CPM) lebih tepat diterapkan bila terdapat penjualan barang setengah jadi kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa atau bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.

Contoh penggunaan Metode CPM :

PT A memproduksi barang dengan biaya Rp50.000,00 dan menyerahkan barang tersebut kepada pihak afiliasi yaitu PT B dengan harga Rp90.000,00. PT C memproduksi barang yang sama dengan biaya Rp60.000,00 dan menjualnya kepada pihak independen yaitu PT D, dengan harga Rp100.000,00.

Dari penjualan PT C ke PT D, laba kotor yang diperoleh adalah sebesar (Rp100.000,00 – Rp60.000,00) : Rp60.000,00 = 66,67% Sehingga haga wajar penjualan dari PT A ke PT B dengan menggunakan metode CPM adalah Rp50.000,00 + (66,67% x Rp50.000) = Rp83.333,33.

4. Metode pembagian laba (profit split method/PSM)

Metode PSM dilaksanakan dengan menghitung laba gabungan dari perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa untuk selanjutnya dibagi berdasarkan prtimbangan-pertimbangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dengan transaksi yang independen dan produk yang sama. Metode pembagian laba (profit split method/PSM) secara khusus hanya dapat diterapkan dalam kondisi transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sangat terkait satu sama lain

Ragam Pengawasan

Page 44: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201244

sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah atau terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat .

5. Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM)

Metode TNMM adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan presentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan presentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.

Metode ini dilakukan denngan cara membandingkan antara laporan keuangan WP yang diperiksa dengan laporan keuangan WP lain yang sejenis dan melakukan transaksi dengan pihak independen. Metode ini tidak menggunakan pendekatan harga transaksi (pricing transaction approach) melainkan menekankan pada pengujian laba (total profit approach).

Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM) antara lain bila salah satu pihak dalam transaksi Hubungan Istimewa melakukan kontribusi yang khusus atau salah satu pihak dalam transaksi Hubungan Istimewa melakukan transaksi yang kompleks dan memiliki transaksi yang berhubungan satu sama lain.

Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai, wajib diperhatikan kelebihan dan kekurangan setiap metode, kesesuaian metode Penentuan Harga Transfer dengan sifat

dasar transaksi antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang ditentukan berdasarkan analisis fungsional, ketersediaan informasi yang handal (sehubungan dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa) untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain, dan juga tingkat kesebandingan antara transaksi antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, termasuk kehandalan penyesuaian yang dilakukan untuk menghilangkan pengaruh yang material dari perbedaan yang ada.

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa harga atau laba yang memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha, dapat ditentukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm’s length range/ALR). Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan dimana transaksi atau data pembanding yang digunakan dapat diandalkan dan didukung dengan bukti-bukti dan penjelasan yang memadai bahwa penetapan harga atau laba tunggal tidak dapat dilakukan. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud di atas tidak dapat dipenuhi, maka Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar tidak dapat dipergunakan.

Yang dimaksud dengan Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm’s length range/ALR) adalah rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang merupakan hasil pengujian beberapa data pembanding dengan menggunakan metode Penentuan Harga Transfer yang sama. Mau tidak mau kita harus belajar statistik lagi untuk menghitung kuartil pertama dan ketiga dari data pembanding yang ada.

Perdirjen ini juga mengatur kewajaran dan kelaziman usaha untuk transaksi khusus seperti transaksi jasa, transaksi pemanfaatan dan pengalihan harta tidak berwujud, kewajiban Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang KUP dan peraturan pelaksanaannya, kewenangan Dijen Pajak, serta hak-hak Wajib Pajak.

Dirjen Pajak dalam hal ini berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.

Direktur Jenderal Pajak juga berwenang melakukan penyesuaian (correlative adjustment)

Ragam Pengawasan

Page 45: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

45VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

terhadap penghitungan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak sebagai tindak lanjut atas suatu penyesuaian (primary adjustment) yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak atas penghitungan penghasilan dan pengurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya termasuk Bentuk Usaha Tetap yang menjadi lawan transaksi Wajib Pajak atau otoritas pajak negara lain atas penghitungan penghasilan dan pengurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak negara tersebut yang menjadi lawan transaksi Wajib Pajak dalam negeri termasuk Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Atas penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas pajak negara lain tersebut, Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk melakukan sendiri penyesuaian penghitungan pajaknya.

Sehubungan dengan ha-hak Wajib Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau P3B untuk menyelesaikan sengketa perpajakan yang menyangkut penerapan ketentuan dalam P3B sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas pajak di negara mitra P3B terhadap Wajib Pajak yang menjadi lawan transaksinya. Wajib Pajak juga dapat mengajukan permohonan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebagai upaya menghindari permasalahan yang mungkin timbul dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) adalah perjanjian tertulis antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau antara Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan negara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang PPh. Secara rinci APA telah dituangkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-69/PJ/2010 tanggal 31 Desember 2010.

Contoh kasus

Terus terang agak sulit mencari contoh kasus illegal transfer pricing di Indonesia. Salah satu kasus yang masih hangat adalah kasus transfer pricing yang menyasar salah satu perusahaan pertambangan batu bara pada tahun 2008. Perusahaan tersebut diduga menjual batubara di bawah harga pasar ke perusahaan afiliasinya di Singapura pada tahun 2005 dan 2006. Tapi kemudian dijual lagi ke pasar

sesuai harga pasaran. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari royalti yang dibayarkan ke negara. Selama ini berbagai pihak menyatakan kasus transfer pricing batubara seperti kasus perusahaan pertambangan tersebut sulit dibuktikan karena tidak ada standar harga, demikian diungkap salah satu media elektronik di dunia maya.

Seperti dijelaskan sebelumnya salah satu kendala utama dalam upaya mengatasi illegal transfer pricing adalah masalah data pembanding, namun dalam contoh kasus ini sebenarnya Indonesia memiliki Indonesia Coal Index (ICI) yang bisa digunakan untuk mengukur kewajaran harga batubara yang dijual perusahaan pertambangan di atas. ICI merupakan index harga batubara yang dibuat di Indonesia melalui berbagai sumber. Sejauh ini ada tiga jenis index batubara, yaitu ICI untuk batubara berkalori 6.000 kilo kalori per kg (kkal/kg), 5.800 kkal/kg, dan 5.000 kkal/kg.

Menurut Managing Director ICI, Departemen ESDM merupakan salah satu pelanggan yang sudah menggunakan ICI untuk dijadikan patokan harga batubara, sehingga bisa dijadikan referensi. Sebagai contoh harga tahun 2005 US$ 40, tapi kemudian ada yang jual US$ 20, sehingga terjadi selisih harga. Hal tersebut merupakan salah satu indikasi terjadinya transfer pricing dimana perusahaan menjual dengan harga dibawah harga yang seharusnya atau jika ada fee yang terlalu tinggi untuk trader. Namun ketika dikonfirmasi apakah Kementerian ESDM akan merekomendasikan ICI untuk penyidikan kasus perusahaan tersebut, salah satu direktur ESDM menyatakan menyerahkan hal tersebut ke Kejagung. Seluruh data telah diserahkan ke Kejagung tidak ada yang ditutup-tutupi, demikian katanya. Dalam kasus ini dapat dibayangkan berapa potensi kerugian negara bila memang terbukti terjadi illegal tranfer pricing, karena kuantitas produksinya yang mencapai jutaan metrik ton.

Ragam Pengawasan

Page 46: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201246

Dari contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa upaya meminimalisir kasus transfer pricing tidak cukup hanya dilakukan oleh Kementerian Keuangan cq Direktorat Jenderal Pajak dengan menerbitkan berbagai aturan, tetapi juga melibatkan banyak pihak serta membutuhkan komitmen yang kuat dari pihak-pihak terkait tersebut, termasuk dari aparat penegak hukum.

Tindakan Pemerintah Yang Diperlukan Dalam Penanganan Transfer Pricing

Mengingat begitu besarnya kerugian dan potensi kerugian yang timbul dan mungkin timbul akibat praktek illegal transfer pricing, maka perlu dilakukan tindakan dalam pencegahan dan upaya penanganan kasus yang terjadi pada perusahaan yang melakukan transfer pricing di Indonesia. Salah satu upaya telah dilakukan yaitu dengan membuat kebijakan perpajakan yang mengatur mengenai transfer pricing, sehingga ada kepastian hukum dalam penanganannya. Selain itu pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan terutama yang tergabung dalam satu grup (intercompany) perlu dilaksanakan. Pengawasan akan dapat mengurangi adanya praktek transfer pricing. Tindakan yang tegas juga diperlukan untuk meminimalisir kegiatan ini pada masa mendatang.

Pengawasan dan pemeriksaan seharusnya juga dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan asing yang bertahun-tahun menderita kerugian. Indonesia semestinya bisa meniru Singapura yang

Ragam Pengawasan

lebih tegas dalam menangani transfer pricing. Negera Merlion itu mengharuskan penanam modal asing yang tak untung dalam lima tahun untuk angkat kaki dari bumi Singapura.

Selain langkah di atas menurut Anwar Supriyadi, Ketua Komite Pengawasan Perpajakan, perlu ada langkah nyata dari Ditjen Pajak untuk menangani praktek transfer pricing, termasuk menjalin kerja sama dengan negara lain. “Seperti yang digagas dalam G-20 (Kelompok 20),”demikian kata beliau. Menurut Anwar, untuk mengendus praktek tersebut tidaklah mudah, perlu keahlian khusus. “Sebetulnya keahliannya sudah ada, tinggal memanfaatkan dan keseriusan untuk menangani saja,” ujar beliau. Mochamad Tjiptardjo, sewaktu beliau menjabat Dirjen Pajak, mengatakan bahwa Ditjen Pajak sudah menyiapkan sumber daya di bidang transfer pricing sebanyak 1015 orang yang tersebar di kantor-kantor pajak di seluruh Indonesia, plus menempatkan 15 intelijen di luar negeri. (Kompas. Com, 30 Juni 2010)

Bagaimana dengan Itjen

Sebagai unit Aparat Pengawas Intern Pemerintah, banyak hal digantungkan kepada Inspektorat Jenderal. Sesuai dengan nilai-nilai Kementerian Keuangan yaitu Profesionalisme, kita diharapkan mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas. Dengan mengikuti pelatihan (training) kita seolah disadarkan, masih banyak yang tidak kita ketahui dan masih sangat kurangnya pengetahuan kita. Namun pelatihan saja tidaklah cukup, karena kurangnya diberikan contoh-contoh kasus yang nyata terjadi di lapangan. Pelatihan di kantor sendiri mungkin dapat menjadi salah satu alternatif, dengan memanggil nara sumber yang berkompeten di bidangnya. Bukankah di DJP telah ada unit khusus yang menangani masalah transfer pricing?

Kerjasama dengan DJP, sebagai salah satu pemangku kepentingan juga perlu ditingkatkan terkait dengan masalah tranfer pricing. Kita wujudkan Sinergi dengan mereka, sehingga dapat terjalin kemitraan yang harmonis serta tentunya transfer knowledge yang berkesimbungan. Duuuh....ternyata masih banyak tugas yang harus kita selesaikan bersama.

Tulisan ini merupakan oleh-oleh setelah mengikuti training Transfer Pricing pada tanggal 25 dan 26 Januari 2012(Airvian Trisakti, Auditor Madya Inspektorat IV)

Page 47: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

47VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

ex-auditor

Bagaimana Kabarnya Bapak? Keluarga

Sehat?

Alhamdulillah. Kami sekeluarga dalam

keadaan sehat, terimakasih.

Bisa diceritakan kepada kami tentang riwayat pekerjaan Bapak selama di Itjen?

Saya masuk menjadi pegawai Inspektorat Jenderal sejak Januari 1980 dengan dasar pendidikan SMA (waktu itu masih kuliah di Akademi Accounting Jayabaya), ditempatkan di Sekretariat Inspektorat Jenderal, tepatnya di Bagian Data dan Penyusunan Program. Sejak September 1984 sampai Desember 1993 bertugas pula selaku Bendaharawan Proyek Pengawasan Proyek-Proyek di lingkungan Departemen Keuangan. Setelah menjalani SEPALA tahun 1991, awal tahun 1992 diangkat menjadi salah satu Eselon IV di Bagian Penyusunan Program (Sekretariat Itjen). Tahun 1998-2000 dimutasikan ke bidang operasional menjadi pemeriksa pada Inspektur Kepegawaian, selanjutnya tahun 2001-2004 pada Inspektur Bidang VII yang tugasnya antara lain pengawasan pada Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN). Kemudian pada tahun 2005-2008 ditugaskan pada Inspektur Bidang IV, dan pada 2009-2011 pada Inspektur Bidang II, yang tugasnya antara lain pengawasan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sampai masa purna bakti pada April 2011.

Bagaimana dengan pengalaman yang paling berkesan selama di Itjen pak?

Mendapatkan kepercayaan-amanat mengemban

tugas dari Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Proyek Pengawasan Proyek-Proyek di lingkungan Departemen Keuangan dari September 1984 sampai dengan Desember 1993 (sembilan tahun berturut-turut) untuk membantu mengelola dan mengadministrasikan, menyimpan-mengamankan-mengeluarkan-melaporkan Keuangan Negara yang nilainya lebih dari 200-300 kali dari gaji dan tunjangan yang saya terima dalam setahun. Ketika itu, gaji dan tunjangan saya cuma sekitar Rp80.000,- sebulan atau Rp960.000,- setahun, sedangkan dana-uang proyek yang diamanatkan senilai Rp200.000.000,- – Rp300.000.000.- Alhamdulillah tugas amanat

selesai dengan baik. Melaksanakan tugas pemeriksaan fisik proyek di lingkungan

Departemen Keuangan di daerah, sampai ke daerah terpencil diantaranya ke Denpasar, Amlapura, Mataram, Raba-Bima, Kupang, Sumbawa Besar, Manna, Lubuk Linggau, Muara Bungo, Sungai

Penuh, Lubuk Sikaping, Tanjung Balai Karimun. Melaksanakan audit kinerja

pelayanan impor pada KPU Tanjung Priok, Pelayanan Rush Handling pada KPU Soekarno

Hatta, Pelaksanaan kegiatan spotcheck pada KPU BC Tanjung Priok, KPPBC Semarang, KPPBC Surabaya, KPPBC Merak dll. yang hasilnya meningkatkan kinerja dan kepatuhan pada ketentuan yang berlaku. Juga kajian ketentuan dan pelaksanaan Kawasan Berikat, yang meliputi wilayah Jakarta, Bogor, Purwakarta, Surabaya, Pasuruan maupun Operasi Pita Cukai Rokok di seputar Surakarta.

Bagaimana dengan suka duka selama di Itjen?

Sukanya ialah mendapatkan kesempatan untuk bekerja bersama para pejabat dan dapat

“..menjadi PNS itu adalahsuatu kehormatan dan pengabdian”

Narsum : Bambang Asmarahadi

Page 48: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201248

ex-auditor

memberikan sumbang saran perbaikan terhadap pelaksanaan tugas kantor yang di audit dan mendapatkan tanggapan yang baik dari pejabat kantor yang di audit, yang artinya pelaksanaan tugas kita bermanfaat-positif. Alhamdulillah sebulan sebelum purna bakti mendapatkan kenaikan pangkat penghargaan menjadi pembina. Dukanya adalah ketika ingin melanjutkan pendidikan maka harus berutang dahulu kepada Koperasi Itjen untuk biaya kuliah yang selanjutnya dapat diangsur pelunasannya. Dan dalam beberapa penugasan yang telah selesai dilaksanakan ternyata tidak dapat memperoleh-diperhitungkan angka kreditnya. Juga ketika angka kredit kumulatif telah mencapai lebih 550 (telah jauh melampaui angka kredit minimal 400) ternyata belum diikutsertakan untuk penjenjangan selanjutnya sehingga lebih 11 tahun dalam jenjang pangkat III/d sampai sebulan menjelang purna bakti.

Pendapat Bapak tentang Itjen yang sekarang?

Inspektorat Jenderal sekarang perannya telah meningkat menjadi partner dan sekaligus konsultan bagi obyek audit. Namun demikian Auditor tetap harus memasang mata dan telinga serta mengembangkan sensitivitas untuk dapat mendeteksi penyimpangan atau pelanggaran dan dapat bertindak dengan sigap untuk mencegah terjadinya penyimpangan pelaksanaan tugas dari ketentuan yang telah digariskan. Maraknya penyimpangan, penyalahgunaan wewenang dan tindak pelanggaran di lingkungan Kementerian Kuangan (terutama menyangkut tugas pada Ditjen

Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai) merupakan tantangan apakah Inspektorat Jenderal dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya selaku aparat pengawasan internal Kementerian Keuangan. Meskipun fasilitas dan penyediaan anggaran kegiatan pengawasan dan lainnya telah jauh meningkat, namun pengelolaan kegiatan dan anggaran harus tetap berpedoman pada manfaat dan efisiensi serta kepatuhan pada peraturan perundangan yang berlaku.

Bagaimana pendapat Bapak tentang peran Auditor secara umum dan Itjen secara khusus?

Peran Auditor semestinya tetap sebagai ujung tombak dalam pengawasan dan pengendalian dan pengawasan. Melalui Auditor dapat diperoleh data dan kondisi lapangan yang sesungguhnya untuk dievaluasi dan selanjutnya diberikan saran perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan kinerja, pengendalian maupun pengawasan yang diperlukan agar pelaksanaan tugas dapat dilakukan dengan optimal dan sesuai ketentuan yang digariskan/berlaku. Dan dapat pula mengkaji apakah terhadap peraturan yang berlaku diperlukan penyempurnaan peraturan terkait dengan perubahan dan kondisi di lapangan maupun penyempurnaan pengendalian-pengawasan di lapangan. Untuk itu auditor harus senantiasa meningkatkan pengetahuan, menguasai ketentuan yang berlaku, mengetahui-memahami SOP obyek audit dan terampil serta tetap menjaga integritasnya. Kehadiran Inspektorat Jenderal yang dirasakan sebagai partner dan konsultan akan menciptakan suasana dan hubungan kerja yang lebih

Page 49: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

49VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

ex-auditor

baik dengan obyek audit dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran organisasi Kementerian Keuangan. Secara bersama dapat mengkaji peraturan, rancangan kebijakan dan perbaikan sistem yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja Kementerian Keuangan.

Bagaimana keseharian bapak setelah tidak lagi bekerja di Itjen?

Menjalani masa purna bakti sebagai Jamesbon (Jaga mesjid dan kebon), Alhamdulillah ada sepetak kebon yang kebetulan berlokasi di atas Pantai Bagolo sebagai tempat menghitung ombak, berdampingan dengan Obyek Wisata Pantai Karapyak dan tak jauh dari mesjid di Lion’s Village-Bagolo (turut serta mendorong bidang pariwisata di Bagolo-Pantai Karapyak, Kalipucang-Pangandaran). Mendukung putra dan putri untuk menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi, sambil membesarkan burayak-anak ikan nila (budidaya perikanan air tawar di Ciseeng) sambil tetap belajar, membaca dan berkomunikasi.

Apakah setelah tidak bekerja di Itjen, Bapak pernah berhubungan lagi dengan Itjen? Dalam hal apa? Bisa diceritakan pak?

Ya, sesekali namun umumnya lebih bersifat silaturahim-bertemu di Mesjid dengan rekan-rekan sambil berbincang-monitoring perkembangan Inspektorat Jenderal. Adakalanya bertemu dengan rekan pegawai dan pensiunan pada kesempatan apabila menghadiri undangan hajat pegawai-pejabat-pensiunan. Juga tetap bergaul melalui jejaring sosial dan telekomunikasi.

Adakah apresiasi yang ingin bapak sampaikan terhadap Itjen?

Inspektorat Jenderal telah berkembang menjadi partner dan juga konsultan bagi obyek audit dan lainnya. Hal ini mendorong iklim, suasana kerja dan hubungan yang lebih baik dalam arti yang positif dengan obyek audit. Mereka menjadi lebih terbuka, kooperatif dan dapat memahami tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal dan secara bersama-sama berupaya mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam mendukung pencapaian sasaran Kementerian Keuangan. Sebagai saluran penampung informasi dari masyarakat-pengaduan atas penyimpangan dan investigasi atas kasus-kasus

menyangkut Kementerian Keuangan merupakan fasilitasi untuk meminimalkan tindak penyalahgunaan wewenang dan korupsi di Kementerian Keuangan

Adakah masukan dan pesan dari Bapak untuk rekan-rekan di Itjen agar lebih baik lagi?

Harapan saya kepada rekan-rekan yang masih aktif bertugas agar senantiasa menjaga dan meningkatkan integritas dan selalu meningkatkan kemampuan baik dibidang tugas masing-masing maupun lainnya sehingga pada gilirannya dapat menjaga nama baik pribadi dan organisasi (Inspektorat Jenderal) dan mendukung pelaksanaan tugas pengawasan oleh Inspektorat Jenderal dalam mendukung pencapaian tujuan-visi-misi Kementerian Keuangan. Kerjasama yang baik dalam tim, melakukan yang terbaik dan tetap teguh dengan integritas yang tinggi perlu senantiasa diupayakan melalui nilai-nilai Kementerian Keuangan.

Adik-adik yang muda, yang energik, penerus generasi harus lebih semangat, jujur, meningkatkan ilmu pengetahuan, dan terus meningkatkan integritas dengan tetap bergaya hidup sederhana-bersahaja. Sesungguhnya menjadi Pegawai Negeri Sipil itu adalah suatu kehormatan dan pengabdian. Adalah membanggakan menjadi Auditor Inspektorat Jenderal, sepanjang integritas tetap terjaga.

Page 50: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201250

ex-auditor

Biodata NarasumberNama Lengkap : Bambang Asmarahadi, S.E., M.M.

Tempat/Tanggal Lahir : Jember, 8 Maret 1955

Status Pernikahan : Menikah

Nama Istri : Sri Haryati Fitria

Jumlah Anak : 2 (dua)

Nama : 1. Raditya Adinugroho

2. Rani Widyasmara

Alamat : Jl. Mahkota 3 No. 24 RT 06 RW 14 Pondok Duta Cimanggis Depok

Moto Hidup :

- Iman Islam menjaga dan mengendalikan kita semua.

- Ingatlah selalu kasih sayang ibu dan penuhi pintanya untuk jujur selalu.

- Bila berpikir untuk orang lain-orang banyak maka Allah akan membuka jalan untuk mencapainya.

Riwayat Pendidikan :

1. SDN Petamburan I Pagi 1967

2. SMPN XVI 1970

3. SMAN I Boedhi Oetomo 1973

4. Mhs., FIPIA UI Jurusan Fisika 1974

5. Mhs., FE UI 1975-1976

6. Mhs., STAN 1976

7. Bachelor of Accounting, Akademi Accounting Jayabaya 1982

8. Sarjana, FE UI Extension 1988

9. Magister Manajemen, IPWI 2000

Riwayat Pekerjaan :

1. Pegawai Sekretariat Inspektorat Jenderal (Bag. Penyusunan Program) 1980-1997

2. Bendaharawan Proyek 1984-1993

3. Pemeriksa pada Inspektorat Kepegawaian 1998-2000

4. Auditor Ahli Muda pada Inspektorat Bidang VII 2001-2004

5. Auditor Ahli pada Inspektorat Bidang IV 2005-2008

6. Auditor Ahli pada Inspektorat Bidang II 2009-2011

Jalan Panjang Menggapai Impian

Bersama Istri

Page 51: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

51VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Profil

Mbah Ugeng, panggilan paling populer pria satu ini. Tapi penampilannya jauh dari mbah-mbah kebanyakan, kecuali rambutnya yang berwarna

putih natural itu. Pria yang sudah mengabdikan hidupnya pada Inspektorat Jenderal berjalan 32 tahun ini memang gemar berolahraga. Pada era tahun 1980-an, banyak pegawai satu Kementerian Keuangan mengenal beliau karena sering mewakili organisasi untuk mengikuti event olahraga. Lari menjadi langganan beliau dalam setiap event. Konon kabarnya kostum (celana) lari kebanggaraan beliau dulu masih ada sebagai kenang-kenangan. Kini tenis meja menjadi pilihan beliau untuk tetap menjaga kesehatan. Tak kalah dengan lari, tenis meja beliau juga jago.

Tidak hanya dalam hal berolahraga, beliau juga konsisten dalam pekerjaan. “Bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai yang diharapkan pimpinan, prinsipnya sih yang rajin saja gitu lho!” kata pak Sugeng yang mengaku dulu pernah langsing. itulah yang beliau selalu lakukan selama 32 tahun bekerja dan akan terus dilakukan hingga masa purna bakti.

Pria yang lahir tepat di hari sumpah pemuda tahun 1959 ini, badannya tak terlihat berumur 53 tahun, otot-ototnya masih kencang. Kelincahannya tak kalah dengan yang berusia 20an. Bahkan beliau lebih suka naik-turun tangga daripada harus berdiam diri di dalam lift. Semangatnya untuk selalu hidup sehat senantiasa terpancar di setiap langkahnya.

Kiprahnya di Inspektorat Jenderal dimulai tahun 1980 ditempatkan yang dulu bernama Inspektorat Keuangan dan Perlengkapan. Tahun 1990 di Bagian Umum tepatnya di Subbagian TU. Tahun 2006 masih di sekretariat, pak Sugeng ikut memajukan Bagian Organisasi dan Tata Laksana hingga 2009. Mulai 2009 hingga sekarang mencurahkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk Subbagian Penugasan Pengawasan di Bagian Umum. Karena seringnya berurusan dengan persuratan dan kearsipan membuat beliau sangat teliti dan detail dalam bekerja.

Kalau di ingat dan dicermati, berbincang dengan beliau lebih banyak tertawanya. Suka bercanda, menggoda kita yang lebih muda, membuat suasana kerja jadi tidak kaku. Banyak yang sudah menjadi korban kejenakaan beliau. Tapi di balik candanya itu selalu mengandung makna yang bisa kita pelajari dan kita terapkan di kehidupan. “Ojo dumeh..” pesan yang singkat tapi bermakna luas. Jangan suka meremehkan orang lain apalagi orang yang ada di bawah kita.

Seperti kata beliau, orang dapat jatuh bukan karna tersandung batu tapi terjatuh karena kerikil. Jadi kita harus selalu hati-hati dan waspada setiap melangkah dan mengambil keputusan dalam hidup. Terkadang kita manusia lebih sering jatuh atau kesusahan karena hal-hal kecil dan sepele. Beliau akan merasa sedih jika hasil pekerjaannya tidak diterima oleh lingkungan kerja. Tapi beliau akan sangat merasa bahagia jika dapat bekerjasama dengan baik bersama rekan-rekan kerja. Itulah sebabnya beliau selalu berusaha bekerja bersinergi dengan yang lainnya.

Suami dari Darsih Juni Hastuti ini memiliki 2 orang putri. Ri Sapti Septiarini si sulung sekarang sedang menyelesaikan pendidikan S2-nya sambil bekerja di perusahaan swasta. Sedangkan Ri Asri Novianti si bungsu juga kuliah sambil bekerja. Beliau ingin putri-putrinya bisa berpendidikan lebih dari orangtuanya. Konon kabarnya nama depan di kedua putrinya ini berarti ‘sang’.

“Hasarjono, Hasunjoto, Hasudibyo.. Pintar, peka pikirannya, kuat. Dadi yen bisa unggul ing samubarang iku tenaga lan pikirane bisa dienggo tumrap pimpinan kanggo majokake organisasi.” Begitulah pesan beliau untuk kita para muda yang ingin maju harus terus mengasah kemampuan agar pintar dan kuat sehingga bisa berguna bagi organisasi. (KIN/TER/RHM)

Candaannya penuh makna..

Page 52: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201252

Alexander on Leadership

Majalah Internal Auditor Desember 2003, memuat wawancara panjang dengan Cynthia Cooper, Vice President of Internal Auditor dari WorldCom Inc. Sebagai ilustrasi perlu diungkapkan kisah singkat mengapa Cynthia Cooper menjadi salah satu dari tiga person of the year pada

penghargaan tahun ke- 75 majalah Times. Sebagai Vice President of Internal Auditor sebuah perusahaan long distance carrier yang

sebelumnya bernama WorldCom Inc (sekarang MCI), Cooper dipilih karena bertindak sebagai peniup peluit (Whistler Blower), bersama dengan agen FBI Colleen Rowley dan eksekutif Enron Sherron Watkins.

Selama suatu audit pada bulan Mei 2002, Cooper menemukan bahwa beberapa praktek keuangan WorldCom berada diwilayah abu-abu. Perusahaan tersebut, telah mengklasifikasikan beban operasi menjadi pengeluaran modal (Capital Expenditure) sehingga beban operasi menjadi rendah dan mengggelembungkan laba. Cooper melaporkan temuan tersebut kepada Komite Audit pada Juni 2002.

Dalam beberapa hari, Dewan (Board) memecat Chief Financial Officer (CFO), Scott Sullivan, dan mengungkapkannya kepada investor publik dan pemerintah bahwa perusahaan telah menggelembungkan laba yang akhirnya terbukti sebesar $11 Milyar. Hal tersebut adalah skandal kecurangan keuangan yang terbesar dalam sejarah Amerika. WorldCom menyatakan kebangkrutan pada Juli 2002 setelah harga sahamnya turun sebesar $180 Milyar dan pendirinya, Bernard Ebbers, meninggalkan perusahaan.

Kejadian tersebut, bersama dengan kejadian Enron dan beberapa perusahaan lain, adalah katalisator bagi Kongres Amerika Serikat untuk mensahkan Sarbanes-Oxley Act tahun 2002 dan reformasi di US SEC dan lembaga-lembaga lain.

Namun, meski kejadian tersebut mengguncang ekonomi Amerika Serikat, kejadian tersebut memiliki sisi terangnya yaitu keberanian dan integritas Cynthia Cooper dan rekan-rekan internal auditnya.

INTERNAL AUDITOR: PAHLAWANKAH?

Jadi, pahlawankah internal auditor bagi manajemen? Ataukah musuh dalam selimut?

Peran Internal auditor telah sekian lama berubah. Pengembangan fungsi audit intern berubah dari sekedar watchdog, menjadi internal control reviewer, sampai yang paling akhir adalah strategic business partner. Akan tetapi apakah manajemen menyadari perubahan tersebut?

Beberapa riset menunjukkan bahwa persepsi manajemen terhadap unit audit intern adalah positif dalam rangka penerapan GCG. Demikian pula, hasil riset menunjukkan bahwa unit internal audit memberikan nilai tambah bagi organisasi. Meskipun demikian, apakah persepsi tersebut akan tetap positif jika internal auditnya melaporkan hal yang tidak dikehendaki? Nampaknya tidak.

Pada bulan Mei 2008, Komisioner Collin County menuntut Auditor Internal County tersebut dengan tujuan menghentikan akses auditor terhadap beberapa program komputer yang menghasilkan laporan keuangan (Aneh, kenapa saya tidak asing dengan gejala ini ya?....). Donald Cozad, auditor internal, telah berusaha sekian lama untuk memperoleh akses “read only” terhadap tabel, perhitungan, dan formula yang digunakan sistem pelaporan keuangan Collin County. Alasan keduanya (Komisioner dan Auditor Internal) bisa saja masuk akal. Akan tetapi, hal tersebut menunjukkan bahwa tidak semua manajemen memiliki perspektif positif terhadap fungsi audit internal.

Akan tetapi, apakah internal audit harus menjadi whistle blower dahulu untuk menjadi pahlawan?

“a country that needs heroes is indeed a country in trouble”(anonyms)

Page 53: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

53VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Alexander on Leadership

Meniup peluit pada hakekatnya adalah upaya putus asa dari pihak yang tidak mampu melakukan tindakan atau tidak memiliki kekuasaan yang cukup untuk melakukan perubahan. Unit audit intern memang jauh dari memiliki kekuasaan semacam itu. Kondisi tersebut dipersulit lagi apabila pimpinan organisasi tidak menjaga perilaku etis dan nilai-nilai yang ditetapkannya sendiri. Dengan demikian, sebagai strategi, peniup peluit bukanlah strategi yang ideal bagi organisasi.

Bagi siapa pun, manajemen maupun auditor internal, meniup peluit adalah memilih strategi kalah-kalah. Berbicara dan mengakibatkan kerugian bagi pemangku kepentingan internal maupun eksternal, atau diam dan mengakibatkan organisasi mengalami kehancuran moral keduanya sama-sama kalah. Jika kondisinya kalah-kalah, maka pertempuran sebenarnya telah selesai dengan kekalahan sejak awal dan bencana tinggal menunggu waktu. Hal ini jelas bukan situasi yang diinginkan oleh organisasi mana pun.

Lalu bagaimana seharusnya pertempuran dilakukan?

Internal auditor harus membantu organsiasi untuk mengembangkan budaya yang menghambat perilaku tidak etis. Perlindungan terhadap organisasi harus ditingkatkan untuk mencegah sebelum kondisi mensyaratkan adanya peniup peluit. Jadi, misi utama dan mendasar dari auditor internal atau unit audit intern dari suatu organisasi adalah preventif. Meskipun dalam sistem pengendalian intern unit audit intern memiliki tanggung jawab lebih sedikit dibanding unit lain, unit audit intern sesungguhnya juga ikut bertanggung jawab terhadap kegagalan sistem pengendalian intern.

Lalu, sebagai pimpinan unit audit intern, apa yang harus dilakukan?

Tidak mudah. Akan tetapi, beberapa pandangan di bawah ini membantu memberikan pedoman tentang apa yang seharusnya dilakukan pemimpin unit audit intern.

Pertama, unit Audit intern harus membantu dan mendorong implementasi sistem governance organisasi yang sehat. Rapat pimpinan harus

merupakan pertukaran informasi dan ide yang bebas sehingga memperoleh keputusan yang bermutu. Kembangkan prinsip-prinsip transparansi, keadilan, dan akuntabilitas dalam mengelola organisasi sehingga dapat mencegah tindakan menympang dari manajemen. Ingat, ini tugas sulit dan menantang tetapi harus dilakukan untuk mencegah kondisi yang tidak dapat dimenangkan tersebut di atas. Pengaruh unit audit intern harus mencapai unsur terdalam dari perilaku organisasi. Oleh karena itu, auditor internal membutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang lebih dalam dari sekedar pengetahuan tentang audit tradisional seperti pengambilan sampel secara statistik dan pengujian bukti. Organisasi modern membutuhkan unit audit intern yang berani, berkepribadian, teguh pendirian, dan berani menyatakan pendapat- suatu kriteria yang jauh dari peran tradisionalnya selama ini.

Kedua, yakinkan pimpinan puncak (CEO atau pimpinan tertinggi organisasi) untuk memandang unit audit intern sebagai salah satu sumber penting dalam pengambilan keputusan. Hal tersebut mensyaratkan pimpinan unit audit intern memberikan informasi yang hangat dan objektif tentang berbagai risiko utama yang dihadapi organisasi. Untuk memenuhhi tuntutan tersebut, kecepatan adalah kuncinya. Unit audit intern harus cepat menyampaikan informasi dengan tetap menjaga kualitasnya. Perkembangan terakhir bahkan pelaporan dengan SMS mulai dipraktekkan pada beberapa organisasi untuk menjaga pimpinan memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan segera..

Kembali kepada kutipan di awal tulisan ini, negara yang membutuhkan pahlwan adalah sungguh sebuah negara yang berada dalam kesulitan. Konsep tersebut dapat diterapkan pada unit audit intern. Jika auditor intern membutuhkan seorang pahlawan, maka sesuatu ada yang tidak beres. Jadi tugas unit auditor intern yang paling penting adalah memastikan bahwa tidak diperlukan seorang pahlawan dari dalam organisasi.

Setuju?...........................

Wassalam

Page 54: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201254

sudut kantor

Perpustakaan sering diidentikkan dengan rak tinggi, tumpukan buku, dan suasana sepi. Perpustakaan sering dianalogikan sebagai tempat yang kurang menarik, tempat yang

tersisihkan. Namun, disinilah tempat dimana orang-orang mengecilkan suaranya dan mengembangkan pikirannya.

Hampir seluruh instansi pemerintah memiliki perpustakaan yang diperuntukkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan para pegawainya. Demikian juga di Itjen. Pembaharuan perpustakaan Itjen telah menjadi perhatian khusus bagi C.M Susetya sejak beliau diangkat menjadi Kabag Umum. Beberapa macam gebrakan dilaksanakan untuk menghidupkan kembali perpustakaan yang selama ini tidak pernah dilirik oleh para pegawai Itjen. Tujuan utama dari gebrakan tersebut adalah bahwa jangan

sampai perpustakaan Itjen justru menjadi sebuah gudang ilmu yang terlupakan.

Dalam perkembangannya, beberapa kemajuan telah dilakukan dalam perpustakaan Itjen. Seperti yang diutarakan oleh Mujaini, alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia yang mulai bergabung di Itjen sejak tahun 2010. Menurutnya, selama dua tahun terakhir ini perpustakaan Itjen telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Koleksi buku terus ditambah dengan jenis yang lebih variatif. Berbeda dengan beberapa tahun yang lalu dimana koleksi hanya terbatas pada peraturan dan kebijakan yang terkait dengan tusi Itjen, perpustakaan Itjen saat ini memiliki koleksi yang terdiri atas buku-buku teori, pengetahuan umum, novel, dan tentu saja buku-buku yang berhubungan dengan Audit.

JANGAN BIARKAN JENDELA DUNIA TERTUTUP

Page 55: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

55VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

sudut kantor

Hal ini juga diamini oleh Wawan Surahman yang telah bekerja di perpustakaan Itjen sejak tahun 2004. Menurutnya, selain koleksi buku-buku, perkembangan juga terlihat di bidang sarana perpustakaan. Pengaplikasian coding dan diluncurkannya aplikasi PUSPITA merupakan suatu langkah besar dalam kemajuan perpustakaan Itjen. Melalui aplikasi tersebut pegawai Itjen diberi kemudahaan dalam mencari buku-buku yang mereka inginkan.

Berbicara mengenai suka dan duka, tentu saja hal ini banyak dialami oleh pegawai perpustakaan Itjen yang keseluruhannya (hanya) berjumlah tiga orang. Dina Maulita, misalnya. Dara manis yang selalu sigap dalam melayani pengunjung ini secara gamblang mengatakan bahwa bekerja di perpustakaan merupakan suatu kesenangan tersendiri karena dapat bertemu dengan banyak orang. Namun Dina akan merasa sedih jika para pegawai tidak disiplin dalam melakukan pengembalian buku yang telah dipinjam. Hal ini dikarenakan akan berdampak pada pengunjung lain yang akan meminjam buku yang sama, sedangkan jumlahnya terbatas.

Pengalaman lain juga dirasakan oleh Mujaini. Sebagai supporting unit dengan skala yang dapat dibilang ‘kecil’, keberadaan perpustakaan Itjen masih belum diketahui oleh beberapa pegawai. “Bahkan di tahun 2012 ini masih ada pegawai Itjen yang baru tahu bahwa di lantai tujuh gedung ini ada perpustakaan”, kenangnya sedih.

Terlepas dari suka dan duka yang dialami selama menjadi pegawai perpustakaan, Wawan tetap optimis bahwa perpustakaan Itjen akan semakin maju dan dapat menjadi sumber pengetahuan terutama bagi para pegawai. Dengan selalu dilakukannya updating,

baik koleksi, sarana maupun prasarana, perpustakaan Itjen akan tetap menjadi jendela dunia bagi para pegawai di lingkungan Itjen. (Rhm)

Here is where people,

One frequently finds,

Lower their voices,

And raise their minds.

~Richard Armour, “Library”

Page 56: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201256

Sudut Kantor

MENIKAHA successful marriage requires falling in love many times, always

with the same person. Mignon McLaughlin

Happy..Happy..Happy..Ervian Prasetyo, A.Md. & Ayu Agustin, S.kom

(Pelaksana Bagian Kepegawaian)18 Mei 2012

Dian Rahayu Nugraheni & Viky Yuniawan Purwanto(Pelaksana Bagian Organisasi dan Tata Laksana)

1 Juni 2012-06-07

PENSIUN

Terimakasih banyak atas kontribusi Bapak selama ini untuk Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.. Selamat, Sukses dan Sehat selalu.. J

Mei 2012 Drs. Oni Syahroni Priatna, M.Sc [SES]

Setiawijaya, S.Sos [Auditor Muda Inspektorat III]Hartono, S.E. [Auditor Muda Inspektorat VI]

Drs. Karwan [Pelaksana Subbag TU Inspektorat II]

Juni 2012Aji Sukoyo, S.E. (Auditor Muda Inspektorat II)

Drs. Frans Nembo S. Ak., (Pelaksana Bagian Kepegawaian)Sunarto (Pengemudi Bagian Umum)

LAHIRA new baby is like the beginning of all things-wonder,

hope, a dream of possibilities.Eda J. Le Shan

Congratulation to:

Janeeta Arsyila [2 mei 2012]

Anak pertama dari Lutfia Susanti, S.E.(Pelaksana Subbag TU Inspektorat VII)

Page 57: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

57VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Gadget

Samsung MV900FSamsung telah merilis sebuah kamera MultiView baru: Samsung MV900F, sebuah kamera sekuel dari MV800F yang sebelumnya telah beredar. MV900F didesain dari kekuatan pendahulunya dan mempertahankan layar LCD yang dapat berputar 180 derajat, dan sejumlah aplikasi/efek yang mudah digunakan. Samsung juga memasukan fitur WiFi direct yang memungkinkan transfer foto ke perangkat seperti: smartphone, tablet atau komputer.

Di bagian optik, MV900F memiliki lensa F2.5 dengan zoom optik 5X di depan sensor 16,3 Megapixel BSI (1/2.33 “). Dengan kemampuan yang cukup baik, kamera ini akan menyasar ke pasar yang sangat spesifik bagi mereka yang ingin melakukan fotografi kasual dengan pilihan berbagi melalui sosial media.

Jika Anda memiliki smartphone dengan kamera yang baik, mungkin Anda tidak tertarik dengan perangkat berharga $ 349,99. Kamera ini juga dilengkapi dengan kontrol gerakan yang digunakan saat pemotretan self portrait. Hal ini dimungkinkan untuk memperbesar dan menangkap foto dengan melakukan suatu gerakan ke depan kamera. Fitur ini bekerja ketika kamera dapat melihat tubuh Anda secara penuh, sehingga jarak minimum diperlukan untuk memanfaatkan fitur ini.

Sony NEX–F3Selamat bersenang-Senang menjelajahi Dunia Kreatif Gambar digital berkualitas tinggi dengan lensa-lensa interchangeable. Apabila anda mencari foto dengan hasil yang menyerupai gaya DSLR namun dengan bobot yang lebih ringan, sistim kamera kompak dari Sony, NEX–F3 Sony menghasilkan gambar yang berkualitas ‘kamera besar’ dengan tombol-tombol yang mudah diakses.

Kamera saku NEX–F3 menampilkan fitur desain mirrorless yang menghemat ruang seperti kamera-kamera lainnya di kategori E-mount. Sensor yang jauh lebih besar dapat ditemukan di point-and-shoot compacts, sensor Exmor™ APS HD CMOS efektif 16 megapiksel dapat menangkap cahaya lebih banyak untuk menghasilkan gambar-gambar yang sempurna dan rendah noise, serta merekam Full HD video (50i/25p) yang tajam penuh detail. Seperti kamera DSLR tradisional lainya, kamera ini mempermudah terciptanya efek defocus yang indah dengan subyek yang terfokus secara tajam terhadap latar belakang yang dibuat buram secara halus.

NEX-F3 membantu para fotografer pemula untuk merangkai potret yang berkualitas tinggi tanpa bersusah payah. Auto Potrait Framing mengidentifikasi posisi sasaran Anda, dan mengurangi latar belakangnya untuk menghasilkan foto-foto yang indah dan beresolusi tinggi.

Page 58: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201258

Gadget

Tips and TrickMemaksimalkan Fungsi Flashdisk Selain Media Penyimpan dan Transfer File

Semua orang pasti menggunakan Flashdisk, sebuah storage berukuran fisik kecil tetapi mempunyai kapasitas penyimpan hingga yang terbesar saat ini adalah 64GB. Bentuknya pun bermacam-macam, mulai berukuran kecil, bentuk boneka, warna-warni dan lain-lain.

Tetapi tahukah kamu bahwa sebenarnya Flashdisk ini bukan hanya berfungsi untuk memindahkan/transfer file atau menyimpan dokumen atau file penting di dalamnya? Sebenarnya banyak fungsi yang bisa didapatkan dari benda sekecil ini. Meskipun fungsi utama memang untuk menyimpan dan mentransfer file tetapi apabila ditilik sebenarnya mempunyai fungsi lain yang cukup berguna. berikut tips dan trik menggunakan Flashdisk

1. Kunci Komputer dengan flashdiskGunakan software Predator untuk merubah USB Anda menjadi sebuah Kunci. Kunci yang dimaksud adalah mengunci komputer Anda ketika Flashdisk dicabut dari komputer dan membuka kunci ketika flashdisk terpasang di komputer. Apabila dalam kondisi terkunci, ada yang ingin menggunakan komputer makan akan tertulis pesan Access Denied pada layar.

2. Scanning Virus dengan flashdiskInstall Antivirus AVG rescue yang bisa dimasukan ke dalam Flashdisk Anda. Lalu colokan flashdisk tersebut

apabila Anda ingin menggunakan komputer tersebut agar bisa scanning virus. Apabila berjalan lancar, maka komputer tersebut aman digunakan

3. Jalankan aplikasi, games dan utilities dari Flashdisk

Dengan Flashdisk Anda bisa menjalan aplikasi seperti Firefox, chrome, Open Office dan lain-lain. Game-game ringan berbasis Flash pun bisa dijalankan menggunakan Flashdisk

4. Install dan Tes Windows 8 atau Linux dengan flashdisk

Mau mencoba merasakan Windows 8? Bisa menggunakan Flashdisk dengan menginstall consumer preview. Atau ingin mencoba Linux di Komputer? Semua bisa dilakukan dengan hanya menggunakan Flashdisk.

5. Penyimpanan yang amanJadikan penyimpan yang aman dengan mengenkripsnya. Apabila flashdisk hilang ataupun dicuri tetap aman.

6. Mengatur dan Memaintain komputer Anda dengan flashdisk

Install Parted Magic, software untuk mereset password di Windows, clone sytem dan juga partisi hardisk hanya melalui flashdisk.

7. Install Windows 7 di MacAnda bisa menggunakan flashdisk untuk menginstall Windows 7 di Mac. Sehingga Mac Anda bisa menjadi dual boot.

Jadi mulai sekarang berdayakan flashdisk Anda dengan mencoba tips diatas, agar flashdisk Anda yang berkapasitas besar bisa mempunyai fungsi lain daripada hanya menjadi media penyimpan atau untuk transfer file saja.

Page 59: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

59VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 2012

Resensi Buku

Peranan PPATK Dalam Mencegah Terjadinya Praktik Money LaunderingPenulis : Ferry Aries SurantaPenerbit : Gramata PublishingTerbit : 2010

Sistem perbankan Indonesia, dan mungkin dunia, saat ini telah dipengaruhi oleh fenomena kemajuan teknologi dan globalisasi. Kedua fenomena itu tentu saja sangat berpengaruh terhadap kinerja perbankan, baik positif maupun negatif. Dalam kaitan dengan hukum dan sistem perbankan, kedua fenomena itu telah melahirkan banyak sekali bentuk tindak kriminal baru. Salah satu diantaranya adalah mengenai praktik pencucian uang (money laundering). Dalam sistem perbankan Indonesia sendiri, telah diatur mekanisme pencegahan terjadinya pencucian uang tersebut melalui mekanisme pelaporan kepada sebuah lembaga yang bernama Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).

Buku ini menjelaskan secara detail peranan lembaga PPATK dalam mencegah dan memberantas praktik money laundering di Indonesia. Tidak berlebihan jika buku ini layak dibaca oleh praktisi perbankan, praktisi hukum bisnis, dosen dan mahasiswa fakultas hukum, mahasiswa perbankan, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, dan siapa saja yang concern terhadap pemberantasan praktik-praktik mafia perbankan di Indonesia.

Hidup Makmur Di Masa PensiunPenulis : Edy SasmitoPenerbit : Raih Asa SuksesTerbit : 2011

Pensiun pasti akan datang, entah itu pensiun dini atau memang memasuki masa pensiun. Tidak ada orang yang tidak pensiun, tetapi tidak semua orang siap menghadapi pensiun. Kita tidak perlu khawatir ketika memutuskan atau memasuki masa pensiun. Kita bahkan akan lebih bahagia dan makmur di masa pensiun jika kita menyiapkannya dengan cerdas. Buku ini akan menjadi panduan bagi yang sedang mengalami hal terbut untuk bisa survive, bahkan hidup lebih makmurdi masa pensiun. Buku ini memberikan bimbingan kepada kita untuk menyiapkan kondisi keuangan secara matang, selalu bahagia dengan meraih kebebasan financial, aktif dalam kegiatan sosial, terlibat dalam kegiatan religi keagamaan, serta terhindar dari penyakit mematikan.

Buku ini juga disertai kisah sukses orang biasa yang memutuskan pensiun dan memasuki masa pensiun serta semakin berkibar di masa pensiunnya. Pelajaran dan teknik-teknik yang ada di dalamnya berasal dari pengalaman narasumber, yang sangat membantu pembaca dalam melakukan transformasi hidup guna menyongsoong pensiun yang lebih makmur, sehat, serta bahagia.

Page 60: Auditoria VOL VI No. 30 Mei - Juni 2012

VOL V No. 30 | Edisi Mei - Juni 201260

SEMANGAT BARU

VO

L V

No.

30 |

Edi

si M

ei -

Jun

i 20

12

INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN ISSN:1411-9455