6.bab vi (kajian hidrologi dan hidrogeologi)-internal 3 juni 09
TRANSCRIPT
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
BAB VI. KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DAN
HIDROGEOLOGI
Kajian Aspek Hidrologi dan Hidrogeologi dalam Studi studi kelayakan ini adalah
merupakan ringkasan dari Studi Hidrologi dan Hidrogeologi yang telah dilakukan,
yang ditekankan untuk mengetahui kondisi Hidrologi dan Hidrogeologi di sekitar
lokasi rencana penambangan yang akan berjalan. Studi Hidrologi dan Hidrogeologi
tersebut dilaksanakan secara terpusat di area rencana penambangan batubara di
Blok Tanjung Ranmbai & Muara Indung – HTI PT. Karya Bumi Baratama dan daerah
sekitarnya terutama dalam penentuan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan daerah
tangkapan air (catchment area), analisis pola aliran air. Dari hasil analisis tersebut
kemudian dibuat konsep dan sistem penanggulangan air secara keseluruhan agar
tidak mengganggu rencana operasi penambangan.
6.1 Analisis Hidrologi
Dari pengumpulan dan atau pengambilan data-data Meteorologi yang meliputi curah
hujan, hari hujan, suhu udara, kelembaban, tata guna lahan, dan lain-lain, dapat
diketahui kondisi Hidrologi daerah penambangan yang akan dibuka dan daerah di
sekitarnya.
Daerah rencana penambangan dan sekitarnya memiliki iklim Tropis dan mempunyai
dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Berdasarkan data Meteorologi yang
diperoleh, diketahui bahwa temperatur udara rata-rata tahunan berkisar antara 22 -
31 C, sedangkan curah hujan bulanan berkisar antara 80 mm – 250 mm/bulan.
Dalam konteks rencana penambangan, yang perlu diperhitungkan adalah intensitas
curah hujan dan jumlah atau debit air hujan per satuan luas areal tambang dan
daerah tangkapan di sekitarnya.
Tabel 6.1 Data Curah Hujan Kab. Sarolangun / Bulan, Tahun 2003 – 2007
VI - 1
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Sumber : PEMDA, Kab. Sarolangun, Jambi
Tabel 6.2 Data Curah Hujan Kab. Musi Rawas per Bulan, Tahun 2003 – 2007
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des2003 179 274 127 316 91 9 94 56 157 271 402 4452004 267 192 413 199 243 64 264 37 32 155 227 2602005 248 224 413 225 253 182 172 67 151 149 242 2222006 361 301 189 190 89 129 122 94 69 55 306 1622007 297,2 302,3 257,7 369,5 202,3 97,3 161,2 103,3 108,4 199,7 129,7 268,8
Sumber : Badan Meterorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Klas II Kenten, 2006 & Musi Rawas dalam Angka Tahun 2008
Gambar 6.1 Grafik Curah Hujan Kab.Sarolangun
Rata-rata per hari Tahun 2003 – 2007
VI - 2
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.2 Grafik Curah Hujan Kab. Musi RawasRata-rata per hari Tahun 2003 – 2007
Dari analisa grafik curah hujan diketahui adanya perbedaan curah hujan yang bisa
dikelompokkan menjadi bulan basah dan kering. Bulan kering pada Bulan Mei, Juni,
Juli, Agustus, September dan Oktober dengan hujan maksimum 30 mm/hari, dan
bulan basah pada Bulan Januari Februari, Maret, April, November dan Desember
dengan hujan maksimum 50 mm/hari.
Klasifikasi hujan yang digunakan adalah klasifikasi berdasarkan Badan Meteorologi
dan Geofisika, yaitu sebagai dalam tabel berikut ini.
Tabel 6.3 Klasifikasi Hujan
HUJAN mm/jam mm/hari
Ringan 1 - 5 5 - 20
Sedang 5 - 10 20 - 50
Lebat 10 - 20 50 - 100
Sangat Lebat > 20 > 100
Klasifikasi menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), ditunjukkan dalam dua
satuan, tiap satuan merupakan klasifikasi tersendiri. Jika data yang tersedia dalam
mm/jam maka klasifikasi hujan Badan Meteorologi dan Geofisika menggunakan
klasifikasi mm/jam. Dari data hujan yang tersedia, daerah lokasi pekerjaan memiliki
klasifikasi hujan sedang hingga hujan lebat.
VI - 3
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Dari klasifikasi ini maka dapat diketahui bahwa pada musim kering atau pun pada
musim basah masih kemungkinan besar akan ada hujan sangat lebat. Kemudian
diestimasi hujan yang turun di lokasi tambang dengan periode ulang sesuai dengan
umur tambang beroperasi dengan metode Distribusi Gumbel. Kemudian, dengan
perhitungan mengunakan Rumus Mononobe diperoleh hasil perhitungan untuk hujan
rencana, sebagai berikut dalam Tabel 6.4.
Tabel 6.4 Estimasi hujan rencana dengan periode ulang
Intensitas Hujan (mm/jam)
T = 2 Thn T = 5 Thn T = 15 Thn T = 20 Thn
10,13 13,22 16,42 17,23
Daerah tangkapan air hujan (Catchment Area) di lokasi rencana penambangan
berdasarkan studi pada Peta Topografi skala 1 : 2.000, diketahui seluas + 14.203,66
Ha (Gambar 6.3). Sungai utama yang ada di dalam daerah tangkapan air hujan
adalah Sungai Tembesi dengan tiga anak sungai yang melewati lokasi penelitian.
Dari analisa Catchment Area diketahui luasannya sebagaimana pada tabel 6.4.
VI - 4
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.3 Peta Daerah Aliran Sungai dan Tangkapan Air Hujan
VI - 5
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
(sumber peta : SRTM-NASA)
VI - 6
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Tabel 6.5 Luas Catchment Area
Dalam perhitungan dibedakan menjadi dua, yaitu dihitung dari air limpasan di luar
lokasi penambangan yang diperoleh dengan menjumlahkan air yang berasal dari
catchment area yang telah dibatasi dari aliran sungai yang ada, dan di dalam lokasi
penambangan itu sendiri. Air limpasan puncak dihitung dengan metode rasional
dengan rumus sbb :
Dengan keterangan:
Q = debit air limpasan
C = koefisien limpasan
A = luas daerah tangkapan air (catchment area)
I = curah hujan
Berdasarkan Tabel 6.6, koefisien limpasan (C), dapat ditentukan sebagai berikut ;
Untuk daerah hutan dan perkebunan, didapat nilai C = 0,3
Untuk bukaan tambang Pit, nilai C = 0,9, artinya, air hujan akan ditangkap
seluruhnya ke dalam Pit.
VI - 7
Q = C . I . A
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Nilai masing-masing koefisien limpasan seperti pada Tabel 6.5 6 berikut.
Tabel 6.6 Nilai Koefisien Limpasan
No Kemiringan Tata guna lahan tutupan (Land Use)Koefisien Limpasan
1. < 3 % Sawah, rawa Hutan, perkebunan Perumahan dengan kebun
0,20,30,4
2. 3 – 15 %
Hutan, perkebunan Perumahan Tumbuhan yang jarang Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan
0,40,50,60,7
3. > 15 %
Hutan Perumahan, kebun Tumbuhan yang jarang Tanpa tumbuhan, daerah tambang
0,60,70,80,9
Sumber : C.W Fetter. Applied Hidrogeology. 1994
Dengan acuan operasi tambang lebih lama dari 15 tahun, maka dipilih Intensitas
Hujan Rencana dengan periode ulang 15 tahunan, yaitu 16,42 mm/jam untuk kondisi
ekstrim dan 9 mm/jam untuk kondisi rata-rata sedang. Hasil perhitungan air limpasan
menjadi sebagai dalam Tabel 6.7 dan Tabel 6.8.
Tabel 6.7 Air limpasan dengan kondisi hujan ekstrim
VI - 8
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Tabel 6.8 Air limpasan dengan kondisi hujan sedang
Air limpasan pada area Waste Dump dihitung berdasarkan luas area miring dari
tumpukan waste ( + 30 % lebar Waste Dump areaArea) sesuai volume waste yang
dibuang. Dalam perencanaan, lebar waste dump dibuat relatif sama sehingga air
limpasan dari masing-masing Waste Dump area Area untuk semua sub blok
penambangan dianggap relatif sama. Dengan demikian, desain saluran pengalihan
air untuk mencegah masuknya air ke dalam pit dapat dibuat satu macam saja.
Limpasan dari Waste Dump area Area dapat dilihat pada Table 6.9 dan Tabel 6.10.
Tabel 6.9 Air limpasan dari Lereng Waste Dump area Pit 2A (hujan ekstrim)
Tabel 6.10 Air limpasan dari Lereng Waste Dump area Pit 2A (hujan sedang)
Catatan : Perhitungan debit air limpasan dapat berubah apabila kemudian hari terjadi
perubahan tata guna lahan sehingga mempengaruhi nilai C*, walaupun mempunyai
VI - 9
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
intensitas hujan yang sama besarnya. Debit air yang dihitung merupakan dasar
untuk menentukan daya tampung maksimum saluran air yang akan dibuat, agar air
limpasan yang terjadi selalu cukup mengalir pada saluran itu.
6.2 Analisis Hidrogeologi
Penyelidikan hidrogeologi dilakukan dengan mengolah data lapangan seperti
koefisien kelulusan air melalui suatu lapisan batuan/tanah dan debit airtanah di
rencana lokasi penambangan. Telah dilakukan uji permeabilitas dengan
menggunakan uji packer pada lubang bor geoteknik. Berdasarkan RSNI 03-2411-
1991 untuk uji packer, perhitungan nilai koefisien permeabilitas dari batuan di lokasi
rencana penambangan dinyatakan dengan dua nilai koefisien kelulusan batuan (k)
dan nilai Lugeon. Koefisien kelulusan air pada salah satu lapisan batuan/tanah yang
diuji di lokasi rencana penambangan beserta cara penentuan nilai lugeonnya adalah
sebagai dalam Tabel 6.11 dan Gambar 6.34.
Tabel 6.11 Perhitungan hasil uji packer
Waktu(menit) pm ps ptotal Awal Akhir Q (Lt/men) Q/m Lugeon k (cm/det)
1 0.3 0.93 1.23 2127 2174 47 8.393 68.235 4.624E-031 0.25 0.93 1.18 2179 2220 41 7.321 62.046 3.038E-031 0.25 0.93 1.18 2238 2280 42 7.500 63.559 2.496E-031 0.25 0.93 1.18 2351 2394 43 7.679 65.073 3.186E-031 0.25 0.93 1.18 2398 2434 36 6.429 54.479 3.542E-03
Tekanan (kg/cm2) Meteran air (Ltr) Air yang masuk Permeabilitas
VI - 10
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Dari tabel di atas terlihat bermacam nilai lugeon pada berbagai urutan pengaliran
dengan gambaran sebagai berikut :
0.000 20.000 40.000 60.000 80.000
1
2
3
4
5
Niail Lugeon
Pen
gal
iran
ke
Nilai Lugeon untuk berbagai Urutan Pengaliran Tekanan
Gambar 6.34 Diagram Cara Penentuan Uji Lugeon
Gambaran di atas, memberikan informasi bahwa aliran air yang melalui lapisan uji
cenderung bersifat Laminer, dikarenakan nilai Lugeonnya hampir sama. Sehingga
dalam pelaksanaannya, nilai Lugeon yang dipakai adalah nilai Lugeon rata-rata,
begitu juga dengan nilai koefisien kelulusannya, yang digunakan adalah nilai rata-
rata dari perhitungan koefisien kelulusan yang telah dilakukan. Nilai koefisien
permeabilitas dan nilai Lugeon dari hasil pengujian (Packer Test) yang dilakukan
dapat dilihat pada tabel 6.12.
Tabel 6.112 Koefisien Permeabilitas dan nilai Lugeon hasil uji Packer Blok Tanjung RambaiI
VI - 11
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Tabel 6.13 Koefisien Permeabilitas dan nilai Lugeon hasil Uji Packer Blok Muara Indung - HTI
VI - 12
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Debit air tanah adalah volume air yang masuk ke dalam tambang (pit) yang berasal
dari rembesan batuan pada dinding lereng tambang. Debit air tanah dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
Q = k. i. A (m3/detik)
Dengan keterangan :
Q = debit air tanah (m3/detik)
K = konduktivitas hidrolik (m/detik)
i = gradien hidraulik
A = luas penampang melintang batuan yang terembesi air (m2)
Perhitungan debit airtanah dilakukan dengan menggunakan data hasil pengolahan
nilai konduktivitas hidrolik yang diperoleh dari uji packer di lapangan, selain itu dilihat
juga nilai muka airtanahnya. Ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pola aliran
airtanah secara umum di lokasi penelitian sekaligus arah pergerakan aliran
airtanahnya. Di samping itu juga untuk memperkirakan nilai gradien hidraulik airtanah
mengacu pada elevasi airtanah terhadap pola aliran airtanah.
Tabel 6.14 Tabel Water Level pada lubang Bor Geoteknik
VI - 13
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.45 Pola aliran airtanah
Dengan pola aliran airtanah seperti yang digambarkan di atas, diperoleh nilai
gradient hidraulik (i) dari aliran airtanah sebesar 0.0012, namun jika penambangan
dibuka, maka nilai gradient hidraulik akan lebih besar, dan dalam studi ini
diperkirakan (asumsi) = 0,3.
Tabel 6.15 Perhitungan Rembesan Airtanah ke dalam Pit
VI - 14
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
*) asumsi diambil dari ketebalan maksimum batupasir
**) sepanjang sidewall dan highwall
***) asumsi maksimal karena pit akan mengubah gradien alami
6.3 Sistem Penanggulangan Air Tambang
Dengan mengetahui sifat, perkiraan debit, dan pola aliran air permukaan (run off)
dan air sungai, koefisien Permeabilitas lapisan batuan yang akan ditambang, dan
perkiraan debit air tanah yang potensial masuk ke dalam bukaan tambang, maka
sasaran akhir dari studi hidrologi dan hidrogeologi ini adalah membuat rekomendasi
sistem pengendalian air tambang secara keseluruhan
6.3.1 Penanggulangan Air Limpasan di Luar Pit Area
Air limpasan di luar Pit area akan dialihkan melalui saluran pengalihan air yang
disesuaikan dengan kondisi topografi dan posisi serta pola aliran air sungai dekat Pit
area. Perancangan dimensi saluran pengalihan air limpasan di luar Pit area
didasarkan atas perhitungan debit air limpasan di luar Pit area pada masing-masing
rencana penggalian.. Debit air limpasan ini adalah debit air limpasan dalam kondisi
VI - 15
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
skenario ekstrim, yaitu sebesar 9,56 m3/detik untuk Pit area kiri dan sebesar 3,84
m3/detik untuk Pit Kanan.
Penentuan dimensi saluran, dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini :
Dimana :
Q = debit
A = Luas penampang basah
S = gradient
N= koefisien kekasaran manning (kekasaran dinding saluran).
Untuk dinding beton n = 0.011, dan untuk dinding tanah, n =
0,02
P = keliling basah
Saluran yang direkomendasikan adalah bentuk trapezium untuk memudahkan
dalam pembuatannya. Dimensi saluran, akan ditentukan berdasarkan
perhitungan luas penampang basah dan keliling basah menggunakan
persamaan tersebut di atas. Gradien saluran ditentukan berdasarkan perbedaan
ketinggian topografi ujung rencana saluran, dan nilai kekasaran dinding saluran
adalah n = 0,02.
Dengan simulasi dan perhitungan pendekatan menggunakan rumus di atas,
maka dapat ditentukan luas saluran basah (A), keliling basah (P), dan kecepatan
aliran (v) untuk masing-masing rencana penggalian.
a. Pada waktu penggalian PIT 2A, debit air limpasan yang berpengaruh berasal dari
waste dump Aa, Ab, dan Catchment 2A, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.6.
Total perkiraan air limpasannya, adalah 2,62 m3/det. Dengan simulasi untuk
menentukan desain saluran, maka diperoleh dimensi saluran yang cukup
memenuhi jumlah air limpasan tersebut, sebagai dalam Tabel 6.126
VI - 16
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Tabel 6.16 Perhitungan Debit Air Limpasan dan Desain saluran pada Pit 2A
*) Diambil dari beda tinggi dibagi terhadap penurunan elevasi dari topografi**) tipe saluran dengan dinding tanah***) debit maksimum jika saluran terisi penuh
Gambar 6.6 Penggalian PIT 2A
Dari perhitungan debit saluran hasil simulasi, direkomendasikan dimensi saluran
air limpasan berbentuk trapezium, sebagai dalam Gambar 6.6, dan
diperhitungkan cukup untuk mengalihkan air limpasan sepanjang waktu
penambangan.
Gambar 6.7 Skema Rekomendasi Dimensi saluran Air Limpasan PIT 2A
VI - 17
1 m
0.5m
1.5 m
Outlet Saluran menuju sungai
Catchment 2A
Saluran menuju sungaiSaluran menuju
sungai
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
b. Pada waktu penggalian PIT 2B, debit air limpasan yang berasal dari waste dump
merupakan limpasan dari waste dump Ba , Bb dan catchment PIT 2A, seperti
dapat dilihat pada Gambar 6.8.
c. Pada akhir penambangan pit 2B ini, akan dibuat DAM untuk menahan air
limpasan dari mine out area PIT 2A dan 2B masuk ke PIT area 2C.
Gambar 6.88 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2B
d. Pada waktu penggalian PIT 2C, air limpasan berasal dari waste dump Ca dan
Cb, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.99.
VI - 18
DAM 1
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.99 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2C
e. Pada waktu penggalian PIT 2D, debit air limpasan berasal dari waste dump Da,
Db dan catchment PIT 2C, seperti dapat dilihat pada gambar 6.1010.
f. Pada akhir penambangan PIT 2D ini, juga akan dibuat DAM untuk menahan air
limpasan dari mine out area PIT 2C dan 2D masuk ke Pit area 2E.
VI - 19
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.1010 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2D
g. Pada waktu Penggalian PIT 2E, debit air limpasan berasal dari waste dump Ea
dan Eb, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.111.
VI - 20
DAM 2
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.111 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2E
h. Pada waktu penggalian PIT 2F, debit air limpasan berasal dari waste dump Fa,
Fb dan catchment PIT 2E, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.122. Luas
catchment area dari PIT 2F adalah akumulasi dari PIT 2E dan 2F .
VI - 21
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.122 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2F
i. Pada waktu penggalian PIT 2G, debit air limpasan berasal dari waste dump Ga
dan air limpasan yang berasa dari catchment PIT 2E, 2F dan 2G, seperti dapat
dilihat pada Gambar 6.133.
VI - 22
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.133 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 2G
j. Selanjutnya, pada waktu penggalian pada Blok 1 PIT 1C, pada penggalian ini
direncanakan juga untuk dilakukan backfill sehingga semakin maju
penambangan ke arah PIT B dan PIT A maka catchment areanya akan semakin
bertambah mengikuti luas catchment area masing-masing PIT. Debit air limpasan
pada PIT 1C berasal dari waste dump 1Ca dan 1Cb. Catchment area tidak ada
yang mempengaruhi PIT karena tertutup oleh area waste dump seperti terlihat
pada Gambar 6.144.
VI - 23
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.144 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 1C
k. Pada waktu penggalian PIT 1B, debit air limpasan berasal dari waste dump 1Ba,
1Bb dan Catchment PIT 1C, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.155.
VI - 24
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.1.55 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 1B
l. Pada waktu penggalian PIT 1A, debit air limpasan berasal dari waste dump 1Aa,
1Ab dan dan Catchment PIT 1C serta PIT 1B, seperti dapat dilihat pada Gambar
6.166.
VI - 25
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
1B
1C
2A
Aa
Ab
2B
Ba
Bb
2C
Ca
Cb
2D
Da
Db
2E
Ea
Eb
2F
Fa
Fb
2G
Ga
Gb
1Ca
1Cb
1Ba
1Bb
1A
1Aa
1Ab
Gambar 6.166 Pengalihan Air Limpasan pada waktu Penambangan PIT 1A
6.3.2 Penanggulangan Air di Dalam Pit
Air di dalam Pit area berasal dari air limpasan permukaan dari air hujan dan air tanah
yang merembes di bawah permukaan melalui lapisan batuan yang dapat
merembeskan air baik melalui pori-pori maupun melalui rekahan batuan.
Jumlah debit air yang masuk ke dalam masing-masing Pit (rencana
penggalian) dapat dilihat pada Tabel 6.137. Untuk penggalian yang telah dilakukan,
daerah bekas pit semestinya menjadi catchment area untuk pit berikutnya, namun
untuk menanggulangi semakin besar air yang akan masuk ke dalam pit berikutnya
yang akan dibuka, maka setiap selesai backfill pada pit akan dibuat saluran air
menuju sungai yang dimensinya hampir sama dengan perhitungan sebelumnya.
.
VI - 26
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Tabel 6.137 Debit air dalam Masing-masing Penggalian
Penanggulangan air yang masuk ke dalam bukaan tambang (di permukaan Pit area)
dilakukan dengan membuat beberapa saluran penyaliran di setiap jenjang, sebagai
nampak dalam ilustrasi pada Gambar 6.177.
VI - 27
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.177 Skema Saluran Penyaliran pada Jenjang
Sistem penyaliran air pada jenjang ini bertujuan untuk mengalirkan air yang berada
di atas setiap jenjang dapat mengalir menuju sumuran pada lantai tambang,
sehingga tidak terjadi genangan air di atas jenjang. Pada setiap level jenjang, dibuat
saluran arah vertikal sebagai penghubung antar level jenjang dengan jarak setiap 60
meter. Pada lantai tambang di level terendah dibuat sumuran (Pit sump) yang
berfungsi sebagai tempat penampungan akhir dari air yang masuk ke dalam Pit area,
sebelum dialirkan ke luar dengan sistem pemompaan. Air pada Pit sump akan
dipompakan menuju ke settling pond yang disarankan dibuat di bagian atas dan
berada di luar pit. Air pada settling pond ini akan dialirkan lagi menuju ke kolam
pengontrol (monitoring pond) yang berfungsi untuk memantau kualitas air sebelum
dialirkan menuju ke sungai.
Perawatan dilakukan secara periodik 2 minggu sekali dengan cara mengontrol dan
menggali kembali material yang masuk dan mengendap ke dalam saluran, sehingga
kedalaman saluran tetap terjaga. Apabila material yang masuk sangat banyak, maka
dapat dibuat bak pengontrol dan barier sebagai penghalang.
VI - 28
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Tabel 6.18. Perhitungan Dimensi Saluran Air Limpasan pada Jenjang.
Dari perhitungan debit saluran hasil simulasi, direkomendasikan dimensi saluran
air limpasan pada jenjang berbentuk trapezium, sebagai dalam Gambar di
bawah ini, dan diperhitungkan cukup untuk mengalihkan air limpasan sepanjang
waktu penambangan.
VI - 29
0.5 m0.75m
1 m
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Gambar 6.18 Skema rekomendasi dimensi saluran air limpasan Pada jenjang
6.3.3 Sistem Pemompaan
Pemilihan pompa yang akan digunakan untuk sistem pemompaan air tambang ini
perlu mempertimbangkan faktor-faktor kekeruhan air, pH, tinggi angkat total sistem
pemompaan (Total Head) dan kapasitas (Debit) dan karakteristik pompa. Data-data
ini dapat diperoleh dengan mengacu kepada desain tambang perencanaan tambang.
Setiap tipe pompa umumnya mempunyai kurva unjuk kerja (karakteristik) pompa,
yaitu grafik yang menunjukkan kemampuan atau kapasitas (debit) pemompaan
terhadap variasi tinggi angkat total sistem (head) serta efisiensi kerja pompa.
Pemilihan kapasitas pompa yang akan digunakan didasarkan atas debit air yang
diperkirakan tertampung pada Pit sump.
Berdasarkan perhitungan kapasitas dan perkiraan efisiensi total kerja Ppompa 65%,
maka jumlah pompa yang direkomendasikan yang dibutuhkan untuk setiap rencana
penggalian untuk disediakan dapat dilihat padaadalah sebagai dalam tabel 6.189 di
bawah ini:
Tabel 6.189 Kebutuhan Pompa pada setiap Rencana Penggalian
VI - 30
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
VI - 31
PT. KARYA BUMI BARATAMA Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk semua PIT jumlah jam kerja pemompaan
sekitar adalah sekitar 4 – 8 jam sehingga dibutuhkan pompa sekitar 9 unit. Dengan
mempertimbangkan kedalaman PIT yang paling dalam yaitu 180 m, maka untuk
dapat mengeluarkan air limpasan akan digunakan pompa yang dipasang secara seri,
sehingga kebutuhan pompa adalah dua kali dari jumlah pompa hasil perhitungan
yaitu sekitar 18 pompa.
D
Kapasitas pompa yang direkomendasikan untuk dipakai adalah pompa yang
mempunyai kapasitas setara dengan Pompa type HL 250 M, Merk Allight, dengan
kapasitas 350 lt/sec atau 1.260 m3/jam, sebagai nampak dalam Gambar 6.1819.
Gambar 6.18 19 Pompa Allight Type HL 250 M
VI - 32