anatomi dan fisiologi saluran pernapasan

22
Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernapasan 2.1 Anatomi Saluran Pernapasan Gambar 2.1 Saluran pernapasan Sumber : Van de graaff Human Anatomy Anatomi saluran pernapasan terdiri dari : A. Hidung

Upload: musa-muhammad-sangquite

Post on 22-Dec-2015

97 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

anatomi dan fisiologi sistem pernapasan

TRANSCRIPT

Page 1: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernapasan

2.1 Anatomi Saluran Pernapasan

Gambar 2.1 Saluran pernapasan

Sumber : Van de graaff Human Anatomy

Anatomi saluran pernapasan terdiri dari :

A. Hidung

Page 2: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

Gambar 2.2 Hidung

Sumber : Essentials of Anatomy and Physiology Edisi 5

Hidung berbentuk piramid yang tersusun dari tulang, kartilago hialin dan jaringan

fibroaerolar. Hidung dibagi menjadi dua ruang oleh septum nasal. Struktur hidung

pada bagian eksternal terdapat folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea

yang merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit pada bagian ini

mengandung vibrissae yang berfungsi menyaring partikel dari udara terhisap.

Sedangkan pada rongga nasal yang lebih dalam terdiri dari epitel bersilia dan sel

goblet. Udara yang masuk ke dalam hidung akan mengalami penyaringan partikel dan

penghangatan dan pelembaban udara terlebih dahulu sebelum memasuki saluran

napas yang lebih dalam (Ethel Sloane, 2003).

B. Faring

Page 3: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

Gambar 2.3 Faring

Sumber : Van de graaff Human Anatomy

Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5cm. Terdiri dari nasofaring, orofaring,

dan laringofaring. Pada nasofaring terdapat tuba eustachius yang menghubungkannya

dengan telinga tengah (Ethel Sloane, 2003). Faring merupakan saluran bersama untuk

udara dan makanan.

C. Laring

Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh

sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga lainnya tidak berpasangan. Tiga

kartilago yang tidak berpasangan adalah kartilago tiroid yang terlrtak di bagian

proksimal kelenjar tiroid, kartilago krikoid yang merupakan cincin anterior yang lebih

dalam dan lebih tebal, epiglotis yang merupakan katup kartilago yang melekat pada

tepi anterior kartilago tiroid. Epiglotis menutup pada saat menelan untuk mencegah

masuknya makanan dan cairan ke saluran pernapasan bawah (Ethel Sloane, 2003).

Epiglotis juga merupakan batas antara saluran napas atas dan bawah.

Page 4: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

Gambar Anatomi Larink

D. Trakea

Gambar 2.4 Trakea

Sumber : Sobotta Edisi 21

Page 5: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

Trakea adalah tuba dengan panjang 10-12 cm yang terletak di anterior esofagus.

Trakea tersusun dari 16 – 20 cincin kartilago berbentuk C yang diikat bersama

jaringan fibrosa yang melengkapi lingkaran di belakang trakea (Ethel Sloane, 2003).

Trakea berjalan dari bagian bawah tulang rawan krikoid laring dan berakhir setinggi

vertebra thorakal 4 atau 5. Trakea kemudian bercabang menjadi bronkus principallis

dextra dan sinistra di tempat yang disebut carina. Carina terdiri dari 6 – 10 cincin

tulang rawan.

E. Bronkus

Gambar 2.5 Bronkus

Sumber : Van de graaff Human Anatomy

Bronkus merupakan struktur dalam mediastinum, yang merupakan percabangan dari

trakea. Bronkus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trakea. Setiap

bronkus primer bercabang membentuk bronkus sekunder dan tersier

dengan diameter yang semakin mengecil dan menyempit, batang atau lempeng

kartilago mengganti cincin kartilago (Ethel Sloane, 2003). Bronkus kanan kemudian

akan bercabang menjadi lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Bronkus kiri

terdiri dari lobus superior dan inferior.

F. Bronkhiolus

Page 6: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

Bronkiolus merupakan jalan napas intralobular dengan diameter 5 mm, tidak

memiliki tulang rawan maupun kelenjar di dalam mukosanya (Luiz Carlos Junqueira,

2007). Bronkhiolus berakhir pada saccus alveolaris. Awal proses pertukaran gas

terjadi di bronkhiolus respiratorius.

G. Alveolus

Gambar 2.6 Alveolus

Sumber : Van de graaff Human Anatomy

Alveolus adalah kantung udara berukuran sangat kecil dan merupakan akhir dari

bronkiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran oksigen dan

karbondioksida. Alveolus terdiri dari membran alveolar dan ruang intesrstisial (Hood

Alsagaaff,2006).

H. Paru

Page 7: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

Gambar 2.7 Paru

Sumber : Sobotta Edisi 21

Paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara yang terletak di

rongga toraks. Paru merupakan jalinan atau susunan bronkus, bronkiolus, bronkiolus

respiratori, alveoli, sirkulasi paru, saraf dan sistem limfatik. Paru adalah alat

pernapasan utama yang merupakan organ berbentuk kerucut dengan apex di atas dan

sedikit lebih tinggi dari klavikula di dalam dasar leher.

Paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh fisura. Paru kanan terbagi menjadi 3 lobus

oleh 2 fisura, sedangkan paru kiri terbagi menjadi 2 lobus oleh 1 fisura (Ethel Sloane,

2003). Paru memiliki hilus paru yang dibentuk oleh a. pulmonalis, v. pulmonalis,

bronkus, a. Bronkialis, v. Bronkialis, pembuluh limfe, persarafan, dan kelenjar limfe.

Paru dilapisi oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura viseral yang melekat pada paru dan

tidak dapat dipisahkan dan pleura parietal yang melapisi strenum, diafragma dan

mediastinum. Diantara kedua pleura tersebut terdapat rongga pleura yang berisi

cairan pleura sehingga memungkinkan paru untuk berkembang dan berkontraksi

tampa gesekan (Ethel Sloane, 2003).

Page 8: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

2.2 Fisiologi Pernapasan

Fungsi utama paru adalah menyelenggarakan pengambilan oksigen oleh darah

dan pembuangan karbondioksida. Terdapat 4 tahap respirasi, yaitu (Lauralee

Sherwood, 2001) :

a. Ventilasi

Ventilasi adalah sirkulasi keluar masuknya udara atmosfer dan alveoli. Proses

ini berlangsung di sistem pernapasan.

b. Respirasi eksternal

Respirasi eksternal mengacu pada keseluruhan rangkaian kejadian yang terlibat

dalam pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel

tubuh. Proses ini terjadi di sistem pernapasan.

c. Transpor gas

Transpor gas adalah pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah

dan jaringan tubuh. Proses ini terjadi di sistem sirkulasi

d. Respirasi internal

Respirasi internal adalah pertukaran gas pada metabolism energi yang terjadi

dalam sel. Proses ini berlangsung di jaringan tubuh. Sistem respirasi dibagi menjadi 2

bagian yaitu (Hood Alsagaaff, 2006) :

a) Bagian konduksi yang terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus,

bronkiolus dan bronkiolus terminalis. Bagian ini relatif kaku dan terbuka,

merupakan penghubung antara lingkungan luar dengan paru. Fungsi dari

bagian konduksi adalah mengalirkan udara dan sebagai penyaring,

penghangat, dan melembabkan udara sebelum sampaibagian respirasi.

b) Bagian respirasi terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus

alveolaris dan alveolus. Bagian respirasi merupakan tempat terjadinya

pertukaran udara dari lingkungan luar dan dalam tubuh. Udara cenderung

bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah yaitu

Page 9: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

menuruni gradien tekanan. Udara mengalir masuk dan keluar paru selama

proses pernapasan dengan mengikuti penurunan tekanan gradien yang

berubah berselang-seling antara alveolus dan atmosfer akibat aktivitas dari

otot-otot pernapasan.

Terdapat 3 tekanan yang penting pada proses pertukaran udara yaitu (Lauralee

Sherwood,2001) :

a. Tekanan atmosfer (tekanan barometrik)

Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas

permukaan laut karena kolom udara di atas permukaan bumi menurun.

b. Tekanan intra alveolus

Tekanan inilah yang mengatur aliran udara karena tekanannya dapat berubah

sesuai dengan pergerakan pernapasan.

c. Tekanan intra pleura

Merupakan tekanan di dalam kantung pleura atau disebut juga tekanan

intratoraks, yaitu tekanan yang terjadi di luar paru dan di dalam rongga thoraks.

Tekanan intra pleura ini lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Pada saat inhalasi,

terjadi kontraksi dari otot-otot pernapasan sehingga volume rongga thoraks

meningkat. Hal ini menyebabkan tekanan pada rongga thoraks menurun dan

mengakibatkan adanya perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar tubuh dengan

tekanan udara di dalam tubuh lebih rendah sehingga udara masuk ke dalam paru dan

paru mengembang. Pada saat ekhalasi, otot-otot respirasi berelaksasi sehingga

volume rongga thoraks menurun dan menyebabkan tekanan rongga thoraks

meningkat. Pada kondisi ini volume rongga dada akan berkurang dan terjadi

peningkatan tekanan di dalam paru sehingga mendorong udara keluar dari dalam paru

ke atmosfer.

Page 10: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

2.3 Volume dan Kapasitas Fungsi Paru

Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi ventilasi

sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru

dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada atau tidaknya kelainan

fungsi ventilasi paru.

Gambar 2.8 Volume dan Kapasitas Paru

Sumber : Essential of Anatomy and Physiology Edisi 5

A. Volume Paru

Selama berlangsungnya proses pernapasan terdapat volume dari paru yang

berubah-ubah. Terdapat beberapa parameter yang menggambarkan volume paru,

yaitu (Hall Guyton, 2008):

a) Volume tidal (VT), Volume tidal adalah volume udara yang masuk atau

keluar paru selama satu kali bernapas. Nilai rata-rata volume tidal pada saat

istirahat adalah 500 ml.

b) Volume cadangan inspirasi (VCI), Volume cadangan inspirasi adalah volume

tambahan yang dapat secara maksimal dihirup melebihi volume tidal saat

istirahat. Volume cadangan inspirasi dihasilkan oleh kontraksi maksimum

diafragma, musculus intercostae externus dan otot inspirasi tambahan. Nilai

rata-ratanya adalah 3.000 ml.

c) Volume cadangan ekspirasi (VCE), Volume cadangan ekspirasi adalah

volume tambahan udara yang dapat secara aktif dikeluarkan oleh kontraksi

Page 11: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara pasif pada akhir volume

tidak biasa. Nilai rata-rata volume cadangan ekspirasi adalah 1.000 ml

d) Volume residual (VR), Volume residual adalah volume minimum udara yang

tersisa di paru bahkan setelah ekspirasi maksimum. Nilai rata-rata volume

residual adalah 1.200 ml.

e) Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1), Volume ekspirasi paksa

dalam satu detik adalah volume udara yang dapat diekspirasikan selama satu

detik pertama ekspirasi pada penentuan kapasitas vital. Nilai volume ekspirasi

paksa dalam satu detik biasanya adalah sekitar 80% yang berarti dalam

keadaan normal 80% udara yang dapat dikeluarkan dalam satu detik pertama.

B. Kapasitas Fungsi Paru

Kapasitas fungsi paru merupakan penjumlahan dari dua volume paru atau

lebih. Yang termasuk pemeriksaan kapasitas fungsi paru adalah (Hall Guyton,

2008):

a) Kapasitas inspirasi (KI), Kapasitas inspirasi adalah volume maksimum udara

yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi normal tenang (KI=VCI+TV). Nilai

rata-rata kapasitas inspirasi adalah 3.500 ml.

b) Kapasitas residual fungsional (KRF), Kapasitas residual fungsional adalah

volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif normal (KFR=VCE+VR).

Nilai rata-rata kapasitas residual fungsional adalah 2.200 ml.

c) Kapasitas Vital (KV), Kapasitas vital adalah volume maksimum udara yang

dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas setelah inspirasi maksimum.

Subyek mula-mula melakukan inspirasi maksimum kemudian melakukan

ekspirasi maksimum (KV=VCI+VT+VCE). Nilai rata-rata kapasitas vital

adalah 4.500 ml.

d) Kapasitas paru total (KPT), Kapasitas paru total adalah volume udara

maksimal yang dapat ditampung oleh seluruh paru (KPT=KV+VR). Nilai

rata-rata kapasitas paru total adalah 5.700 ml.

Page 12: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

2.4 Pengukuran Fisiologis Paru

Pengukuran fisiologis paru sangat dianjurkan bagi pekerja, pengukuran

dilakukan dengan menggunakan spirometer. Spirometer dipilih dengan alasan mudah

digunakan, biaya murah, ringan, praktis, dapat dibawa kemana-mana, tidak

memerlukan tempat khusus, cukup sensitif, akurasi tinggi, dan tidak invasif (Faisal

Yunus, 1993).

Dengan pemeriksaan spirometri dapat diketahui hampir semua volume dan

kapasitas paru. Dengan demikian dapat dinilai gangguan fungsional ventilasi paru

yang dapat digolongkan menjadi (Faisal Yunus, 1993) :

a) Gangguan obstruktif, yaitu gangguan berupa hambatan pada aliran udara yang

ditandai dengan penurunan FEV1 dan KV.

b) Gangguan restriktif, yaitu gangguan berupa kegagalan pengembangan paru

yang ditandai dengan penurunan KV, VR dan KPT.

2.5 Nilai Normal Fisiologi Paru

Untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan perlu

dilakukan pembandingan dengan nilai standarnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan,

fungsi paru digolongkan menjadi (Faisal Yunus, 1993) :

a) Normal, bila hasil KV >80% dan FEV1 >75%

b) Gangguan restriksi, bila KV <80% dan FEV1 ≥75% atau <75%

c) Gangguan obstruksi, bila KV >80% dan FEV1 <75%

2.6 Penyakit Paru Akibat Kerja

Penyakit paru akibat kerja adalah berbagai jenis penyakit paru yang terjadi

akibat individu yang hidup di area lingkungan tertentu menghirup udara ambien yang

telah tercemari oleh bahan0bahan yang berbahaya bagi kesehatan (Pasiyan

Rahmatullah, 2009).

Umumnya penyakit paru akibat kerja berlangsung kronis menetap dan kadang

sulit untuk mengetahui kapan mulainya. Pasien umumnya mengeluhkan sesak napas,

Page 13: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

batuk, mengi dan batuk berdahak. Kelainan yang sering ditemukan pada pemeriksaan

fisik adalah suara mengi, ekspirasi memanjang, ronki dan batuk.

2.6.1 Paparan Debu Inorganik

Penyakit paru lingkungan yang disebabkan oleh inhalasi kronis debu-debu

inorganik maupun bahan partikel yang berasal dari udara lingkungan maupun

tempat kerja disebut pneumokoniasis. Pneumokoniasis sering disebabkan oleh

debu asbes, silika, batu bara, berilium, bauksit, besi, baja, dan lain-lain.

1. Asbestosis, Penyakit ini timbul sebagai akibat inhalasi debu asbestos.

Umumnya asbestosis berupa fibrosis interstitial paru. Paparan debu asbestos

sering terjadi pada pekerja pabrik yang mengunakan bahan baku yang

mengandung asbestos. Nilai ambang batas debu asbestos adalah 2serabut/ /

berat badan/ 8 jam (Pasiyan Rahmatullah, 2009). Sesudah debu asbestos

terhirup, maka akan terdeposisi di dinding bronkus. Makrofag akan

memfagositosisnya, tetapi bila pembersihannya tidak sempurna, timbul reaksi

berupa pembentukan fibrosis di dinding bronkus. Manifestasi klinik asbetosis

adalah sesak napas saat aktifitas dan batuk nonproduktif timbul sebagai gejala

awal. Bila berlanjut akan timbul kelainan fisik berupa ronki basah di

basalkedua paru. Gambaran radiologis pada awal penyakit berupa adanya

gambaran garis-garis opasitas kecil di basis paru. Pada keadaan lanjut tampak

gambaran bervariasi berupa distorsi arsitektur paru, pleural plaques (Pasiyan

Rahmatullah, 2009). Penyakit ini tidak dapat diobati dan pengbatan yang

diberikan merupakan pengobatan simptomatis. Pencegahannya dilakukan

dengan cara mencegah paparan debu asbestos, menghindari rokok dan tidak

mendekati pabrik.

2. Silikosis

Silikosis merupakan suatu penyakit paru berupa fibrosis paru difus

akibat inhalasi, retensi dan reaksi parenkim paru terhadap debu atau kristal

silika. Dikenal ada tiga macam silikosis yaitu silikosis kronis (terpapar debu

silika selama >15 tahun sebelum timbul gejala), silikosis cepat (perubahan

Page 14: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

terjadi dalam waktu 5-15 tahun), silikosis akut (perubahan terjadi dalam

waktu <5tahun (Pasiyan Rahmatullah, 2009). Gambaran klinis silikosis kronik

berupa nodul yang terdiri dari jaringan hialin tersusun konsentris, dikelilingi

kapsul selular, isi nodul adalah silika, lokasi nodul di jaringan interstitial

sekitar bronkhiolus terminalis. Pada silikosis cepat gambaran klinisnya serupa

dengan silikosis kronik namun berlangsung lebih cepat. Sedangkan pada

silikosis akut gejala predominannya pada paru bagian bawah. Gejala silikosis

adalah batuk, sesak napas, disertai kelainan fisiologi paru tipe restriktif

(Pasiyan Rahmatullah, 2009). Pengobatan definitif terhadap silikosis tidak

ada. Bila terdapat infeksi sekunder maka diberikan terapi yang sesuai. Usaha

pencegahan dengan menghindari paparan debu silika.

3. Coal Worker’s Pneumoconiosis, Black Lung

Penyakit terjadi akibat penumpukan debu batubara di paru dan

menimbulkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Penyakit ini terjadi bila

paparan cukup lama, biasanya setelah pekerja terpapar lebih daii 10 tahun.

Berdasarkan gambaran foto toraks dibedakan atas bentuk simple dan

complicated (Faisal Yunus, 1997). Simple Coal Workers Pneumoconiosis

(Simple CWP) terjadi karena inhalasi debu batubara saja. Gejalanya hamper

tidak ada, bila paparan tidak berlanjut maka penyakit ini tidak akan

memburuk. Kelainan foto toraks pada simple CWP berupa perselubungan

halus bentuk lingkar, perselubungan dapat terjadi di bagian mana saja pada

lapangan paru,yang paling sering di lobus atas. Sering ditemukan

perselubungan bentuk p dan q. Pemeriksaan faal paru biasanya tidak

menunjukkan kelainan. ilai FEV1 dapat sedikit menurun sedangkan kapasitas

difusi biasanya normal. Complicated Coal Workers Pneumoconiosis atau

Fibrosis Masif Progresif (PMF) ditandai oleh terjadinya daerah fibrosis yang

luas hampir selalu terdapat di lobus atas. Fibrosis biasanya terjadi karena satu

atau lebih faktor berikut:

1) Terdapat silika bebas dalam debu batubara.

2) Konsentrasi debu yang sangat tinggi.

Page 15: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

3) Infeksi Mycobacterium tubeivulosis atau atipik.

4) Imunologi penderita buruk.

Pada daerah fibrosis dapat timbul kavitas dan ini bisa menyebabkan

pneumotoraks. Foto toraks pada PMF sering mirip tuberkulosis, tetapi sering

ditemukan bentuk campuran karena terjadi emfisema. Gelaja awal biasanya tidak

khas. Batuk dan sputum menjadi lebih sering, dahak berwarna hitam (melanoptisis).

Kerusakan yang luas menimbuikan sesak napas yang makin bertambah, pada stadium

lanjut terjadi kor hipertensi pulmonal, gagal ventrikel kanan dan gagal napas

(Faisal Yunus, 1997)

4. Beryliosis

Merupakan suatu kelainan paru akibat paparan debu

berilium. Debu berilium merupakan debu yang paling halus dari

sejenis metal. Efek debu berilium pada paru ada dua macam,

efek akut dan efek kronis. Efek akut berupa bercak infiltrat paru,

bronkopneumoni. Efek kronis bisa timbul beberapa kerusakan

paru berupa granulom pada septum alveoli dan timbul nodul

halus, fibrosis, kerusakan jaringan elastis dan emfisema (Pasiyan

Rahmatullah, 2009).

Gambaran klinis berilosis akut berupa suatu keadaan

toksis,doserelated berylliosis injury syndrome, umumnya

menyerang saluran napas bagian atas, dan bila paparan hebat

dapat timbul bronkitis dan pneumonitis kemikal. Sedangkan

pada beriliosos kronis, timbul 6-18 bulan sesudah paparan.

Gejala awal biasanya asimptomatik, kemudian timbul gejala

berupa sesak napas saat aktifitas, batuk-batuk dan bila penyakit

memburuk timbul gejala penyakit paru interstitial yang meliputi

19

batuk nonproduktif, nyeri dada dan sesak nafas saat aktifitas.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan ronki kering pada bagian

basal paru (Pasiyan Rahmatullah, 2009).

Page 16: Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pernapasan

Pada bentuk akut pengobatan yang diberikan adalah

menyingkirkan pasien dari paparan berilium, istirahat, terapi

oksigen, dan bila diperlukan bantuan ventilasi mekanik.

Sedangkan untuk bentuk kronik belum ada pengobatan yang

spesifik.