kimia pernapasan

19
Sabtu, 5 Desember 2009 Editor: Sussy Listiasasih KIMIA PERNAPASAN Dra. Salmah Orbayinah,Apt.,M.Kes ([email protected] ) Sebenarnya ada gak siiy hubungan kimia dan pernapasan? Emangnya kalo gak ada proses kimia kita gak bisa bernapas? Mau tau jawabannya? Oke deh, selamat mempelajari kimia pernapasan…^_^ Tujuan instruksional umum : Mahasiswa dapat memahami proses pernapasan dan gangguan pernapasan serta akibat dari gangguan tersebut pada tubuh manusia Tujuan Instruksional Khusus : 1. Mahasiswa dapat menjelaskan komposisi udara inspirasi dan ekspirasi 2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses pengangkutan gas-gas pernapasan 3. Mahasiswa dapat menjelaskan reaksi kimia yang terjadi pada proses pernapasan

Upload: sussy-listiarsasih

Post on 25-Jun-2015

2.047 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KIMIA PERNAPASAN

Sabtu, 5 Desember 2009

Editor: Sussy Listiasasih

KIMIA PERNAPASAN

Dra. Salmah Orbayinah,Apt.,M.Kes

([email protected])

Sebenarnya ada gak siiy hubungan kimia dan pernapasan?

Emangnya kalo gak ada proses kimia kita gak bisa bernapas? Mau tau

jawabannya? Oke deh, selamat mempelajari kimia pernapasan…^_^

Tujuan instruksional umum :

Mahasiswa dapat memahami proses pernapasan dan gangguan

pernapasan serta akibat dari gangguan tersebut pada tubuh manusia

Tujuan Instruksional Khusus :

1. Mahasiswa dapat menjelaskan komposisi udara inspirasi dan

ekspirasi

2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses pengangkutan gas-gas

pernapasan

3. Mahasiswa dapat menjelaskan reaksi kimia yang terjadi pada proses

pernapasan

4. Mahasiswa dapat menjelaskan gangguan pernapasan, penyebab,

dan akibatnya pada keseimbangan asam-basa tubuh. Pernapasan

diartikan sebagai pertukaran gas oksigen (O2) dan karbondioksida

(CO2) antara badan dan lingkungan sekitarnya. Pernapasan dibagi

menjadi 4 proses yaitu:

1. Pertukaran udara paru-paru, yaitu keluar masuknya udara atmosfer

dengan

alveoli

2. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah

Page 2: KIMIA PERNAPASAN

3. Transport O2 dan CO2 ke dan dari sel-sel melalui darah

4. Pengaturan ventilasi

Terdapat perbedaan kandungan udara atmosfer dengan udara

ekspirasi. Pada udara atmosfer (inspirasi) terdapat O2 20,96%, CO2

0,04%, dan nitrogen 79%, sisanya gas–gas lain yang secara fisiologis

kurang berperan. Udara ekspirasi mengandung gas nitrogen yang

kurang lebih sama dengan udara inspirasi, tetapi O2 turun 15 %

sedangkan CO2 meningkat 5%.

Difusi gas ke paru-paru

Udara inspirasi dapat melewati membran alveoli berdasarkan

hokum fisika difusi akibat adanya perbedaan tekanan masing-masing

gas. Tekanan gas disimbolkan sebagai P, misalnya PCO2. Sebagai

gambaran pertukaran gas alveoli dengan darah dapat dilihat sebagai

berikut:

PO2 di udara alveolar 107 mmHg

Po2 darah vena 40 mmHg

Adanya perbedaan tekanan sebesar 67 mmHg tersebut membuat

aliran O2 darivalveolar paru ke darah vena. Sebaliknya dengan CO2:

PCO2 udara alveolar 36 mmHg

PCO2 darah vena 46 mmHg

Perbedaan tekanan sebesar 10 mmHg cukup untuk membuat

CO2 mengalir dari darah ke paru-paru. Tekanan nitrogen antara darah

vena dan paru relatif tidak berubah, sehingga dikatakan secara

fisiologis dalam keadaan inert. Gas-gas yang masuk ke alveoli

selanjutnya masuk ke darah arteri dengan cara difusi sederhana.

Transpor oksigen oleh darah

Page 3: KIMIA PERNAPASAN

Oksigen beredar ke sel-sel tubuh dibawa oleh hemoglobin

dengan ikatan

yang sederhana bukan sebagai ikatan oksida, sesuai persamaan

berikut :

Hb + O2 HbO2 Hb=hemoglobin tereduksi

HbO2= oksihemoglobin

Derajat kombinasi oksigen dengan hemoglobin atau disosiasi

oksihemoglobin ditentukan oleh tekanan O2 pada media sekitar

hemoglobin. Pada tekanan 100 mmHg atau lebih, Hb dalam keadaan

tersaturasi total. Pada keadaan ini sekitar 1,34 ml O2 berkombinasi

dengan 1 gram Hb, sehingga bila diasumsikan konsentrasi Hb pada

darah sebanyak 14,5 g%, maka total oksigen yang dibawa sebagai

oksihemoglobin sebesar 14,5 x 1,34 = 19,43ml%.

Hubungan antara saturasi oksigen dengan tekanan oksigen telah

dapat dirumuskan dan ditunjukkan dengan kurva disosiasi

oksihemoglobin. Bentuk kurva bervariasi tergantung tekanan CO2.

Bentuk kurva pada tekanan CO2 40 mmHg menunjukkan keadaan

fisiologis. Darah arteri yang mengandung O2 dengan tekanan 100

mmHg mengandung Hb yang tersaturasi 95-98%, pada keadaan ini

hampir semua Hb membentuk oksiheoglobin. Peningkatan tekanan O2

selanjutnya hanya sedikit meningkatkan saturasi Hb.

Sejalan dengan tekanan O2 yang menurun, saturasi Hb menurun

perlahan. Pada saat tekanan O2 menjadi 50 mmHg penurunan menjadi

sangat cepat. Dalam jaringan yang terdapat O2 dengan tekanan 40

mmHg, oksihemoglobin terdisosiasi dan oksigen menjadi mudah

digunakan oleh sel. Terdapat penurunan isi oksigen darah dari 20%

menjadi hanya 15%. Penurunan ini masih menyisakan cadangan

oksigen yang diperlukan pada keadaan paruparu kekurangan oksigen.

Page 4: KIMIA PERNAPASAN

Kurva disosiasi oksihemoglobin dapat bergeser ke kanan atau ke

kiri.

Pergeseran kurva disosiasi ke kanan mengakibatkan pembebasan

oksigen yang

lebih banyak dari oksihemoglobin, atau berarti mengurangi afinitas

hemoglobin

untuk oksigen. Sebaliknya pergeseran kek kiri menambah afinitas

hemoglobin

untuk oksigen. Pergeseran ke kanan dipengaruhi oleh faktor :

1. Peningkatan ion hidrogen atau penurunan pH. Hal ini terjadi pada

larutan elektrolit dibandingkan pada larutan murni.

2. Peningkatan tekanan CO2 yang menyebabkan pembentukan

asam karbonat meningkat. Asam yang meningkat ini

menyebabkan penurunan pH.

3. Peningkatan suhu. Pada suhu yang meningkat saturasi

hemoglobin menurun. Contoh pada PO2 100 mmHg, Hb

tersaturasi 93% pada suhu 38°C, tetapi pada suhu 25°C

tersaturasi 98%.

4. Peningkatan konsentrasi 2,3-bisfosfogliserat (BPG) eritrosit,

dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

BPG

HbO2 Hb + BPG + O2

Keadaan no 1-3 terjadi pada saat kebutuhan oksigen jaringan

meningkat, akibatnya memperbesar pembebasan oksigen. Konsentrasi

BPG yang meninggi terjadi pada keadaan tekanan atmosfer yang

rendah. Pergeseran kurva disosiasi ke kanan oleh penigkatan tekanan

CO2 dinamakan efek Bohr, terjadi akibat peninggian ion H akibat

banyaknya asam karbonat. (lihat grafik 1)

Page 5: KIMIA PERNAPASAN

Hemoglobin yang tidak mengandung oksigen (deoksigenated)

mempunyai warna merah yang lebih gelap dibandingkan dengan

oksihemoglobin, sehingga warna darah arteri lebih cerah daripada

darah vena. Penurunan oksigenasi normal darah akan mengakibatkan

warna kebiruan pada kulit disebabkan peningkatan Hbdeoksigenasi.

Hal ini disebut sianosis, dan dapat terjadi pada keracunan sianida.

Penampakan sianotik tergantung dari keadaan paling sedikit 5 g Hb

deoksigenasi perdesiliter darah kapiler. Pada anemia berat,

konsentrasi Hb demikian rendah sehingga tidak nampak sianotik. Pada

keracunan gas CO terbentuk HbCO (karboksihemoglobin) yang

berwarna merah cerry. Apabila hemoglobin telah berikatan dengan gas

CO, maka O2 sukar terikat dengan Hb karena ikatan CO dengan Hb

lebih besar (210 kali lebih cepat) daripada dengan O2. Jika gas CO

terhirup sebesar 0,02% maka akan timbul pusing-pusing, apabila

Page 6: KIMIA PERNAPASAN

konsentrasi CO sampai 0,1% maka dapat timbul kematian dalam 4

jam.

Transpor CO2 darah.

CO2 dibawa oleh darah baik di sel atau di plasma. Sejumlah

besar CO2 tidak secara fisik larut dalam plasma, tetapi terdapat dalam

beberapa bentuk yaitu:

1. Sebagian kecil sebagai asam karbonat

2. Ikatan karbamino CO2 yang ditransportasikan dengan protein

(terutama hemoglobin)

3. Sebagai bikarbonat yang berikatan dengan Na atau K

4. CO2 terlarut.

Walaupun jumlah CO2 yang terlarut secara fisik hanya kecil, tetapi

berpengaruh pada keseimbangan persamaan reaksi berikut ini:

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Reaksi diatas dikatalisis oleh enzim karbonik anhidrase suatu

enzim kompleks zink-protein yang terdapat di eritrosit. Dalam jumlah

yang sedikit, enzim ini ditemukan di otot, tubuklus renalis, pankreas,

dan spermatozoa, sedangkan dalam jumlah besar enzim karbonik

anhidrase terdapat di sel parietal lambung yang terlibat dalam sekresi

HCl.

Efek pengubahan CO2 menjadi asam karbonat akan

berpengaruh pada pH darah. Diketahui bahwa paru-paru dalam 24 jam

harus mengeluarkan 20-40 liter 1N asam karbonat pada pH darah yang

bervariasi, dan sebagian besar asam karbonat segera diubah menjadi

bikarbonat yang berikatan dengan logam/kation seperti Na dan K.

Rasio konsentrasi bikarbonat:asam karbonat (dihitung dengan

persamaan Henderson-Hesselbalch) pada pH darah normal (7,40)

Page 7: KIMIA PERNAPASAN

harus berada pada perbandingan 20:1. Perubahan perbandingan

konsentrasi tersebut akan berpengaruh pada pH darah yaitu isa

menjadi asam (acidemia) atau basa (alkalemia).

Sistem buffer darah

Meskipun darah vena banyak mengandung CO2, tetapi adanya

system buffer menyebabkan perubahan pH darah hanya 0,01-0,03

unit. Buffer darah ini antara lain oleh adanya protein plasma,

hemoglobin, oksihemoglobin, bikarbonat, dan fosfat inorganik. Pada

keadaan masuknya CO2 ke darah, maka terjadi pergeseran rasio asam

menjadi garamnya, sehingga diperlukan kation. Efek pembufferan

dalam hal ini lebih banyak dilakukan oleh protein plasma karena dapat

melepaskan banyak kation, yaitu sebesar 10% dari sistem buffer.

Sistem buffer fosfat yang terdapat dalam eritrosit bertanggung jawab

sekitar 25% jumlah total CO2 yang masuk ke darah. Walau demikian

buufer terpenting adalah sistem buffer oleh hemoglobin dan

oksihemoglobin yang bertanggungjawab sekitar 60% pengangkutan

CO2.

Sistem buffer oleh hemoglobin adalah berdasar kenyataan bahwa

dalam bentuk oksi bersifat lebih asam daripada bentuk deoksi. Pada

paru-paru, pembentukan oksihemoglobin dengan demikian harus

melepaskan ion H yang bereaksi dengan bikarbonat membentuk asam

karbonat. Karena tekanan CO2 yang rendah di paru-paru maka reaksi

bergeser ke pembentukan CO2 yang kemudian dilepaskan lewat udara

ekspirasi.

Meskipun tekanan O2 di jaringan rendah, tetapi bentuk

oksihemoglobin akan melepaskan O2 ke sel dan terbentuk

deoksihemoglobin (dibantu CO2;ingat efek Bohr). Pada saat yang sama

Page 8: KIMIA PERNAPASAN

CO2 hasil metabolisme memasuki darah, dan terbentuk H2CO3 yang

selanjutnya membentuk ion H+ dan HCO3-. Hb tereduksi bertindak

selaku anion menerima ion H+ membentuk Hb tereduksiasam HHb.

HHb selanjutnya masuk ke pulmo dan melepaskan H ion karena

pembentukan asam yang lebih kuat oksihemoglobin. Ion yang terlepas

kemudian bergabung dengan HCO3 ion membentuk asam karbonat

yang selanjutnya membebaskan CO2 yang dilepaskan keluar melalui

udara ekspirasi. (lihat gambar 1)

Telah dijelaskan di atas bahwa kapasitas buffer Hb sekitar 60%

dan 25% lagi dari fosfat eritrosit, sehingga jumlah total kapasitas

buffer darah 85%, terbesar dibandingkan plasma atau serum. Hampir

semua CO2 berbentuk sebagai asam karbonat dengan bantuan enzim

karbonik anhidrase yang terdapat di eroitrosit. Asam karbonat yang

terbentuk di eritrosit kemudian dibuffer oleh fosfat dan hemoglobin

dibantu oleh kalium. Ion bikarbonat yang terjadi kemudian kembali ke

plasma bertukar dengan klorida ion, yang masuk ke eritrosit jika

tekanan CO2 darah meningkat. Proses ini reversibel, dan dengan

demikian klorida meninggalkan eritrosit menuju plasma jika tekanan

CO2 menurun. Fakta ini ditunjukkan dengan kenyataan bahwa lebih

banyak ion

klorida di darah arteri daripada darah vena.

CO2 masuk ke sel eritrosit dari jaringan berbentuk asam

karbonat. Sebagian asam karbonat kembali ke plasma, sisanya

bereaksi dengan system buffer hemoglobin membentuk bikarbonat,

kemudian kembali ke plasma bertukaran dengan klorida. Na-

bikarbonat terbentuk di plasma dan ion klorida masuk ke sel bereaksi

dengan kalium intrasel.

Page 9: KIMIA PERNAPASAN

Pada keadaan normal sel eritrosit impermeabel terhadap natrium

atau kalium, tetapi permeabel terhadap hidrogen, bikarbonat dan ion

klorida. Kation intraselular (kalium) secara tidak langsung berperan

dalam plasma karena pertukaran klorida (chlorida shift) Hal ini

menguntungkan karena plasma dapatmembawa kelebihan CO2 (dalam

bentuk NaHCO3) (lihat gambar 2)

Gambar 1 Buffer Hemoglobin

Page 10: KIMIA PERNAPASAN

Gambar 2. Chlorida Shift

Keseimbangan asam-basa

Telah dijelaskan di muka, bahwa pH darah tidak berpengaruh

atau tetap normal selama rasio bikarbonat:asam karbonat= 20:1.

Perubahan rasio ini akan membawa akibat berubahnya pH darah

menjadi alkalosis atau asidosis. Kandungan asam karbonat (H2CO3)

darah tergantung dari pasokan CO2 respirasi. Adanya gangguan dalam

pasokan CO2 berakibat pada perubahan kadar asam karbonat.

Perubahan ini disebut sebagai respiratorik. Asidosis respiratorik

terjadi akibat penumpukan asam karbonat di darah, sedangkan

Page 11: KIMIA PERNAPASAN

alkalosis respiratorik terjadi apabila eliminasi CO2 berlebihan, sehingga

terjadi pengurangan asam karbonat darah. Perubahan pH tak terjadi

bila terjadi keseimbangan rasio bikarbonat:asam karbonat menjadi

20:1 kembali. Hal ini disebut asidosis atau alkalosis respiratorik

terkompensasi. Penyesuaian rasio pada asidosis respiratorik dapat

dilakukan oleh reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal. Pada alkalosis

respiratorik penyesuaian dilakukan dengan ekskresi bikarbonat ke urin.

Gangguan pH juga dapat terjadi karena perubahan kadar

bikarbonat plasma, yang disebut sebagai metabolik. Asidosis

metabolik terjadi jika terjadi penurunan bikarbonat yang

berlebihan tanpa perubahan pada asam karbonat, sebaliknya

alkalosis metabolik terjadi jika kadar bikarbonat berlebihan.

Kompensasi dilakukan dengan cara pengubahan asam karbonat yaitu

dengan eliminasi CO2 (hiperventilasi) pada kasus yang pertama atau

retensi CO2 (depresi pernapasan) pada kasus kedua. Kandungan CO2

plasma terlihat lebih rendah pada asidosis metabolik dan lebih tinggi

pada alkalosis metabolik. (lihat gambar 3)

Page 12: KIMIA PERNAPASAN

Penyebab gangguan keseimbangan asam-basa dapat

dikelompokkan menjadi kelompok berikut:

1. Asidosis metabolik disebabkan oleh penurunan bikarbonat pada

diabetes tak terkontrol dengan ketosis, beberapa kasus muntah yang

mengeluarkan cairan alkali, penyakit ginjal, keracunan garam asam,

kehilangan berlebihan cairan intestinal pada diare atau kolitis,

kehilangan berlebih elektrolit. Tanda penting bagi yang tak

terkompensasi adalah hiperpneu.

Page 13: KIMIA PERNAPASAN

2. Asidosis respiratorik disebabkan peningkatan relatif asam karbonat.

Terjadi pada gagal napas seperti pneumonia, emfisema, congestive

failure, asma, atau depresi pusat napas karena keracunan morfin.

3. Alkalosis metabolik terjadi karena peningkatan bikarbonat pada

keadaan ingesti berlebihan alkali (seperti makan antasida pada kasus

obstruksi pilorus), muntah berkepanjangan, kehilangan berlebih asam

lambung pada kuras lambung (disebut sebagai hipokloremik alkalosis).

Defisiensi kalium sering terjadi pada hipokloremik alkalosis, juga pada

penyakit Cushing’s, dan selama pengobatan dengan kortikotropin atau

kortison.

4. Alkalosis respiratorik terjadi pada penurunan asam karbonat. Hal ini

terjadi pada keadaan hiperventilasi (histeri, gangguana sistem saraf

pusat yang mengenai sistem pernapasan, tahap awal keracunan

salisilat, penggunaan respirator) dan koma hepatikum.

Semua keadaan alkalosis tak terkompensasi ditandai dengan

pernapasan

yang dangkal dan lambat, urin mungkin alkali tapi biasanya memberi

reaksi

asam meskipun bikarbonat darah meningkat. Hal ini karena defisit

natrium dan

kalium yang mengikutinya.

Perhatikan kembali gambar 3. di bawah ini. Gambar ini

menerangkan perubahan rasio karbonat dan bikarbonat pada asidosis

dan alkalosis. Atau secara sederhana gangguan terhadap

keseimbangan asam basa bisa diringkas dalam tabel 1. di bawah ini.

Page 14: KIMIA PERNAPASAN

Tabel 1. Gangguan sederhana terhadap keseimbangan

asam basa

Nilai

norm

al

Asidosis Alkalosis

Metabol

ik

Respiratorik Metabolik Respiratorik

U C U C U C U C

pH 7,4 ↓ 7,4 ↓ 7,4 ↑ 7,4 ↑ 7,4

Page 15: KIMIA PERNAPASAN

[HCO3-]/[CO2

terlarut]

20 ↓ 20 ↓ 20 ↑ 20 ↑ 20

[HCO3-] ( mmol/L) 25-

26

↓ ↓ 25-26 ↑ ↑ ↑ 25-26 ↓

pCO2 ( mm Hg ) 40 40 ↓ ↑ ↑ 40 ↑ ↓ ↓

CO2 total,

(mmol/L)

26-

27

↓ ↓ 26-27 ↑ ↑ ↑ ↓ ↓

Gangguan Keseimbangan Asam Basa

Pada kebanyakan situasi ketakseimbangan asam basa yang

sederhana tersebut, fungsi normal dari paru-paru dan ginjal dapat

diperkirakan. Juga kejadian simultan dari dua gangguan primer belum

ditinjau, situasi semacam ini sering ditemui. Pada kasus-kasus seperti

ini skema sederhana seperti pada table 1. di atas tidak berlaku, meski

mekanisme kompensasi bekerja pada kapasitas penuh. Evaluasi sifat

dan besaran kondisi-kondisi semacam ini memerlukan catatan-catatan

riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik menyeluruh bersamasama

dengan analisis data laboratorium. Contoh-contoh macam-macam

gangguan tersebut diberikan dalam tabel 2. berikut.

Tabel 2. Contoh Gangguan dalam keseimbangan asam-basa

No.

Kas

us

pCO2 arteri

dalam pH

Bikarbo

nat

(mmol/

L)

Komentar

mm

Hg

kPa

1 40 (5,33

)

7,4

0

24,5 Normal

Page 16: KIMIA PERNAPASAN

2 25 (3,33

)

7,6

0

24,5 Alakalosis respiratorik berat (penderita

diberi pertukaram udara buatan)

3 31 (4,13

)

7,5

1

24,5 Alakalosis respiratorik sedang

(hiperventilasi ringan)

4 60 (8,00

)

7,2

2

24,5 Asidosis respiratorik tidak

terkompensasi, missal hipoventilasi

akibat narkotik dengan dosis terlalu

tinggi

5 60 (8,00

)

7,3

7

35,0 Asidosis respiratorik terkompensasi

sebagian olehalkalosis metabolik

(berasal renal), misal penderitadengan

obstruksi paru-paru kronik

6 32 (4,27

)

7,6

5

35,0 Campuran alkalosis dan metabolik,

penderita dalamkasus 5 pada ventilasi

mekanik diperpanjang

7 22 (2,93

)

7,3

5

11,0 Asidosis metabolik dengan alakalosis

respiratorik sekunder, misal penderita

dengan diabetik berat

8 50 (6,67

)

7,0

7

15,0 Campuran asidosis metabolik dan

respiratorik misalnya penderita pada

kasus 7 yang pertukaran udaranya

sangat tertekan oleh sedasi berat.