analisis variasi flowrate effect of torch angle …repository.ppns.ac.id/2491/1/0715040020 -...
TRANSCRIPT
-
TUGAS AKHIR (607408A)
ANALISIS VARIASI FLOWRATE GAS DAN EFFECT OF TORCH ANGLE PADA POSISI PENGELASAN 2G PIPA MATERIAL CuNi TERHADAP POROSITAS
SHANDITYA FITRIAN NRP.0715040020 DOSEN PEMBIMBING: MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI, S.T., M.M. IMAM KHOIRUL ROHMAT, S.ST., M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
-
i
TUGAS AKHIR (607408A)
ANALISIS VARIASI FLOWRATE GAS DAN EFFECT OF TORCH ANGLE PADA POSISI PENGELASAN 2G PIPA MATERIAL CuNi TERHADAP POROSITAS
SHANDITYA FITRIAN NRP. 0715040020
DOSEN PEMBIMBING: MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI, S.T., M.M. IMAM KHOIRUL ROHMAT, S.ST., M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
-
ii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
iii
LEMBAR PENGESAHAN
-
iv
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
v
LEMBAR BEBAS PLAGIAT
-
vi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikan Tugas Akhir yang berjudul
ANALISA VARIASI FLOWRATE GAS DAN EFFECT OF TORCH ANGLE
PADA POSISI PENGELASAN 2G PIPA MATERIAL CuNi TERHADAP
POROSITAS. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih atas segala
sesuatu yang diberikan kepada penulis, khususnya kepada:
1. Kedua Orangtua tercinta, Suyono dan Siti Solihah yang senantiasa
menemani, memberi dukungan dan semangat yang luar biasa serta finansial
yang lebih sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.sc., FRINA selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
3. Bapak Ruddianto, S.T., M.T., MRINA selaku Ketua Jurusan Teknik
Bangunan Kapal.
4. Bapak Muhammad Ari, S.T., M.T., selaku Koordinator Prodi Teknik
Pengelasan.
5. Bapak Mukhlis, S.T., M.T., selaku Koordinator Tugas Akhir.
6. Bapak Mohammad Thoriq Wahyudi, S.T., M.M., selaku Dosen
Pembimbing I Tugas Akhir yang telah banyak meberikan bimbingan dan
arahan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.
7. Bapak Imam Khoirul Rohmat, S.ST., M.T., selaku Dosen Pembimbing II
Tugas Akhir yang telah banyak meberikan bimbingan dan arahan dalam
pengerjaan Tugas Akhir ini.
8. Pak Sigit Budiraharjo selaku pembimbing dari pihak industri yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam pengerjaan Tugas Akhir
ini.
9. Seluruh Staff dan Dosen dan Karyawan Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya.
12. Teman-teman Teknik Pengelasan 2015 yang selalu memberi inspirasi dan
motivasi.
-
viii
13. Annisa Fakhrana yang senantiasa memberi dukungan, semangat dan
motivasi sehingga penulis mampu berjuang kembali untuk menyelesaikan
skripsi ini.
14. Febitri Aryan Kumala dan Imam Jazuli yang telah meluangkan waktu dan
memberi masukan untuk perbaikan dalam penulisan skripsi ini.
15. Seluruh anggota Grup Damis yang bersama-sama berjuang penuh gelisah,
canda dan tawa hingga akhir penelitian, khususnya Jeki, Ilham, Alan, Jaka,
Dedi, Yahya, Eko, Bagas.
16. Yahya Golem dan Eka Komting yang bersama-sama berjuang ditempat On
Job Training juga membantu mencari judul dan material pada penelitian ini.
17. Seluruh anggota Grup Whelly, Grup YK dan Grup Kos Suwarno yang
selama bertahun-tahun memberikan ilmu dan pengalaman berharga.
18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu memberi
bantuan dan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari atas kurang sempurnanya penelitian ini, sehingga masih
terdapat kekurangan yang tidak disengaja. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dan berguna dibutuhkan untuk perbaikan serta penelitian selanjutnya.
Semoga Laporan Tugas Akhir ini dpat memberi manfaat serta dapat digunakan
sebagai salah satu referensi untunk pengembangan Tugas Akhir selanjutnya di
kemudian hari dan dapat menjadi nilai tambah khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca.
Surabaya, Juli 2019
Penulis
-
ix
ANALISIS VARIASI FLOWRATE GAS DAN EFFECT OF
TORCH ANGLE PADA POSISI PENGELASAN 2G PIPA
MATERIAL CuNi TERHADAP POROSITAS
Shanditya Fitrian
ABSTRAK
Paduan Copper-Nickel 90/10 banyak digunakan dalam berbagai macam
aplikasi karena memiliki sifat mekanik yang baik diantaranya ketahanan korosi
yang baik, konduktivitas listrik dan termal yang baik serta kemampuan bentuk yang
baik. Pipa CuNi 90/10 dalam pembuatan kapal perang dan kapal selam paling sering
disambung dengan pengelasan metode GTAW. Hal ini dikarenakan metode GTAW
merupakan metode pengelasan yang paling efektif digunakan untuk
menggabungkan material yang memiliki ketebalan yang tipis. Jenis Pengelasan ini
mampu mencapai hasil las yang berkualitas tinggi untuk baja tahan karat maupun
paduan non-ferrous. Namun, terkadang ditemui beberapa masalah dalam
pengelasan GTAW antara lain ditemukannya porositas. Pada penelitian ini
dilakukan variasi torch angle 90º dan torch angle 60º lalu flowrate gas 7 ltr/ min,
12 ltr/min dan 17 ltr/min pada masing-masing spesimen menggunakan pengalasan
GTAW dengan posisi 2G. Porositas sendiri disebabkan karena adanya unsur-unsur
seperti hidrogen, uap air atau oksigen yang masuk sehingga melebihi batas ambang
adanya unsur tersebut. Perbedaan torch angle dan flowrate gas mampu mengurangi
cacat las, namun dari hasil radiografi tetap reject. Dari 6 percobaan, dihasilkan
pengelasan dengan hasil yang baik terdapat pada spesimen A2 yaitu torch angle 90
dan flowrate gas 12 ltr/min, dimana hasil image analysis didapat persen area
porositas yaitu 11,462 % dan hasil SEM-EDX didapat unsur Oksigen yang
terdeteksi didalam porositas yaitu 4,10 % Wt (persen berat) dan 3,18 % At (persen
atom).
Kata Kunci : GTAW, Torch Angle, Flowrate, SEM-EDX
-
x
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
xi
FLOWRATE GAS VARIATION AND EFFECT OF TORCH
ANGLE IN WELDING POSITION OF 2G CuNi MATERIAL PIPES
ON POROSITY
Shanditya Fitrian
ABSTRACT
Copper-Nickel 90/10 alloys are widely used in various applications
because they have good mechanical properties including good corrosion
resistance, good electrical and thermal conductivity and good formability. The
CuNi 90/10 pipeline in the manufacture of warships and submarines is most often
connected by welding the GTAW method. This is because the GTAW method is the
most effective welding method used to combine materials that have a thin thickness.
This type of welding is able to achieve high-quality welding results for stainless
steels and non-ferrous alloys. However, sometimes problems encountered in GTAW
welding include porosity. In this research, variations of 90 ° torch angle and 60 ° torch angle then gas flowrate of 7 ltr / min, 12 ltr / min and 17 ltr / min was done in
each specimen using 2G position GTAW. Porosity itself is caused by the presence
of elements such as hydrogen, water vapor or oxygen that enter so that it exceeds
the threshold for the existence of these elements. The difference in torch angle and
gas flowrate can reduce welding defects, but the radiographic results still reject.
From 6 experiments, welding results with good results are found in A2 specimens
namely torch angle 90 and gas flowrate of 12 ltr / min, where the results of image
analysis obtained percent porosity area is 11.462% and SEM-EDX results obtained
oxygen detected in the porosity is 4.10% Wt (weight percent) and 3.18% At (atomic
percent).
Keywords : GTAW, Torch Angle, Flowrate, SEM-EDX
-
xii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
xiii
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
LEMBAR BEBAS PLAGIAT .............................................................................. v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 2
1.5. Batasan Masalah ......................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1. Pipa Air Laut ............................................................................................................... 5
2.2. Tembaga ....................................................................................................................... 7
2.3. Nikel .............................................................................................................................. 9
2.4. Paduan Tembaga ...................................................................................................... 11
2.4.1. Paduan Copper-Nickel ..................................................................... 13
2.4.2 Fasa Copper-Nickel ......................................................................... 14
2.5. Definisi Pengelasan ................................................................................................. 16
2.6. Proses Pengelasan GTAW ..................................................................................... 16
2.6.1. Keuntungan...................................................................................... 17
2.6.2. Kelemahan ....................................................................................... 18
2.7. Aplikasi Pada Pekerjaan......................................................................................... 18
2.7.1. Gas Lindung .................................................................................... 18
2.7.2. Jenis-Jenis Gas Lindung .................................................................. 19
2.8. Material Alloy UNS C70600 ................................................................................. 19
-
xiv
2.8.1. Komposisi ........................................................................................ 20
2.8.2. Mechanical Properties ..................................................................... 20
2.8.3. Pengaruh Unsur Paduan Pada Material Cu-Ni ................................ 21
2.9. Logam Pengisi .......................................................................................................... 22
2.10. Cacat pada Pengelasan ............................................................................................ 22
2.11. Jenis Pengujian ......................................................................................................... 23
2.11.1. Radiography Test ............................................................................ 23
2.11.2. Uji Microscope Optic (Metallography Test) ................................... 32
2.11.3. Uji SEM-EDX .................................................................................. 34
2.11.4. Image Analysis ................................................................................ 39
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 41
3.1. Diagram Alir ............................................................................................................. 41
3.2. Identifikasi Masalah ................................................................................................ 42
3.3. Studi Literatur ........................................................................................................... 42
3.4. Studi Lapangan ......................................................................................................... 43
3.5. Perumusan Masalah ................................................................................................. 43
3.6. Pengumpulan Data ................................................................................................... 43
3.7. Persiapan Alat dan Bahan ............................................................................................ 43
3.7.1. Persiapan Peralatan ........................................................................... 43
3.7.2. Persiapan Material dan Bahan .......................................................... 44
3.8. Proses Pengelasan ..................................................................................................... 46
3.9. Proses Pembuatan Spesiem Uji dan Prosedur Pengujian ................................ 49
3.10. Analisis Data dan Pembahasan .............................................................................. 49
3.11. Pembahasan dan Kesimpulan ................................................................................ 50
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 51
4.1 Data Hasil Pengelasan ............................................................................................. 51
4.2 Hasil Pengujian Radiografi ..................................................................................... 52
4.3 Hasil Pengujian SEM-EDX .................................................................................... 55
4.4 Hasil Pengujian Mikro ............................................................................................. 64
4.5 Hasil Pengujian Makro ............................................................................................ 71
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 73
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 73
-
xv
5.2 Saran ............................................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 75
LAMPIRAN ......................................................................................................... 77
-
xvi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Wrought Copper ....................................................................... 9
Tabel 2.2 Komposisi Alloy UNS C70600 ................................................................ 20
Tabel 2.3 Mechanical Properties Alloy UNS C70600 ............................................. 20
Tabel 2.4 Composition Filler .................................................................................... 22
Tabel 2.5 Wire IQI tipe kawat ASTM ........................................................................ 30
Tabel 4.1 Data record parameter pengelasan .......................................................... .51
Tabel 4.2 Pengelasan dengan torch angle 90º dan flowrate gas 7L ......................... 52
Tabel 4.3 Pengelasan dengan torch angle 90º dan flowrate gas 12L ....................... 52
Tabel 4.4 Pengelasan dengan torch angle 90º dan flowrate gas 17L ....................... 53
Tabel 4.5 Pengelasan dengan torch angle 60 º dan flowrate gas 7L ...................... .53
Tabel 4.6 Pengelasan dengan torch angle 60º dan flowrate gas 12L ....................... 53
Tabel 4.7 Pengelasan dengan torch angle 60º dan flowrate gas 17L ....................... 53
Tabel 4.8 Hasil Interpretasi Film Uji Radiografi...................................................... 54
Tabel 4.9 Hasil SEM A2 ......................................................................................... 55
Tabel 4.10 Hasil EDX A2 ....................................................................................... 56
Tabel 4.11 Hasil SEM A3 ....................................................................................... 57
Tabel 4.12 Hasil EDX A3 ........................................................................................ 57
Tabel 4.13 Hasil SEM A5 ........................................................................................ 59
Tabel 4.14 Hasil EDX A5 ........................................................................................ 59
Tabel 4.15 Hasil SEM A6 ........................................................................................ 61
Tabel 4.16 Hasil EDX A6 ........................................................................................ 61
Tabel 4.17 Pembacaan unsur pada semua variasi .................................................... 64
Tabel 4.18 Hasil Struktur Mikro base metal 100x & 200x ...................................... 64
Tabel 4.19 Hasil Struktur Mikro base metal 500x ................................................... 64
Tabel 4.20 Hasil Struktur Mikro weld metal 100x & 200x ...................................... 65
Tabel 4.21 Hasil Struktur Mikro weld metal 500x ................................................... 65
Tabel 4.22 Hasil Struktur Mikro fusion line 100x & 200x ...................................... .66
Tabel 4.23 Hasil Struktur Mikro fusion line 500x .................................................... 67
Tabel 4.24 Hasil Struktur Mikro Porositas fusion line 500x ................................... 67
Tabel 4.25 Hasil image analyis pada Porositas ....................................................... 69
-
xviii
Tabel 4.26 Hasil % Area porositas ..........................................................................70
Tabel 4.27 Hasil foto Makro .................................................................................... .71
-
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Kristal Tembaga FCC ............................................................ 8
Gambar 2.2 Kristal FCC Nikel …........................................................................... 10
Gambar 2.3 Paduan Tembaga untuk Perpipaan ...................................................... 13
Gambar 2.4 Diagram Fasa Tembaga-Nikel ............................................................. 15
Gambar 2.5 Proses Pengelasan GTAW .................................................................. 16
Gambar 2.6 Material Alloy UNS C70600 .............................................................. 20
Gambar 2.7 Cacat Porositas .............................................................................. 22
Gambar 2.8 Internal Source Technique................................................................... 24
Gambar 2.9 Internal Film Tehnique ....................................................................... 24
Gambar 2.10 Teknik Panoramik . ............................................................................ 24
Gambar 2.11 Teknik DWSI – kontak ..................................................................... 25
Gambar 2.12 Teknik DWSI – non Contact ............................................................. 25
Gambar 2.13 Teknik DWDI – elips ........................................................................ 26
Gambar 2.14 Teknik DWDI – superimposed ......................................................... 27
Gambar 2.15 Penyinaran Film ................................................................................. 29
Gambar 2.16 Radiografi Menggunakan Film .......................................................... 29
Gambar 2.17 Penyusun Film ................................................................................... 30
Gambar 2.18 IQI Tipe Kawat ASTM/ASME ........................................................ 31
Gambar 2.19 Macam – macam IQI ......................................................................... 31
Gambar 2.20 Dimensional of Struktural Feature .................................................... 32
Gambar 2.21 Batas Resolusi Alat Optik.................................................................. 32
Gambar 2.22 Pantulan Sinar pada Pengamatan Metalografi .................................. 34
Gambar 2.23 Perbandingan hasil gambar mikroskop dengan elektron ................... 35
Gambar 2.24 Pantulan Elastis dan Pantulan Non Elastis ........................................ 35
Gambar 2.25 Skema SEM ...................................................................................... 36
Gambar 2.26 Pantulan Inelastic dan Pantulan Elastic............................................. 37
Gambar 2.27 Secondary Electrons dan Backscattered Electrons ........................... 37
Gambar 2.28 Mekanisme Kontras Dari Elektron Sekunder .................................... 37
Gambar 2.29 Mekanisme Kontras dari Backscattered Elektron ............................. 38
Gambar 2.30 Aplikasi EDX ................................................................................... 38
-
xx
Gambar 2.31 Aplikasi EDX .................................................................................... 39
Gambar 2.32 Tampilan Software Image Analysis .................................................. 40
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ...................................................................... 41
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian Lanjutan ....................................................... 42
Gambar 3.3 Ukuran Pipa ......................................................................................... 44
Gambar 3.4 Filler Metal ......................................................................................... 44
Gambar 3.5 Desain Pengelasan Spesimen .............................................................. 45
Gambar 3.6 Gas Argon ................................................................................. 45
Gambar 3.7 Welding Position ................................................................................. 45
Gambar 3.8 Proses pengelasan Joint A ................................................................... 46
Gambar 3.9 Proses pengelasan Joint B ................................................................... 46
Gambar 3.10 Proses pengelasan Joint C ................................................................. 46
Gambar 3.11 Proses pengelasan Joint D ................................................................. 47
Gambar 3.12 Proses pengelasan Joint E ................................................................. 47
Gambar 3.13 Proses pengelasan Joint F .................................................................. 47
Gambar 3.14 Penyanggah Pipa .............................................................................. 48
Gambar 3.15 Pengukuran sudut 90º ....................................................................... 48
Gambar 3.16 Pengukuran sudut 60º ........................................................................ 48
Gambar 3.17 Joint hasil terbaik .............................................................................. 48
Gambar 4.1 Grafik SEM-EDX ................................................................................. 63
Gambar 4.2 Sudut torch 90º ..................................................................................... 70
Gambar 4.3 Sudut torch 60º .................................................................................... 70
-
xxi
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Hamparan wilayahnya
mencapai dua pertiga wilayah Indonesia adalah lautan. Dengan demikian, Indonesia
termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Kondisi dan
luas wilayah yang dimiliki Indonesia ini tentu menyimpan potensi ekonomi yang
tinggi. Sekaligus membutuhkan strategi pertahanan yang solid dan integral. Sebagai
negara maritim, posisi geografis Indonesia yang berada di daerah tropis, berada di
posisi silang antar dua benua (Asia dan Australia), dan dua samudera (Hindia dan
Pasifik), tentu memiliki potensi dan peluang pengembangan industri kelautan yang
bila dieksplorasi dapat menjadi kekuatan ekonomi nasional. Berdasarkan data
kemenperin tahun 2017, jumlah galangan kapal di Indonesia saat ini berjumlah 250
yang sebagian besar berskala kecil dan 4 unit milik pemerintah, salah satu
diantaranya PT. PAL INDONESIA yang berada di kota Surabaya. PT. PAL adalah
salah satu industri di Indonesia yang memproduksi kapal niaga dan juga kapal
perang. Salah satu produk dari kapal perang adalah kapal selam dan kapal cepat
rudal yang menggunakan material paduan Cu-Ni pada bagian sistem perpipaanya.
Material Cu-Ni dipilih karena sifatnya yang tahan terhadap korosi baik, serta nikel
(Ni) yang cukup kuat, maka paduan tembaga-nikel (Cu-Ni) menjadi salah satu
material utama yang digunakan untuk perpipaan laut. Proses penyambungan Cu-Ni
tersebut adalah dengan proses pengelasan metode GTAW. Namun parameter yang
digunakan untuk mengelas Cu-Ni di PT. PAL tersebut terdapat cacat walaupun
sudah menggunakan parameter yang dibuat. Namun Copper dan Nickel mempunyai
sifat yang kurang baik bila dibandingkan dengan baja, diantaranya adalah
mempunyai masalah dalam porositas.
Penggunaan effect of torch angle dan flowrate gas selama proses pengelasan
berlangsung akan berpengaruh pada hasil logam las, terutama porositas. Sering kita
jumpai dilapangan, para juru las meggunakan torch angle yang sangat bervariasi
sesuai dengan keadaan material dan keterbatasan tempat, sehingga perbedaan
torch angle dan flowrate gas diduga mampu mengurangi cacat las, terutama pada
-
2
porositas sehingga diperlukan kehati-hatian juga dalam proses pengelasan Cu-Ni.
Sehungga kedua parameter las ini akan diuji pada penelitian ini.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan 2G
pipa pada material CuNi terhadap porositas?
2. Bagaimana dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan 2G
pipa pada material CuNi terhadap hasil analisa SEM-EDX?
3. Bagaimana dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan 2G
pipa pada material CuNi terhadap hasil Image Analysis?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan
2G pipa pada material CuNi terhadap porositas.
2. Mengetahui dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan
2G pipa pada material CuNi terhadap hasil analisa SEM-EDX.
3. Mengetahui dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan 2G
pipa pada material CuNi terhadap hasil Image Analysis.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian yang diharapkan :
1. Bagi industri, dari hasil yang didapatkan bisa menjadi referensi untuk
menjadikan prosedur ini sebagai acuan dalam mengerjakan proses pengelasan
pada material pipa Cu-Ni.
2. Bagi mahasiswa, dapat menambah wawasan dan mengimplementasikan ilmu-
ilmu yang didapatkan selama perkuliahan di jurusan teknik
pengelasan.
3. Sebagai perbandingan untuk mengetahui perbedaan effect of torch angle dan
flowrate gas 2G terhadap kualitas las -lasan.
-
3
4. Sebagai literatur tambahan dan informasi untuk penelitian yang sejenis
dengan menggunakan proses las GTAW
1.5. Batasan Masalah
Karena adanya keterbatasan yang dimiliki penulis dan untuk mencegah
meluasnya pembahasan maka penulis membuat suatu Batasan masalah yakni
sebagai berikut :
1. Material yang digunakan pipa Cu-Ni 90/10 (Copper-Nickel) tebal 3mm.
2. Proses las yang digunakan adalah Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) posisi
2G.
3. Filler metal yang digunakan adalah ERCuNi UTP A 387
4. Travel speed pada Welding Positioner konstan.
5. Sudut torch yang digunakan adalah range 90º - 100º dan range 60º - 70º
6. Jarak antara torch dan pipa menyesuaikan welder.
7. Parameter pengelasan berdasarkan WPS PAL-KS-09
8. Pengujian dilakukan dengan uji radiografi, SEM-EDX dan Image Analysis
9. Dilakukan variasi torch angle dan flowrate gas.
10. Standart yang digunakan adalah DNV.GL RULES FOR
CLASSIFICATION Ships Edition July 2018 Part 2 Materials and Welding,
Chapter 4 Fabrication and Testing dan ASME SEC V 201.
11. Shielding gas menggunakan Argon HP dengan kemurnian 99,9%
12. Backing Gas Argon 99%
13. Menggunakan Thoriated Tungsten (Red)
14. Hasil analisa SEM-EDX hanya dapat menganalisa Oksigen tidak dapat
menganalisa Hidrogen
15. Pengecekan Porositas hanya dibagian yang paling banyak porositasnya
16. Pada penelitian ini tidak akan dibahas lebih dalam adanya perubahan struktur
mikro dan makro yang terjadi.
-
4
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
-
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pipa Air Laut
Sistem perpipaan pada kapal adalah suatu sistem yang berfungsi untuk
mengalirkan suatu fluida dari suatu tempat ke tempat lain yang diinginkan dengan
bantuan mesin atau pompa. Sistem perpipaan merupakan sistem yang kompleks
yang didesain se-efektif dan se-efisien mungkin di dalam kapal untuk memenuhi
kebutuhan kapal, kru, muatan dan menjaga kapal baik saat berjalan maupun saat
berhenti. Misalnya pipa yang digunakan untuk memindahkan minyak dari tangki
minyak ke tangki mesin, memindahkan minyak pada bantalan-bantalan,
mentransfer air untuk keperluan pendinginan mesin dan kebutuhan sehari-hari
diatas kapal, untuk memasukkan dan mengeluarkan muatan, serta masih banyak
lagi. Sesuai dengan fungsinya, instalasi pipa air laut digunakan untuk
mengalirkan air laut dari satu tanki ke tanki lain, dari luar kealam kapal, dari kapal
ke laut, dan lain sebagainya. Pengaliran ai laut menggunakan sarana pompa, dapat
berupa pompa hisap atau pompa tekan, pompa ini disebut pompa air laut/Sea water
pump.
Air laut antara lain dibutuhkan untuk sistem pemadaman kebakaran (Fire
Hydrant system), Sistem Pendingin Mesin Induk/Bantu (Sea Water Cooling
System), Sistem Bilas Sanitasi (Sewage Flushing System), Sistem Cuci Geladak
(Deck Washing System), Sistem Pencuci Rantai di Hawse pipe (Chain washing
system) dan sistem Balas dikapal (Sea water ballast system).
Faktor-faktor yang dibutuhkan untuk menentukan material relevan sebagai
pipa air laut adalah :
1. Tahan terhadap korosi yang disebabkan oleh air laut disegala kondisi
2. Tahan terhadap korosi yang disebabkan oleh lingkungan eksternal
3. Tahan terhadap laju alir laut yang tinggi
4. Ketahanan terhadap makhluk hidup yang ada di laut
5. Sifat Mekanik dan Fisik dari material yang dipilih
6. Bisa dilakukan machining, dipotong, dan proses fabrikasi lainnya
-
6
7. Bisa dilakukan teknik joint dalam penyambungan, dan dilakukan metode
NDT untuk menyeleksi kualitas dari joints
8. Bisa dirakit dengan pompa yang kompatibel, katup, heat
exchangers, dll
9. Ketersediaan pasokan pipa dan komponen seta bahan baku yang bisa
difabrikasi
10. Kemampuan untuk menahan bahaya ketika dilakukan konstruksi
instalasi pipa, seperti kerusakan mekanik, kebakaran, dan lain-lain.
11. Initial Cost dari pipa dan komponen dan cost dari fabrikasi dan
instalasi pipa.
Material yang bisa digunakan sebagai pipa air laut adalah paduan tembaga,
terutama paduan tembaga-nikel (copper nickel series), Baja Karbon, Baja Galvanis,
Baja Karbon yang di lapisi (seperti cat, bitumen, rubber, semen, mortar), Baja
Tahan Karat (Stainless Steel), polimer, dan Titanium. Untuk membuat sebuah
penilaian ekonomi lengkap dari berbagai bahan kompetitif dengan
mempertimbangkan semua faktor-faktor yang disebutkan di atas adalah tentang
dengan masalah kompleksitas yang ekstrem, mendekati hal yang tidak mungkin.
Data yang memadai mengenai kondisi layanan mungkin tidak tersedia dan
bahkan jika kondisi awal bisa ditentukan secara tepat, data-data tersebut dapat
berubah dengan cara yang tidak terduga. Perkiraan probabilitas yang bisa
memenuhi kebutuhan standar untuk berbagai material harus dibuat. Biaya awal
harus diimbangi dengan biaya pemeliharaan, perbaikan dan penggantian dan
hilangnya pendapatan akibat pemadaman listrik. Perhitungannya perlu
memasukkan asumsi tentang variasi biaya material, biaya tenaga kerja, suku
bunga, inflasi, kebijakan perpajakan, harga produk dan sebagainya. Dalam
beberapa situasi, biaya kerusakan jauh lebih tinggi daripada di lainnya. Dalam
instalasi lepas pantai, penurunan produksi dapat dengan cepat membuat
penghematan biaya yang dilakukan di biaya pertama instalasi menjadi gagal dan
pelaksanaan perbaikan bisa menjadi masalah yang cukup besar karena pengeluaran
menjadi besar.
Karena tingkat kompleksitas yang tinggi ini harus ditempatkan
pada awal yang sebenarnya atau yang terkait pengalaman. Penggantian dari
-
7
material yang sudah dipakai tidak akan dipertimbangkan kecuali ada biaya insentif
yang cukup besar dan terdapat cukup bukti keandalan dari material yang baru.
Bukti yang dapat diterima bisa berbentuk penggunaan material dalam waktu yang
panjang dan hasil yang baik dari penggunaannya. Contoh yang bagus adalah
penggantian material dari baja karbon menjadi paduan tembaga 90/10 tembaga-
nikel untuk jaringan pipa air laut di platform lepas pantai, berdasarkan hasil yang
terbukti pipa tembaga- nikel bisa diaplikasikan dengan baik di kapal dan instalasi
laut.
Dari beberapa jenis pipa air laut yang sering dipakai adalah baja karbin,
karena Initial Cos-nya yang lebih rendah dibandingan dengan bahan lainnya,
ketersediaan material pipanya dan komponen yang siap pakai serta adanya
prosedur pengelasan yang banyak digunakan dan diterima. Namun korosi baja
relatif lebih cepat di air laut. Sistem baja, meski relatif murah, akan memiliki
kehidupan memiliki lifetime yang pendek. Kegagalan dapat terjadi dalam
waktu satu atau dua tahun penggantian lengkap memerlukan waktu lima tahun.
Dengan sistem penggantian seperti itu akan membutuhkan biaya yang besar,
sehingga pipa baja biasanya untuk pemakaian pipa dalam waktu yang singkat.
2.2. Tembaga
Tembaga telah banyak digunakan saat ini dan terus berkembang
penggunaannya didalam masyarakat. Penggunaannya di dalam masyarakat.
Penggunaan tembaga merupakan salah satu tanda perkembangan zaman dari era
neolitik (jaman batu) menjadi era chalcolitik (zaman tembaga). Sifat kimia, fisik,
dan estetika menjadikannya sebagai material pilihan pertama dalam berbagai
aplikasi teknologi dalam negeri, industri, dan teknologi tinggi. Tembaga bersifat
ulet, tahan korosi, mudah dibentuk, dan sebagai konduktor panas dan listrik yang
sangat baik. Tembaga merupakan salah satu logam yang secara alami ditemukan
dalam bentuknya yang murni, tetapi bentuk yang murni tersebut memiliki
kelemahan yaitu sifatnya yang lunak. Oleh karena itu dilakukan proses paduan
tembaga dengan logam lain seperti seng yang bisa menjadi kuningan dan
alumunium atau timah yang bisa membentuk perunggu dan bisa juga dipadu
dengan nikel. Paduan ini menghasilkan karakteristik baru seperti menjadikannya
lebih kuat dari tembaga sehingga bisa dibuat untuk berbagai macam perkakas.
-
8
Contoh penggunaan tembaga adalah :
1. Sebagai penghantar listrik dan panas
2. Pipa dan gas
3. Sebagai atap, downspouts
Pada masa sekarang, tembaga digunakan dalam fasa murni dan umumnya
diaplikasikan pada peralatan yang membutuhkan konduktivitas termal listrik yang
tinggi. Dalam bentuk paduan dengan logam lain pun, seperti kuningan dan
perunggu, secara luas sering digunakan karena memiliki sifat tahan korosi dan
tahan aus yang tinggi. Sampai saat ini, tembaga dan paduannya masih menjadi
sumber daya alam yang penting untuk perkembangan kehidupan manusia
kedepannya (Collini, 2012)
Tembaga dengan nama kimia dikenal dengan Cupprum dilambangkan
dengan Cu, unsur logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel
periodik unsur-unsur kimia tembaga menempati posisi degan nomor atom
29 dan mempunyai berat atom 63, 546. Unsur tambahan di alam dapat ditemuan
dalam bentuk persenyawaan atau dalam senyawa padat, dalam bentuk mineral
(Fribeg,1977)
Gambar 2.1 Struktur Kristal Tembaga FCC (Evehart,1971)
Pada Gambar 2.1 menunjukkan tembaga (Cu) adalah logam non-polimorf
dengan kisi FCC.Tembaga murni memiliki warna kemerahan, memiliki titik lebur
pada 1083oC, dan berat jenisnya adalah 8900 kg.m-3 yang lebih besar
dibandingkan dengan alumunium. (Konecna, 2012).
-
9
Tembaga (Cu) mempunyai system Kristal kubik, secara fisik berwarna
kuning dan apabila dilihat dengan mengguakan mikroskop butir akan berwarna
pink kecoklatan sampai keabuan. Unsur tembaga terdapat pada hampir 250 mineral,
tetapi hanya sedikit yang dapat dikomersialkan (Van vliet, 1984).
Sistem Penamaan Unified Numbering System (UNS) merupakan sistem penamaan
yang diterima secara luas untuk produk wrought copper, cast copper, dan
paduan tembaga. Sebagai contoh, Copper Alloy No. 377 menjadi C3700 dalam
sistem penamaan UNS. Sistem penamaan ini kemudian disusun oleh American
Society for Testing Materials (ASTM) dan Society of Automotive Engineers (SAE).
Tabel 2.1 Klasifikasi Wrought Copper
Wrought Alloys No. UNS Komposisi
Coppers (a) C10100-C15815 >99% Cu
High-copper alloys(b) C16200-C19900 >96% Cu
Brasses C20100-C2800 Cu-Zn
Leaded brass C31200-C38500 Cu-Zn-Pb
Tin Brasses C40400-C48600 Cu-Zn-Sn- Pb
Phosphor bronzes C501000-C52480 Cu-Sn-P
Leaded Phosphor bronzes C53400-C54400 Cu-Sn-Pb-P Copper-phosphorus and copper-
silver- phosporus alloy (c)
C53400-C54400
Cu-P-Ag
Alumunium bronzes C60800-C64210 Cu-Al-Ini- Fe-Sn
Slilicon bronzes C64700-C66100 Cu-Si-Sn Copper-Zinc alloys
C66300-C69710 Cu-Zn-Mn- Fe-Sn-
Al- Si-CU
Copper Nickels C70100-C72950 Cu-Ni-Fe
Nickel Silvers C73500-C79830 Cu-Ni-Zn
(Sumber: ASM Internasional, 2001)
2.3. Nikel
Elemen nikel adalah anggota kelompok transisi di seri keempat dari tabel
periodik, yang meliputi besi, nikel, dan kobalt. Ini memiliki atom nomor 28. Berat
atom nikel adalah 58,71 dan merupakan gabungan dari lima stabil isotop, memiliki
berat atom 58,60,61,62, dan 64. Struktur kristal normal nikel adalah FCC seperti
gambar 2.2 dan memiliki sebuah konstanta kisi 3,5238 A pada 68ºF. Meski nikel
dengan kemurnian 99,99% sudah dibuat, sifatnya dilaporkan memiliki kesamaan
-
10
dengan material yang memiliki kandungan nikel sebesar 99,95%. Nikel
komersial di mengandung komposisi sekitar 99,5% nikel+kobalt.
Gambar 2.2 Kristal FCC Nikel (Evehart,1971)
Pada Gambar 2.2 menunjukkan Nikel merupakan logam dengan memiliki
struktur kristal FCC. Nikel mungkin yang paling serbaguna dari unsur logam.
Diantara paduan mengandung nikel memiliki sifat ketahanan korosi tinggi,
kekuatan yang baik dan daktilitas yang sangat baik dari temperatur mendekati
mutlak nol sampai mendekati 2000 oF. Beberapa paduan nikel sangat magnetis,
yang lain hampir nonmagnetik, beberapa memiliki tingkat ekspansi termal yang
rendah, yang lain memiliki tingkat tinggi, beberapa memiliki resistivitas listrik
yang tinggi. Selain itu, nikel bersifat magnetostrictive. Dengan berbagai
karakteristik ini, tidak mengherankan bila ada begitu banyak paduan yang
mengandung nikel. (Evehart, 1971) Nikel dan paduan nikel yang dikomersialkan
pada umumnya memiliki fasa full-austenite dan umumnya digunakan karena
memiliki sifat ketahanan yang baik. pada temperatur dan korosi pada keadaan basah
(ASM International, 2001). Meskipun nama jual umumnya digunakan sampai
sekarang, akan tetapi nikel dan paduannya sekarang diidentifikasi dalam UNS
dengan kode huruf N.
Beberapa nama dagang yang umum untuk nikel antara lain:
1. Monel, yaitu paduan nikel-tembaga.
2. Inconel, yaitu paduan nikel-krom dengan kekuatan tarik mencapai 1400
Mpa.
-
11
3. Hastelloy juga merupakan paduan nikel-krom dengan ketahanan korosi
yang baik dan memiliki kekuatan yang tinggi pada temperatur yang
meningkat.
4. Nichrome, yaitu paduan antara nikel, krom, dan besi.Paduan ini memiliki
resistansi listrik yang tinggi dan resistansi terhadap oksidasi yang tinggi.
Umumnya digunakan untuk peralatan pemanas listrik.
5. Invar dan Kovar, merupakan paduan antara besi dannikel.
6. Paduan ini memiliki sensitifitas yang relatif rendah terhadap perubahan
temperatur.
7. Alumel, merupakan paduan antara nikel, mangan, aluminium, dan silikon.
8. Chromel, yaitu paduan antara nike dan krom.
9. Cupronickel, yaitu paduan antara nikel dan tembaga.
10. German silver, merupakan paduan antara nikel, tembaga,dan seng.
11. Mu-metal, merupakan paduan antara nikel dan besi.
12. Ni-C, merupakan paduan antara nikel dan karbon.
13. Nicrosil, merupakan paduan antara krom, silikon, dan magnesium.
14. Nisil, merupakan paduan antara nike dan silikon.
15. Nitinol, merupakan paduan antara nikel dan titanium (Kalpakjian, 2009).
Beberapa sifat fisik, misalnya resistivitas listrik dipengaruhi sampai
tingkat yang cukup besar oleh sejumlah kecil impuritis. Nikel karbon rendah
(0,02% C max), yang mengeras pada tingkat yang lebih rendah dari varietas
biasa, digunakan untuk operasi pembentukan pada temperatur yang sangat
dingin dan lebih cenderung untuk operasi pada temperatur di atas 600oF. Tiga
modifikasi lainnya, nominal nikel + kobalt 99,5% diproduksi khusus untuk
aplikasi elektronik seperti kemurnian tinggi (secara nominal 99,98% nikel)
mengandung kobalt kurang dari 0,001% (Evehart, 1971)
2.4. Paduan Tembaga
Tembaga dan paduannya memiliki bentuk lattice FCC (Face Centered
Cubic) yang mana membuatnya memiliki sifat mampu bentuk dan mampu tempa
yang baik. Dalam bentuk yang murni, tembaga memiliki kerapatan sebesar 8,94
Mg/m3, sekitar tiga kali lipat daripada aluminium. Tembaga tahan terhadap oksidasi,
-
12
air tawar dan air laut, larutan alkali dan bahan kimia organic. Ketahanan korosi
yang baik ini membuat paduan tembaga cocok dipakai untuk pipa air, katup,
fittings, heat exchanger, alat-alat kimia, dan bearings.(AWS,1996)
Beberapa paduan mengkombinasikan kekuatan tinggi dan ketahanan korosi
untuk keperluan perkapalan. Kebanyakan paduan tembaga adalah paduan
larutan padat, meskipun terdapat paduan yang memiliki dua atau lebih fasa dan
beberapa mendapatkan kekuatan yang tinggi akibat dari presipitasi dari senyawa
intermetalik. Paduan ini mudah untuk diidentifikasi berdasarkan element
paduannya. Namun beberapa penggolongan secara umum terhadap paduan ini
berdasarkan dari metalurgi fisiknya. Jika dibandingkan dengan yang satu fasa,
paduan dengan dua fasa memiliki sifat laku panas dan sifat mampu las yang
jauh lebih baik. Keuletan akan menurun dan yield strength akan meningkat apabila
perbandingan fasanya meningkat. Adanya unsur tambahan akan mempengaruhi
sifat dari paduan tembaga. Misalnya besi, silikon, tin,arsenik, dan antimony,
meskipun sedikit akan mempengaruhi ketahanan korosi paduan tembaga. Timbal,
selenium, telurium dan sulfur meningkatkan machinability tanpa memberikan
efek yang signifikan terhadap ketahanan korosi maupun konduktivitasnya. Namun
unsur-unsur tersebut akan berpengaruh pada hot working dan kemampuan lasnya.
Boron, fosfor, lithium dan silikon adalah agen deoksidasi, sedangkan adanya
perak dan kadmium mencegah terjadinya pelunakan. Paduan tembaga mampu
untuk dilas jika dilakukan dengan presiapan khusus. Brazing dan soldering
juga mampu dilakukan untuk paduan tembaga. Jika dibandingkan dengan baja,
tembaga dan paduannya memiliki konduktivitas termal yang lebih tinggi dan
koefisien penyusutan yang lebih tinggi serta ekspansi termal yang lebih tinggi.
(AWS, 1972) Konduktivitas termal dan konduktivitas elektrik dari tembaga dan
paduan tembaga memberikan efek tertentu pada kemampuan lasnya. Paduan
tembaga biasanya dikeraskan dengan mechanical cold working. HAZ dari paduan
tembaga dengan jarak temperatur liquidus ke solidus yang lebar, seperti paduan
tembaga-timah dan tembaga- nikel rentan terhadap hot cracking. Hot cracking
dapat diminimalisir dengan cara mengurangi restraint saat pengelasan,
meminimalisir heat input dan temperatur interpass serta mengurangi ukuran root
opening dan menambah ukuran root pass. Beberapa unsur seperti seng,
-
13
cadmium dan fosfor memiliki temperatur didih yang rendah sehingga penguapan
unsur tersebut dapat menyebabakan porositas pada saat pengelasan. Porositas dapat
dikurangi dengan cara menambah gas alir dan menggunakan filler metal yang
memiliki presentase yang kecil dari unsur-unsur tersebut. (AWS, 1996)
2.4.1. Paduan Copper-Nickel
Tembaga dan nikel memiliki besar atom dan lattice parameter yang
hampir mirip sehingga untuk diagram fasanya terlihat sederhana. Pada semua
temperature, padua Cu-Ni menunjukkan single phase dengan bentuk FCC. Struktur
kristalografinya memperlihatkan keuletan yang sangat baik dan kekuatan impact
yang baik (Schleich, 2006) Untuk contoh gambar dari paduan tembaga dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.3 Paduan Tembaga untuk Perpipaan
Pada Paduan Copper-Nickel atau biasa disebut cupronikel biasa
tersedia dengan kadar nikel sebesar 5-30%. Paduan ini biasanyadigunakan
dalam fabrikasi pengelasan yang mengandung nikel antara 10%, 20% dan 30%.
Paduan cupronikel memiliki tensile strength yang tinggi yang mana paduan dengan
kadar 30% nikel dan 70% tembaga adalah paduan yang memiliki tensile strength
yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan tensile strength akan meningkat dengan
meningkatnya unsur nikel dalam paduan tembaga. Sifat lain yang terpengaruh
dengan pengingkatan unsur nikel adalah keuletan yang menurun dan konduktivitas
termal yang meningkat. Dalam penggunaannya, cupronikel memiliki ketahanan
korosi yang sangat tinggi. Untuk paduan dengan 30% nikel sangat baik untuk
menjaga paduan dari stress corrosion cracking. Sedangkan paduan dengan
-
14
10% nikel hampir mencapai sifat tersebut sehingga penggunaannya lebih massif
karena biaya yang murah. Seperti pada nikel dan paduannya, cupronikel rentan
terhadap penggetasan timbal atau sulfur. Oleh karenanya, pada pengelasan
cupronikel yang sering kali terjadi masalah adalah adanya hot cracking akibat
adanya timbal, sulfur atau fosfor. Untuk pengelasan, unsur timbal harus dijaga
maksimal 0.01% dan kontaminasi sulfur harus dihindari. Kadar fosfor harus
lebih rendah dari 0.02% untuk menghindari adanya cracking selama semua
temperature, paduan Cu-Ni menunjukkan single phase dengan bentuk FCC.
Struktur kristalografinya memperlihatkan keuletan yang sangat baik dan kekuatan
impak yang baik.(Schleich, 2006) Untuk contoh gambar dari paduan tembaga
dapat dilihat pada gambar dibawah ini. pengelasan. Adanya unsur-unsur diatas
yang berlebihan dapat menyebabkan retak intergranullar pada daerah
HAZ.(AWS, 1972) Paduan tembaga dengan sifat-sifatnya memiliki sifat mampu
las tertentu. Titik cair dari tembaga terletak diantanra titik cair aluminium dan besi.
Koeffisien muainya kira- kira 1,5 kali dari baja, karena itu dalam pengelasan sering
terjadi perubahan bentuk dan retak. Pada paduan tembaga seringkali
terjadi porositas. Penyebab utama terjadinya porositas pada pengelasan tembaga
adalah hidrogen dan uap air. Pada paduan tembaga kelarutan oksigen dalam
paduan cair turun karena adanya unsur P,Si, dan Al,
Namun batas kelarutan hidrogen dalam paduan cair tersebut naik dan
kemudian menurun dengan cepat selama proses pendinginan. Karena turunnya
batas kelarutan ini maka gas hidrogen keluar dari larutan dan membentuk
porositas. Pada tembaga murni jarang sekali terjadi retak las, namun pada logam
paduannya retak mudah terjadi karena terbentuknya endapan- endapan dengan titik
cair rendah seperti Pb dan Bi pada batas butir yang menyebabkan retak batas butir.
(Wiryosumarto dan Okumura, 2000)
2.4.2 Fasa Copper-Nickel
Tembaga dan nikel larut satu sama lain dalam semua bentuk dan
banyak paduan telah dikembangkan yang didasarkan pada sistem paduan biner ini.
Pada Gambar 2.4 ditunjukkan diagram fasa Tembaga-Nikel merupakan salah satu
diagram fasa dengan sistem binary isomorphus. Sistem binary isomorphus
-
15
maksudnya adalah dua logam yang saling melarut padatkan sempurna pada segala
fasa, yaitu solid, liquid, dan gas. Konsep fasa liquid dan gas mudah untuk dipahami
karena bercampur di segala kondisi.
Gambar 2.4 Paduan Tembaga untuk Perpipaan (Schleich, 2006)
Pada Gambar 2.4 terlihat bahwa di temperatur kamar di 25ºC, paduan
Tembaga Nikel membentuk larutan padat (Solid Solutions). Solid Solutions
adalah larutan padat yang terjadi ketika terjadi penambahan atom yang membentuk
fasa baru berdasarkan jenis impuritas, konsentrasi, dan temperatur paduan. Solid
solution terbentuk ketika atom yang terlarut masuk kedalam atom pelarut,
membentuk struktur kristal dan tidak ada perubahan struktur kristal baru yang
terbentuk. Hal ini bisa dianalogikan seperti pada dua cairan (liquid) yang
melarutpadatkan satu sama lain. Larutan terbentuk ketika molekul bercampur, dan
komposisinya menjadi homogen. Larutan padat juga membentuk komposisi yang
homogen, dimana atom terlarut secara merata terdispersi di dalam fasa solid. Dapat
dilihat pada Gambar 2.4 yang merupakan penggambaran dari jenis larutan padat
(solid solution). Terdapat dua jenis larutan padat, yaitu substitutional solid
solution dan interstitial solid solution. Substitutional solid solution yaitu ketika
logam terlarut akan menggantikan posisi logam pelarut pada struktur kristal.
Kondisi larutan padat ini biasanya terjadi ketika jari-jari salah satu atom hampir
sama besar dengan jari jari atom kedua. Interstitial solid solution yaitu ketika logam
terlarut akan masuk diantara logam pelarut pada struktur kristal. Kondisi larutan
-
16
padat ini biasanya terjadi ketika jari-jari salah satu atom jauh lebih besar dari jari-
jari atom kedua. Pada larutan padat isomorphus akan selalu memiliki jenis
substitutional.
2.5. Definisi Pengelasan
Pengelasan merupakan suatu perkerjaan penyambungan dua logam
adan atau paduan-paduan logam dengan cara memanasi baik diatas
batas cairnya atau dibawah batas cair tersebut disertai dengan tekanan atau tanpa
tekanan, diberi logam pengisi atau tanpa logam pengisi(Musaikan 1997).
Menurut Ibrahim Khan, pengelasan adalah proses penyambungan secara
permanen dua material melalui peleburan lokal yang di dasarkan pada perpaduan
temperatur, tekanan dan kondisi metalurgi dari bahan. Sedangkan menurut DIN
(Deutsche Industric Normen), pengelasan adalah ikatan metalurgi pada
sambungan logam maupun logam paduan yang dilakukan pada keadaan lumer atau
cair. Dengan kata lain, pengelasan adalah penyambungan setempat dari logam
dengan menggunakan energi panas, dengan atau tanpa tekanan, atau hanya
tekanan, dengan atau tanpa menggunakan kawat las.
2.6. Proses Pengelasan GTAW
Gas tungsten arc welding (GTAW) adalah proses las yang menggunakan
busur antara tungsten elektroda (non consumable) dan elektroda consumable
sebagai filler atau pengisinya. Seperti pada gambar 2.5 yang menerangkan sistem
atau proses pengelasan GTAW sebagai berikut.
Gambar 2.5 Proses Pengelasan GTAW
-
17
Sama dengan proses pengelasan OAW (Oxyfuel Arc Welding) karena sama-
sama mencairkan logam induk pada saat proses pengelasan yang kemudian di
tambahkan filler dari elektroda consumable sebagai pengisinya. Yang
membedakan pada pengelasan GTAW yaitu menggunakan tungsten yang
berfungsi untuk memanaskan dan mencairkan logam induk dan dilindungi oleh
gas pelindung yaitu gas inert seperti argon dan helium atau campuran dari kedua
gas tersebut. Fungsi dari gas pelindungan (shielding gas) ini antara lain untuk
melindungi weld pool saat proses pengelasan dari kontaminasi udara pada
atmosfer yang menyebabkan cacat pada pengelasan. Peralatan yang di gunakan
saat proses pengelasan GTAW antara lain:
1. Mesin las GTAW AC/DC
2. Tabung gas pelindung (shielding gas)
3. Flow meter gas
4. Regulator gas
5. Selang dan perlengkapannya
6. Elektroda non consumeble Tungsten
7. Elektroda pengisi (consumeble)
8. Stang torch
2.6.1. Keuntungan
Proses GTAW menghasilkan pengelasan bermutu tinggi pada bahan-
bahan ferrous dan non ferrous. Dengan teknik pengelasan yang tepat, semua
pengotor yang berasal dari atmosfir dapat dihilangkan. Keuntungan utama dari
proses ini yaitu, bisa digunakan untuk membuat root pass bermutu tinggi dari arah
satu sisi pada berbagai jenis bahan. Oleh karena itu GTAW digunakan secara
luas pada pengelasan pipa, dengan batasan arus mulai dari 5 hingga 300 amp,
menghasilkan kemampuan lebih besar untuk mengatasi masalah pada posisi
sambungan yang berubah-ubah seperti celah akar. Sebagai contoh, pada pipa
tipis (dibawah 0,20 inci) dan logam-logam lembaran, arus bisa diatur cukup rendah
sehingga pengendalian penetrasi dan pencegahan terjadinya terbakar tembus
(burnt through) lebih mudah dari pada pengerjaan dengan proses menggunakan
elektroda terbungkus. Kecepatan gerak yang lebih rendah dibandingan dengan
-
18
SMAW akan memudahkan pengamatan sehingga lebih mudah dalam
mengendalikan logam las selama pengisian dan penyatuan.
2.6.2. Kelemahan
Kelemahan utama proses las GTAW yaitu laju pengisian lebih rendah
dibandingkan dengan proses las lain umpamanya SMAW. Disamping itu, GTAW
butuh kontrol kelurusan sambungan yang lebih ketat, untuk menghasilkan
pengelasan bermutu tinggi pada pengelasan dari arah satu sisi. GTAW juga butuh
kebersihan sambungan yang lebih baik untuk menghilangkan minyak, grease,
karat, dan kotoran-kotoran lain agar terhindar dari porosity dan cacat-cacat las lain.
GTAW harus dilindungi secara berhati-hati dari kecepatan udara di atas 5 mph
untuk mempertahankan perlindungan inert gas di atas kawah las.
2.7. Aplikasi Pada Pekerjaan
GTAW mempunyai keunggulan pada pengelasan pipa–pipa tipis dan tubing
stainless steel diameter kecil, paduan nikel, paduan tembaga dan
aluminum. Pada pengelasan pipa dinding tebal, GTAW sering kali dipakai pada root
pass untuk pengelasan yang membutuhkan kualitas tinggi, seperti pada pipa- pipa
tekanan tinggi dan temperatur tinggi dan pipa-pipa elbow. GTAW juga digunakan
pada root pass apabila membutuhkan permukaan dalam yang licin, seperti pada
pipa-pipa dalam acid service. Karena ada perlindungan inert gas terhadap
pengelasan dan mudah dalam mengontrol proses las, membuat GTAW sering kali
digunakan pada logam-logam reaktif seperti titanium dan magnesium.
(Wiryosumarto, 2008)
2.7.1. Gas Lindung
Gas Lindung (Shielding Gas) adalah suatu gas yang berfungsi
melindungi cairan logam las ( bahan logam pengisi maupun logam induk) dari udara
lingkungan sekitarnya untuk mencegah terjadinya proses oksidasi antara logam las
dengan udara luar. Pada suhu tinggi oksigen bereaksi dengan logam las menjadi
oksida metal. Oksigen juga bereaksi dengan karbon di dalam cairan logam las
menjadi CO (karbon monoksida) dan CO2 (karbon dioksida). Proses-proses
bereaksinya cairan logam las dengan udara luar sekitarnya juga dapat
menghasilkan berbagai macam cacat las, oleh karena itu unsur-unsur oksigen
maupun nitrogen harus dijauhkan dari cairan logam las.
-
19
Di samping fungsi nya melindungi logam las dari kontaminasi udara luar, gas
lindung juga berfungsi sebagai :
1. Mempengaruhi sifat busur
2. Moda transfer metal
3. Penetrasi dan profil jalur las
4. Kecepatan las
5. Sebagai pembersih
6. Sifat mekanis bahan las
2.7.2. Jenis-Jenis Gas Lindung Argon (Ar) Adalah gas inert yang monoatomik dengan berat molekul 40
yang dapat diperoleh dengan mencairkan udara. Digunakan untuk pengelasan
merupakan gas argon murni (min 99,95 %) untuk metal yang tidak reaktif, namun
untuk metal reaktif dan metal tahan panas, tingkat kemurniannya lebih tinggi
(99,997%).
Keunggulan gas Argon di banding gas Helium :
1. Nyala lebih halus tidak bersuara keras
2. Mengurangi penetrasi
3. Memiliki daya pembersih
4. Lebih murah dan lebih mudah didapat
5. Sebagai pelindung yang efektif tidak diperlukan flow rate terlalu tinggi
6. Lebih tahan terhadap hembusan angina
7. Lebih mudah untuk menyalakan busur listrik
8. Daya penetrasi tidak terlalu dalam sehingga diperlukan untuk pengelasan
bahan yang tipis.
2.8. Material Alloy UNS C70600
Cu-Ni atau cupronickel (juga dikenal sebagai tembaga-nikel) adalah paduan
tembaga yang mengandung nikel dan memperkuat unsur-unsur, seperti besi dan
mangan. Meskipun kadar tembaga yang tinggi, cupronickel berwarna perak.
Karena sifat-sifat khusus dari paduan nikel dan tembaga, mereka
diterapkan dalam berbagai bidang misalnya industri persenjataan, industri
-
20
desalinasi, rekayasa kelautan, secara luas digunakan dalam kimia, petrokimia dan
industri listrik. Cupronickel sangat tahan terhadap korosi dalam air laut karena
potensial elektroda yang disesuaikan untuk menjadi netral berkaitan dengan air
laut. Karena itu material ini sering di gunakan untuk penukaran panas dan
kondensator dalam sisitem air laut dan kadang-kadang untuk baling-baling, poros
engkol. Menurut (ASME SEC II B, SB466 material Cu-Ni dengan P.no 34. Dan
UNS no. C70600) memiliki komposisi kandungan 90% tembaga, 10% nikel.
Penambahan unsur pada pembuatan tembaga sering dilakukan, penambahan
unsur itu seperti aluminium, nickel, silicon, tin, dan zinc. Penambahan sedikit
dari unsur lain dapat memberikan perubahan pada mechanical properties,
ketahanan kosrosi, atau mechinability. Tembaga diklasifikasi berdasarkan
unsur campurannya seperti Gambar 2.6 berikut ini. (AWS Copper and Copper
Alloy, 1997):
Gambar 2.6 Material Alloy UNS C70600 (Suherman, 2007)
2.8.1. Komposisi
Komposisi yang terkandung dalam material Alloy UNS C70600 ada pada
Tabel 2.2 berdasarkan ASME Section II B.
Tabel 2.2 Komposisi Alloy UNS C70600
Komposisi
Copper
Type C70600 (%)
remainder
Nickel, incl Cobalt 9.0-11.0
Lead, max 0.05
Iron 1.0-1.8
Zinc 1.0 max
Manganese 1.0 max
Sumber : (ASME Sec II B, 2017 )
2.8.2. Mechanical Properties
-
21
Mechanical properties yang terdapat pada Tabel 2.3 di bawah ini adalah
typical room temperature berdasarkan ASME Section II B.
Tabel 2.3 Mechanical Properties Alloy UNS C70600 (ASME Sec.II Part B)
Type
C70600
UTS ksi (MPa)
0.2% YS ksi (MPa)
40 (275) 15 (105)
Sumber : (ASME Sec II B, 2017)
2.8.3. Pengaruh Unsur Paduan Pada Material Cu-Ni
Nikel memiliki dampak yang signifikan terhadap sifat fisik dan mekanis
paduan Cu-Ni (lihat 10.). Sementara kekuatan tarik, 0,2% kekuatan bukti,
kekuatan panas, solidus dan suhu cair dan korosi peningkatan resistensi dengan
kandungan nikel, termal dan listrik penurunan konduktivitas sebagai fungsi dari
kandungan nikel. kekuatan tarik meningkat dengan kandungan nikel, elongasi
tetap hampir konstan setelah sedikit penurunan (sampai 5% Ni). (Munro, 2013)
Paduan dari dua logam membentuk serangkaian terus menerus dari
larutan padat memiliki kisi kubik berpusat, yaitu sistem Cu-Ni menunjukkan
kelarutan lengkap di kedua bagian cair dan padat. Oleh karena itu diagram
kesetimbangan sangat sederhana. Titik leleh dari dua komponen memperluas
ke bagian lebur dalam paduan. Paduan tembaga ini paduan ini akan membentuk
larutan padat (Solid Solution) dalam semua perbandingan untuk semua paduan
dan menghasilkan bahan yang sesuai untuk pengerjaan panas maupun dingin.
Unsur Nickel yang terdapat pada paduan ini biasanya antara 15 sampai 680 ,
kekuatan tarik, keuletan dan kekerasanya berkembang sesuai dengan kadar
unsur dari Nickel tersebut. Paduan dengan kadar Nickel sampai 20 % adalah
yang paling baik dalam kelompok ini untuk pengerjaan dingin keras, dan paduan
dengan kadar Nickel sampai 25 % biasanya digunakan dalam pembuatan Coin
pada “British Silver”. Sebagai logam penting dari jenis paduan ini ialah yang
disebut “Monel” yakni paduan dengan unsur Nickel hingga 68 % sebuah paduan
yang sangat tahan terhadap korosi dan dapat mempertahankan sifatnya pada
temperature tinggi, sehingga Monel banyak digunakan pada Turbin Uap.
-
22
2.9. Logam Pengisi
Pemelihan filler metal sebagai logam pengisi proses pengelasan
dipilih berdasarkan base metal yang akan disambung yaitu ERCUNI
413 Berdasarkan AWS A5.7. Filler metal ini membutuhkan backing gas dalam
aplikasinya khususnya untuk bagian root, dan komposisi kimia pada filler metal
bisa dilihat di ASME sec II C. seperti Tabel 2.8 dibawahini:
Tabel 2.4 Composition Filler Cemical Composition
AWS
classifica
tion
Common
Name
Cu
Mn
Ni
Fe
Si
Coᶠ
P
Pb
Ti
Total other
Elements
ERCu
Ni
Copper- Nickel Rema
inder
1.0 29 - 32
0.40- 0.75 0.25
29.0- 32.0 0.02 0.02
0.20- 0.50 0.50
Sumber: (ASME sec II C, 2017 )
2.10. Cacat pada Pengelasan
Porositas
Gambar 2.7 Cacat Porositas (Rogers, 2013)
Gambar 2.7 merupakan contoh gambar porositas. Porositas terjadi bila
rongga-rongga gas yang kecil terperangkap selama proses pendinginan. Rongga-
rongga tersebut disebabkan karena tiga macam cara pembentukan gas, yaitu
pelepasan gas karena perbedaan batas kelarutan antara logam cair dan logam padat
pada suhu pembekuan, reaksi kimia didalam logam las, penyusupan gas ke
dalam atmosfir busur. Cacat ini ditimbulkan oleh arus listrik yang terlalu tinggi,
busur nyala yang terlalu panjang., dan prosedur pengelasan yang buruk. Beberapa
Gas yang terperangkap Kluster Porostias
Lubang Tiup
-
23
unsur seperti seng, cadmium dan fosfor memiliki temperatur didih yang rendah
sehingga penguapan unsur tersebut dapat menyebabakan porositas pada saat
pengelasan. Porositas dapat dikurangi dengan cara menambah travel speed dan
menggunakan filler metal yang memiliki presentase yang kecil dari unsur-unsur
tersebut.(AWS,1996). Selain itu bisa juga dengan menaikkan laju aliran gas
pelindung karena dengan menaikkan gas pelindung dapat menekan gas
hidrogen untuk keluar dari lasan. membersihkan permukaan dengan pelarut
organik seperti thinner, benzin, aceton dan methanol juga dapat mengurangi
porositas.
2.11. Jenis Pengujian
2.11.1. Radiography Test
Pengujian radiografi adalah salah satu metoda utama pengujian tanpa
merusak yang banyak dipakai saat ini. Uji radiografi adalah pengujian yang
menggunakan teknik penyinaran yang dilakukan terhadap suatu material
berdasarkan penyerapan yang tidak seimbang terhadap radiasi sinar χ atau sinar γ.
Sinar χ dan sinar γ adalah gelombang elektromagnetis. Kemampuannya untuk
menembus material uji tergantung dari jenis material, ketebalan material, dan
panjang gelombang. Karena kemampuan penembusan dan penyerapan radiasi sinar
x dan gamma, radiografi digunakan untuk menguji bermacam- macam produk
seperti sambungan las, cor-coran, benda tempa, dan hasil fabrikasi. Pada pengujian
radiografi disyaratkan adanya pengeksposan film pada sinar x atau gamma yang
telah menembus spesimen, pemrosesan film yang telah terekspos, dan interpretasi
hasil yang terekam pada film radiografi tersebut.
Keuntungan Radiografi Test (RT)
1. Dapat diaplikasikan pada banyak material.
2. Menghasilkan rekaman citra permanen.
3. Memperlihatkan bagian dalam material.
4. Menunjukkan kesalahan fabrikasi.
5. Memperlihatkan diskontinuitas struktur. Keterbatasan Radiografi Test (RT)
6. Tidak bisa dipakai pada benda dengan bentuk yang kompleks.
7. Mengharuskan adanya akses dari kedua sisi spesimen.
8. Diskontinuitas laminar seringkali tidak terdeteksi.
-
24
9. Pertimbangan keselamatan akibat bahaya radiasi sinar x dan gamma.
10. Metoda pengujian tanpa merusak yang relatif mahal
Metode Uji radiografi
Metode pengujian radiografi terdiri dari :
1. Single Wall Single Image (SWSI)
Teknik penyinaran dengan melewatkan radiasi pada suatu dinding las
benda uji dan pada film tergambar satu bagian dinding las untuk di
interpretasi. Teknik SWSI meliputi :
a) Internal source technique
Teknik ini dapat dilakukan dengan meletakkan sumber radiasi di dalam
benda uji dan film di luar benda uji, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8
Gambar 2.8 Internal source technique
b) Internal film technique
Film di dalam benda uji dan sumber radiasi di luar benda uji.
Biasanya teknik ini dilakukan ketika benda uji cukup besar dimana diameter
dalam benda uji minimal sama dengan SFD minimal dan ada akses masuk ke
dalam pipa, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.9
Gambar 2.9 Internal film tehnique
c) Teknik panoramik
-
25
Teknik ini dilakukan dengan menempatkan sumber di sumbu benda uji
untuk mendapatkan film hasil radiografi sekeliling benda uji dengan sekali
penyinaran, seperti yang di tunjukkan Gambar 2.10
Gambar 2.10 Teknik Panoramik
2. Double wall single image (DWSI)
Metode DWSI ini diterapkan pada benda uji berupa Pipa dengan diameter
lebih dari 3,5 in. Posisi sumber sedemikian rupa sehingga radiasi melalui dua
dinding las sedangkan pada film hanya tergambar satu dinding las yang dekat
dengan film untuk diinterpretasi. Teknik DWSI meliputi :
a) Teknik kontak
Teknik ini dilakukan dengan melekatkan sumber ke permukaan lasan benda
uji. Diameter luar benda uji besarnya minimal sama atau lebih besar dari SFD
minimal untuk bisa dilakukan tehnik ini.seperti yang ditukkan pada Gambar 2.11
Gambar 2.11 Teknik DWSI – kontak
b) Teknik non kontak
Jika diameter benda uji besarnya lebih kecil dari SFD minimal maka
penempatan sumber dapat diletakkan agak jauh dari permukaan tetapi diatur
sedemikian rupa hingga dinding atas las tidak tergambar pada film, seperti yang
ditunjukkan Gambar 2.12
-
26
Gambar 2.12 Teknik DWSI – non Contact
1. Double wall double image (DWDI)
Benda uji dengan diameter luar yang kecil tidak mungkin diterapkan teknik
SWSI maupun DWSI. Beberapa standar merekomendasikan teknik DWDI
diterapkan pada benda uji berupa Pipa dengan diameter kurang dari 3,5 in.
Teknik DWDI merupakan teknik penyinaran dengan posisi sumber radiasi
sedemikian rupa sehingga radiasi menembus kedua dinding benda uji dan pada
film tergambar kedua dinding las tersebut untuk di interpretasi. Teknik
DWDI meliputi :
a. Teknik elips
Teknik ini dilakukan dengan posisi sumber radiasi membentuk sudut tertentu
terhadap bidang normal las sehingga gambar kedua bagian dinding benda uji
berbentuk elips, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.13
Gambar 2.13 Teknik DWDI – elips
b. Teknik superimposed
-
27
Sebagai alternatif bila teknik elips tidak dapat diterapkan maka teknik DWDI
dilakukan dengan meletakkan sumber tegak lurusterhadap benda uji
sehingga gambar kedua dinding benda uji bertumpuk, seperti yang di tunjukkan
Gambar 2.14
Gambar 2.14 Teknik DWDI – superimposed
Sumber radiografi
Ada dua sumber penyinaran pada pengujian radiografi yaitu
menggunakan sinar – χ dan sinar – γ.
a. Sinar – χ ( χ - ray)
Persyaratan pembangkitan sinar x yaitu:
1. Memiliki sumber elektron.
2. Memiliki cara untuk mempercepat electron hingga berkecepatan tinggi.
3. Memiliki sasaran untuk menerima tumbukan elektron.
Sinar x dihasilkan apabila elektron bebas berkecepatan tinggi memberikan
sejumlah energinya selama berinteraksi dengan elektron di orbit atau inti atom.
Makin tinggi kecepatan elektron-elektron bebas tersebut, makin besar energi sinar
x yang dihasilkannya. Sinar χ dapat dihasilkan dengan menumbukkan elektron
yang dilepaskan oleh katoda pada anoda di dalam suatu tabung hampa udara.
Sifat – sifat sinar - χ yang dihasilkan sangat tergantung pada tegangan dan arus
dari tabung, makin tinggi tegangannya makin besar daya tembus dari sinar – χ yang
-
28
dihasilkan. Sedangkan arus tabung yang besar akan mempertinggi intensitas sinar –
χ.
b. Sinar - γ (γ - ray)
Unsur – unsur tidak stabil yang juga disebut radioisotop dalam proses
menuju kestabilanya akan memancarkan gelombang elektromagnet yang
dinamakan sinar – γ. Karena pemancarannya ini maka radioisotop makin lama
makin lemah. Waktu yang dijalani sehingga kekuatan penyinarannya menjadi
setengahnya disebut waktu setengah umur. Untuk keperluan pengujian tidak
merusak dengan sendirinya harus menggunakan radioisotop yang mempunyai
waktu setengah umur beberapa hari. Dalam hal ini biasanya digunakan
isotop-isotop Cesium (Cs), Iridium (Ir) atau Tulium (Tm). Ada dua macam
isotop radioaktip yang umum digunakan dalam radiografi industri.
Cobalt-60 merupakan isotop buatan dengan waktu paruh 5.3 tahun.
Iridium-192 merupakan isotop buatan dengan waktu paruh 75 hari. Isotop-isotop
lainnya yang kadangkala digunakan yaitu:
1. Radium-226 merupakan isotop alami dengan waktu paruh 1600 tahun.
2. Cesium-137 merupakan hasil proses fisi, memiliki waktu paruh 30 tahun.
3. Thulium-170 merupakan isotop buatan dengan waktu paruh 130 hari.
Karena radioisotop selalu memancarkan sinar - γ maka apabila tidak dipakai harus
di simpan dalam tabung pelindung yang terbuat dari timbal dan paduan wolfarm.
Pemancaran sinar - γ dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu pemancaran satu arah
yang dilakukan dengan membuka tutup tabung pelindung, pemancaran silinder yang
dilakukan dengan membuka pelindung dinding tabung, dan pancaran ke segala arah
dengan meletakkan radioisotop pada tempat yang telah dipilih tanpa memakai
tabung pelindung, seperti yang di tunjukkan pada Gambar 2.15
-
29
Gambar 2.15 Penyinaran Film
Film
Salah satu alat yang digunakan dalam pengujian radiografi adalah film. Film
berfungsi untuk merekam gambar benda uji yang diperiksa. Bahan dasar film
terbuat dari bahan sejenis plastik transparan yaitu Cellulosa Acetat , yang
mempunyai sifat fleksibel, ringan, tidak mudah pecah, dan tembus cahaya. Kedua
permukaannya dilapisi suatu emulsi yang mengandung persenyawaan AgBr (
Perak Bromida ), untuk melindungi lapisan emulsi agar tidak cepat rusak maka di
atasnya dilapisi lagi dengan gelatin, Gambar 2.16 menunjukkan penyinaran
menggunakan film.
Gambar 2.16 Radiografi menggunakan film
-
30
Berikut ini adalah penyusun film yang di gunakan untuk merekam benda uji
yang di periksa :
Keterangan:
:Gambar 2.17 Penyusun film
Radiasi mengenai film dan mengionisasi AgBr menjadi Ag+ dan Br- sehingga
terbentuk bayangan laten kemudian di developer bayangan laten dimunculkan
dengan mereduksi Ag+ menjadi Ag, sedangkan Br- larut. Kemudian di fixer,
sehingga senyawa AgBr yang belum diionisasi akan larut.
Persyaratan film :
1. Tidak ada discontinuity fisik
2 . Density terang / gelap diukur dengan densitometer. Densitas harus
mempunyai syarat (0,8-4) untuk x-ray, sedangkan gama-ray harus memiliki
(2,0-4)
3. Sensitivity (kawat yang harus muncul pada hasil radiography)
4. Tidak ada back scarter
Penetrameter (Image quality indikator)
Pemilihan parameter dan penempatannya harus sesuai dengan yang digunakan.
Digunakan standart IQI ASTM/ASME yang terdiri atas 21 kawat, disusun menjadi
4 set dimana setiap set berisi 6 kawat, seperti yang ditunjukkan Tabel 2.5
Tabel 2.5 Wire IQI Tipe Kawat ASTM
WIRE IQI DESGINATION, WIRE DIAMTER, AND WIRE IDENTITY
SET A SET B
Wire Diameter, in. (mm) Wire
Identity
Wire Diamter, in. (mm) Wire
Identity
0,0032 0,08 1 0,010 0,25 6
0,004 0,01 2 0,013 0,33 7
0,005 0,13 3 0,016 0,41 8
0,0063 0,16 4 0,020 0,51 9
-
31
WIRE IQI DESGINATION, WIRE DIAMTER, AND WIRE IDENTITY
SET A SET B
Wire Diameter, in. (mm) Wire
Identity
Wire Diamter, in. (mm) Wire
Identity
0,008 0,20 5 0,025 0,64 10
0,010 0,25 6 0,032 0,81 11
SET C SET D
Wire Diameter, in. (mm) Wire
Identity
Wire Diameter,
in.
(mm) Wire
Identity
0,032 0,81 11 0,100 2,54 16
0,040 1,02 12 0,126 3,20 17
0,050 1,27 13 0,160 4,06 18
0,063 1,60 14 0,200 5,08 19
0,080 2,03 15 0,250 6,35 20
0100 2,54 16 0,320 8.13 21
Sketsa pemasangan IQI tipe kawat ASTM seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.18
Gambar 2.18 Sketsa IQI tipe kawat ASTM/ASME
Macam – macam IQI seperti pada gambar 2.19
Gambar 2.19 Macam – macam IQI
-
32
Fungsi dari IQI antara lain :
1. Digunakan sebagai media pengukur tingkat kualitas radiografi (sensitivity)
2. Menentukan kualitas gambar radiografi
Sensitivitas adalah kemampuan untuk memunculkan discontinuity
terkecil yang dapat terdeteksi melalui diameter wire. Jika tingkat kegelapan
film sinar X terlalu pekat, maka discontinuity-discontinuity kecil akan sulit
terdeteks. Demikian juga sebaliknya jika terlalu terang, discontinuity-
discontinuity juga sulit terdeteksi.
2.11.2. Uji Microscope Optic (Metallography Test)
Metalografi merupakan suatu metode untuk mengamati struktur mikro logam
dengan menggunakan mikroskop optik dan mikroskop elektron. Sedangkan
struktur yang terlihat pada mikroskop tersebut disebut mikrostruktur. Pengamatan
tersebut dilakukan terhadap spesimen yang telah diproses sehingga bisa diamati
dengan pembesaran tertentu. Bentuk partikel dan ukuran perbesaran untuk dapat
mengamatinya serta batas resolusi alat optik dapat dilihat pada grafik pada
Gambar 2.20 dan Gambar 2.21
Gambar 2.20 Dimensional of Structural Feature (Callister Jr, W., 2007)
Gambar 2.21 Batas Resolusi Alat Optik (Callister Jr, W., 2007)
-
33
Agar permukaan logam dapat diamati secara metalografi, maka terlebih dahulu dilakukan persiapan sebagai berikut :
1. Pemotongan spesimen
Pada tahap ini, diharapkan spesimen dalam keadaan datar, sehingga
memudahkan dalam pengamatan (Callister Jr, W., 2007).
2. Mounting spesimen (bila diperlukan)
Tahap mounting ini, spesimen hanya dilakukan untuk material yang kecil atau
tipis saja. Sedangkan untuk material yang tebal, tidak memerlukan proses
mounting (Callister Jr, W., 2007).
3. Grinding dan Polishing
Tahap grinding dan polishing ini bertujuan untuk membentuk permukaan
spesimen agar benar-benar rata. Grinding dilakukan dengan cara menggosok
spesimen pada mesin hand grinding yang diberi kertas gosok dengan ukuran grid
yang paling kasar sampai yang paling halus. Sedangkan polishing sendiri dilakukan
dengan menggosokkan spesimen diatas mesin polishing machine yang dilengkapi
dengan kain wool yang diberi serbuk alumina dengan kehalusan 1-0,05 mikron.
Panambahan serbuk alumina ini bertujuan untuk lebih menghaluskan permukaan
spesimen sehinggan akan lebih mudah melakukan metalografi (Callister Jr, W.,
2007).
4. Etsa (etching)
Proses etsa ini pada dasarnya adalah proses korosi atau mengorosikan
permukaan spesimen yang telah rata karena proses grinding dan polishing menjadi
tidak rata lagi. Ketidakrataan permukaan spesimen ini dikarenakan mikrostruktur
yang berbeda akan dilarutkan dengan kecepatan yang berbeda, sehingga
meninggalkan bekas permukaan dengan orientasi sudut yang berbeda pula. Pada
pelaksanaannya, proses etsa ini dilakukan dengan cara mencelupkan spesimen pada
cairan etsa dimana tiap jenis logam mempunyai cairan etsa (etching reagent)
sendiri-sendiri. Setelah permukaan spesimen dietsa, maka spesimen tersebut siap
untuk diamati di bawah mikroskop dan pengambilan foto metalografi.
Pengamatan metalografi pada dasarnya adalah melihat perbedaan intensitas
sinar pantul permukaan logam yang dimasukkan ke dalam mikroskop sehingga
terjadi gambar yang berbeda (gelap, agak terang, terang). Dengan demikian apabila
-
34
seberkas sinar dikenakan pada permukaan spesimen maka sinar tersebut akan
dipantulkan sesuai dengan orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar.
Semakin tidak rata permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang terpantul
ke dalam mikroskop. Akibatnya, warna yang tampak pada mikroskop adalah warna
hitam. Sedangkan permukaan yang sedikit terkorosi akan tampak berwarna terang
(putih). Perhatikan Gambar 2.22 yang menunjukkan pengaruh efek proses etsa
permukaan spesimen yang telah mengalami proses grinding dan polishing (Callister
Jr, W., 2007)
Gambar 2.22 Pantulan Sinar pada Pengamatan Metalografi (Callister Jr, W., 2007)
2.11.3. Uji SEM-EDX
Pengujian material dengan alat SEM (Scanning Electron Microscope) dan
EDX (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy) serta Auto Fine Coater. SEM
digunakan untuk studi detil arsitektur permukaan sel (atau struktur jasad renik
lainnya), dan obyek diamati secara tiga dimensi. SEM juga bisa digunakan untuk
mengukur ketebalan sample. Sedangkan EDX digunakan untuk mengetahui
komposisi unsur dari material. Alat Fine Coater merupakan alat untuk melapisi
material yang bersifat non konduktor dengan lapisan metal. Scanning Electron
Microscopy (SEM) adalah Elektron yang memiliki resolusi yang lebih tinggi
daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200nm sedangkan elektron bisa
mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2 nm. Dibawah ini diberikan perbandingan
hasil gambar 2.23 mikroskop cahaya dengan elektron.
-
35
Gambar 2.23 Perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya dengan elektron
Disamping itu dengan menggunakan elektron kita juga bisa mendapatkan
beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron
mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis
dan pantulan non elastis seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.24 Pantulan Elastis dan Pantulan non Elastis
Pada sebuah mikroskop elektron (SEM) terdapat beberapa peralatan
utama antara lain:
1. Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang
mudah melepas elektron misal tungsten.
2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan
negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet.
3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada
molekul udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar
oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul
udara menjadi sangat penting.
-
36
Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:
1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan
anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron
baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).
Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:
Gambar 2.25 skema SEM (istate.edu)
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan
inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan
dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Sinyal -sinyal
tersebut dijelaskan pada gambar dibawah ini.
-
37
Gambar 2.26 Gambar pantulan Inelastic dan gambar pantulan Elastic
Perbedaan Gambar dari sinyal elektron sekunder dengan backscattered adalah
sebagai berikut: elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang
dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah.
Sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari atom
– atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan
berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah. Contoh
perbandingan gambar dari kedua sinyal ini disajikan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.27 Secondary Electrons dan Backscattered Electrons
Mekanisme kontras dari elektron sekunder dijelaskan dengan gambar
dibawah ini. Permukaan yang tinggi akan lebih banyak melepaskan elektron dan
menghasilkan gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah atau
datar.
Gambar 2.28 Mekanisme Kontras Dari Elektron Sekunder
-
38
Sedangkan mekasime kontras dari backscattered elektron dijelaskan dengan
gambar dibawah ini yang secara prinsip atom – atom dengan densitas atau berat
molekul lebih besar akan memantulkan lebih banyak elektron sehingga tampak
lebih cerah dari atom berdensitas rendah. Maka teknik ini sangat berguna untuk
membedakan jenis atom.
Gambar 2.29 Mekanisme Kontras dari Backscattered Elektron
Namun untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom
para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDX (Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy). Sebagian besar ala