analisis variasi flowrate effect of torch angle …repository.ppns.ac.id/2491/1/0715040020 -...

117
TUGAS AKHIR (607408A) ANALISIS VARIASI FLOWRATE GAS DAN EFFECT OF TORCH ANGLE PADA POSISI PENGELASAN 2G PIPA MATERIAL CuNi TERHADAP POROSITAS SHANDITYA FITRIAN NRP.0715040020 DOSEN PEMBIMBING: MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI, S.T., M.M. IMAM KHOIRUL ROHMAT, S.ST., M.T. PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

Upload: others

Post on 31-Jan-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • TUGAS AKHIR (607408A)

    ANALISIS VARIASI FLOWRATE GAS DAN EFFECT OF TORCH ANGLE PADA POSISI PENGELASAN 2G PIPA MATERIAL CuNi TERHADAP POROSITAS

    SHANDITYA FITRIAN NRP.0715040020 DOSEN PEMBIMBING: MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI, S.T., M.M. IMAM KHOIRUL ROHMAT, S.ST., M.T.

    PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

  • i

    TUGAS AKHIR (607408A)

    ANALISIS VARIASI FLOWRATE GAS DAN EFFECT OF TORCH ANGLE PADA POSISI PENGELASAN 2G PIPA MATERIAL CuNi TERHADAP POROSITAS

    SHANDITYA FITRIAN NRP. 0715040020

    DOSEN PEMBIMBING: MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI, S.T., M.M. IMAM KHOIRUL ROHMAT, S.ST., M.T.

    PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

  • ii

    (Halaman ini sengaja dikosongkan)

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN

  • iv

    (Halaman ini sengaja dikosongkan)

  • v

    LEMBAR BEBAS PLAGIAT

  • vi

    (Halaman ini sengaja dikosongkan)

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan

    rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikan Tugas Akhir yang berjudul

    ANALISA VARIASI FLOWRATE GAS DAN EFFECT OF TORCH ANGLE

    PADA POSISI PENGELASAN 2G PIPA MATERIAL CuNi TERHADAP

    POROSITAS. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih atas segala

    sesuatu yang diberikan kepada penulis, khususnya kepada:

    1. Kedua Orangtua tercinta, Suyono dan Siti Solihah yang senantiasa

    menemani, memberi dukungan dan semangat yang luar biasa serta finansial

    yang lebih sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

    2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.sc., FRINA selaku Direktur Politeknik

    Perkapalan Negeri Surabaya.

    3. Bapak Ruddianto, S.T., M.T., MRINA selaku Ketua Jurusan Teknik

    Bangunan Kapal.

    4. Bapak Muhammad Ari, S.T., M.T., selaku Koordinator Prodi Teknik

    Pengelasan.

    5. Bapak Mukhlis, S.T., M.T., selaku Koordinator Tugas Akhir.

    6. Bapak Mohammad Thoriq Wahyudi, S.T., M.M., selaku Dosen

    Pembimbing I Tugas Akhir yang telah banyak meberikan bimbingan dan

    arahan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.

    7. Bapak Imam Khoirul Rohmat, S.ST., M.T., selaku Dosen Pembimbing II

    Tugas Akhir yang telah banyak meberikan bimbingan dan arahan dalam

    pengerjaan Tugas Akhir ini.

    8. Pak Sigit Budiraharjo selaku pembimbing dari pihak industri yang telah

    banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam pengerjaan Tugas Akhir

    ini.

    9. Seluruh Staff dan Dosen dan Karyawan Politeknik Perkapalan Negeri

    Surabaya.

    12. Teman-teman Teknik Pengelasan 2015 yang selalu memberi inspirasi dan

    motivasi.

  • viii

    13. Annisa Fakhrana yang senantiasa memberi dukungan, semangat dan

    motivasi sehingga penulis mampu berjuang kembali untuk menyelesaikan

    skripsi ini.

    14. Febitri Aryan Kumala dan Imam Jazuli yang telah meluangkan waktu dan

    memberi masukan untuk perbaikan dalam penulisan skripsi ini.

    15. Seluruh anggota Grup Damis yang bersama-sama berjuang penuh gelisah,

    canda dan tawa hingga akhir penelitian, khususnya Jeki, Ilham, Alan, Jaka,

    Dedi, Yahya, Eko, Bagas.

    16. Yahya Golem dan Eka Komting yang bersama-sama berjuang ditempat On

    Job Training juga membantu mencari judul dan material pada penelitian ini.

    17. Seluruh anggota Grup Whelly, Grup YK dan Grup Kos Suwarno yang

    selama bertahun-tahun memberikan ilmu dan pengalaman berharga.

    18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu memberi

    bantuan dan semangat kepada penulis.

    Penulis menyadari atas kurang sempurnanya penelitian ini, sehingga masih

    terdapat kekurangan yang tidak disengaja. Oleh karena itu kritik dan saran yang

    membangun dan berguna dibutuhkan untuk perbaikan serta penelitian selanjutnya.

    Semoga Laporan Tugas Akhir ini dpat memberi manfaat serta dapat digunakan

    sebagai salah satu referensi untunk pengembangan Tugas Akhir selanjutnya di

    kemudian hari dan dapat menjadi nilai tambah khususnya bagi penulis dan

    umumnya bagi pembaca.

    Surabaya, Juli 2019

    Penulis

  • ix

    ANALISIS VARIASI FLOWRATE GAS DAN EFFECT OF

    TORCH ANGLE PADA POSISI PENGELASAN 2G PIPA

    MATERIAL CuNi TERHADAP POROSITAS

    Shanditya Fitrian

    ABSTRAK

    Paduan Copper-Nickel 90/10 banyak digunakan dalam berbagai macam

    aplikasi karena memiliki sifat mekanik yang baik diantaranya ketahanan korosi

    yang baik, konduktivitas listrik dan termal yang baik serta kemampuan bentuk yang

    baik. Pipa CuNi 90/10 dalam pembuatan kapal perang dan kapal selam paling sering

    disambung dengan pengelasan metode GTAW. Hal ini dikarenakan metode GTAW

    merupakan metode pengelasan yang paling efektif digunakan untuk

    menggabungkan material yang memiliki ketebalan yang tipis. Jenis Pengelasan ini

    mampu mencapai hasil las yang berkualitas tinggi untuk baja tahan karat maupun

    paduan non-ferrous. Namun, terkadang ditemui beberapa masalah dalam

    pengelasan GTAW antara lain ditemukannya porositas. Pada penelitian ini

    dilakukan variasi torch angle 90º dan torch angle 60º lalu flowrate gas 7 ltr/ min,

    12 ltr/min dan 17 ltr/min pada masing-masing spesimen menggunakan pengalasan

    GTAW dengan posisi 2G. Porositas sendiri disebabkan karena adanya unsur-unsur

    seperti hidrogen, uap air atau oksigen yang masuk sehingga melebihi batas ambang

    adanya unsur tersebut. Perbedaan torch angle dan flowrate gas mampu mengurangi

    cacat las, namun dari hasil radiografi tetap reject. Dari 6 percobaan, dihasilkan

    pengelasan dengan hasil yang baik terdapat pada spesimen A2 yaitu torch angle 90

    dan flowrate gas 12 ltr/min, dimana hasil image analysis didapat persen area

    porositas yaitu 11,462 % dan hasil SEM-EDX didapat unsur Oksigen yang

    terdeteksi didalam porositas yaitu 4,10 % Wt (persen berat) dan 3,18 % At (persen

    atom).

    Kata Kunci : GTAW, Torch Angle, Flowrate, SEM-EDX

  • x

    (Halaman ini sengaja dikosongkan)

  • xi

    FLOWRATE GAS VARIATION AND EFFECT OF TORCH

    ANGLE IN WELDING POSITION OF 2G CuNi MATERIAL PIPES

    ON POROSITY

    Shanditya Fitrian

    ABSTRACT

    Copper-Nickel 90/10 alloys are widely used in various applications

    because they have good mechanical properties including good corrosion

    resistance, good electrical and thermal conductivity and good formability. The

    CuNi 90/10 pipeline in the manufacture of warships and submarines is most often

    connected by welding the GTAW method. This is because the GTAW method is the

    most effective welding method used to combine materials that have a thin thickness.

    This type of welding is able to achieve high-quality welding results for stainless

    steels and non-ferrous alloys. However, sometimes problems encountered in GTAW

    welding include porosity. In this research, variations of 90 ° torch angle and 60 ° torch angle then gas flowrate of 7 ltr / min, 12 ltr / min and 17 ltr / min was done in

    each specimen using 2G position GTAW. Porosity itself is caused by the presence

    of elements such as hydrogen, water vapor or oxygen that enter so that it exceeds

    the threshold for the existence of these elements. The difference in torch angle and

    gas flowrate can reduce welding defects, but the radiographic results still reject.

    From 6 experiments, welding results with good results are found in A2 specimens

    namely torch angle 90 and gas flowrate of 12 ltr / min, where the results of image

    analysis obtained percent porosity area is 11.462% and SEM-EDX results obtained

    oxygen detected in the porosity is 4.10% Wt (weight percent) and 3.18% At (atomic

    percent).

    Keywords : GTAW, Torch Angle, Flowrate, SEM-EDX

  • xii

    (Halaman ini sengaja dikosongkan)

  • xiii

    DAFTAR ISI

    SAMPUL DALAM ................................................................................................ i

    LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii

    LEMBAR BEBAS PLAGIAT .............................................................................. v

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

    ABSTRAK ............................................................................................................. ix

    ABSTRACT ............................................................................................................ xi

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii

    DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi

    DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix

    BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1

    1.2. Perumusan Masalah ................................................................................................... 2

    1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 2

    1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 2

    1.5. Batasan Masalah ......................................................................................................... 3

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

    2.1. Pipa Air Laut ............................................................................................................... 5

    2.2. Tembaga ....................................................................................................................... 7

    2.3. Nikel .............................................................................................................................. 9

    2.4. Paduan Tembaga ...................................................................................................... 11

    2.4.1. Paduan Copper-Nickel ..................................................................... 13

    2.4.2 Fasa Copper-Nickel ......................................................................... 14

    2.5. Definisi Pengelasan ................................................................................................. 16

    2.6. Proses Pengelasan GTAW ..................................................................................... 16

    2.6.1. Keuntungan...................................................................................... 17

    2.6.2. Kelemahan ....................................................................................... 18

    2.7. Aplikasi Pada Pekerjaan......................................................................................... 18

    2.7.1. Gas Lindung .................................................................................... 18

    2.7.2. Jenis-Jenis Gas Lindung .................................................................. 19

    2.8. Material Alloy UNS C70600 ................................................................................. 19

  • xiv

    2.8.1. Komposisi ........................................................................................ 20

    2.8.2. Mechanical Properties ..................................................................... 20

    2.8.3. Pengaruh Unsur Paduan Pada Material Cu-Ni ................................ 21

    2.9. Logam Pengisi .......................................................................................................... 22

    2.10. Cacat pada Pengelasan ............................................................................................ 22

    2.11. Jenis Pengujian ......................................................................................................... 23

    2.11.1. Radiography Test ............................................................................ 23

    2.11.2. Uji Microscope Optic (Metallography Test) ................................... 32

    2.11.3. Uji SEM-EDX .................................................................................. 34

    2.11.4. Image Analysis ................................................................................ 39

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 41

    3.1. Diagram Alir ............................................................................................................. 41

    3.2. Identifikasi Masalah ................................................................................................ 42

    3.3. Studi Literatur ........................................................................................................... 42

    3.4. Studi Lapangan ......................................................................................................... 43

    3.5. Perumusan Masalah ................................................................................................. 43

    3.6. Pengumpulan Data ................................................................................................... 43

    3.7. Persiapan Alat dan Bahan ............................................................................................ 43

    3.7.1. Persiapan Peralatan ........................................................................... 43

    3.7.2. Persiapan Material dan Bahan .......................................................... 44

    3.8. Proses Pengelasan ..................................................................................................... 46

    3.9. Proses Pembuatan Spesiem Uji dan Prosedur Pengujian ................................ 49

    3.10. Analisis Data dan Pembahasan .............................................................................. 49

    3.11. Pembahasan dan Kesimpulan ................................................................................ 50

    BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 51

    4.1 Data Hasil Pengelasan ............................................................................................. 51

    4.2 Hasil Pengujian Radiografi ..................................................................................... 52

    4.3 Hasil Pengujian SEM-EDX .................................................................................... 55

    4.4 Hasil Pengujian Mikro ............................................................................................. 64

    4.5 Hasil Pengujian Makro ............................................................................................ 71

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 73

    5.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 73

  • xv

    5.2 Saran ............................................................................................................................ 73

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 75

    LAMPIRAN ......................................................................................................... 77

  • xvi

    (Halaman ini sengaja dikosongkan)

  • xvii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Klasifikasi Wrought Copper ....................................................................... 9

    Tabel 2.2 Komposisi Alloy UNS C70600 ................................................................ 20

    Tabel 2.3 Mechanical Properties Alloy UNS C70600 ............................................. 20

    Tabel 2.4 Composition Filler .................................................................................... 22

    Tabel 2.5 Wire IQI tipe kawat ASTM ........................................................................ 30

    Tabel 4.1 Data record parameter pengelasan .......................................................... .51

    Tabel 4.2 Pengelasan dengan torch angle 90º dan flowrate gas 7L ......................... 52

    Tabel 4.3 Pengelasan dengan torch angle 90º dan flowrate gas 12L ....................... 52

    Tabel 4.4 Pengelasan dengan torch angle 90º dan flowrate gas 17L ....................... 53

    Tabel 4.5 Pengelasan dengan torch angle 60 º dan flowrate gas 7L ...................... .53

    Tabel 4.6 Pengelasan dengan torch angle 60º dan flowrate gas 12L ....................... 53

    Tabel 4.7 Pengelasan dengan torch angle 60º dan flowrate gas 17L ....................... 53

    Tabel 4.8 Hasil Interpretasi Film Uji Radiografi...................................................... 54

    Tabel 4.9 Hasil SEM A2 ......................................................................................... 55

    Tabel 4.10 Hasil EDX A2 ....................................................................................... 56

    Tabel 4.11 Hasil SEM A3 ....................................................................................... 57

    Tabel 4.12 Hasil EDX A3 ........................................................................................ 57

    Tabel 4.13 Hasil SEM A5 ........................................................................................ 59

    Tabel 4.14 Hasil EDX A5 ........................................................................................ 59

    Tabel 4.15 Hasil SEM A6 ........................................................................................ 61

    Tabel 4.16 Hasil EDX A6 ........................................................................................ 61

    Tabel 4.17 Pembacaan unsur pada semua variasi .................................................... 64

    Tabel 4.18 Hasil Struktur Mikro base metal 100x & 200x ...................................... 64

    Tabel 4.19 Hasil Struktur Mikro base metal 500x ................................................... 64

    Tabel 4.20 Hasil Struktur Mikro weld metal 100x & 200x ...................................... 65

    Tabel 4.21 Hasil Struktur Mikro weld metal 500x ................................................... 65

    Tabel 4.22 Hasil Struktur Mikro fusion line 100x & 200x ...................................... .66

    Tabel 4.23 Hasil Struktur Mikro fusion line 500x .................................................... 67

    Tabel 4.24 Hasil Struktur Mikro Porositas fusion line 500x ................................... 67

    Tabel 4.25 Hasil image analyis pada Porositas ....................................................... 69

  • xviii

    Tabel 4.26 Hasil % Area porositas ..........................................................................70

    Tabel 4.27 Hasil foto Makro .................................................................................... .71

  • xix

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Struktur Kristal Tembaga FCC ............................................................ 8

    Gambar 2.2 Kristal FCC Nikel …........................................................................... 10

    Gambar 2.3 Paduan Tembaga untuk Perpipaan ...................................................... 13

    Gambar 2.4 Diagram Fasa Tembaga-Nikel ............................................................. 15

    Gambar 2.5 Proses Pengelasan GTAW .................................................................. 16

    Gambar 2.6 Material Alloy UNS C70600 .............................................................. 20

    Gambar 2.7 Cacat Porositas .............................................................................. 22

    Gambar 2.8 Internal Source Technique................................................................... 24

    Gambar 2.9 Internal Film Tehnique ....................................................................... 24

    Gambar 2.10 Teknik Panoramik . ............................................................................ 24

    Gambar 2.11 Teknik DWSI – kontak ..................................................................... 25

    Gambar 2.12 Teknik DWSI – non Contact ............................................................. 25

    Gambar 2.13 Teknik DWDI – elips ........................................................................ 26

    Gambar 2.14 Teknik DWDI – superimposed ......................................................... 27

    Gambar 2.15 Penyinaran Film ................................................................................. 29

    Gambar 2.16 Radiografi Menggunakan Film .......................................................... 29

    Gambar 2.17 Penyusun Film ................................................................................... 30

    Gambar 2.18 IQI Tipe Kawat ASTM/ASME ........................................................ 31

    Gambar 2.19 Macam – macam IQI ......................................................................... 31

    Gambar 2.20 Dimensional of Struktural Feature .................................................... 32

    Gambar 2.21 Batas Resolusi Alat Optik.................................................................. 32

    Gambar 2.22 Pantulan Sinar pada Pengamatan Metalografi .................................. 34

    Gambar 2.23 Perbandingan hasil gambar mikroskop dengan elektron ................... 35

    Gambar 2.24 Pantulan Elastis dan Pantulan Non Elastis ........................................ 35

    Gambar 2.25 Skema SEM ...................................................................................... 36

    Gambar 2.26 Pantulan Inelastic dan Pantulan Elastic............................................. 37

    Gambar 2.27 Secondary Electrons dan Backscattered Electrons ........................... 37

    Gambar 2.28 Mekanisme Kontras Dari Elektron Sekunder .................................... 37

    Gambar 2.29 Mekanisme Kontras dari Backscattered Elektron ............................. 38

    Gambar 2.30 Aplikasi EDX ................................................................................... 38

  • xx

    Gambar 2.31 Aplikasi EDX .................................................................................... 39

    Gambar 2.32 Tampilan Software Image Analysis .................................................. 40

    Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ...................................................................... 41

    Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian Lanjutan ....................................................... 42

    Gambar 3.3 Ukuran Pipa ......................................................................................... 44

    Gambar 3.4 Filler Metal ......................................................................................... 44

    Gambar 3.5 Desain Pengelasan Spesimen .............................................................. 45

    Gambar 3.6 Gas Argon ................................................................................. 45

    Gambar 3.7 Welding Position ................................................................................. 45

    Gambar 3.8 Proses pengelasan Joint A ................................................................... 46

    Gambar 3.9 Proses pengelasan Joint B ................................................................... 46

    Gambar 3.10 Proses pengelasan Joint C ................................................................. 46

    Gambar 3.11 Proses pengelasan Joint D ................................................................. 47

    Gambar 3.12 Proses pengelasan Joint E ................................................................. 47

    Gambar 3.13 Proses pengelasan Joint F .................................................................. 47

    Gambar 3.14 Penyanggah Pipa .............................................................................. 48

    Gambar 3.15 Pengukuran sudut 90º ....................................................................... 48

    Gambar 3.16 Pengukuran sudut 60º ........................................................................ 48

    Gambar 3.17 Joint hasil terbaik .............................................................................. 48

    Gambar 4.1 Grafik SEM-EDX ................................................................................. 63

    Gambar 4.2 Sudut torch 90º ..................................................................................... 70

    Gambar 4.3 Sudut torch 60º .................................................................................... 70

  • xxi

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Hamparan wilayahnya

    mencapai dua pertiga wilayah Indonesia adalah lautan. Dengan demikian, Indonesia

    termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Kondisi dan

    luas wilayah yang dimiliki Indonesia ini tentu menyimpan potensi ekonomi yang

    tinggi. Sekaligus membutuhkan strategi pertahanan yang solid dan integral. Sebagai

    negara maritim, posisi geografis Indonesia yang berada di daerah tropis, berada di

    posisi silang antar dua benua (Asia dan Australia), dan dua samudera (Hindia dan

    Pasifik), tentu memiliki potensi dan peluang pengembangan industri kelautan yang

    bila dieksplorasi dapat menjadi kekuatan ekonomi nasional. Berdasarkan data

    kemenperin tahun 2017, jumlah galangan kapal di Indonesia saat ini berjumlah 250

    yang sebagian besar berskala kecil dan 4 unit milik pemerintah, salah satu

    diantaranya PT. PAL INDONESIA yang berada di kota Surabaya. PT. PAL adalah

    salah satu industri di Indonesia yang memproduksi kapal niaga dan juga kapal

    perang. Salah satu produk dari kapal perang adalah kapal selam dan kapal cepat

    rudal yang menggunakan material paduan Cu-Ni pada bagian sistem perpipaanya.

    Material Cu-Ni dipilih karena sifatnya yang tahan terhadap korosi baik, serta nikel

    (Ni) yang cukup kuat, maka paduan tembaga-nikel (Cu-Ni) menjadi salah satu

    material utama yang digunakan untuk perpipaan laut. Proses penyambungan Cu-Ni

    tersebut adalah dengan proses pengelasan metode GTAW. Namun parameter yang

    digunakan untuk mengelas Cu-Ni di PT. PAL tersebut terdapat cacat walaupun

    sudah menggunakan parameter yang dibuat. Namun Copper dan Nickel mempunyai

    sifat yang kurang baik bila dibandingkan dengan baja, diantaranya adalah

    mempunyai masalah dalam porositas.

    Penggunaan effect of torch angle dan flowrate gas selama proses pengelasan

    berlangsung akan berpengaruh pada hasil logam las, terutama porositas. Sering kita

    jumpai dilapangan, para juru las meggunakan torch angle yang sangat bervariasi

    sesuai dengan keadaan material dan keterbatasan tempat, sehingga perbedaan

    torch angle dan flowrate gas diduga mampu mengurangi cacat las, terutama pada

  • 2

    porositas sehingga diperlukan kehati-hatian juga dalam proses pengelasan Cu-Ni.

    Sehungga kedua parameter las ini akan diuji pada penelitian ini.

    1.2. Perumusan Masalah

    Perumusan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

    sebagai berikut :

    1. Bagaimana dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan 2G

    pipa pada material CuNi terhadap porositas?

    2. Bagaimana dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan 2G

    pipa pada material CuNi terhadap hasil analisa SEM-EDX?

    3. Bagaimana dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan 2G

    pipa pada material CuNi terhadap hasil Image Analysis?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Mengetahui dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan

    2G pipa pada material CuNi terhadap porositas.

    2. Mengetahui dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan

    2G pipa pada material CuNi terhadap hasil analisa SEM-EDX.

    3. Mengetahui dampak variasi torch angle dan flowrate gas pengelasan 2G

    pipa pada material CuNi terhadap hasil Image Analysis.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diperoleh dari penelitian yang diharapkan :

    1. Bagi industri, dari hasil yang didapatkan bisa menjadi referensi untuk

    menjadikan prosedur ini sebagai acuan dalam mengerjakan proses pengelasan

    pada material pipa Cu-Ni.

    2. Bagi mahasiswa, dapat menambah wawasan dan mengimplementasikan ilmu-

    ilmu yang didapatkan selama perkuliahan di jurusan teknik

    pengelasan.

    3. Sebagai perbandingan untuk mengetahui perbedaan effect of torch angle dan

    flowrate gas 2G terhadap kualitas las -lasan.

  • 3

    4. Sebagai literatur tambahan dan informasi untuk penelitian yang sejenis

    dengan menggunakan proses las GTAW

    1.5. Batasan Masalah

    Karena adanya keterbatasan yang dimiliki penulis dan untuk mencegah

    meluasnya pembahasan maka penulis membuat suatu Batasan masalah yakni

    sebagai berikut :

    1. Material yang digunakan pipa Cu-Ni 90/10 (Copper-Nickel) tebal 3mm.

    2. Proses las yang digunakan adalah Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) posisi

    2G.

    3. Filler metal yang digunakan adalah ERCuNi UTP A 387

    4. Travel speed pada Welding Positioner konstan.

    5. Sudut torch yang digunakan adalah range 90º - 100º dan range 60º - 70º

    6. Jarak antara torch dan pipa menyesuaikan welder.

    7. Parameter pengelasan berdasarkan WPS PAL-KS-09

    8. Pengujian dilakukan dengan uji radiografi, SEM-EDX dan Image Analysis

    9. Dilakukan variasi torch angle dan flowrate gas.

    10. Standart yang digunakan adalah DNV.GL RULES FOR

    CLASSIFICATION Ships Edition July 2018 Part 2 Materials and Welding,

    Chapter 4 Fabrication and Testing dan ASME SEC V 201.

    11. Shielding gas menggunakan Argon HP dengan kemurnian 99,9%

    12. Backing Gas Argon 99%

    13. Menggunakan Thoriated Tungsten (Red)

    14. Hasil analisa SEM-EDX hanya dapat menganalisa Oksigen tidak dapat

    menganalisa Hidrogen

    15. Pengecekan Porositas hanya dibagian yang paling banyak porositasnya

    16. Pada penelitian ini tidak akan dibahas lebih dalam adanya perubahan struktur

    mikro dan makro yang terjadi.

  • 4

    (Halaman ini sengaja dikosongkan)

  • 5

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pipa Air Laut

    Sistem perpipaan pada kapal adalah suatu sistem yang berfungsi untuk

    mengalirkan suatu fluida dari suatu tempat ke tempat lain yang diinginkan dengan

    bantuan mesin atau pompa. Sistem perpipaan merupakan sistem yang kompleks

    yang didesain se-efektif dan se-efisien mungkin di dalam kapal untuk memenuhi

    kebutuhan kapal, kru, muatan dan menjaga kapal baik saat berjalan maupun saat

    berhenti. Misalnya pipa yang digunakan untuk memindahkan minyak dari tangki

    minyak ke tangki mesin, memindahkan minyak pada bantalan-bantalan,

    mentransfer air untuk keperluan pendinginan mesin dan kebutuhan sehari-hari

    diatas kapal, untuk memasukkan dan mengeluarkan muatan, serta masih banyak

    lagi. Sesuai dengan fungsinya, instalasi pipa air laut digunakan untuk

    mengalirkan air laut dari satu tanki ke tanki lain, dari luar kealam kapal, dari kapal

    ke laut, dan lain sebagainya. Pengaliran ai laut menggunakan sarana pompa, dapat

    berupa pompa hisap atau pompa tekan, pompa ini disebut pompa air laut/Sea water

    pump.

    Air laut antara lain dibutuhkan untuk sistem pemadaman kebakaran (Fire

    Hydrant system), Sistem Pendingin Mesin Induk/Bantu (Sea Water Cooling

    System), Sistem Bilas Sanitasi (Sewage Flushing System), Sistem Cuci Geladak

    (Deck Washing System), Sistem Pencuci Rantai di Hawse pipe (Chain washing

    system) dan sistem Balas dikapal (Sea water ballast system).

    Faktor-faktor yang dibutuhkan untuk menentukan material relevan sebagai

    pipa air laut adalah :

    1. Tahan terhadap korosi yang disebabkan oleh air laut disegala kondisi

    2. Tahan terhadap korosi yang disebabkan oleh lingkungan eksternal

    3. Tahan terhadap laju alir laut yang tinggi

    4. Ketahanan terhadap makhluk hidup yang ada di laut

    5. Sifat Mekanik dan Fisik dari material yang dipilih

    6. Bisa dilakukan machining, dipotong, dan proses fabrikasi lainnya

  • 6

    7. Bisa dilakukan teknik joint dalam penyambungan, dan dilakukan metode

    NDT untuk menyeleksi kualitas dari joints

    8. Bisa dirakit dengan pompa yang kompatibel, katup, heat

    exchangers, dll

    9. Ketersediaan pasokan pipa dan komponen seta bahan baku yang bisa

    difabrikasi

    10. Kemampuan untuk menahan bahaya ketika dilakukan konstruksi

    instalasi pipa, seperti kerusakan mekanik, kebakaran, dan lain-lain.

    11. Initial Cost dari pipa dan komponen dan cost dari fabrikasi dan

    instalasi pipa.

    Material yang bisa digunakan sebagai pipa air laut adalah paduan tembaga,

    terutama paduan tembaga-nikel (copper nickel series), Baja Karbon, Baja Galvanis,

    Baja Karbon yang di lapisi (seperti cat, bitumen, rubber, semen, mortar), Baja

    Tahan Karat (Stainless Steel), polimer, dan Titanium. Untuk membuat sebuah

    penilaian ekonomi lengkap dari berbagai bahan kompetitif dengan

    mempertimbangkan semua faktor-faktor yang disebutkan di atas adalah tentang

    dengan masalah kompleksitas yang ekstrem, mendekati hal yang tidak mungkin.

    Data yang memadai mengenai kondisi layanan mungkin tidak tersedia dan

    bahkan jika kondisi awal bisa ditentukan secara tepat, data-data tersebut dapat

    berubah dengan cara yang tidak terduga. Perkiraan probabilitas yang bisa

    memenuhi kebutuhan standar untuk berbagai material harus dibuat. Biaya awal

    harus diimbangi dengan biaya pemeliharaan, perbaikan dan penggantian dan

    hilangnya pendapatan akibat pemadaman listrik. Perhitungannya perlu

    memasukkan asumsi tentang variasi biaya material, biaya tenaga kerja, suku

    bunga, inflasi, kebijakan perpajakan, harga produk dan sebagainya. Dalam

    beberapa situasi, biaya kerusakan jauh lebih tinggi daripada di lainnya. Dalam

    instalasi lepas pantai, penurunan produksi dapat dengan cepat membuat

    penghematan biaya yang dilakukan di biaya pertama instalasi menjadi gagal dan

    pelaksanaan perbaikan bisa menjadi masalah yang cukup besar karena pengeluaran

    menjadi besar.

    Karena tingkat kompleksitas yang tinggi ini harus ditempatkan

    pada awal yang sebenarnya atau yang terkait pengalaman. Penggantian dari

  • 7

    material yang sudah dipakai tidak akan dipertimbangkan kecuali ada biaya insentif

    yang cukup besar dan terdapat cukup bukti keandalan dari material yang baru.

    Bukti yang dapat diterima bisa berbentuk penggunaan material dalam waktu yang

    panjang dan hasil yang baik dari penggunaannya. Contoh yang bagus adalah

    penggantian material dari baja karbon menjadi paduan tembaga 90/10 tembaga-

    nikel untuk jaringan pipa air laut di platform lepas pantai, berdasarkan hasil yang

    terbukti pipa tembaga- nikel bisa diaplikasikan dengan baik di kapal dan instalasi

    laut.

    Dari beberapa jenis pipa air laut yang sering dipakai adalah baja karbin,

    karena Initial Cos-nya yang lebih rendah dibandingan dengan bahan lainnya,

    ketersediaan material pipanya dan komponen yang siap pakai serta adanya

    prosedur pengelasan yang banyak digunakan dan diterima. Namun korosi baja

    relatif lebih cepat di air laut. Sistem baja, meski relatif murah, akan memiliki

    kehidupan memiliki lifetime yang pendek. Kegagalan dapat terjadi dalam

    waktu satu atau dua tahun penggantian lengkap memerlukan waktu lima tahun.

    Dengan sistem penggantian seperti itu akan membutuhkan biaya yang besar,

    sehingga pipa baja biasanya untuk pemakaian pipa dalam waktu yang singkat.

    2.2. Tembaga

    Tembaga telah banyak digunakan saat ini dan terus berkembang

    penggunaannya didalam masyarakat. Penggunaannya di dalam masyarakat.

    Penggunaan tembaga merupakan salah satu tanda perkembangan zaman dari era

    neolitik (jaman batu) menjadi era chalcolitik (zaman tembaga). Sifat kimia, fisik,

    dan estetika menjadikannya sebagai material pilihan pertama dalam berbagai

    aplikasi teknologi dalam negeri, industri, dan teknologi tinggi. Tembaga bersifat

    ulet, tahan korosi, mudah dibentuk, dan sebagai konduktor panas dan listrik yang

    sangat baik. Tembaga merupakan salah satu logam yang secara alami ditemukan

    dalam bentuknya yang murni, tetapi bentuk yang murni tersebut memiliki

    kelemahan yaitu sifatnya yang lunak. Oleh karena itu dilakukan proses paduan

    tembaga dengan logam lain seperti seng yang bisa menjadi kuningan dan

    alumunium atau timah yang bisa membentuk perunggu dan bisa juga dipadu

    dengan nikel. Paduan ini menghasilkan karakteristik baru seperti menjadikannya

    lebih kuat dari tembaga sehingga bisa dibuat untuk berbagai macam perkakas.

  • 8

    Contoh penggunaan tembaga adalah :

    1. Sebagai penghantar listrik dan panas

    2. Pipa dan gas

    3. Sebagai atap, downspouts

    Pada masa sekarang, tembaga digunakan dalam fasa murni dan umumnya

    diaplikasikan pada peralatan yang membutuhkan konduktivitas termal listrik yang

    tinggi. Dalam bentuk paduan dengan logam lain pun, seperti kuningan dan

    perunggu, secara luas sering digunakan karena memiliki sifat tahan korosi dan

    tahan aus yang tinggi. Sampai saat ini, tembaga dan paduannya masih menjadi

    sumber daya alam yang penting untuk perkembangan kehidupan manusia

    kedepannya (Collini, 2012)

    Tembaga dengan nama kimia dikenal dengan Cupprum dilambangkan

    dengan Cu, unsur logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel

    periodik unsur-unsur kimia tembaga menempati posisi degan nomor atom

    29 dan mempunyai berat atom 63, 546. Unsur tambahan di alam dapat ditemuan

    dalam bentuk persenyawaan atau dalam senyawa padat, dalam bentuk mineral

    (Fribeg,1977)

    Gambar 2.1 Struktur Kristal Tembaga FCC (Evehart,1971)

    Pada Gambar 2.1 menunjukkan tembaga (Cu) adalah logam non-polimorf

    dengan kisi FCC.Tembaga murni memiliki warna kemerahan, memiliki titik lebur

    pada 1083oC, dan berat jenisnya adalah 8900 kg.m-3 yang lebih besar

    dibandingkan dengan alumunium. (Konecna, 2012).

  • 9

    Tembaga (Cu) mempunyai system Kristal kubik, secara fisik berwarna

    kuning dan apabila dilihat dengan mengguakan mikroskop butir akan berwarna

    pink kecoklatan sampai keabuan. Unsur tembaga terdapat pada hampir 250 mineral,

    tetapi hanya sedikit yang dapat dikomersialkan (Van vliet, 1984).

    Sistem Penamaan Unified Numbering System (UNS) merupakan sistem penamaan

    yang diterima secara luas untuk produk wrought copper, cast copper, dan

    paduan tembaga. Sebagai contoh, Copper Alloy No. 377 menjadi C3700 dalam

    sistem penamaan UNS. Sistem penamaan ini kemudian disusun oleh American

    Society for Testing Materials (ASTM) dan Society of Automotive Engineers (SAE).

    Tabel 2.1 Klasifikasi Wrought Copper

    Wrought Alloys No. UNS Komposisi

    Coppers (a) C10100-C15815 >99% Cu

    High-copper alloys(b) C16200-C19900 >96% Cu

    Brasses C20100-C2800 Cu-Zn

    Leaded brass C31200-C38500 Cu-Zn-Pb

    Tin Brasses C40400-C48600 Cu-Zn-Sn- Pb

    Phosphor bronzes C501000-C52480 Cu-Sn-P

    Leaded Phosphor bronzes C53400-C54400 Cu-Sn-Pb-P Copper-phosphorus and copper-

    silver- phosporus alloy (c)

    C53400-C54400

    Cu-P-Ag

    Alumunium bronzes C60800-C64210 Cu-Al-Ini- Fe-Sn

    Slilicon bronzes C64700-C66100 Cu-Si-Sn Copper-Zinc alloys

    C66300-C69710 Cu-Zn-Mn- Fe-Sn-

    Al- Si-CU

    Copper Nickels C70100-C72950 Cu-Ni-Fe

    Nickel Silvers C73500-C79830 Cu-Ni-Zn

    (Sumber: ASM Internasional, 2001)

    2.3. Nikel

    Elemen nikel adalah anggota kelompok transisi di seri keempat dari tabel

    periodik, yang meliputi besi, nikel, dan kobalt. Ini memiliki atom nomor 28. Berat

    atom nikel adalah 58,71 dan merupakan gabungan dari lima stabil isotop, memiliki

    berat atom 58,60,61,62, dan 64. Struktur kristal normal nikel adalah FCC seperti

    gambar 2.2 dan memiliki sebuah konstanta kisi 3,5238 A pada 68ºF. Meski nikel

    dengan kemurnian 99,99% sudah dibuat, sifatnya dilaporkan memiliki kesamaan

  • 10

    dengan material yang memiliki kandungan nikel sebesar 99,95%. Nikel

    komersial di mengandung komposisi sekitar 99,5% nikel+kobalt.

    Gambar 2.2 Kristal FCC Nikel (Evehart,1971)

    Pada Gambar 2.2 menunjukkan Nikel merupakan logam dengan memiliki

    struktur kristal FCC. Nikel mungkin yang paling serbaguna dari unsur logam.

    Diantara paduan mengandung nikel memiliki sifat ketahanan korosi tinggi,

    kekuatan yang baik dan daktilitas yang sangat baik dari temperatur mendekati

    mutlak nol sampai mendekati 2000 oF. Beberapa paduan nikel sangat magnetis,

    yang lain hampir nonmagnetik, beberapa memiliki tingkat ekspansi termal yang

    rendah, yang lain memiliki tingkat tinggi, beberapa memiliki resistivitas listrik

    yang tinggi. Selain itu, nikel bersifat magnetostrictive. Dengan berbagai

    karakteristik ini, tidak mengherankan bila ada begitu banyak paduan yang

    mengandung nikel. (Evehart, 1971) Nikel dan paduan nikel yang dikomersialkan

    pada umumnya memiliki fasa full-austenite dan umumnya digunakan karena

    memiliki sifat ketahanan yang baik. pada temperatur dan korosi pada keadaan basah

    (ASM International, 2001). Meskipun nama jual umumnya digunakan sampai

    sekarang, akan tetapi nikel dan paduannya sekarang diidentifikasi dalam UNS

    dengan kode huruf N.

    Beberapa nama dagang yang umum untuk nikel antara lain:

    1. Monel, yaitu paduan nikel-tembaga.

    2. Inconel, yaitu paduan nikel-krom dengan kekuatan tarik mencapai 1400

    Mpa.

  • 11

    3. Hastelloy juga merupakan paduan nikel-krom dengan ketahanan korosi

    yang baik dan memiliki kekuatan yang tinggi pada temperatur yang

    meningkat.

    4. Nichrome, yaitu paduan antara nikel, krom, dan besi.Paduan ini memiliki

    resistansi listrik yang tinggi dan resistansi terhadap oksidasi yang tinggi.

    Umumnya digunakan untuk peralatan pemanas listrik.

    5. Invar dan Kovar, merupakan paduan antara besi dannikel.

    6. Paduan ini memiliki sensitifitas yang relatif rendah terhadap perubahan

    temperatur.

    7. Alumel, merupakan paduan antara nikel, mangan, aluminium, dan silikon.

    8. Chromel, yaitu paduan antara nike dan krom.

    9. Cupronickel, yaitu paduan antara nikel dan tembaga.

    10. German silver, merupakan paduan antara nikel, tembaga,dan seng.

    11. Mu-metal, merupakan paduan antara nikel dan besi.

    12. Ni-C, merupakan paduan antara nikel dan karbon.

    13. Nicrosil, merupakan paduan antara krom, silikon, dan magnesium.

    14. Nisil, merupakan paduan antara nike dan silikon.

    15. Nitinol, merupakan paduan antara nikel dan titanium (Kalpakjian, 2009).

    Beberapa sifat fisik, misalnya resistivitas listrik dipengaruhi sampai

    tingkat yang cukup besar oleh sejumlah kecil impuritis. Nikel karbon rendah

    (0,02% C max), yang mengeras pada tingkat yang lebih rendah dari varietas

    biasa, digunakan untuk operasi pembentukan pada temperatur yang sangat

    dingin dan lebih cenderung untuk operasi pada temperatur di atas 600oF. Tiga

    modifikasi lainnya, nominal nikel + kobalt 99,5% diproduksi khusus untuk

    aplikasi elektronik seperti kemurnian tinggi (secara nominal 99,98% nikel)

    mengandung kobalt kurang dari 0,001% (Evehart, 1971)

    2.4. Paduan Tembaga

    Tembaga dan paduannya memiliki bentuk lattice FCC (Face Centered

    Cubic) yang mana membuatnya memiliki sifat mampu bentuk dan mampu tempa

    yang baik. Dalam bentuk yang murni, tembaga memiliki kerapatan sebesar 8,94

    Mg/m3, sekitar tiga kali lipat daripada aluminium. Tembaga tahan terhadap oksidasi,

  • 12

    air tawar dan air laut, larutan alkali dan bahan kimia organic. Ketahanan korosi

    yang baik ini membuat paduan tembaga cocok dipakai untuk pipa air, katup,

    fittings, heat exchanger, alat-alat kimia, dan bearings.(AWS,1996)

    Beberapa paduan mengkombinasikan kekuatan tinggi dan ketahanan korosi

    untuk keperluan perkapalan. Kebanyakan paduan tembaga adalah paduan

    larutan padat, meskipun terdapat paduan yang memiliki dua atau lebih fasa dan

    beberapa mendapatkan kekuatan yang tinggi akibat dari presipitasi dari senyawa

    intermetalik. Paduan ini mudah untuk diidentifikasi berdasarkan element

    paduannya. Namun beberapa penggolongan secara umum terhadap paduan ini

    berdasarkan dari metalurgi fisiknya. Jika dibandingkan dengan yang satu fasa,

    paduan dengan dua fasa memiliki sifat laku panas dan sifat mampu las yang

    jauh lebih baik. Keuletan akan menurun dan yield strength akan meningkat apabila

    perbandingan fasanya meningkat. Adanya unsur tambahan akan mempengaruhi

    sifat dari paduan tembaga. Misalnya besi, silikon, tin,arsenik, dan antimony,

    meskipun sedikit akan mempengaruhi ketahanan korosi paduan tembaga. Timbal,

    selenium, telurium dan sulfur meningkatkan machinability tanpa memberikan

    efek yang signifikan terhadap ketahanan korosi maupun konduktivitasnya. Namun

    unsur-unsur tersebut akan berpengaruh pada hot working dan kemampuan lasnya.

    Boron, fosfor, lithium dan silikon adalah agen deoksidasi, sedangkan adanya

    perak dan kadmium mencegah terjadinya pelunakan. Paduan tembaga mampu

    untuk dilas jika dilakukan dengan presiapan khusus. Brazing dan soldering

    juga mampu dilakukan untuk paduan tembaga. Jika dibandingkan dengan baja,

    tembaga dan paduannya memiliki konduktivitas termal yang lebih tinggi dan

    koefisien penyusutan yang lebih tinggi serta ekspansi termal yang lebih tinggi.

    (AWS, 1972) Konduktivitas termal dan konduktivitas elektrik dari tembaga dan

    paduan tembaga memberikan efek tertentu pada kemampuan lasnya. Paduan

    tembaga biasanya dikeraskan dengan mechanical cold working. HAZ dari paduan

    tembaga dengan jarak temperatur liquidus ke solidus yang lebar, seperti paduan

    tembaga-timah dan tembaga- nikel rentan terhadap hot cracking. Hot cracking

    dapat diminimalisir dengan cara mengurangi restraint saat pengelasan,

    meminimalisir heat input dan temperatur interpass serta mengurangi ukuran root

    opening dan menambah ukuran root pass. Beberapa unsur seperti seng,

  • 13

    cadmium dan fosfor memiliki temperatur didih yang rendah sehingga penguapan

    unsur tersebut dapat menyebabakan porositas pada saat pengelasan. Porositas dapat

    dikurangi dengan cara menambah gas alir dan menggunakan filler metal yang

    memiliki presentase yang kecil dari unsur-unsur tersebut. (AWS, 1996)

    2.4.1. Paduan Copper-Nickel

    Tembaga dan nikel memiliki besar atom dan lattice parameter yang

    hampir mirip sehingga untuk diagram fasanya terlihat sederhana. Pada semua

    temperature, padua Cu-Ni menunjukkan single phase dengan bentuk FCC. Struktur

    kristalografinya memperlihatkan keuletan yang sangat baik dan kekuatan impact

    yang baik (Schleich, 2006) Untuk contoh gambar dari paduan tembaga dapat

    dilihat pada gambar dibawah ini.

    Gambar 2.3 Paduan Tembaga untuk Perpipaan

    Pada Paduan Copper-Nickel atau biasa disebut cupronikel biasa

    tersedia dengan kadar nikel sebesar 5-30%. Paduan ini biasanyadigunakan

    dalam fabrikasi pengelasan yang mengandung nikel antara 10%, 20% dan 30%.

    Paduan cupronikel memiliki tensile strength yang tinggi yang mana paduan dengan

    kadar 30% nikel dan 70% tembaga adalah paduan yang memiliki tensile strength

    yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan tensile strength akan meningkat dengan

    meningkatnya unsur nikel dalam paduan tembaga. Sifat lain yang terpengaruh

    dengan pengingkatan unsur nikel adalah keuletan yang menurun dan konduktivitas

    termal yang meningkat. Dalam penggunaannya, cupronikel memiliki ketahanan

    korosi yang sangat tinggi. Untuk paduan dengan 30% nikel sangat baik untuk

    menjaga paduan dari stress corrosion cracking. Sedangkan paduan dengan

  • 14

    10% nikel hampir mencapai sifat tersebut sehingga penggunaannya lebih massif

    karena biaya yang murah. Seperti pada nikel dan paduannya, cupronikel rentan

    terhadap penggetasan timbal atau sulfur. Oleh karenanya, pada pengelasan

    cupronikel yang sering kali terjadi masalah adalah adanya hot cracking akibat

    adanya timbal, sulfur atau fosfor. Untuk pengelasan, unsur timbal harus dijaga

    maksimal 0.01% dan kontaminasi sulfur harus dihindari. Kadar fosfor harus

    lebih rendah dari 0.02% untuk menghindari adanya cracking selama semua

    temperature, paduan Cu-Ni menunjukkan single phase dengan bentuk FCC.

    Struktur kristalografinya memperlihatkan keuletan yang sangat baik dan kekuatan

    impak yang baik.(Schleich, 2006) Untuk contoh gambar dari paduan tembaga

    dapat dilihat pada gambar dibawah ini. pengelasan. Adanya unsur-unsur diatas

    yang berlebihan dapat menyebabkan retak intergranullar pada daerah

    HAZ.(AWS, 1972) Paduan tembaga dengan sifat-sifatnya memiliki sifat mampu

    las tertentu. Titik cair dari tembaga terletak diantanra titik cair aluminium dan besi.

    Koeffisien muainya kira- kira 1,5 kali dari baja, karena itu dalam pengelasan sering

    terjadi perubahan bentuk dan retak. Pada paduan tembaga seringkali

    terjadi porositas. Penyebab utama terjadinya porositas pada pengelasan tembaga

    adalah hidrogen dan uap air. Pada paduan tembaga kelarutan oksigen dalam

    paduan cair turun karena adanya unsur P,Si, dan Al,

    Namun batas kelarutan hidrogen dalam paduan cair tersebut naik dan

    kemudian menurun dengan cepat selama proses pendinginan. Karena turunnya

    batas kelarutan ini maka gas hidrogen keluar dari larutan dan membentuk

    porositas. Pada tembaga murni jarang sekali terjadi retak las, namun pada logam

    paduannya retak mudah terjadi karena terbentuknya endapan- endapan dengan titik

    cair rendah seperti Pb dan Bi pada batas butir yang menyebabkan retak batas butir.

    (Wiryosumarto dan Okumura, 2000)

    2.4.2 Fasa Copper-Nickel

    Tembaga dan nikel larut satu sama lain dalam semua bentuk dan

    banyak paduan telah dikembangkan yang didasarkan pada sistem paduan biner ini.

    Pada Gambar 2.4 ditunjukkan diagram fasa Tembaga-Nikel merupakan salah satu

    diagram fasa dengan sistem binary isomorphus. Sistem binary isomorphus

  • 15

    maksudnya adalah dua logam yang saling melarut padatkan sempurna pada segala

    fasa, yaitu solid, liquid, dan gas. Konsep fasa liquid dan gas mudah untuk dipahami

    karena bercampur di segala kondisi.

    Gambar 2.4 Paduan Tembaga untuk Perpipaan (Schleich, 2006)

    Pada Gambar 2.4 terlihat bahwa di temperatur kamar di 25ºC, paduan

    Tembaga Nikel membentuk larutan padat (Solid Solutions). Solid Solutions

    adalah larutan padat yang terjadi ketika terjadi penambahan atom yang membentuk

    fasa baru berdasarkan jenis impuritas, konsentrasi, dan temperatur paduan. Solid

    solution terbentuk ketika atom yang terlarut masuk kedalam atom pelarut,

    membentuk struktur kristal dan tidak ada perubahan struktur kristal baru yang

    terbentuk. Hal ini bisa dianalogikan seperti pada dua cairan (liquid) yang

    melarutpadatkan satu sama lain. Larutan terbentuk ketika molekul bercampur, dan

    komposisinya menjadi homogen. Larutan padat juga membentuk komposisi yang

    homogen, dimana atom terlarut secara merata terdispersi di dalam fasa solid. Dapat

    dilihat pada Gambar 2.4 yang merupakan penggambaran dari jenis larutan padat

    (solid solution). Terdapat dua jenis larutan padat, yaitu substitutional solid

    solution dan interstitial solid solution. Substitutional solid solution yaitu ketika

    logam terlarut akan menggantikan posisi logam pelarut pada struktur kristal.

    Kondisi larutan padat ini biasanya terjadi ketika jari-jari salah satu atom hampir

    sama besar dengan jari jari atom kedua. Interstitial solid solution yaitu ketika logam

    terlarut akan masuk diantara logam pelarut pada struktur kristal. Kondisi larutan

  • 16

    padat ini biasanya terjadi ketika jari-jari salah satu atom jauh lebih besar dari jari-

    jari atom kedua. Pada larutan padat isomorphus akan selalu memiliki jenis

    substitutional.

    2.5. Definisi Pengelasan

    Pengelasan merupakan suatu perkerjaan penyambungan dua logam

    adan atau paduan-paduan logam dengan cara memanasi baik diatas

    batas cairnya atau dibawah batas cair tersebut disertai dengan tekanan atau tanpa

    tekanan, diberi logam pengisi atau tanpa logam pengisi(Musaikan 1997).

    Menurut Ibrahim Khan, pengelasan adalah proses penyambungan secara

    permanen dua material melalui peleburan lokal yang di dasarkan pada perpaduan

    temperatur, tekanan dan kondisi metalurgi dari bahan. Sedangkan menurut DIN

    (Deutsche Industric Normen), pengelasan adalah ikatan metalurgi pada

    sambungan logam maupun logam paduan yang dilakukan pada keadaan lumer atau

    cair. Dengan kata lain, pengelasan adalah penyambungan setempat dari logam

    dengan menggunakan energi panas, dengan atau tanpa tekanan, atau hanya

    tekanan, dengan atau tanpa menggunakan kawat las.

    2.6. Proses Pengelasan GTAW

    Gas tungsten arc welding (GTAW) adalah proses las yang menggunakan

    busur antara tungsten elektroda (non consumable) dan elektroda consumable

    sebagai filler atau pengisinya. Seperti pada gambar 2.5 yang menerangkan sistem

    atau proses pengelasan GTAW sebagai berikut.

    Gambar 2.5 Proses Pengelasan GTAW

  • 17

    Sama dengan proses pengelasan OAW (Oxyfuel Arc Welding) karena sama-

    sama mencairkan logam induk pada saat proses pengelasan yang kemudian di

    tambahkan filler dari elektroda consumable sebagai pengisinya. Yang

    membedakan pada pengelasan GTAW yaitu menggunakan tungsten yang

    berfungsi untuk memanaskan dan mencairkan logam induk dan dilindungi oleh

    gas pelindung yaitu gas inert seperti argon dan helium atau campuran dari kedua

    gas tersebut. Fungsi dari gas pelindungan (shielding gas) ini antara lain untuk

    melindungi weld pool saat proses pengelasan dari kontaminasi udara pada

    atmosfer yang menyebabkan cacat pada pengelasan. Peralatan yang di gunakan

    saat proses pengelasan GTAW antara lain:

    1. Mesin las GTAW AC/DC

    2. Tabung gas pelindung (shielding gas)

    3. Flow meter gas

    4. Regulator gas

    5. Selang dan perlengkapannya

    6. Elektroda non consumeble Tungsten

    7. Elektroda pengisi (consumeble)

    8. Stang torch

    2.6.1. Keuntungan

    Proses GTAW menghasilkan pengelasan bermutu tinggi pada bahan-

    bahan ferrous dan non ferrous. Dengan teknik pengelasan yang tepat, semua

    pengotor yang berasal dari atmosfir dapat dihilangkan. Keuntungan utama dari

    proses ini yaitu, bisa digunakan untuk membuat root pass bermutu tinggi dari arah

    satu sisi pada berbagai jenis bahan. Oleh karena itu GTAW digunakan secara

    luas pada pengelasan pipa, dengan batasan arus mulai dari 5 hingga 300 amp,

    menghasilkan kemampuan lebih besar untuk mengatasi masalah pada posisi

    sambungan yang berubah-ubah seperti celah akar. Sebagai contoh, pada pipa

    tipis (dibawah 0,20 inci) dan logam-logam lembaran, arus bisa diatur cukup rendah

    sehingga pengendalian penetrasi dan pencegahan terjadinya terbakar tembus

    (burnt through) lebih mudah dari pada pengerjaan dengan proses menggunakan

    elektroda terbungkus. Kecepatan gerak yang lebih rendah dibandingan dengan

  • 18

    SMAW akan memudahkan pengamatan sehingga lebih mudah dalam

    mengendalikan logam las selama pengisian dan penyatuan.

    2.6.2. Kelemahan

    Kelemahan utama proses las GTAW yaitu laju pengisian lebih rendah

    dibandingkan dengan proses las lain umpamanya SMAW. Disamping itu, GTAW

    butuh kontrol kelurusan sambungan yang lebih ketat, untuk menghasilkan

    pengelasan bermutu tinggi pada pengelasan dari arah satu sisi. GTAW juga butuh

    kebersihan sambungan yang lebih baik untuk menghilangkan minyak, grease,

    karat, dan kotoran-kotoran lain agar terhindar dari porosity dan cacat-cacat las lain.

    GTAW harus dilindungi secara berhati-hati dari kecepatan udara di atas 5 mph

    untuk mempertahankan perlindungan inert gas di atas kawah las.

    2.7. Aplikasi Pada Pekerjaan

    GTAW mempunyai keunggulan pada pengelasan pipa–pipa tipis dan tubing

    stainless steel diameter kecil, paduan nikel, paduan tembaga dan

    aluminum. Pada pengelasan pipa dinding tebal, GTAW sering kali dipakai pada root

    pass untuk pengelasan yang membutuhkan kualitas tinggi, seperti pada pipa- pipa

    tekanan tinggi dan temperatur tinggi dan pipa-pipa elbow. GTAW juga digunakan

    pada root pass apabila membutuhkan permukaan dalam yang licin, seperti pada

    pipa-pipa dalam acid service. Karena ada perlindungan inert gas terhadap

    pengelasan dan mudah dalam mengontrol proses las, membuat GTAW sering kali

    digunakan pada logam-logam reaktif seperti titanium dan magnesium.

    (Wiryosumarto, 2008)

    2.7.1. Gas Lindung

    Gas Lindung (Shielding Gas) adalah suatu gas yang berfungsi

    melindungi cairan logam las ( bahan logam pengisi maupun logam induk) dari udara

    lingkungan sekitarnya untuk mencegah terjadinya proses oksidasi antara logam las

    dengan udara luar. Pada suhu tinggi oksigen bereaksi dengan logam las menjadi

    oksida metal. Oksigen juga bereaksi dengan karbon di dalam cairan logam las

    menjadi CO (karbon monoksida) dan CO2 (karbon dioksida). Proses-proses

    bereaksinya cairan logam las dengan udara luar sekitarnya juga dapat

    menghasilkan berbagai macam cacat las, oleh karena itu unsur-unsur oksigen

    maupun nitrogen harus dijauhkan dari cairan logam las.

  • 19

    Di samping fungsi nya melindungi logam las dari kontaminasi udara luar, gas

    lindung juga berfungsi sebagai :

    1. Mempengaruhi sifat busur

    2. Moda transfer metal

    3. Penetrasi dan profil jalur las

    4. Kecepatan las

    5. Sebagai pembersih

    6. Sifat mekanis bahan las

    2.7.2. Jenis-Jenis Gas Lindung Argon (Ar) Adalah gas inert yang monoatomik dengan berat molekul 40

    yang dapat diperoleh dengan mencairkan udara. Digunakan untuk pengelasan

    merupakan gas argon murni (min 99,95 %) untuk metal yang tidak reaktif, namun

    untuk metal reaktif dan metal tahan panas, tingkat kemurniannya lebih tinggi

    (99,997%).

    Keunggulan gas Argon di banding gas Helium :

    1. Nyala lebih halus tidak bersuara keras

    2. Mengurangi penetrasi

    3. Memiliki daya pembersih

    4. Lebih murah dan lebih mudah didapat

    5. Sebagai pelindung yang efektif tidak diperlukan flow rate terlalu tinggi

    6. Lebih tahan terhadap hembusan angina

    7. Lebih mudah untuk menyalakan busur listrik

    8. Daya penetrasi tidak terlalu dalam sehingga diperlukan untuk pengelasan

    bahan yang tipis.

    2.8. Material Alloy UNS C70600

    Cu-Ni atau cupronickel (juga dikenal sebagai tembaga-nikel) adalah paduan

    tembaga yang mengandung nikel dan memperkuat unsur-unsur, seperti besi dan

    mangan. Meskipun kadar tembaga yang tinggi, cupronickel berwarna perak.

    Karena sifat-sifat khusus dari paduan nikel dan tembaga, mereka

    diterapkan dalam berbagai bidang misalnya industri persenjataan, industri

  • 20

    desalinasi, rekayasa kelautan, secara luas digunakan dalam kimia, petrokimia dan

    industri listrik. Cupronickel sangat tahan terhadap korosi dalam air laut karena

    potensial elektroda yang disesuaikan untuk menjadi netral berkaitan dengan air

    laut. Karena itu material ini sering di gunakan untuk penukaran panas dan

    kondensator dalam sisitem air laut dan kadang-kadang untuk baling-baling, poros

    engkol. Menurut (ASME SEC II B, SB466 material Cu-Ni dengan P.no 34. Dan

    UNS no. C70600) memiliki komposisi kandungan 90% tembaga, 10% nikel.

    Penambahan unsur pada pembuatan tembaga sering dilakukan, penambahan

    unsur itu seperti aluminium, nickel, silicon, tin, dan zinc. Penambahan sedikit

    dari unsur lain dapat memberikan perubahan pada mechanical properties,

    ketahanan kosrosi, atau mechinability. Tembaga diklasifikasi berdasarkan

    unsur campurannya seperti Gambar 2.6 berikut ini. (AWS Copper and Copper

    Alloy, 1997):

    Gambar 2.6 Material Alloy UNS C70600 (Suherman, 2007)

    2.8.1. Komposisi

    Komposisi yang terkandung dalam material Alloy UNS C70600 ada pada

    Tabel 2.2 berdasarkan ASME Section II B.

    Tabel 2.2 Komposisi Alloy UNS C70600

    Komposisi

    Copper

    Type C70600 (%)

    remainder

    Nickel, incl Cobalt 9.0-11.0

    Lead, max 0.05

    Iron 1.0-1.8

    Zinc 1.0 max

    Manganese 1.0 max

    Sumber : (ASME Sec II B, 2017 )

    2.8.2. Mechanical Properties

  • 21

    Mechanical properties yang terdapat pada Tabel 2.3 di bawah ini adalah

    typical room temperature berdasarkan ASME Section II B.

    Tabel 2.3 Mechanical Properties Alloy UNS C70600 (ASME Sec.II Part B)

    Type

    C70600

    UTS ksi (MPa)

    0.2% YS ksi (MPa)

    40 (275) 15 (105)

    Sumber : (ASME Sec II B, 2017)

    2.8.3. Pengaruh Unsur Paduan Pada Material Cu-Ni

    Nikel memiliki dampak yang signifikan terhadap sifat fisik dan mekanis

    paduan Cu-Ni (lihat 10.). Sementara kekuatan tarik, 0,2% kekuatan bukti,

    kekuatan panas, solidus dan suhu cair dan korosi peningkatan resistensi dengan

    kandungan nikel, termal dan listrik penurunan konduktivitas sebagai fungsi dari

    kandungan nikel. kekuatan tarik meningkat dengan kandungan nikel, elongasi

    tetap hampir konstan setelah sedikit penurunan (sampai 5% Ni). (Munro, 2013)

    Paduan dari dua logam membentuk serangkaian terus menerus dari

    larutan padat memiliki kisi kubik berpusat, yaitu sistem Cu-Ni menunjukkan

    kelarutan lengkap di kedua bagian cair dan padat. Oleh karena itu diagram

    kesetimbangan sangat sederhana. Titik leleh dari dua komponen memperluas

    ke bagian lebur dalam paduan. Paduan tembaga ini paduan ini akan membentuk

    larutan padat (Solid Solution) dalam semua perbandingan untuk semua paduan

    dan menghasilkan bahan yang sesuai untuk pengerjaan panas maupun dingin.

    Unsur Nickel yang terdapat pada paduan ini biasanya antara 15 sampai 680 ,

    kekuatan tarik, keuletan dan kekerasanya berkembang sesuai dengan kadar

    unsur dari Nickel tersebut. Paduan dengan kadar Nickel sampai 20 % adalah

    yang paling baik dalam kelompok ini untuk pengerjaan dingin keras, dan paduan

    dengan kadar Nickel sampai 25 % biasanya digunakan dalam pembuatan Coin

    pada “British Silver”. Sebagai logam penting dari jenis paduan ini ialah yang

    disebut “Monel” yakni paduan dengan unsur Nickel hingga 68 % sebuah paduan

    yang sangat tahan terhadap korosi dan dapat mempertahankan sifatnya pada

    temperature tinggi, sehingga Monel banyak digunakan pada Turbin Uap.

  • 22

    2.9. Logam Pengisi

    Pemelihan filler metal sebagai logam pengisi proses pengelasan

    dipilih berdasarkan base metal yang akan disambung yaitu ERCUNI

    413 Berdasarkan AWS A5.7. Filler metal ini membutuhkan backing gas dalam

    aplikasinya khususnya untuk bagian root, dan komposisi kimia pada filler metal

    bisa dilihat di ASME sec II C. seperti Tabel 2.8 dibawahini:

    Tabel 2.4 Composition Filler Cemical Composition

    AWS

    classifica

    tion

    Common

    Name

    Cu

    Mn

    Ni

    Fe

    Si

    Coᶠ

    P

    Pb

    Ti

    Total other

    Elements

    ERCu

    Ni

    Copper- Nickel Rema

    inder

    1.0 29 - 32

    0.40- 0.75 0.25

    29.0- 32.0 0.02 0.02

    0.20- 0.50 0.50

    Sumber: (ASME sec II C, 2017 )

    2.10. Cacat pada Pengelasan

    Porositas

    Gambar 2.7 Cacat Porositas (Rogers, 2013)

    Gambar 2.7 merupakan contoh gambar porositas. Porositas terjadi bila

    rongga-rongga gas yang kecil terperangkap selama proses pendinginan. Rongga-

    rongga tersebut disebabkan karena tiga macam cara pembentukan gas, yaitu

    pelepasan gas karena perbedaan batas kelarutan antara logam cair dan logam padat

    pada suhu pembekuan, reaksi kimia didalam logam las, penyusupan gas ke

    dalam atmosfir busur. Cacat ini ditimbulkan oleh arus listrik yang terlalu tinggi,

    busur nyala yang terlalu panjang., dan prosedur pengelasan yang buruk. Beberapa

    Gas yang terperangkap Kluster Porostias

    Lubang Tiup

  • 23

    unsur seperti seng, cadmium dan fosfor memiliki temperatur didih yang rendah

    sehingga penguapan unsur tersebut dapat menyebabakan porositas pada saat

    pengelasan. Porositas dapat dikurangi dengan cara menambah travel speed dan

    menggunakan filler metal yang memiliki presentase yang kecil dari unsur-unsur

    tersebut.(AWS,1996). Selain itu bisa juga dengan menaikkan laju aliran gas

    pelindung karena dengan menaikkan gas pelindung dapat menekan gas

    hidrogen untuk keluar dari lasan. membersihkan permukaan dengan pelarut

    organik seperti thinner, benzin, aceton dan methanol juga dapat mengurangi

    porositas.

    2.11. Jenis Pengujian

    2.11.1. Radiography Test

    Pengujian radiografi adalah salah satu metoda utama pengujian tanpa

    merusak yang banyak dipakai saat ini. Uji radiografi adalah pengujian yang

    menggunakan teknik penyinaran yang dilakukan terhadap suatu material

    berdasarkan penyerapan yang tidak seimbang terhadap radiasi sinar χ atau sinar γ.

    Sinar χ dan sinar γ adalah gelombang elektromagnetis. Kemampuannya untuk

    menembus material uji tergantung dari jenis material, ketebalan material, dan

    panjang gelombang. Karena kemampuan penembusan dan penyerapan radiasi sinar

    x dan gamma, radiografi digunakan untuk menguji bermacam- macam produk

    seperti sambungan las, cor-coran, benda tempa, dan hasil fabrikasi. Pada pengujian

    radiografi disyaratkan adanya pengeksposan film pada sinar x atau gamma yang

    telah menembus spesimen, pemrosesan film yang telah terekspos, dan interpretasi

    hasil yang terekam pada film radiografi tersebut.

    Keuntungan Radiografi Test (RT)

    1. Dapat diaplikasikan pada banyak material.

    2. Menghasilkan rekaman citra permanen.

    3. Memperlihatkan bagian dalam material.

    4. Menunjukkan kesalahan fabrikasi.

    5. Memperlihatkan diskontinuitas struktur. Keterbatasan Radiografi Test (RT)

    6. Tidak bisa dipakai pada benda dengan bentuk yang kompleks.

    7. Mengharuskan adanya akses dari kedua sisi spesimen.

    8. Diskontinuitas laminar seringkali tidak terdeteksi.

  • 24

    9. Pertimbangan keselamatan akibat bahaya radiasi sinar x dan gamma.

    10. Metoda pengujian tanpa merusak yang relatif mahal

    Metode Uji radiografi

    Metode pengujian radiografi terdiri dari :

    1. Single Wall Single Image (SWSI)

    Teknik penyinaran dengan melewatkan radiasi pada suatu dinding las

    benda uji dan pada film tergambar satu bagian dinding las untuk di

    interpretasi. Teknik SWSI meliputi :

    a) Internal source technique

    Teknik ini dapat dilakukan dengan meletakkan sumber radiasi di dalam

    benda uji dan film di luar benda uji, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8

    Gambar 2.8 Internal source technique

    b) Internal film technique

    Film di dalam benda uji dan sumber radiasi di luar benda uji.

    Biasanya teknik ini dilakukan ketika benda uji cukup besar dimana diameter

    dalam benda uji minimal sama dengan SFD minimal dan ada akses masuk ke

    dalam pipa, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.9

    Gambar 2.9 Internal film tehnique

    c) Teknik panoramik

  • 25

    Teknik ini dilakukan dengan menempatkan sumber di sumbu benda uji

    untuk mendapatkan film hasil radiografi sekeliling benda uji dengan sekali

    penyinaran, seperti yang di tunjukkan Gambar 2.10

    Gambar 2.10 Teknik Panoramik

    2. Double wall single image (DWSI)

    Metode DWSI ini diterapkan pada benda uji berupa Pipa dengan diameter

    lebih dari 3,5 in. Posisi sumber sedemikian rupa sehingga radiasi melalui dua

    dinding las sedangkan pada film hanya tergambar satu dinding las yang dekat

    dengan film untuk diinterpretasi. Teknik DWSI meliputi :

    a) Teknik kontak

    Teknik ini dilakukan dengan melekatkan sumber ke permukaan lasan benda

    uji. Diameter luar benda uji besarnya minimal sama atau lebih besar dari SFD

    minimal untuk bisa dilakukan tehnik ini.seperti yang ditukkan pada Gambar 2.11

    Gambar 2.11 Teknik DWSI – kontak

    b) Teknik non kontak

    Jika diameter benda uji besarnya lebih kecil dari SFD minimal maka

    penempatan sumber dapat diletakkan agak jauh dari permukaan tetapi diatur

    sedemikian rupa hingga dinding atas las tidak tergambar pada film, seperti yang

    ditunjukkan Gambar 2.12

  • 26

    Gambar 2.12 Teknik DWSI – non Contact

    1. Double wall double image (DWDI)

    Benda uji dengan diameter luar yang kecil tidak mungkin diterapkan teknik

    SWSI maupun DWSI. Beberapa standar merekomendasikan teknik DWDI

    diterapkan pada benda uji berupa Pipa dengan diameter kurang dari 3,5 in.

    Teknik DWDI merupakan teknik penyinaran dengan posisi sumber radiasi

    sedemikian rupa sehingga radiasi menembus kedua dinding benda uji dan pada

    film tergambar kedua dinding las tersebut untuk di interpretasi. Teknik

    DWDI meliputi :

    a. Teknik elips

    Teknik ini dilakukan dengan posisi sumber radiasi membentuk sudut tertentu

    terhadap bidang normal las sehingga gambar kedua bagian dinding benda uji

    berbentuk elips, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.13

    Gambar 2.13 Teknik DWDI – elips

    b. Teknik superimposed

  • 27

    Sebagai alternatif bila teknik elips tidak dapat diterapkan maka teknik DWDI

    dilakukan dengan meletakkan sumber tegak lurusterhadap benda uji

    sehingga gambar kedua dinding benda uji bertumpuk, seperti yang di tunjukkan

    Gambar 2.14

    Gambar 2.14 Teknik DWDI – superimposed

    Sumber radiografi

    Ada dua sumber penyinaran pada pengujian radiografi yaitu

    menggunakan sinar – χ dan sinar – γ.

    a. Sinar – χ ( χ - ray)

    Persyaratan pembangkitan sinar x yaitu:

    1. Memiliki sumber elektron.

    2. Memiliki cara untuk mempercepat electron hingga berkecepatan tinggi.

    3. Memiliki sasaran untuk menerima tumbukan elektron.

    Sinar x dihasilkan apabila elektron bebas berkecepatan tinggi memberikan

    sejumlah energinya selama berinteraksi dengan elektron di orbit atau inti atom.

    Makin tinggi kecepatan elektron-elektron bebas tersebut, makin besar energi sinar

    x yang dihasilkannya. Sinar χ dapat dihasilkan dengan menumbukkan elektron

    yang dilepaskan oleh katoda pada anoda di dalam suatu tabung hampa udara.

    Sifat – sifat sinar - χ yang dihasilkan sangat tergantung pada tegangan dan arus

    dari tabung, makin tinggi tegangannya makin besar daya tembus dari sinar – χ yang

  • 28

    dihasilkan. Sedangkan arus tabung yang besar akan mempertinggi intensitas sinar –

    χ.

    b. Sinar - γ (γ - ray)

    Unsur – unsur tidak stabil yang juga disebut radioisotop dalam proses

    menuju kestabilanya akan memancarkan gelombang elektromagnet yang

    dinamakan sinar – γ. Karena pemancarannya ini maka radioisotop makin lama

    makin lemah. Waktu yang dijalani sehingga kekuatan penyinarannya menjadi

    setengahnya disebut waktu setengah umur. Untuk keperluan pengujian tidak

    merusak dengan sendirinya harus menggunakan radioisotop yang mempunyai

    waktu setengah umur beberapa hari. Dalam hal ini biasanya digunakan

    isotop-isotop Cesium (Cs), Iridium (Ir) atau Tulium (Tm). Ada dua macam

    isotop radioaktip yang umum digunakan dalam radiografi industri.

    Cobalt-60 merupakan isotop buatan dengan waktu paruh 5.3 tahun.

    Iridium-192 merupakan isotop buatan dengan waktu paruh 75 hari. Isotop-isotop

    lainnya yang kadangkala digunakan yaitu:

    1. Radium-226 merupakan isotop alami dengan waktu paruh 1600 tahun.

    2. Cesium-137 merupakan hasil proses fisi, memiliki waktu paruh 30 tahun.

    3. Thulium-170 merupakan isotop buatan dengan waktu paruh 130 hari.

    Karena radioisotop selalu memancarkan sinar - γ maka apabila tidak dipakai harus

    di simpan dalam tabung pelindung yang terbuat dari timbal dan paduan wolfarm.

    Pemancaran sinar - γ dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu pemancaran satu arah

    yang dilakukan dengan membuka tutup tabung pelindung, pemancaran silinder yang

    dilakukan dengan membuka pelindung dinding tabung, dan pancaran ke segala arah

    dengan meletakkan radioisotop pada tempat yang telah dipilih tanpa memakai

    tabung pelindung, seperti yang di tunjukkan pada Gambar 2.15

  • 29

    Gambar 2.15 Penyinaran Film

    Film

    Salah satu alat yang digunakan dalam pengujian radiografi adalah film. Film

    berfungsi untuk merekam gambar benda uji yang diperiksa. Bahan dasar film

    terbuat dari bahan sejenis plastik transparan yaitu Cellulosa Acetat , yang

    mempunyai sifat fleksibel, ringan, tidak mudah pecah, dan tembus cahaya. Kedua

    permukaannya dilapisi suatu emulsi yang mengandung persenyawaan AgBr (

    Perak Bromida ), untuk melindungi lapisan emulsi agar tidak cepat rusak maka di

    atasnya dilapisi lagi dengan gelatin, Gambar 2.16 menunjukkan penyinaran

    menggunakan film.

    Gambar 2.16 Radiografi menggunakan film

  • 30

    Berikut ini adalah penyusun film yang di gunakan untuk merekam benda uji

    yang di periksa :

    Keterangan:

    :Gambar 2.17 Penyusun film

    Radiasi mengenai film dan mengionisasi AgBr menjadi Ag+ dan Br- sehingga

    terbentuk bayangan laten kemudian di developer bayangan laten dimunculkan

    dengan mereduksi Ag+ menjadi Ag, sedangkan Br- larut. Kemudian di fixer,

    sehingga senyawa AgBr yang belum diionisasi akan larut.

    Persyaratan film :

    1. Tidak ada discontinuity fisik

    2 . Density terang / gelap diukur dengan densitometer. Densitas harus

    mempunyai syarat (0,8-4) untuk x-ray, sedangkan gama-ray harus memiliki

    (2,0-4)

    3. Sensitivity (kawat yang harus muncul pada hasil radiography)

    4. Tidak ada back scarter

    Penetrameter (Image quality indikator)

    Pemilihan parameter dan penempatannya harus sesuai dengan yang digunakan.

    Digunakan standart IQI ASTM/ASME yang terdiri atas 21 kawat, disusun menjadi

    4 set dimana setiap set berisi 6 kawat, seperti yang ditunjukkan Tabel 2.5

    Tabel 2.5 Wire IQI Tipe Kawat ASTM

    WIRE IQI DESGINATION, WIRE DIAMTER, AND WIRE IDENTITY

    SET A SET B

    Wire Diameter, in. (mm) Wire

    Identity

    Wire Diamter, in. (mm) Wire

    Identity

    0,0032 0,08 1 0,010 0,25 6

    0,004 0,01 2 0,013 0,33 7

    0,005 0,13 3 0,016 0,41 8

    0,0063 0,16 4 0,020 0,51 9

  • 31

    WIRE IQI DESGINATION, WIRE DIAMTER, AND WIRE IDENTITY

    SET A SET B

    Wire Diameter, in. (mm) Wire

    Identity

    Wire Diamter, in. (mm) Wire

    Identity

    0,008 0,20 5 0,025 0,64 10

    0,010 0,25 6 0,032 0,81 11

    SET C SET D

    Wire Diameter, in. (mm) Wire

    Identity

    Wire Diameter,

    in.

    (mm) Wire

    Identity

    0,032 0,81 11 0,100 2,54 16

    0,040 1,02 12 0,126 3,20 17

    0,050 1,27 13 0,160 4,06 18

    0,063 1,60 14 0,200 5,08 19

    0,080 2,03 15 0,250 6,35 20

    0100 2,54 16 0,320 8.13 21

    Sketsa pemasangan IQI tipe kawat ASTM seperti ditunjukkan pada

    Gambar 2.18

    Gambar 2.18 Sketsa IQI tipe kawat ASTM/ASME

    Macam – macam IQI seperti pada gambar 2.19

    Gambar 2.19 Macam – macam IQI

  • 32

    Fungsi dari IQI antara lain :

    1. Digunakan sebagai media pengukur tingkat kualitas radiografi (sensitivity)

    2. Menentukan kualitas gambar radiografi

    Sensitivitas adalah kemampuan untuk memunculkan discontinuity

    terkecil yang dapat terdeteksi melalui diameter wire. Jika tingkat kegelapan

    film sinar X terlalu pekat, maka discontinuity-discontinuity kecil akan sulit

    terdeteks. Demikian juga sebaliknya jika terlalu terang, discontinuity-

    discontinuity juga sulit terdeteksi.

    2.11.2. Uji Microscope Optic (Metallography Test)

    Metalografi merupakan suatu metode untuk mengamati struktur mikro logam

    dengan menggunakan mikroskop optik dan mikroskop elektron. Sedangkan

    struktur yang terlihat pada mikroskop tersebut disebut mikrostruktur. Pengamatan

    tersebut dilakukan terhadap spesimen yang telah diproses sehingga bisa diamati

    dengan pembesaran tertentu. Bentuk partikel dan ukuran perbesaran untuk dapat

    mengamatinya serta batas resolusi alat optik dapat dilihat pada grafik pada

    Gambar 2.20 dan Gambar 2.21

    Gambar 2.20 Dimensional of Structural Feature (Callister Jr, W., 2007)

    Gambar 2.21 Batas Resolusi Alat Optik (Callister Jr, W., 2007)

  • 33

    Agar permukaan logam dapat diamati secara metalografi, maka terlebih dahulu dilakukan persiapan sebagai berikut :

    1. Pemotongan spesimen

    Pada tahap ini, diharapkan spesimen dalam keadaan datar, sehingga

    memudahkan dalam pengamatan (Callister Jr, W., 2007).

    2. Mounting spesimen (bila diperlukan)

    Tahap mounting ini, spesimen hanya dilakukan untuk material yang kecil atau

    tipis saja. Sedangkan untuk material yang tebal, tidak memerlukan proses

    mounting (Callister Jr, W., 2007).

    3. Grinding dan Polishing

    Tahap grinding dan polishing ini bertujuan untuk membentuk permukaan

    spesimen agar benar-benar rata. Grinding dilakukan dengan cara menggosok

    spesimen pada mesin hand grinding yang diberi kertas gosok dengan ukuran grid

    yang paling kasar sampai yang paling halus. Sedangkan polishing sendiri dilakukan

    dengan menggosokkan spesimen diatas mesin polishing machine yang dilengkapi

    dengan kain wool yang diberi serbuk alumina dengan kehalusan 1-0,05 mikron.

    Panambahan serbuk alumina ini bertujuan untuk lebih menghaluskan permukaan

    spesimen sehinggan akan lebih mudah melakukan metalografi (Callister Jr, W.,

    2007).

    4. Etsa (etching)

    Proses etsa ini pada dasarnya adalah proses korosi atau mengorosikan

    permukaan spesimen yang telah rata karena proses grinding dan polishing menjadi

    tidak rata lagi. Ketidakrataan permukaan spesimen ini dikarenakan mikrostruktur

    yang berbeda akan dilarutkan dengan kecepatan yang berbeda, sehingga

    meninggalkan bekas permukaan dengan orientasi sudut yang berbeda pula. Pada

    pelaksanaannya, proses etsa ini dilakukan dengan cara mencelupkan spesimen pada

    cairan etsa dimana tiap jenis logam mempunyai cairan etsa (etching reagent)

    sendiri-sendiri. Setelah permukaan spesimen dietsa, maka spesimen tersebut siap

    untuk diamati di bawah mikroskop dan pengambilan foto metalografi.

    Pengamatan metalografi pada dasarnya adalah melihat perbedaan intensitas

    sinar pantul permukaan logam yang dimasukkan ke dalam mikroskop sehingga

    terjadi gambar yang berbeda (gelap, agak terang, terang). Dengan demikian apabila

  • 34

    seberkas sinar dikenakan pada permukaan spesimen maka sinar tersebut akan

    dipantulkan sesuai dengan orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar.

    Semakin tidak rata permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang terpantul

    ke dalam mikroskop. Akibatnya, warna yang tampak pada mikroskop adalah warna

    hitam. Sedangkan permukaan yang sedikit terkorosi akan tampak berwarna terang

    (putih). Perhatikan Gambar 2.22 yang menunjukkan pengaruh efek proses etsa

    permukaan spesimen yang telah mengalami proses grinding dan polishing (Callister

    Jr, W., 2007)

    Gambar 2.22 Pantulan Sinar pada Pengamatan Metalografi (Callister Jr, W., 2007)

    2.11.3. Uji SEM-EDX

    Pengujian material dengan alat SEM (Scanning Electron Microscope) dan

    EDX (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy) serta Auto Fine Coater. SEM

    digunakan untuk studi detil arsitektur permukaan sel (atau struktur jasad renik

    lainnya), dan obyek diamati secara tiga dimensi. SEM juga bisa digunakan untuk

    mengukur ketebalan sample. Sedangkan EDX digunakan untuk mengetahui

    komposisi unsur dari material. Alat Fine Coater merupakan alat untuk melapisi

    material yang bersifat non konduktor dengan lapisan metal. Scanning Electron

    Microscopy (SEM) adalah Elektron yang memiliki resolusi yang lebih tinggi

    daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200nm sedangkan elektron bisa

    mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2 nm. Dibawah ini diberikan perbandingan

    hasil gambar 2.23 mikroskop cahaya dengan elektron.

  • 35

    Gambar 2.23 Perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya dengan elektron

    Disamping itu dengan menggunakan elektron kita juga bisa mendapatkan

    beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron

    mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis

    dan pantulan non elastis seperti pada gambar dibawah ini.

    Gambar 2.24 Pantulan Elastis dan Pantulan non Elastis

    Pada sebuah mikroskop elektron (SEM) terdapat beberapa peralatan

    utama antara lain:

    1. Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang

    mudah melepas elektron misal tungsten.

    2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan

    negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet.

    3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada

    molekul udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar

    oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul

    udara menjadi sangat penting.

  • 36

    Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:

    1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan

    anoda.

    2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.

    3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan

    diarahkan oleh koil pemindai.

    4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron

    baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).

    Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:

    Gambar 2.25 skema SEM (istate.edu)

    Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan

    inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan

    dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Sinyal -sinyal

    tersebut dijelaskan pada gambar dibawah ini.

  • 37

    Gambar 2.26 Gambar pantulan Inelastic dan gambar pantulan Elastic

    Perbedaan Gambar dari sinyal elektron sekunder dengan backscattered adalah

    sebagai berikut: elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang

    dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah.

    Sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari atom

    – atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan

    berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah. Contoh

    perbandingan gambar dari kedua sinyal ini disajikan pada gambar dibawah ini.

    Gambar 2.27 Secondary Electrons dan Backscattered Electrons

    Mekanisme kontras dari elektron sekunder dijelaskan dengan gambar

    dibawah ini. Permukaan yang tinggi akan lebih banyak melepaskan elektron dan

    menghasilkan gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah atau

    datar.

    Gambar 2.28 Mekanisme Kontras Dari Elektron Sekunder

  • 38

    Sedangkan mekasime kontras dari backscattered elektron dijelaskan dengan

    gambar dibawah ini yang secara prinsip atom – atom dengan densitas atau berat

    molekul lebih besar akan memantulkan lebih banyak elektron sehingga tampak

    lebih cerah dari atom berdensitas rendah. Maka teknik ini sangat berguna untuk

    membedakan jenis atom.

    Gambar 2.29 Mekanisme Kontras dari Backscattered Elektron

    Namun untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom

    para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDX (Energy Dispersive X-ray

    Spectroscopy). Sebagian besar ala