analisis semiotika terhadap foto habitus...

107
ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH TEMPO EDISI 13-19 SEPTEMBER 2010 Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Ahmad Algifari NIM : 1110051100074 KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

Upload: lynhan

Post on 14-Jun-2018

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB

KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH TEMPO

EDISI 13-19 SEPTEMBER 2010

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Ahmad Algifari

NIM : 1110051100074

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2017 M

Page 2: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

i

Page 3: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

ii

Page 4: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

iii

Page 5: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

iv

ABSTRAK

Ahmad Algifari

1110051100074

Analisis Semiotika Terhadap Foto Habitus Habib Karya Dwianto Wibowo

Pada Majalah Tempo Edisi 13-19 September 2010

Sosok habib yang dikenal sangat religius serta bertalian langsung dengan

Rasulullah SAW menjadikannya begitu diagungkan oleh para jamaah. Identitas

tersebut menjadi pembeda antara masyarakat dengan habib itu sendiri, sehingga

berhasil menarik simpati ribuan jamaahnya. Hal tersebut membuktikan bahwa

konstruksi identitas secara budaya berhasil diterapkan habib kepada para

jamaahya. Konstruksi identitas yang dilakukan oleh habib itulah yang kemudian

coba dibekukan ke dalam media fotografi oleh fotografer harian lepas Tempo

yaitu Dwianto Wibowo. Dengan tajuk Habitus Habib, Dwianto mencoba

mengabadikan setiap momen pengagungan yang dilakukan jamaah kepada sosok

habib itu sendiri.

Berdasarkan latar belakang di atas untuk mengetahui bagaimana kontruksi

identitas yang dilakukan habib kepada jamaahnya, maka munculah pertanyaan bagaimana makna denotasi, konotasi, serta mitos dalam foto Habitus Habib karya

Dwianto Wibowo?

Penelitian yang digunakan menggunakan paradigma konstruktivis dengan

pendekatan kualitatif. Foto yang dianalisis menggunakan metode penelitian

semiotika Roland Barthes. Dengan metode Roland Barthes dalam menganalisis

foto ditekankan pada makna yang terurai antara makna denotasi, konotasi dan

mitos. Selanjutnya, penulis menambahkan dengan temuan-temuan makna yang

mengarah kepada konstruksi identitas sosok habib.

Setelah melakukan pengkajian makna dengan menggunakan analisis

semiotika Roland Barthes, penulis menemukan bahwa adanya pengagungan yang

dilakukan jamaah kepada sosok habib. Pengagungan itu sendiri terlihat dari

jamaah yang begitu antusias dalam mengikuti berbagai rangkaian kegiatan yang

dipimpin oleh sosok habib.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sosok habib berhasil

melakukan konstruksi identitasnya secara budaya, yang mengakibatkan para

jamaah mengagungkan sosok habib itu sendiri. Pengagungan tersebut didasarkan

atas pertalian habib dengan Rosul, sehingga jamaah meyakini bahwa sosok habib

sebagai sosok yang religius serta memiliki kesamaan prilaku dengan Rosulullah

SAW. Hal tersebut membuktikan bahwa betapa fotografi memberikan informasi

yang tidak hanya tersurat namun juga tersirat.

Kata Kunci : Habib, Konstruksi Identitas, semiotika, fotografi jurnalistik

Page 6: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah Subhanahu wata’alaa, yang telah memberikan hidayah, nikmat,

serta pertolongan yang terus menerus dipertunjukan kepada penulis. Sehingga

terselesaikannya skripsi ini. Shalawat serta salam terhaturkan kepada Pemimpin

Agung Al-Mustafa Sayyidina Muhammad SAW, beserta keluarga dan para

sahabatnya yang telah membawa ajaran kebaikan dan cinta kepada umatnya.

Setelah beberapa semester lamanya menimba ilmu di kampus tercinta,

akhirnya skripsi yang berjudul “Analisis Semiotika Terhadap foto Habbitus

Habib Karya Dwianto Wibowo Pada Majalah Tempo Edisi 13-19 September

2010” dapat terselesaikan. Penulis menyadari, karya ini belum mencapai

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis membuka dengan lebar kritik dan saran

para pembaca. Penulisan karya ini juga tidak terlepas dari bantuan banyak pihak.

Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Suparto, M,Ed, Ph,D selaku Wakil Dekan I Bidang

Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang

Administrasi Umum, dan Dr. Suhaimi, M.Si selaki Wakil Dekan III

Bidang Kemahasiswaan.

2. Ketua Prodi Jurusan Jurnalistik, Kholis Ridho, M. Si. Sekertaris

Konsesntrasi Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. yang telah

Page 7: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

vi

meluangkan waktu untuk berkonsultasi dan meminta bantuan dalam hal

perkuliahan.

3. Ade Rina Farida M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

waktu, pengetahuan, dan nasihat selayaknya ibu sendiri dalam masa

bimbingan, sehinggga dapat memotivasi penulis dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

4. Terima kasih kepada seluruh dosen, Karyawan, dan Staf Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu-ilmunya kepada penulis selama menimba ilmu dari

semester awal hingga saat ini.

5. Terima kasih kepada segenap staf Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi.

6. Terima kasih kepada fotografer Tempo Dwianto Wibowo selaku

narasumber yang telah meluangkan waktu untuk wawancara serta berbagi

wawasan dan pengalaman kepada penulis.

7. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada Alm. H. Ahmad

Nahrowi dan Ibu Hj. Lili Suryani selaku orang tua terbaik dan motivasi

tertinggi dalam hidup, yang senantiasa melapangkan jalan kehidupan

penulis dengan do’a, perhatian dan kasih sayang. Terima kasih telah

bersabar.

8. Terima kasih kepada kakak serta adik penulis, Syahrul Mubarok, Ahmad

Hadadi, S.S., Nurul Fikri Almufid, Fatimah Azzahra, Rohmaniyati,

Page 8: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

vii

S.Pd.I., dan Mimi Muthmainnah, S.Pd.I., yang tiada hentinya memberi

dukungan baik yang bersifat moril mapun materil.

9. Terima kasih kepada Tsuaibatul Aslamiyah yang telah banyak memberi

semangat dan kasih sayang kepada penulis.

10. Terima kasih kepada sahabat-sahabat Jurnalistik UIN 2010, Rizki

Solehudin, Irvan Ramadhan, Isye Naisila, Anastasia Nur Pramesti, Ika

Suci Agustin, Annisa Haismaida, Farhan Kamal, Rijuan Hartadian,

Ardiansyah Pratama, Miftah Farid, Fakhri Hermansyah, Hanggi Tyo,

Khoirul Imam Ghozali, Nur Hakim, Yoga Anarki, Aulia Rahmi, Kristanti,

Latifa Sofyan, Athifa Rahma, Weldania, Diyah Halim, Hetty Choiriyah,

Damar Yudhistira, Fajar Yugaswara, Dwiyan Pratiyo, Rahmaidah

Hasibuan, Kenwal, Ambar, Ahmad Syahyunas, Erna, Nurviki Hidayati,

serta seluruh sahabat Jurnalistik B dan khususnya yang selalu memberikan

semangat serta pencerahan dalam melakukan penelitian. Tidak lupa

mahasiswa Jurnalistik dari seluruh angkatan, semoga tali silaturahmi kita

akan terus abadi. Amin

11. Terima kasih kepada keluarga besar LPM Journo Liberta yang telah

mengajarkan penulis tentang betapa pentingnya menjadi manusia yang

bermanfaat bagi manusia lainnya, terlebih dalam memberikan ilmu serta

pengalaman di bidang kejurnalistikan.

12. Terima kasih kepada keluarga besar DPR, Dimaz Qumz, Abdurrachman,

Afrizal Putra Arafat, Ali Reza Assegap, Alvian Delingga, Asep Azhari,

Basyaria Al Yunatan, Bill, Manggala, Deaz Hendry, Fanhari Nugroho,

Fathur Rohman, Fikri Febrina, Fitriadi Fauzan, Gilang Adhitya, Hakim

Page 9: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

viii

Husein, Hendri Bagong, Ilham Renzia, Jentel Chairnosia, Kahfi Ibrahim,

Kiting, Kun, Mahesa Agung, Mario Chaisar, Matley, Maulana Fitrah,

Norhalim, Mukhlas, Rahmat Darmawan, Reza Fadhila, Reza, Ridho, Rifky

Vahrizal, Rirqi Irsyad, Tri Saputra, Wildan, Yogi Bilowo, dan Aisyah

Zhafira yang selalu memberi ruang, waktu, inspirasi dan imaji kepada

penulis.

13. Terima kasih kepada keluarga besar Sophiart Photo, Al-Atqia, FKMA,

Galeri Watoe Ireng, JB Techne, Teater Korek dan Komunitas Matahari

Hujan.

14. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang membantu

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bekasi, 10 Juli 2017

Page 10: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ………………………. ii

LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………… iii

ABSTRAK …………………………………………………………....... iv

KATA PENGANTAR …………………………………………………. v

DAFTAR ISI …………………………………………………………... ix

DAFTAR TABEL …………………………………………………....... xii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………………………….. 1

B. Batasan Dan Rumusan Masalah …………………..

1. Batasan Masalah ……………………………...

2. Rumusan Masalah ……………………………

7

7

8

C. Tujuan Penelitian ………………………………… 8

D. Manfaat Penelitian ………………………………..

1. Manfaat Akademis …………………………...

2. Manfaat Praktis ………………………………

8

8

9

E. Metodologi Penelitian ……………………………

1. Paradigma Penelitian …………………………

2. Pendekatan Penelitian ………………………..

3. Metode Penelitian …………………………….

4. Sumber Data ………………………………….

5. Teknik Analisis Data …………………………

9

9

10

10

10

11

Page 11: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

x

6. Subjek dan Objek Penelitian ………………… 12

F. Tinjauan Pustaka ………………………………… 12

G. Sistematika Penulisan ……………………………. 13

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Fotografi ……………...

1. Pengertian Fotografi …………………………

2. Sejarah Fotografi ……………………………..

3. Aliran-aliran Fotografi ……………………….

15

15

16

18

B. Tinjauan Umum Tentang Fotografi Jurnalistik

1. Pengertian Fotografi Jurnalistik ……………..

2. Sejarah Fotografi Jurnalistik ………………...

3. Jenis-jenis Fotografi Jurnalistik …………...…

4. Etika Fotografi Jurnalistik ……………………

22

22

23

27

28

C. Tinjauan Umum Tentang Semiotika ……………..

1. Semiotika Ferdinand De Saussure …………...

2. Semiotika Roland Barthes …………………...

3. Semiotika Charles Sanders Peirce …………...

30

31

33

39

D. Tinjauan Umum Tentang Konstruksi Identitas …...

1. Konsep Diri …………………………………...

2. Lingkuan Sosial ………………………………..

40

42

44

E. Tinjauan Umum Tentang Habib ………………… 45

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Profil Majalah Tempo ……………………………

B. Profil Dwianto Wibowo ………………………….

49

52

Page 12: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

xi

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Analisis Data Foto 1 ……………………………...

1. Tahap Denotasi ……………………………….

2. Tahap Konotasi ………………………………

3. Tahap Mitos …………………………………..

58

58

59

64

B. Analisis Data Foto 2 ……………………………...

1. Tahap Denotasi ……………………………….

2. Tahap Konotasi ………………………………

3. Tahap Mitos …………………………………..

66

66

66

70

C. Analisis Data Foto 3 ……………………………...

1. Tahap Denotasi ……………………………….

2. Tahap Konotasi ………………………………

3. Tahap Mitos …………………………………..

72

72

73

76

D. Analisis Data Foto 4 ……………………………...

1. Tahap Denotasi ……………………………….

2. Tahap Konotasi ………………………………

3. Tahap Mitos …………………………………..

77

77

78

80

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………

1. Tahap Denotasi ……………………………...

2. Tahap Konotasi ……………………………...

3. Tahap Mitos …………………………………

81

82

82

83

B. Saran …………………………………………….. 84

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 86

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………………. 89

Page 13: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Peta Tanda Roland Barthes …………………………………… 34

Tabel 2 : Pemaknaan photogenia dalam menganalisis foto …………….. 36

Page 14: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat modern di seluruh dunia, mempunyai kecenderungan

materialistis dan sekular termasuk di kota-kota besar seperti Jakarta, materi

menjadi tolak ukur segalanya, kesuksesan dan kebahagiaan ditentukan oleh

materi. Orang-orang berlomba mendapatkan materi sebanyak-banyaknya dan

menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, akibatnya manusia sering

lepas kontrol. Nilai-nilai kemanusiaan semakin surut, toleransi sosial,

solidaritas serta ukhuwah Islamiyah sesama umat Islam semakin memudar,

manusia semakin individual. Di tengah suasana seperti itu, manusia

merasakan kerinduan akan nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai ilahi, nilai-nilai

yang dapat menuntun manusia kepada fitrahnya. Oleh karena itu, manusia

mulai tertarik untuk mempelajari tashawuf-tarikat dan berusaha untuk

mengamalkannya. Hal ini terlihat dengan tumbuhnya majlis-majlis tasawuf-

tarikat dengan segala amalan-amalan dan dzikir-dzikirnya.1

Sementara di Indonesia, terutama di saat penyiaran agama Islam yang

dilaksanakan oleh para wali dahulu, juga mempergunakan majelis taklim

sebagai penyampaian dakwah. Itulah sebabnya, untuk Indonesia, majelis

taklim dapat disebut sebagai lembaga dakwah dan pendidikan tertua. Barulah

kemudian seiring dengan perkembangan ilmu dan pengembangan

manajemen pendidikan, di samping majelis taklim yang bersifat non formal,

1 Sri Mulyati, (et.al) Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia,

(Jakarta: Prenada Media, 2000), hal. 5.

Page 15: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

2

tumbuh pula lembaga pendidikan yang bersifat formal seperti pesantren,

madrasah dan sekolah.2

Menurut undang-undang Sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan

majelis taklim termasuk dalam kategori pendidikan non formal. Pendidikan

non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan

layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau

pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang

hayat.3 Sebagai pendidikan non formal majelis taklim lebih berorientasi pada

penanaman nilai-nilai islam tanpa mengesampingkan etika sosial dan

moralitas sosial. 4

Dengan berkembangnya majelis taklim yang dipimpin para habib di

Jakarta memang berhasil menarik simpati warga pinggiran kota. Kopiah

putih, gamis yang dibalut jaket hitam dengan sulaman benang emas di

punggung bertuliskan Majelis Rasulullah, serta sorban dan bendera, seolah

menjadi identitas tetap bagi jamaah pengajian majelis itu. Pengajian Majelis

Rasulullah (MR) yang diasuh Habib Mundzir bin Fuad Almusawa serta

majelis Shalawat dan Zikir Nurul Musthofa (NM) yang dipimpin Habib

Hasan bin Jafar Assegaf. Dua pengajian itu diklaim memiliki jamaah terbesar

nomor wahid di Ibu Kota. MR mengklaim memiliki 50 ribu jamaah, NM

mengaku menggaet 20 ribu orang. Menariknya peserta pengajian kebanyakan

anak-anak muda. Seolah menguatkan pandangan orang-orang di perkotaan

2 Muhammad Yusuf Purungan "Peranan Majelis Taklim dalam Keluarga Sakinah

Masyarakat Muslim di Kota Padangsidimpuan", Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN

Padangsidimpuan Volume 9 No.1, 2014, hal. 123. 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Jakarta: Depdiknas, 2003), hal. 18.

4 A. Qodri A. Azizy, “Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial”, (Semarang:

Aneka Ilmu, 2003), hal. 23.

Page 16: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

3

khususnya anak muda mengalami kekeringan nilai-nilai spiritual. Julia Day

Howell dan tokoh lainnya yang berbicara urban priority. Mereka

berbicara bahwa masyarakat perkotaan dengan tingkat individualistik tinggi,

alienasi masyarakat terhadap hal-hal lebih luhur menyebabkan

kekeringan dan dahaga luar biasa. Ismail F. Alatas, Dosen Universitas

Indonesia menambahkan bahwa praktek-praktek keagamaan di kota yang

manampakkan aspek rasional dari agama. Sehingga aspek emosional dan

eksperiensial hilang. Sedangkan majelis-majelis MR dan NM ini justru

mengedepankan aspek eksperiensial dan emosional. Mereka memainkan

hadrah, membaca maulid Nabi, bershalawat bersama, memakai gendang,

membuat orang mendapatkan pengalaman spiritual yang tidak didapatkan

dalam instruksi keberagamaan yang kering.5 Hal tersebut tidak terlepas dari

sosok seorang Habib sebagai motor penggerak majelis taklim. Peran Habib di

majelis taklim sangatlah sentral, semua kegiatan yang dilakukan oleh majelis

taklim berada dibawah keputusan dan pengawasan Habib, tentunya dengan

didasarkan kepada Al-qur’an dan Hadis.

Melihat pemaparan di atas, fenomena habib belakangan ini sangat

digandrungi oleh masyarakat khususnya kaum muda. Bahkan Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan bela sungkawa ketika melayat

di kediaman pimpinan majelis Rosululloh, Habib Munzir Al-Musawa. Dalam

pidatonya SBY mengucapkan berduka dan berkabung atas wafatnya

almarhum habib Munzir yang dinilai sebagai ulama yang sangat ia dan

5 Merdeka.com, “Ismail F. Alatas (2): Majelis wadah eksistensi warga pinggiran”,

diakses dari https://www.merdeka.com/khas/ismail-f-alatas-2-majelis-wadah-eksistensi-warga-

pinggiran.html, pada tanggal 1 Februari 2017

Page 17: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

4

masyarakat cintai. Serta mendoakan almarhum agar diberikan tempat yang

mulia di sisi Allah SWT.6

Menurut Quraish Shihab dalam Mistik, Seks dan Ibadah (2004),

'habib' dalam bahasa Arab artinya dicintai. Siapa pun boleh pakai nama itu

selama ia dicintai oleh masyarakat. Sementara, menurut masyarakat muslim

Indonesia terlebih masyarakat Betawi, gelar habib disematkan bagi orang

saleh dan berbudi luhur serta memiliki garis keturunan hingga Rasulullah.

Istilah habib sama dengan istilah sayid atau Husainy dan Hasany. Di

Indonesia, baik istilah habib atau sayid identik keturunan Nabi. Menurut

Habib Zein bin Umar bin Smith, ketua umum dewan pimpinan pusat

Rabithah Alawiyah, ada perbedaan antara habib dan sayid. Seorang sayid

belum tentu habib. Sebaliknya, orang yang bergelar habib sudah pasti

keturunan Nabi. Ia mengisahkan bagaimana keturunan sayid ini hijrah ke

Hadramaut, sebuah lembah di Yaman. Hijrahnya para sayid ini dikarenakan

ingin menjaga anak dan keturunannya agar dapat memegang ajaran agama

yang murni dan tidak terkontaminasi segala macam masalah politik, sebab

Hadramaut pada kala itu adalah negeri yang miskin, kering kerontang, dan

tidak ada apa-apa. Mereka ini kemudian menyebar ke Asia Tenggara

termasuk ke Indonesia.7

Seorang habib yang dikenal sebagai sosok yang religius menjadikan

dirinya sebagai model bagi para pengikutnya. Dan kemudian para

6 Liputan6.com, “Habib Munzir Meninggal, SBY Sampaikan Duka Mendalam”, diakses

dari http://news.liputan6.com/read/693808/habib-munzir-meninggal-sby-sampaikan-duka-

mendalam, pada tanggal 1 Februari 2017 7 Tirto.id, ”Seluk Beluk Para Habib Mereka datang ke Nusantara Demi Cincin Sulaiman

“, diakses dari https://tirto.id/mereka-datang-ke-nusantara-demi-cincin-sulaiman-chdg#, pada

tanggal 1 Februari 2017

Page 18: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

5

pengikutnya mengamati pesan, tingkah laku, dan cara berpakaian yang

ditampilkan oleh sosok habib sebagai cerminan dari sikap Rasululah SAW.

Ditambah lagi dengan tujuan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT,

membuat para pengikutnya tanpa keraguan mengikuti atau meniru tingkah

laku yang menjadi identitas yang melekat pada sosok habib itu sendiri.

Identitas yang dikenalkan oleh habib kepada para jamaahnya menjadi

pembeda bagi masyarakat dan habib itu sendiri. Menurut Chris Barker

identitas adalah soal persamaan dan perbedaan tentang aspek personal dan

sosial, tentang kesamaan individu dengan sejumlah orang dan apa yang

membedakan individu dengan orang lain. Dilihat dari bentuknya ada tiga

faktor yang mempengaruhi identitas tersebut yaitu identitas budaya, sosial,

dan pribadi. Sementara pengertian kontruksi identitas menurut Chris Barker

adalah bangunan identitas diri, memperlihatkan siapa diri kita sebenarnya dan

kesamaan kita dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan kita dari

orang lain.8

Konstruksi Identitas yang dilakukan habib sangat berpengaruh atas

perubahan pola tingkah laku, ajaran keagamaan, dan yang paling telihat

adalah dari segi berpakaian para jamaah majelis. Habib sudah menjadi sosok

yang diidolakan oleh jamaah, semua tingkahlaku, perbuatan sudah mencapai

tahap pengimitasian. Artinya konstruksi identitas habib itu sendiri sudah

diterima dengan tangan terbuka oleh para jamaahnya.

Menyiarkan Islam atau berdakwah yang melibatkan habib belakangan

seperti menjadi tren, fenomena terbaru belakangan ini munculnya tokoh-

8 Chris Barker, Cultural, Studies, Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004),

hal. 172.

Page 19: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

6

tokoh habib muda berusia 30-40 tahunan yang merupakan lulusan sekolah

agama di Yaman atau negara timur lainnya. Para habib dalam pemberitaan di

Tempo mendeskripsikan habib sebagai sosok yang sangat digandrungi oleh

kaum muda, 9

Dalam pemberitaan Tempo yang berjudul Malam Minggu Bersama

Habib mempunyai maksud dan tujuan tersendiri. Penulis menafsirkan Tempo

yang dalam hal ini diwakilkan oleh fotografer Dwianto Wibowo mempunyai

maksud ingin melihat mengapa para habib bisa memikat ribuan orang, dan

seberapa jauh pengaruh mereka terhadap pengikutnya. Untuk mengetahui

maksud dan tujuan tersebut dibutuhkan suatu analisis. Dalam hal ini penulis

menggunakan analisis semiotika untuk mengetahui makna yang tersirat dan

tersurat dalam foto Habitus Habib Karya Dwianto wibowo dalam Majalah

Tempo.

Dwianto menerangkan dalam narasinya,10

bagaimana kehadiran habib

di Indonesia mampu membentuk kebiasaan, sifat yang baik, atau penampilan,

yang telah menjadi prilaku mendarah daging. Seperti halnya dalam

berpakaian, bagaimana budaya ini telah menyatu dalamgaya hidup mereka

dan menjadi sebuah habitus yang dapat dikatakan positif di zaman modern

ini.

Sebagai pemimpin dan penyebar agama Islam, seorang keturunan

Arab dapat lebih diandalkan. Saat ini di Jakarta sendiri dikenal (Alm) Habib

Munzir al-Musawa (Majelis Rosulullah) dan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf

9 Tempo.co, Karnaval Habib Kota, artikel diakses dari

https://store.tempo.co/majalah/detail/MC201211020018/karnaval-habib-kota#.WWiQboUxXYU,

pada tanggal 1 Mei 2017 10

Dwianto Wibowo, Habitus Habib, artikel diakses dari

http://pictorialismdewe.blogspot.co.id/search?=Habitus+habib&m=1, pada tanggal 1 Mei 2017

Page 20: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

7

(Majelis Nurul Mustofa), yang rutin melakukan pengajian di halaman

Monumen Nasional. Dimana sebagian besar pengikut mereka adalah pemuda

asli Jakarta dari tingkat ekonomi menengah perkotaan yang lebih rendah.

Dwianto menambahkan kehadiran Habib di Indonesia berhasil

menggeser kebiasaan pemuda kota dari hal yang negatif kepada positif

dengan kegiatan keagamaan rutin di malam hari. Dwianto menilai dengan

massa yang banyak majelis taklim justru dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan politis.

Dengan dasar pemikiran di atas, maka penulis memutuskan untuk

melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS SEMIOTIKA

TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO

PADA MAJALAH TEMPO EDISI 13-19 SEPTEMBER 2010”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Pembahasan pada penelitian ini difokuskan pada karya

Dwianto Wibowo berjudul Habitus Habib pada Majalah Tempo.

Karya Dwianto Wibowo tersebut bercerita tentang fenomena habib

yang kian digandrungi oleh masyarakat, penulis melihat adanya

bentuk lain dari kecintaan kepada habib yang diekspresikan pada diri

para jamaah melalui kontruksi identitas pada habib itu sendiri, dengan

menggunakan pakaian serta kosmetik yang dipercaya mendekatkan

mereka kepada Allah SWT dan Rosulullah SAW. Penulis mengambil

empat dari 15 foto yang terdapat dalam Majalah Tempo edisi 13-19

September 2010.

Page 21: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

8

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Apa makna denotasi dalam foto Habitus Habib karya Dwianto

Wibowo pada Majalah Tempo?

b. Apa makna konotasi dalam foto Habitus Habib karya Dwianto

Wibowo pada Majalah Tempo?

c. Apa makna mitos dalam foto Habitus Habib karya Dwianto

Wibowo pada Majalah Tempo?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka

tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami makna denotasi dalam foto Habitus

Habib karya Dwianto Wibowo pada Majalah Tempo.

2. Untuk mengetahui dan memahami makna konotasi dalam foto Habitus

Habib karya Dwianto Wibowo pada Majalah Tempo.

3. Untuk mengetahui dan memahami makna mitos dalam foto Habitus

Habib karya Dwianto Wibowo pada Majalah Tempo.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Manfaat Akademisi

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat berupa

wawasan dan pengetahuan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai

Page 22: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

9

referensi bagi studi-studi fotografi dan jurnalistik, khususnya bagi

mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan

Komunikasi Penyiaran Islam Konsentrasi Jurnalitik UIN Jakarta.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para

penggiat fotografi, khususnya yang menekuni fotografi dan jurnalistik,

juga agar dapat menambah ilmu untuk menafsirkan makna foto

jurnalistik, khusunya foto cerita bagi mahasiswa Fakultas Dakwah dan

Ilmu Komunikasi Jurusan Konsentrasi Jurnalistik.

E. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Dalam penelitian ini paradigma yang digunakan adalah

paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis berlawanan arah

dengan paradigma positifis yang memisahkan subjek dan objek

komunikasi. Konstruktivis justru menganggap subjek sebagai faktor

sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan- hubungan

sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap

maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Paradigma ini

memandang realitas sosial bukan berdasarkan sesuatu yang natural,

tetapi terbentuk dari sebuah hasil konstruksi. Penulis menggunakan

paradigma konstruktivis karena penulis ingin mendapatkan

pemahaman dari makna suatu kejadian.

Page 23: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

10

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. Menurut Ronny Kontur dalam buku Metode

Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis mengungkapkan bahwa

pendekatan ini merupakan hasil temuan berupa berbentuk narasi atau

gambar-gambar yang dideskripsikan lalu ditinjau untuk dianalisis dari

pengamatan peneliti di lapangan. Melalui pendekatan kualitatif ini

peneliti bertujuan untuk menjelaskan bagaimana Dwianto Wibowo

mengkonstruksi identitas sososk habib dengan pengumpulan data dan

analisis yang mendalam.

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

analisis semiotika dari Roland Barthes. Dalam mendeskripsikan

sebuah tanda di dalam objek, Barthes membaginya kedalam tiga

makna, yaitu makna denotasi, konotasi, dan mitos.

Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan

menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan

pengalaman kultur penggunanya, interaksi antar konvensasi dalam

teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya.

Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”.

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terbagi dua yaitu sumber data

primer dan sekunder. Sumber data primer merupakan sasaran utama

Page 24: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

11

dalam penelitian ini sedangkan sumber data sekunder merupakan

pengaplikasian dari sumber data primer dimana sumber data ini

sebagai pendukung dan penguat dalam penelitian.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil foto

yang dipilih peneliti sesuai dengan objek penelitian. Peneliti lebih

memfokuskan pada empat foto Habitus Habib karya Dwianto Wibowo

pada Majalah Tempo. Karena menurut peneliti foto-foto tersebut

mewakili apa yang ingin disampaikan oleh fotografer secara

menyeluruh.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari wawancara dengan

fotografer yang karyanya akan diteliti, yaitu Dwianto Wibowo serta

menambahkan beberapa referensi yang berkaitan dengan penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthes

yaitu mengetahui makna denotasi, konotasi dan mitos di dalam foto

Habitus Habib karya Dwianto Wibowo pada majalah Tempo yang

bercerita tentang fenomena habib yang kian digandrungi oleh

masyarakat, peneliti melihat Dwianto Wibowo mempunyai maksud

dari fotonya tersebut, bahwa adanya bentuk lain dari kecintaan kepada

habib yang diekspresikan pada diri para jamaah melalui kontruksi

identitas pada habib itu sendiri.

Page 25: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

12

6. Subjek, Objek, Tempat Penelitian dan Narasumber

Subjek dari penelitian ini adalah foto Habitus Habib karya

Dwianto Wibowo yang terdapat pada majalah Tempo. Sedangkan

objek penelitiannya adalah empat foto Habitus Habib karya Dwianto

Wibowo, karena foto-foto tersebut mewakili bagaimana Dwianto

Wibowo mengkonstruk identitas habib.

Tempat penelitian akan dilakukan di kediaman atau tempat

pertemuan dengan Dwianto Wibowo. Narasumber utama penelitian ini

adalah Dwianto Wibowo, fotografer Tempo.

F. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini peneliti juga menggunakan skripsi yang memiliki

beberapa persamaan dengan penelitian ini. Adapun beberapa judul penelitian

yang peneliti dapatkan adalah sebagai berikut:

Pertama, Analisis Semiotika Foto Konflik-Konflik Timor- Timur

Karya Eddy Hasby Pada Buku The Long And Winding Road, East Timor

oleh Irvan Ramadhan jurusan Konsentrasi Jurnalistik UIN Jakarta 2015.

Skripsi tersebut memiliki kesamaan pada metode penelitian yaitu analisis

semiotika Roland Barthes. Perbedaanya adalah pada subjek dan objek

penelitian.

Kedua, Analisis Semiotika Terhadap Foto Karya Romi Perbawa

Berjudul The Riders of Destiny Pada Ajang Pameran The Jakarta

International Photo Summit Tahun 2014, oleh M. Hendartyo Hanggi W

jurusan Konsentrasi Jurnalistik UIN Jakarta tahun 2015. Skripsi tersebut

Page 26: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

13

memiliki kesamaan pada metode penelitian yaitu analisis semiotika Roland

Barthes. Perbedaannya terletak pada subjek dan objek penelitian.

Ketiga, skripsi yang berjudul Analisis Semiotika Foto Pada Buku

Jakarta Estetika Banal Karya Erik Prasetya, oleh Marifka Wahyu Hidayat

jurusan Konsentrasi Jurnalistik UIN Jakarta tahun 2014. Skripsi tersebut

memiliki kesamaan pada metode penelitian yaitu analisis semiotika Roland

Barthes. Perbedaannya terletak pada subjek dan objek penelitian.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : Pembahasan mengenai berbagai dasar tentang penelitian yang

berisi pendahuluan yang mana di dalamnya terdapat latar

belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan

pustaka, dan sistematika penulisan yang seluruhnya mendasari

penelitian “ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO

HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA

MAJALAH TEMPO EDISI 13-19 SEPTEMBER 2010”.

BAB II : Penjabaran mengenai landasan teori yang digunakan untuk

penelitian ini, yaitu berisi tentang tinjauan umum mengenai

fotografi (pengertian fotografi, sejarah dan aliran fotografi),

tinjauan umum tentang fotografi jurnalsitik (pengertian, sejarah,

jenis-jenis, dan etika fotografi jurnalsitik), tinjauan umum

tentang semiotika, tinjauan umum tentang konstruksi identitas,

serta tinjauan umum tentang konstruksi sosial.

Page 27: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

14

BAB III : Pemaparan mengenai gambaran umum tentang habib, dan

biodata atau profil Dwianto Wibowo.

BAB IV : Pemaparan data dan analisis tentang foto Habitus Habib karya

Dwianto Wibowo dengan menggunakan analisis semiotika

Roland Barthes.

BAB V : Penutup penelitian yang berisi kesimpulan dan saran.

Page 28: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Fotografi

1. Pengertian Fotografi

Pengertian fotografi adalah proses pengambilan gambar dengan

cahaya yang setelah itu lalu dituangkan ke dalam sebuah media yang

mampu menyimpan cahaya.1 Dengan kata lain fotografi adalah aktifitas

pembuatan sebuah gambar dengan cahaya menggunakan sebuah alat

perekam cahaya yang kemudian dituangkan ke dalam benda yang biasa

disebut kertas film.

Secara etimologis, fotografi berasal dari bahasa Inggris

photography, yang diadaptasi dari bahasa Yunani, yakni photos yang

berarti cahaya dan graphein yang berarti gambar atau menggambar.2

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) fotografi adalah seni dan

penghasilan gambar dan cahaya pada film atau permukaan yang

dipekakan.3 Dengan demikian, secara harfiah, fotografi bermakna

menggambar dengan cahaya. Maka dari itu, kegiatan fotografi dengan

berbagai teknik hanya dapat dilakukan ketika ada cahaya. Tanpa cahaya,

tidak mungkin dapat dihasilkan sebuah foto.4

Pada dasarnya fotografi adalah kegiatan merekam dan

memanipulasi cahaya untuk mendapatkan hasil yang kita inginkan.

1 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi Dengan Kamera DSLR (Yogyakarta: Pustaka

Baru Press), hal. 2. 2 Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar (Bandung:

Simbiosa Rekatama Media, 2013), hal. 7. 3 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hal. 421. 4 Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, hal. 7.

Page 29: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

16

Fotografi dapat dikategorikan sebagai teknik dan seni, fotografi sebagai

teknik adalah mengetahui cara-cara memotret dengan benar, mengetahui

cara-cara mengatur pencahayaan, mengetahui cara-cara pengolahan

gambar yang benar dan semua yang berkaitan dengan fotografi sendiri.

Sedangkan fotografi sebagai karya seni mengandung nilai estetika yang

mencerminkan pikiran dan perasaan dari fotografer yang ingin

menyampaikan pesannya melalui gambar atau foto.5

2. Sejarah Fotografi

Pada 1558 ilmuan Italia, Giambasista Della Forta menyebut

camera obscura pada sebuah kotak yang membantu pelukis menangkap

bayangan gambar. Suatu fakta bahwa fotografi lahir sebagai upaya

menyempurnakan karya seni visual dan bentuk prototif sebuah kamera

yang disebut camera obscura. Meski percobaan alat rekam gambar

sudah mencapai taraf yang menguntungkan dan perkembangan dari

waktu ke waktu semakin berhasil, tetap saja belum bisa disebut proses

fotografi karena media perekam gambarnya masih belum bisa membuat

gambar permanen.6

Sedangkan peralatan modern dalam bentuk Kodak dan gulungan

film seperti yang digunakan sekarang, baru mulai ditemukan oleh

George Eastman pada 1877, di New York. Ketika itu dia sedang bekerja

sebagai seorang karyawan bank di Rochester, New York. Eastman

kemudian mengembangkan temuannya itu, hingga pada 1889 ia

membuka usaha dalam bidang fotografi yang lebih modern. Ketika itu ia

5 Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, hal. 7.

6 Ray Bachtiar, Ritual Fotografi, Chip foto video edisi spesial, hal.8.

Page 30: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

17

memperkenalkan film transparan dalam bentuk flexibel film. Bentuk

kamera kecil mulai populer di Amerika pada 1920-an.7

Fotografi yang berkembang saat ini jauh berbeda dengan

fotografi di awal era kemunculannya, hal ini terlihat dari pandangan

secara teknis kamera dan bentuk kamera. Bayangkan saja seseorang

dapat duduk, berbaring, bahkan berdiri selama 10 detik lebih untuk

menghasilkan sebuah foto diri atau selfie yang saat ini sedang menjadi

trend di Indonesia bahkan di dunia. Hal tersebut diperjelas Erik Prasetya

dalam bukunya yang berjudul On Street Photography, bahwa hingga

abad ke-19 fotografi tidak bekerja dengan cepat, melainkan baru abad

ke-20 lah fotografi cepat yang lebih kecil, mudah dibawa dan mudah

ditemukan.8 Dalam buku tersebut juga disisipkan hasil foto cetak

pertama di dunia yang dibuat oleh fotografer berkebangsaan Prancis,

Joseph Nicephore Niepce pada 1826.

Di Indonesia, Yudhi Soerjoatmodjo dalam bukunya berjudul

IPPHOS mencatat, Mendur bersaudara, Alex Impurung (1907-1984) dan

Frans Soemarto (1913-1971) adalah dua orang yang berpengaruh dalam

perkembangan fotografi di Indonesia, di mana mereka merekam

peristiwa sebelum dan setelah kemerdekaan Republik Indonesia.

7 Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan teori dan praktek, (Jakarta: logos Wacana

Ilmu, 1999), hal. 100.

8 Erik Prasetya, On Street Photography, (Jakarta: KPG[Kepustakaan Populer Gramedia],

2014.), hal.17

Page 31: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

18

3. Aliran-aliran Fotografi

Bagas Dharmawan dalam bukunya yang berjudul Belajar

Fotografi dengan Kamera DSLR membagi aliran-aliran fotografi ke

dalam tiga belas bagian, diantaranya:9

1. Journalism Photography atau biasa disebut foto jurnalistik adalah

foto yang terdapat niai berita dan unsur 5W+1H di dalamnya, sebuah

karya foto dapat disebut foto jurnalistik apabila dalam foto itu

terdapat nilai sebuah berita. Tidak hanya itu saja, dalam foto itu juga

harus mengandung keterangan apa, siapa, kapan, di mana, kenapa,

dan bagaimana.

2. Potrait Photography adalah dimana sang fotografer menunjukan

penuh bagian muka objek atau subjek yang diambil bahkan hampir

tanpa latar belakang, tujuan dari aliran foto ini adalah untuk atau dari

subjek yang difoto. Aliran ini juga menggambarkan kondisi perasaan

manusia dengan mengambil bagian besar raut wajah subjek, dengan

menghadap ke depan kamera.

3. Comercial Advertising photography ditujukan untuk promosi sebuah

produk atau iklan, peran komputer untuk mengolah foto cukup

penting dalam aliran ini, karena dalam prosesnya aliran ini

dibutuhkan banyak elemen guna keperluan iklan. Jadi bisa dikatakan

fotografer yang berkecimpung di dunia commercial advertising ini

tidak hanya mahir dalam bidang fotografi, namun juga mahir dalam

olah digital di dalam komputer.

9 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi Dengan Kamera DSLR (Yogyakarta: Pustaka

Baru Press), hal. 80.

Page 32: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

19

4. Wedding Photography adalah aliran yang dilakukan oleh fotografer

yang sudah ahli atau professional karena dalam aliran ini dibutuhkan

kecepatan dan ketepatan disetiap momen-momennya yang penting

serta bersejarah. Seperti namanya aliran ini ada disegala macam

aktifitas pernikahan, tantangan dalam aliran ini yaitu mampu

mendapatkan momen-momen sakral saat proses pernikahan terjadi

karena momen tersebut tidak dapat diulang kembali.

5. Fashion photography hampir mirip dengan aliran commercial

advertising photography yaitu untuk mempromosikan produk atau

perlengkapan-perlengkapan berbusana. Yang membedakan dalam

aliran ini adalah barang yang ditampilkan adalah barang-barang

fasion seperti pakaian dan barang-barang perlengkapan yang

dikenakan oleh model. Fasion photography menggunakan model

sebagai pemanis dan penunjang produk tersebut.

6. Food photography adalah aliran fotografi yang dibutuhkan untuk

iklan sebuah makanan atau minuman serta pengemasannya. Dalam

pengambilan foto food photography dibutuhkan alat dan

keterampilan yang lebih karena tujuan dari aliran ini membuat siapa

saja yang melihat tertarik dan ingin mencoba hidangan tersebut,

selain berfungsi sebagai promosi sebuah hidangan, foto aliran ini

juga sering dijumpai di dalam menu-menu untuk memudahkan

konsumen dalam memilih hidangan.

7. Landscape photography adalah aliran fotografi yang menunjukan

keindahan-keindahan alam, aliran ini dikategorikan menjadi empat

Page 33: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

20

bagian, yaitu foto landscape yang menampilkan pemandangan alam

di daratan, foto seascape yang menampilkan pemandangan lautan,

skyscape yang menampilkan pemandangan langit, dan terakhir

cityscape yang menampilkan foto pemandangan di kota atau di desa.

Kategori ini banyak diminati oleh beberapa fotografer dan penikmat

foto itu sendiri, karena dalam foto ini pembaca bisa menikmati

keindahan alam tanpa harus berpergian jauh ke suatu tempat.

8. Cinemagraph photograpy adalah aliran yang menampilkan foto yang

mampu bergerak. Dalam aliran ini perlu keahlian khusus dalam

pengambilan serta mengolah fotonya, dalam pengolahannya foto

diolah menjadi file GIF yang membuat gambar mampu bergerak

seperti layaknya video.

9. Wildlife photography merupakan aliran yang menampilkan foto-foto

aktivitas hewan dalam keseharian baik pagi maupun malam, aliran

ini tergolong berbahaya karena objek fotonya adalah binatang-

binatang yang menarik di alam bebas. Lensa tele (zoom) menjadi

lensa yang sering dipakai dalam aliran ini, karena memudahkan

fotografer mengambil gambar dari jarak yang cukup jauh untuk

alasan keamanan.

10. Street photography biasanya aliran ini mengambil gambar secara

diam-diam atau biasa dikenal dengan snapshoot. Lokasi

pengambilan gambar bisa dimana saja, tentunya di luar ruangan.

Foto aliran ini biasanya berisi mengenai kehidupan di jalanan dan

sekitarnya, untuk mendapatkan hasil yang baik seorang fotografer

Page 34: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

21

dalam aliran ini harus mampu mengambil gambar tanpa diketahui

oleh objek, agar gambar dihasilkan natural.

11. Underwater photography menampilkan foto-foto di bawah laut.

Aliran ini memiliki dua golongan yaitu macro photography yang

menggambarkan keadaan laut secara dekat dan detail seperti ikan,

siput, rumput laut, dan biota laut lainnya. Sedangkan wide angle

photography yang menampilkan keindahan pemandangan bawah

laut secara luas. Fotografi aliran ini terbilang cukup menguras biaya

jika ingin mendapatkan hasil yang maksimal, karena untuk

kameranya harus menggunakan pelapis anti air, serta perangkat

lainnya seperti lampu sebagai penerangan di bawah laut yang juga

harus memakai lampu pelindung anti air, dimana kedua aksesoris

tersebut tergolong cukup mahal.

12. Infra red photography agak sulit dilakukan karena tidak semua

kamera bisa melakukannya dan harus ada perubahan-perubahan

pengaturan di dalam kamera yang memiliki sensitif pada cahaya

inframerah. Foto yang dihasilkan akan berbeda dengan warna aslinya

karena yang tampil dari hasil foto tersebut akan palsu warna atau

hitam putih.

13. Macro photography yaitu aliran yang menampilkan foto-foto dengan

jarak sangat dekat serta sangat detail pada bagian tertentu dari

sebuah objek. Dalam aliran ini diperlukan lensa khusus yang biasa

disebut dengan lensa makro.

Page 35: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

22

B. Fotografi Jurnalistik

1. Pengertian Fotografi Jurnalistik

Dalam sebuah media, baik cetak maupun online sering kali kita

menemukan foto di dalamnya. Selain pelengkap berita, foto dalam

sebuah media juga sebagai penarik pembaca agar tidak jenuh melihat

kumpulan-kumpulan teks saja. Menurut Wijaya dalam bukunya

menjelaskan, foto jurnalistik adalah foto yang berisikan nilai berita dan

menarik untuk dibaca dan informasi tersebut disampaikan secara singkat

pada khalayak.10

Kobre dalam bukunya yang berjudul Photojournalism The

Professionals Approach menjelaskan bahwa sebuah foto jurnalistik

merupakan laporan yang mempergunakan kamera untuk menghasilkan

bentuk visual. Seorang jurnalis foto hendaklah mampu menggabungkan

antara keahlian membuat laporan investigasi dan membedakan dengan

penulisan feature.11

Dengan demikian kobre menegaskan bahwa foto

jurnalistik adalah pelaporan visual yang menginterpretasikan berita lebih

baik dibanding tulisan. Sederhanya yang dimaksud foto jurnalistik adalah

foto yang bernilai berita atau foto yang menarik bagi pembaca tertentu,

dan informasi tersebut disampaikan kepada masyarakat sesingkat

mungkin.12

Hal tersebut menjelaskan bahwa ada pesan tertentu yang terdapat

dalam foto, sehingga layak untuk disiarkan kepada masyarakat. Secara

10

Rita Gani & Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, hal. 5. 11

Kenneth Kobre, Photojournalism The Professionals Approach (Burlington, USA:

Focal Press Elsevier, 1991), hal. Viii. 12

Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), hal. 17.

Page 36: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

23

umum, foto jurnalistik merupakan gambar yang dihasilkan lewat proses

fotografi untuk menyampaikan suatu pesan, informasi, cerita suatu

peristiwa yang menarik bagi publik dan disebarluaskan lewat media

massa.13

2. Sejarah Foto Jurnalistik

Pertama kali foto muncul di dalam sebuah media yaitu pada

tanggal 16 April 1877 di surat kabar harian The Daily Graphic, New York.

Saat itu gambar yang muncul dalam media tersebut adalah sketsa

peristiwa kebakaran sebuah salon dan hotel. Seorang fotografer adalah

seorang seniman karena dalam pembuatan foto dibutuhkan keterampilan

khusus.14

Perkembangan foto jurnalistik kian melesat sejak saat itu hingga

masuk ke era foto jurnalistik modern yang dikenal dengan golden age

(1930-1950). Saat itu terbitan seperti Sports Illustrated, Vu, dan Life

menunjukan eksistensinya dengan tampilan foto-foto yang menawan. Pada

era itu muncul nama-nama jurnalis foto seperti Robert Capa, Alfred

Eisenstaedt, Margaret Bourke-White, David Seymour, dan W. Eugene

Smith. Lalu Henri Cartier-Bresson dengan gaya candid dan

dokumenternya.15

Carter-Bresson, bersama Robert Capa, David Seymour, dan George

Rodger kemudian mendirikan Magnum Photos pada tahun 1947. Magnum

13

Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, hal. 47. 14

Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, hal. 1. 15

Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, hal. 4-5.

Page 37: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

24

adalah agensi foto berita pertama yang menyediakan foto jurnalistik dari

berbagai isu dan belahan dunia.16

Sementara di Indonesia sendiri kemunculan foto jurnalistik diawali

oleh Kassian Cephas, seorang pribumi anak angkat pasangan dari Belanda

dengan foto pertama yang diidentifikasi bertahun 1875. Kemudian pada

tahun 1942 munculah nama Alex Mendur17

yang bekerja sebagai kepala

divisi foto, di kantor berita Domei. Alex Mendur, Frans Soemarto Mendur,

JK Umbas, FF Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda kemudian

mendirikan IPPHOS (Indonesian Press Photo Service) pada 2 oktober

1946 di Jakarta.18

Perkembangan foto jurnalistik di Indonesia semakin konsisten dan

berkelanjutan setelah kantor berita Antara mendirikan Galeri Foto

Jurnalistik Antara (GFJA) tahun 1992, galeri pertama yang fokus pada foto

jurnalistik. Dengan kelas fotografinya Antara menjadi katalis lahirnya

jurnalis foto muda.19

Kelahiran foto jurnalistik tidak dapat dipisahkan oleh rasa

keingintahuan manusia. Apalagi salah satu keunggulan foto, yaitu

dianggap tidak dapat berbohong dan dapat menangkap setiap detail

16

Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, hal. 5. 17

Karya fenomenal yang dibuat oleh Mendur bersaudara yaitu Alex dan Frans Mendur

adalah imaji proklamasi 17 agustus 1945, saat presiden Soekarno sedang membacakan teks

proklamasi. Tentara Jepang yang mengetahui adanya pendokumentasian peristiwa proklamasi

kemudian merampas dan menghancurkan negatif milik Alex Mendur. Namun Frans lebih

beruntung, ia berhasil menguburkan negatif miliknya sebelum digeledah oleh tentara Jepang.

Berkat karya Frans inilah, sehingga kini masyarakat Indonesia mempunyai bukti nyata bahwa

Indonesia pernah merdeka. (Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, hal. 10.) 18

Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, hal. 8-9. 19

Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, hal. 13.

Page 38: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

25

peristiwa yang disajikan sehingga bisa menggambarkan perkembangannya

dengan cepat.20

Menurut Frank P. Hoy, dari sekolah Jurnalistik dan

Telekomunikasi Walter Cronkite, Universitas Arizona, pada bukunya yang

berjudul Photojournalism The Visual Approach, terdapat delapan karakter

foto jurnalistik, yaitu:21

1. Foto jurnalistik adalah komunikasi melalui foto

(communication photography). Komunikasi yang dilakukan akan

mengekspresikan pandangan wartawan terhadap suatu subjek, tetapi pesan

yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi, 2. Medium foto

jurnalistik adalah media cetak koran atau majalah, dan media kabel atau

satelit juga internet seperti kantor berita (wire services), 3. Kegiatan foto

jurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita, 4. Foto jurnalistik adalah

paduan dari foto dan teks foto, 5. Foto jurnalistik mengacu pada manusia.

Manusia adalah subjek, sekaligus pembaca foto jurnalistik, 6. Foto

jurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak (mass audiences). Ini

berarti pesan yang disampaikan harus singkat dan harus segera diterima

orang yang beraneka ragam, 7. Foto jurnalistik juga merupakan hasil kerja

editor foto, 8. Tujuan foto jurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak

penyampaian informasi kepada sesama, sesuai amendemen kebebasan

berbicara dan kebebasan pers (freedom of speech and freedom of press).

Foto Jurnalistik setidaknya harus mempunyai sifat-sifat yang sama

seperti halnya berita tulis yaitu memuat unsur-unsur apa (what), siapa

(who), di mana (where), kapan (when), dan mengapa (why). Bedanya

20

Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, hal. 92. 21

Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 4.

Page 39: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

26

dalam bentuk visual, foto berita mempunyai kelebihan dalam

menyampaikan unsur (how), yaitu bagaimana kejadian itu berlangsung.

Meskipun dalam suatu peristiwa itu unsur (how) bisa terjawab dalam

tulisan (berita tulis) tetapi dalam sebuah foto, unsur how lebih dapat

menguraikan secara lebih baik lagi.22

Audy Mirza Alwi menjelaskan bahwa foto jurnalistik terbagi

menjadi dua kategori yaitu foto berita dan foto feature.23

Foto berita adalah

foto yang harus sesegera mungkin disampaikan kepada pembaca. Tema

foto berita umumnya meliputi informasi yang selalu ingin diketahui

perkembangannya dari waktu ke waktu oleh pembaca, seperti berita

politik, kriminal, olahraga, dan ekonomi. Sementara itu foto feature adalah

foto yang dalam penyiarannya dapat ditunda kapan saja. Tema berita yang

terdapat dalam foto feature pada umumnya lebih kepada masalah ringan

yang menghibur dan tidak membutuhkan pemikiran yang mendalam bagi

pembacanya serta mudah dicerna.24

22

Atok Sugiarto, Jurnalisme Pejalan Kaki, hal. 23. 23

Wilson Hicks Editor majalah Life mengatakan bahwa unit dasar dari foto jurnalistik

adalah foto tunggal dengan teks yang menyertainya yang disebut single picture. Foto tunggal bisa

berdiri sendiri serta dapat menyertai suatu berita atau feature. Selain foto tunggal terdapat pula

foto seri atau foto essay. Foto seri atau esai adalah foto-foto yang terdiri atas lebih dari satu foto

tetapi masih dalam satu tema pemberitaan. Baik foto seri atau esai pembuatanya memakan waktu

yang cukup lama. Namun, keduanya memudahkan fotografer dalam menjelaskan suatu peristiwa

ke dalam beberapa foto. Baik foto berita maupun foto feature bisa disiarkan dalam bentuk satu

foto tunggal disertai teks yang disebut foto tunggal (single picture), dan foto seri/foto esai (photo

story/photo essay). (Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke

Media Massa, hal. 6.) 24

Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, hal. 5.

Page 40: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

27

3. Jenis-jenis Fotografi Jurnalistik

Mengacu pada Badan Foto Jurnalistik Dunia (World Press Photo

Foundation), Audy Mirza Alwi membagi jenis foto Jurnalistik kedalam

sembilan kategori, diantaranya:25

a. Spot Photo

Spot Photo adalah foto yang dibuat dari peristiwa yang tidak terjadwal

atau tidak terduga yang diambil oleh fotografer langsung di lokasi

kejadian. Misalnya, foto peristiwa kecelakaan, kebakaran, perkelahian,

dan perang. Karena dibuat dari peristiwa yang jarang terjadi dan

menampilkan konflik serta ketegangan, foto spot harus segera

disiarkan.

b. General News Photo

General news photo adalah foto-foto yang diabadikan dari peristiwa

yang terjadwal, rutin, dan biasa. Pada umumnya bertemakan politik,

ekonomi, dan humor

c. People in the News Photo

Prople in the news photo adalah foto tentang orang atau masyarakat

dalam suatu berita, yang ditampilkan merupakan pribadi atau sosok

orang yang menjadi berita itu.

d. Daily Life Photo

Daily life photo adalah tentang kehidupan sehari-hari manusia

dipandang dari segi kemanusiawiannya (human interest).

25

Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, hal. 7.

Page 41: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

28

e. Portrait

Portrait adalah foto yang menampilkan wajah seseorang secara close

up. Ditampilkan karena adanya kekhasan pada wajah yang dimiliki

atau kekhasan lainnya.

f. Sport Photo

Sport photo adalah foto yang dibuat dari peristiwa olahraga.

g. Science and Technology Photo

Science and technology photo adalah foto yang diambil dari peristiwa-

peristiwa yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

h. Art and Culture Photo

Art and culture photo adalah foto yang dibuat dari peristiwa seni dan

budaya.

i. Social and Environment

Social and environment adalah foto tentang kehidupan sosial

masyarakat serta lingkungan hidupnya.

4. Etika Fotografi Jurnalistik

Dalam membuat foto jurnalistik terdapat etika-etika yang harus

dipatuhi. Walaupun jadi seorang wartawan memiliki izin yang luas tapi

seorang wartawan diharuskan mempunyai sopan santun dalam setiap

aktifitas meliput dan bentuk liputan. Etika ini dimaksudkan untuk

mendapatkan respon yang baik dan menghasilkan hal positif dari

hasil liputan yang disajikan.

Dalam urusan etika, kadang foto jurnalistik dikaitkan dengan hal-

hal etis seperti kesopanan dan pantas atau tidak pantasnya sebuah foto itu

Page 42: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

29

ditayangkan.26

Tidak hanya bersikap, dalam penampilan foto pun harus

diperhatikan masalah kesopanan foto itu sendiri, sebenarnya tidak ada

larangan dalam menampilkan sebuah foto tapi terdapat hal-hal pantas

dan tidak pantas yang dibutuhkan kebijakan fotografer untuk

memilihnya sebelum naik cetak.

Dengan adanya etika diharapkan fotografer bisa membatasi dirinya

saat bekerja dilapangan dan saat mengolah gambar tersebut.27

Sebagai

seseorang yang bekerja untuk media yang menaunginya seorang

wartawan foto harus bekerja profesional, tapi tidak jarang aksi

profesionalnya melewati batas kesopanan demi mendapatkan foto yang

diinginkan oleh fotografer atau media itu sendiri. Setelah fotografer

mendapatkan gambar barulah ia memilih dan mengolah ulang foto

tersebut, dalam mengolah doto ini pun harus diperhatikan mengenai

kejujuran fotografer agar tidak memalsukan hasil fotonya.

Salah satu yang tidak diizinkan seorang wartawan foto yaitu

mengambil gambar yang berhubungan dengan perlindungan, misalnya foto

pekerja seks, pelaku kejahatan anak, korban tindak asusila dan aksi bunuh

diri untuk menghindari kesan yang berkelanjutan dikemudian hari.28

Mengenai pantas atau tidak pantasnya foto seorang wartawan foto tidak

seharusnya mengangkat foto-foto vulgar dan sadis seperti korban dari

kecelakaan atau pembunuhan, hal ini akan membuat jijik pembaca dan

menjadi sebuah permasalahn untuk media yang mengangkatnya.

Kita

ambil contoh saja pada diri kita apabila kita sedang makan dan membaca

26

Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, hal. 83. 27

Rita Gani & Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu, hal. 158. 28

Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, hal. 84.

Page 43: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

30

berita di salah satu media yang memperlihatkan gambar-gambar sadis

seperti darah dan hal sadis lainnya, tentu saja kita akan merasa mual dan

kehilangan selera makan. Media-media yang tetap mengangkat gambar-

gambar seperti ini biasanya menyiasatinya dengan mengaburkan gambar

atau menjadikannya hitam putih.29

C. Tinjauan Umum Tentang Semiotika

Kata Semiotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu semion yang berarti

tanda, atau seme yang berarti penafsir tanda.30

Dalam prakteknya semiotika

berfungsi sebagai ilmu atau metode analisis yang digunakan untuk mengkaji

tanda.31

Seperti pada penelitian ini, peneliti menggunakan semiotika sebagai

alat untuk mengkaji tanda-tanda dalam foto karya Dwianto Wibowo yang

berjudul Habitus Habib, guna melihat makna yang tersirat dan tersurat dalam

foto tersebut.

Dalam sejarah linguistik, selain istilah semiotika dan semiologi

terdapat pula istilah semasiologi, sememik, dan semik untuk merujuk pada

bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang.

Sesungguhnya kedua isltilah semiotika dan semiologi mengandung

pengertian yang sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah

tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya. Mereka yang

bergabung dengan Pierce menggunakan kata semiotika, sedangkan mereka

yang tergabung dengan Saussure menggunakan kata semiologi. Namun ada

kecendrungan, istilah semiotika lebih popular daripada istilah semiologi

29

Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, hal. 85. 30

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 16. 31

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 15.

Page 44: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

31

sehingga para penganut Saussure pun sering menggunakannya. Baik

semiotika maupun semiologi, keduanya kurang lebih dapat saling

menggantikan karena sama-sama digunakan untuk mengacu kepada ilmu

tentang tanda. Satu-satunya perbedaan antara keduannya, adalah bahwa

istilah semiologi biasanya digunakan di Eropa, sementara semiotika

cenderung dipakai oleh mereka yang berbahasa Inggris. Dengan kata lain,

penggunaan kata semiologi menunjukan pengaruh kubu Saussure, sedangkan

semiotika lebih tertuju pada kubu Pierce.32

Mengacu kepada penjelasan di atas, pada penelitan ini penulis akan

menggunakan kata semiotika dalam penulisan selanjutnya, karena selain

memiliki arti yang sama, istilah semiotika juga lebih populer ketimbang

semiologi, sehingga penelitian ini akan mudah dicerna oleh para pembaca.

Terdapat tiga tokoh besar dalam ilmu Semiotika, yaitu: (1) Ferdinand de

Saussure; (2) Roland Barthes; (3) Charles Sanders Pierce.

1. Semiotika Ferdinand de Saussure

Saussure dilahirkan di Jenewa pada tahun 1857, semasa

hidupnya ia berada dalam satu zaman dengan Sigmund Freud dan Emile

Durkheim. Saussure hidup dalam keluarga yang sangat terkenal di kota

Jenewa karena keberhasilan mereka dalam bidang ilmu. Selain sebagai ahli

linguistik, ia juga adalah seorang spesialis bahasa-bahasa Indo-Eropa dan

sansakerta yang menjadi sumber pembaruan intelektual dalam bidang ilmu

sosial dan kemanusiaan.33

32

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 11-12. 33

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 45.

Page 45: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

32

John Lyons mengatakan:

“Jika ada seseorang yang layak disebut sebagai pendiri linguistik

modern dialah sarjana dan tokoh besar asal Swiss: Ferdinand de

Saussure”. 34

Dalam definisi Saussure, semiotika merupakan sebuah ilmu yang

mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat serta menjadi

bagian dari disiplin psikologi sosial. Tujuannya adalah untuk menunjukan

bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang

mengaturnya.35

Menurutnya bahasa itu adalah suatu tanda, dan setiap tanda itu

tersusun dari dua bagian, yakni signifier (penanda) dan signified (petanda).

Bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Suara-suara, baik suara

manusia, binatang, atau bunyi-bunyian, hanya bisa dikatakan sebagai

bahasa atau berfungsi sebagai bahasa bilamana suara atau bunyi tersebut

mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan ide-ide, dan

pengertian-pengertian tertentu.36

Tanda adalah kesatuan dari bentuk penanda dengan sebuah ide atau

petanda. Penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang

bermakna. Dengan kata lain, penanda adalah aspek material dari bahasa,

apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca.

Sedangkan petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Dengan

kata lain, petanda adalah aspek mental dari bahasa.37

Jadi bisa diartikan ke

dalam bentuk yang sederhana bahwa, penanda adalah bentuk dari tanda itu

34

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 43. 35

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 12. 36

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 46. 37

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 46.

Page 46: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

33

sendiri. Sedangkan petanda adalah orang yang memaknai bentuk dengan

pengetahuan yang ia miliki sesuai norma yang berlaku di masyarakat.

2. Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis

yang sering mempraktekkan model linguistik dan semiotik Saussurean. Ia

juga intelektual dan kritikus sastra prancis yang ternama, eksponen

penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra.38

Dalam teori

semiotikanya Barthes telah mengembangkan pendekatan struktural untuk

membaca sebuah fenomena gambar yang mengandung tahapan-tahapan

dan pendekatan lain yang dapat digunakan untuk membedah penandaan

dalam karya fotografi.

Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga kelas menengah

Protestan di Cherbourg. Ayahnya, adalah seorang perwira angkatan laut

yang gugur dalam pertempuran di Laut Utara sebelum usia Barthes

menginjak satu tahun. Sepeninggalan ayahnya, ia kemudian diasuh oleh

ibu, kakek, dan neneknya. Di usia sembilan tahun ia pindah ke Paris

bersama ibunya yang bergaji kecil sebagai penjilid buku. Menginjak

dewasa, Barthes menderita penyakit tuberkulosa (TBC). Di tengah-tengah

masa pemulihannya, Barthes menghabiskan waktu untuk membaca banyak

hal, dan menerbitkan beberapa artikel. Dari masa itulah karir Barthes terus

berkembang hingga namanya menjadi populer bersama karya-karyanya.39

Bagi Barthes perspektif semiotika adalah semua sistem tanda,

entah apapun substansinya serta batasannya (limit), yakni berupa: gambar,

38

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63. 39

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 64.

Page 47: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

34

gerak tubuh, bunyi, melodi, benda-benda, dan berbagai kompleks yang

tersusun oleh substansi yang merupakan sistem signifikasi (pertandaan),

kalau bukan merupakan ‘bahasa’ (language).40

Barthes menyempurnakan teori semiotik Saussure yang hanya

berhenti pada pemaknaan penanda dan petanda saja (denotasi). Barthes

mengembangkan dua tingkatan pertandaan (two way of signification), yang

memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat,

yaitu tingkat denotasi dan konotasi.41

Tabel 2.1 : Peta Tanda Roland Barthes42

1. Signifier

(penanda)

2. Signified

(petanda)

3. Denotative sign (tanda denotatif)

4. Connotative signifier

(penandaan konotatif)

5. Connotative

signified

(petandaan

konotatif)

6. Connotative sign (tanda konotatif)

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri

atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda

denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain hal tersebut

merupakan unsur material.43

Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak

40

Jeanne Martinet, Semiologi: Kajian Teori Tanda Saussurean; Antara Semiologi

Komunikasi dan Semiologi Signifikasi (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hal. 3. 41

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 69. 42

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 69. 43

Paul Cobley dan Litza Jansz, Introducing Semiotics (New York: Icon Books-Totem

Books, 1999), hal. 51.

Page 48: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

35

sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian

tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.44

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan

antara penanda dan petanda atau antara tanda dan rujukannya pada realitas

yang menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti. Sedangkan

konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara

penanda dengan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang

implisit, tidak langsung dan tidak pasti, artinya terbuka terhadap berbagai

kemungkinan. Ia menciptakan makna-makna lapis kedua, yang terbentuk

ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis seperti

perasaan, emosi atau keyakinan.45

Barthes menjelaskan untuk memaknai konotasi yang terkandung

dalam sebuah foto, harus melewati prosedur-prosedur sebagai berikut,

diantaranya:46

a. Trick effect, artinya memanipulasi gambar sampai tingkat yang

berlebihan untuk menyampaikan maksud pembuat berita.

b. Pose, ialah gaya, posisi, ekspresi dan sikap objek foto. Dalam

mengambil foto berita, seorang wartawan foto akan memilih objek

yang sedang diambil.

c. Object, objek ini ibarat perbendaharaan kata yang siap dimasukkan ke

dalam sebuah kalimat. Objek ini merupakan point of interest (POI)

pada sebuah gambar/foto.

44

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 69. 45

Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna

(Bandung: Jalasutra, 2003), hal. 261. 46

Roland Barthes, Imaji Musik Teks (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hal. 7.

Page 49: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

36

d. Photogenia, adalah teknik pemotretan dalam pengambilan gambar.

Misalnya: lighting (pencahayaan), exposure (ketajaman foto), bluring

(keburaman), Panning (efek kecepatan), moving (efek gerak), freeze

(efek beku), angle (sudut pandang pengambilan objek), dan

sebagainya.

Tabel 2.2: Pemaknaan photogenia dalam menganalisis foto47

TANDA MAKNA KONOTASI

Photogenia Teknis Fotografi

Pemilihan

Lensa

Normal Normalitas keseharian

Lebar Dramatis

Tele Tidak personal, voyeuritis

Shot size Close up Intimate, dekat

Medium up Hubungan personal dengan

subjek

Full shot Hubungan tidak personal

Long shot Menghubungkan subjek dengan

konteks, tidak personal

Sudut pandang High angle Membuat subjek tampak tidak

berdaya didominasi, dikuasai,

kurang otoritas

Eye level Khalayak tampil sejajar dengan

subjek, memberi kesan sejajar,

47

M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal.

43.

Page 50: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

37

kesamaan, sederajat

Low angle Menambah kesan subjek

berkuasa, mendominasi, dan

memperlihatkan otoritas

Pencahayaan High key Kebahagiaan, cerah

Low key Suram, muram

Datar Keseharian, realistis

Penempatan

subjek/objek

pada bidang

foto

Atas Memberi kesan subjek berkuasa

Tengah Subjek penting

Bawah Subjek tidak penting

Pinggir Subjek tidak penting

e. Aestheticism, yaitu format gambar atau estetika komposisi gambar

secara keseluruhan dan dapat menimbulkan makna konotasi.

f. Syntax, yaitu rangkaian cerita dari isi foto/gambar yang biasanya

berada pada caption (keterangan foto) dalam foto berita dan dapat

membatasi serta menimbulkan makna konotasi. Adapun fungsi

caption itu sendiri selain untuk membatasi pokok pikiran pesan yang

ingin disampaikan, juga berfungsi supaya maksud dari pesan itu cepat

tersampaikan.

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi,

yang disebutkannya sebagai ‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan

dan memberikan pembenaran nilai-nilai dominan yang berlaku dalam

Page 51: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

38

suatu periode tertentu.48

Dalam pandangan Barthes mitos adalah

pengkodean makna dan nilai-nilai sosial sebagai sesuatu yang dianggap

alamiah.49

Mitos juga dapat diartikan sebagai sesuatu hasil dari tahap

konotasi yang telah sangat dipercayai dan menyebar dalam masyarakat.50

Mitos juga merupakan hasil dari kelas sosial yang sudah memiliki

dominasi dan hal ini berkaitan dengan realitas atau gejala alam.51

Sehingga

dapat dikatakan mitos adalah tahapan pencarian makna berdasarkan

ideologi atau pemikiran yang sedang berkembang di masyarakat.

Pada zaman dahulu contoh mitos yang berkembang dalam

masyarakat tentang kehidupan atau kematian, tentang dewa-dewa, atau

kepercayaan, hal ini jelas berbeda dengan mitos yang berkembang dalam

masyarakat zaman ini yaitu tentang ilmu pengetehuan, kesuksesan, gender,

dan hal semacan itu.52

Mitos bukanlah seperti apa yang kita pahami selama ini. Mitos

bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal, transenden, ahistoris, dan

irasional. Anggapan seperti itu, mulai sekarang hendaknya kita kubur.

Tetapi menurut Barthes mitos adalah type of speech (tipe wicara atau gaya

bicara) seseorang. Mitos digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang

tersimpan dalam dirinya. Orang mungkin tidak sadar ketika segala

kebiasaan dan tindakannya ternyata dapat dibaca orang lain. Dengan

48

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 71. 49

Tommy Christomy, Semiotika Budaya (Depok: Universitas Indonesia), hal. 94. 50

Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya (Depok: Universitas

Indonesia, 2008), hal. 5. 51

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media,

2011), hal. 17. 52

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, hal. 22.

Page 52: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

39

menggunakan analisis mitos, kita dapat mengetahui makna-makna yang

tersimpan dalam sebuah bahasa atau benda (gambar).53

3. Semiotika Charles Sanders Peirce

Charles Sanders Pierce adalah seorang filsuf Amerika yang paling

orisinal dan multidimensional, selain itu Pierce juga dikenal sebagai

seorang pemikir yang argumentatif. Pierce lahir di keluarga intelektual

pada tahun 1839. Ayahnya Benjamin adalah seorang professor matematika

di Harvard.54

Sumbangan pemikiran Pierce pada ilmu logika filsafat dan

matematika khususnya semiotika, berpendapat bahwa teori semiotikanya

hingga karyanya tentang tanda adalah hal yang tidak terpisahkan dari

logika.55

Pierce menjelaskan bahwa tanda adalah hal yang mewakili sesuatu

bagi seseorang.56

Dengan kata lain tanda yang diciptakan oleh sesorang

adalah bentuk lain dari media penyampai pesan, yang mewakili informasi

yang ingin di sampaikan kepada orang lain.

Pierce Membedakan tipe-tipe tanda menjadi tiga bentuk, antara

lain:57

a. Ikon

Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan ‘rupa’ sehingga tanda

itu mudah dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon biasanya

sesorang cukup dengan ‘melihat’ saja, agar dapat mengartikan makna

53

Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012), hal. 127. 54

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 39. 55

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 40. 56

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 39. 57

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, hal. 14.

Page 53: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

40

dalam sebuah tanda. Contohnya adalah bentuk dari rambu lalu lintas

yang memiliki kesamaan dengan objek yang sebenarnya.

b. Indeks

Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan antara penanda dengan

petanda, atau bisa dikatakan memiliki hubungan sebab akibat. Di

dalam indeks seseorang harus memprkirakan suatu hubungan sebab

akibat, agar dapat memaknai sebuah tanda. Contohnya adalah adanya

asap karena api.

c. Simbol

Simbol merupakan jenis tanda yang dihasilkan dari kesepakatan oleh

sejumlah orang atau masyarakat. Di dalam simbol seseorang harus

mempelajari terlebih dahulu tanda tersebut, agar dapat memaknai

sebuah tanda. Contohnya adalah rambu-rambu lalu lintas yang sudah

bersifat simbolik, atau sudah dikenal oleh masyarakat luas. Rambu-

rambu lalu lintas tersebut sudah dapat dikatakan simbol.

Pada penelitian ini, penulis akan memakai teori semiotika Roland

Barthes dengan memaknai sebuah tanda melalui tiga tahapan, yaitu

denotasi, konotasi, dan mitos. Selain itu, semiotika Barthes juga dapat

memaknai tanda-tanda di dalam sebuah foto secara lebih mendalam

dengan memakai batasan-batasan seperti, efek tiruan, pose, objek,

fotogenia, estetisme dan sintaksis.

D. Konstruksi Identitas

Pengertian identitas sendiri menurut Chris Barker adalah soal

kesamaan dan perbedaan tentang aspek personal dan sosial, tentang

Page 54: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

41

kesamaan dan perbedaan tentang aspek personal dan sosial, tentang

kesamaan individu dengan sejumlah orang dana apa yang membedakan

individu dengan orang lain.58

Dilihat dari bentuknya, setidaknya ada tiga bentuk identitas. Pertama,

identitas budaya merupakan ciri yang muncul karena seseorang itu

merupakan anggota dari sebuah etnik tertentu. Itu meliputi pembelajaran

tentang penerimaan tradisi, sifat bawaan, agama, dan keturunan dari suatu

kebudayaan. Kedua, identitas sosial terbentuk akibat dari keanggotaan

seseorang itu dalam suatu kelompok kebudayaan. Tipe kelompok itu antara

lain, umur, gender, kerja, agama, kelas sosial, dan tempat, identitas sosial

merupakan identitas yag diperoleh melalui proses pencarian dan pendidikan

dalam jangka waktu lama. Ketiga, identitas pribadi didasar kan pada

keunikan karakteristik pribadi seseorang. Seperti karakter, kemampuan,

bakat, dan pilihan..

Sementara pengertian konstruksi identitas menurut Chris Barker

adalah bangunan identitas diri, memperlihatkan siapa diri kita sebenarnya

dan kesamaan kita dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan kita

dari orang lain.59

Sedangkan menurut Stuard & Sundeen konstruksi identitas adalah

kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian,

yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu

kesatuan utuh. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat

maka akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak

58

Chris Barker, Cultural Studies, Teori Dan Praktik, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004)

, hal. 172. 59

Chris Barker, Cultural Studies, Teori Dan Praktik, hal. 172.

Page 55: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

42

ada duanya. Individu yang memiliki identitas diri yang kuat akan

memandang dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpisah dari orang

lain dan individu tersebut akan mempertahankan identitasnya walau dalam

kondisi sesulit apapun.60

Adapun dalam mengkonstruk identitasnya seseorang harus melewati

beberapa tahapan, yaitu:

1. Konsep Diri

Konsep diri atau self concept dapat diartikan sebagai (a) persepsi

keyakinan, perasaan, atau sikap seseorang tentang dirinya, (b) kualitas

pensifatan individu tentang dirinya, (c) suatu sistem pemaknaan individu

dan pandangan orang lain tentang dirinya.

Selft concept ini mempunyai tiga komponen, yaitu: (a) perceptual

atau physical self concept, citra seseorang tentang penampilan dirinya

(kemenarikan tubuhnya), seperti: kecantikan, keindahan atau kemolekan

tubuhnya; (b) conceptual atau psychological self concept, konsep

seseorang tentang kemampuan (keunggulan) dan tidakmampuan

(kelemahan) dirinya, dan masa depannya, serta meliputi juga kualitas

penyesuaian hidupnya: honesty, self confidence, indepedence, dan

couragie; dan (c) attitudinal, yang menyangkut perasaan seseorang

tentang dirinya, sikapnya terhadap keberhargaan, kebanggaan, dan

keterhinaannya. Apabila seseorang sudah masuk masa keyakinan, nilai-

nilai, idealitas, aspirasi, dan komitmen terhadap filsafat hidupnya.

60

Ismail Marzuki, Konstruksi Indentitas Dahlan Iskan Dalam Manufacturing Hope

Harian Jawa Pos. (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel

Surabaya, 2014), hal. 23.

Page 56: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

43

Dilihat dari jenisnya, self concept ini terdiri atas beberapa jenis,

yaitu sebagai berikut:

a. The basic self-concept, James menyebutnya “real-self” yaitu konsep

seseorang tentang dirinya, jenis ini meliputi persepsi seseorang

tentang dirinya, jenis ini meliputi persepsi seseorang tentang

penampilan dirinya, kemapuan dan ketidak mampuannya, peranan

danb status dalam kehidupannya, dan nilai-nilai, keyakinan, serta

aspirasinya.

b. The transitory self-concept. Ini artinya bahwa seseorang

memilki “self concept” yang pada suatu saat di memegangnya,

tetapi pada saat lain dia akan melepaskannya. “self concept” ini

mungkin menyenagkan, tetapi juga tidak menyenangkan.

Kondisinya sangat sitiasional, sangat dipengaruhi oleh suasana

perasaan (emosi), atau pengalaman yang telah lalu.61

c. The social self-concept. Jenis ini berkembang berdasarkan cara

individu mempercayai orang lain yang mempersepsikan

dirinya, baik melalui perkataan maupun tindakan. Jenis ini

sering juga dikatakan sebagai “mirror image”. Contoh: jika

kepada seseorang secara terus menerus dikatakan bahwa

dirinya nakal, maka dia akan mengembangkan konsep dirinya

sebagai anak yang nakal. Perkembangan konsep diri seseorang

dipengaruhi oleh jenis kelompok sosial tempat dia hidup, baik

keluarga, sekolah, teman sebaya, atau masyarakat. Jersild

61

Syamsu ln & Nurihsan Juntika, Teori Kepribadian (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2008), hal. 7.

Page 57: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

44

mengatakan, apabila seseorang diterima, dicintai, dan dihargai oleh

orang-orang yang berarti baginya, maka seseorang tersebut

akan mengembangkan sikap untuk menerima dan menghargsi

dirinya sendiri. Namaun apabila orang-orang yang berarti

(significant people) itu menghina, menyalahkan, dan

menolaknya, maka ia akan mengem-bangkan sikap-sikap yang tidak

menyenagankan bagi dirinya sendiri.

d. The ideal selft-concept, konsep diri ideal merupakan persepsi

seseorang temtang apa yang diinginkan menegenai dirinya, atau

keyakinan tentang apa yang seharusnya mengenai dirinya. Konsep

ini diri ideal ini semakin berkembang seiring bertambahnya umur

seseorang.62

2. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sangat mempengaruhi terhadap identitas

seseorang, seperti yang dikatakan J.M Baldwin, ia menyebutkan bahwa,

“Self” sendiri sebagai “an actively origanized concept” yang artinya

“self” itu sebagai konsep yang tersusun rapi. Selanjutnya ia

mengemukakan bahwa:

.Pada dasarnya, anak-anak bukanlah konsep atas diri sendiri,

namun konsep yang berkembang satu persatu seiring dengan

perkembangan konsepsi orang lain.

Robert E. L. Faris, berkata.

Manusia tidak dilahirkan dengan sendirinya atau dengan

kesadaran atas dirinya sendiri, setiap orang menjadi objek

untuk dirinya sendiri berdasarkan proses aktif penemuan-

penemuan material untuk membangun konsepsi diri yang

62

Syamsu ln & Nurihsan Juntika, Teori Kepribadian, hal. 8-9.

Page 58: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

45

diperoleh dalam proses interaksi dengan orang lain, diri itu

ditentukan dalam reaksi terhadap orang lain.

Dua pendapat diatas, menunjukkan bahwa “self” tidak ada atau

belum ada pada saat manusia dilahirkan, atau pada waktu masih

anak-anak. “Self” selanjutnya akan lahir dan terbentuk sebagai hasil dari

interaksi dengan lingkungan sosialnya, Misalnya: ibunya, ayahnya,

kakaknya dan sebagainya dengan siapa dia selalu berhubungan tiap hari.

Dengan kata lain “self” adalah produk daripada sosial.63

Maka, individu tidak akan menemukan identitas dirinya tanpa

adanya benturan atau interaksi dengan lingkungan sosialnya. Lingkungan

sosial berpengaruh besar terhadap identitas individu tersebut. Karena,

Melalaui interaksi-interaksi dengan lingkungan tersebut ia senantiasa

selalu mengkonstruk identitasnya seperti apa yang ia hasilkan dari

interaksi dengan lingkungan sosial sekitar.

E. Tinjauan Umum Tentang Habib

Habib adalah seseorang yang memiliki keturunan langsung dengan

Nabi Muhammad. Pendataan silsilahnya harus dilakukan melalui sejumlah

tahapan, jika ditelisik dalam perspektif antropologis, munculnya habib

merupakan fenomena penghormatan terhadap keturunan Nabi Muhammad.

Sebutan habib dinisbatkan secara khusus kepada laki-laki keturunan Nabi

Muhammad melalui pernikahan putri Rasul, Fatimah, dengan Ali bin Abi

Thalib. Mereka berputra Hasan dan Husein serta Zainab.

63

Wuryo Karmiran & Sjaifullah Ali, Pengantar Ilmu Jiwa Sosial (Jakarta: Sabdodadi,

1982), hal 38-39.

Page 59: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

46

Habib Muhammad bin Alatas menambahkan. “Habib di negara lain

disebut dengan sayid. Ada juga yang menggelari syarif. Yang disebut dengan

syarif banyak di Jordan, Iran, Yaman dan Maroko.” Habib yang juga disebut

alawiyin atau saadah itu terdiri dari 114 marga. Menurut Rabithah Alawiyah,

hanya keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar Habib.

Menurut catatan Rabithah Alawiyah, ada sekitar 1,2 juta orang yang berhak

menyandang sebutan habib. Mereka memiliki moyang yang berasal dari

Yaman, khususnya Hadramaut.

Dari merekalah tersusun silsilah yang menjuntai hingga belasan abad,

dari Hadramaut Yaman hingga ke Tanah Air. Yaitu sebuah silsilah keturunan

Nabi Muhammad dari garis keturunan Fatimah yang menikah dengan Ali bin

Abi Thalib.64

Sayyid Zen Umar bin Smith mengisahkan bagaimana keturunan

sayyid ini hijrah ke Hadramaut, sebuah lembah di negara Yaman. Hijrahnya

para sayyid ini bertujuan untuk menjaga anak dan keturunannya agar dapat

memegang ajaran agama yang murni dan tidak terkontaminasi segala macam

masalah politik, sebab Hadramaut pada kala itu adalah negeri yang miskin,

kering kerontang, dan tidak ada apa-apa. Dari Hadramaut kemudian mereka

berkembang dan menyebar ke Asia Tenggara termasuk Indonesia.65

Rabithah Alawiyah adalah organisasi pencatat keturunan Nabi

Muhammad SAW. di Indonesia. Ketua Umum Rabithah Alawiyah Sayyid

Zen Umar bin Smith menyatakan bahwa fenomena tentang habib perlu

64

Kumparan, Jejak Para Habib Sampai di Indonesia, diakses dari

https://kumparan.com/wisnu-prasetyo/jejak-habib-di-indonesia, pada tanggal 26 Juli 2017. 65

Tirto.id, Seluk Beluk Para Habib Mereka datang ke Nusantara Demi Cincin Sulaiman,

diakses dari https://tirto.id/mereka-datang-ke-nusantara-demi-cincin-sulaiman-chdg#, pada tanggal

1 Mei 2017.

Page 60: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

47

diluruskan karena banyak terjadi salah kaprah di masyarakat terkait sebutan

habib. Menurutnya, habib secara bahasa berarti keturunan Rasulullah yang

dicintai, sedangkan habaib adalah kata jamak dari habib. Jadi dapat ditarik

kesimpulan bahwa tidak semua keturunan Rasulullah mendapatkan gelar

habib. Keturunan Rasulullah dari Sayyidina Husein disebut sayyid, dan dari

Sayyidina Hasan disebut assyarif. Hasan dan Husein merupakan putra

Sayyida Fatimah binti Muhammad dengan Ali bin Abi Thalib. Di Indonesia

para keturunan Rasullullah banyak yang berasal dari Husein, sehingga banyak

yang disebut sayyid. Sementara keturunan-keturunan Hasan kebanyakan

menjadi raja atau presiden seperti di Maroko, Jordania, dan kawasan Timur

Tengah. Pertama kali ulama-ulama dari Yaman atau Hadramaut masuk ke

Indonesia di beberapa daerah. Karena adanya akulturasi budaya, sebutan

sayyid di Aceh berubah menjadi Said, sementara di Sumatra Barat menjadi

Sidi dan lain sebagainya.66

Menurut Quraish Shihab, habib dalam bahasa Arab artinya dicintai.

Siapa pun boleh pakai nama itu selama ia dicintai oleh masyarakat.

Sementara, menurut masyarakat muslim Indonesia terlebih masyarakat

betawi, gelar habib disematkan bagi orang saleh dan berbudi luhur serta

memiliki garis keturunan hingga Rasulullah.

Rabithah Alawiyah memiliki batasan untuk meligitimasi seseorang

dengan sebutan habib, di antaranya: cukup matang dalam hal umur, harus

memiliki ilmu yang luas, mengamalkan ilmu yang dimiliki, ikhlas terhadap

66

Republika, Salah Kaprah Sebutan Habib di Masyarakat, diakses dari

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/10/11/nd9vk0-salah-kaprah-sebutan-habib-

di-masyarakat, pada tanggal 1 Mei 2017.

Page 61: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

48

apapun, wara atau berhati-hati, bertakwa kepada Allah SWT, serta memiliki

akhlak yang baik.67

Para habaib sangat dihormati oleh masyarakat muslim Indonesia,

karena dianggap sebagai tali pengetahuan yang murni dari garis keturunan

langsung kepada Nabi Muhammad. Hal tersebut mendapat respon negatif dari

kelompok anti-sunnah yang menilai bahwa penghormatan terhadap habib

sesuatu yang bid’ah. Namun sesuai fakta, Habaib di Indonesia sangat banyak

memberikan pencerahan dan pengetahuan tentang agama Islam. Dan sudah

tak terhitung jumlah orang yang akhirnya memeluk agama Islam di tangan

para habaib.68

Namun, majelis taklim yang dipimpin para habib di Jakarta memang

berhasil menarik simpati warga pinggiran kota. Kopiah putih, gamis yang

dibalut jaket hitam dengan sulaman benang emas di punggung bertuliskan

Majelis Rasulullah, serta sorban dan bendera, seolah menjadi identitas tetap

bagi jamaah pengajian majelis itu. Pengajian Majelis Rasulullah (MR) yang

diasuh Habib Mundzir bin Fuad Almusawa serta majelis Shalawat dan Zikir

Nurul Musthofa (NM) yang dipimpin Habib Hasan bin Jafar Assegaf. Dua

pengajian itu diklaim memiliki jamaah terbesar nomor wahid di Ibu Kota.

MR mengklaim memiliki 50 ribu jamaah, NM mengaku menggaet 20 ribu

orang.69

67

Republika, Salah Kaprah Sebutan Habib di Masyarakat, diakses dari

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/10/11/nd9vk0-salah-kaprah-sebutan-habib-

di-masyarakat, pada tanggal 1 Mei 2017. 68

Satu Islam, Keturunan Nabi Muhammad di Indonesia, diakses dari

https://satuislam.org/humaniora/mozaik-nusantara/keturunan-nabi-muhammad-saw-di-indonesia/,

pada tanggal 1 Mei 2017. 69

Merdeka.com, “Ismail F. Alatas (2): Majelis wadah eksistensi warga pinggiran”,

diakses dari https://www.merdeka.com/khas/ismail-f-alatas-2-majelis-wadah-eksistensi-warga-

pinggiran.html, pada tanggal 1 Februari 2017

Page 62: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

49

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Profil Majalah Tempo

Tempo adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pers.

Bersamaan dengan lahirnya PT. Tempo Inti Media Tbk., pada tahun yang

sama (2001), lahirlah Koran Tempo yang diterbitkan perseroan untuk

berkompetisi di lapak media harian. Koran Tempo yang menjadi pionir

sebagai koran dalam format compact di Indonesia ini unggul dalam liputan

pemberantasan korupsi, politik dan ekonomi.1

Tempo memiliki sejarah yang panjang berawal dari tahun 1969,

sekumpulan anak muda berangan-angan membuat sebuah majalah berita

mingguan yang kemuadian lahirlah majalah mingguan tersebut dengan nama

Ekspres. Di antara para pendiri dan pengelola awal, terdapat nama seperti

Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Christianto Wibisono, dan Usamah.

Namun, akibat perbedaan prinsip antara jajaran redaksi dan pihak pemilik

modal utama, terjadilah perpecahan. Goenawan cs keluar dari Ekspres pada

1970. Di sudut Jakarta yang lain, seorang Harjoko Trisnadi sedang

mengalami masalah. Majalah Djaja, milik Pemerintah Daerah Khusus Ibu

Kota (DKI), yang dikelolanya sejak 1962 tidak terbit. Menghadapi kondisi

tersebut, karyawan Djaja menulis surat kepada Gubernur DKI saat itu, Ali

Sadikin, minta agar Djaja diswastakan dan dikelola Yayasan Jaya Raya-

sebuah yayasan yang berada di bawah Pemerintah DKI. Lalu terjadi

rembugan tripartite antara Yayasan Jaya Raya-yang dipimpin Ir. Ciputra,

1 Korporat.Tempo.co, Tentang, Diakses dari https://korporat.tempo.co/tentang#, Pada

tanggal 1 Mei 2017.

Page 63: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

50

orang-orang bekas majalah Ekspres, dan orang-orang bekas majalah Djaja.

Disepakatilah berdirinya majalah Tempo di bawah PT. Grafiti Pers sebagai

penerbitnya.2

Kenapa nama Tempo? Menurut Goenawan (Pemimpin Redaksi saat

itu) karena kata ini mudah diucapkan, terutama oleh para pengecer. Cocok

pula dengan sifat sebuah media berkala yang jarak terbitnya longgar, yakni

mingguan. Mungkin juga karena dekat dengan nama majalah berita terbitan

Amerika Serikat, Time, sekaligus sambil berolok-olok yang sudah terkenal.

Edisi perdana majalah Tempo terbit pada 6 Maret 1971.

Dengan rata-rata umur pengelola yang masih 20-an, Tempo tampil

beda dan diterima masyarakat. Dengan mengedepakan peliputan berita yang

jujur dan berimbang, serta tulisan yang disajikan dalam prosa yang menarik

dan jenaka, Tempo diterima masyarakat. Pada tahun 1982, untuk pertama

kalinya Tempo dibredel. Tempo dianggap terlalu tajam mengkritik rezim

Orde Baru dan kendaraan politiknya, Golkar. Saat itu tengah dilangsungkan

kampanye dan prosesi Pemilihan Umum. Tapi akhirnya Tempo

diperbolehkan terbit kembali setelah menandatangani semacam "janji" di atas

kertas segel dengan Ali Moertopo, Menteri Penerangan saat itu.

Makin sempurna mekanisme internal keredaksian Tempo, makin

mengental semangat jurnalisme investigasinya. Maka makin tajam pula daya

kritik Tempo terhadap pemerintahan Soeharto yang sudah sedemikian

melumut. Puncaknya, pada 21 Juni 1994. Untuk kedua kalinya Tempo

dibredel oleh pemerintah, melalui Menteri Penerangan Harmoko. Tempo

2 Korporat.Tempo.co, Sejarah, diakses dari https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah,

pada tanggal 1 Mei 2017.

Page 64: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

51

dinilai terlalu keras mengkritik Habibie dan Soeharto ihwal pembelian kapal-

kapal bekas dari Jerman Timur.

Selepas Soeharto lengser pada Mei 1998, mereka yang pernah bekerja

di Tempo dan tercerai berai akibat bredel berembuk ulang. Mereka bicara

ihwal perlu tidaknya majalah Tempo terbit kembali. Hasilnya, Tempo harus

terbit kembali. Maka, sejak 12 Oktober 1998, majalah Tempo hadir kembali.

Untuk meningkatkan skala dan kemampuan penetrasi ke bisnis dunia

media, maka pada tahun 2001, PT. Arsa Raya Perdana go public dan

mengubah namanya menjadi PT Tempo Inti Media Tbk. (Perseroan) sebagai

penerbit majalah Tempo yang baru. Dana dari hasil go public dipakai untuk

menerbitkan Koran Tempo yang berkompetisi di media harian.

Saat ini, produk-produk Tempo terus muncul dan memperkaya

industri informasi korporat dari berbagai bidang, yaitu penerbitan (majalah

Tempo, Koran Tempo, Koran Tempo Makassar, Tempo English,

Travelounge, Komunika, dan Aha! Aku Tahu), Digital (Tempo.co, Data dan

Riset (Pusat Data dan Analisa Tempo), Percetakan (Temprint), Penyiaran

(Tempo TV dan Tempo Channel), Industri Kreatif (Matair Rumah Kreatif),

Event Organizer (Impressario dan Tempo Komunitas), Perdagangan

(Temprint Inti Niaga), dan Building Management (Temprint Graha Delapan)

Bersama nahkoda Bambang Harymurti sebagai Direktur Utama dan

empat anggota dewan direksi yang lain, Herry Hernawan, Toriq Hadad,

Gabriel Sugrahetty Dian K dan Sri Malela Mahargasarie, Tempo Media

Group siap mengarungi birunya usaha penyedia jasa informasi.

Page 65: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

52

Guna menjamin kelancaran tempo sebagai jasa penyedia informasi,

berikut visi misi yang dimiliki tempo. Dalam visinya tempo berusaha menjadi

acuan dalam usaha meningkatkan kebebasan publik untuk berpikir dan

berpendapat serta membangun peradaban yang menghargai kecerdasan dan

perbedaan. Dari visi tersebut tempo menjabarkan misinya sebagai berikut:3

1. Menghasilkan produk multimedia yang independen dan bebas dari segala

tekanan dengan menampung dan menyalurkan secara adil suara yang

berbeda-beda.

2. Menghasilkan produk multimedia bermutu tinggi dan berpegang pada

kode etik.

3. Menjadi tempat kerja yang sehat dan menyejahterakan serta

mencerminkan keragaman Indonesia.

4. Memiliki proses kerja yang menghargai dan memberi nilai tambah

kepada semua pemangku kepentingan.

5. Menjadi lahan kegiatan yang memperkaya khazanah artistik, intelektual,

dan dunia bisnis melalui pengingkatan ide-ide baru, bahasa, dan tampilan

visual yang baik.

6. Menjadi pemimpin pasar dalam bisnis multemedia dan pendukungnya.

B. Profil Dwianto Wibowo

Dwianto Wibowo lahir di Jakarta pada 17 November 1986, pria yang

akrab disapa Anto memulai karirnya sebagai teknisi di perusahaan

percetakan. Pekerjaan ini sesuai dengan jurusan waktu ia kuliah di Trisakti,

3 Korporat.Tempo.co, Visi Misi, diakses dari https://korporat.tempo.co/tentang/visi, pada

tanggal 1 Mei 2017

Page 66: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

53

jurusan teknik mesin.4 Pria ini mulai menyukai fotografi, Pada tahun 2008,

dia mulai sering melihat pameran – pameran fotografi di Galeri foto

Jurnalistik Antara.

Dia memulai belajar Fotografi saat di Kampus, bermodalakan kamera

digital pocket. Setelah itu dia mulai menekuni fotografi untuk berkarir, dari

mulai mendokumentasi acara pernikahan, foto produk dan lain-lain, pada saat

yang bersamaan pamannya juga bekerja di media massa di Jakarta, dan

memperkenalkannya pada dunia jurnalistik.5

Setelah mulai memutuskan ingin menjadi fotografer dia magang di

kantor berita Tempo News Room. Pada saat itu Tempo menawarkannya

untuk menjadi stringer pada Tahun 2009 dia memulai karirnya sebagai

pewarta foto. Anto selain memotret untuk kebutuhan koran harian dia juga

ditugaskan untuk membuat foto portrait untuk kebutuhan majalah.

Pada saat di Tempo dia mendapatkan tugas untuk memotret kegiatan

habib serta jamaah pada majelis tersebut, Anto memotret dua majlis

terkemuka di Jakarta yaitu Majlis Rosulullah yang dipimpin oleh Habib

Munzir al-Musawa dan Majlis Nurul Mustofa yang dipimpin oleh Habib

Hasan Assegaf dalam kurun waktu satu bulan lalu memilih 15 foto untuk

diserahkan ke Majalah Tempo. Foto-foto tersebut lalu dimuat pada Majalah

Tempo edisi 21 tahun 2010 yang bertajuk Karnaval Habib Kota dengan sub

judul Malam Minggu Bersama Habib pada halaman 108.6

4 Wawancara pribadi dengan Dwianto Wibowo pada tanggal 10 Mei 2017 di kediaman,

Condet, Jakarta Selatan. 5 Wawancara pribadi dengan Dwianto Wibowo pada tanggal 10 Mei 2017 di kediaman,

Condet, Jakarta Selatan. 6 Wawancara pribadi dengan Dwianto Wibowo pada tanggal 10 Mei 2017 di kediaman,

Condet, Jakarta Selatan.

Page 67: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

54

Selama berkarir di dunia fotografi jurnalistik, tercatat beberapa nama

media nasional dan internasional pernah memuat karya Dwianto Wibowo,

diantaranya: TEMPO Megazine, Koran Tempo Daily, U Magz, Travel

Lounge, Jakarta Post, DestinAsian Indonesia, Sydney Morning Herald, The

Age, The New York Times, Forbes Indonesia, Strategic Reviews, serta

Voices +.7

Selain menelurkan beberapa karyanya pada media ternama diatas,

khususnya TEMPO, sederet pencapaian juga telah diraih oleh Dwianto

Wibowo, mulai dari penghargaan di tingkat Nasional dan mengikuti pameran

fotografi dari tingkat Nasional hingga Internasional. Diantaranya: 8

1. Pada Tahun 2010 mengikuti Jakarta International Photo Summit "City of

Interaction" di Galeri Nasional.

2. Tahun 2011, Dwianto terpilih menjadi juara pertama kategori photo esai

Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2010 untuk foto cerita “Sia-sia

Menunggu di Halte Transjakarta”.

3. Tahun 2012 Foto Transit-o transito terpilih menjadi pemenang juara

pertama di “Pesta Media” Aliansi Jurnalistik Independen di Galeri

Nasional, Jakarta.

4. Tahun 2012 Foto Dwianto Wibowo yang berjudul “Transit-o” juga

terpilih sebagai pemenang di “Anugerah pewarta Foto Indonesia tahun

2012”. Dan dipamerkan di Mall Grand Indonesia.

7 Daftar riwayat hidup Dwianto Wibowo.

8 Daftar riwayat hidup Dwianto Wibowo.

Page 68: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

55

5. Pada Tahun 2012 foto cerita Transit-O. Karyanya yang lain juga pernah

dimuat di buku Mt. Merapi 10, Summit of Fire bersama 44 jurnalis foto

dari berbagai media nasional dan manca negara

6. Pada tahun 2012 foto Transit-O di pamerkan diacara foto dan seni rupa

“Bhineka itu Indonesia”Komnas Perempuan di Galeri Nasional

7. Pada tahun 2013 fotonya yang bercerita tentang Harapan anak-anak

Transit-O di Lombok dipamerkan di Permata Photo Journalist Grant di

Mall Pacific Place, Jakarta.

Page 69: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

56

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Sosok habib yang dikenal sangat religius serta bertalian langsung

dengan Rasulullah SAW menjadikannya begitu diagungkan oleh para jamaah.

Identitas tersebut menjadi pembeda antara masyarakat dengan habib itu

sendiri, sehingga berhasil menarik simpati ribuan jamaahnya. Hal tersebut

membuktikan bahwa konstruksi identitas secara budaya berhasil diterapkan

habib kepada para jamaahya. Konstruksi identitas yang dilakukan oleh habib

itulah yang kemudian coba dibekukan ke dalam media fotografi oleh

fotografer Tempo yaitu Dwianto Wibowo. Dengan tajuk Habitus Habib,

Dwianto mencoba mengabadikan setiap momen pengagungan yang dilakukan

jamaah kepada sosok habib itu sendiri.

Pada tahun 2010 aktivitas dakwah para habib serta jamaahnya yang

berada di Jakarta berhasil di rangkai ke dalam frame kameranya yang

kemudian di muat ke dalam majalah Tempo, dengan media foto jurnalistik

yang dibuat oleh fotografer Dwianto Wibowo dengan karyanya yang berjudul

Habitus Habib. Penulis menggali makna semiotika pada foto Habitus Habib,

yakni dengan mengeksplorasi makna denotasi, konotasi dan mitos dari foto-

foto tersebut.

Tahap pertama yaitu denotasi, penulis menguraikan secara rinci apa

yang dilihat pada foto tersebut. Pada tahapan ini pesan yang dibuat oleh

Page 70: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

57

fotografer bersifat eksplisit, langsung dan pasti.1 Dengan kata lain fotografer

dan pelihat foto akan memiliki pemaknaan yang sama terhadap sebuah foto.

Pada tahapan kedua yaitu konotasi, pada tahapan ini pesan yang

dibuat oleh fotografer bersifat implisit, tidak langsung dan tidak pasti, atau

terbuka terhadap berbagai kemungkinan.2 Dengan kata lain fotografer dan

pelihat foto belum tentu memliki pemaknaan yang sama terhadap sebuah foto,

oleh karena itu Roland Barthes membuat bahasan dalam pemaknaan tahap

kedua ini dengan menguraikan sebuah foto melalui trick effect (manipulasi

gambar), pose, objek, photogenia (teknik foto), aestheticism (komposisi

gambar), syntax (sintaksis).3

Pada tahapan ketiga yaitu mitos, mitos menurut Roland Barthes

sebagai hasil dari tahap konotasi yang telah dipercayai dan menyebar dalam

masyarakat hingga menjadi sebuah ideologi.4 Dari ketiga tahapan tersebut

penulis akan menguraikan konstruksi identitas yang dilakukan oleh habib

dalam foto Habitus Habib karya Dwianto Wibowo.

1 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna

(Bandung: Jalasutra, 2003), hal. 261. 2 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna

(Bandung: Jalasutra, 2003), hal. 261. 3 Roland Barthes, Imaji Musik Teks (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hal. 7.

4 Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya (Depok: Universitas Indonesia,

2008), hal. 5.

Page 71: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

58

A. Analisis Data Foto 1

Gambar 1. Foto pertama

Sumber: Blog milik Dwianto Wibowo

1. Makna Denotasi

Makna sesungguhnya atau disebut dengan makna denotasi yang

terpancarkan denotasi dalam foto yang ada di atas ini adalah

penggambaran seorang habib/penceramah yang sedang berdiri ke arah

audience atau jama’ah. Dalam gambar ini menggambarkan bahwa

audience yang hadir saat itu cukup banyak, dengan terlihatnya banyak

kepala-kepala yang ada di hadapan habib tersebut. Mengapa langsung

dapat dikatakan habib/penceramah karena dari pakaian yang ia gunakan

sangat terciri menggambarkan seorang yang beragama muslim dan

dikatakan penceramah karena ia berdiri tepat di depan audience/jama’ah

yang terfokus padanya.

Page 72: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

59

2. Makna Konotasi

a. Manipulasi Foto

Dilihat dari bentuk acara yang terlihat dalam gambar satu

tidak terlihat sebuah manipulasi foto. Pada dasarnya manipulasi foto

dilakukan saat subjek atau pembuat foto ingin mencapai suatu tujuan

yang ingin dihasilkan. Manipulasi foto biasa digunakan untuk

memunculkan makna tertentu yang diinginkan salah satu pihak,

misalnya memunculkan makna kesedihan atau keceriaan agar para

penikmat foto ikut merasakan hal yang sama dengan makna yang

dimunculkan.

Dapat dikatakan tidak adanya manipulasi foto karena foto

diatas ini merupakan sebuah dokumentasi kegiatan yang ada,

kegiatannya pun berupa kegiatan secara langsung dan tidak bisa

diulang. Maka dari itu penulis dapat menyimpulkan bahwa foto yang

satu ini tidak dimanipulasikan.

b. Pose

Gestur tubuh dan bentuk gaya beberapa subjek dalam foto ini

tidak terlalu beragam, karena subjek pusat dalam foto ini hanya satu

yaitu sang habib/penceramah yang berdiri tegak dengan kedua

tangan menekuk keatas seperti halnya orang sedang bergestur

sebagai penceramah di hadapan umum. Ada pun subjek lain yang

ada yaitu jama’ah yang ada tepat di hadapan sang habib. Jama’ah

pada gambar tersebut walaupun terlihat kabur namun bisa dikatakan

jama’ah dalam posisi duduk dan berdempetan, karena umumnya

Page 73: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

60

dalam mendengarkan kotbah para jama’ah duduk di hadapan habib

tersebut dengan khitmat.

c. Objek

Yang menjadi objek atau point of interest dalam foto ini

tentunya adalah orang yang berdiri tepat ditengan foto

membelakangi kamera. Orang ini adalah point of interest atau biasa

disingkat dengan POI utama. Seperti yang sudah dikatakan

sebelumnya orang yang berada tepat di tengah-tengah gambar ini

adalah habib. Selain itu ada pula POI kedua yang akan menjadi

pembantu penguat makna yaitu gambar yang terlihat kabur namun

masih tergambarkan, yaitu jama’ah yang ada di hadapan habib

tersebut.

Sangat jelas alasan habib ini menjadi POI utama karena yang

sangat terlihat dalam foto tersebut yaitu Habib itu sendiri. Maka

dapat dipastikan orang yang berada tepat di bagian tengah foto

berdiri menghadap jama’ah ialah objek utama.

d. Photogenia (tehnik foto)

Terdapat beberapa tehnik foto yang digunakan oleh sang

fotografer yaitu Dwianto Wibowo ini. Yang sangat terlihat jelas pada

foto ini yaitu tehnik DOF sempit. Dengan membesarkan bukaan

diafragma dan menyempitkan titik fokus menjadikan titik fokus yang

ada hanya terpusat pada objek utama. Objek lain yang ada yaitu

jama’ah dibuat seolah kabur karena titik fokus yang sempit

menjadikan bagian jama’ah tersebut tidak fokus.

Page 74: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

61

Sedangkan sudut pandang yang digunakan oleh fotografer

yaitu eye view karena foto yang dihasilkan terlihat sejajar lurus

dengan ukuran mata pada umumnya.5 Cahaya yang digunakan oleh

fotografer pun terbilang low light karena hasil gambar yang

dihasilkan pun terbilang lebih gelap, hanya bagian yang terpapar

cahaya yang terlihat lebih jelas, bagian jemaah yang tidak tersinari

lebih terlihat gelap.

e. Komposisi

Porsi terbesar dalam komposisi foto diatas adalah seorang

habib yang berdiri ditengah-tengah bagian foto, habib tersebut

berdiri membelakangi kamera, mengunakan peci berwarna putih dan

tidak lupa sorban putih tergantung di pundaknya. Pakaian yang

dikenakan oleh habib yaitu gamis berwarna hijau tua.

Komposisi di dalam foto ini terlihat begitu padat dengan

sekeliling habib itu berdiri terdapat corak-corak berwarna putih yang

dimana warna putih itu merupakan kepala-kepala jama’ah yang juga

menggunakan peci berwarna putih. Titik fokus yang terpusat pada

habib membuat mata para penikmat foto ini langsung terarahkan

pada bagian inti foto, ditambah vignate hitam yang melingkari

pinggiran bagian foto.

f. Syntax

Pada tahapan syntax yang sudah dijelaskan di bab

sebelumnya menjelaskan pada foto pertama ini sebuah caption tidak

akan banyak mempengaruhi para pembaca foto. Foto yang ada di

5 M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal.

43.

Page 75: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

62

atas tidak memiliki banyak interaksi dan makna secara denotasi,

sehingga orang umum yang melihat foto tersebut tidak terlalu

memahami apa arti dari foto tersebut.

Makna yang terpancar jika melihat foto pertama ini seperti

halnya melihat seseorang sedang melakukan kotbah diatas mimbar

atau panggung. Pemberian caption atau keterangan foto diatas dapat

memperjelas kegiatan dan siapa kah orang yang ada di dalam foto.

Sesuai dengan ciri berpakaian yang dikenakan oleh orang tersebut.

Terlihat jelas ia mengenakan sorban, serta gamis, yang mana pakaian

tersebut merupakan ciri berpakaian orang keturunan arab. Seperti

yang penulis jabarkan pada bab 2, habib merupakan seseorang yang

berketurunan dari tanah Arab serta bertalian langsung dengan nabi

Muhammad.6 Sehingga dapat dikatakan yang berada dalam foto

tersebut adalah sosok habib.

Selain itu jamaah yang datang terlihat begitu banyak ditandai

dengan pola peci berwarna putih, yang berkonotasi seperti lautan

manusia. Banyaknya jamaah yang datang ke dalam kegiatan majelis

tersebut dikarenakan sosok habib yang dipercaya sebagai keturunan

dari Nabi Muhammad.7

Penggalian lebih dalam jika tidak terpaku pada caption yang

ada pada foto cukup memiliki makna yang dalam, berbeda dengan

hasil foto yang bisa tergolong dengan aktifitas yang cukup

6 Kumparan, Jejak Para Habib Sampai di Indonesia, diakses dari

https://kumparan.com/wisnu-prasetyo/jejak-habib-di-indonesia, pada tanggal 26 Juli 2017. 7 Satu Islam, Keturunan Nabi Muhammad di Indonesia, diakses dari

https://satuislam.org/humaniora/mozaik-nusantara/keturunan-nabi-muhammad-saw-di-indonesia/,

pada tanggal 1 Mei 2017.

Page 76: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

63

sederhana. Makna yang sangat terciri yaitu bahwa banyaknya orang

yang datang sebagai jamaah dalam kegiatan tersebut sangatlah

terfokus pada satu titik pada orang yang berdiri tepat di hadapan

mereka yaitu habib, hal ini bisa kita lihat pada foto yang dihasilkan

oleh fotografer. Dari keseluruhan foto hanya terfokus pada satu titik,

sebaliknya, di titik atau bagian yang lain dari foto ini terlihat kabur.

Pada umumnya dalam berkomunikasi akan menimbulkan

berbagai macam dampak, dampak-dampak yang dihasilkan pun

tergantung pada berbagai macam cara berkomunikasi. Secara teori,

komunikan akan menyerap / menerima informasi dari sang pemberi

informasi atau komunikator. Informasi yang diserap oleh komunikan

akan langsung diproses pada pola pikir penerima informasi, tidak

semua macam informasi dapat langsung diterima oleh komunikasn,

tergantung kepada pemahaman dan sudut pandang masing-masing

komunikan. Bagi mereka yang merasa satu pemikiran dan

menganggap bahwa informasi yang ia terima itu benar maka

informasi tersebut akan langsung mereka pahami dan diproses pada

pola pikir mereka, namun sebaliknya jika informasi yang mereka

anggap salah dan tidak benar makan informasi yang diberikan oleh

komunikator pada komunikan tersebut akan ditolak oleh pola pikir

dan sudut pandang mereka.

Selain hal itu, gambar diatas menunjukan titik fokus pada

habib dapat diartikan bahwa jamaah yang ada saat itu fokus dengan

habib yang sedang berada diatas mimbar, dengan kata lain mereka

Page 77: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

64

pasti pula akan fokus terhadapa apa yang habib tersebut utarakan

atau lakukan selama di atas mimbar, dengan fokusnya jamaah pada

apa yang dilakukan dan sampaikan oleh habib maka sedikit banyak

ucapan habib tersebut akan masuk pada pola pikir para jamaah yang

ada.

3. Mitos

Dari penjelasan makna konotasi diatas menimbulkan beberapa

makna mitos yang saling berkesinambungan. Habib dipahami oleh orang-

orang umum adalah seseorang yang sangat dekat dengan agama.

Pengetahuan dan cara pikir sisi keagamaan mereka bisa dikatakan

melebihi orang pada umumnya. Dalam foto ini menjelaskan bahwa orang

yang sedang berdiri ini adalah habib, pakaian gamis berwarna hijau serta

sorban yang digunakan dikepala sudah cukup memberi makna bahwa ia

adalah seseorang yang beragama islam, warna hijau diidentikan dengan

agama islam. Penggunaan peci menambah kuat makna itu dan sebuah

sorban yang digunakan memunculkan makna bahwa orang yang berdiri

pada foto ini adalah seorang habib, hal itu dapat dikatakan karena gaya

berpakaian habib yang ada khususnya di Indonesia seperti itu.

Menurut Dwianto, habib dinilai sebagai pemimpin dan penyebar

agama Islam, seorang keturunan Arab dapat lebih diandalkan.8 Hal ini

membuat citra seorang habib dicap seseorang yang baik dan taat pada

agama. Dari citra yang tercipta menjadikan pemahaman sekelompok

orang dengan makna bahwa habib adalah orang yang sangat dekat

8 Dwianto Wibowo, Habitus Habib, artikel diakses dari

http://pictorialismdewe.blogspot.co.id/search?=Habitus+habib&m=1 , pada tanggal 1 Mei 2017

Page 78: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

65

dengan agama dan memiliki sikap yang baik dikarenakan ia adalah sosok

yang mengaplikasikan ajaran-ajaran baik yang dimiliki agama islam.

Sebagaiman layaknya seseorang yang patut dicontoh dan dianggap

penting untuk satu perkumpulan, hal itu menjadikan panutan bagi orang

yang mengidolakannya. Para habaib sangat dihormati oleh masyarakat

muslim Indonesia, karena dianggap sebagai tali pengetahuan yang murni

dari garis keturunan langsung kepada Nabi Muhammad.9

9 Satu Islam, Keturunan Nabi Muhammad di Indonesia, diakses dari

https://satuislam.org/humaniora/mozaik-nusantara/keturunan-nabi-muhammad-saw-di-indonesia/,

pada tanggal 1 Mei 2017.

Page 79: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

66

B. Analisis Data Foto 2

Gambar 2. Foto kedua

Sumber: Blog milik Dwianto Wibowo

1. Makna Denotasi

Makna denotasi yang terkandung dalam foto kedua ini yaitu

sedang berlangsungnya acara keagamaan, tepatnya kegiatan agama islam,

di dalam foto ini terlihat banyaknya orang yang sedang melakukan

kegiatan berdoa bersama. Kegiatan ini dilakukan dalam sebuah acara

yang memang ditajukan dengan hal serupa. Terlihat orang-orang yang

berada dalam foto ini berdoa dengan begitu antusiasnya.

2. Makna konotasi

a. Manipulasi Foto

Seperti foto pertama, pada foto kedua ini tidak terjadi

manipulasi foto baik secara digital atau rekayasa adegan yang dibuat

Page 80: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

67

oleh fotografer karena acara yang ada pada foto diatas adalah sebuah

foto dokumentasi acara yang berjalan secara langsung. Hal ini bisa

diperkuat dengan beberapa foto yang “shakeing” (shakeing dalam

pemahaman fotografi yaitu saat sebuah foto yang dihasilkan terdapat

bagian gambar yang tidak fokus dikarenakan gambar yang ditangkap

bergerak lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan ranah foto).

b. Pose

Foto pertama yang dibuat oleh fotografer Dwianto Wibowo

ini terdapat banyak subjek di dalamnya, hal ini dikarenakan bentuk

kegiatan yang ada adalah sebuah acara yang memang bisa

mengumpulkan banyak orang dalam satu waktu. Dalam kegiatan

agama semacam ini tidak akan terlalu banyak momen yang

menghasilkan sebuah aktivitas puncak.

Namun yang menarik dalam foto ini yaitu saat momen

berdoa bersama, secara garis besar subjek yang ada membuat sebuah

bentuk pose yang sama. Hampir semua subjek yang ada mengangkat

kedua tangannya ke atas, dengan mimik muka yang beragam.

c. Objek

Hal yang sangat mencuri perhatian dalam foto ini yaitu tentu

subjek-subjek yang ada didalamnya. Subjek yang ada melakukan

pose menarik dan menjadikah hal pendukung untuk dijadikan point

of interest. Orang-orang yang sedang berdoa pada barisan depan foto

adalah bagian terpenting dalam menggali makna yang ada.

Page 81: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

68

Mengapa subjek dan pose tersebut dapat menjadi POI

dikarenakan selain karena posenya saja juga jumlah yang ada saat itu

tidak sedikit dan membentuk satu pose yang hampir sama, karena itu

lah hal tersebut dapat menjadi alasan mengapa pose dan subjek dapat

menjadi sebuah point of interest di dalam foto ke dua ini.

d. Photogenia

Dwianto Wibowo sebagai pembuat foto ini menempatkan

dirinya lebih tinggi dibandingkan dengan objek yang ada, hal ini

dimaksudkan untuk dapat mengambil sisi terjauh dari objek foto.

Bukaan diafragma atau titik fokus dibuat lebih besar agar subjek-

subjek yang ada di bagian depan foto ini terlihat lebih fokus. Tehnik

foto terakhir yang fotografer gunakan adalah tehnik freezing, hal ini

ia gunakan untuk mendapatkan momen puncak yang ada dengan

menunggu momen tersebut tiba.

e. Komposisi

Terdapat banyak elemen yang ada di dalam foto kedua ini,

diantaranya adalah banyaknya orang yang ada di dalamnya. Orang

yang ada di dalam foto ini beragam, dari orang dewasa, remaja dan

anak-anak, dapat dilihat dari bagian terdepan foto. Namun jelas

komposisi terbesar berada dibagian tengah foto. Mata akan otomatis

tergiring pada bagian tengah foto karena komposisi terpadat dengan

momen puncak terdapat disana.

Page 82: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

69

f. Syntax

Keberadaan caption pada foto ini akan menjelaskan sebuah

acara yang sedang diikuti oleh orang-orang yada ada didalamnya.

Mengenai maksud yang lebih dalam tidak akan didapatkan apa bila

hanya membaca captionnya saja. Namun bagi sebagian orang akan

bertanya-tanya apakah yang sedang dilakukan oleh kebanyakan

orang ini? siapakah sosok dihadapannya hingga orang-orang ini

begitu terlihat histeris.

Penggalian makna pada foto ini dapat bersumber dari

ekspresi muka dan gestur orang terdepan pada foto. Dapat kita lihat

dalam foto ini orang yang berada di bagian depan sedang terlihat

mengangkat tangannya keatas dengan ekspresi muka tampak

antusias dan histeris. Gestur lengan yang ditampilkan orang-orang

dalam foto ini menunjukan sebuah aktifitas seseorang yang sedang

meminta atau memohon akan suatu hal.

Raut muka yang ditampilkan pada foto ini tidak kalah

menarik untuk dibahas menjadi poin penting penggalian makna.

Hampir sebagian besar subjek pada foto ini mengekspresikan jenis

muka berantusias tinggi. Keantusiasan ini dapat disebabkan oleh

berbagai macam sebab diantaranya karena orang tersebut menerima

informasi yang menurut mereka benar dan sependapat. Selain itu

keantusiasan mereka bisa pula disesbabkan karena salah satu tokoh

yang membuat mereka berniat untuk menghadiri acara tersebut,

Page 83: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

70

bisanya sosok itu diodalakan oleh orang tersebut atau sangat

dihormati.

3. Mitos

Tidak terlalu banyak makna mitos yang dapat kita gali pada foto

ini. Kerumunan yang menggunakan penutup kepala atau biasa disebut

dengan kopiah dan baju-baju yang digunakan menjelaskan sekali bahwa

yang sedang dihadiri adalah kegiatan keagamaan, khususnya agama

islam. Selain itu gestur tangan dari kebanyakan subjek di dalam foto

menjulur keatas, hal ini ditangkap pada makna mitos bagi seseorang yang

sedang memuja, menyembah, meminta atau memohon. Dilihat dari

pandangan mata dan arah tubuh, mereka sedang berdoa dan memohon

bersama dengan orang yang ada dihadapan mereka.

Pada bagian belakang foto terlihat sebuah bendera putih yang

sedang dikibar-kibarkan. Mengibar-ngibarkan bendera dimaknai oleh

beberapa orang seperti sebuah hiporia kesenangan atau kekuasaan. Dapat

disimpulkan pada makna mitos kali ini penulis menggambarkan bahwa

pemancaran makna foto ini yaitu sejumlah orang yang sedang melakukan

permohonan dengan antusias yang sangat tinggi dan menggebu-gebu.

Hal tersebut senada dengan Julia Day Howell dan tokoh

lainnya yang berbicara urban priority. Mereka berbicara bahwa

masyarakat perkotaan dengan tingkat individualistik tinggi, alienasi

masyarakat terhadap hal-hal lebih luhur menyebabkan kekeringan

dan dahaga luar biasa. Ismail F. Alatas, Dosen Universitas Indonesia

menambahkan bahwa praktek-praktek keagamaan di kota yang

Page 84: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

71

manampakkan aspek rasional dari agama. Sehingga aspek emosional dan

eksperiensial hilang. Sedangkan majelis-majelis MR dan NM ini justru

mengedepankan aspek eksperiensial dan emosional. Mereka memainkan

hadrah, membaca maulid Nabi, bershalawat bersama, memakai gendang,

membuat orang mendapatkan pengalaman spiritual yang tidak

didapatkan dalam instruksi keberagamaan yang kering.10

Dengan

demikian dalam seperti yang terlihat dalam foto kedua ini dapat

dikatakan sebagai bagian dari ekspresi emosinal yang dilakukan jamaah

dengan mengibarkan bendera.

10

Merdeka.com, “Ismail F. Alatas (2): Majelis wadah eksistensi warga pinggiran”,

diakses dari https://www.merdeka.com/khas/ismail-f-alatas-2-majelis-wadah-eksistensi-warga-

pinggiran.html, pada tanggal 1 Februari 2017

Page 85: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

72

C. Analisis Data Foto 3

Gambar 3. Foto ketiga

Sumber: Blog milik Dwianto Wibowo

1. Tahap Denotasi

Dalam foto ini terlihat seorang wanita yang mengenakan kerudung

atau jilbab berwarna hitam dan penutup wajah (cadar) sedang melihat ke

arah kamera. Wanita tersebut berada di kerumunan orang-orang. Di

samping wanita tersebut, berdiri wanita lainnya yang mengenakan pakaian

serupa.

Makna denotasi yang ingin diperlihatkan fotografer dalam foto ini

adalah pagar pembatas yang dibuat blur sebagai foreground atau latar

depan foto, sedangkan latar belakangnya adalah beberapa orang yang

berkumpul walaupun tidak terlalu jelas terlihat. Dan point of view dari foto

ini, seorang wanita yang berpakaian tertutup.

Page 86: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

73

2. Tahap Konotasi

Dalam pandangan Barthes, tahap ini dapat dikemukakan dengan

enam cara membaca foto, yaitu: Trick Effect, Pose, Object, Photogenia,

Aestheticism, dan Syntax.

a. Trick Effect

Foto ini adalah foto reportase yang ditampilkan dalam majalah

Tempo dengan judul Karnaval Habib Kota. Dalam foto ini, fotografer

menggunakan manipulasi foto untuk memperjelas gambar, karena

seperti yang dikatakannya dalam wawancara dengan penulis, foto

tersebut terlihat kurang memiliki ketajaman dan pencahayaan yang

cenderung gelap pada saat pengambilan.11

b. Pose

Dalam foto ini terlihat seorang wanita yang berada dalam

kerumunan, pose seperti gaya, posisi dan sikap jelas terlihat. Wanita

tersebut berdiri menatap fotografer seolah mengetahui akan diambil

gambarnya. Posisi wanita tersebut sedang berdiri di antara beberapa

orang di sekitarnya. Namun, ekspresi dari wanita tersebut tidak

terlihat karena wajahnya tertutup cadar, tetapi dari sudut pandang

matanya seolah dia sedang memperhatikan sesuatu. Meskipun

menurut fotografer wanita bercadar tidak boleh kontak mata dengan

lawan jenis.12

11

Wawancara langsung dengan Dwianto Wibowo pada tanggal 10 Mei 2017 di

kediamannya, Condet, Jakarta Selatan. 12

Wawancara langsung dengan Dwianto Wibowo pada tanggal 10 Mei 2017 di

kediamannya, Condet, Jakarta Selatan.

Page 87: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

74

c. Objek

Objek dalam foto ini adalah seorang wanita berpakaian serba

hitam sedang berdiri di antara kerumunan orang. Tepat di sebelah

wanita tersebut juga terlihat wanita lainnya yang berpakaian serupa,

namun fotografer menampilkannya agak sedikit buram atau tidak

fokus, dibandingkan dengan objek utama. Penulis melihat wanita yang

berada di tengah menjadi objek utama karena terlihat lebih kontras

dibandingkan sekitarnya yang dibuat tidak fokus oleh fotografer

walaupun secara warna hampir serupa dengan objek lainnya. Menurut

pandangan fotografer yang diungkapkannya dalam wawancara dengan

penulis, wanita berpakaian tertutup ini merupakan symbol fashion

wanita muslim saat ini.13

d. Photogenia (Teknik Foto)

Teknik foto dalam pengambilan gambar ketiga ini

menggunakan teknik ruang tajam sempit karena fotografer

memfokuskan hanya pada satu objek saja yaitu wanita yang menatap

kamera. Hal tersebut secara tidak langsung mengajak para pembaca

foto untuk lebih memperhatikan objek tersebut. Untuk teknik gerak

atau moving, fotografer tidak memperlihatkannya karena objek dibuat

membeku atau (freeze), angle atau sudut pandang yang digunakan

adalah eye level atau sejajar dengan pandangan mata fotografer. Perlu

diketahui bahwa pemilihan angle akan menentukan makna dari foto

itu sendiri. Angle juga dapat memperlihatkan sudut pandang fotografer

13

Wawancara langsung dengan Dwianto Wibowo pada tanggal 10 Mei 2017 di

kediamannya, Condet, Jakarta Selatan.

Page 88: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

75

dalam sebuah foto, eye level memberikan kesan bahwa objek memiliki

kesamaan derajat dengan pelihat foto.14

e. Aestheticism (Komposisi)

Fotografer menempatkan kerumunan orang yang dibuat tidak

fokus sebagai background atau latar belakang. Sedangkan untuk

foreground, fotografer mengambil gambar sebuah pagar pembatas

yang juga dibuat tidak fokus . Dan untuk objek utama, fotografer

memfokuskan hanya pada wanita berpakaian hitam yang berada di

tengah. Sehingga pagar dan wanita bercadar dalam foto ini memiliki

makna konotasi bahwa dalam ajaran islam pakaian wanita harus

dijaga sesuai syariat.

f. Syntax

Dalam foto ini syntax yang dibangun menunjukan bahwa

fotografer ingin para pembaca foto fokus kepada wanita yang

berpakaian serba hitam tersebut. Walaupun di sebelah wanita itu juga

terdapat wanita lain yang berpakaian serupa, fotografer menambahkan

sedikit pencahayaan di sekitar kepala wanita yang berada di tengah

agar pembaca foto tetap fokus pada objek utama.

Setelah penulis amati, foto ketiga ini menunjukkan bagaimana

cara berpakaian seorang wanita muslim. Penulis juga berkaca pada

apa yang dikatakan fotografer dalam wawancara, bahwa ia ingin

memperlihatkan bagaimana fashion wanita muslim saat ini15 yang

14

M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal.

43. 15

Wawancara langsung dengan Dwianto Wibowo pada tanggal 10 Mei 2017 di

kediamannya, Condet, Jakarta Selatan.

Page 89: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

76

dalam faktanya, tidak semua wanita muslim menutup aurat hingga

menggunakan cadar seperti yang terlihat dalam foto ketiga ini.

3. Mitos

Melihat dari latar belakang yang dijelaskan penulis sebelumnya,

mitos dalam foto ini lebih mengarah pada bagaimana seorang wanita

menutup auratnya. Menurut ajaran Islam, menutup aurat dari ujung kepala

hingga mata kaki merupakan hal yang wajib bagi seorang wanita. Dalam

majalah Tempo yang menampilkan rangkaian foto reportase yang penulis

teliti ini pun mempelihatkan bagaimana seorang habib dapat

mempengaruhi seseorang hingga apa yang dikenakannya sehari-hari.

Senada dengan penjelasan Dwianto, bahwa kehadiran habib di

Indonesia membentuk budaya yang mendarah daging di dalam masyarakat

Islam. Seperti halnya berpakaian yang menjadi habitus serta bernilai

positif di tengah budaya modern.16

Dengan begitu, konstruksi identitas

secara budaya yang dibawa habib berhasil, sehingga para jamaah

mengikuti segala kebiasaan serta ucapan habib. Mengingat habib bertalian

langsung dengan Rosululloh.17

16

Dwianto Wibowo, Habitus Habib, artikel diakses dari

http://pictorialismdewe.blogspot.co.id/search?=Habitus+habib&m=1, pada tanggal 1 Mei 2017 17

Chris Barker, Cultural Studies, Teori Dan Praktik, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004),

hal. 172.

Page 90: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

77

D. Analisis Foto 4

Gambar 4. Foto keempat

Sumber: Blog milik Dwianto Wibowo

1. Tahap denotasi

Makna denotasi yang terdapat dalam foto ini adalah terlihat

sekumpulan habib yang sedang memanjatkan do’a di atas panggung

atau podium. Mereka menadahkan kedua tangan, ada yang menaruh

kedua tangan di atas kaki dan ada pula yang sejajar dengan dada

mereka. Di depan para habib tersebut terlihat jamaah yang serentak

mengangkat gadget mereka untuk mengambil gambar habib yang

sedang memanjatkan do’a tersebut. Beberapa menggunakan telepon

genggam dan yang lainnya menggunakan kamera digital.

Page 91: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

78

2. Tahap Konotasi

a. Trick Effect (Manipulasi Foto)

Penulis melihat tidak ada manipulasi foto secara berlebihan

hanya sebatas cropping untuk mempertegas gambar. Saat wawancara

pun fotografer mengatakan hal yang sama. Dia tidak menggunakan

trick effect yang terlalu berlebihan dalam foto ini.

b. Pose

Pose dalam foto keempat ini yaitu, beberapa habib sedang

duduk bersila sambil memanjatkan do’a. Mereka terlihat mengangkat

kedua tangan. Di depan para habib tersebut terdapat jamaah yang

sibuk mengambil gambar dengan menggunakan telepon maupun

kamera digital. Dari pose tersebut memiliki makna konotasi bahwa

meskipun dalam keadaan khusyuk jamaah tetap mengabadikan

momen tersebut.

c. Objek

Fotografer menempatkan objek memenuhi frame pada gambar

keempat ini, yang menjadi objek utama adalah jamaah yang juga

mengangkat kedua tangan mereka namun bukan untuk memanjatkan

doa seperti yang dilakukan para habib, tetapi mereka sibuk

mengabadikan momen objek yang berada di depan mereka.

d. Photogenia (Teknik Foto)

Foto ini diambil menggunakan bukaan rana besar karena

fotografer lebih memfokuskan gambar pada tangan-tangan jamaah

yang memegang telepon genggam dan kamera digital. Sedangkan para

Page 92: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

79

habib yang memanjatkan doa dibuat sedikit blur atau buram walaupun

tidak terlalu terlihat keburamannya. Untuk pencahayaan, fotografer

menggunakan cahaya normal, tidak menggunakan cahaya tambahan.18

Dalam foto ini angle yang digunakan adalah eye level atau sejajar

dengan pandangan fotografer. Dari sudut pandang tersebut

memberikan kesan bahwa objek memiliki kesamaan derajat dengan

pelihat foto.19

e. Aestheticism (Komposisi)

Komposisi dalam foto ini terlihat berhasil mengajak pembaca

foto dengan menempatkan objek memenuhi frame namun tetap

terfokus pada gadget yang digunakan jamaah. Sekumpulan habib

dijadikan sebagai latar belakang foto ini karena dibuat sedikit blur

atau buram. Fotografer ingin menyampaikan bagaimana jamaah begitu

mengidolakan para habib, ini terlihat dari banyaknya jamaah yang

mengabadikan momen habib sedang berdoa.

f. Syntax

Meski foto keempat ini tidak menggunakan teks atau caption,

namun menurut penulis foto ini sudah cukup menggambarkan

bagaimana pengaruh seorang habib dimata jamaah. Hal tersebut

terlihat dari foreground atau latar depan yaitu banyaknya gadget yang

mengabadikan para habib sedang berdoa.

Dari beberapa aspek yang telah dijabarkan sebelumnya, makna

konotasi dalam foto keempat adalah bagaimana pengaruh seorang

18

Wawancara langsung dengan Dwianto Wibowo pada tanggal 10 Mei 2017 di

kediamannya, Condet, Jakarta Selatan. 19

M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik, hal. 43.

Page 93: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

80

habib pada jamaah. Dari foto keempat ini terlihat sosok habib yang

sangat diidolakan oleh jamaanya, dan fotografer berhasil mengostruksi

habib tersebut sebagai sosok yang diidolakan lewat tangan-tangan

para jamaah yang terlihat sedang mengabadikan apa yang dilakukan

habib.

3. Mitos

Dalam foto keempat ini terlihat sosok habib beserta ulama lainnya

sedang berada di atas penggung mengisi kegiatan rutin majelis taklim.

Beberapa jamaah juga terlihat sedang mendokumentasikan apa yang

sedang dilakukan oleh habib, menggunakan kamera ponsel serta digital.

Habib menjadi gelar mulia bagi banyak orang Indonesia, sehingga

seorang pendakwah bergelar habib mempunyai banyak jamaah, begitu

pula dengan majelisnya yang selalu ramai didatangi para jamaah.20

Sementara menurut Sayyid Zen Umar bin Smith ketua Rabithah Alawiyah,

para habaib sangat dihormati oleh masyarakat muslim Indonesia, karena

dianggap sebagai tali pengetahuan yang murni dari garis keturunan

langsung kepada Nabi Muhammad.21

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada tahapan mitos foto

keempat ini sosok habib sangat diidolakan dan dicintai oleh para

jamaahnya. Terlihat dari begitu antusiasnya para jamaah yang

mengabadikan momen habib yang sedang memanjatkan do’a.

20

Tirto.id, Seluk Beluk Para Habib Mereka datang ke Nusantara Demi Cincin

Sulaiman“, diakses dari https://tirto.id/mereka-datang-ke-nusantara-demi-cincin-sulaiman-chdg#,

pada tanggal 1 Mei 2017. 21

Satu Islam, Keturunan Nabi Muhammad di Indonesia, diakses dari

https://satuislam.org/humaniora/mozaik-nusantara/keturunan-nabi-muhammad-saw-di-indonesia/,

pada tanggal 1 Mei 2017.

Page 94: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

81

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehausan masyarakat pekotaan akan asupan agama, membuat majelis

taklim yang diketuai oleh sosok habib kian digandrungi di masyarakat Jakarta

khususnya. Selain itu aspek emosional dan ekspresional agama yang ada di

dalam majelis taklim, menambah minat masyarakat yang didominasi kaum

muda untuk ikut terjun mengikuti setiap kegiatan yang digelar oleh majelis

taklim. Sosok habib yang ada di belakang layar mempunyai peran sentral di

mata jamaahnya. Mengingat sejarah habib yang berasal dari tanah Arab serta

bertalian langsung dengan Rosululloh. Tak jarang para jamaah, mengikuti

segala ucapan dan perbuatan yang dilakukan oleh habib, sebagai cerminan

dari apa yang diperintahkan di dalam Al-qur’an dan Sunnah Rosul.

Dwianto Wibowo fotografer Tempo, pada tahun 2010, mengabadikan

antusias jamaah mengikuti kegiatan habib, serta kebiasaan-kebiasaan habib

yang juga di tiru oleh jamaah, seperti halnya cara berpakaian. Keempat foto

yang dipilih oleh penulis dirasa sangat mewakili apa yang ingin di teliti, yaitu

betapa konstruksi identitas yang dilakukan oleh habib diterima dengan baik

oleh jamaah, bahkan menjadi budaya yang mendarah daging.

Oleh karena itu pada bab 5 ini penulis akan memberikan kesimpulan

atas data temuan yang dianalisis melalui semiotika model Roland Barthes.

Berikut kesimpulannya:

Page 95: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

82

1. Tahap Denotasi

Makna denotasi dari keempat foto yang dipilih oleh penulis dapat

disimpulkan bahwa tergambar dengan jelas bagaimana keempat foto

tersebut menggambarkan kegiatan majelis taklim yang di pandu oleh

seorang habib, serta masyarakat yang antusias dan larut dalam suasana

sakral kegiatan tersebut. Beberapa foto juga sangat jelas terlihat, betapa

kentalnya budaya yang dikonstruk oleh habibyang kemudian di ikuti oleh

jamaah.

2. Tahap Konotasi

Makna konotasi dari keempat foto yang dipilih oleh penulis dapat

disimpulkan bahwa adanya pengagungan terhadap sosok habib.

Pengagungan tersebut terlihat dari betapa besarnya sosok habib saat

berceramah di depan ribuan jamaahnya. Pengagungan lainnya juga

tergambar dari pengidolaan yang dilakukan jamaah terhadap sosok habib.

Pengidolaan tersebut tergambar dari aktifitas jamaah yang mencoba

mengabadikan momen disaat habib sedang berdoa.

Pengagungan terhadap sosok habib juga dapat terlihat dari

suasana yang sangat emosional ketika acara berlangsung. Dalam

pembacaan doa jamaah menumpahkan segala ekspresinya, dimana aspek

ekpresnsial dalam acara keagamaan menurut Ismail F. Alatas, Dosen

Universitas Indonesia sangat dibutuhkan oleh masyarakat ibu kota.

Pengagungan lainnya juga terlihat dari kepatuhan jamaah untuk

mengikuti cara berpakaian yang dianjurkan oleh Rasulullah kemudian

disampaikan kembali oleh sosok habib. Habib membawa budaya dari

Page 96: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

83

tanah kelahirannya dari hal berpakaian. Peleburan budaya yang dilakukan

oleh habib tersebut bertujuan menemukan nilai yang terkandung dalam

suatu budaya, dengan perpaduan budaya tersebut jamaah dapat menerima

serta dijadikan sebuah pandangan hidup dari sisi keagamaan untuk

menciptakan sebuah interaksi.

3. Tahap Mitos

Dari keempat foto yang dipilih oleh penulis dapat disimpulkan

bahwa pada tahap mitos ini makna yang terkandung adalah jamaah

sangat mengagungkan sosok habib, mengingat sosook habib sendiri

memiliki perlakuan yang berbeda-beda disetiap negara. Pengagungan

tersebut didasarkan atas pertalian habib dengan Rosul, sehingga jamaah

meyakini bahwa sosok habib sebagai sosok yang alim serta memiliki

kesamaan prilaku dengan Rosulullah SAW. Hal tersebut membuat sosok

habib berbeda dengan orang kebanyakan, serta berhasil mengonstruk

identitas dirinya secara budaya sebagai orang yang bertalian kepada

Rosul.

Identitas yang dibawa habib tersebut berhasil membuat para

jamaah mengikuti segala ucapan dan tindakan habib sehingga menjadi

sebuah habitus. Mengingat menurut Dwianto jamaah yang berada dalam

majelis tersebut pada umumnya berasal dari masyarakat menengah

kebawah yang haus akan kebutuhan rohani untuk mengimbangi

kecukupan ekonomi mereka.

Maka dari itu sosok habib memiliki ribuan jamaah, selain itu

aspek eksprensial dan emosional yang di praktikan oleh habib pada

Page 97: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

84

majlis berhasil menarik simpati masyarakat ibu kota yang kebanyakan

diikuti oleh anak muda. Sehingga berhasil menggeser kebiasaan-

kebiasaan negative anak muda Ibu Kota kearah yang lebih positif dengan

mengikuti kegiatan rutin majelis di malam hari.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang

dapat menjadi saran bagi beberapa pihak, anatara lain:

1. Bahasa visual jurnalisik hadir sebagai bagian yang penting dalam

ranah pemberitaan, pesan yang disampaikan pun akan mudah

dipahami oleh masyarakat, bagian bahasa visual jurnalistik yaitu

fotografi dengan macam-macam alirannya serta kode etik yang

tercantum dalam undang-undang pers membuat peran foto jurnalistik

menjadi bagian penting dan sangat berpengaruh untuk pemberitaan

sekelas internal kampus atau berita nasional, maka di dasari dari itu

harus didukung dengan pendidikan fotografi jurnalistik, dalam

konteks ini adalah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah yang hanya menyediakan satu semester untuk

mempelajari fotografi dasar dan fotografi jurnalistik, diharapkan ke

depannya mata kuliah fotografi dapat ditambah. Guna agar mahasiswa

dapat benar-benar memahami dasar fotografi dan berbagai wacana

fotografi lainnya yang menjadi bekal penting untuk terjun ke dunia

jurnalistik atau pemberitaan, bahkan dalam pembuatan skripsi.

2. Analisis menggunakan metode semiotika menjadi hal yang banyak

diminati oleh mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN

Page 98: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

85

Syarif Hidayatullah, hal ini dilihat dari banyaknya mahasiswa yang

membuat skripsi dengan metode tersebut, oleh karena itu penulis

menyarankan agar diadakan mata kuliah semiotika di fakultas ini.

3. Melihat penelitian ini terpaparkan dengan jelas fungsi fotografi dapat

menceritakan suatu gambar secara mendalam, dengan di dukung oleh

teori dari ahli semiotika. Oleh karena itu Kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dapat lebih aktif dalam mendukung kelas atau

seminar fotografi yang secara langsung merangsang minat dan bakat

para mahasiswa khususnya mahasiswa di Fakultas Dakwah Dan Ilmu

Komunikasi.

4. Adapun untuk fotografer TEMPO dalam membuat foto cerita agar

membuat juga deskripsi atau caption pada setiap fotonya, meskipun

dalam foto cerita memiliki kekuatan tersendiri untuk bercerita atau

menyampaikan pesan, ada baiknya bila disertakan pula keterangan

dalam setiap foto, guna memudahkan para pelihat foto dalam

memahami setiap makna yang terkandung di dalamnya.

Maka dengan itu diharapkan penelitian tentang fotografi dan

semiotika yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi dapat terus bekembang dan diikuti dengan berkembangnya juga

pemahaman fotografi sebagai suatu bahasa visual atau bahasa komunikasi.

Page 99: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

86

Daftar Pustaka

Alwi, Audy Mirza. Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke

Media Massa. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Azizy, A. Qodri A. Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial.

Semarang: Aneka Ilmu, 2003.

Barker, Chris. Cultural, Studies, Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana,

2004.

Bachtiar, Ray. Ritual Fotografi. Chip foto video edisi spesial.

Barthes, Roland. Imaji Musik Teks (Yogyakarta: Jalasutra, 2010.

Budyatna, M. Jurnalistik, Teori dan Praktik . Bandung: Remaja Rosdakarya,

2006.

Christomy, Tommy. Semiotika Budaya. Depok: Universitas Indonesia.

Dharmawan, Bagas. Belajar Fotografi Dengan Kamera DSLR. Yogyakarta:

Pustaka Baru Press.

Gani, Rita dan Ratri Rizki Kusumalestari. Jurnalistik Foto Suatu Pengantar.

Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2013.

Hoed, Benny H. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Universitas

Indonesia, 2008.

Karmiran, Wuryo & Sjaifullah Ali. Pengantar Ilmu Jiwa Sosial. Jakarta:

Sabdodadi, 1982.

Kobre, Kenneth. Photojournalism The Professionals Approach. Burlington. USA:

Focal Press Elsevier.

Martinet, Jeanne. Semiologi: Kajian Teori Tanda Saussurean; Antara Semiologi

Komunikasi dan Semiologi Signifikasi. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.

Muhtadi, Asep Saeful. Jurnalistik Pendekatan teori dan praktek. Jakarta: logos

Wacana Ilmu, 1999.

Mulyati, Sri. Mengenal dan Memahami Tarikat-Tarikat Muktabarah di Indonesia.

Jakarta: Prenada Media.

Prasetya, Erik. On Street Photography. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer

Gramedia).

Page 100: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

87

Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya

Makna. Bandung: Jalasutra, 2003.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 2008.

Syamsu, Ln & Nurihsan Juntika. Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2008.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012.

- - - - - - - - -. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.

Sugiarto, Atok. Jurnalisme Pejalan Kaki. Jakarta: PT Elex Media Komputind

Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana

Media, 2011.

Wijaya, Taufan. Jurnalistik Foto. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014

Karya Ilmiah

Marzuki, Ismail. Skripsi “Konstruksi Indentitas Dahlan Iskan Dalam

Manufacturing Hope Harian Jawa Pos”. Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2014.

Purungan, Muhammad Yusuf. “Peranan Majelis Taklim dalam Keluarga Sakinah

Masyarakat Muslim di Kota Padangsidimpuan”. Fakultas Tarbiyah dan

Ilmu Keguruan IAIN Padangsidimpuan Volume 9 No. 1, 2014.

Website

Dwianto Wibowo. “Habitus Habib”. Artikel diakses pada tanggal 1 Mei 2017 dari

http://pictorialismdewe.blogspot.co.id/search?=Habitus+habib&m=1.

Kumparan. “Jejak Para Habib Sampai di Indonesia”. Artikel diakses pada tanggal

26 Juli 2017 dari https://kumparan.com/wisnu-prasetyo/jejak-habib-di-

indonesia.

Korporat.Tempo.co. “Tentang”. Artikel diakses pada tanggal 1 Mei 2017 dari

https://korporat.tempo.co/tentang#.

- - - - -.“Sejarah”. Artikel diakses pada tanggal 1 Mei dari

https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah.

Page 101: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

88

- - - - -. “Visi Misi”. Artikel diakses pada tanggal 1 Mei dari

https://korporat.tempo.co/tentang/visi.

Liputan6.com. “Habib Munzir Meninggal, SBY Sampaikan Duka Mendalam”.

Artikel diakses pada tanggal 1 Februari 2017 dari

http://news.liputan6.com/read/693808/habib-munzir-meninggal-sby-

sampaikan-duka-mendalam.

Merdeka.com. “Ismail F. Alatas: Majelis wadah eksistensi warga pinggiran”.

Artikel diakses pada tanggal 1 Februari 2017 dari

https://www.merdeka.com/khas/ismail-f-alatas-2-majelis-wadah-

eksistensi-warga-pinggiran.html.

Republika. “Salah Kaprah Sebutan Habib di Masyarakat”. Artikel iakses pada

tanggal 1 Mei 2017 dari

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/10/11/nd9vk0-salah-

kaprah-sebutan-habib-di-masyarakat

Satu Islam. “Keturunan Nabi Muhammad di Indonesia”. Artikel diakses pada

tanggal 1 Mei 2017 dari https://satuislam.org/humaniora/mozaik-

nusantara/keturunan-nabi-muhammad-saw-di-indonesia/.

Tempo.co. “Karnaval Habib Kota”. Artikel diakses pada tanggal 1 Mei 2017 dari

https://store.tempo.co/majalah/detail/MC201211020018/karnaval-habib-

kota#.WWiQboUxXYU.

Tirto.id. “Seluk Beluk Para Habib Mereka datang ke Nusantara Demi Cincin

Sulaiman”. Artikel diakses pada tanggal 1 Mei 2017 dari

https://tirto.id/mereka-datang-ke-nusantara-demi-cincin-sulaiman-chdg#.

Arsip

UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Jakarta: Depdiknas, 2003.

Wawancara

Daftar riwayat hidup Dwianto Wibowo

Wawancara pribadi dengan Dwianto Wibowo pada tanggal 10 Mei 2017 di

kediaman, Condet, Jakarta Selatan.

Page 102: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

89

LAMPIRAN

HASIL WAWANCARA :

Narasumber : Dwianto Wibowo

Jabatan : Fotografer TEMPO

Hari/tanggal : Rabu, 08 Mei 2017

Waktu : 20.00 WIB

Tempat : Kediaman Dwianto Wibowo, Condet, Jakarta Selatan

1. Jelaskan bagaimana Mas Dwianto membuat foto habib?

Karena saya bekerja di majalah kemudian mendapat tugas untuk meliput

kegiatan habib, lalu saya melakukan sedikit riset tentang kegiatan habib di

Monas yang dipimpin Habib Munzir Al Musawa dan Habib Hasan. Awal

saya observasi saya mendapatkan foto wanita bercadar dan banyak hal

baru yang saya dapatkan. Hal baru tersebut saya nilai menarik untuk

story pribadi saya, keseruan memotret di malam pertama yaitu karena

saya lihat hal yang baru dimata saya sehingga menjadikan riset untuk

kedepannya.

2. Jelaskan bagaimana anda memotret foto pertama?

Di atas panggung hanya saya yang memotret habib dari belakang.

Dokumentasi dari internal acara juga lengkap, ada foto dan video namun

orang luar yang motret modar-mandir hanya saya sendiri, all access.

Proses pendekatan untuk mendapatkan izin motret saya mendekati panitia

dan ngobrol tentang habib, mereka mengizinkan dan memberi access

tersebut, dan foto-foto yang kamu pilih sebagai objek penelitian

sebenarnya adalah foto-foto awal saya motret habib jadi penuh dengan

observasi dan riset umum tentang habib, maka untuk hasil yang bagus

saya harus memframingnya dengan baik, jadi dari awal saya

mengerjakannya sangat serius. Situasi di atas panggung banyak orang,

namun yang berdiri hanya habib itu saja, dan posisi habib itu sedang

berdakwah. Entah dakwah atau berdoa saya lupa. Riset awal saya dari

internet namun karena penulis sudah membuat tulisan sebelumnya, jadi

Page 103: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

90

saya bisa baca-baca apa yang ingin dituju, atau garis besarnya. Proses

pengerjaan semuanya itu kira-kira satu bulan. Menariknya ini fenomena

yang sudah lama terjadi dan fenomena yang umum adalah pengajian ini

bikin macet lalu lintas dan sebelum saya memotret ini saya berpendapat

umum yaitu kemacetan lalu lintas karena saya merasakan ketika pulang

kerja lewat jalur pancoran dan ketika ingin mengerjakan foto ini saya

berpikir cocok dengan faktanya, saya juga memotret gambaran umum

seperti mereka konvoi berbondong-bondong serta tidak mengenakan helm.

Maka hari pertama saya memotret, itu adalah hari pertama saya

observasi tentang kegiatan habib.

3. Jelaskan bagaimana anda memotret foto kedua? Terlihat jamaah

yang sangat berekspresi dari raut wajah yang ekspresif serta tangan-

tangan yang menjulur ke atas seperti orang sedang berdoa. Apakah

situasi di sana merata seperti itu?

Situasinya dari awal yang saya ingat itu sedang dzikir memang sangat

emosional, menangis. Dan sewaktu mereka beteriak Allahuakbar, sangat

terasa emosi tersebut kepada diri saya. Jadi yang menarik dan yang saya

tahu dari reportase ini bagaimana kelompok-kelompok pengajian

memasuki golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah,

perkampungan kumuh, perkampungan padat penduduk. Pada tahun 1998

habib mulai ramai diketahui banyak masyarakat, dikarenakan banyak

masyarakat yang depresi, tujuan awal masyarakat adalah seperti ingin

melupakan kondisi duniawi, mengapa masyarakat menengah kebawah?

Karena mereka disiram rasa ketidakpuasan terhadap ketimpangan sosial

dan kegiatan-kegiatan spiritual ini dibutuhkan oleh masyarakat apalagi

ketika kondisi ekonominya kacau. Negatifnya kelompok ini dijadikan alat

parpol untuk mengumpulkan suara, lewat habib-habib ini jadi komersil

juga karena kekuatan massa.

4. Apakah Mas dapat memperkirakan banyaknya jamaah yang hadir

pada malam itu?

Ribuan.

Page 104: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

91

5. Bendera apakah yang ada di foto kedua?

Untuk bendera yang ada di foto tersebut sebetulnya ada teks yang tertera.

Namun karena fotonya over jadi hanya terlihat warna putih saja. Jika

tidak salah bendera tersebut adalah identitas majelis itu sendiri. Mereka

selalu membawa bendera identitasnya.

6. Dimanakah posisi Mas Dwianto dalam foto kedua ini?

Habib sedang berdiri dan saya ambil foto ini dari tangga panggung, saya

memotretnya agak naik ke tangga panggung dan momen ini tidak saya

tunggu, saya memotretnya dengan ekspresif sepanjang pengajian.

7. Jelaskan perlengkapan foto yang Mas Dwianto gunakan dalam foto

kedua ini?

Menggunakan lensa Wide dengan focal length di angka 17mm, serta

menggunakan flash.

8. Sudah berapa kali memotret Habib atau kegiatan majelis?

Hal ini baru pertama kali saya lakukan dan masih observasi dan saya

pikir jika dari awal berangkat motret sudah penasaran pasti bisa

mendapatkan gambar yang bagus, karena kita ngga tau situasinya sedang

apa, misalnya anda sudah tau bagaimana caranya mungkin tidak dapat

menangkap momen ini atau mungkin dapat gambar tapi tidak seperti ini.

Foto ini bisa dibilang hampir sempurna hanya minus distorsinya saja,

namun buat orang yang sudah pernah dan sudah biasa motret mungkin

akan biasa saja melihat momen pengajian. Tapi karena saya belum

pernah, saya akan berusaha membuat bagus, karena saya ngga tau kapan

peristiwa ini akan terjadi lagi. Saya berpikir hanya punya kesempatan

malam ini saja untuk mendapatkan banyak gambar bagus. Dan distorsi itu

awalnya saya ingin mendapatkan dimensi itu. Jadi kalua dilihat fotonya

itu mereka seperti masuk ke dalam habib. Jadi saya mencari dimensi itu.

Memang foto itu sengaja saya setting seperti itu dan memang jika

menggunakan lensa wide dengan focal length 17mm akan menimbulkan

distorsi agar ekspresinya dapat terlihat secara massive.

Page 105: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

92

9. Dimanakah posisi mas Dwianto pada saat mengambil foto ketiga?

Foto ini diambil ketika acara belum mulai dan mereka baru datang. Posisi

saya sedang di dalam halaman monas dan dekat dengan pagar, dia lewat

akhirnya saya foto, dan saya buat framing dari pagar itu. Kalau foto kita

framing maksud dan tujuannya adalah ingin memberitahu bahwa disitu

ada dimensi lain dan ada ruang disitu. Saya memotret ini menggunakan

lensa tele karena kondisi cahaya di sana gelap bahkan mungkin saya tidak

terlihat.

10. Apakah Mas Dwianto menunggu momen seperti ini? Karena yang

saya lihat perempuan tersebut melihat mas.

Momen ini memang saya tunggu, saya bingung mau ambil gambar seperti

apa dan saya lihat perempuan bercadar lewat dan ada pagar lalu saya

foto dengan lensa tele. Tadinya saya hanya memotret gerombolan

perempuan bercadar saja, namun saya lebih memilih foto ini karena

terlihat lebih dramatis karena pada awalnya sebelum saya mengerjakan

project ini sudah ada pemikiran yang membingungkan yaitu hijab berasal

dari budaya atau agama. Jadi pengajian seperti ini akan sangat lekat

dengan budaya Indonesia yang mungkin tidak menyarankan wanitanya

bercadar. Karena saya ingin menggambarkan bahwa acara ini adalah

acara import dari timur tengah. Disitu bukan lagi kiai jawa yang

berkhotbah melainkan habib. Dimana habib sendiri merupakan

perwakilan atau keturunan dari Nabi. Karena saya baru merasakan

situasi seperti ini maka hal-hal yang kental dengan budaya atau fashion,

jadi hal yang saya cari adalah simbol-simbol, contohnya mereka

menggunakan hijab bercadar, lalu menggunakan penghitam mata yang

tidak umum. Salah satu euforia bagaimana habib jadi habitus atau

kebiasaan orang-orang di Jakarta untuk berlabuh. Sayangnya kegiatan ini

disusupi politik, salah satu kemenangan SBY menggunakan pengajian ini

untuk menjadi pendukung partai politiknya sewaktu pilpres kala itu

.

Page 106: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

93

11. Apakah banyak perempuan yang menggunakan cadar?

Perempuan atau gerombolan perempuan bercadar seperti memisahkan

diri dari yang lain. Mereka duduk jauh dibelakang dan saya merasa

sangat beruntung dapat memotret ini karena wanita bercadar tidak

diperbolehkan bertatapan mata dengan lawan jenis.

12. Mengapa menggunakan pagar untuk dijadikan frame?

Karena disitu yang ada hanya pagar, serta tidak ada waktu lagi untuk

mencari frame lain.

13. Pesan apa yang ingin Mas Dwianto sampaikan pada foto ini?

Karena ini foto reportase saya tidak dapat memberi pesan. Namun jika

dilihat dari foto ini terlihat perempuan menggunakan cadar dan saya

hanya bisa menginformasikan ini dan hanya untuk mempercantik visual.

Dan ketika kalian melihat foto ini pasti melihat referensi yang berbeda

sehingga memiliki makna yang berbeda pula. Foto ini menggunakan speed

rendah dan iso tinggi karena kondisi cahaya yang gelap.

14. Mengapa Mas tertarik mengambil foto seperti foto keempat?

Garis besar tulisan di Majalah Tempo tertulis bagaimana habib adalah

sosok yang diidolakan dan itu alasan mengapa saya mengambil foto ini.

pesan besar difoto ini adalah habib yang sangat diidolakan dan ada foto

lain yang terlihat orang tua dan anaknya sedang memilih baju

bergambarkan habib, dan adapula foto pedagang sedang menjajakan

kaset DVD berisikan sholawat atau dakwah habib. Hal itu

menggambarkan masyarakat sangat mengidolakan habib.

15. Mengapa Mas Dwianto memfokuskan pada tangan jamaah yang

sedang merekam?

Karena sudah banyak foto habib dan saya kira cukup, sedangkan yang

saya fokuskan bagaimana mereka merekam idola mereka jadi alat

perekamnyalah yang saya fokuskan sedangkan habibnya saya buat sedikit

Page 107: ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37061...ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FOTO HABITUS HABIB KARYA DWIANTO WIBOWO PADA MAJALAH

94

blur. Posisi saya motret persis dibelakang jamaah yang sedang memegang

alat perekam.

Foto penulis bersama narasumber: