perkembangan peserta didik
Post on 23-Jun-2015
4.314 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu mencapai
perkembangan yang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, dan melalui
pendidikan dapat diwujudkan generasi muda yang berkualitas baik dalam bidang
akademis, religious maupun moral. Hal ini erat kaitannya dengan Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyebutkan:
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha
sadar yang dilaksanakan secara bersama-sama yang bertujuan untuk mengembangkan
potensi individu agar menjadi manusia yang berakhlak mulia, beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional, salah satu upaya sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu lulusan siswanya adalah dengan menanamkan aspek kepribadian
kepada setiap siswa. Aspek kepribadian ini merupakan nilai-nilai dasar yang
berhubungan dengan sikap dan perilaku. Untuk mencapai dan memiliki kepribadian yang
mantap, diperlukan kepribadian siswa yang disiplin, giat, gigh, dan tekun. Menurut
Mattimena dalam Tulus Tu’u (2004:44) pembinaan disiplin siswa sangatlah perlu dalam
proses belajar mengajar karena disiplin dapat membantu kegiatan belajar.
Lingkungan sekolah tempat berlangsungnya proses pembelajaran diharapkan
memberikan konstribusi yang positif terhadap perkembangan jiwa siswa karena sekolah
adalah tempat berlangsungnya pendidikan. Sarlito dalam Monalisa (2004:117) dalam hal
ini siswa yang memasuki periode tugas perkembangan memerlukan bimbingan dan
bantuan untuk mencapai konstribusi yang positif untuk perkembangan jiwanya. Sejalan
dengan itu, Hurlock dalam Syamsu (2001:140) menyatakan:
Pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar karena sekolah
merupakan substansi dari keluarga dan guru-guru sebagai substansi dari orangtua,
sebagai lembaga pendidikan, sekolah mengajarkan norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat disamping mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian
kepada para remajanya.
Anak belajar untuk menjalani kehidupan melalui interaksi dengan lingkungan.
Lingkungan yang kedua setelah lingkungan keluarga dikenal anak adalah lingkungan
sekolah. Sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan
kepribadian anak didik. Di sekolah siswa melakukan berbagai kegiatan untuk mencapai
keberhasilan belajar.
Dalam melaksanakan suatu kegiatan disekolah, siswa melakukan berbagai cara untuk
mencapai berbagai tujuan yang diinginkan, salah satu cara untuk dapat mensukseskan
tujuan tersebut adalah dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah disepakati, siswa
yang mengikuti kegiatan belajar di sekolah dituntut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan
yang ada di sekolah yaitu Peraturan Sekolah.
Di sekolah siswa melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya dan gurunya.
Apabila teman sepergaulannya menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai agama
(berakhlak baik), maka anak berakhlak baik. Sebaliknya, apabila temannya menampilkan
perilaku yang kurang baik, amoral, atau melanggar norma-norma agama, maka anak
cendrung akan terpengaruh untuk mengikuti atau mencontoh prilaku tersebut.
Akhir-akhir ini di sekolah sering ditemui siswa yang cabut, melanggar peraturan,
mengompas adik kelas, tidak menghormati guru dan melakukan prilaku menyimpang
lainnya disekolah. Dalam proses belajar mengajar muncul sikap dan perilaku siswa yang
mengganggu proses belajarnya di kelas. Perilaku siswa yang mengganggu proses belajar
mengajar tersebut disebut perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang tersebut ada yang
berpengaruh terhadap dirinya sendiri dan ada yang berpengaruh pada orang lain.
Perilaku menyimpang siswa dapat merugikan diri sendiri dan lingkungannya. Perilaku
menyimpang pada siswa dapat menjadi masalah pada diri siswa saat ini dan pada saat
yang akan datang. Salah satu jalan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah
dengan membantu siswa melakukan interaksi dengan lingkungan sekolah baik itu dengan
guru, teman sebaya maupun dengan peraturan sekolah.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1. Pengertian perilaku menyimpang
2. Bentuk-bentuk perilaku menyimpang
3. Ciri-ciri perilaku menyimpang siswa yang ada di lingkungan sekolah
4. Penyebab perilaku menyimpang
5. Akibat perilaku menyimpang
6. Usaha atau kiat sekolah dalam mengatasi perilaku menyimpang
7. Untuk memenuhi tugas mata kuliah perkembaangan peserta didik
C. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang akan di angkat
adalah berkaitan dengan “Perilaku Menyimpang dan Upaya Pengentasannya ”
berdasarkan uraian di atas dirumuskan masalah makalah ini yaitu:
1. Pengertian perilaku menyimpang
2. Bentuk-bentuk perilaku menyimpang
3. Ciri-ciri perilaku menyimpang
4. Penyebab dan akibat daari perilaku menyimpang
5. Cara mengatasi perilaku menyimpang
BAB II
PEMBAHASAN
TINGKAH LAKU MENYIMPANG
A. Hakikat Perilaku
Perilaku adalah suatu aktifitas pada manusia, perilaku manusia mempunyai
bentangan yang sangat luas mencakup berjalan,berbicara, dan lain-lain. Kamus
bahasa Indonesia (2003:859)menjelaskan “perilaku merupakan tanggapan atau reaksi
individu terhadap rangsangan pada lingkungan”. Sejalan dengan itu. Akhyar
Hasibuan (2001:15) juga mengemukakan “Perilaku merupakan realitas penghayatan
dan aktifitas yang merupakan hasil akhir jalinan dan dimana terjadi saling
mempengaruhi antara berbagai macam kemampuan jiwa yang sering berdiri sendiri.”
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku itu
merupakan wujud dari suatu kebutuhan manusia yang berlangsung dari suatu
perbuatan ke perbuatan berikutnya baik yang disadari maupun yang tidak disadari,
yang tampak dan tidak tampak yang dipengaruhi oleh stimulus dan respon.
B. Pengertian Perilaku Menyimpang
Pengertian perilaku menyimpang menurut Sarlito Wirawan dalam Monalisa
(2010:5) yaitu “semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang
berlaku dalam masyarakat (norma, agama, etika, peraturan sekolah dan keluarga, dan
lain-lain)”. Senada dengan itu, Mudjirat,dkk(2007:175) menyatakan perilaku
seseorang dapat dikatakan menyimpang bila mana perilaku tersebut dapat merugikan
dirinya sendiri maupun orang lain dan juga melanggar aturan-aturan, nilai-nilai, dan
norma baik norma agama, hukum maupun adat. Tidak jauh dengan itu, Elida
(2006:139) juga menjelaskan tingkah laku menyimpang terutama yang berkaitan
dengan gangguan kepribadian, tidak tercapainya tugas-tugas perkembangan dengan
sempurna terutama yang menyangkut kemampuan dan keinginan bertanggung jawab
terhadap tingkah laku sosial.
Sedangkan menurut Andi Mappiare (1982) Perilaku menyimpang juga disebut
dengan tingkah laku bermasalah. Tingkah laku bermasalah yang masih dianggap
wajar dan dialami oleh remaja, yaitu tingkah laku yang masih dalam batas ciri-ciri
pertumbuhan dan perkembangan sebagai akibat adanya perubahan secara fisik dan
psikis, serta masih dapat diterima sepanjang tidak merugikan dirinya sendiri dan
masyarakat sekitarnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang itu adalah perilaku yang
tidak sesuai dengan keadaan yang seharusnya yang dilakukan oleh setiap individu,
yang berakibat pada gangguan kepribadian terutama gangguan konsep diri dan emosi,
serta dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
M. Gold dan J. Petronio (dalam Sarlito, 1989:205) juga mendefenisikan
penyimpangan tingkah laku remaja dalam arti Kenakalan Remaja, yaitu tindakan dari
seorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hokum dan yang diketahui oleh
anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu diketahui petugas hokum ia bisa dikenai
hukuman. Sejalan dengan itu Jensen (dalam Sarlito, 1989:209) membagi kenakalaan
remaja menjadi empat jenis (1) kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada oang
lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain, (2) kenakalaan
yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan
lain-lain, (3) kenakalan yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain: pelacuran
dan penggunaaan obat, (4) kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari
status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua
dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya.
C. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang
Batasan tentang perilaku menyimpang tidak begitu jelas dan sangat luas,
sebagai acuan bahwa perilaku dapat dikatakan menyimpang, maka Gunarsa
(1986:146) berpendapat tentang bentuk-bentuk perilaku menyimpang:
(a)Penyimpangan tingkah laku yang bersifat amoral dan asoaial yang tidak diatur
dalam undang-undang, sehingga tidak dapat digolongkan kedalam pelanggeran
hokum. Contohnya berbohong, membolos, kabur dari rumah, berpakaian tidak
pantas dll, (b) penyimpangan tingkah laku yang sifat melanggar hukum dengan
penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hokum, yang biasa disebut dengan
kenakalan remaja (deliquency). Misalnya berjudi, membunuh,
merampok,memperkosa.
Senada dengan itu, Elida (2006:141) mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk
perilaku menyimpang adalah: (a)Tingkah laku merusak kehidupan orang lain,
misalnya merampas sesama siawa yang lebih muda, menipu, mencuri, memperkosa,
membunuh (merkelahi dengan kelompok maupun denga sesame indiividu), (b)
tingkah laku merusak diri sendiri, seperti cabut dari sekolah, mabuk-mabukkan,
narkoba, (c) tingkah laku merusak lingkungan alam sekitar, seperti mencoret-coret
bangunan, melukai pohon-pohon, menghancurkan tanaman, mencederai dan
membunuh binatang, menghancurkan batu-batuan alam, dan mengotori air.
Berdasarkan batasan tentang tingkah laku tersebut, dapat dikemukakan bahwa
perilaku menyimpang yang sering terjadi pada remaja adalah:
1. Suka bolos/cabut sebelum pelajaran berakhir.
2. Tidak suka bergaul/suka menyendiri.
3. Suka berbohong kepada guru dan orang lain.
4. Suka berkelahi atau mengganggu temannya pada waktu belajar.
5. Suka merusak fasilitas sekolah dan lain-lainnya.
6. Sering mencuri barang-barang kepunyaan orang lain.
7. Suka curi perhatian.
8. Ugal-ugalan dijalan sehingga mengganggu lalu lintas dan dapat membahayakan dirinya
sendiri serta orang lain.
9. Kecanduan narkotik dan obat terlarang (narkoba).
10. Suka mabuk-mabukan dan dapat mengganggu ketenangan orang lain.
11. Melakukan permekosaan dan hubungan seks secara bebas.
12. Melakukan perjudian (dengan menggunakan uang sebagai taruhannya).
13. Melakukan pemerasan untuk mendapatkan uang kepada orang lain.
14. Suka melawan kepada guru dan personil sekolah lainnya.
15. Berpikiran atau bersifat dan berperilaku radikal atau ekstrim.
D. Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang tidaklah terjadi secara mendadak, tetapi melalui suatu
proses yang lama dan kadang-kadang menunjukkan suatu gejala. Beberapa gejala
yang tampak antara lain:
1. Remaja tersebut tidak disukai oleh teman-temannya, akibatnya sering menyendiri.
2. Remaja yang menghindari diri dari tanggung jawab baik dirumah maupun disekolah.
3. Remaja yang sering mengeluh, ini berarti ia tidak mampu mengatasi masalahnya.
4. Remaja yang suka berbohong.
5. Remaja yang sering mengganggu atau menyakiti teman atau orang lain.
6. Remaja yang tidak menyenangi guru atau mata pelajaran disekolah.
Menurut Sunarto (2002:58) siswa yang mengalami perilaku menyimpang
mempunyai ciri-ciri yang dapat terlihat pada dirinya, yaitu (a) kegelisahan, keadaan
yang tidak tenang menguasai diri remaja, (b) pertentangan yaitu pertentangan yang
ada dalam diri mereka yang menimbulkan kebingungan baik pada diri mereka
maupun pada orang lain, (c) berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang
belum diketaahui, (d) keinginan menjelajahi alam sekitar yang lebih luas, (e)
berfantasi, (f) aktifitas kelompok.
Sedangkan Menurut Maslow dan Mittelman (dalam Mudjiran,dkk 2007) ciri-
ciri pribadi yang normal dan mental yang sehat adalah: (a)Memiliki perasaan aman,
(b) Mempunyai spontanitas dan emosional yang tepat, (c) Mampu menilai dirinya
secara objektif dan positif, (d) Mempunyai kontak dengan suatu realitas yang baik, (e)
Memiliki dorongan dan nafsu jasmaniah yang sehat serta memiliki kemampuana
untuk memenuhi pemanfaatannya, (f) Mempunyai tujuan hidup yang adekwat, (g)
Memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalaman hidupnya, (h) Mempunyai
pemahaman diri yang baik, (i) Ada kesanggupan untuk memenuhi tuntutan dan
kebutuhan kelompok dimana ia berada, (j) Ada sikap emansipasi yang sehat terhadap
kelompoknya, (k) Ada integrasi dalam kepribadiannya.
Sesuai dengan ciri-ciri tersebut dapat dikemukakan bahwa remaja yang
terlampau jauh/banyak menyimpang dari ciri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa
remaja tersebut memiliki perilaku menyimpang.
E.Penyebab Perilaku Menyimpang
Banyak faktor atau kondisi yang menyebabkan timbulnya perilaku
menyimpang, baik yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan maupun
yang berasal dari luar. Hasil studi Symond yang dikutip oleh Moh. Surya (dalam
Mudjiran,dkk 2007) menyatakan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang
sering bertengkar ternyata lebih banyak mengalami masalah, bila dibandingkan
dengan anak-anak yang berasal dari keluaga yang harmonis. Selanjunya studi Lewin
(dalam Mudjiran,dkk 2007) menungkapkan bahwa 90% anak-anak yang bersifat jujur
itu berasal dari keluarga yang keadaannya stbil dan harmonis dan 75% anak-anak
pembohong berasal dari keluarga yang tidak harmonis (broken home).
Sedangkan menurut pandangan aliran Behaviorisme ( dalam Bill. S.
Reksadjaya 1981) peristiwa menyimpang itu terjadi apabila:
1. Seseorang gagal menemukan cara-cara penyelesaian yang cocok untuk perilakunya.
2. Seseorang belajar tentang cara-cara penyesuaian yang salah.
3. Seseorang dihadapkan pada konflik-konflik yang tidak mampu diatasinya.
Dewasa ini lembaga pendidikan sedang menghadapi banyak tantangan.
Sekolah dengan segala kelengkapannya tidak lagi merupakan satu-satunya
lingkungan setelah lingkungan keluarga, sebagaimana yang berlaku di masa lalu,
terutama dikota besar. Lebih lanjut Sarlito (dalam Monalisa 2010) mengungkapkan:
Adanya banyak lingkungan lain yang dapat dipilih remaja selain sekolahnya:
Pasar swalayan, pusat perbelanjaan taman hiburan, atau warung di tepi jalan
diseberang sekolah atau rumah salah seorang teman yang kebetulan sedang tidak
ditunggui orangtuanya, mungkin saja merupakan alternatif yang menarik daripada
sekolah itu sendiri
Oleh karena itu banyaknya lingkungan yang lebih menarik untuk dapat dipilih
oleh siswa selain sekolah, maka sangat sulit bagi guru untuk menjadikan sekolah
sebagai satu-satunya lingkungan yang dipilih siswa setelah rumah.
Dalam masyarakat, individu terutama anak dan remaja yang akan melakukan
interaksi sosial dengan temam-teman sebayanya atau masyarakat lainnya. Apabila
teman sepergaulannya itu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai agama
(berakhlak baik), maka anak remaja cendrung akan berakhlak baik. Sebaliknya,
apabila teman menampilkan perilaku yang kurang baik, amoral atau melanggar
norma-norma agama, maka anak cendrung akan terpengaruh untuk mengikuti atau
mencontoh perilaku tersebut.
Perilaku menyimpang dikalangan siswa merupakan masalah yang rumit dalam
dunia pendidikan. Perilaku menyimpang tidaklah terjadi secara mendadak. Tetapi
melalui proses yang lama dan kadang-kadang menunjukkan suatu gejala.
Menurut Mudjiran,dkk (2007:178) ada beberapa gejala yang nampak antara
lain: (a)remaja tersebut tidak disukai oleh teman-temannya, akibatnya sering
menyendiri, (b) remaja yang menghindari diri tanggung jawab baik dirumah maupun
di sekolah, (c) remaja yang sering mengeluh, ini berarti ia tidak mampu mengatasi
masalahnya, (d) remaja yang suka berbohong, (e) remaja yang sering mengganggu
atau menyakiti teman atau orang lain, (f) remaja yang tidak menyenangi guru dan
mata pelajaran di sekolah.
Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang mengalami
perilaku menyimpang melalui proses yang cukup panjang. Perilaku menyimpang
muncul karena gagal dalam cara-cara penyelesaian dalam perilaku, cara penyesuaian
yang salah dan mempunyai konflik yang tidak dapat di atasi
Masalah intern dan ekstern yang ada dalam diri remaja ini yang dapat
menyebabkan remaja mengalami perilaku menyimpang. Kondisi intern dan ekstrn
remaja yang masih pancaroba menyebabkan masa remaja lebih rawan daripada tahap-
tahap lain dalam perkembangan jiwa manusia.
Sejalan dengan itu, Mudjiran,dkk (2007:179) menjelaskan bahwa:
Faktor-faktor penyebab muncul perilaku menyimpang pada kalangan siswa,
ada yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan dan ada berasal dari luar
diri individu bersangkutan. Perilaku menyimpang pada remaja yang timbul dari
dalam diri remaja sendiri seperti: potensi kecerdasan dasar yang rendah. Faktor yang
berasal dari luar diri remaja berasal dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Faktor lingkungan keluarga seperti broken home. Lingkungan sekolah juga menjadi
penyebab perilaku menyimpang seperti tuntutan kurikulum yang terlalu tinggi atau
yang terlalu rendah dibandingkan dengan kemampuan rata-rata anak yang
bersangkutan atau pendekatan yang dilakukan guru tidak sesuai dengan
perkembangan remaja serta lingkungan masyarakat yang tidak membelajarkan anak,
pengaruh media cetak dan elektronik serta model yang salah pada masyarakat.
Sedangkan menurut Lewis & Lewis (dalam Sunarto, 2002:68) menyatakan
manusia atau remaja itu berbuat didorong oleh berbagai kebutuhan yaitu jasmaniah,
psikologis, ekonomi, sosial, politik, penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.
Dari beberapa pendapat tentang penyebab timbulnya perilaku menyimpang di
atas Elida prayitno (2006:141)menambahkan penyebab utama perilaku menyimpang
adalah gangguan psikologis.
Ada beberapa situasi yang dialami remaja yang menimbulkan gangguan
psikologis, yaitu:
1. Perasaan tidak puas karena potensi fisik dan psikis tidak tersalurkan
Yang dimaksud dengan potensi fisik adalah ketentuan-ketentuan dan
dorongan-dorongan untuk beraktifitas fisik. Sebagai akibat dari tuntutan
perkembangan, maka energi fisik bertambah dengan hebat sekali. Hal ini diakibatkan
oleh bertambah kuat dan panjangnya otot-otot dan tulang-tulang. Sedangkan poteensi
psikis adalah berupa bakat-bakat khusus, ide-ide, cita-cita yang mendorong remaja
untuk merealisasikannya dalam kehidupannya.
2. Nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi yang salah
Remaja yang tidak memiliki filsafat hidup yang benar yang sesuai dengan
nilai-nilai kebenaran agama dan ilmu pengetahuan cenderung mempedomani
pendapat-pendapat yang salah melaksanakan kehidupannya.
3.Terlanjur memiliki filsafat hidup yang salah
Seperti menilai uang atau materi lebih tinggi dari hubungan sosial dan menilai
kerja dan belajar bukan sebagai nilai yang tinggi.
4. Mengalami gangguan emosi
Para remaja nakal mengalami gangguan emosi yang menyebabkan mereka
bertingkah laku nakal.merasa tidak puas terhadap kehidupan mereka sendiri, merasa
dendam, dan tidak bahagia walaupun mereka memiliki harta benda yang bercukupan.
Sedangkan emosi itu sendiri menurut Hathersall (dalam Elida, 2006:69) yaitu sebagai
situasi psikologis yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi
wajah, dan tubuh. Misalnya seorang remaja yang sedang marah memperlihatkan
muka merah padam, wajah yang seram, dan postur ttubuh menegang, menendang dan
menyerang dan jantungnya berdenyut cepat.
Sedangkan Crider dan kawan-kawan ( dalam Elida, 2006:69) mengemukakan
dua jenis emosi, yaitu emosi positif dan emosi negatif yang mungkin terjadi dalam
diri remaja. Emosi positif misalnya, gembira, bahagia, sayang, cinta dan berani.
Emosi positif merupakan reaksi kepuasan dan emosi negatif reaksi ketidakpuasan
terhadap kebutuhan yang dirasakan remaja. Kita telah mengetahui bahwa remaja
mempunyai kebutuhan-kebutuhan seperti kebutuhan mendapatkan status, diakrabi,
sukses, mandiri, filsafat hidup (havighurst dalam Elida, 2006:69). Jika kebutuhan-
kebutuhan itu terpenuhi maka remaja merasa bahagia da gembira dan jika tidak
terpuaskan maka mereka akan kecewa, marah, cemas, takut, dan sedih.
F. Akibat Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang sangat merugikan siswa itu sendiri. Ia bisa kehilangan
masa depannya sebagai remaja. Ia juga dapat mengalami kesalahan dalam
menentukan perilaku dalam hidupnya. Di sisi lain, ia akan mendapatkan cap yang
buruk dari lingkungan. Sangat disayangkan apabila potensi fisik yang dimiliki remaja
tersebut yang berupa kekuatan, dorongan-dorongan untuk beraktifitas tidak
dikembangkan dengan baik. Apabila itu terjadi maka, kekuatan dan dorongan-
dorongan itu akan mencari jalan penyalur sendiri kearah yang tidak baik seperti
merusak lingkungan, melanggar hukum dan lain-lain.
Dari segi potensi psikis berupa ide-ide, bakat khusus yang mendorong siswa
untuk merealisasikannya dalam kehidupan. Bakat khusus itu seperti olah raga yang
tidak tersalurkan menyebabkan siswa suka berkelahi, merusak alam, merusak
bangunan, membunuh binatang dan sebagainya. Sejalan dengan itu Elida (2006:142)
menyatakan
Bakat khusus untuk seni lukis yang tidak tersalurkan menyebabkan siswa
menyalurkanya dengan mencoret-coret, membuat gambar porno, dan melukai batang
pohon untuk menyalurkan kreatifitas seninya. Bakat untuk menyanyi dan musik
disalurkan dengan cara berteriak-teriak atau membuat keributan dengan berbagai
bendayang ditemuinya, memutar kaset secara berlebihan nadanya, bahkan mencuri
untuk memenuhi kebutuhan penyaluran bakatnya. Ada perasaaan dendam, terhina,
dilecehkan, dan berbbagai perasaan negatif lainnya dalam dirinya. Mereka menjadi
marah, lalu melakukan pemberontakan. Biasanya mencari teman senasib dan mencari
cara untuk menyalurkan kemarahan dan pemberontakan mereka seperti: berkelahi,
mencoret-coret dinding, berteriak-teriak dan lain-lain.
Pendapat diatas mengungkapkan ketidakpuasan remaja dalam menyalurkan
bakat dan minatnya, dan mengarahkannya kearah yang negatif. Hal inilah yang
menyebabkan remaja melakukan perilaku menyimpang. Remaja sangat membutuhkan
seseorang yang dapat membimbing dan mengarahkannya sesuai dengan bakat dan
minatnya tersebut.
Perilaku menyimpang juga bisa diakibatkan oleh moral remaja, menurut
Kolberg (dalam Mudjiran, 2007:97) remaja berada pada taraf perkembangan moral
yang merupakan tingkat perkembangan moral yang tertinggi. Sedangkan moral itu
sendiri menurut Santrock dan Yusan (dalam Mudjiran, 2007:96) adalah kebiasaan
atau aturan yang harus dipatuhi seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.
Selain itu Kolberg dan piaget (dalam Mudjiran, 2007:96) mengemukakan bahwa
moral itu meliputi tiga pengertian yang berbeda satu sama lain, yaitu pandangan
moral, perasaan moral dan tingkah laku moral.
Pandangan moral adalah pendapat atau pertimbangan seseorang tentang
persoalan moral. Pandangan moral remaja bagus apabila pertimbangannya dalam
menelaah masalah atau persoalan moral sesuai dengan aturan-aturan dan etika moral
yang berlaku (Slavin, dalam Elida, 1992).
Moral remaja dapat berkembang melalui peniruan dan pembiasaan, setiap
remaja melakukan kesalahan atau tergoda untuk melakukan kesalahan sehingga
remaja bisa melakukan perilaku menyimpang. Untuk menghindari perilaku
menyimpang itu, remaja harus melakukan perilaku sesuai dengan nilai moral melalui
peniruan terhadap perilaku orang tua atau remaja memerlukan adanya model dari
orang tua, guru dan teman sebaya untuk mengembangkan, membentuk pandangan
melalui diskusi tentang moral.
G. Upaya Sekolah Dalam Mengatasi Perilaku Menyimpang
Dalam kaitannya dengan fungsi pendidikan untuk mencegah perilaku
menyimpang, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga,
yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak didik menghadapi masalah.
Oleh karena itulah di setiap sekolah lanjutan seharusnya memiliki seorang konselor
sekolah. Peran konselor adalah sebagai orang tua bagi anak-anak di sekolah.
Penyimpangan perilaku remaja atau siswa tidak hanya merugikan dirinya dan
juga masa depannya, tetapi juga mengganggu orang lain dan memusnahkan harapan
orang tua, sekolah dan bangsa. Oleh karena itu perlu adanya tindakan dari berbagai
pihak untuk menanggulanginya, baik itu sekolah, keluarga, maupun lingkungan
masyarakat. Usaha itu dapat bersifat pencegahan (preventive), pengentasan(curative),
pembetulan (corrective), dan penjagaan atau pemeliharaan (perseverative).
Sebelum itu sekolah terlebih dahulu perlu melaksanakan pembinaan disiplin
disekolah tersebut karena disiplin merupakan aspek paling penting dalam pembinaan
siswa,karena siswa harus menyadari bahwa dalam kehidupan bermasyarakat
diperlukan kedisiplinan. Menurut Depdikbud (dalam Linda Gusti, 2009:27)
Pembinaan disiplin adalah upaya unutk mendidik, membina dan membentuk perilaku-
perilaku tertentu yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan, diajarkan dan
diteladankan sekolah. Sejalan dengan itu Sarbaini (2001:25) mengemukakan
Pembinaan disiplin adalah tindakan yang dilakukan guru dalam mengenalkan norma-
norma sekolah, melalui tindakan yang tegas dan konsisten, serta berorientasi pada
upaya membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pembinaan disiplin siswa merupakan
upaya yang dilakukan guru dan membentuk perilaku yang sesuai dengan norma-
norma dan nilai-nilai yang berlaku serta menciptakan suasana sekolah yang kondusif
dalam proses pendidikan yang efektif.
Menurut Rogert (dalam Sarlito, 1989:232) ada lima ketentuan yang harus
dipenuhi untuk membantu remaja: (1) kepercayaan, remaja harus percaya kepada
orang tua atau orang yang mau membantunya, (2) kemurnian hati, remaja harus
merasa bahwa penolong itu sungguh-sungguh mau membantunya tanpa syarat, (3)
kemampuan mengarti dan menghayati(Emphaty) perasaan remaja, (4) kejujuran,
remaja mengharapkan penolongnya menyampaaikan apa adanya saja, termasuk hal-
hal yang kurang menyenangkan, (5) mengutamakan persepsi remaja sendiri.
Dari berbagai penyebab terjadinya perilaku menyimpang diatas dapat
dikemukakan usaha yang dapat dilakukan sekolah untuk mencegah dan mengatasi
perilaku menyimpang tersebut diantaranya:
a. Menegakkan disiplin sekolah
Penegakkan disiplin sekolah ini berlaku untuk semua personil sekolah, bagi siswa
perlu ketertiban pakaian seragam sekolah, kehadiran dan pulang sekolah serta
penegakkan peraturan sekolah.
b. Membantu mengatasi masalah yang dialami siswa
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu sumber terjadinya perilaaku
menyimpang, yaitu siswa menghadapi masalah yang tidak terpecahkan. Oleh karena itu
pihak sekolah melalui guru pembimbing dan guru mata pelajaran membantu mengatasi
masalah dan kesulitan belajar yang dialami siswa.
c. Menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana
Sekolah secara bertahap perlu melengkapi fasilitas, saraana dan prasaraana belajar
agar proses belajar-mengajar dan kegiatan sekolah lainnya dapat berjalan dengan baik.
Siswa dapat menyalurkan kegemarannya. Ini dapat mengurangi aktifitas siswa yang
negatif.
d. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak terkait
Untuk tujuan sekolah dan menghindari serta mengatasi perilaku menyimpang,
perlu menjalin hubungan dan kerjasama yang intensif dengan para orang tua siswa,
masaarakat, lingkungan sekolah, dan instansi yanmg terkait seperti kepolisian, puskesmas
dan sebagainya.
Selain itu pihak-pihak lain juga berperan penting dalam mengatasi perilaku
menyimpang. Pihak-pihak tersebut diantaranya:
1. Usaha yang dapat dilakukan oleh konselor
Sarlito (dalam Monalisa, 2010:30) mengungkapkan bahwa pendidikan yang pada
hakikatnya merupakan pengalihan norma-norma, jika dilakukan dengan sebaik-baiknya
sejak dini, akan diserap dan dijadikan tolok ukur yang mapan pada saat anak memasuki
usia remaja.
2.Usaha yang dapat dilakukan oleh keluarga
a. Menciptakan hubungan yang harmonis dan terbuka diantara angggota
keluarga.
b. Orang tua jangan menuntut berlebihan kepada anak untuk berprestasi dan
memaksakan kehendaknya untuk mengambil jurusan/bidang studi tertentu bila
mana tidak sesuai dengan kemampuan /potensi yang dimiliki anak.
c. Membantu mengstasu berbagai kesulitan yang dialami remaja.
3.Usaha masyarakat dalam mengatasi perilaku menyimpang
a. Secara bersama-sama ikut mengontrol dan menegur bila ada siswa yang tidak
masuk kelas pada jam pelajaran berlangsung, misalnya duduk di warung,
berkeliaran di luar sekolah dan sebagainya.
b. Melaporkan kepada pihak sekolah bila mengetahui ada siswa dari sekolah itu
melakukan perilaku menyimpang.
c. Ikut menjaaga ketertiban sekolahserta menciptakan suasana yang aman dan
nyaman untuk terwujudnya proses belajar-mengajar yang baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku menyimpang pada remaja merupakan problema yang dapat menimbulkan
keresahan bagi lingkungan sosial masyarakat ataupun lingkungan keluarga. Begitu juga
dalam kehidupan berbangsaa dan bernegara, perilaku menyimpang pada remaja dapat
merusak masa depan bangsa. Lingkungan keluarga akan membantu perkembangan
kepribadian anak dalam berperilaku sesuai dengan tuntutan lingkungan serta
penyesuaaian dirinya secara seimbang ddikemudian hari sehingga anak mampu
mewujudkam potensi diriinya secaara optimal. Peranan orang tua adalah salaah satu
kunci untuk mengambangkan kepribadian anak, begitu juga dengan peranan sekolah.
Ditinjau dari upaya yang dilakukan sekolah uutuk mengatasi perilaku menyimpang pada
remaja antara lain sebagai berikut:
a. Menegakkan disiplin sekolah.
b. Membantu mengatasi masalah yang dialami siswa.
c. Usaha preventif; guru hendaknya memahami kondisi psikis peserta didiknya dan
mamahami kebutuhaan peserta didik tersebut.
d. Memberikan pembekalan agama kepada peserta didik.
e. Mengintensifkan pelayanan BK di sekolah.
B. Saran
Adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyimpangan perilaku pada
remaja oleh sekolah salah satunya dengan mengetahui faktor-faktor penyebab dari
perilaku menyimpang itu sendiri. Dalam makalah ini akan dibahas tentang perilaku
menyimpang dan upaya sekolah dalam mengatasinya.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan
makalah ini. Karena keterbasan ilmu atau pengatahuan yang penulis miliki sehingga
penulis sangat berharap kritikan dan saran dari semua kalangan yang membaaca makalah
ini demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Elida Prayitno. 2006. Psikologi Perkembangan Remaja. Padang: Angkasa Raya
Gunarsa, D.S dan Nyonya Gunarsa. 1986. Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia
Mudjiran,dkk. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang: Unp press
Sarwono, Sarlito W. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sunarto & B. Agung Hartono. 2002. Perkembangan Peserta didik. Jakarta: Rineka Cipta
قبل النشر 10تم th December 2012 بواسطة Indah Ainun
0
Add a comment
التحميل جاٍر�تعليقات إٍرسال
top related