catatan koass penyakit graves
Post on 10-Feb-2018
253 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
1/20
1
Tinjauan Pustaka
Penyakit Graves
Pendahuluan
Penyakit Graves adalah penyakit autoimun pada kelenjar tiroid yang ditandai
dengan gejala tirotoksikosis, goiter, oftalmopati (eksoftalmus), dan dermopati
(miksedema pretibial).1,2 Penyakit tiroid dan fenomena infiltratif (oftalmopati dan
dermopati) dapat muncul secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.2,3 Penyakit
Graves merupakan salah satu jenis hipertirodisme, yaitu sindrom klinis, fisiologis,
dan biokimia, sebagai akibat terpaparnya jaringan oleh kadar hormon tiroid yang
berlebihan.4
Robert Graves pertama kali mengidentifikasikan hubungan goiter, palpitasi,
dan eksoftalmus pada tahun 1853. Penemuan faktor stimulator tiroid yang bukan
tirotropin pada serum penderita hipertiroidisme Graves diikuti dengan identifikasi
stimulatornya yaitu antibodi IgG. Sekarang sudah jelas penyakit Graves
disebabkan oleh thyroid stimulating antibody yang terikat pada tirotropin reseptor
dan mengaktifkannya.5
Tirotoksikosis adalah keadaan di mana hormon tiroid terbentuk berlebih. Hal
ini tidak sama dengan hipertiroidisme, yaitu keadaan yang timbul akibat
tirotoksikosis. Penyakit Graves merupakan 60% sampai 80% dari semua
tirotoksikosis. Insiden tahunannya di Amerika Serikat adalah 0,5 kasus setiap
1000 orang dalam periode 20 tahun.6 Penyakit ini 6 sampai 8 kali lebih sering
terjadi pada wanita daripada laki-laki.7 Pada wanita rasio insidennya adalah 1:
1000.3 Penyakit Graves paling banyak terjadi pada umur 20-40 tahun, meskipun
dapat terjadi pada umur berapapun.
3,7
Tirotoksikosis pada anak-anak dan remajahampir selalu merupakan penyakit Graves.2 Prevalensi penyakit Graves pada
orang kulit putih dan orang Asia sama, dan lebih rendah pada orang kulit hitam. 5
Penyakit ini dapat pula mengenai beberapa anggota keluarga dan bahkan dapat
mengenai beberapa generasi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor herediter
memiliki peranan dalam terjadinya penyakit Graves.3,5,7 Faktor lain yang dapat
menimbulkan penyakit Graves adalah infeksi virus dan bakteri, intake yodium
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
2/20
2
yang berlebih, penggunaan obat lithium pada dosis terapi, perubahan sistem imun
pada wanita baru melahirkan, dan glukokortikoid withdrawal.4
Ada dua hal yang mendasari patogenesis penyakit Graves, yaitu autoimun
terhadap reseptor tirotropin dan autoimun intratiroid.5 Aktivasi spesifik antigen sel
T CD4+ yang menyebabkan turunnya toleransi terhadap TSHR dan produksi
antibodi terhadap TSHR (TSHR-Ab) yang berikatan dengan reseptor tirotropin
menyebabkan meningkatnya produksi siklik AMP (Adenosin Mono Phosphat)
intraselular yang menyebabkan hiperplasia, hipertrofi, dan hipersekresi kelenjar
tiroid.5,7 Sel tiroid tidak hanya sebagai sumber antigen tiroid dan target TSHR-Ab,
juga mengekspresikan beberapa molekul yang memodulasi autoimun intratiroid.
Sel limfosit T yang telah teraktivasi berinfiltrasi ke dalam otot-otot ekstraokular
dan jaringan ikat orbita mengaktivasi fibroblas memproduksi glikosaminoglikan
sehingga menyebabkan edema dan fibrosis pada orbita.5,7,8 Dermopati ditandai
dengan infiltrasi limfosit pada dermis, akumulasi glikosaminoglikan, dan edema.5
Secara umum penyakit Graves memiliki prognosis yang baik, namun
penyakit Graves dapat menimbulkan krisis tirotoksis di mana gejala-gejala
tirotoksikosis bertambah berat sehingga dapat mengancam jiwa penderita.3,4
Penyakit ini paling sering terjadi pada hipertiroidisme dan dapat
menimbulkan komplikasi krisis tirotoksikosis dan penyakit jantung tiroid yang
membahayakan jiwa, maka dari itu setiap dokter umum diharapkan mampu
mendiagnosis dan menangani penyakit ini.
Pada kasus ini didapatkan adanya masalah dalam menegakkan diagnosis dan
melakukan terapi yang merupakan masalah penting bagi penderita sehingga dapat
dicegah terjadinya hal-hal yang berbahaya seperti krisis tiroid dan penyakit
jantung tiroid. Dalam pembahasan akan difokuskan mengenai langkah-langkahdiagnostik dan penatalaksanaan dari penyakit Graves.
Pembahasan
Diagnosis Penyakit Graves
Diagnosis penyakit Graves didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang yang terdiri dari pemeriksaan laboratorium, radiologis, dan
histologis.4,5,9 Pada penderita penyakit Graves, terdapat gejala-gejala
tirotoksikosis, goiter, oftalmopati (eksoftalmus), dan dermopati (miksedema
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
3/20
3
pretibial).1,2,9 Tirotoksikosis adalah keadaan di mana hormon tiroid terbentuk
berlebih.6 Tirotoksikosis akan menimbulkan keadaan hipertiroidisme, yaitu
sindrom klinis, fisiologis, dan biokimia, sebagai akibat terpaparnya jaringan oleh
kadar hormon tiroid yang berlebihan.Manifestasi hipertiroidisme tergantung dari
keparahan penyakit, umur penderita, ada atau tidak pengaruh ekstratiroid, dan
kelainan spesifik yang menyebabkan tirotoksikosis.4 Goiter adalah pembesaran
kelenjar tiroid dan pada penyakit Graves pembesaran kelenjar bersifat difus
(diffuse toxic goiter).1,2,10 Kelainan mata pada penyakit Graves disebut orbitopati
atau oftalmopati infiltratif. Volume orbita meningkat karena peningkatan jaringan
retrobulbar dan peningkatan massa otot-otot ekstraokuler. Terjadi inflamasi dan
edema pada otot-otot ekstraokuler.1,2,8 Dermopati merupakan lesi berupa
hiperpigmentasi, edema nonpittingdi daerah pretibial dan dorsum pedis, biasanya
berbentuk nodul-nodul dan plak yang menyatu.2
Diagnosis penyakit Graves dapat ditegakkan apabila tirotoksikosis telah
dibuktikan secara biokimiawi, goiter yang difus pada palpasi, oftalmopati,
pemeriksaan TPO Ab (thyroperoxidase antibody) menunjukkan hasil positif, dan
ada riwayat pribadi atau keluarga terhadap adanya kelainan autoimun.6
Gejala Klinis
Gambaran klinik tirotoksikosis secara umum dan khusus pada penyakit Graves
adalah sebagai berikut:
Gambaran fisik umum4
Penderita tampak gelisah, bicaranya cepat, seringkali emosional, dan sulit
berkonsentrasi.
Kulit dan appendages
Kulit penderita hipertiroidisme hangat dengan tekstur licin dan seperti beludru,
kadang-kadang terdapat eritem dan pruritus. Bisa juga tampak adanya
ekskoriasi akibat pruritus. Penderita sering mengeluh hiperhidrosis. Rambut
menjadi halus dan tipis, dapat terjadi kebotakan. Kuku menjadi lunak dan
terlepas dari dasarnya (onikolisis). Kadang-kadang terdapat hiperpigmentasi
dan vitiligo, terutama pada penderita penyakit Graves.4,6 Dermopati terjadi
pada 5% sampai 10% penderita penyakit Graves, dan jika terjadi, hampir
selalu disertai dengan oftalmopati infiltratif.2,6
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
4/20
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
5/20
5
Hormon tiroid mempunyai efek terhadap sistem kardiovaskuler, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Efek langsung merupakan akibat dari
kebutuhan oksigen yang meningkat karena adanya metabolisme perifer yang
meningkat. Baik isi semenit maupun volume darah ditemukan meningkat.2,4
Palpitasi atau takikardi saat istirahat merupakan gejala yang sering ditemukan.
Secara langsung hormon tiroid mempengaruhi nodus sinoatrial dan juga
meningkatkan sensitivitas terhadap katekolamin. Gejala-gejala yang muncul
dapat berupa takikardi, fibrilasi atrium, atau yang lebih jarang takikardia
atrium paroksismal dan payah jantung. Fibrilasi atrium mungkin merupakan
gejala tersendiri pada hipertiroidisme. Aritmia jantung pada tirotoksikosis
biasanya supraventrikular. Aritmia jantung terjadi sekitar 10% penderita
dengan tirotoksikosis.2 Tekanan nadi meningkat dan mungkin juga ditemukan
hipertensi sistolik. Pada pemeriksaan ditemukan denyutan jantung meningkat,
suara jantung mendetak, murmur sistolik ejeksi, dan kadang-kadang terjadi
pembesaran jantung. Selain adanya gangguan irama, pada elektrokardiografi
bisa ditemukan kelainan gelombang ST dan T yang tidak spesifik.2,4
Sistem respirasi
Kelainan-kelainan fungsi paru yang ditemukan pada hipertiroidisme meliputi
penurunan kapasitas vital, penurunanpulmonary compliance, dan peningkatan
minute ventilation. Respon ventilasi terhadap hipoksemia atau hiperkapnea
meningkat. Sesak nafas saat latihan sering ditemukan, yang disebabkan oleh
kelelahan otot pernafasan.2,4
Sistem gastrointestinal
Nafsu makan dan asupan makanan meningkat, namun berat badan penderita
menurun. Motilitas yang meningkat merupakan efek tersering pada sistemgastrointestinal dengan gejala diare.4 Kelainan hati biasanya terjadi pada
penderita tirotoksikosis yang berat, tes fungsi hati mengalami kelainan, seperti
peningkatan alkalin fosfatase, bilirubin, dan transaminase dengan etiologi
yang belum jelas. Penyakit Graves dihubungkan dengan hepatitis autoimun
dengan mekanisme yang belum jelas.2,4
Fungsi ginjal
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
6/20
6
Polidipsi dan poliuri sering terjadi. Keseimbangan elektrolit masih tetap
dipertahankan normal walaupun terjadi peningkatan aliran darah ginjal,
glomerular filtration rate, reabsorbsi tubulus, dan kapasitas sekresi.2,4
Sistem neuromuskular
Dasar fisiologis pada kelainan sistem saraf penderita tirotoksikosis belum
dimengerti dengan jelas. Hal ini mungkin disebabkan meningkatnya aktivitas
adrenergik karena terjadi perbaikan gejala pada pengobatan dengan antagonis
adrenergik. Luasnya reseptor hormon tiroid pada jaringan otak menyebabkan
meningkatnya metabolisme otak pada tirotoksikosis, namun tidak terjadi
peningkatan kebutuhan konsumsi oksigen otak.2 Tremor, hiperaktivitas,
labilitas emosional, gelisah, dan distraktibilitas merupakan keadaan-keadaan
yang sering ditemukan. Tremor halus selain ditemukan pada jari, juga
ditemukan pada lidah dan kepala. Kelemahan otot (miopati) terutama
mengenai otot-otot proksimal, kadang-kadang terjadi kelemahan otot-otot
bulber dan pernafasan. Paralisis periodik dapat terjadi terutama pada suku
bangsa Cina dan Jepang.4
Metabolisme intermedier
Konsekuensi utama dari hipertiroidisme adalah terjadinya peningkatan
kehilangan energi. Berat badan biasanya menurun walaupun nafsu makan
meningkat, karena adanya katabolisme yang meningkat. Peningkatan produksi
panas yang terjadi menyebabkan berkeringat, tidak toleran terhadap panas, dan
vasodilatasi. Kelelahan dan kelesuan sering ditemukan. Kadar gula darah
biasanya normal, sepertiga penderita menunjukkan gangguan toleransi
glukosa.4 Sintesis dan bersihan kolesterol dan trigliserida meningkat, namun
efek bersihannya lebih dominan sehingga terjadi penurunan kadar kolesteroldan trigliserida.2,4
Sistem endokrin
Hipertiroidisme meningkatkan degradasi kortisol, dengan akibat
meningkatnya sekresi ACTH, episode sekresi kortisol, dan secretory rate,
namun kadar kortisol serum dapat dipertahankan normal.2 Walaupun ada
tanda-tanda hiperaktivitas sistem saraf simpatis, namun kadar katekolamin dan
dopamin beta hidroksilase menurun. Ginekomastia dapat terjadi pada laki-laki,
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
7/20
7
di mana sebagian karena meningkatnya konversi androgen menjadi estrogen di
hati, sebagian karena meningkatnya sex hormone binding globulin. Hal ini
menyebabkan testosteron menjadi relatif lebih rendah dari estradiol. Pada
wanita kadar estradiol dan estrone bebas dapat dipertahankan sebatas normal
sampai rendah. Kadang-kadang pada wanita ditemukan oligomenore atau
amenore.2,4
Kalsium dan sistem skeletal
Penyakit Graves menyebabkan akropaci tiroid, dengan jari tabuh dan
pembentukan tulang baru di periosteal yang terutama mengenai bagian distal
tulang panjang.2,6 Hormon tiroid secara langsung mempengaruhi tulang, yaitu
merangsang resorbsi tulang lebih banyak daripada meningkatkan aktivitas
osteoblas, sehingga terjadi hiperkalsemia ringan. Meningkatnya kadar kalsium
menyebabkan penekanan kadar hormon paratiroid dan 1,25-dihidroksi
kolekalsiferol. Osteopeni dapat dideteksi pada pemeriksaan sidik jari tulang
atau radiografi.4
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit
Graves adalah:
Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
Pemeriksaan TSH menggunakan metode IMA (immunometric assay) yang
lebih sensitif 10 sampai 100 kali dari metode competitive binding assay-RIA
sehingga hasil yang diperoleh disebut TSH sensitif (TSHs).11 Kadar TSH
biasanya rendah pada penderita penyakit Graves dan semua bentuk
tirotoksikosis.1,2,6 Perlu diperhatikan bahwa kadar TSHs subnormal dapat
ditemukan pada beberapa keadaan berikut ini 11: (1) penyakit hipofisis atau
hipotalamus, (2) semester pertama kehamilan, (3) penderita penyakit nontiroid,
dan atau sedang dalam pengobatan dengan dopamin, glukokortikoid, serta
beberapa obat lainnya, (4) penyakit psikiatrik akut. Kadar TSH serum normal
berkisar antara 0,4-4,8 U/ml.4
Tiroksin (T4)
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
8/20
8
Kadar tiroksin serum total (TT4) dan T4 bebas (FT4) meningkat pada semua
penderita dengan tirotoksikosis.1,2,6 Kadar T4 dan T3 (Triiodotironin) dalam
darah sangat dipengaruhi oleh protein pengangkut seperti TBG (Thyroxine
Binding Globulin) dan TBPA (Thyroxine Binding Prealbumin). Untuk
mengoreksi pengaruh protein pengangkut, dilakukan pengukuran terhadap
kadar T4 bebas.10 Kadar normal dari TT4 adalah sebesar 5-12 g/dl,
sedangkan FT4 normal sebesar 2 ng/dl.
Triiodotironin (T3)
T3 meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis kecuali penderita
tersebut sakit akut atau kronis, malnutrisi atau menggunakan obat-obatan
(Propylthiouracil) yang bekerja dengan menghambat konversi T4 menjadi T3
di perifer. T3 sedikit meningkat pada obesitas dan asupan berlebih. Kadar T3
lebih tinggi pada balita dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Anak
dengan resistensi pituitari terhadap hormon tiroid juga mengalami peningkatan
kadar T3 dalam serum.9 Klirens T3 dalam darah lebih cepat dibandingkan
dengan T4 sehingga penentuan kadar T3 yang dihasilkan kelenjar tiroid tidak
begitu penting artinya dalam menilai fungsi.11
Kadar T3 serum total
normalnya sekitar 80-200 ng/dl dan FT3 normal sebesar 0,4 ng/dl.4
Autoantibodi Tiroid
Yang termasuk autoantibodi adalah (1) thyroglobulin antibody (Tg Ab), (2)
thyroperoxidase antibody (TPO Ab), dan (3) TSH receptor antibody, baik
yang stimulating (TSH-R Ab [stim]) atau blocking (TSH-R Ab [block]). Tg
Ab dan TPO dengan Ab menggunakan teknik radoimmunoassay (RIA)
ditemukan pada 97% penderita penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto. TgAb tinggi pada awal terjadinya tiroiditis Hashimoto dan kemudian menurun.
TPO Ag biasanya terdeteksi seumur hidup penderita. Titer kedua antibodi
tersebut akan menurun jika diberikan terapi T4 pada tiroiditis Hashimoto atau
terapi antitiroid pada penyakit Graves. Hasil yang positif pada pemeriksaan
kedua antibodi tersebut merupakan indikasi kuat adanya penyakit autoimun
tiroid tapi tidak spesifik untuk tipe penyakitnya, seperti hipertiroid, hipotiroid,
atau goiter. TSH-R Ab [stim] diukur dengan teknikbioassay menggunakan sel
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
9/20
9
tiroid manusia atau menggunakan sel ovarium hamster yang sudah dikenalkan
dengan gen reseptor TSH manusia sebagai media kultur. Pada media kultur
tersebut kemudian diinkubasikan serum atau IgG penderita penyakit Graves.
Kemudian diukur peningkatan cAMP pada media kultur tersebut. Tes ini
positif pada 80% sampai 100% penderita dengan penyakit Graves yang belum
mendapat terapi dan tidak terdeteksi pada manusia sehat atau penderita
tiroiditis Hashimoto (tanpa oftalmopati), nontoksik goiter, atau goiter nodular
toksik. Tes ini sangat berguna untuk mendiagnosis penyakit Graves pada
penderita dengan eutiroid oftalmopati atau untuk memprediksi penyakit
Graves pada neonatus dari ibu dengan riwayat penyakit Graves atau yang
masih aktif menderita penyakit Graves.1,2,9 Pemeriksaan TSH-R Ab dengan
bioassay termasuk mahal dan tidak tersedia secara luas.5
Radioactive Iodine Uptake (RAIU)
Uji ini berdasarkan kemampuan kelenjar tiroid menangkap iodium radioaktif
(123I atai 131I). Dengan mengukur persentase penangkapan iodium radioaktif
pada waktu-waktu tertentu setelah pemberiannya maka dapat dinilai kinetik
iodium intratiroid yang secara tidak langsung menggambarkan pula fungsi
kelenjar tiroid.10
RAIU tinggi pada penyakit Graves, meningkat ringan atau
normal pada multinodular toksik goiter, dan rendah pada tiroiditis.2,9
Alur pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis pada
hipertiroidisme dapat dilihat pada gambar 1. Kombinasi dari peningkatan FT4 dan
penurunan TSH digunakan untuk menegakkan hipertiroidisme. Jika terdapat
tanda-tanda oftalmopati pada penderita maka diagnosis penyakit Graves dapat
ditegakkan. Jika tanda-tanda oftalmopati tidak ada dan penderita hipertiroid
dengan atau tanpa goiter, perlu dilakukan tes radioiodine uptake. Uptake yangmeningkat merupakan diagnosis dari penyakit Graves atau goiter nodular toksik. 1
Pemeriksaan TPO Ab berguna untuk diferensial diagnosis, tapi pemeriksaan TSH-
R Ab tidak selalu diperlukan.6
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
10/20
10
Gambar 1. Tes Laboratorium untuk Diagnosis Banding Hipertiroidisme1
Pemeriksaan RadiologisDi samping gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan radiologis (Thyroid scanning, USG,
CT scan) dan histologis (FNAB):
Thyroid scanning
Isotop yang sering digunakan untukimagingtiroid adalah 131I, 99mTc, dan 123I.
Pada penilaian awal digunakan untuk mengevaluasi nodul goiter yang
asimetrik, hipertrofi lobus yang menyebabkan tampaknya suatu nodul atau
massa, dan menilai massa substernal. Scan tiroid juga digunakan untuk
penilaian lanjutan pada penderita dengan penurunan TSH.12 Scan tiroid
memberikan informasi tentang ukuran tiroid, dan distribusi geografik dari
aktifitas fungsional kelenjar tiroid. Nodul tiroid yang berfungsi melebihi
jaringan tiroid yang normal disebut dengan hot nodule dan yang tidak
berfungsi disebut cold nodule. Warm nodule memiliki fungsi yang sama
dengan jaringan tiroid normal.1,12 Tidak semua penderita dengan nodul tiroid
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
11/20
11
memerlukan scan tiroid, FNAB dapat digunakan untuk evaluasi awal suatu
nodul tiroid.12 Indikasi scan tiroid adalah 11: (1) evaluasi morfologik
fungsional nodul tiroid soliter, (2) evaluasi massa di mediastinum bagian atas,
(3) membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen
nodosa, (4) mendeteksi jaringan fungsional yang tersisa pasca tiroidektomi,
(5) mendeteksi sisa jaringan tiroid atau metastase karsinoma tiroid
berdiferensiasi baik, (6) evaluasi penyebab hipertiroidisme neonatal, (7)
evaluasi massa di daerah leher atau jaringan tiroid ektopik.
Ultrasonografi (USG)
Dalam tirodologi kegunaan utama USG adalah untuk menentukan volume,
besar, ukuran kelenjar, dan untuk membedakan apakah suatu nodul kistik atau
padat. Suatu nodul yang secara klinis soliter, mungkin ditemukan multipel
pada USG. USG dengan resolusi tinggi dan real time imaging, dapat pula
divisualisasikan aliran vaskuler ke dan dari kelenjar tiroid. USG tidak dapat
menentukan apakah suatu lesi tiroid jinak atau ganas.14
Computed Tomografi (CT) Scan danMagnectic Resonance Imaging(MRI)
CT Scan biasanya dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya oftalmopati.
Jika oftalmopati sudah jelas maka CT Scan digunakan untuk evaluasi
pengobatan oftalmopati.9 CT scan mampu memvisualisasikan dengan baik
hubungan kelenjar tiroid dengan organ sekitar, ukuran kelenjar, volume, serta
kepadatan jaringan kelenjar tiroid. Manfaat MRI dalam tirodologi hampir
sama dengan CT scan, namun MRI dapat mendeteksi kekambuhan karsinoma
dan membedakannya dengan fibrosis. MRI dan CT scan juga tidak dapat
membedakan apakah suatu lesi bersifat ganas atau tidak.14
Pemeriksaan Histologis
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) pada kelenjar tiroid dilakukan untuk
mengetahui adanya suatu keganasan pada suatu nodul tiroid.12 Pemeriksaan
histologi kelenjar tiroid penderita penyakit Graves didapatkan hiperplasia yang
difus. Dapat terlihat hilangnya koloid tiroid normal dan kelenjar yang hiperemis.
Terjadi pembentukan banyak folikel kecil baru, dan sel tiroid membentuk struktur
kolumnar tinggi. Pembuluh darah lebih besar dari normal. Infiltrat limfosit
ditemukan di antara folikel dan dapat ditemukan hiperplasia limfoid. Sel T dan sel
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
12/20
12
B dapat ditemukan.2 FNAB pada kelenjar tiroid jarang diindikasikan pada
penyakit Graves.15
Analisis Diagnosis Penderita
Diagnosis penyakit Graves dapat ditegakkan pada penderita dengan tirotoksikosis
yang telah dibuktikan secara biokimiawi, goiter yang difus pada palpasi,
oftalmopati, TPO Ab positif, dan adanya riwayat pribadi atau keluarga terhadap
adanya kelainan autoimun.6 Alur pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan
penyakit Graves dapat dilihat pada gambar 1.
Sesuai dengan gambar tersebut, dilakukan pemeriksaan kadar FT4 dan TSH
penderita. Hasilnya, ditemukan adanya kadar FT4 yang meningkat (>70 pMol/L)
dan TSH yang menurun (
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
13/20
13
Tabel 2. Indeks Wayne
Subyektif Nilai Obyektif Ada Tidak
Ada
Dyspneu on effort +1 Pembesaran kelenjar tiroid +3 -3
Palpitasi +2 Bruitdi atas tiroid +2 -2Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 0
Suka udara panas -5 Lid retraction +2 0
Suka udara dingin +5 Lid lag +1 0
Banyak keringat +3 Hiperkinesis +4 -2
Gelisah +2 Tangan panas +2 -2
Nafsu makan meningkat +3 Tangan basah +1 -1
Nafsu makan menurun -3 Tremor halus +1 0
Berat badan meningkat -3 Atrial fibrilasi +4 0
Berat badan menurun +3 Nadi 90 kali/menit +3 0
Interpretasi hasil penghitungan indeks Wayne adalah sebagai berikut :
20 : Hipertiroid
Sesuai dengan alur pemeriksaan tersebut di atas, maka penderita ini
didiagnosis dengan penyakit Graves.
Kecurigaan penderita menderita penyakit Graves karena terdapat
pembesaran kelenjar tiroid yang difus, permukaan rata, konsistensi kenyal, dengan
ukuran yang tidak besar, yaitu 5 x 4 cm pada leher kanan dan kiri.
Hal lain yang mendukung penderita menderita penyakit Graves adalah
penderita memiliki faktor risiko jenis kelamin wanita, umur antara 20-40 tahun.
Tirotoksikosis pada anak-anak dan remaja hampir selalu merupakan penyakit
Graves.2
Pengobatan
Sasaran terapi hipertiroidisme adalah 4: (1) menghambat sintesis hormon tiroid,
(2) menghambat sekresi hormon tiroid, (3) menekan konversi T4 menjadi T3 di
perifer, dan (4) mengurangi massa kelenjar tiroid. Saat ini pilihan terapi untuk
penyakit Graves adalah 1,5: (1) obat antitiroid, (2) iodin radioaktif, (3)
pembedahan.
Pengobatan yang ideal untuk penyakit Graves bertujuan untuk menangani
respon autoimun pada kelenjar tiroid dan orbita, namun belum ada pengobatan
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
14/20
14
yang spesifik untuk mengatasi respon autoimun tersebut, sehingga tidak
memungkinkan untuk menormalkan fungsi kelenjar tiroid dan menghilangkan
oftalmopati.5
Obat Antitiroid
Tujuan pemberian obat antitiroid adalah11: (1) sebagai terapi yang berusaha
memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap pada penderita
muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis, (2) sebagai obat
untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah
pengobatan pada penderita yang mendapat yodium radioaktif, (3) sebagai
persiapan untuk tiroidektomi, (4) untuk pengobatan penderita hamil dan lanjut
umur, dan (5) penderita dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang sering digunakan untuk menangani penyakit Graves
adalah golongan thionamide yang bekerja dengan menghambat oksidasi dan
pengikatan iodida sehingga mengakibatkan defisiensi iodin intratiroid.
Propylthiouracil (PTU) dapat menekan konversi T4 menjadi T3 pada jaringan
perifer.13 Berikut obat golongan thionamide yang digunakan untuk terapi penyakit
Graves 9,13:
1. MethimazoleMerupakan obat pilihan kecuali pada krisis tiroid dan pengobatan pada
wanita hamil.
Tidak menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3
Tidak memiliki efek segera.
Waktu paruh lebih lama dibandingkan PTU, maka dari itu obat ini dapat
diberikan dua kali sehari.
Tidak berhubungan dengan hepatitis
Memiliki hubungan yang lemah dengan aplasia kutis pada neonatal setelah
terjadi paparan in utero.
Dosis dewasa: dosis awal 10-15 mg per oral dua kali sehari kemudian
dilakukan titrasi cepat sampai setengah dosis awal setelah tercapai keadaan
eutiroid.
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
15/20
15
Dosis anak-anak: dosis awal 15-20 mg/m2/hari per oral dibagi dalam dua
kali pemberian per hari kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis
efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid.
Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropenia, penyakit hati,
kehamilan, wanita menyusui, dan badai tiroid.
Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K dan mungkin meningkatkan
aktivitas obat antikoagulan oral.
Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes
fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan
penyesuaian dosis.
Efek samping berupa terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia,
kolestatikjaundice, neutropenia, dan agranulositosis.
2. Propylthiouracil (PTU)Merupakan obat pilihan pada keadaan krisis tiroid karena dapat
menghambat konversi perifer T4 menjadi T3, serta pada laktasi dan
kehamilan karena tidak melewati plasenta.
Tidak dihubungkan dengan aplasia kutis pada fetus.
Dosis dewasa: dosis awal 100-150 mg per oral tiga kali sehari kemudian
dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk
mempertahankan keadaan eutiroid.
Dosis anak-anak: dosis awal 5-7 mg/kgBB/hari per oral dibagi menjadi
tiga kali pemberian kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis
efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid.
Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropeni, dan penyakit hati
Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K sehingga dapatmeningkatkan aktivitas antikoagulan oral.
Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes
fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan
penyesuaian dosis.
Efek samping: terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia, hepatitis,
neutropenia, dan agranulositosis.
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
16/20
16
Untuk pemantauan pemberian obat pada penderita rawat jalan, perlu
dilakukan pemeriksaan tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan pemeriksaan darah
lengkap dalam interval waktu tiap 6 minggu sampai 3 bulan. Juga perlu dicari
apakah ada efek samping obat yang potensial dapat timbul dengan mencari
riwayat penyakit sebelumnya. Perbaikan klinis tergantung pada jumlah hormon
tiroid yang tersimpan dalam kelenjar dan kecepatan sekresi kelenjar. Perbaikan ini
biasanya terjadi dalam 3 minggu dan eutiroidisme dapat tercapai dalam 6-8
minggu.9,11 Algoritma terapi obat antitiroid pada penyakit Graves dapat dilihat
pada gambar 2.
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
17/20
17
Gambar 2. Algoritma Penggunaan Obat Antitiroid pada Penderita Penyakit
Graves13
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
18/20
18
Radioaktif Iodin
Cara kerja obat ini adalah dengan mengonsentrasikan radioaktif iodin pada
kelenjar tiroid sehingga menyebabkan kerusakan kelenjar tiroid tanpa
membahayakan jaringan lain. Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif
adalah: (1) penderita usia 35 tahun atau lebih, (2) hipertiroidisme yang kambuh
sesudah dioperasi, (3) gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid,
(4) tidak mampu atau tidak mau pengobatan antitiroid, (5) adenoma toksik dan
goiter multinodular toksik. Pengobatan dengan yodium radioaktif ini dapat
mengakibatkan terjadinya keadaan hipotiroidisme. Yang biasa digunakan adalah
131I dengan dosis 5-12 mCi per oral. Dosis ini dapat mengendalikan tirotoksikosis
dalam 3 bulan, namun kira-kira sepertiga dari penderita akan menjadi hipotiroid
dalam tahun pertama. Efek samping lain yang mungkin timbul adalah eksaserbasi
hipertiroidisme dan tiroiditis.11
Terapi Pembedahan
Tindakan pembedahan dapat dipilih apabila: (1) gondok sangat besar dengan/atau
tanpa tirotoksikosis yang berat; (2) menunjukkan gejala penekanan, terutama
gondok retrosternal; (3) tidak berhasil dengan obat antitiroid; (4) penderita tidak
kooperatif meminum obat antitiroid; (5) ada reaksi dengan obat antitiroid; (6)
karena keadaan geografi dan sosial ekonomi tidak memungkinkan dipantau secara
teratur oleh dokter; (7) gondok nodular toksik terutama pada penderita muda.4,11
Subtotal tiroidektomi apabila terdapat multinodular goiter atau ukuran
kelenjar yang besar. Pada subtotal tiroidektomi, jika terlalu banyak jaringan tiroid
yang ditinggalkan maka akan terjadi relaps. Biasanya ahli bedah meninggalkan 2-
3 g jaringan tiroid pada leher kanan dan kiri.1 Penyebab lain terjadinya
kekambuhan adalah iodine uptake dan aktivitas imunologi penderita.9
Tiroidektomi total dilakukan apabila terdapat progresifitas yang cepat dari
oftalmopati.1
Sebelum operasi penderita disiapkan dengan pemberian obat antitiroid
sampai tercapai keadaan eutiroid (kurang lebih selama 6 minggu).1 Biasanya
penderita diberi cairan kalium iodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15
tetes per hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi
pada kelenjar tiroid.11
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
19/20
19
Pengobatan Tambahan
Obat-obat lain yang biasa digunakan sebagai obat tambahan adalah 11:
Penyekat beta-adrenergik. Dengan pemberian obat ini diharapkan gejala
seperti palpitasi, tremor, berkeringat banyak, serta gelisah akan dapat
berkurang. Obat ini juga dapat menurunkan kadar T3 dalam serum. Dosis
yang dianjurkan sebesar 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis.
Yodium. Terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan
dengan yodium radioaktif dan pada krisis tiroid. Dosisnya adalah 100-300
mg/hari.
Ipodate. Bekerja dengan menurunkan konversi T4 menjadi T3 di perifer,
mengurangi sintesis hormon tiroid dan mengurangi pengeluaran hormon dari
tiroid.
Analisis Pengobatan Penderita
Sesuai dengan algoritma pada gambar 2, maka penderita ini diobati dengan
iodium radioaktif atau obat antitiroid. Pengobatan dengan iodium radioaktif tidak
tersedia di RSUP Sanglah. Penderita juga lebih memilih pengobatan dengan
pembedahan dengan alasan kosmetik, sehingga diberikan obat antitiroid untuk
persiapan pembedahan, yaitu PTU 3 kali 100 mg sampai tercapai keadaan eutiroid.
Untuk mengurangi gejala palpitasi pada penderita diberikan propanolol 3
kali 10 mg untuk mengurangi gejala adrenergik pada penderita (palpitasi, tremor,
tidak tahan panas). Diberikan juga vitamin B kompleks 3 kali I tablet untuk
mencukupi kebutuhan vitamin yang diperlukan dalam metabolisme penderita
yang meningkat.
Semua penyakit Graves memerlukan pemantauan jangka panjang tanpa
memandang pilihan terapi penderita. Yang dipantau pada penderita adalah gejala
klinis, kadar hormon tiroid, dan kadar tirotropin. Bila penderita mendapat
pengobatan antitiroid, perlu dipantau tes fungsi hati dan darah rutinnya. Karena
penderita ini dipersiapkan untuk pembedahan , maka setelah 6 minggu pengobatan
penderita diharapkan datang kembali untuk kontrol.
-
7/22/2019 Catatan Koass Penyakit Graves
20/20
DAFTAR PUSTAKA
1. Greenspan F.S., Gardner D.G. A Lange Medical Book: Basic and ClinicalEndocrinology. 7th ed. The McGraw-Hill Companies. New York. 2004.
2. Larsen P.R., Davies T.F., Hay I.D. TheThyroid Gland. In: Williams Textbookof Endocrinology. Editors: Wilson J.D., Foster D.W., Kronenberg H.M.,Larsen, P.R. 9th ed. WB Saunders Company. Philadelphia. 1998: 427-454.
3. Adediji O.S., Killian P. Goiter, Diffuse Toxic. eMedicine [serial online].December 1, 2004. Available at: www.emedicine.com/med/topic917.htm.
Accessed: April 11, 2007.
4. Suastika K., Sutanegara ND. Hipertiroidisme. Dalam: Penyakit KelenjarTiroid. Editor: Hartanto W. EGC. Jakarta. 1995. h. 31-45.
5. Weetman A.P. Medical Progress: Graves Disease. The New EnglandJournal of Medicine. vol. 343. pp: 1236-1247. 2000.
6. Jameson J.L., Weetman A.P. Disorders of The Thyroid Gland. In: Harrison'sPrinciples of Internal Medicine. Editors: Kasper D.L., Fauci A.S., Longo D.L.,Braunwald E., Hauser S.L., Jameson J.L. 16th ed. The McGraw-Hill
Companies. New York. 2005. pp:2069-2074.
7. Prabhakar B.S., Bahn R.S., Smith T.J. Current Perspective on thePathogenesis of Graves Disease and Ophthalmopaty. Endocrin Reviews. vol.
24. pp: 802-827. 2003.
8. Ing E., Bednarczuk T. Thyroid Ophthalmopathy. eMedicine [serial online]March 18, 2005. Available at: www.emedicine.com/med/topic237.htm.
Accessed: April 11, 2007.
9. Yeung S.J., Habra M.A. Graves Disease. eMedicine [serial online] July 28,2005. Available at: www.emedicine.com/med/topic929.htm. Accessed: April11, 2007.
10.Hendromartono. Tirotoksikosis dan Hipertiroidisme: Outline of pathogenesis,a practical diagnostic algorithm, diagnosis approach and its interpretation.
Dalam: Makalah Lengkap I: Pertemuan Berkala Trigonum II Ilmu Penyakit
Dalam FK. UNIBRAW-FK. UNAIR-FK. UNUD. Editor: Kalim H., Rudijanto
A., Arsana P.M. Malang. 2003. E1-1E1-9.
11.Samual A., Pandelaki K. Hipertiroidisme. Dalam: Buku Ajar Penyakit Dalam.Editor: Noer H.M.S., dkk. Edisi ke-3. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1996. h.
766-772.
12.Feld S.Clinical Practice Guidelines for the Diagnosis and Management ofThyroid Nodules. Endocrine Practice. vol. 2. pp. 81-84. 1996.13.Cooper D.S. Drug Therapy: Antithyroid Drugs. The New England MedicalJournal of Medicine. vol. 352. pp. 905-914. 2005.
14.Masjhur, J.S. Uji Diagnostik Dalam Pengelolaan Kelainan Kelenjar Tiroid.Dalam: Buku Ajar Penyakit Dalam. Editor: Noer H.M.S., dkk. Edisi ke-3.
Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1996. h. 734-738.
15.Levitsky L.L. Graves Disease. eMedicine [serial online] November 30, 2005.Available at: www.emedicine.com/med/topic899.htm. Accessed: April 11,
2007.
http://www.emedicine.com/med/topic917.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic917.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic237.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic237.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic929.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic929.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic899.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic899.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic899.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic929.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic237.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic917.htm
top related