blok 19 stemi anterior
Post on 04-Dec-2015
26 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
ST Segment Elevation Myocardial Infarction [STEMI]
PENDAHULUAN
Pembuluh darah koroner merupakan saluran pembuluh darah yang membawa darah
mengandung O2 dan makanan yang dibutuhkan oleh miokard agar dapat berfungsi dengan baik.
Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit jantung yang disebabkan arterioskelerosis atau
pengerasan pembuluh darah nadi, yang dikenal sebagai atherosclerosis. Pada keadaan ini
pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan – endapan lemak pada dindingnya.
Penyakit kardovaskuler ini merupakan nilai kematian terbesar di Indonesia. Sehingga
diperlukan strategi penatalaksanaan dalam menegakkan diagnose Sindroma Koroner Akut (SKA)
secara optimal. Secara klinis infark akut tanpa elevasi ST ( NSTEMI ) sangat mirip dengan
angina tidak stabil. Dalam kaitannya dengan jantung, sindroma ini disebut Angina Pectoris, yang
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dengan
penyediaanya. Yang membedakan adalah adanya enzyme petanda jantung yang positif dan
terdiri dari infark miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris yang
tak stabil.
PEMBAHASAN
Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat
apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang
berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko
antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stress serta sakit jantung koroner
pada keluarga.1
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti
aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi
sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam
setelah bangun tidur.1
Nyeri dada1
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah
pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka
panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.1
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Seorang dokter harus
mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena
gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.1
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :
Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa
diperas, dan dipelintir.
Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemas.1
Dapat juga ditanyakan: Riwayat penyakit terdahulu, obat-obatan yang pernah dikonsumsi, alergi
terhadap sesuatu, riwayat penyakit keluarga.2
Pemeriksaan Fisik2
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3
gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.
Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat
dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.1
Kemudian pada pemeriksaan fisik lain, dapat dilihat;2
Apakah pasien tampak sakit berat?
Apakah pasien kesakitan, tertekan, nyaman, muntah, cemas, berkeringat, pucat, sianosis, atau
takipnea?
Apakah perfusi pasien cukup ataukah perifer teraba dingin?
Adakah stigmata kolesterolemia atau merokok?
Adakah anemia atau sianosis atau parut bedah (misalnya bekas CABG)?
Nadi: perhatikan kecepatan, irama, isi, dan sifat. Apakah nadi perifer teraba dan sama kuat?
TD: apakah sama di kedua lengan?
JVP: meningkat atau tidak?
Gerak dada: apakah mengembang simetris?
Apakah nyeri timbul/diperberat bila dada ditekan?
Auskultasi: apakah lapang paru bersih? Adakah bunyi tambahan—ronki, rub, atau wheezing?
Periksa bunyi jantung untuk mencari murmur, gesekan perikard, dan irama gallop.
Periksa edema perifer, pergelangan tungkai, dan sakrum. Abdomen: adakah nyeri tekan,
tahanan, nyeri lepas, bising
usus, organomegali, aneurisma? Adakah keluaran urin? SSP: adakah kelemahan, defisit fokal?
EKG sangat vital dalam diagnosis MI
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau
keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan IGD. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap
simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau
pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi
perkembangan elevasi segmen ST. pada pasien dengan STEMI inferior. EKG sisi kanan harus
diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.1
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q.
sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus tidak
total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan
elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil atau Non
STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q
disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG
menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika
EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata
tidak selalu ada korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark (mural/ transmural)
sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/ nontransmural.1
Gambaran spesifik pada rekaman EKG3
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3-V4, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan
resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,
terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner
Anteroseptal
Anterior
Lateral
Anterior ekstrinsif
High lateral
Posterior
Inferior
Right ventrikel
V1 dan V2
V3 dan V4
V5 dan V6
I, a VL, V1 – V6
I, a VL, V5 dan V6
V7 – V9 (V1, V2*)
II, III, dan a VF
V2R – V4R
LAD
LAD
LCX
LAD / LCX
LCX
LCX, PL
PDA
RCA
Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagai mirror image dari perubahan
sedapan V7 – V9.
LAD = Left Anterior Descending artery; PL = Posterior Descending Artery.4
LCX = Left Circumflex.; RCA= Right Coronary Artery.
Laboratorium
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific
troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga
akan diikuti peningkatan CKMB, pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi
diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.1
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis
jantung (infark miokard).
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24
jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik
dapat meningkatkan CKMB.1,5
cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5- 14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5 - 10 hari.1,5
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu1,5:
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4- 8 jam.
Creatinine kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
Latic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark miokard, mencapai
puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari.
Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan
konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat luasnya iskemia bila
dilakukan waktu dada sedang berlangsung.6
Angiografi Koroner
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan
pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada
arteri koroner.6
I. Differntial Diagnosis
1. Angina Pectoris Stabil
Sindroma klinis yang episodik ini disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara.7 Biasanya
mempunyai karakteristik tertentu:
Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikitdi kirinya, dengan penjalaran ke leher,
rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung/pundak kiri.1
Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tak berhubungan dengan
gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan kekanan. Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh
stres fisik ataupun emosional.8
Kuantitas: Nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai
kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbangkan sebagai
angina tak stabil (unstable angina pectoris = UAP) sehingga dimasukkan ke dalam sindrom
koroner akut = "acute coronary syndrome" = ACS, yang memerlukan perawatan khusus.7,8
Pada AP stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, sekalipun tidak termasuk UAP,
berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan, kemudian
menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/stres yang tertentu atau
lebih berat dari sehari-harinya).7,8
Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai akhirnya
menghilang, yaitu menjadi asimtomatik, walaupun sebetulnya adanya iskemia tetap dapat terlihat
misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang disebut sebagai "silent iskhemia" sedangkan
pasien-pasien lainnya lagi yang telah menjadi asimtomatik, EKG istirahatnya normal pula, dan
iskemia baru terlihat pada stres tes pengobatan, kemudian menetap (misalnya beberapa hari
sekali, atau baru timbul pada beban/stres yang tertentu atau lebih berat dari sehari-harinya).8
2. Angina Pectoris Tak Stabil
Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu: (1) pasien dengan angina yang masih
baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per
hari. (2) pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi
makin ringan. (3) pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.6,7
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan America Heart Association
(AHA) angina tak stabil dan infark tanpa elevasi (NSTEMI = non ST elevation myocardial
infarktion) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga menimbulkan kerusakan
pada miokardium, sehingga petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina
tak stabil bila pasien mempunyai keluhan sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun dengan
ataupun tanpa perubahan EKG untuk seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar
atau adanya gelombang T yang negatif kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam tahap awal
serangan, angina tak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI.6
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba
terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai
penyempitan yang minimal. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah
100% terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%,
dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.6,7
3. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST
Angina pektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST
(non ST elevation miocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan
dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan
keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis
UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Gejala
yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah sata gejala yang paling
sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD.9
Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan
suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Nyeri dada
dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas,
perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi
presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di
dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual,
diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam
kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.9
Gambaran elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan
hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III
Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome yang
buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan risiko outcome yang buruk meningkat secara
progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun
perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien
dengan NSTEMI.9
4. Angina Prinzmental (Angina Varian).
Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari. Nyeri disebabkan
karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik. EKG menunjukkan elevasi segmen ST.
Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akutdan dapat terjadi aritmia.
5. Perikarditis
Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, iseralis atau keduanya. Respons perikard
terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah Efusi perikard, deposisi fibrin,
proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau kalsifikasi. Itulah sebabnya manifestasi
klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang khas.10
Perikarditis akut adalah peradangan primer maupun sekunder perikardium
parietalis/viseralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis, jamur,
uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik.1
Nyerinya bersifat khas yaitu retrosternal dan prekordial kiri, menjalar ke belakang dari tepi
trapezius. Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, retrosternal atau sebelah
kiri. Bertambah sakit bila bernapas, batuk atau menelan.6 Keluhan lainnya rasa sulit bernapas
karena nyeri pleuritik di atas atau karena efusi perikard. Pemeriksaan jasmani didapatkan friction
rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi banyak atau cepat terjadi,akan didapatkan tanda
tamponade. Elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST. Gelombang T umumnya ke
atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi).7,10
Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat normal atau
menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC, dan lain-lain).
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan: leukosit, ureum, kreatinin, enzim jantung,
mikrobiologis parasitologis, serologis, virologis, patologis dan imunologis untuk mencari
penyebab peradangan dari sediaan darah, cairan perikard dan atau jaringan biopsy perikard.10
6. Aneurisma Aorta
Aneurisma merupakan keadaan dimana dinding pembuluh darah melemah akibat
tergantinya dinding pembuluh (elastin dan ototnya diganti menjadi jaringan ikat). Hal ini
menyebabkan aneurisma tampak seperti pembuluh yang terdilatasi, tetapi hanya pada sebagian
kecil dari pembuluh darah. Ia dapat pecah dengan tiba-tiba, baik pada orang sehat sekalipun.
Hati-hati akan aneurisma, terutama diotak (paling sering) karena paling rentang menyebabkan
kematian. Aneurisma ini bersifat congenita. . Aneurisma itu sendiri tergantung pada tekanan dan
keadaan dinding pembuluh yang mengalami proses repair. Awalnya ia berasal dari luka pada
jejas parenkim yang akan digantikan dengan fibrosis saat akan disembuhkan. Jejas parenkim ini
selalu menyebabkan proliferasi parenkim yang diikuti dengan proliferasi jaringan ikat sehingga
pada jejas pembuluh darah, setiap jaringan otot akan diganti dengan jaringan ikat.9,10
Tanda dan Gejala Aneurisma Aorta
Gejala khas yang ditimbulkan penyakit ini adalah rasa nyeri pada punggung sebelah atas,
batuk, dan mengi. Banyak diantaranya yang batuk sampai mengeluarkan darah sebagai akibat
tekanan atau erosi pada pipa udara maupun saluran pernapasan sekitarnya. Penekanan
kerongkongan membuat kesulitan menelan. Sedangkan bila terjadi pada pita suara bisa
menyebabkan serak.9.10
7. Diseksi Aorta
Diseksi Aorta adalah suatu kondisi serius dimana luka berkembang didalam lapisan aorta,
pembuluh darah jantung. Darah keluar melalui luka tersebut kedalam lapisan tengah aorta,
menyebabkan lapisan dalam dan tengah terpisah. Jika darah telah penuh hingga sampai dinding
aorta luar, diseksi aorta sering fatal. Diseksi aorta, juga disebut bedah aneurisma, relatif jarang
terjadi. Siapapun dapat mengembangkan kondisi ini, tetapi paling sering terjadi pada pria antara
60-70 tahun. Gejala diseksi aorta mirip penyakit lain, yang sering menimbulkan keterlambatan
diagnosis. Namun ketika diseksi aorta terdeteksi dinidan segera diobati, kesemptan untuk
bertahan hidup masih tinggi.9,10
Tanda dan Gejala Diseksi Aorta
Tanda dan gejala yang dialami pada penderita penyakit diseksi aorta sebagai berikut :
1. Dada yang nyeri parah secara tiba-tiba atau nyeri punggung atas
2. Kehilangan kesadaran (pingsan)
3. Sesak napas
4. Kesulitan berbicara, kehilangan pengelihatan, lemah atau kelumpuhan satu sisi tubuh
seperti memiliki stroke
5. Berkeringat
6. Lemah disutu lengan dibandingkan dengan yang lain.
II. Working Diagnosis
Berdasarkan anamanesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah disebutkan dalam
data skenario. Pria tersebut dapat didiagnosis menderita sindroma koroner akut. Sindroma
koroner akut adalah suatu keadaan klinis tingkat miokard iskemik akut tergantung derajat oklusi
yang terjadi, dapat berupa angina pectoris tidak stabil, infark miokad akut elevasi ST dan infark
miokard akut tanpa elevasi ST.12 Namun dalam scenario kasus diatas, pria tersebut dapat
digolongkan dalam infark miokard dengan elevasi ST.
Penyakit jantung iskemik tersebut adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah.
Penyebab tersering penyakit jantung iskemik adalah menyempitnya lumen arteria koronaria oleh
aterosklerosis. Bila terjadi penyempitan aterosklerotik lumen sebesar 75% atau lebih pada satu
atau lebih arteria koronaria besar, setiap peningkatan aliran darah koroner yang mungkin terjadi
akibat vasodilatasi koroner kompensatorik akan kurang memadai untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan jantung.8,9,10
III. Etiologi
Terjadinya Infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah
koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus
yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Ini semua juga sering mengikuti ruptur
plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Penurunan aliran darah koroner dapat juga
disebabkan oleh syok dan hemoragic. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
miokard merupakan dasar dari terjadinya proses iskemik tersebut.1,14 Pada kondisi yang jarang,
STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner,
abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.1
IV. Epidemiologi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara
maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian
terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30%
dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,
meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.1 Di Inggris penyakit kardiovaskular membunuh 1
dari 2 penduduk dalam populasi, dan menyebabkan hamper sebesar 250.000 kematian pada
tahun 1998.7,10
V. Patofisiologi
Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.1
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur
atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.1,14 Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar
sehingga STEMI memberikan respons terhadap trombolitik.1
Keterangan gambar:
1) Lesi inisiasi dan akumulasi lipid ekstraselular dalam intima;
2) Evolusi stadium fibrofatty,
3) Lesi progresi dengan ekspresi prokoagulan dan lemahnya fibrous cap. Sindrom koroner akut
berkembang jika plak vulnerabel dan risiko tinggi mengalami disrupsi pada fibrous cap.
4) Disrupsi plak adalah rangsangan terhadap trombogenesis. Resorpsi trombus dilanjutkan
dengan akumulasi kolagen dan pertumbuhan sel otot polos.
5) Selanjutnya disrupsi plak vulnerabel atau plak risiko tinggi mengakibatkan pasien mengalami
nyeri iskemia akibat penurunan aliran arteri koroner epikardial yang terlibat. Reduksi aliran
dapat menyebabkan oklusi trombus total (bawah kanan) atau oklusi trombus subtotal (bawah
kiri) Pasien dengan nyeri iskemia dapat berupa elevasi ST atau tanpa elevasi segmen ST pada
EKG. Pasien dengan elevasi ST sebagian besar berkembang menjadi infark miokard
gelombang Q, sebagian kecil berkembang menjadi infark miokard gelombang non Q. Pasien
tanpa elevasi segmen ST dapat mengalami angina pektoris tak stabil atau infark miokard akut
tanpa elevasi ST. Sebagian besar pasien dengan NSTEMI berkembang menjadi infark
miokard non Q, dan sebagian kecil menjadi infark miokard gelombang Q.1
Dari keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa proses aterosklerosis atau dapat disebut
aterogenesis merupakan hal yang berperan penting dalam penyakit sindroma koroner akut
termasuk di dalamnya infark miokard akut dengan elevasi ST. Berikut ini akan dibahas
selanjutnya mengenai aterosklerosis dan patofisiologinya.
Aterosklerosis
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria yang
paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa
dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila
lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan
aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti
perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan
demikian keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga
membahayakan miokardium.14
Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi komplikata
(Gbr. 31-3), sebagai berikut:
1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan dengan
penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolesterol oleat) pada
daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). Makrofag tersebut akan memfagosit
lemak dan berubah menjadi foam sel. Sebagian endapan lemak berkurang, tetapi yang lain
berkembang menjadi plak fibrosa.14
2. Plak fibrosa (atau plak ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika intima yang
meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis. Biasanya, plak
fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opak dan mengilat yang menyembul ke arah
lumen sehingga menyebabkan obstruksi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris sel
nekrotik yang ditutupi pleh jaringan fibromuskular mengandung banyak sel-sel otot polos dan
kolagen. Sejalan dengan semakin matangnya lesi, terjadi pembatasan aliran darah koroner dari
ekspansi abluminal, remodeling vaskular, dan stenosis luminal. Setelah itu terjadi perbaikan
plak dan disrupsi berulang yang menyebabkan rentan timbulnya fenomena yang disebut
"ruptur plak" dan akhirnya trombosis vena.10
3. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami gangguan akibat
kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan dapat menyebabkan infark
miokardium.10
Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan pembuluh darah
untuk berespons juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum tampak sampai proses
aterogenik mencapai tingkat lanjut. Lesi bermakna secara klinis yang mengakibatkan iskemia
dan disfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah.2,4
Penting diketahui bahwa lesi-lesi aterosklerotik biasanya berkembang pada segmen
epikardial di sebelah proksimal dari arteria koronaria, yaitu pada tempat lengkungan tajam,
percabangan, atau perlekatan. Lesi-lesi ini cenderung terlokalisasi dan fokal dalam
penyebarannya tetapi, pada tahap lanjut, lesi-lesi yang tersebar difus menjadi menonjol.10
Patogenesis Aterosklerosis
Patogenesis aterosklerosis merupakan suatu proses interaksi yang kompleks, dan hingga
saat ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Interaksi dan respons komponen dinding pembuluh
darah dengan pengaruh unik berbagai stresor (sebagian diketahui sebagai faktor risiko) yang
terutama dipertimbangkan. Dinding pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang terdapat dalam
hidup keseharian. Diantaranya adalah faktor-faktor hemodinamik, hipertensi, hiperlipidemia,
serta derivat merokok dan toksin (misal, homosistein atau LDL-C teroksidasi). Dari kesemua
agen ini, efek sinergis gangguan hemodinamik yang menyertai fungsi sirkulasi normal yang
digabungkan dengan efek merugikan hiperkolesterolemia dianggap merupakan factor terpenting
dalam pathogenesis aterosklerosis. Berikut ini gambaran terjadinya proses aterosklerosis yang
berperan penting dalam patofisiologi infark miokard secara umum.9,10
VI. Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal
1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika pada pramedis di ambulans
yang sudah terlatih untuk mengintepretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan kendali komando
medis online yang bertanggung jawab pasa pemberian terapi. Di Indonesia saat ini pemberian
trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.1,16
2. Tatalaksanan di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup : mengurangi /
menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang tepat di rumah sakit dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI.1
Tatalaksana Umum
1. Oksigen
Suplemen Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.1
2. Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan smapai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga
dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan
suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau
pembuluh kolateral.1
3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada
a. Morfin
Morfin sangan efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.1
b. Aspirin
Inhibisi cepat sikooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2
dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.1,16
c. Penyekat beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat
mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit
sampai total 3 dosis. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap
12 jam.1,6
4. Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas
bertambah dengan penambahanaspirin dan penyekat beta. Pemberian inhibitor ACE harus
dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung.1,7,9,10
Terapi Reperfusi Farmakologis1
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan disfungsi dan
dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI menjadi pump failure atau
takiaritmia ventrikular yang maligna.
Sasaran terapi hiperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-
to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-
balloon (atau medical contact-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
Obat fibrinolitik yang dapat diberikan untuk terapi reperfusi adalah streptokinase (SK),
Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase), reteplase (retavase), Tenekteplase (TNKase).
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)1
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa didahului
fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengambalikan perfusi pada STEMI jika
dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari
fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis
jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih
dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat,
atau gejala sudah ada sekurang – kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan
mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan
fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.
VII. Prognosis
Terdapat bcberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA:
Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, kongesti paru dan
syok kardiogenik. Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan
pulmonary capillary-wedge pressure.1
VIII. Komplikasi
1. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling
ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setalah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi..
Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang
disproposional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang
terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks
ventrikel kiri yang mengakibatkan. 1
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.1
3. Syok Kardiogenik
Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri
koroner multivesel.1,16
4. Infark Ventrikel Kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferiposterior menunjukkan sekurang- kurangnya
nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas primer pada
ventrikel kanan. Infrak ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul’s, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi. Elevasi segmen ST sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R, seting dijumpai
dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. 1
5. Aritmia Pasca STEMI
Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setlah onset gejala.
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan system saraf autonom, gangguan
elektrolit, iskemia pada perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.1
6. Ekstrasistol Ventrikel
Depolarisasi pematur ventrikel sporadic yang tidak sering, dapat terjadi pada hampir semua
pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Hipokalemia dan hipomagnesimia merupakan
factor resiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI, konsentrasi kalium serum diupayakan
mencapai 4,5 mmol?liter dan magnesium 2,0 mmol/liter.1
7. Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventricular dapat terjadi tanpa tanda
bahaya aritmia sebelumnya.1
8. Fibrilasi ventrikel
9. Fibrilasi atrium
10. Aritmia supraventrikular
11. Asistol Ventrikel
12. Bradiaritmia dan blok
13. Komplikasi mekanik\
14. Perikarditis1
IX. Preventive
Sepertinya yang sering disinggung sebelumnya etiologi utama STEMI ini adalah karena
thrombus yang diinduksi oleh pembentukan plak aterosklerotik. Oleh sebab itu, upaya preventif
atau pencegahan yang dapata dilakukan ialah lebih diutamakan pada pencegahan pembentukan
aterosklerotik dalam pembukuh darah koroner. Sekarang dianggap terdapat banyak faktor yang
saling berkaitan dalam mempercepat proses aterogenik. Telah ditemukan beberapa faktor yang
dikenal sebagai faktor risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya aterosklerosis
koroner pada individu tertentu.1,14 Tiga faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah, yaitu: usia,
jenis kelamin laki-laki, dan riwayat keluarga. Faktor risiko tambahan lain masih dapat diubah,
sehingga berpotensi memperlambat proses aterogenik. Faktor risiko utama yang dapat diubah
adalah: peningkatan kadar lipid serum; hipertensi; merokok sigaret; diabetes melitus; gaya hidup
yang tidak aktif, obesitas (terutama ripe abdominal), dan peningkatan kadar homosistein.14 Oleh
sebab itu, tentunya untuk mencegah terjadinya penyakit ini, perlu memperbaiki factor-faktor
resiko yang dapat diubah, seperti tidak merokok, gaya hidup sehat, dan pola makan yang baik.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka saya dapat
menyimpulkan bahwa pria dalam scenario kasus tersebut dapat didiagnosis menderita sindroma
koroner akut dengan jenis infark miokard dengan elevasi ST. Jadi berdasarkan semua hal yang
telah dipelajari, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard dengan Elevasi ST. Idrus Alwi(eds). Buku ajar IPD.
Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2009.h.1741-54.
2. Gleadle Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007.h.166;170-71;112-3
3. Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, EGC : Jakarta; 1995
4. Dharma Surya. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. EGC: Jakarta; 2009
5. Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Edisi 6. Jakarta. EGC: 2007.
h.149-5;295-7
6. Sudoyo Aru W, et all. Angina Pektoris Tak Stabil. Hanafi B. Trisnohadi(eds). Buku ajar IPD.
Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2009.h.1728-32.
7. Isselbacher, et all. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam (eds 13). Volume 3.
Jakarta: EGC;2008.h.1201-44.
8. Sudoyo Aru W, et all. Angina Pektoris Stabil. A. Muin Rahman(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2009.h.1735-9.
9. Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. A. Muin Rahman(eds). Buku
ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2009.h.1757-65.
10. Sudoyo Aru W, et all. Perikarditis. Marulam M. Panggabean(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2009.h.1725-26.
top related