bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 hakikat...
Post on 23-Mar-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Belajar
Menurut Slameto, (2010: 2) belajar ialah “suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya”. Menurut R. Gagne (dalam Susanto, 2013:
1) Belajar didefinisikan “sebagai suatu proses dimana suatu organisme
berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Gagne juga memaknai
belajar sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, ketrampilan, kebiasan dan tingkah laku.
Sedangkan menurut Winkel (dalam Susanto 2013: 4) belajar
adalah “ suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif
antara seseorang dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap
yang relatif konstan dan berbekas”.Menurut Susanto, 2013: 4 belajar adalah
“suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan
sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman atau pengetahuan baru
sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perilaku yang relatif tetap
baik dalam berfikir, merasa maupun bertindak”.
Setiap orang dapat dikatakan belajar apabila terjadi perubahan
sebelum orang itu belajar dan sesudah belajar. Perubahan ini terjadi sebagai
akibat dari adanya aktivitas atau kegiatan yang menghasilkan pengalaman.
Dari beberapa pendapat tentang pengertian belajar dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, pengetahuan,
pemahaman,keterampilan, dan nilai sikap sebagai latihan dalam interaksi
dengan lingkungan.
8
2.1.2. Hasil Belajar
2.1.2.1 Hakikat Hasil Belajar
Menurut Furchan (2005:39) hasil belajar merupakan uraian untuk
menjawab pertanyaan “apa yang harus digali, dipahami, dan dikerjakan
siswa”. Hasil belajar ini merefleksikan keluasan, kedalaman, dan
kompleksitas (secara berdegradasi) dan digambarkan secara jelas serta
dapat diukur dengan teknik-teknik tertentu. Perbedaan antara kompetensi
dan hasil belajar terdapat pada batasan dan patokan-patokan kinerja siswa
yang dapat diukur.
Rusman (2012:123) mengatakan bahwa hasil belajar adalah sejumlah
pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:486), hasil
belajar adalah sesuatu yang diadakan, diciptakan, dibuat, dijadikan dengan
usaha pikiran.
Hasil belajar menurut Mulyasa (2008:212) merupakan prestasi
belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indicator kompetensi
dasar dan derajat perubahan perilaku yang berlangsung. Hasil belajar
merupakan prestasi peserta didik secara keseluruhan yang mencapai
indicator kompetensi dasar yang ada perubahan perilaku secara langsung.
Menurut Susanto, (2013: 5) Hasil Belajar yaitu “perubahan-
perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil kegiatan belajar”.Sedangkan
menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 3) hasil belajar adalah:
“hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.
Hasil belajar dari sisi siswa merupakan tingkat perkembangan mental
yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.Sisi guru
adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik
dan siswa bisa menerimanya”.
Hasil belajar merupakan dampak dari adanya proses belajar dan
pembelajaran. Selama proses belajar dan pembelajaran dapat terjadi
9
perubahan pada siswa sebelum mengikuti pembelajaran dan sesudah
mengikuti proses belajar. Hasil belajar menyangkut aspek kognitif atau
pengetahuan siswa yang mana berhubungan dengan pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran, afektif berupa sikap siswa yang menunjukkan
perubahan ke arah positif setelah mengikuti pelajaran dan psikomotor
siswa berupa tindakan aktif siswa selama mengikuti proses pembelajaran.
Hasil belajar siswa yang optimal dapat juga menandakan
keberhasilan guru dalam menyampaikan pembelajaran, siswa dapat
menerima pelajaran dengan baik dan mendapat hasil yang memuaskan.
Menurut Bloom dalam Sudjana (2011: 22-31) mengemukakan
secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu:
1) Ranah kognitif
RanahKognitifberkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek
pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2) Ranah afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri
dari lima aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau
sederhana sampai tingkat yang kompleks sebagai berikut:
a) Reciving/ attending (penerimaan)
b) Responding (jawaban)
c) Valuing (penilaian)
d) Organisasi
e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai
3) Ranah psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan
(skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan
keterampilan, yakni:
a) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang
tidak sadar. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
10
b) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya
membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan
lain-lain.
c) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan,
keharmonisan dan ketepatan.
d) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana
sampai pada keterampilan yang kompleks.
e) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-
decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munadi(dalam
Rusman 2012:124) adalahsebagai berikut :
a. Faktor internal
1. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis meliputi kondisi kesehatan yang prima, tidak dalam
keadaan lelah dan capek,tidak dalam keadaancacat, jasmani dan
sebagainya.
2. Faktor psikologis
Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi
psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini mempengaruhi hasil
belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ),
perhatian, minat, bakat, motif, motivasi kognitif, dan daya nalar siswa.
b. Faktor Eksternal
1. Faktor lingkungan.
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan sosial, lingkungan
alam.
2. Faktor instrumental
3. Faktor-faktor instrumen adalah yang keberadaan dan penggunaanya
dirancang sesuaihasil belajar yang diharapkan.
11
Sedangkan Clark dalam Sudjana (2011:39) berpendapat bahwa hasil
belajar peserta didik disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan dan 30%
dipengaruhi oleh lingkungan.Faktor dari luar diri (ekstrinsik) peserta didik
yang turut mempengaruhi keberhasilan antara lain adalah: kurikulum, materi
ajar, perkaidahan pembelajaran (proses pembelajran, strategi, pendekatan,
metode, media, evaluasi) serta kualitas guru dan lingkungan pembelajaran.
Cara untuk mengukur hasil belajar adalah dengan melakukan
evaluasi hasil belajar. Menurut Hamalik (2011: 159) evaluasi hasil belajar
adalah “keseluruhan kegiatan pengukuran pengumpulan dan informasi,
pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang
tingkat hasil belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan”. Tujuan evaluasi belajar adalah :
a. Memberikan informasi tentang kemajuan siswa dalam upaya
mencapai tujuan-tujuan belajar melalui berbagai kegiatan.
b. Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk membina
kegiatan-kegiatan belajar siswa lanjut, baik keseluruhan kelas
maupun masing-masing individu.
c. Untuk mengetahui kemampuan siswa, menetapkan kesulitan-
kesulitannya dan menyarankan kegiatan-kegiatan remedial
(perbaikan)
d. Untuk mendorong motivasi belajar siswa dengan cara mengenal
kemajuannya sendiri dan merangsangnya untuk melakukan
upaya perbaikan
e. Memberikan informasi tentang semua aspek tingkah laku siswa,
sehingga guru dapat membantu perkembangnya menjadi warga
masyarakat dan pribadi yang berkualitas
f. Untuk membimbing siswa memilih sekolah, atau jabatan yang
sesuai dengan kecakapan, minat dan bakat.
Menurut aliran psikologi kognitif memandang hasil belajar adalah
mengembangkan berbagai strategi untuk mencatat dan memperoleh
informasi, siswa harus aktif menemukan informasi-informasi tersebut dan
12
guru menjadi partner siswa dalam proses penemuan berbagai informasi dan
makna-makna dari informasi yang diperolehnya dalam pelajaran yang
dibahas dan dikaji bersama.
Menurut Hamalik (2011: 163 ) prosedur yang dilakukan dalam
mengukur hasil belajar adalah sebagai berikut :
a. Persiapan
Pada tahap ini, guru menyusun kisi-kisi. Melalui instrumen
evaluasi yang direvisi terus sesuai dengan kebutuhan proses
belajar mengajar. Menurut Purwanto (2010:57) instrument adalah
alat ukur yang digunakan untuk mengukur dalam rangka
pengumpulan data. Dalam penyusunan kisi-kisi yang dilakukan
adalah :
Menetapakan ruang lingkup materi pelajaran yang akan
diuji berdasarkan pokok bahasan.
Merumuskan tujuan pengajaran khusus sesuai dengan
tujuan pembelajaran
Menetapkan jumlah butir soal berdasarkan tujuan/ranah,
yang disusun dan tersebar secara proposional
Mengidentifikasi bentuk-bentuk soal berupa tes obyektif
atau bentuk esai
Menetapkan proporsi tingkat kesulitan butir-butir soal
yang mencakup keseluruhan perangkat instrumen
penelitian.
b. Penyusunan alat ukur dibagi menjadi dua jenis yaitu penilaian
dengan tes dan non tes. Menurut Purwanto (2010:56) tes
merupakan alat ukur pengumpulan data yang mendorong peserta
memberikan penampilan maksimal. Sedangkan non tes
merupakan alat ukur yang mendorong peserta untuk melaporkan
keadaan dirinya dengan respon yang jujur sesuai dengan pikiran
dan perasaan.
13
c. Pelaksanaan pengukuran yaitu, dirancang dengan model desain
evaluasi yang mencakup evaluasi sumantif, evaluasi formatif,
evaluasi reflektif dan kombinasi ketiga model. Di dalam
penelitian, inti evaluasi yang digunakan adalah evaluasi formatif
yaitu suatu bentuk pelaksanaan evaluasi yang dilakukan selama
berlangsungnya program dan kegiatan pembelajaran. Evaluasi ini
bertujuan untuk memperoleh informasi balikan terhadap proses
belajar mengajar. Pelaksanaan evaluasi ini berfungsi untuk
perbaikan, yang dilakukan dengan metode pengajaran remedial.
2.1.3 Kepemimpinan Belajar
2.1.3.1 Hakikat Kepemimpinan Belajar
Menurut Shartle pemimpin adalah seseorang yang mempunyai
pengaruh terhadap orang lain, yang mempunyai lebih banyak pengaruh
positif terhadap orang lain, daripada anggota-anggota lain dalam suatu
organisai, yang dipilih dalam kelompok, seseorang yang paling banyak
berpengaruh dalam menentukan dan mencapai tujuan kelompok atau
organisasi.
Kepemimpinan menurut Dubin sebagaimana telah dikutip oleh
Fieldler dan sMartin M.Chemers, 1974 dalam bukunya “ Leadership and
Effective Management by Scott, Foresman and Company, Glenview, Illionis
“ adalah aktivitas para pemegang kekuasaan dan membuat keputusan. Sedangkan
menurut Stogdill, kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas
kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan.
Pemimpin adalah seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang diinginkan.
Kepemimpinan adalah suatu proses dalam mempengaruhi orang lain agar
mau atau tidak mau melakukan sesuatu yang diinginkan dalam rangka
perumusan dan pencapaian tujuan., Gaya kepimpinan sering mempengaruhi
berhasil tidaknya suatu kegiatan. Gaya kepimpinan adalah pola sikap dan
perilaku yang ditampilkan dalam proses mempengaruhi orang lain. Beberapa
14
macam gaya kepimpinan (a) gaya kepimpinan memberitahu (telling), (b)
gaya kepimpinan berkonsultasi (consulting), (c) gaya berpartisipasi
(participating), (d) gaya kepimpinan mendelegasikan (delegating).
Stodgill dalam bukunya Personal Fictors Associated with Leadership
yang dikutip oleh A. Lee dalam bukunya Management Theories and
Prescription, menyatakan bahwa pemimpin harus memiliki kelebihan yaitu
1. Kapasitas kecerdasan
2. Prestasi/achievement
3. Tanggung jawab, mandiri, inisiatif, percaya diri
4. Partisipatif
5. Status
Menurut Winardi, S.E. sejumlah sifat yang diperlukan sebagai
seorang pemimpin adalah
1. Keaneka macam kemampuan
2. Menunjukan prestasi sendiri, “ingin ber-arti” di dunia
3. Inisiatif
4. Materialisme pada tingkat tertentu
5. Rangsangan ekspansif
6. Kemampuan untuk meneruskan sesuatu
7. Percaya diri sendiri
8. Kritik terhadap diri sendiri
9. Tanggung jawab dan identifikasi
10. Keteraturan dan luwes
Teori-teori yang menjadi dasar kemimpinan diantaranya adalah teori
“Big Bang”, berpandangan bahwa peristiwa besar membuat seseorang
menjadi pemimpin, yang sebenarnya adalah manusia biasa.Teori Genetik
(heredity theory) menyatakan bahwa pemimpin lahir karena mewarisi bakat
yang diturunkan oleh orang tua dan atau leluhur. Teori Sosial, mengatakan
bahwa pemimpin bukan diwariskan tetapi diciptakan (the leader is made),
pemimpin bukan warisan tetapi dibentuk.
15
Sedangkan Teori Ekologi menyatakan bahwa pemimpin diciptakan
oleh lingkungan, serta Robert House yang mengemukakan Teori “Jalan-
Tujuan” (Path-Goal Theory) menyatakan efektifitas seorang pemimpin
didasarkan didasarkan atas kemampuannya didalam menimbulkan kepuasan
dan motivasi para anggota kelompok dengan menggunakan rancangan
insentif untuk ganjaran dan hukuman bagi mereka yang gagal dalam
mencapai tujuan kelompok. Teori Kepemimpinan Transformasional
(Transformational Leadership) pemimpin membimbing atau memotivasi
pengikutnya kearah tujuan yang telah ditentukan dengan cara menjelaskan
ketentuan-ketentuan tentang peran dan tugas.
Teori tentang analisis kepemimpinan berdasarkan ciri dalam Bahasa
Inggris dikenal dengan “Traits Theory”memberi petunjuk bahwa ciri-ciri
pemimpin yang ideal adalah
a. Pengetahuan umum yang luas
b. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang
c. Sifat inskuisitif
d. Kemampuan analitik
e. Daya ingat yang kuat
f. Kapasitas integrative
g. Ketrampilan berkomunikasi secara efektif
h. Ketrampilan mendidik
i. Rasionalitas
j. Objektivitas
k. Pragmatism
l. Kemampuan menentukan skala prioritas
m. Kemampuan membedakan yang urgen dan yang penting
n. Rasa tepat waktu
o. Rasa kohesi yang tinggi
p. Naluri relevansi
q. Keteladanan
r. Kesedian menjadi pendengar yang baik
16
s. Adaptabilitas
t. Ketegasan
u. Keberanian
v. Orientasi masa depan
w. Sikap yang antisipatif
Aspek-aspek sikap kepemimpinan meliputi 4 hal yaitu :
1. Membimbing
Meminta semua anggota kelompok terlibat langsung dalam
mengerjakan tugas.
2. Motivasi
Sangat semangat dalam memberikan penjelasan kepada
anggota kelompok.
3. Tolerasi
Meminta seluruh anggota kelompok untuk membantu teman
lain yang sedang mengalami kesulitan.
4. Kerjasama
Meminta anggota kelompoknya untuk belajar bersama dengan
kelompok lain.
Pemimpin dan kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini
yaitu : Pemimpin adalah seorang yang mewarisi bakat yang diturunkan dari
orangtua, dibentuk dari lingkungan dan muncul pada peristiwa besar.
Kepemimpinan adalah suatu aktivitas membimbing dan memotivasi untuk
menimbulkan kepuasan kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian
tujuan.
2.1.3.2 Keterlibatan Murid dalam Kepemimpinan Belajar
Dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik guru dapat
melibatkan siswa secara langsung pada proses pembelajaran. Dengan
memperhatikan faktor yang dimiliki siswa selama proses pembelajaran yang
sudah berlangsung misalnya perolehan hasil belajar yang tinggi, daya nalar
yang tinggi, daya ingat yang baik dan aktif dalam pembelajaran
dibandingkan dengan teman yang lain. Sehingga siswa yang memiliki
17
kemampuan lebih, dapat menjadi pemimpin dalam suatu kelompok kecil
maupun kelompok besar dapat juga menjadi tutor dalam proses
pembelajaran. Dengan melibatkan siswa dalam proses pembelajar akan
menumbuh sikap kepemimpinan yang baik dan mengurangi dampak negatif
bagi siswa yang memiliki kelebihan atau keistimewaan yaitu kesombongan.
2.1.4 Pembelajaran Matematika SD
2.1.4.1 Hakikat Matematika
Menurut Andi Hakim Nasution(dalam Karso dkk, 2011:1.39) Istilah
matematika berasal dari bahasa yunani “mathein atau manthenein” artinya
mempelajari,namun diduga kata itu ada hubungannya dengan bahasa
sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya “kepandaian”, “ketahuan”,
atau “intelegensi”.
Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-
sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang
tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan
kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan pola atau
ide; dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada
keterurutan dan keharmonisannya.
Tambunan (dalam Karso dkk, 2011:1.42) menyatakan matematika
adalah pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang, salah satu cabang dari
sekian banyak ilmu yang sistematis, teratur, dan eksak. Menurut Wahyudi
dan Inawati (2009:5) mengemukakan bahwa “matematika merupakan suatu
ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui proses
perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka-angka atau
simbol”.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI)
(2008:566)matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan,
hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah mengenai bilangan.
18
2.1.4.2 Karakteristik Matematika
Secara umum matematika memiliki ciri-ciri sebagaimana telah
disepakati bersama oleh para ahli yaitu : (Abdul Halim Fathani , 2009: 58)
1. Memiliki objek kajian yang nyata
Matematika mempunyai objek kajian yang bersifat
abstrak, walaupun tidak setiap yang abstrak adalah
matematika. Sementara beberapa matematikawan
menganggap objek matematika itu “konkret” dalam
pemikiran mereka, maka kita dapat menyebut objek
matematika secara lebih tepat sebagai objek mental atau
pikiran. Ada empat objek kajian matematika, yaitu fakta,
operasi atau relasi, konsep, dan prinsip.
2. Bertumpu pada kesepakatan
Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam matematika
merupakan kesepakatan atau konvensi yang penting. Dengan
simbol dan istilah yang disepakati dalam matematika, maka
pembahasan selanjutnya aka menjadi mudah dilakukan dan
dikomunikasikan.
3. Berpola pikir deduktif
Dalam matematika, hanya diterima pola pikir yang
bersifat deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat
dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat
umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat
khusus.
4. Konsisten dalam sistemnya
Dalam matematika, terdapat berbagai macam sistem
yang dibentuk dari beberapa aksioma dan memuat beberapa
teorema. Ada sistem-sistem yang berkaitan, ada pula sistem-
sistem yang dapat dipandang lepas satu dengan yang lainnya.
19
Sistem-sistem aljabar dengan sistem-sistem geometri dapat
dipandang lepas satu dengan yang lainnya.
5. Memiliki simbol yang kosong arti
Secara umum, model atau simbol matematika
sesungguhnya kosong dari arti. Ia akan bermakna sesuatu bila
kita mangaitkannya dengan konteks tertentu. Secara umum, hal
ini pula yang membedakan simbol matematika dengan simbol
bukan matematika. Kosong arti dari model-model matematika
itu merupakan “kekuatan” matematika, yang dengan sifat
tersebut, ia bisa masuk pada berbagai macam bidang
kehidupan, dari masalah teknis, ekonomi, hingga kebidang
psikologi.
6. Memerhatikan semesta pembicaraan
Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol
matematika, bila kita menggunakannya kita seharusnya
memmerhatikan pula lingkup pembicaraannya. Lingkup atau
sering disebut semesta pembicaraan bisa sembit bisa pula luas.
Bila kita bebicara tentang bilangan-bilangan, maka simbol-
simbol tersebut menunjukkan bilangan-bilangan pula.
7. Karakteristik Matematika sekolah.
Sehubungan dengan karakteristik umum matematika diatas,
dalam pelaksanaan pembelajaran matematika disekolah harus
memerhatikan ruang lingkup matematika sekolah. Ada sedikit
perbedaan antara matematika sebagai “ilmu” dengan matematika
sekolah, perbedaan itu dalam hal: 1) penyajian, 2) pola pikir, 3)
keterbatasan semesta, dan 4) tingkat keabstrakan.
2.1.4.3 Ruang Lingkup Matematika
Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi
aspek-aspek sebagai berikut :
1. Bilangan
20
2. Geometri dan pengukuran
3. Pengolahan data
2.1.4.4. Teori Pembelajaran Matematika
Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk Sekolah Dasar adalah 6
tahun dan selesai pada usia 12 tahun, pada tahap ini mereka mengalami dua
masa perkembangan yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun), dan masa
kanak-kanak akhir (10-12 tahun). Anak-anak usia sekolah ini memiliki
karakteristik yang berbeda dengan anak-anak usia lebih muda. Mereka
senang bermain, rasa ingin tahu besar, senang bergerak, senang bekerja
dalam kelompok dan denang dalam merasakan atau melakukan sesuatu
secara langsung.
Pendidikan matematika diberbagai Negara, terutama dinegara-negara
maju telah berkembang dengan cepat, disesuaikan dengan kebutuhan dan
tantanganyang bernuansa kemajuan sains dan teknologi. Sebagian
pengetahuanmempunyai cirri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten,
hierarkis, dan logis. Ciri keabstrakan matematika beserta ciri-ciri lainnya
yang tidak sederhana menyebabkan matematika tidak mudah untuk
dipelajari dan pada akhirnya banyak siswa yang kurang tertarik pada
pembelajaran matematika.
Oleh karena itu guru harus dapat memilih model pembelajaran yang
tepat agar tidak keliru dalam penerapannya.Model pembelajaran matematika
yang berkembang didasarkan pada teori-teori belajar.
Teori – terori tersebut antara lain :
1. Teori Thorndike yang bersifat behavioristik (mekanistik)
2. Teori Holistik yang merupakan teori kognitif belajar dan
dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran bermakna dari
Aussubel
3. Teori Jean Piaget, menyatakan bahwa kemampuan intelektual
anak berkembang secara bertingkat atau bertahap yaitu sensorik
motor (0-2 th), pra operasional (2-7 th), operasional konkret (7-11
21
th), operasional ≥ 11 th. Teori ini merekomendasikan perlunya
mengamati tingkatan perkembangan intelektual anak sebelum
suatu bahan pelajaran matematika diberikan.
4. Teori Vigotsky berusaha mengembangkan model konstruktivistik
belajar mandiri dari Piaget menjadi belajar kelompok
5. Teori Jerome Bruner berkaitan erat dengan perkembangan mental
yaitu kemampuan anak berkembang secara bertahap mulai dari
yang sederhana ke yang rumit, dari yang mudah ke yang sulit dan
dari yang nyata atau konkret ke yang abstrak.
Bruner (dalam Karso dkk, 2011:1.12-13) menyebutkan 3 tingkatan
yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasi keadaan peserta didik yaitu :
a. Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
Pada tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan
dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa didunia
sekitarnya (serupa dengan tahap sensori motor dari Piaget)
b. Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
Pada tahap ini, anak telah mengubah, menandai, dan
menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan
mental (tahap pra operasional dari Piaget)
c. Tahap Simbolik (Symbolic)
Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan
mental tersebut dalam bentuk symbol dan bahasa (serupa
dengan tahap operasi konkrit dan formal dari Piaget)
2.1.4.5 Karakteristik Peserta Didik
Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar
meliputi :
1. Menguasai ketrampilan fisik yang diperlukan dalam
permainan dan aktifitas fisik
2. Membina hidup sehat
3. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok
22
4. Belajar menjalankan peranan social sesuai dengan jenis
kelamin
5. Belajar membaca, menulis dan berhitung agar mampu
berpartisipasi dalam masyarakat
6. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berfikir
efektif
7. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai
8. Mencapai kemandirian pribadi.
Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut guru
dituntut untuk memberikan bantuan berupa, menciptakan lingkungan teman
sebaya yang mengajarkan ketrampilan fisik, melaksanakan pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bergaul dan
bekerja dengan teman sebaya sehingga kepribadian sosialnya
berkembang.Selain itu guru juga mengembangkan kegiatan pembelajaran
yang memberikan pembelajaran yang konkret atau langsung dalam
membangun konsep.
2.1.5 Metode tutor sebaya
2.1.5.1 Hakikat Tutor Sebaya
Menurut Aria Djalil dkk ( 2012 : 3.45 ) tutor sebaya adalah seorang
murid membantu belajar murid lainnya dalam tingkat kelas yang sama.
Menurut Ischak dan Warji (dalam Suherman, 2003:276) tutor sebaya
adalah sekelompok siswa yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran,
memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam
memahami bahan pelajaran yang dipelajarinya.
Aria Djalil ( 2012 : 2.52) mengemukakan langkah-langkah tutor
sebaya sebagai berikut
1. Tahap 1
Pilihlah siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.
2. Tahap 2
23
Berikan tugas khusus untuk membantu temannya dalam bidang tertentu.
3. Tahap 3
Guru selalu memantau proses saling membantu tersebut.
4. Tahap 4
Berikan penguatan kepada kedua belah pihak agar baik anak yang
membantu maupun yang dibantu merasa senang.
Menurut Hisyam Zaini (2001:1) (dalam Amin Suyitno, 2004:34) langkah-
langkah Tutor Sebaya adalah sebagai berikut :
1) Guru memilih materi yang memungkinkan materi tersebut dapat
dipelajari siswa secara mandiri
2) Siswa dibagi menjadi kelompok kecil yang heterogen, siswa yang pandai
disebar dalam setiap kelompok dan bertindak sebagai tutor sebaya
3) Masing-masing kelompok diberi tugas mempelajari satu sub materi/
kompetensi dasar. Setiap kelompok dibantu siswa yang pandai sebagai
tutor
4) Tutor mendapat penjelasan materi terlebih dahulu dari guru
5) Tutor kembali kekelompok dan menjelaskan materi kepada teman dalam
kelompok
6) Siswa diberi LKS untuk dikerjakan dalam kelompok
7) Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja LKSnya. Guru
memberikan masukan yang kurang dan menyamakan materi tentang
persepsi.
Tutor sebaya dirancang untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan
saling membantu antar teman sebaya. Miller ( dalam Aria Djalil 2012 : 2.52-
2.53 ) memberikan beberapa saran untuk berhasilnya program tutorial sebagai
berikut :
1. Mulailah dengan tujuan yang jelas dan mudah dicapai.
2. Jelaskan tujuan itu kepada seluruh kelas.
3. Siapkan bahan dan sumber belajar yang memadai.
4. Gunakanlah cara yang praktis.
5. Hindari kegiatan pengulangan yang telah dilakukan guru.
24
6. Pusatkan kegiatan tutorial pada keterampilan pikiran yang diminta di
kelas, siswa
7. Berikan latihan singkat mengenai yang akan dilakukan tutor.
8. Lakukan pemantauan terhadap proses belajar yang terjadi melalui tutorial.
Seorang tutor hendaknya memiliki criteria sebagai berikut :
o Memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata siswa satu kelas
o Memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi akademis yang baik
o Memiliki sikap toleransi dan tenggang rasa dengan sesame
o Memiliki motivasi tinggi untuk menjadikan kelompok diskusinya yang
terbaik
o Bersikap pemberani, rendah hati dan tanggung jawab
o Suka membantu sesama teman yang mengalami kesulitan
Tutor atau ketua kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut :
1. Memberi tutorial kepada anggota terhadap materi ajar yang sedang
dipelajari
2. Mengkoordinir proses diskusi agar berlangsung kreatif dan dinamis
3. Menyampaikan permasalahan kepada guru pembimbing apabila
ada materi ajar yang belum dikuasai
4. Melaporkan perkembangan akademis kelompoknya kepada guru
pembimbing pada setiap materi yang dipelajari
Arikunto(1995) mengemukakan beberapa keungulan dan kelemahan
dengan menggunakan tutor sebaya sebagai berikut :
a. Keunggulan dari tutor sebaya
1. Adakalanya hasilnya lebih baik bagi beberapa siswa yang mempunyai
perasaan takut atau enggan kepada gurunya.
2. Bagi tutor pekerjaan tutoring akan dapat memperkuat konsep yang
sedang dibahas.
25
3. Bagi tutor merupakan kesempatan untuk melatih diri memegang
tanggung jawab dalam mengemban suatu tugas dan melatih
kesabaran.
4. Mempererat hubungan antar siswa sehingga mempertebal perasaan
sosial.
b. Kekurangan dari tutor sebaya :
1. Siswa yang dibantu seringkali belajar kurang serius karena hanya
berhadapan dengan temannya sendiri sehingga hasilnya kurang
memuaskan.
2. Ada beberapa orang siswa yang merasa malu atau enggan untuk
bertanya karena takut kelemahannya diketahui oleh temannya.
3. Pada kelas-kelas tertentu pekerjaan tutoring ini sukar dilaksanakan
karena perbedaan jenis kelamin antara tutor dengan siswa yang diberi
program perbaikan.
4. Bagi guru sukar untuk menentukan seorang tutor sebaya karena tidak
semua siswa yang pandai dapat mengajarkannya kembali kepada
teman-temannya.
5. Bagi guru harus tetap selalu memantau tutor sebaya karena pada anak
usia sekolah dasar memiliki keterbatasan dalam hal berfikir ataupun
menyampaikan materi kepada siswa yang lain.
(http://berbagireferensi.blogspot.com/2010/02/pengajaran-
denganpendekatan-tutor.html,diunduh tanggal 12 Januari 2015 )
Kelemahan-kelemahan tutor sebaya tersebut dapat ditanggulangi
dengan tetap melibatkan guru dalam proses pembelajaran dan memilih
materi-materi yang ringan dan tidak terlalu sulit untuk diterima siswa yang
menjadi tutor maupun siswa yang lain.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak, untuk
memahami konsep matematika yang abstrak dibutuhkan aktifitas dan
kreatifitas siswa dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus
mengarah dan mengembangkan kreatifitas siswa tersebut, salah satu contoh
26
adalah dengan menggunakan metode tutor sebaya dalam proses
pembelajaran.
Tutor sebaya tepat digunakan untuk siswa yang memiliki potensi
kepandaaian dan kecakapan didalam kelas dalam menjelaskan dan
membimbing siswa yang memiliki kepandaian kurang maupun lambat
dalam menerima materi yang disampaikan guru. Hal ini sesuai dengan
pembelajaran matematika yang dikaitkan dengan menggunakan metode tutor
sebaya dalam penyelesaian soal operasi hitung pengurangan dan
penjumlahan pecahan biasa yang dapat memberi peran aktif dan memotivasi
siswa agar dapat belajar dengan sungguh-sungguh.
Sehingga di harapkan dengan penggunaan metode tutor sebaya siswa
menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran, dan pada
akhir pembelajaran siswa tidak mengalami banyak kesulitan dalam
menyelesaikan soal evaluasi pada materi operasi hitung pecahan biasa.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah
1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Endang Wiwik Sarwani dalam
skripsinya yang berjudul “Upaya Peningkatkan hasil belajar matematika
melalui metode tutor sebaya pada siswa kelas V SDN Kalibeluk 01
Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang semester II Tahun Pelajaran
2011/2012”. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Pada awal sebelum
diadakan penelitian tindakan kelas ketuntasan belajar hanya mencapai 30%
dari rata-rata kelas 62. Pada siklus I pertemuan I menjadi 61,5%,
pertemuan 2 76,9% dan pertemuan 3 92,3%. Pada siklus 2 pertemuan 1
6,5%, pertemuan 2 84,6% dan pertemuan 3 92,3% rata-rata kelas 74. Dari
hasil penelitian tindakan kelas dapat diambil kesimpulan bahwa melalui
metode tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat
diterapkan pada mata pelajaran lain sehingga hasil belajar siswa meningkat
sesuai dengan harapan Untuk meningkatkan hasil belajar metode tutor
27
sebaya dapat menjadi salah satu alternatif dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Selain
2. Penelitian yang dilakukan oleh mariana dengan judul skripsi “Peningkatan
Hasil Belajar dan Kepemimpinan Melalui Metode Tutor sebaya Mata
Pelajaran IPA pada Siswa Kelas V SDN 1 Mungeng Kecamatan
Temanggung Kabupaten Temanggung Tahun Pelajaran 2011/2012” .
Rendahnya hasil belajar siswa dan kepemimpinan dikarenakan siswa pasif
saat pembelajaran berlangsung serta guru lebih banyak menggunakan
metode konvensional yaitu ceramah. Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah”Apakah melalui metode tutor sebaya dapat meningkatkan hasil
belajar IPA pada siswa kelas V SDN 1 Mungseng Kecamatan
Temanggung Kabupaten Temanggung?” dan “Apakah melalui melalui
metode tutor sebaya dapat meningkatkan kepemimpinan siswa kelas V
SDN 1 Mungseng?”.Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
hasil belajar dan kepemimpinan siswa kelas V SDN 1 Mungseng mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) melalui metode tutor
sebaya.Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas
terdiri dari 2 siklus.Siklus I terdiri dari 3 kali pertemuan dan siklus II
terdiri dari 3 kali pertemuan.Teknik pengumpulan data menggunakan
bentuk tes pilihan ganda di akhir pembelajaran untuk mengukur hasil
belajar siswa dan menggunakan angket untuk mengukur kepemimpinan
siswa.Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadinya
peningkatan hasil belajar dan peningkatan kepemimpinan siswa kelas V
SDN 1 Mungseng pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
melalui metode tutor sebaya.
Dari kedua penelitian yang relevan tersebut menunjukkan peningkatan hasil
belajar Matematika dan IPA dengan menggunakan metode tutor sebaya, selain
dapat meningkatkan hasil belajar, metode tutor sebaya dapat meningkatkan sikap
kepimpinan siswa dalam proses pembelajaran.
28
2.3 Kerangka Berfikir
Pendekatan tutor sebaya memberi kesempatan kepada siswa untuk
bekerja dalam kelompok dengan teman sebaya, dengan demikian diharapkan
siswa dengan mudah dan tidak malu untuk menyampaikan kesulitan yang
dialami dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Dengan menggunakan
metode tutor sebaya ini siswa menjadi aktif dan mudah memahami materi
pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi efektif dan keberhasilan
pembelajaran pun dapat meningkat.
Metode tutor sebaya juga dijadikan dalah satu metode pembelajaran yang
dapat meningkatkan sikap kepemimpinan siswa. Dalam metode pembelajaran
tutor sebaya, siswa akan bekerja dalam kelompok, siswa yang memiliki
keistimewaan dalam menangkap materi akan menjadi tutor dalam kelompok dan
menjadi pemimpin untuk menjelaskan materi kepada kelompok. Dengan melalui
metode tutor sebaya, siswa belajar mengenal dan membentuk sikap
kepemimpinan.
Dengan upaya pembelajaran menggunakan metode tutor sebaya
diharapkan hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD N Tengaran dapat
meningkat
29
Gambar 2.3.1 Kerangka Berfikir
2.4 Hipotesis Penilitian
Penggunaan metode tutor sebaya diduga dapat meningkatkan :
1. Sikap kepemimpinan siswa kelas IV SD Negeri Tengaran
2. Hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri Tengaran
Kondisi Awal
Siklus I
Siklus II
Guru menggunakan
model ceramah dalam
proses pembelajaran
matematika.
Guru menggunakan
metode tutor sebaya
dalam proses
pembelajaran
matematika.
Akibatnya sikap
kepemimpinan siswa
dalam pemecahan
masalah matematika
meningkat tetapi
belum mencapai
KKM sehingga hasil
belajar juga belum
mencapai KKM.
Akibatnya sikap
kepemimpinan siswa tidak terarah dalam
pemecahan masalah
matematika kurang
sehingga hasil belajar
rendah.
Guru menggunakan
metode tutor sebaya
dalam proses
pembelajaran
matematika.
Akibatnya sikap
kepemimpinan siswa
dalam pemecahan
masalah matematika
meningkat mencapai
KKM sehingga hasil
belajar juga mencapai
KKM.
top related