bab 2 tinjauan pustaka 2.1 demam 2.1.1 definisi...
Post on 07-Feb-2018
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEMAM
2.1.1 Definisi Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada
rektal >38°C (100,4°F), diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila
>37,2°C (99°F). (Schmitt, 1984). Sedangkan menurut NAPN (National
Association of Pediatrics Nurse) disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3
bulan suhu rektal melebihi 38° C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan suhu aksila
dan oral lebih dari 38,3° C.
Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan
langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi
berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan
pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas
yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara
keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini
membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini
belum diketahui. (Sherwood, 2001).
2.1.2 Mekanisme Demam
Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag,
dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen
endogen IL-1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin
6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk
meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik
patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen
meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa bahwa suhu
normal prademam sebesar 37° C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-
mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu
tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi
untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen seperti eksotoksin dan
endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang
poten diantaranya adalah IL-1 dan TNFα, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen
ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum
Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus
preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap
sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama
prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2
(cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam
(Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin
melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1
(machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik
(Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas,
sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi
pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan
demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik
adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme
termoregulasi (Sherwood, 2001).
2.1.3 Penyebab Demam
Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon
normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya
mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus,
bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi
virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan
(overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan
gangguan sistem imun (Lubis, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Penerapan Klinis
Demam pada anak dapat diukur dengan menempatkan termometer ke
dalam rektal, mulut, telinga, serta dapat juga di ketiak segera setelah air raksa
diturunkan, selama satu menit dan dikeluarkan untuk segera dibaca (Soedjatmiko,
2005).
Menurut AAP (American Academy of Pediatrics) tidak menganjurkan lagi
penggunaan termometer kaca berisi merkuri karena kebocoran merkuri dapat
berbahaya bagi anak dan juga meracuni lingkungan.
Pengukuran suhu mulut aman dan dapat dilakukan pada anak usia di atas 4
tahun, karena sudah dapat bekerjasama untuk menahan termometer di mulut.
Pengukuran ini juga lebih akurat dibandingkan dengan suhu ketiak (aksila).
Pengukuran suhu aksila mudah dilakukan, namun hanya menggambarkan suhu
perifer tubuh yang sangat dipengaruhi oleh vasokonstriksi pembuluh darah dan
keringat sehingga kurang akurat. Pengukuran suhu melalui anus atau rektal cukup
akurat karena lebih mendekati suhu tubuh yang sebenarnya dan paling sedikit
terpengaruh suhu lingkungan, namun pemeriksaannya tidak nyaman bagi anak
(Faris, 2009). Pengukuran suhu melalui telinga (infrared tympanic) tidak
dianjurkan karena dapat memberikan hasil yang tidak akurat sebab liang telinga
masih sempit dan basah (Lubis, 2009).
Pemeriksaan suhu tubuh dengan perabaan tangan tidak dianjurkan karena
tidak akurat sehingga tidak dapat mengetahui dengan cepat jika suhu mencapai
tingkat yang membahayakan. Pengukuran suhu inti tubuh yang merupakan suhu
tubuh yang sebenarnya dapat dilakukan dengan mengukur suhu dalam
tenggorokan atau pembuluh arteri paru. Namun hal ini sangat jarang dilakukan
karena terlalu invasif (Soedjatmiko, 2005).
Menurut Breman (2009), adapun kisaran nilai normal suhu tubuh adalah
suhu oral antara 35,5°-37,5° C, suhu aksila antara 34,7°-37,3° C, suhu rektal
antara 36,6°-37,9° C dan suhu telinga antara 35,5°-37,5° C.
Suhu tubuh yang diukur di mulut akan lebih rendah 0,5-0,6° C (1° F) dari
suhu rektal. Suhu tubuh yang diukur di aksila akan lebih rendah 0,8-1,0° C (1,5-
Universitas Sumatera Utara
2,0°F) dari suhu oral. Suhu tubuh yang diukur di timpani akan 0,5-0,6° C (1°F)
lebih rendah dari suhu aksila (Soedjatmiko, 2005).
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, demam mempunyai manfaat
melawan infeksi. Namun demam juga akan memberikan dampak negatif
diantaranya terjadi peningkatan metabolisme tubuh, dehidrasi ringan, dan dapat
membuat anak sangat tidak nyaman. Penanganan demam sebaiknya tidak hanya
berpatokan dengan tingginya suhu, tetapi apabila anak tidak nyaman atau gelisah
sehingga dapat mengganggu penilaian, demam perlu diobati (Faris, 2009).
Menurut Ismoedijanto (2000), tindakan umum penurunan demam adalah
diusahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun. Cukupi
cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran udara
yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa
panas ke tempat lain sehingga demam turun. Jangan menggunakan aliran yang
terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak. Ventilasi/regulasi aliran
udara penting di daerah tropik. Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi
radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka
kulit dengan air hangat (tepid-sponging). Mendinginkan dengan air es atau
alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah),
sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi.
Lagipula, pengompresan dengan alkohol akan diserap oleh kulit dan dihirup
pernafasan, dapat menyebabkan koma (Soedjatmiko, 2005).
Tindakan simptomatik yang lain ialah dengan pemberian obat demam.
Cara kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-point di otak dan membuat
pembuluh darah kulit melebar sehingga pengeluaran panas ditingkatkan. Beberapa
golongan antipiretik murni, dapat menurunkan suhu bila anak demam namun
tidak menyebabkan hipotermia bila tidak ada demam, seperti: asetaminofen,
asetosal, ibuprofen (Ismoedijanto, 2000).
Demam <39°C pada anak yang sebelumnya sehat pada umumnya tidak
memerlukan pengobatan. Bila suhu naik >39°C, anak cenderung tidak nyaman
dan pemberian obat-obatan penurun panas sering membuat anak merasa lebih baik
(Plipat et al, 2002). Menurut Soetjatmiko (2005), obat antipiretik tidak diberikan
Universitas Sumatera Utara
jika suhu dibawah 38,3° C kecuali ada riwayat kejang demam. Pada dasarnya
menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara fisik, obat-obatan maupun
kombinasi keduanya. Pemberian obat-obat tradisional juga dipercaya dapat
meredakan demam. Obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman obat
(herbalis) ini tak kalah ampuhnya sebagai pengusir demam. Malah, obat-obatan
tradisional memiliki kelebihan, yaitu toksisitasnya relatif lebih rendah dibanding
obat-obatan kimia (Rahayu, 2008).
Menurut Faris (2009), sebaiknya orangtua mempertimbangkan untuk
menghubungi/mengunjungi dokter bila:
1. demam pada anak usia di bawah 3 bulan
2. demam pada anak yang mempunyai penyakit kronis dan defisiensi sistem imun
3. anak gelisah, lemah, atau sangat tidak nyaman
4. demam berlangsung lebih dari 3 hari (> 72 jam)
Petunjuk lainnya untuk membawa anak ke dokter tergambar dalam
pedoman yang diajukan oleh Rumah Sakit Anak di Cincinnati, tampilan anak
demam dibagi atas:
1. Tampilan baik :
a. anak bisa senyum, tidak gelisah, sadar, makan baik, menangis kuat namun
dapat dibujuk
b. tidak ada tanda-tanda dehidrasi
c. perfusi perifer baik, ekstremitas kemerahan dan hangat
d. tidak ada kesulitan bernafas
2. Tampilan sakit, mulai dipertimbangkan untuk ke dokter :
a. masih bisa tersenyum, gelisah dan menangis, kurang aktif bermain, nafsu
makan berkurang
b. dehidrasi ringan atau sedang
c. perfusi perifer masih baik
3. Tampilan toksik merupakan gambaran klinis yang sejalan dengan kriteria
sindrom sepsis antara lain letargi, tanda penurunan perfusi jaringan atau adanya
Universitas Sumatera Utara
hipo/hiperventilasi, atau sianosis, harus segera dibawa ke dokter (Soedjatmiko,
2005).
Menurut NAPN bahwa demam pada bayi di bawah 8 minggu harus
mendapat perhatian khusus dan mungkin membutuhkan perawatan rumah sakit.
Bila anak tampak baik, kemungkinan infeksi bakteri < 3%. Bila tampak sakit,
kemungkinan infeksi bakteri 26%, dan bila tampak toksik, kemungkinan infeksi
bakteri 92%.
Dianjurkan oleh AAP, bila anak berumur <2 bulan dengan suhu rektal
>37,9° C, bayi berumur 3-6 bulan dengan suhu >38,3° C atau berumur lebih >6
bulan dengan suhu >39,4° C, segera menghubungi dokter. Bila anak berumur >1
tahun, demam tetapi masih bisa makan, minum, tidur, dan bermain seperti biasa,
tidak perlu segera ke dokter, cukup dengan pengobatan di rumah oleh keluarga.
2.2 ANTIPIRETIK
Demam pada anak merupakan suatu keadaan yang sering menimbulkan
kecemasan, stres, dan fobia tersendiri bagi orangtua. Oleh karena itu, ketika anak
demam orangtua seringkali melakukan upaya-upaya untuk menurunkan demam
anak. Salah satu upaya yang sering dilakukan orangtua untuk menurunkan demam
anak adalah pemberian obat penurun panas/antipiretik seperti parasetamol,
ibuprofen, dan aspirin (Soedibyo, 2006).
Penelitian Crocetti menemukan 85% orangtua di Baltimore Maryland
membangunkan anaknya untuk memberikan antipiretik. Empat belas persen
orangtua memberikan asetaminofen dan ibuprofen secara selang seling. Di
Oldham Inggris hampir semua orangtua membangunkan anaknya pada malam
hari untuk memberikan antipiretik. Antipiretik yang digunakan sebagian besar
parasetamol (64%). Pada penelitian Kramer 53% orangtua membangunkan
anaknya untuk memberikan antipiretik. Antipiretik yang sering digunakan adalah
asetaminofen dan aspirin (Soedjatmiko, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Antipiretik yang banyak digunakan dan dianjurkan adalah parasetamol,
ibuprofen, dan aspirin (asetosal) (Wilmana dan Gan, 2007). Oleh karena itu
antipiretik yang akan dibahas lebih lanjut ketiga jenis obat tersebut.
2.2.1 Parasetamol (Asetaminofen)
Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek anti inflamasi
parasetamol hampir tidak ada. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan
nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas, misalnya Panadol®,
Bodrex®, INZA®, dan Termorex® (Wilmana dan Gan, 2007).
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan
atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu
tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Parasetamol
merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi, dan
perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan
pernafasan dan keseimbangan asam basa (Wilwana dan Gan, 2007).
Parasetamol diberikan secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan
tingkat pengosongan perut, konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam 30-
60 menit. Parasetamol sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian
dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan
glikoronida asetaminofen, yang secara farmakologis tidak aktif. Kurang dari 5%
diekskresikan dalam keadaan tidak berubah. Metabolit minor tetapi sangat aktif
(N-acetyl-p-benzoquinone) adalah penting dalam dosis besar karena efek
toksiknya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh asetaminofen adalah 2-3 jam dan
relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan kuantitas toksik atau penyakit
hati, waktu paruhnya dapat meningkat dua kali lipat atau lebih (Katzung, 2002).
Reaksi alergi terhadap parasetamol jarang terjadi. Manifestasinya berupa
eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada
mukosa. Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia jarang menimbulkan
masalah pada dosis terapi karena hanya kira-kira 1-3 % Hb yang diubah menjadi
met-Hb. Penggunaan sebagai analgesik dalam dosis besar secara menahun
Universitas Sumatera Utara
terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati diabetik (Wilwana
dan Gan, 2007).
Akibat dosis toksik yang serius adalah nekrosis hati. Nekrosis tubuli
renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas dapat terjadi
pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250mg/kgBB) parasetamol.
Anoreksia, mual, dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 24 jam pertama dan
dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gangguan hepar dapat terjadi
pada hari kedua, dengan gejala peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat
dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin.
Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma, dan kematian.
Kerusakan hati yang tidak berat dapat pulih dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan (Katzung, 2002).
2.2.2 Ibuprofen
Ibuprofen adalah turunan sederhana dari asam fenilpropionat. Obat ini
bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek
analgesiknya sama seperti aspirin. Efek antiinflamasinya terlihat dengan dosis
1200-2400 mg sehari (Katzung, 2002).
Absorpsi ibuprofen dengan cepat melalui lambung dan kadar maksimum
dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam.
99% ibuprofen terikat dalam protein plasma. Ibuprofen dimetabolisme secara
ekstensif via CYP2C8 (cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 8)
dan CYP2C9 (cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 9) di dalam
hati dan sedikit diekskresikan dalam keadaan tak berubah (Katzung, 2002). Kira-
kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai
metabolit/konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan
karboksilasi (Wilmana dan Gan, 2007).
Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat sebagai
antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek antiinflamasi dan analgetiknya
melalui mekanisme pengurangan sintesis prostaglandin. Efek ibuprofen terhadap
saluran cerna lebih ringan dibandingkan aspirin, indometasin atau naproksen.
Universitas Sumatera Utara
Efek lainnya yang jarang seperti eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, dan
ambliopia toksik yang reversibel. Penggunaan ibuprofen bersama-sama dengan
salah satu obat seperti hidralazin, kaptopril, atau beta-bloker dapat mengurangi
khasiat dari obat-obat tersebut. Sedangkan penggunaan bersama dengan obat
furosemid atau tiazid dapat meningkatkan efek diuresis dari kedua obat tersebut
(Wilmana dan Gan, 2007).
Dosis sebagai analgesik 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis
optimal pada tiap orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan
diminum oleh wanita hamil dan menyusui. Dengan alasan bahwa ibuprofen relatif
lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping yang serius pada dosis
analgesik, maka ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara
antara lain Amerika Serikat dan Inggris. Ibuprofen tersedia di toko obat dalam
dosis lebih rendah dengan berbagai merek, salah satunya ialah Proris® (Wilmana
dan Gan, 2007).
2.2.3 Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat adalah suatu jenis obat dari keluarga
salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri),
antipiretik (terhadap demam), dan antiinflamasi. Aspirin juga memiliki efek
antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk
mencegah serangan jantung. Beberapa contoh aspirin yang beredar di Indonesia
ialah Bodrexin® dan Inzana® (Wilmana dan Gan, 2007).
Efek-efek antipiretik dari aspirin adalah menurunkan suhu yang
meningkat, hal ini diperantarai oleh hambatan kedua COX (cyclooxygenase)
dalam sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag selama
proses inflamasi). Turunnya suhu, dikaitkan dengan meningkatnya panas yang
hilang karena vasodilatasi dari pembuluh darah permukaan atau superfisial dan
disertai keluarnya keringat yang banyak (Katzung, 2002).
Aspirin merupakan obat yang efektif untuk mengurangi demam, namun
tidak direkomendasikan pada anak. Aspirin, karena efek sampingnya merangsang
lambung dan dapat mengakibatkan perdarahan usus maka tidak dianjurkan untuk
Universitas Sumatera Utara
demam ringan (Soedjatmiko, 2005). Efek samping seperti rasa tidak enak di perut,
mual, dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari
lebih dari 325 mg. Penggunaan bersama antasid atau antagonis H2 dapat
mengurangi efek tersebut (Wilmana dan Gan, 2007).
Aspirin juga dapat menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam
pembekuan darah) dan dapat memicu risiko perdarahan sehingga tidak dianjurkan
untuk menurunkan suhu tubuh pada demam berdarah dengue (Wilmana, 2007).
Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan risiko
Sindroma Reye (Katzung, 2002)
2.3 KOMPRES DEMAM
Selain pemberian antipiretik, demam juga dapat diturunkan dengan
melakukan pengompresan. Hal ini dikarenakan manusia mempunyai komponen-
komponen dalam menjaga keseimbangan energi dan keseimbangan suhu tubuh.
Diantaranya adalah hipotalamus, asupan makanan, kelenjar keringat, pembuluh
darah kulit dan otot rangka. Dan juga manusia memiliki mekanisme untuk
menurunkan suhu tubuh apabila tubuh memperoleh terlalu banyak panas dari
aktifitas otot rangka atau dari lingkungan eksternal yang panas. Suhu tubuh harus
diatur karena kecepatan reaksi kimia sel-sel bergantung pada suhu tubuh dan
panas yang berlebihan dapat merusak protein sel (Sherwood, 2001).
Hipotalamus adalah pusat integrasi utama untuk memelihara
keseimbangan energi dan suhu tubuh. Hipotalamus berfungsi sebagai termostat
tubuh. Dengan demikian hipotalamus sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh,
menerima informasi aferen mengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai
penyesuaian-penyesuaian terkoordinasi yang sangat rumit dalam mekanisme
penambahan dan pengurangan suhu sesuai dengan keperluan untuk mengorekasi
setiap penyimpangan suhu inti dari patokan normal. Hipotalamus terus menerus
mendapat informasi mengenai suhu kulit dan suhu inti melalui reseptor-reseptor
khusus yang peka terhadap suhu yang disebut termoreseptor. Termoreseptor
perifer memantau suhu kulit diseluruh tubuh dan menyalurkan informasi
mengenai perubahan suhu permukaan ke hipotalamus. Suhu inti dipantau oleh
Universitas Sumatera Utara
termoreseptor sentral yang terletak di hipotalamus itu sendiri serta di susunan
saraf pusat dan organ abdomen (Sherwood, 2001).
Hipotalamus sangat peka. Hipotalamus mampu berespon terhadap
perubahan suhu darah sekecil 0.01ºC. Tingkat respon hipotalamus terhadap
penyimpangan suhu tubuh disesuaikan secara cermat, sehingga panas yang
dihasilkan atau dikeluarkan sangan sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan
suhu ke normal (Sherwood, 2001).
Di hipotalamus diketahui terdapat 2 pusat pengaturan suhu. Regio
posterior diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian memicu refleks-refleks yang
memperantarai produksi panas dan konservasi panas. Regio anterior yang
diaktifkan oleh rasa hangat memicu refleks-refleks yang memperantarai
pengurangan panas (Ganong, 2002). Sehingga pemberian kompres hangat
memberikan sinyal ke hipotalamus menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Hal ini
menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/panas melalui kulit meningkat
(berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai
keadaan normal kembali. Pemberian kompres hangat ini dilakukan secara
berulang-ulang dan lakukan evaluasi suhu tubuh anak setelah 20 menit
(Budiartha, 2009).
2.4 PENGOBATAN TRADISIONAL HERBALIS
Menurut WHO (2002), pengobatan tradisional ialah suatu sistem
pengobatan komprehensif seperti pengobatan Cina dan ayurveda India, termasuk
pengobatan dari bahan tumbuh-tumbuhan (herbal), hewan, atau mineral nonterapi
medik.
Pengobatan tradisional herbalis ialah suatu ilmu dan seni mengatasi
berbagai penyakit dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan berkhasiat yang tidak
menimbulkan efek negatif bagi pengkonsumsinya (Supriadi, 2001).
Menurut UU RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, pengobatan
tradisional diartikan sebagai salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan cara
lain di luar ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, mencakup cara (metoda),
obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengetahuan, dan keterampilan turun
Universitas Sumatera Utara
temurun baik yang asli maupun yang berasal dari luar Indonesia dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Indonesia diakui negara
yang kaya tanaman herbal, berdasarkan data International Trade Centre
UNCTAD/WTO, negara yang mengekspor tumbuhan obat terbesar (Supriadi,
2001).
Dalam pengobatan tradisional semua bahan-bahan yang dipergunakan
berasal dari bahan yang biasa digunakan di dapur keluarga dan tumbuh-tumbuhan
yang mudah didapatkan yang tumbuh di sekitar tempat tinggal, seperti di
halaman, di pinggir-pinggir jalan dan di kebun. Bahan atau ramuan yang berupa
tanaman dari bahan tersebut secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman (Dwiyatmoko, 2001).
Menurut Wijayakusuma (2008), ramuan pengobatan herbal yang dapat
menurunkan demam:
1. Resep 1:
30 g pegangan segar (15 g kering)
30 g daun kaca piring
a. Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, lalu
saring.
b. Minum 150 cc 2 kali sehari.
2. Resep 2:
30 g sambiloto kering
1 sdm madu
a. Cuci bersih bahan, rebus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.
b. Tambahkan madu, lalu minum 2 kali sehari.
3. Resep 3:
60-100 g krokot segar
a. Cuci bersih bahan, rebus setengah matang, lalu blender hingga halus.
b. Minum 2 kali sehari.
4. Resep 4:
Universitas Sumatera Utara
30 g akar alang alang
20 g asam kawak, buang bijinya
200 g tomat matang
Madu secukupnya
a. Cuci semua bahan, rebus dengan 300 cc air hingga tersisa 150 cc, lalu saring.
b. Gubakan airnya untuk memblender tomat.
c. Tambahkan madu, lalu minum.
5. Resep 5:
1 jari batang brotowali
30 g meniran
a. Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, lalu
saring.
b. Minum 150 cc 2 kali sehari.
6. Resep 6 (pemakaian luar untuk panas pada anak):
4 siung bawang merah, haluskan
1 buah jeruk nipis, peras
1 sdm minyak kelapa
a. Campur semua bahan, aduk rata.
b. Kompreskan pada ubun-ubun (kepala atas) anak.
Adapun beberapa resep obat herbalis lain yang dapat menurunkan demam
pada anak menurut Dalimartha (2008), contohnya:
1. Lempuyang Emprit (Zingiber amaricans)
a. Cuci bersih 10 gram umbi lempuyang emprit
b. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata.
c. Setelah dingin, peras, ambil sarinya.
d. Campur dengan 2 sendok makan madu bunga kapuk, aduk rata.
e. Berikan 3 kali sehari.
Universitas Sumatera Utara
2. Kunyit (Curcuma longa)
a. Cuci bersih 10 gram umbi kunyit.
b. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata.
c. Setelah dingin, peras, ambil sarinya.
d. Tambahkan dengan perasan 1/2 buah jeruk nipis.
e. Campur dengan 2 sendok makan madu bunga kapuk, aduk rata.
f. Bagi menjadi 3 bagian campuran madu dan kunyit ini, kemudian berikan 3 kali
sehari.
3. Pegagan (Centella asiatica L.)
a. Rebus 1 genggam pegagan segar dengan 2 gelas air hingga mendidih dan airnya
tinggal 1 gelas.
b. Bagi menjadi 3 bagian dan diminum 3 kali sehari.
4. Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.)
a. Cuci bersih 10 gram rimpang temulawak.
b. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata.
c. Setelah dingin, peras, ambil sarinya.
d. Campur dengan 2 sendok makan madu bunga kapuk, aduk rata.
e. Bagi menjadi 3 campuran madu dan temulawak, kemudian berikan 3 kali
sehari.
5. Daun kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis)
a. Cuci bersih daunnya, keringkan dengan lap bersih, panaskan sebentar di atas
api agar lemas.
b. Remas-remas sehingga lemas, olesi dengan minyak kelapa, kompreskan pada
perut dan kepala.
6. Meniran (Phyllanthus niruri)
a. Rebus 1 genggam meniran segar dengan 2 gelas air hingga mendidih dan airnya
tinggal 1 gelas.
Universitas Sumatera Utara
b. Bagi menjadi 3 bagian dan diminum 3 kali sehari.
7. Kelapa ( Cocos nucifera L.)
Air kelapa muda banyak mengandung mineral, antara lain kalium. Untuk
menurunkan demam, minum air kelapa pada pagi dan sore hari, masing-masing 1
buah.
8. Daun Sirih (Piper bettle L.)
a. Daun sirih 1 genggam dilumatkan tanpa air.
b. Kemudian dilumurkan pada kepala dan pinggang kiri-kanan.
9. Alamanda (Allamanda cathartica L.)
a. Rebus daun dan masukkan ke dalam ember atau baskom.
b. Gunakan untuk menguapi badan yang panas.
Menurut Afifah (2005), umumnya pemakaian obat tradisional di
masyarakat tidak mempunyai standar yang tepat karena berdasarkan pengalaman
turun temurun, pemakaian dosis yang tepat memberikan efek yang maksimal.
Resep-resep pemakaian obat tradisional yang dipublikasikan sudah mempunyai
standar dosis sehingga dapat dipakai sebagai acuan. Dosis dapat dilihat di tabel
2.1
Tabel 2.1. Dosis yang Direkomendasikan pada Anak
Usia Dosis < 1 tahun 1/4 dosis anjuran 1-6 tahun 1/2 dosis anjuran
6-12 tahun 3/4 dosis anjuran 12 tahun-dewasa 1 dosis anjuran
(Afifah, 2005)
Universitas Sumatera Utara
2.5 PENGETAHUAN (KNOWLEDGE)
2.5.1 Pengetian Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan hasil tahu
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (over behaviour).
2.5.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan (Notoatmodjo, 2003), yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan
materi secara benar.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisa (analysa)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
subjek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Universitas Sumatera Utara
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang
lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan
seseorang.
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.
Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan
seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
3. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bias mempengaruhi
pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun
negatif.
4. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan
buku.
5. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan
seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia
Universitas Sumatera Utara
akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber
informasi.
6. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap
sesuatu.
2.6 TINGKAT PENDIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENATALAKSANAAN DEMAM
Demam pada anak merupakan keadaan yang sering menimbulkan
kecemasan sehingga ibu seringkali memberikan obat penurun panas apabila anak
mereka demam. Hal tersebut dilakukan oleh orangtua karena obat penurun panas,
baik yang diperoleh dengan resep dokter, maupun yang dijual bebas di warung,
dianggap dapat membuat keadaan kesehatan anak lebih baik dalam waktu yang
relatif cepat (Widjaja, 2001).
Namun tidak semua ibu langsung memberikan obat penurun panas saat
anak mereka demam. Beberapa ibu lebih memilih untuk mengatasi demam anak
dengan tindakan seperti melonggarkan pakaian anak, mengurangi suhu sekitar,
mengompres, mendorong anak untuk banyak minum (Soedjatmiko, 2005), serta
memberikan pengobatan dengan tumbuhan-tumbuhan tradisional (Rahayu, 2008).
Tingkat pendidikan yang merupakan tingkatan proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui usaha
pengajaran dan pelatihan adalah faktor yang akan mempengaruhi pengetahuan
dalam penatalaksanaan demam sebelum membawa anak mencari pertolongan di
pelayanan kesehatan. Tingkat pendidikan orangtua tersebut akan dapat
mempengaruhi pengetahuan orangtua akan cara-cara dalam mengatasi demam
pada anak (Soedjatmiko, 2005).
Universitas Sumatera Utara
top related