asuhan keperawatan pada anak dengan anemia
Post on 26-Jun-2015
725 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ANEMIA
A. Tinjauan Teori
1. Pengertian
a. Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar HB atau
hematokrit dibawah normal ( Suddarth dan Brunner . 2002 : 935 ) .
b. Anemia adalah penurunan jumlah masa eritrosit ( red cell mass ) sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer ( penurunan oksigen corrying capacity ) ( sudoyo ,w .aru , dkk . 2006 : 622 ) .
c. Anemia adalah istilah yang mengacu pada suatu kondisi dimana terdapat penurunan
konsentrasi Hb , jumlah SDM , atau volume sel darah tanpa plasma ( hematokrit )
dibandingkan dengan nilai – nilai normal ( Tan bayong jan . 2000 : 77 ) .
d. Anemia aplastik adalah tidak berfungsinya sum – sum tulang ( Gayton & Hall . 1997 :
154 ) .
e. Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 ,
asam folat yangv memperlihatkan perubahan – perubahan sum – sum tulang dan
darah perifer yang idientik(( Suddarth dan Brunner ) .
f. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan eritrosit memiliki rentang usia yang
memendek ( Suddarth dan Brunner . 2002 : 943 ) .
g. Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang disebabkan oleh defek Hb dan
berkenaan dengan serangan nyeri (Suddarth dan Brunner
2. Fisiologi
Struktur dan fungsi sel darah merah yang normal
Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti yang
kira-kira berdiameter 8 m. Tebal bagian tepi 2m pada bagian tengah tebalnya hanya 1m
atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalannya melalui mikrosirkulasi
konfigurasi berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari anti gen
kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang.
Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2
dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler.
Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem,
masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran
gas yang sangat sempurna.
Jumlah sel darah merah kira-kira 5 juta per millimeter kubik darah pada rata-rata orang
dewasa dan berumur 120 hari. Keseimbangan yang tetap dipertahankan antara kehilangan
dan penggantian sel darah setiap hari. Pembentukan sel darah merah diransang oleh
hormon glikoprotein, eritropoitin, yang dianggap berasal dari ginjal. Pembentukan
eritropoetin dipengaruhi oleh hipoksia jaringan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
perubahan 02 atmosfer, berkurangnya kadar 02 darah arteri, dan berkurangnya
konsentrasi hemoglobin. Eritropoetin meransang sel induk untuk memulai proliferasi dan
pematangan sel-sel darah merah. Selanjutnya pematangan tergantung pada jumlah zat-zat
makanan yang cukup dan penggunaannya yang cocok, seperti vitamin B12 , asam folat,
protein-protein, enzim-enzim, dan mineral seperti dan tembaga.
Pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsung tulang dan melalui semua stadium
pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit dari sumsum tulang.
Retikolosit adalah stadium terakhir dari perkembangan sel darah merah yang belum
matang dan mengandung jala yang terdiri dari serat-serat retikuler. Sejumlah kecil
hemoglobin masih dihasilkan selam 24 sampai 48 jam pematangan; retikulum kemudian
larut dan menjadi sel-sel darah merah yang matang.
Waktu sel darah merah menua, sel ini menjadi lebih kaku dan menjadi lebih rapuh,
akhirnya pecah. Hemoglobin di fagositosis terutama di limpa. Hati dan sumsum tulang.
Kemudian direduksi menjadi globin dan hem, globin masuk kembali kedalam sumber asam
amino. Besi dibebaskan dari hem dan sebagian besar diangkut oleh protein plasma
transperin ke sumsung tulang untuk pembentukan sel darah merah yang baru. Sisa besi
disimpan dalam hati dan jaringan tubuh lain dalam bentuk feritin dan hemosiderin,
simpanan ini akan digunakan lagi dokemudian hari. Sisa hem direduksi kembali menjadi
karbon monoksida (CO) dan biliverdin. CO ini diangkut dalam bentuk karboksi hemoglobin,
dan dikeluarkan melalui paru-paru. Biliverdin direduksi menjadi menjadi bilirubin bebas;
yang berlahan-lahan dikeluarkan kedalam plasma. Dimana bilirubin bergabung ke albumin
plasma kemudian diangkut kedalam sel-sel hati untuk diekskresi ke dalam kanalikuli
empedu. Bila ada penghancuran aktif sel-sel darah merah seperti hemolisis, pembebasan
jumlah bilirubin yang cepat kedalam cairan ekstraselular menyebabkan kulit dan
konjungtiva kuning, keadaan ini disebut ikterus
3. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis
(destruksi), hal ini dapat terjadi akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl,
kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperleh dengan dasar:
1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi;
3. ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Bila defisiensi besi dianggap sebagai penyebab anemia maka,akan terganggu proses
pembentukan Hb. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang paling banyak menyerang
anak – anak .bayi cukup bulan yang lahir dari ibu yang non anemic dan bergizi baik ,
memiliki cukup persedian zat besi sampai berat badan lahirnya menjadi 2x lipat ,
umumnya berusia 4 – 6 bulan , sesudah itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk
memenuhui kebutuhan anak
Jika asupan zat besi dari makanan tidak cukup maka akan terjadi anemia defisiensi
besi.hal ini paling sering terjadi karena pengenalan makanan padat terlalu dini ( sebelum
usia 4 – 6 bulan ) , dihentikannya susu formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI
sebelum usia 1 tahun , dan meminum susu sapi yang belebihan tanpa tambahan
makanan padat kaya besi . bayi yang tidak cukup bulan ,bayi dengan perdarahan prenatal
yang berlebihan , atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan zat besi . juga tidak memiliki
cadangan zat besi yang adekuat . bayi ini beresiko lebih tinggi menderita anemia
defisiensi zat besi sebelum berusia 6 bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronik .
pada bayi hal ini dapat terjadi karena pendarahan usus kronik akibat protein susu sapi dan
tidak tahan panas . pada anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1-7 ml dari
saluran cerna setiap hari yang dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi .pada anak
remaja putrid anemia defisiensi besi dapat terjadi karena menstruasi yang berlebihan
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
4. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan
akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik,
keracunan obat, dan sebagainya.
a. Penyebab umum dari anemia:
Perdarahan hebat
Akut (mendadak)
Kecelakaan
Pembedahan
Persalinan
Pecah pembuluh darah
Penyakit Kronik (menahun)
Perdarahan hidung
Wasir (hemoroid)
Ulkus peptikum
Kanker atau polip di saluran pencernaan
Tumor ginjal atau kandung kemih
Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
Berkurangnya pembentukan sel darah merah
Kekurangan zat besi
Kekurangan vitamin B12
Kekurangan asam folat
Kekurangan vitamin C
Penyakit kronik
Meningkatnya penghancuran sel darah merah
Pembesaran limpa
Kerusakan mekanik pada sel darah merah
Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
Sferositosis herediter
Elliptositosis herediter
Kekurangan G6PD
Penyakit sel sabit
Penyakit hemoglobin C
Penyakit hemoglobin S-C
Penyakit hemoglobin E
Thalasemia (Burton, 1990).
b. Penyebab lain :
Obat – obatan dan zat kimia
- agen kemoterapi
- anticonvulsant
- antimetabolis
- kontrasepsi
- zat kimia toksik
nutrisi
- defisiensi besi, asam folat
- defisiensi cobal
- alkoholis
perdarahan
Efek fisik
- Trauma
- Luka bakar
Penyinaran
infeksi
- Hepatitis
- Cytomedalovirus
- Clostridia
- Sepsis gram negatif
- Malaria
- Toksoplasmosis
Penyakit kronis dan maligna
- Penyakit ginjal , hati
- Infeksi kronis
- neoplasma
Perdarahan
Imunologi
Genetic
- Hemoglobinopati
- Thalasemia
- Abnormal enzim glikolitik
- Fangoni anemia
Tromboti trombositopenia purpura dan sindrom uremik hemolitik
5. Klasifikasi
a. Anemia karena hilangnya SDM , terjadi akibat perdarahan karena berbagai sebab
seperti perlukaan , perdarahan gastrointestinal , perdarahan uterus , perdarahan
hidung , perdarahan akibat operasi .
b. Anemia karena menurunya produksi SDM , dapat disebabkan karena kekurangan
unsur penyusun SDM ( asam folat , vitamin B12 , zat besi ) , gangguan fungsi sum –
sum tulang ( adanya tumor , pengobatan, toksin ) , tidak adekuatnya stimulasi karena
berkurangnya erittropoitein ( pada penyakit ginjal kronik ) .
Anemia defisiensi besi
Penyebab:
a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises
oesophagus, hemoroid, dll.)
↓
gangguan eritropoesis
↓
Absorbsi besi dari usus kurang
↓
sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin
↓
Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
a) Atropi papilla lidah
b) Lidah pucat, merah, meradang
c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
Anemia megaloblastik
Penyebab:
· Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
· Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi)
infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing
pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
↓
Sintesis DNA terganggu
↓
Gangguan maturasi inti sel darah merah
↓
Megaloblas (eritroblas yang besar)
↓
Eritrosit immatur dan hipofungsi
Anemia aplastik
Penyebab:
· agen neoplastik/sitoplastik
· terapi radiasi
· antibiotic tertentu
· obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
· benzene
· infeksi virus (khususnya hepatitis)
↓
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
↓
Gangguan sel induk di sumsum tulang
↓
Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai
↓
Pansitopenia
↓
Anemia aplastik
Gejala-gejala:
· Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
· Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna,
perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
-Morfologis: anemia normositik normokromik
Anemia defisiensi vitamin B12 .
Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya factor intrinsic yang
diproduksi di sel parietal lambung , sehingga terjadi gangguan absobsi vitamin
B12 .
Anemia defisiesi asam folat
Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang makan
sayuran dan buah – buahan , gangguan pada pencernaan , alkolik dapat
meningkatkan kebutuhan folat , wanita hamil , masa pertumbuhan . defisiensi
asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom malabsobsi .
c. Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan SDM , dapat terjadi karena
hiperaktifnya RES, Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya produksi SDM
biasanya karena factor – factor :
- kemampuan respon sum – sum tulang terhadap penurunan SDM kurang karena
meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah
- meningkatnya SDM yang masih muda dalam sum – sum tulang dibandingkan yang
matur atau matang - ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi
( peningkatan kadar bilirubin
–anemia hemolitik
Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
destruksi sel darah merah:
· Pengaruh obat-obatan tertentu
· Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
· Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
· Proses autoimun
· Reaksi transfusi
· Malaria
↓
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit
↓
Antigesn pada eritrosit berubah
↓
Dianggap benda asing oleh tubuh
↓
sel darah merah dihancurkan oleh limposit
↓
Anemia hemolisis
Tanda dan Gejala
o Lemah, letih, lesu dan lelah
o Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
o Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi
pucat.
-anemia sel sabit
adalah anemia hemolitk berat yang ditandai dengan SDM kecil sabit ,dan
pembesaran limfa akibat kerusakan molekul Hb .
6. Manifestasi klinik
Area Manifestasi klinis
Keadaan umum Pucat , keletihan berat ,kelemahan ,nyeri kepala
, demam ,dipsnea , vertigo , sensitive terhadap
dingin , BB turun.
Kulit Pugat jaundice ( anemia hemolitik ) , kulit kering
, kuku rapuh , klubbing
Mata Penglihatan kabur , jaundice sclera dan
perdarahan retina
Telinga Vertigo , tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat , stomatitis
Paru – paru Dipsneu dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia , palpitasi ,mur – mur , angina ,
hipotensi ,kardiomegali , gagal jantung
Gastrointestinal Anoreksia dan menoragia,menurunya
fertilisasi , hematuria ( pada anemia hemolitik )
Muskuloskletal Nyeri pinggang , sendi dan tenderness sternal
System persyarafan Nyeri kepala,binggung,neurupatu perifer,
parastesia,mental depresi,cemas.
7. Komplikasi
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
a. Gagal jantung
b. Parestisia
c. Kejang
d. Infeksi
e. Gagal pernafasan
f. Kardiovaskuler
g. fungsi ginjal
h. Gangguan fungsi hati.
8. Pemeriksaan diagnostik
pemeriksaan laboratorium
a. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer
dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC
dan MCH menurun. MCH < style="">red cell distribution width) meningkat yang
menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan
sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah,
tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-
perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis,
poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan
mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.
Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada
kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.1
b. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-
blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.
c. Kadar besi serum menurun <50>350 mg/dl, dan saturasi transferin <>
d. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya
sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia
defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang
meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari
jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar
feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
e. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
f. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanu
Nilai Normal Sel Darah
1. Eritrosit (juta/mikro lt) umur bbl 5,9 (4,1 – 7,5), 1 Tahun 4,6 (4,1 – 5,1), 5 Tahun 4,7
(4,2 -5,2), 8 – 12 Tahun 5 (4,5 -5,4).
2. Hb (gr/dl)Bayi baru lahir 19 (14 – 24), 1 Tahun 12 (11 – 15), 5 Tahun 13,5 (12,5 – 15),
8 – 12 Tahun 14 (13 – 15,5).
3. Leokosit (per mikro lt) Bayi baru lahir 17.000 (8-38), 1 Tahun 10.000 (5 – 15), 5 Tahun
8000 (5 – 13), 8 – 12 Tahun 8000 (5-12).
Trombosit (per mikro lt)Bayi baru lahir 200.000, 1 Tahun 260.000, 5 Tahun 260.000,
8 – 12 Tahun 260.000
4. Hemotokrit (%0)Bayi baru lahir 54, 1 Tahun 36, 5 Tahun 38, 8 – 12 Tahun 40.
9. Penatalaksanaan medik
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang dengan jalan :
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
1. Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan :
a. Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan
seperti ikan, daging, telur dan sayur.
b. Pemberian preparat fe
c. Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan
d. Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan
dan transfusi darah.
B. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat
untuk bekerja, toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih
banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik
diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan
kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan
tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat
(DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis.
Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda :
-TD; peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi
postural
-Disritmia ; abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T; takikardia
-Bunyi jantung ; murmur sistolik (DB)
-Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring,
bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai
keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP)
-Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan
aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi)
-kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB)
-Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
c. Integritas ego
Gejala : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan
transfusi darah.
Tanda : depresi.
d. Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk
sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).
Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas
mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan
sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12).
Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang
elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi
bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan,
keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi
manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis :
perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa
getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi;
baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran
terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan,
penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).
j. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang
libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia (Doenges, 1999)
meliputi :
a. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons
inflamasi tertekan)).
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dengan kebutuhan.
d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
e. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologist.
f. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; dan efek samping terapi obat.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah
interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi
3. Intervensi dan implementasi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,
1994)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien dengan anemia (Doenges, 1999)
adalah :
a) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons
inflamasi tertekan)).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
- mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
- meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
INTERVENSI RASIONAL
1.Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh
pemberi perawatan dan pasien
1.Mencegah kontaminasi silang / kolonisasi
bakterial
2.Pertahankan teknik aseptic ketat pada
prosedur / perawatan luka
2.Menurunkan risiko kolonisasi / infeksi
bakteri
3.Berikan perawatan kulit perianal dan oral
dengan cermat
3.Menurunkan resiko kerusakan kulit /
jaringan dan infeksi
4.Ajarkan latihan batuk dan nafas dalam 4.meningkatkan ventilasi semua segmen
paru dan membantu memobilisasi sekresi
untuk mencegah pneumonia.
5.tingkatkan masukan cairan yang adekuat 5.membantu dalam pengenceran secret
pernapasan untuk mempermudah
pengeluaran dan mencegah stasis cairan
tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
6.Pantau / batasi pengunjung, bila 6.membatasi pemajanan pada
memungkinkan berikan isolasi bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi
dibutuhkan pada anemia aplastik, bila
respons imun sangat terganggu.
7.Pantau suhu tubuh. Catat adanya
menggigil dan takikardia dengan atau tanpa
demam
7.adanya proses inflamasi/infeksi
membutuhkan evaluasi/pengobatan
8.kolaborasi pemberian antiseptic topical ;
antibiotic sistemik
8.dapat digunakan sebagai profilaktik untuk
menurunkan kolonisasi atau untuk
pengobatan proses infeksi lokal
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
- menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium
normal.
- tidak mengalami tanda mal nutrisi.
- Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan
yang disukai.
1. mengidentifikasi defisiensi dan
memudahkan intervensi.
2. Observasi dan catat masukkan makanan
pasien
2. mengawasi masukkan kalori atau kualitas
kekurangan konsumsi makanan
3. Timbang berat badan setiap hari 3. mengawasi penurunan berat badan atau
efektivitas intervensi nutrisi.
4. Berikan makan sedikit dengan frekuensi
sering dan atau makan diantara waktu
makan
4. menurunkan kelemahan, meningkatkan
pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
5. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang
baik ; sebelum dan sesudah makan,
gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan
yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di
5. meningkatkan nafsu makan dan
pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan
bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
Teknik perawatan mulut khusus mungkin
encerkan bila terdapat luka pada mukosa
oral.
diperlukan bila jaringan
rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
rencana diet.
6. membantu dalam rencana diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi individual.
7. Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi.
7. kebutuhan penggantian tergantung pada
tipe anemia dan atau adanya masukkan oral
yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi
c). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil :
- melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
- menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan
tekanan darah masih dalam rentang normal.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan ADL pasien 1. mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
2. Kaji kehilangan atau gangguan
keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan
otot.
2. menunjukkan perubahan neurology
karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko
cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah aktivitas.
3. manifestasi kardiopulmonal dari upaya
jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang, batasi
pengunjung, dan kurangi suara bising,
pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
4. meningkatkan istirahat untuk
menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan
menurunkan regangan jantung dan paru.
d). Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil :
- menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi tanda vital , kaji pengisian kapiler,
warna kulit/membrane mukosa, dan dasar
kuku.
1. memberikan informasi tentang
derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menetukan kebutuhan
intervensi.
2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
toleransi
2. meningkatkan ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi
bila ada hipotensi.
3. Awasi upaya pernapasan ; auskultasi
bunyi napas dan perhatikan bunyi
adventisius
3. dispnea, gemericik menununjukkan
gangguan jajntung karena regangan
jantung lama/peningkatan kompensasi
curah jantung.
4. Kolaborasi pengawasan hasil
pemeriksaan laboraturium. Berikan sel
darah merah lengkap/packed produk darah
sesuai indikasi
4. mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan pengobatan /respons terhadap
terapi
5. Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi
5. : memaksimalkan transport oksigen ke
jaringan
e). Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil :
- mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada
turgor, gangguan warna, hangat local,
eritema, ekskoriasi.
1. kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi,
nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat
menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi
dan rusak
2. Reposisi secara periodic dan pijat
permukaan tulang apabila pasien tidak
bergerak atau ditempat tidur.
2. meningkatkan sirkulasi kesemua kulit,
membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi
hipoksia seluler.
3. Bantu untuk latihan rentang gerak 3. meningkatkan sirkulasi jaringan dan
mencegah stasis
f). Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil :
- menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab,
factor pemberat.
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi warna feses, konsistensi,
frekuensi dan jumlah.
1. membantu mengidentifikasi penyebab
/factor pemberat dan intervensi yang tepat
2. Auskultasi bunyi peristaltik usus 2. bunyi peristaltik usus secara umum
meningkat pada diare dan menurun pada
konstipasi
3. Awasi intake dan output (makanan dan
cairan).
3. dapat mengidentifikasi dehidrasi,
kehilangan berlebihan atau acuan dalam
mengidentifikasi defisiensi diet.
4. Dorong masukkan cairan 2500-3000
ml/hari dalam toleransi jantung.
4. : membantu dalam memperbaiki
konsistensi feses bila konstipasi. Akan
membantu memperthankan status hidrasi
pada diare
5. Kaji kondisi kulit perianal dengan sering,
catat perubahan kondisi kulit atau mulai
kerusakan. Lakukan perawatan perianal
setiap defekasi bila terjadi diare.
5. mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet
siembang dengan tinggi serat dan bulk.
6. serat menahan enzim pencernaan dan
mengabsorpsi air dalam alirannya
sepanjang traktus intestinal dan dengan
demikian menghasilkan bulk, yang bekerja
sebagai perangsang untuk defekasi
g). Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah
interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan
rencana pengobatan.
Kriteria hasil :
- pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
- mengidentifikasi factor penyebab.
- Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan informasi tentang anemia secara
spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa
terapi tergantung pada tipe dan beratnya
anemia
1. memberikan dasar pengetahuan
sehingga pasien dapat membuat pilihan
yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat
meningkatkan kerjasama dalam program
terapi.
2. Kaji tingkat pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya
2. megetahui seberapa jauh pengalaman
dan pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakitnya
3. Berikan penjelasan pada klien tentang
penyakitnya dan kondisinya sekarang
3. dengan mengetahui penyakit dan
kondisinya sekarang, klien dan keluarganya
akan merasa tenang dan mengurangi rasa
cemas.
4. Minta klien dan keluarga mengulangi
kembali tentang materi yang telah diberikan
4. mengetahui seberapa jauh pemahaman
klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito,
1999:28)
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1) Infeksi tidak terjadi.
2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3) Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
4) Peningkatan perfusi jaringan.
5) Dapat mempertahankan integritas kulit.
6) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
7) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana
pengobatan.
REFERENSI
1. http://hidayat2.wordpress.com/2009/05/04/askep-anemia-pada-anak/
2. http://adelinecalonperawat.blogspot.com/2008/11/bab-i-pendahuluan.html
3. http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/askep-anemia.html
4. http://dastodebelto.blogspot.com/2010/02/anemia-pengertian-anemia-adalah.html
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA
A. Tinjauan Teori
1. Pengertian
a. Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175)
b. Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum
tulang yang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002
: 248 )
c. Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasi
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam
membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer,
dkk, 2002 : 495)
d. Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sum
- sum tulang dan limfa nadi . Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi
sel darah putih dalam sum - sum tulang, menggantikan elemen sum - sum tulang normal. Juga
terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti
meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit. (Reeves, 2001).
Berdasarkan dari beberapa pengetian diatas maka penulis dapat disimpulkan bahwa
leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel
leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah
2. Etiologi
a. Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
Faktor genetik : virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen ( T cell
leukemia-lymphoma virus/HTLV)
b. Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya
c. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzena, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
anti neoplastik.
d. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
e. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
f. Kelainan kromosom : Sindrom Bloom’s, trisomi 21 (Sindrom Down’s), Trisomi G
(Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom Philadelphia positif,
Telangiektasis ataksia.
g. Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih.Penyebab dari sebagian besar jenis
leukemia tidak diketahui.Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia
tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko
terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma
Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.
3. Insiden
ALL (Acute Lymphoid Leukemia) adalah insiden paling tinggi yang terjadi pada anak-
anak yang berusia antara 3-5 tahun. Anak perempuan menunjukkan prognosis yang lebih
baik daripada anak laki-laki. Anak kulit hitam mempunyai frekuensi remisi yang lebih sedikit
dan angka kelangsungan hidup (survival rate) rata-rata yang juga lebih rendah.
ANLL (Acute Nonlymphoid Leukemia) mencakup 15% sampai 25% kasus leukemia
pada anak. Resiko terkena penyakit ini meningkat pada anak yang mempunyai kelainan
kromosom bawaan seperti Sindrom Down. Lebih sulit dari ALL dalam hal menginduksi
remisi (angka remisi 70%). Remisinya lebih singkat pada anak-anak dengan ALL. 50%
anak yang mengalami pencangkokan sum - sum tulang memiliki remisi berkepanjangan.
(Betz, Cecily L. 2002. hal : 300).
4. Patofisiologi
Proliferasi sel blast dari leukosit
↓
Produksi eritrosit dan platelet terganggu
↓
Anemia dan trombositopenia
↓
Mempengaruhi sistem retikuloendotelial
↓
Gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah terjadi infeksi
↓
Sebagai manifestasi tampak gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ sistem syaraf pusat
↓
Gangguan nutrisi dan metabolisme serta depresi sumsum tulang
↓
Penurunan kadar leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan
↓
Terjadi pembesaran hati, limfe, nodus limfe dan nyeri persendian sebagai manifestasi dari leukemia
5. Klasifikasi
a. Leukemia Mielogenus Akut ( AML )
AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel
Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat
terkena; insidensi meningkat seiring bertambahnya usia. AML Merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi.
b. Leukemia Mielogenus Cronis ( CML )
CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak
sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang
menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi
tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-
tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa,di sertai dengan
pembesaran limpa.
c. Luekemia Limfositik Akut ( ALL )
ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak.
Insiden pada laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4
tahun, setelah usia 15 tahun, ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu
perkembangan sel normal.
d. Leukemia Limfositik Cronis ( CLL )
CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun.
Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, penyakit dapat di diagnosa saat
pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.
6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut :
a. Pilek tidak sembuh-sembuh
b. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
c. Demam dan anorexia
d. Berat badan menurun
e. Ptechiae, memar tanpa sebab
f. Nyeri pada tulang dan persendian
g. Nyeri abdomen
h. Lumphedenopathy
i. Hepatosplenomegaly
j. Abnormal WBC
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
7. Tanda dan gejala
a. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot.
b. Sirkulasi : palpitasi, takikardia, mur-mur jantung, membran mukosa pucat.
c. Eliminsi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam, penurunan
haluaran urin.
d. Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang,
ansietas.
e. Makanan/cairan: anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan BB dan
disfagia
f. Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi, pusing kesemutan, parestesia,
aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
g. Nyeri : nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah
h. Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik, penurunan
bunyi nafas
i. Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol, demam,
infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe.
j. Seksualitas : perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia.
8. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
a. Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit
lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang
umur.
b. Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
c. Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.
d. Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
e. Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
f. Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.
g. Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan, sangat rendah (< 50000/mm)
h. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
i. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
j. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
k. PTT : memanjang
l. LDH : mungkin meningkat
m. Asam urat serum : mungkin meningkat
n. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
o. Copper serum : meningkat
p. Zink serum : menurun
(Betz, Cecily L. 2002. hal : 301-302).
9. Penatalaksanaan medik
a. Pelaksanaan kemoterapi
Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi :
1). Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan
behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
2). Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocortison melaui
intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak.
3). Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon
sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
b. Irradiasi cranial
Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan sistem saraf pusat.
B. Management keperawatan
Menurut American Nursing Association (ANA) proses keperawatan adalah suatu metode yang
sistematis yang diberikan kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan berfokus pada
respon unik dari individu, keluarga, dan masyarakat terhadap masalah kesehatan yang
potensial maupun aktual. ( Marilynn E. Doengoes, dkk .2000 : 6 ).
Di dalam memberikan asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau langkah-langkah
proses keperawatan yaitu ; pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi,
dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat
dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
(Budi Anna Keliat, 1994)
Pengkajian pada leukemia meliputi :
a. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1). Pucat
2). Kelemahan
3). Sesak
4). Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia
1). Demam
2). Infeksi
d.Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1). Ptechiae
2). Purpura
3). Perdarahan membran mukosa
e.Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1). Limfadenopati
2). Hepatomegali
3). Splenomegali
f.Kaji adanya pembesaran testis
g.Kaji adanya :
1).Hematuria
2).Hipertensi
3).Gagal ginjal
4).Inflamasi disekitar rektal
5).Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan diamana perawat bertanggung gugat “ (Wong,D.L, 2004 :331)
Menurut Wong, D.L (2004 :596 – 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia adalah :
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
c. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
e. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan.
j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia.
k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.
3. Intervensi dan implementasi
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau suhu dengan teliti 1. untuk mendeteksi kemungkinan
terjadinya infeksi
2. Tempatkan anak dalam ruangan
khusus
2. untuk meminimalkan terpaparnya anak
dari sumber infeksi
3. Anjurkan semua pengunjung dan staff
rumah sakit untuk melaksanakan teknik
mencuci tangan dengan baik
3. untuk meminimalkan pajanan pada
organisme infektif
4. Gunakan teknik aseptik yang cermat
untuk semua prosedur invasif
4. untuk mencegah kontaminasi
silang/menurunkan resiko infeksi
5. Evaluasi keadaan anak terhadap
tempat-tempat munculnya infeksi seperti
tempat penusukan jarum, ulserasi
mukosa, dan masalah gigi
5. untuk intervensi dini penanganan infeksi
6. Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia 6. untuk mendukung pertahanan alami
tubuh
7. Berikan antibiotik sesuai instruksi
dokter
7. diberikan sebagai profilaktik atau
mengobati infeksi khusus
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
INTERVENSI RASIONAL
1. Evaluasi laporan kelemahan,
perhatikan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari
1. menentukan derajat dan efek
ketidakmampuan
2. Berikan lingkungan tenang agar dapat
istirahat tanpa gangguan
2. menghemat energi untuk aktifitas dan
regenerasi seluler atau penyambungan
jaringan
3. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi
pada aktifitas yang diinginkan atau
dibutuhkan
3. mengidentifikasi kebutuhan individual
dan membantu pemilihan intervensi
4. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-
hari dan ambulasi
4. memaksimalkan sediaan energi untuk
tugas perawatan diri
c. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
INTERVENSI RASIONAL
1. Gunakan semua tindakan untuk
mencegah perdarahan khususnya pada
daerah ekimosis
1. karena perdarahan memperberat
kondisi anak dengan adanya anemia
2.Cegah ulserasi oral dan rektal 2. karena kulit yang luka cenderung untuk
berdarah
3. Gunakan jarum yang kecil pada saat
melakukan injeksi
3. untuk mencegah perdarahan
4. Laporkan setiap tanda-tanda
perdarahan (tekanan darah menurun,
denyut nadi cepat, dan pucat)
4. untuk memberikan intervensi dini dalam
mengatasi perdarahan
5. Hindari obat-obat yang mengandung
aspirin
5. karena aspirin mempengaruhi fungsi
trombosit
6. Ajarkan orang tua dan anak yang lebih
besar ntuk mengontrol perdarahan
hidung
6. untuk mencegah perdarahan
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan :
– Tidak terjadi kekurangan volume cairan
- Pasien tidak mengalami mual dan muntah
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan antiemetik awal sebelum
dimulainya kemoterapi
1. untuk mencegah mual dan muntah
2. Berikan antiemetik secara teratur pada
waktu dan program kemoterapi
2. untuk mencegah episode berulang
3. Kaji respon anak terhadap anti emetik 3. karena tidak ada obat antiemetik yang
secara umum berhasil
4. Hindari memberikan makanan yang
beraroma menyengat
4. bau yang menyengat dapat
menimbulkan mual dan muntah
5. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi
sering
5. karena jumlah kecil biasanya ditoleransi
dengan baik
6. Berikan cairan intravena sesuai
ketentuan
6. untuk mempertahankan hidrasi
e. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
INTERVENSI RASIONAL
1. Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya 1. untuk mendapatkan tindakan
ulkus oral penanganan yang segera
2. Hindari mengukur suhu oral 2. untuk mencegah trauma
3. Gunakan sikat gigi berbulu lembut,
aplikator berujung kapas, atau jari yang
dibalut kasa
3. untuk menghindari trauma
4. Hindari penggunaan larutan lidokain
pada anak kecil
4. karena bila digunakan pada faring,
dapat menekan refleks muntah yang
mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat
menyebabkan kejang
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
INTERVENSI RASIONAL
1. Dorong orang tua untuk tetap rileks
pada saat anak makan
1. jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan
adalah akibat langsung dari mual dan
muntah serta kemoterapi
2. Izinkan anak memakan semua
makanan yang dapat ditoleransi,
rencanakan unmtuk memperbaiki
kualitas gizi pada saat selera makan
anak meningkat
2. untuk mempertahankan nutrisi yang
optimal
3. Berikan makanan yang disertai
suplemen nutrisi gizi, seperti susu
bubuk atau suplemen yang dijual bebas
3. untuk memaksimalkan kualitas intake
nutrisi
4. Izinkan anak untuk terlibat dalam
persiapan dan pemilihan makanan
4. untuk mendorong agar anak mau makan
5. Dorong masukan nutrisi dengan
jumlah sedikit tapi sering
5. karena jumlah yang kecil biasanya
ditoleransi dengan baik
6. Dorong pasien untuk makan diet
tinggi kalori kaya nutrient
6. kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan
begitu juga cairan untuk menghilangkan
produk sisa suplemen dapat memainkan
peranan penting dalam mempertahankan
masukan kalori dan protein yang adekuat
g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak
INTERVENSI RASIONAL
1. kaji tingkat nyeri dengan skala 0
sampai 5
1. informasi memberikan data dasar untuk
mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan
intervensi
2. Jika mungkin, gunakan prosedur-
prosedur (misal pemantauan suhu non
invasif, alat akses vena)
2. untuk meminimalkan rasa tidak aman
3. Evaluasi efektifitas penghilang nyeri
dengan derajat kesadaran dan sedasi
3, untuk menentukan kebutuhan
perubahan dosis. Waktu pemberian atau
obat
4. Lakukan teknik pengurangan nyeri non
farmakologis yang tepat
4. sebagai analgetik tambahan
5. Berikan obat-obat anti nyeri secara
teratur
5. untuk mencegah kambuhnya nyeri
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan perawatan kulit yang cemat,
terutama di dalam mulut dan daerah
perianal
1. karena area ini cenderung mengalami
ulserasi
2. Ubah posisi dengan sering 2. untuk merangsang sirkulasi dan
mencegah tekanan pada kulit
3. Kaji kulit yang kering terhadap efek
samping terapi kanker
3. efek kemerahan atau kulit kering dan
pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area
radiasi pada beberapa agen kemoterapi
4. Anjurkan pasien untuk tidak
menggaruk dan menepuk kulit yang
kering
4. membantu mencegah friksi atau trauma
kulit
5. Dorong masukan kalori protein yang
adekuat
5. untuk mencegah keseimbangan
nitrogen yang negatif
6. Pilih pakaian yang longgar dan lembut
diatas area yang teradiasi
6. untuk meminimalkan iritasi tambahan
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
INTERVENSI RASIONAL
1. Dorong anak untuk memilih wig (anak
perempuan) yang serupa gaya dan warna
rambut anak sebelum rambut mulai
rontok
1. untuk membantu mengembangkan
penyesuaian rambut terhadap kerontokan
rambut
2. Berikan penutup kepala yang adekuat
selama pemajanan pada sinar matahari,
angin atau dingin
2. karena hilangnya perlindungan rambut
3. Anjurkan untuk menjaga agar rambut
yang tipis itu tetap bersih, pendek dan
halus
3. untuk menyamarkan kebotakan parsial
4. Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh
dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin
warna atau teksturnya agak berbeda
4. untuk menyiapkan anak dan keluarga
terhadap perubahan penampilan rambut
baru
j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostik
atau terapi
INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan alasan setiap prosedur yang
akan dilakukan pada anak
1. untuk meminimalkan kekhawatiran
yang tidak perlu
2. Jadwalkan waktu agar keluarga dapat
berkumpul tanpa gangguan dari staff
2. untuk mendorong komunikasi dan
ekspresi perasaan
3. Bantu keluarga merencanakan masa 3. untuk meningkatkan perkembangan
depan, khususnya dalam membantu anak
menjalani kehidupan yang normal
anak yang optimal
4. Dorong keluarga untuk
mengespresikan perasaannya mengenai
kehidupan anak sebelum diagnosa dan
prospek anak untuk bertahan hidup
4. memberikan kesempatan pada
keluarga untuk menghadapi rasa takut
secara realistis
5. Diskusikan bersama keluarga
bagaimana mereka memberitahu anak
tentang hasil tindakan dan kebutuhan
terhadap pengobatan dan kemungkinan
terapi tambahan
5. untuk mempertahankan komunikasi
yang terbuka dan jujur
6. Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang
tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
6. untuk mencegah bertambahnya rasa
khawatiran keluarga
k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak
Tujuan : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tahapan berduka terhadap anak
dan keluarga
1. pengetahuan tentang proses berduka
memperkuat normalitas perasaan atau
reaksi terhadap apa yang dialami dan
dapat membantu pasien dan keluarga
lebih efektif menghadapi kondisinya
2. Berikan kontak yang konsisten pada
keluarga
2. untuk menetapkan hubungan saling
percaya yang mendorong komunikasi
3. Bantu keluarga merencanakan
perawatan anak, terutama pada tahap
terminal
3. untuk meyakinkan bahwa harapan
mereka diimplementasikan
4. Fasilitasi anak untuk mengespresikan
perasaannya melalui bermain
4. memperkuat normalitas perasaan atau
reaksi terhadap apa yang dialami
4. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Wong. D.L, (2004 hal 596-610) hasil yang
diharapkan pada klien dengan leukemia adalah :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan
peningkatan toleransi aktifitas.
c. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
d. Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah
e. Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa tidak nyaman
f. Masukan nutrisi adekuat
g. Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan bukti-bukti
ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
h. Kulit tetap bersih dan utuh
i. Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan rambut, anak
membantu menentukan metode untuk mengurangi efek kerontokan rambut dan
menerapkan metode ini dan anak tampak bersih, rapi, dan berpakaian menarik.
j. Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang prosedur, keluarga
menunjukkan pengetahuan tentang penyakit anak dan tindakannya. Keluarga
mengekspresikan perasaan serta kekhawatirannya dan meluangkan waktu bersama
anak.
k. Keluarga tetap terbuka untuk konseling dan kontak keperawatan, keluarga dan anak
mendiskusikan rasa takut, kekhawatiran, kebutuhan dan keinginan mereka pada tahap
terminal, pasien dan keluarga mendapat dukungan yang adekuat.
REFERENSI
1. http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-leukimia/
2. http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/askep-leukimia.html
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THALASEMIA
A. Tinjauan Teori
1. Pengertian
a. Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari
100 hari). (Ngastiyah, 1997 : 377).
b. Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. (Mansjoer, 2000 : 497).
c. Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan dan ditandai oleh defisiensi
produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 : 23).
d. Sindrom thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana
produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu (Kosasih, 2001).
e. Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin (medicastore, 2004)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak
normal (hemoglobinopatia)
2. Etiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara
resesif dari kedua orang tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek
(normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada kasus
yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu.
Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya
atau ditukar dengan jenis asam amino lainnya.
3. Insiden
Talasemia beta tersebar luas di daerah mediterania seperti Itali, Yunani, Afrika Utara,
Timur Tengah, India Selatan, Srilangka sampai kawasan asia tenggara. Frekuensi
talasemia beta di asia tenggara adalah antara 3-9&. Di dapat pula pada negro Amerika,
daerah-daerah tertentu di Italia dan negara-negara mediterania frekuensi carrier
thalasemia beta dapat mencapai 15-20%. Di Thailand 20% penduduknya mempunyai satu
atau jenis lain thalasemia alfa. Di Indonesia belum jelas, di duga sekitar 3-5% sama seperti
Malasia dan Singapura.
Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 5-6% dari jumlah
populasi. Palembang; 10%, Makassar; 7,8%, Ambon; 5,8%, Jawa; 3-4%, Sumatera Utara;
1-1,5%
4. Patofisiologi
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi
asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi,
dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis
merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam
usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan
dua rantai beta.
Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive.
Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada
thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit.
Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul
eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.
Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik
aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah
atau rapuh.
5. Klasifikasi
a. Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
1). Thalasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
2). Thalasemia b (gangguan p[embentukan rantai b)
3). Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen nya
diduga berdekatan).
4). Thalasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
b. Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1).Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
2).Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis
6. Manifestasi klinis
manifestasi Klinis Thalasemia
a. Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1
tahun, yaitu:
Lemah
Pucat
Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
Berat badan kurang
Tidak dapat hidup tanpa transfusi
b. Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
c. Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk
homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
Gizi buruk
Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa yang
besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara
kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu
karena penimbunan besi
7. Prognosis
Thalasemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang
mencapai usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan
pemberian chelating agent untuk mengurangi hemosiderosis (harga mahal). Di negara
maju dengan fasilitas tranfusi yang cukup dan perawatan dengan chelating agents yang
baik, usia dapat mencapai dekade ke-5 dan kualitas hidup yang lebih baik.
Jika dikemudian hari transplantasi sumsum tulang dapat diterapkan maka prognosisnya
akan menjadi lebih baik
8. Komplikasi
a. Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat.
Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup
sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup.
b. Risiko dari transfusi darah menyebabkan terjadinya pemindahan penyakit dari darah
donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi
transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.
c. anak dapat menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus .
Akibatnya, terjadi deposit zat besi. "Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini
akhirnya ditempatkan di mana-mana." Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit
penderita menjadi hitam. Deposit zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal,
paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya,
tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika
mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis.
Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian
9. Pemeriksaan diagnostik
a. Thalasemia mayor:
1). Darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, poikilositosis
dan adanya sel target;
2). jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit muda (normoblas).
3). Hb rendah, resistensi osmotik patologis.
4). Nilai eritrosit rata-rata (MC), volume eritrosit rata-rata (VER/MCV), hemoglobin
eritrosit rata-rata (HER/MCH) dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata
(KHER/MCMC) menurun.
5). Jumlah leukosit normal atau meningkat.
6). Kadar besi dalam serum normal atau meningkat.
7). Kadar bilirubin dalam serum meningkat. SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis.
b. Thalasemia minor:
1). Kadar Hb bervariasi.
2). Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor atau hanya sebagian.
3). Nilai VER dan HER biasanya menurun, sedangkan KHER biasanya normal.
4). Resistensi osmotik meningkat.
5). Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA, DNA probing, gene blotting dan
pemeriksaan PCR (polymerase Chain Reaction).
6). Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis
dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar
kadang-kdang terlihat brush appearance (menyerupai rambut berdiri potongan
pendek). Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi. Tulang iga melebar terutama pada
bagian artikulasi dengan processus transversus.
10. Penatalaksanaan medik
a. Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia.
Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
b. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi
darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang
disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian
Deferoxamine(desferal).
c. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi
pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa
preparat besi.
B. Management keperawatan
1. Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak Thalasemia
banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor
biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang
sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak,
adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan
anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia
mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa
pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
Mulut dan bibir terlihat kehitaman
Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung
dan disebabkan oleh anemia kronik.
Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan
kebutuhan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah normal.
d. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan
Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
f. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
3. Intervensi dan implementasi
a. Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi palpitasi
Kulit tidak pucat
Membran mukosa lembab
Keluaran urine adekuat
Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
Tidak terjadi perubahan tekanan darah
Orientasi klien baik.
Rencana keperawatan / intervensi :
Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar
kuku.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan
hipotensi).
Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori,
bingung.
Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
b. Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2
dan kebutuhan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan
Tb masih dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan
dalam beraktivitas.
Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
Berikan lingkungan yang tenang.
Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai
toleransi.
Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
c. Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
Tidak ada malnutrisi.
Intervensi :
Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Timbang BB tiap hari.
Beri makanan sedikit tapi sering.
Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang
berhubungan.
Pertahankan higiene mulut yang baik.
Kolaborasi dengan ahli gizi.
Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.
Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak
dianjurkan.
d. Dx. 4 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan novrologis.
Kriteria hasil :
Kulit utuh.
Intervensi :
Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan
ekskoriasi.
Ubah posisi secara periodik.
Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.
e. Dx. 5. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat:
penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Kriteria hasil :
Tidak ada demam
Tidak ada drainage purulen atau eritema
Ada peningkatan penyembuhan luka
Intervensi :
Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
Dorong perubahan ambulasi yang sering.
Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
Pantau dan batasi pengunjung.
Pantau tanda-tanda vital.
Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.
f. Dx. 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber
informasi.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana
pengobatan.
Mengidentifikasi faktor penyebab.
Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.
Intervensi :
Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.
Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.
Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.
Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin
melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah
dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.
4. Evaluasi
a. Peningkatan perfusi jaringan
b. Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
c. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
d. Dapat mempertahankan integritas kulit.
e. Infeksi tidak terjadi
f. Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana
pengobatan.
REFERENSI
1. http://ns-nining.blogspot.com/2009/03/asuhan-keperawatan-thalasemia.html
2. http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan.html
TUGAS KEPERAWATAN ANAK
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK DENGAN ANEMIA, LEUKEMIA
DAN THALASEMIA”
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
ST. AMINAH IDRIS
PO.71.3.201.08.1.101
POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES
MAKASSAR
PRODI KEPERAWATAN MAKASSAR
2010
top related