akhlak terpuji
TRANSCRIPT
AKHLAK TERPUJI
A. Pendahuluan.
Dilihat dari sudut bahasa (etimologi) perkataan akhlak adalah bentuk
jamak dari kata khalaqa. Di dalam kamus Munjid kata khulk berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat-tabiat. Di dalam kitab Da’iratul Ma’arif
dikatakan: “Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”. Allah berfirman
dalam suroh Al-Qalam ayat 4:
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung.
Prof. Dr. Ahmad Ami mengatakan sebagaimana dikutip
Asmaran Akhlak adalah kebiasaan kehendak. Jadi bila dibiasakan
akan sesuatu, kebiasaannya itu disebut akhlak. Contohnya bila
khendak itu dibiasakan memberi maka kebiasaan itu adalah
akhlak dermawan.1
Akhlak itu adalah merupakan sifat yang tertanam dalam
jiwa dan dengan sifat yang tertanam dalam jiwa tersebut akan
membuahkan bermacam-macam sifat, ada sifat itu yang baik
dan terkadang ada juga sifatnya yang buruk.
Pembagian akhlak dapat dibedakan menjadi dua yaitu akhlak yang baik
(mahmudah) dan akhlak yang buruk (mazmumah) dimana akhlak yang baik
1Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 1.
1
adalah akhlak/tingkah laku yang terpuji dimana sifat-sifatnya, setia, sabar, berani,
adil, sedangkan akhlak tidak terpuji adalah akhlak atau tingkah laku yang tidak
terpuji dimana sifat-sifatnya ialah: khianat, putus asa, pengecut dan dzalim.
B. Pengertian Akhlak Terpuji (Mahmudah).
Yang dimaksud dengan akhlaqul mahmudah ialah segala tingkah laku
yang terpuji (yang baik) yang biasa juga dinamakan “fadilah” (kelebihan). Dalam
pembahasan fadilah dan qabihah dititik beratkan pada pembahasan sifat-sifat yang
terpendam dalam jiwa manusia yang menularkan perbuatan-perbuatan lahiriyah.
C. Ikhlas.
Ikhlas menurut bahasa adalahg sesuatu yang murni tidak tercampur
dengan hal-hal yang bisa mencampurinya. Dikatakan bahwa “madu itu murni”
jika sama sekali tidak tercampuri dengan campuran dari luar, dan dikatakan “harta
ini adalah murni untukmu” maksudnya adalah tidak seorangpun yang bersyarikat
bersamamu dalam memiliki harta ini.
Dan ikhlas menurut syar’i adalah menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah
tatkala beribadah, yaitu jika engkau sedang beribadah maka hatimu dan wajahmu
engkau arahkan kepada Allah bukan kepada manusia, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW dalam haditsnya:2
2http://diaz 2000. multiply.com/journal/item/84/defenisi ikhlas.
2
Artinya: Meriwayatkan kepada Zuhair bin Haib, meriwayatkan kepada kami Islamil bin Ibrahim, menggambarkan kepada kami Ruh bin Qasim, dari Ala’ bin Abdurrahman bin Yakub dari ayahnya Abi Hurairah Nabi SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Aku tidak membutuhkan kawan-kawan dari orang itu selain Aku, Aku tinggalkan dia bersama sekutunya.
Dalam hadits diatas kita dituntut untuk selalu ikhlas dalam mengerjakan
segala sesuatu pekerjaan yang mau kita kerjakan (ibadah yang kita kerjakan)
dengan niat hanya mengharap ridha Allah semata bukan karena yang lain. Hal ini
sebagaimana sabda Rasulullah SAW:3
Artinya: Dari Umar bin Khottab r.a. ia berkata Rasulullah SAW bersabda, hanya saja semua amal itu niat, dan hanya saja bagi setiap orang. Itu hasilnya menurut yang ia niatkan. Maka siapa yang hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa hijrah untuk dunia yang akan diperolehnya atau perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang hijrah ia kepadanya.
3Usman Mahrus, Himpunan Hadits Qudusi, (Semarang: Asy Syifa, 1993), hlm. 295.
3
Menurut hadits ini segala amal perbuatan yang kita kerjakan harus disertai
dengan niat yang ikhlas, karena kalau kita tidak berniat dengan ikhlas dan bukan
karena Allah semata kita sudah berbuat riya, dan riya ini sudah termasuk syirik
kecil.4
D. Menjauhi Pebuatan Riya.
Riya adalah topeng keterperdayaan yang dapat menutupi orang yang
berwajah masam, berjiwa buruk dan berhati keras, dan orang riya mencari amal
perbautan yang mestinya hanya antara dirinya dengan Allah akan tetapi dia
mengerjakan suatu amal perbuatan itu dengan tujuan yang lain atau hanya mau
dikatakan orang dia baik dan shalih.
Ketahuilah wahai orang yang ingin memurnikan agamanya karena Allah,
bahwa perbuatan riya itu tidak disukai oleh Allah, sebagaimana sabda Rasulullah
SAW:
Artinya: Dari Abi Said bin Abi Fadlalah (ia salah seorang sahabat), ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Dikala Allah mengumpulkan seluruh
4H. Riwayat Bukhari Muslim.
4
manusia (orang-orang yang awal dan yang akhir) pada hari kiamat, yaitu hari yang tidak ada keraguan padanya, kemudian berseru-seruan.“Barang siapa yang menyekutukan Allah dalam amal yang ia lakukan, maka carilah pahala amal itu dari selain Allah, sesungguhnya Allah tidak membutuhkan kawan-kawan dari orang musyrik.
Dalam hadits ini Allah tidak suka kepada orang yang beramal dan
amalnya itu bukan karena Allah semata tetapi karena yang lain, ini manusia tidak
bisa menilai manusia yang lain, apa dia beramal dengan niat yang ikhlas atau
beramal riya (dengan niat hanya untuk mendapat pujian dari orang lain, dan bagi
siapa yang beramal hanya untuk memperdengarkannya dan memperlihatkannya
maka Allah akan memperlihatkan amalnya dan memperdengarkannya. Hal ini
sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Artinya: Dari Zundab bin Abdullah bin Sopyan r.a. ia berkata, Nabi SAW bersabda siapa yang berniat memperdengarkan amalnya, maka Allah akan memperdengarkannya, dan siapa yang berniat memperlihatkannya Allah akan memperlihatkannya.
Dalam hadits ini menjelaskan bagi siapa yang ingin memperlihatkan dan
memperdengakan amal perbuatannya Allah akan memperlihatkannya dan
memperdengarkannya. Dan bagi siapa hamba Allah yang ingin memurnikan
5
agamanya karena Allah jauhilah perbuatan riya karena perbuatan riya tidak
disukai Allah.5
E. Jujur.
Jujur jika diartikan secara baku adalah “mengakui”, jujur merupakan sifat
terpuji. Allah menyanjung orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan
menjanjikan balasan yang berlipat ganda kepada mereka. Dan sifat jujur itu akan
membawa (menuntun) seseorang kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan
membawanya ke syurga sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud berkata: Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya benar (jujur) itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke syurga, dan seorang itu berlahan benar sehingga tercatat di sisi Allah seorang siddik (yang sangat jujur). Dan dusta menuntun kepada kejelekan dan kejelekan itu menuntun ke neraka. Dan seorang itu berlahan jelek sehingga tercatat di sisi Allah seorang kajib (yang sangat pendusta).
Dalam hadits ini Allah sangat menyukai orang yang jujur dan membenci
orang yang pendusta dan kejujuran itu akan membawa seseorang itu kepada
5Usman Mahrus, Op.Cit, hlm. 296.
6
kebaikan dan ke syurga dan begitu juga sebaliknya dusta itu membawa seseorang
itu kepada kejelekan dan ke neraka.
F. Kesimpulan.
Maka setelah memaparkan beberapa penjelasan sekilas tentang akhlak
terpuji di atas, penulis bisa menarik beberapa kesimpulan. Dan adapun beberapa
kesimpulan itu adalah sebagai berikut:
Al-Mahmudah atau akhlak terpuji digunakan untuk menunjukkan sesuatu
yang utama sebagai akibat sesuatu yang disukai oleh Allah SWT. Dengan
demikian kata al-mahmudah lebih menunjukkan pada kebaikan yang bersifat
bathin dan spiritual.
Ikhlas adalah menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah, yaitu
jika engkau sedang beribadah maka hatimu dan wajahmu engkau arahkan
kepada Allah bukan kepada manusia.
Segala amal perbuatan yang kita kerjakan harus disertai dengan niat yang
ikhlas, karena kalau kita tidak berniat dengan ikhlas dan bukan karena Allah
semata kita sudah berbuat riya, dan riya ini sudah termasuk syirik kecil.
Riya adalah mencari amal perbautan yang mestinya hanya antara dirinya
dengan Allah akan tetapi dia mengerjakan suatu amal perbuatan itu dengan
tujuan yang lain atau hanya mau dikatakan orang dia baik dan shalih.
7
siapa yang ingin memperlihatkan dan memperdengakan amal perbuatannya
Allah akan memperlihatkannya dan memperdengarkannya. Dan bagi siapa
hamba Allah yang ingin memurnikan agamanya karena Allah jauhilah
perbuatan riya karena perbuatan riya tidak disukai Allah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
As, Asmaran. Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
H. Riwayat Bukhari Muslim.
http://diaz 2000. multiply.com/journal/item/84/defenisi ikhlas.
Mahrus, Usman. Himpunan Hadits Qudusi, Semarang: Asy Syifa, 1993.
8