agama islam dalam ilmu administrasi
DESCRIPTION
Jujur nyari materi ini rada susah soalnya harus keperpustakaan pusat dan ngambil materi dari buku. Semoga bermanfaat!TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Administrasi artinya adalah mengatur. Ilmu administrasi sebenarnya sudah
dilaksanakan sejak zaman Rasulullah SAW. Baik dalam administrasi pembangunan,
negara, niaga, hukum, dan sosial. Pada zaman Rasulullah, ilmu administrasi belum
sempurna benar. Namun dasar-dasar administrasi yang ada pada zaman kini sudah ada
pada zaman Rasulullah dahulu. Seperti pembagian zakat, warisan, pencatatan hutang
piutang, pembagian sedekah kepada penduduk sekitar yang kurang mampu, itu sudah
termasuk dalam kegiatan administrasi. Sumber-sumbernya terdapat dalam Al-Quran,
sunah, dan hadis.
Dalam makalah ini menjelaskan apa hubungannya agama islam dalam ilmu
administrasi, bagaimana penerapannya, apa saja sumbernya, dan sebagainya. Isi
dalam makalah ini bertujuan untuk membatu menjelaskan tentang agama islam dalam
ilmu administrasi, yang sebenarnya administrasi itu sendiri sering terjadi di sekitar
kita.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana ilmu administrasi pada zaman Rasulullah?
2. Penjelasan dari Al-Qur’an ayat 282.
3. Penjelasan tentang pencatatan hutang piutang.
4. Penjelasan tentang zakat.
5. Penjelasan tentang hukum waris islam.
6. Penjelasan tentang akuntansi islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Administrasi
Administrasi berasal dari kata latin ‘administrare’ yang artinya mengurus.
“Adminsitrasi adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerja sama
sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu”- (The Liang Gie)
Namun, sebenarnya proses Administrasi sendiri sudah dilaksanakan sejak zaman Rasullah
Saw. Baik dalam administrasi pembangunan, negara, niaga, hukum, dan sosial.
2.2 Administrasi pada zaman Rasullah
Salah satu sifat penting dari administrasi yang dilakukan rasul SAW adalah
kesederhanaan dan kemudahan dalam menangani masalah-masalah administratif.
Kendati Rasulullah SAW adalah kepala masyarakat muslim dan perintahnya selalu
dituruti oleh para pengikutnya, namun demikian rasul tidak meninggalkan musyawarah
dengan para sahabatnya. Untuk membantu memecahkan masalah para sahabatnya, baik
dalam bidang agama, politik, ataupun administrasi, ia memiliki wuzara dan para menteri
disamping juga sekretaris dan penulis resmi guna menangani surat-surat dari penguasa asing.
Rasul memang belum memiliki departemen keuangan yang mengurusi pendapatan
dan pembelanjaan. Selain zakat, sedekah, dan jizyah, sumber pendapatan lainnya adalah
kharaj, fay, ghanimah.
Rasul tidak mempunyai departmen pertahanan dan keamanan khusus. Seluruh
masalah yang berkaitan dengan recruitment, pengadaan senjata, perlengkapan dll ditangani
sendiri oleh Rasul.
Ringkasnya walau sudah memadai untuk masa tersebut, namun administrasi yang
dilakukan rasul belum lah sempurna. Administrasi semacam itu ditegakkan semata-mata atas
dasar syariah.
2
Akhirnya Rasul, memang telah meninggalkan warisan yang amat berharga dalam
teori umum dan peraktek pemerintahan dan administrasi. Diantara petunjuk dan ucapannya
selalu terkandung unsur-unsur kebenaran, keadilan, dan efisiensi sebagai sifat seorang
administrator.
2.2.1 QS. AL BAQARAH 282:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis
di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis,
dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakan [apa yang akan ditulis itu], dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
[keadaannya] atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya
mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-
orang lelaki di antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka [boleh] seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka
seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan [memberi keterangan]
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil
maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi
Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
[menimbulkan] keraguanmu, [Tulislah mu’amalahmu itu], kecuali jika mu’amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu,
[jika] kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan [yang
demikian], maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”
2.2.1.1 Penjelasan Surah Al-Baqarah 282:
Ayat ini menjelaskan supaya perjanjian-perjanjian yang diperbuat dengan persetujuan kedua
belah pihak itu dituliskan dengan terang oleh penulis yang pandai dan bertanggung jawab.
Dan ini adalah syarat-syarat dalam memulai suatu perjanjian:
3
Perlunya Surat Perjanjian.
Dalam sebuah perjanjian atau hutang-piutang kita sangat memerlukan Surat
Perjanjian. Bukan karena kita saling mempercayai, lalu berkata tidak perlu dituliskan
diatas kertas, padahal umur kedua belah pihak sama-sama ditangan Allah kita sebagai
hambanya tidak pernah tau kapan ajal menjemput, dengan melalui Surat perjanjian
maka kita akan bisa menunjukkan utang-piutang kepada ahli waris.
Perlunya Seorang Penulis
“Hendaklah menulis diantara kamu seorang penulis yang adil”
Penulis yang tidak berpihak-pihak, yang mengetahui apa yang diminta untuk dicatat
oleh kedua belah pihak denagn janji yang selangkap-lengkapnya.
Kalau hutang uang kontan, hendaknya sebutkan dengan jelas berapa jumlah uangnya,
kalau memakai agunan hendaklah tuliskan dengan jelas apa-apa barang yang
digunakan itu.
Penulis harus adil.
“ Dan hendaklah kamu adakan dua saksi dari dua laki-laki kamu” penjelasanya kita
harus menghadirkan dua saksi laki-laki pada saat kita menulis Surat Perjanjian,
tetapi jika tidak ada dua laki-laki, maka (bolehlah) seorang laki-laki dan seorang
perempuan.”
Meskipun tidak dijelaskan dua saksi tersebut harus adil tentulah dapat difahamkan
bahwa seorang wali haruslah adil dan menar-benar mengetahui dan menyaksikan
perkara yang telah dituliskan itu.
Menghadirkan dua saksi dalam perjanjian.
“Dan janganlah enggan seorang penulis, menuliskan sebagai yang telah diajarkan
akan dia oleh Allah”
Kata-kata diatas menunjukkan pula bahwa sipenulis itu jangan semata-mata pandai
menulis saja, selain dari adil hendaknya dia mematuhi peraturan-peraturan Allah yang
berkenaan dengan urusan utang-piutang. Misalnya tidak boleh ada riba tetapi sangat
dianjurkan ada qordhan hasanah, yaitu ganti kerugian yang layak.
Penjualan Tunai tak Perlu ditulis.
“ Kecuali penjualan tunai yang kamu adakan diantara kamu, maka tidaklah mengapa
tidak kamu tuliskan”
Sebab sudah timpang terima berhadapan, maka jika tidak dituliskan tidak apa-apa.
Jangan sampai dari kedua belah pihak ada yang dirugikan didalam perjanjian.
4
“ Dan hendaklah kamu mengadakan saksi jika kamu berjual beli”
Penggalan ayat di atas untuk menjaga jangan sampai setelah akad jual-beli, ada
diantara kedua belah pihak yang merasa dirugikan
2.3 Hukum Warisan
A. Pengertian Hukum Waris
Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang
telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat
yang lebih berhak.
Hukum Waris Islam adalah suatu hukum yang mengatur pembagian harta peninggalan
seseorang yang berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis.
B. Dasar Hukum Waris
1. Al-qur,an
a. QS An Nisa ayat 1 menegaskan tentang kuatnya hubungan kerabat karena
pertalian darah.
b. QS An Nisa ayat 7 memberi ketentuan bahwa laki-laki dan perempuan sama-
sama berhak atas warisan orang tuanya dan kerabatnya.
c. QS An Nisa ayat 8 memerintahkan agar kepada sanak kerabat, anak-anak
yatim, dan orang-orang miskin yang hadir menyaksikan pembagian harta
warisan, diberi jumlah harta sekedar untuk dapat mengikuti menikmati harta
warisan yang baru saja dibagi itu.
d. QS An Nisa ayat 9 memperingatkan agar orang senantiasa memperhatikan
kepada anak cucu yang akan ditinggalkan, agar jangan sampai mereka
mengalami kesempitan hidup sebagai akibat kesalahan orang tua
membelanjakan hartanya.
e. QS An Nisa ayat 10 memperingatkan agar orang berhati-hati dalam
memelihara harta warisan yang menjadi hak-hak anak yatim, jangan sampai
termakan dengan cara tidak sah, karena memakan harta anak yatim secara
5
tidak sah adalah sama dengan makan bara api neraka, orang yang makan akan
diberi tempat neraka di akhirat kelak.
f. QS An Nisa ayat 11 menentukan bagian anak laki-laki sama dengan bagian
dua orang anak perempuan; anak perempuan dua orang atau lebih (apabila
tidak ada anak laki-laki) menerima 2/3 harta warisan dan apabila hanya
seorang (tidak ada anak laki-laki) menerima 1/2 harta warisan; bagian ayah
dan ibu, apabila ada anak, masing-masing menerima 1/6 harta warisan; apabila
tidak ada anak, bagian ibu adalah 1/3 harta warisan (ayah mendapat sisanya);
apabila ada saudara saudara lebih dari seorang, bagian ibu adalah 1/6 harta
warisan; pembagian harta warisan dilakukan setelah utang dan wasiat pewaris
dibayarkan.
g. QS An Nisa ayat 12 menentukan bagian suami adalah harta warisan apabila
pewaris tidak meninggalkan anak; apabila ada anak, bagian suami harta
warisan, setelah utang dan wasiat pewaris dibayarkan; ditentukan pula bagian
isteri harta warisan apabila tidak ada anak, 1/8 harta warisan apabila ada anak,
setelab utang dan wasiat pewaris dibayarkan. Apabila seseorang meninggal
tanpa meninggalkan ayah atau anak, padahal ia meninggalkan saudara laki-
laki atau perempuan (seibu), maka bagian saudara apabila hanya satu orang
adalah 1/6 harta warisan, dan apabila lebih dari satu orang, mereka bersama-
sama mendapat 1/3 harta warisan, setelah utang dan wasiat pewaris
dibayarkan.
h. QS An Nisa ayat 13 menekankan bahwa ketentuan bagian-bagian harta
warisan itu berasal dari Allah yang wajib ditaati.
i. QS An Nisa 176 menentukan bagian saudara perempuan (kandung atau
seayah), apabila pewaris dalam keadaan kalalah (tidak meninggalkan ayah
atau anak), bagian saudara perempuan adalah 1/2 harta warisan apabila hanya
satu orang dan 2/3 harta warisan apabila dua orang atau lebih, apabila saudara-
saudara itu terdiri dari laki-laki dan perempuan, bagian seorang saudara laki-
laki sama dengan bagian dua orang saudara perempuan.
2. Sunnah Rasul
Meskipun Al-Quran menyebutkan secara terperinci ketentuan-ketentuan bagian
ahli waris, Sunnah Rasul menyebutkan pula hal-hal yang tidak disebutkan dalam
6
Al-Quran, antara lain :
a) Hadits riwayat Bukhari dan Muslim mengajarkan bahwa ahli waris laki-
laki yang lebih dekat kepada pewaris lebih berhak atas sisa harta warisan,
setelah diambil bagian ahli waris yang mempunyai bagian-bagian tertentu.
b) Hadits riwayat Al-Jamaah, kecuali Muslim dan Nasai, mengajarkan bahwa
orang muslim tidak berhak waris atas harta orang kafir, dan orang kafir
tidak berhak atas harta orang muslim.
c) Hadits riwayat Ahmad menyebutkan bahwa Nabi memberikan bagian
warisan kepada dua nenek perempuan 1/6 harta warisan dibagi dua.
d) Hadits riwayat Ahmad mengajarkan bahwa anak dalam kandungan berhak
waris setelah dilahirkan dalam keadaan hidup yang ditandai dengan
tangisan kelahiran.
3. Ijtihad
Meskipun Al-Qur’an dan Sunnah Rasul telah memberi ketentuan terperinci
tentang pembagian harta warisan, tetapi dalam beberapa hal masih diperlukan
adanya ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam kedua sumber
hukum tersebut. Misalnya mengenai bagian warisan orang banci, harta warisan
yang tidak habis terbagi kepada siapa sisanya diberikan, bagian ibu apabila hanya
bersama-sama dengan ayah dan duda atau janda.
C. Pentingnya Belajar Hukum Waris Islam
Kewajiban belajar dan mengajarkan hukum waris islam dimaksudkan agar
dikalangan kaum muslimin (khususnya keluarga) tidak terjadi perselisihan-
perselisihan disebabkan masalah pembagian harta warisan yang pada gilirannya
akan melahirkan perpecahan/keretakan dalam hubungan kekeluargaan kaum
muslimin.
D. Harta Warisan
Harta warisan itu dibagi menjadi dua:
a. Harta warisan yang dapat dibagi. Misalnya uang, tanah yang harga dan isinya
sama, dsb.
b. Harta yang tidak bisa dibagi sama rata. Misalnya bangunan, tanah yang
berbeda isinya, barang perkakas, kendaraan, dsb.
7
Adapun barang yang tidak berhak diwarisi, diantarnya:
c. Peralatan tidur untuk istri dan peralatan khusus bagi dirinya, atau pemberian
suami kepada istrinya semasa hidupnya.
d. Harta yang diwaqafkan, seperti kitab dan lainnya.
e. Barang yang diperoleh dengan cara haram.
E. Pembagian harta warisan
Ahli waris dari laki-laki ada 10:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah
3. Ayah
4. Kakek dan seterusnya ke atas
5. Saudara laki-laki
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan) walaupun jauh (seperti anak dari
keponakan)
7. Paman
8. Anak laki-laki dari paman (sepupu) walaupun jauh
9. Suami
10. Bekas budak laki-laki yang dimerdekakan
Ahlis waris dari perempuan ada 7:
1. Anak perempuan
2. Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) dan seterusnya ke bawah
3. Ibu
4. Nenek dan seterusnya ke atas
5. Saudara perempuan
6. Istri
7. Bekas budak perempuan yang dimerdekakan
Hak waris yang tidak bisa gugur:
1. Suami dan istri
8
2. Ayah dan ibu
3. Anak kandung (anak laki-laki atau perempuan)
Yang tidak mendapatkan waris ada tujuh:
1. Budak laki-laki maupun perempuan
2. Budak yang merdeka karena kematian tuannya (mudabbar)
3. Budak wanita yang disetubuhi tuannya dan melahirkan anak dari tuannya (ummul
walad)
4. Budak yang merdeka karena berjanji membayarkan kompensasi tertentu pada
majikannya (mukatab)
5. Pembunuh yang membunuh orang yang memberi waris
6. Orang yang murtad
7. Berbeda agama
Ashobah yaitu orang yang mendapatkan warisan dari kelebihan harta setelah
diserahkan pada ashabul furudh.
Urutan ‘ashobah dari yang paling dekat:
1. Anak laki-laki
2. Anak dari anak laki-laki (cucu)
3. Ayah
4. Kakek
5. Saudara laki-laki seayah dan seibu
6. Saudara laki-laki seayah
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan seibu (keponakan)
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah (keponakan)
9. Paman
10. Anak paman (sepupu)
11. Jika tidak didapati ‘ashobah, baru beralih ke bekas budak yang dimerdekakan
Ashabul furudh yaitu orang yang mendapatkan warisan berdasarkan kadar yang telah
ditentukan dalam kitabullah.
Kadar waris untuk ashabul furudh:
9
1. 1/2
2. 1/4
3. 1/8
4. 2/3
5. 1/3
6. 1/6
Ashabul furudh yang mendapatkan 1/2 ada lima:
1. Anak perempuan
2. Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan)
3. Saudara perempuan seayah dan seibu
4. Saudara perempuan seayah
5. Suami jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki
Ashabul furudh yang mendapatkan 1/4 ada dua:
1. Suami jika istri memiliki anak atau cucu laki-laki
2. Istri jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki
Ashabul furudh yang mendapatkan 1/8:
- Istri jika memiliki anak atau cucu laki-laki
Ashabul furudh yang mendapatkan 2/3 ada empat:
1. Dua anak perempuan atau lebih
2. Dua anak perempuan dari cucu laki-laki (cucu perempuan) atau lebih
3. Dua saudara perempuan seayah dan seibu atau lebih
4. Dua saudara perempuan seayah atau lebih
Ashabul furudh yang mendapatkan 1/3 ada dua:
1. Ibu jika si mayit tidak dihajb
2. Dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan yang seibu
Ashabul furudh yang mendapatkan 1/6 ada tujuh:
10
1. Ibu jika memiliki anak atau cucu, atau memiliki dua atau lebih dari saudara
laki-laki atau saudara perempuan
2. Nenek ketika tidak ada ibu
3. Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) dan masih ada anak
perempuan kandung
4. Saudara perempuan seayah dan masih ada saudara perempuan seayah dan
seibu
5. Ayah jika ada anak atau cucu
6. Kakek jika tidak ada ayah
7. Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu
Hajb atau penghalang dalam waris:
1. Nenek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ibu
2. Kakek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ayah
3. Saudara laki-laki seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak (laki-laki
atau perempuan), cucu (laki-laki atau perempuan), ayah dan kakek ke atas
4. Saudara laki-laki seayah dan seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada
anak laki-laki, cucu laki-laki, dan ayah
5. Saudara laki-laki seayah tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-
laki, cucu laki-laki, ayah dan saudara laki-laki seayah dan seibu
Kaedah yang perlu diingat: Siapa yang tumbuh dari si fulan, selama si fulan ini ada,
maka ia tidak mendapatkan warisan. Misalnya seorang cucu tidaklah mendapatkan
waris jika masih ada anak si mayit (ayah dari cucu tadi).
Yang menyebabkan saudara perempuan mendapatkan jatah separuh laki-laki karena
adanya 4 orang:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki
3. Saudara laki-laki seayah dan seibu
4. Saudara laki-laki seayah
11
Paman laki-laki, anak laki-laki dari paman (sepupu), anak laki-laki dari saudara laki-
laki (keponakan) dan tuan yang membebaskan budak mendapatkan waris tanpa
saudara-saudara perempuan mereka.
2.4 Zakat
Pada dasarnya hukum zakat adalah wajib bila mampu secara finansial dan telah mencapai
batas minimal bayar zakat atau yang disebut nisab. Dalam perhitungan zakat sendiri,
dilakukan melalui proses administrasi.
2.4.1 Rumus Perhitungan Zakat Fitrah
Zakat Fitrah Perorang = 3,5 x harga beras di pasaran perliter
Contoh : Harga beras atau makanan pokok lokal yang biasa kita makan dan layak
konsumsi di pasar rata-rata harganya Rp. 10.000,- maka zakat fitra yang harus dibayar
setiap orang mampu adalah sebesar Rp. 35.000,-
2.4.2 Rumus Perhitungan Zakat Profesi / Pekerjaan
Zakat Profesi = 2,5% x (Penghasilan Total - Pembayaran Hutang )
Menghitung Nisab Zakat Profesi = 520 x harga beras pasaran perkg
Contoh : Ibnu mempunyai penghasilan 5 juta/bulan dipotong iuran mobil 1,5 juta. Jadi
gaji bersih Ibnu 3,5 juta. Beras yang ia konsumsi Rp. 4.000/kg.
Nisabnya : 520 x 4.000 = Rp. 2.080.000,-
Zakat Profesi: 2,5% x 3.500.000= Rp. 87.500,-
2.4.3 Menghitung Zakat Maal / Harta Kekayaan
Zakat Maal = 2,5% x Jumlah Harta Yang Tersimpan Selama 1 Tahun (tabungan dan
investasi) Menghitung Nisab Zakat Mal = 85 x harga emas pasaran per gram
Contoh:
Bu Yati memiliki total kekayaan 1 Milyar. Semua harta sudah dimiliki sejak satu
tahun yang lalu. Harga emas pada masa itu Rp.250.000,-/gram.
Nisab Zakat Mal : 85 x 250.000= Rp. 21.250.000,-
Karena harta Nyonya Upit Marupit lebih dari limit nisab, maka ia harus membayar
12
zakat maal.
Zakat Maal : 2,5% x 1 Milyar = Rp. 25.000.000,-
2.5 Islam dalam Akuntansi
Eksistensi akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari
Al-Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dibahas masalah muamalah. Termasuk di
dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita
simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan
yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan
keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah. Dalam bahasa
akuntansi lebih dikenal dengan accountability.
2.5.1 Implementasi Akuntansi Syariah
Beberapa aktivitas kehidupan umat Islam yang memerlukan akuntansi, yaitu antara
lain (Harahap, 2008)
a. Akuntansi Zakat.
Kewajiban zakat bagi muslim merupakan bukti betapa pentingnya peranan akuntansi
bukan saja bagi perusahaan atau lembaga tetapi juga bagi perorangan.
b. Akuntansi Pemerintahan.
Pengelolaan kekayaan negara melalui lembaga terkenal seperti Baitul mal juga
memerlukan akuntansi yang lebih teliti karena menyangkut harta masyarakat yang
harus dipertanggung –jawabkan, baik kepada rakyat maupun kepada Tuhan.
c. Akuntansi Warisan.
Untuk menghitung pembagian waris, Alquran telah memberikan petunjuk seperti
yang terdapat dalam surat Annisa ayat 7 – 14.
d. Akuntansi Efisiensi.
Islam menganjurkan bahkan mewajibkan efisiensi. Tuhan telah menggariskan bahwa
pemborosan merupakan perbuatan setan yang harus dihindari.
13
e. Akuntansi Pertanggungjawaban atau Amanah.
Islam mewajibkan agar dalam bisnis kita berlaku jujur tidak mengambil hak orang
lain dan menjaga amanah. Untuk itu perlu laporan pertanggungjawaban.
f. Akuntansi Kesaksian.
Untuk memjaga agar kebenaran tetap terjaga maka diperlukan pembuktian yang benar
dari mereka yang mengetahui kebenaran.
g. Akuntansi Syarikat.
Salah satu bentuk usaha yang dianjurkan dalam Islam adalah bentuk Mudharabah atau
Musyarakah. Dalam bentuk usaha seperti ini diperlukan sistem yang bisa memberikan
informasi serta pertanggung jawaban agar jalannya kerjasama tetap berada dalam
koridor keadilan dan kejujuran.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hubungan Islam dalam ilmu administrasi sangatlah berhubungan. Seperti dalam hal :
Hutang piutang, hukum waris, zakat, akuntansi, pembagian sedekah dan lain-lain. Sumber-
sumbernya terdapat dalam Al-Quran, sunah, dan hadis. Meskipun pada zaman Rasullah
belum mengenal parlemen tapi pelaksanaannya memiliki kesamaan fungsi dengan parlemen.
Pelaksanaan Administrasi sudah ada sejak zaman Rasullah SAW dan sudah diadaptasi oleh
negara-negara musli maupun nonmuslim hingga sekarang.
15
DAFTAR PUSTAKA
Suhrawardi K. Lubis SH; Simanjuntak Komis SH; Hukum Waris Islam, Edisi kedua; Penerbit
Sinar Grafika; Jakarta; 2007.
Al-Buraey, Muhammad A; Islam landasan alternatif Administrasi Pembangunan; Penerbit
CV Rajawali; Jakarta; 1986.
http://www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/fiqh/814-hukum-membayar-zakat-fithri-
dengan-uang.html
http://www.lampuislam.blogspot.com/2013/07/rumus-cara-menghitung-zakat-maalharta.html
http://www.belajar-alquran.com/artikel/kategori/Hukum-waris.html
http://www.website-cerdas.com/2010/03/Ilmu-Administrasi.html
16