agaimana tujuan pengelolaan hutan.docx

24
agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan Menurut Undang- undang 41 Tahun 1999 ada beberapa tujuan pengelolaan Hutan antara lain : 1. Tata hutan dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari. 2. Tata hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Pemanfaatan hutan juga bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya, pemanfaatan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada cagar alam serta zona inti pada taman nasional. Pemanfaatan kawasan hutan pelestarian alam dan kawasan suaka alam serta taman buru di atur dalam Undang-undang. Pemanfatan hutan lindung, hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta indonesia yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, diwajibkan bekerja sama dengan

Upload: siti-anisah

Post on 29-Nov-2015

62 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

pengelollan hutan

TRANSCRIPT

Page 1: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan

Menurut Undang- undang 41 Tahun 1999 ada beberapa tujuan pengelolaan Hutan antara

lain :

1.      Tata hutan dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk

memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari.

2.      Tata hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe,

fungsi dan rencana pemanfaatan hutan.

Pemanfaatan hutan juga bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi

kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya,

pemanfaatan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada cagar alam serta

zona inti pada taman nasional. Pemanfaatan kawasan hutan pelestarian alam dan kawasan suaka

alam serta taman buru di atur dalam Undang-undang.

Pemanfatan hutan lindung, hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan

jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Dalam rangka pemberdayaan ekonomi

masyarakat, setiap badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik

swasta indonesia yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha

pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, diwajibkan bekerja sama dengan koperasi

masyarakat setempat. Untuk menjamin asas keadilan, pemerataan dan lestari maka izin

pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek

kepastian usaha.

Pengelolaan hutan secara khusus dapat diberikan kepada :

1.      Masyarakat hukum adat

2.      Lembaga pendidikan

3.      Lembaga penelitian

4.      Lembaga sosial dan keagamaan

Usaha pemnfaatan hasil hutan meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan,

pengolahan, dan pemasaran hasil hutan. Pemanenan dan pengelolaan hasil hutan tidak boleh

Page 2: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

melebihi daya dukung hutan secara lestari. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan

pembangunan diluar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan

produksi dan kawasan hutan lindung, penggunaan hutan untuk kepentingan pertambangan

dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan

luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Pada kawasan lindung dilarang

melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.

Dalam pengelolaan hutan terdapat Rehabilitasi hutan dan lahan yang dimaksudkan untuk

memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya

dukung, produktifitas dan perannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap

terjaga. Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan :

1.      Reboisasi

2.      Penghijauan

3.      Pemeliharaan

4.      Pengayaan tanaman

5.      Penerapan tehnik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil tehnik pada lahan kritis dan tidak

produktif.

Kegiatan rehabilitasi dilakukan di semua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam

dan zona inti taman nasional. Rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan kondisi

spesifik biofisik, penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya

melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan

masyarakat. Setiap orang yang memiliki, mengelola atau memanfaatkan hutan yang kritis atau

tidak produktif wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konservasi,

dalam pelaksanaan rehabilitasi setiap orang dapat meminta pendampingan, pelayanan dan

dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain atau pemerintah.

Selain itu terdapat pula kegiatan Reklamasi yang meliputi usaha untuk memperbaiki atau

memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi kembali secara

optimal sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan reklamasi meliputi Inventarisasi lokasi,

penetapan lokasi, perencanaan, dan pelaksanaan reklamasi. Reklamasi pada kawasan hutan bekas

area pertambangan wajib dilakukan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan

kegiatan pertambangan dan pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan

Page 3: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

diluar kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah wajib

membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.

Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan,

kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi

tercapai secara optimal dan lestari. Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha

untuk :

a)      Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang di sebabkan

oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya- daya alam, hama, serta penyakit.

b)      Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyrakat dan perorangan atas hutan, kawasan

hutan, hasil hutan, invenstasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatn kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa

lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu dilarang melakukan

kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.

Hutan di Indonesia, menurut UU no 41 tahun 1999, dibagi menjadi tiga berdasarkan

fungsinya, yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Sebuah adagium

menyatakan bahwa klasifikasi suatu bidang mencerminkan kemajuan suatu ilmu di bidang

tersebut. Semakin maju suatu bidang ilmu, klasifikasi bidang yang dipelajarinya menjadi

semakin rinci. Klasifikasi juga mencerminkan tujuan pengelolaan. Dalam suatu organisasi,

pembagian  bidang disesuaikan dengan tujuan organisasi tersebut. Klasifikasi hutan ke dalam

tiga fungsi mencerminkan tujuan pengelolaan hutan di Indonesia. Klasifikasi hutan secara

ekologis tentu saja berbeda dari klasifikasi hutan secara legal, karena tujuannya berbeda, yaitu

untuk ilmu pengetahuan.

Hutan memiliki banyak fungsi. Pada zaman modern, salah satu fungsi hutan yang paling

menonjol adalah penghasil kayu. Oleh karena itu salah satu tujuan utama pengelolaan hutan

adalah untuk menghasilkan kayu secara lestari (sustained yield prinsip). Dalam perkembangan

selanjutnya semakin banyak fungsi hutan yang mendapat perhatian, antara lain sebagi pengatur

tata air, sebagai habitat satwa dan tumbuhan liar, sebagai tempat rekreasi, dan pengatur iklim.

Fungsi yang terakhir ini sekarang mendapat perhatian paling besar seiring dengan terjadinya

perubahan iklim.

Jika diringkas, fungsi-fungsi hutan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

fungsi produksi, fungsi social dan fungsi ekologi. Ketiga fungsi inilah yang digunakan oleh

Page 4: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

lembaga penilai independen untuk menilai apakah hutan telah dikelola secara berkelanjutan. Di

dalam UU 41 tahun 1999, fungsi ekologi dipecah menjadi dua, yaitu fungsi lindung dan fungsi

konservasi. Jadi yang menjadi tujuan utama dalam pengelolan hutan yang terdapat dalam

undang-undang adalah bagaimana cara melakukan pengelolaan hutan secara lestari sehingga

tidak terjadi kerusakan hutan dalam pemanfaatannya.

Page 5: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

Ada 4

alasan yangmembedakanmanajemenhutandenganbentukmanajemenhutandenganbentukmanajemen yanglain•Panjangnya waktu untuk menghasilkan suatudkproduk•Identitas “pabrik”sekaligusnya juga menjadi“dk”“produk”•Fungsi ganda &berbagai manfaat hutan•Cakupan wilayah (luas),topografi&aksesibiliats lahan

DAFTAR PUSTAKA

Undang- undang Republik indonesia Nomlor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Sagala , porkas.1994. Mengelola Lahan kehutanan indonesia.yayasan obor indonesia. jakarta

Diposkan oleh faizin gaara di 20.59 Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat(Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun)

Page 6: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

, 2009.USU Repository © 2009

11PENDAHULUANLatar BelakangHutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan,yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.Manfaat hutan tersebut boleh dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan.Menurut Reksohadiprojo (1994), pentingnya hutan bagi kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat kini dirasakan semakin meningkat, hal ini menurut kesadaran untuk mengelola sumber daya hutan tidak hanya dari segi finansial saja namun diperluas menjadi pengelolaan sumber daya hutan secara utuh.Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. MenurutHelms (1998) hutan adalah suatu ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang lebih padat dan tersebar, seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam ciri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, klas umur, dan proses-proses yang terkait, dan umumnya mencakup padang rumput, sungai

Page 7: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

-sunga i kecil,dan satwa liar.Definisi tersebut menekankan komponen pohon yang dominan terhadap komponen lainnya dari ekosistem itu, dan mensyaratkan adanya kondisi iklim dan ekologis yang berbeda dengan kondisi luarnya. Penekanan hutan sebagai suatu ekosistem mengandung maksud bahwa di dalam hutan terjadi hubungan saling tergantung satu komponen dengan komponen lainnya yang terjalin sebagai suatu system. Sehingga apabila salah satu komponen dari system itu rusak (tidak berfungsi) akan menyebabkan komponen lain terganggu, dan akibatnya sistem itu tidak dapat berjalan normal. Hutan itu sendiri sebagai bagian dari ekosistem yang lebih besar, sehingga apabila hutan rusak akan mengganggu system yang lebih besar itu.Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat(Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009.USU Repository © 2009

12Pengertian Hutan Rakyat menurut UU No. 41/1999 tentang kehutanan, hutan rakyat adalahhutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (biasa disebut masyarakat hukum adat).

Page 8: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

Unsur-unsur hutan rakyat dalam materi dan penjelasan pasal 3 Undang – undang Pokok Kehutananno 5 dicirikan sebagai berikut :a)Hutan yang diusahakan sendiri,bersama orang lain atau badan hukum. b)Berada diatas tanah milik atau orang hak orang lain berdasarkan aturan perundang-undangan. c)Dapat dimiliki berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan.Pengertian hutan rakyat seperti itu menimbulkan konsekuensi-konsekuensi. Pertama, hutan-hutan yang tumbuh di atas tanah adat dan dikelola oleh keluarga-keluarga petani sebagai anggota suatu kelompok masyarakat adat diklaim oleh pemerintah sebagai hutan negara dan tidak termasuk hutan rakyat. Kedua, hutan-hutan yang tumbuh di atas tanah milik dan diusahakan oleh orang-orang kota yang menyewa atau membeli tanah masyarakat lokal masih dapat dikategorikan sebagai hutan rakyat. Dengan demikian, pengertian di atas mem

Page 9: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

pertentangkan "hutan rakyat" dan "hutan negara" dilihat berdasarkan status kepemilikan tanahnya atau sifat dari obyek (tanah dan hutan), bukan berdasarkan pelakunya atau subyek yang mengelola hutan. Dalam undang-undang Pokok Kehutanan juga secara implisit disebutkan tentang hutan dengan status hak guna usaha. Dengan demikian jika rakyat secara perorangan atau kelompok memperoleh hak guna usaha, hutannya tidak disebut sebagai hutan rakyat, melainkan hutan hak guna usaha. Kategorisasi tersebut sangat membingungkan, mengapa hutan di tanah milik tidak disebut "hutan milik" saja, bukan "hutan rakyat".Keberadaan hutan rakyat tidaklah semata-mata akibat interaksi alami antara komponen botani, mikro organisme, mineral tanah, air dan udara, melainkan juga adanya peran manusia dan kebudayaannya. Kreasi budaya yang Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat(Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009.USU Repository © 2009

13dikembangkan dalam interaksinya dengan hutan, berbeda-beda antar kelompok masyarakat.Perumusan MasalahPermasalahan yang dikemukakan disini adalah apakah pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh para petani di Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu telah memperhatikan aspek kelestar

Page 10: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

ian hutan dan kelestarian hasil,seberapa besar kontribusi hutan rakyat tersebut terhadap peningkatan pendapatan para petani, dan apa saja manfaat ekonomis yang didapatkan masyarakat pada umumnya dan petani hutan rakyat pada khususnya dengan keberadaan hutan rakyat di Dusun Marubun Pane. Aspek produksi , khususnya tentang sruktur tegakan dan potensi produksi, penelitian Hardjanto (2003) menemukan bahwa disatu sisi struktur tegakan kayu rakyat menunjukkan struktur hutan normal, namun disisi lain ternyata pohon-pohon yang dijual mengalami penurunan kelas diameter. Hal ini berarti akan mengancam kelestarian tegakan hutan rakyat dan sekaligus berarti mengancam pula kelestarian usahanya. Aspek pengolahan dimaksud disini adalah semua jenis tindakan yang merubah bahan baku (kayu bulat) menjadi barang setengah jadi. Masalah terbesar saat ini adalah dilihat pada aspek pengolahan yaitu masalah jumlah dan kontinuitas sediaan bahan baku. Sementara itu permasalahan pada aspek pemasaran meliputi beberapa hal diantaranya : sistem distribusi, sruktur pasar, penentuan harga, prilaku pasar, dan keragaan pasar. Kelembagaan yang mendukung pada setiap sub sistem juga masih perlu disempurnakanagar kinerja usaha hutan rakyat secara keseluruhan menjadi lebih baik.Pengusahaan hutan rakyatjug a secara kumulatif menunjukkan berbagai kekurangan, kelemahan serta kurang akurat. Gejala kelemahannya tidak meletakkan posisi dan kedudukan hukum hutan rakyat ini kedalam status legal dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi,antara lain:a. Belum semua data potensi dan kepemilikan hutan rakyat teridentifikasi dengan baik.b.

Page 11: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

Secara umum areal hutan rakyat belum diukur dan dipetakan sebagaimana dilakukan terhadap hutan negara.

Manfaat dari Hutan lindung semakin nyata dirasakan saat ini. Apalagi dengan terjadinya bencana alam dimana-mana, akibat dari pengundulan dan pengrusakan hutan. Selain bencana alam seperti banjir dan tanah longsor pada musim hujan, pada musim kemarau terjadi kekeringan di beberapa tempat. Manfaat hutan Lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.

Usaha pemanfaatan dan pemungutan di hutan lindung dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan fungsi lindung, sebagai amanah untuk mewujudkan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

Sedangkan Fungsi Pokok dari Hutan lindung adalah sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk :

1. mengatur tata air, 2. mencegah banjir, 3. mengendalikan erosi, 4. mencegah intrusi air laut, dan 5. memelihara kesuburan tanah.

Dari manfaat dan fungsi di atas dapat dilihat betapa pentingnya hutan lindung untuk dijaga dan dipelihara. Dalam pengelolaannya harus sebijak mungkin agar semua kepentingan pihak dapat terwujud terutama masyarakat di sekitar hutan.

Di dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1998 Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan, Pengelolaan hutan lindung diserahkan kepada Kepala Daerah Tingkat II di dalam Kabupaten dan Kota.

Kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan lindung mencakup :

1. kegiatan pemancangan batas, 2. pemeliharaan batas, 3. mempertahankan luas dan fungsi, 4. pengendalian kebakaran, 5. reboisasi dalam rangka rehabilitasi lahan kritis pada kawasan hutan lindung, dan 6. pemanfaatan jasa lingkungan.7.8. Oct 9. 13 10.

Page 12: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

11. PRINSIP PRINSIP DASAR PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN KELESTARIAN FUNGSI SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA

12. by : Mohammad Aqsa, S.Hut

Konsep kelestarian hutan sejak awal telah menjadi dasar serta filosofi setiap bentuk pengelolaan hutan. Konsep terse¬but mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan masyarakat serta perkembangan waktu. Di era awal pengusahaan hutan, ketika kebutuhan akan kayu dan ketersediaan sumber daya hutan masih relatif besar dimana pola ekstraksi kayu masih menggu¬nakan sistem banjir kap, kelestarian hutan lebih ditekankan pada upaya mencapai keberlanjutan produksi kayu. Karena, itu instrumen jangka benah dan pengaturan jatah penebangan tahunan (JPT) menjadi salah satu variabel kunci. Pada paruh tahun 1980 an, tatkala periode ekspor kayu gelondongan berlalu dan era pengusahaan hutan memasuki fase industrialisasi hasil hutan menjadi kayu lapis (plywood) parameter kelestarian hutan mengalami perkembangan. Periode ini ditandai dengan meningkatnya isu kerusakan lingkungan serta makin tingginya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan. Instrumen kelestarian lingkungan kemudian menjadi salah satu tuntutan pokok dalam mewujudkan fungsi kelestarian hutan, disamping fungsi kelestarian produksi kayu. Karena itu, pada periode industrialisasi hasil hutan instrumen Analisa Dampak Lingkungan (Andal), Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) menjadi parame¬ter parameter penting.Di era global dewasa ini, konsep pengelolaan hutan produksi lestari telah berkembang menjadi sangat kompleks. Tatkala luas dan potensi hutan makin menurun, kebutuhan akan sumber daya hutan makin meningkat, masalah masalah sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat seperti pengakuan hak hak adat dan pembagian distribusi manfaat hutan makin merebak, parameter pengelolaan hutan produksi lestari berkembang dalam perspektif multidimensi. Manajemen hutan lestari atau Sustainable Forest Management (SFM) harus mampu mengakomodir tiga macam fungsi kelestarian. Kelestarian fungsi produksi (ekonomi), kelestarian fungsi lingkungan (ekologi) serta kelestarian fungsi sosial, ekonomi dan budaya bagi masyarakat setempat.

Prinsip Prinsip Dasar Pengelolaan Hutan Berbasis MasyarakatPrinsip pengelolaan hutan dewasa ini telah mengalami perubahan mendasar. Prinsip dasar pengelolaan hutan sepanjang tiga dasawarsa yang berbasis pada negara (State Based Forest Management/SBFM) terbukti telah menimbulkan berbagai krisis di bidang kehutanan yang ujung ujungnya justru mengan¬cam kelestarian sumber daya hutan. Prinsip dasar pengelolaan hutan berbasis negara secara konseptual memberikan kewenangan dan dominasi negara yang sangat besar untuk mengatur dan mengontrol. setiap kegiatan pengelolaan hutan. Prinsip ini juga cenderung menjadikan hutan sebagai sebuah unit ekonomi bagi keuntungan jangka pendek dengan perencanaan yang kaku. Dalam operasionalisasi kegiatannya biasanya dicirikan dengan sistem pengelolaan hutan yang bersifat sentralistik, atas

Page 13: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

bawah dan seragam. Hal ini secara langsung merefleksikan paradigma pembangunan yang dianut oleh negara. yaitu paradigma pertumbuhan ekonomi. Fakta di atas menunjukan bahwa marginalisasi masyarakat, baik dalam hal kewenangan, partisipasi dan distribusi manfaat pengelolaan hutan justru menjadi salah satu sebab timbulnya krisis kehutanan. Karena itu, sangat diperlukan adanya peru¬bahan paradigma pembangunan kehutanan yang lebih menitikberatkan pada sistem pengetolaan hutan yang berbasis pada masyarakat. Prinsip dasar tersebut seringkali disebut dengan pengelolaan hutan berbasi masyarakat (Community Based Forest management atau CBFM). Payung prinsip dasair pengelolaan hutan berbasis masyara¬kat adalah paradigma pembangunan kehutanan yang bertumpu pada pemberdayaan ekonomi rakyat. Secara konseptual prinsip dasar CBFM memiliki karakter bahwa masyarakatlah yang menjadi pelaku utama dalam pengelolaan sumber daya hutan, dimana mereka memiliki jaminan bahwa terdapat akses dan kontrol atas sumber daya alam. Sebagai pelaku utama maka masyarakat seka¬ligus menjadi pemeran utama dalam proses pengambilan kepu¬tusan dalam pengelolaan hutan. Hal ini dapat terwujud bila terdapat pengakuan akan hak hak pengelolaan, pengendalian dan pemanfaatan sumber daya hutan. Operasionalisasi di lapangan diserahkan pada kelembagaan lokal sesuai dengan sistem sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya. Karena itu pende¬katannnya bersifat lokal spesifik namun tetap memadukan antara kearifan lokal dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Selain meletakan kedaulatan pengelolaan hutan pada masyarakat, pola CBFM juga menekankan prinsip dasar sistem pengelolaan hutan pada pengertian ekosistem (Ecosystem Based Principles). Hal ini dicirikan oleh aspek bahwa kelestarian semua kehidupan tergantung pada kesatuan ekosistem yang mencakup komposisi, struktur dan proses. Karenanya antara masyarakat setempat dan kehidupan sosial, ekonomi dan bu¬dayanya berada dalam satu kesatuan ekosistem hutan. Secara langsung para pemanfaat atau pengguna hasil hutan dan jasa harus berbagi tanggung jawab untuk memperta¬hankan dan memperbaiki ekosistem. Dalam konteks keutuhan ekosistem maka komoditas yang diusahakan memiliki tingkat keragaman vang tinggi dan tidak semata mata tergantung pada ekstraksi salah satu komoditas tertentu.Untuk mewujudkan prinsip prinsip pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat, sangat diperlukan adanya perubahan paradigma pembangunan, kebijakan dan peraturan di sektor kehutanan, kelembagaan, termasuk perilaku dan budaya setiap pihak pihak yang terlibat (stakeholders). Wacana tersebut di atas akan dapat tercapai bila dalam proses penyusunan dan implementasi kebijakan mengakomodir dua hal penting. Pertama, dalam proses penyusunan kebijakan kehutanan harus menerapkan prinsip prinsip demokrasi, transparansi dan partisipasi. Kedua, dalam implementasi kebijakan harus menegakan prinsip konsistensi dan non diskriminasi.

Prinsip Prinsip Kelestarian Fungsi Sosial HutanDewasa ini wacana pengelolaan hutan yang mengakomodir prinsip prinsip dasar kelestarian fungsi sosial hutan bukan lagi semata mata hanya didasarkan kepada tuntutan sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari atau sebagai sebuah kewa¬jiban atas komitmen pengelola hutan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Lebih dari itu, realitas

Page 14: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

di lapangan pada saat ini masalah masalah sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di tingkat regional dan lokal menjadi masalah terbesar dan terberat bagi kelancaran suatu aktivitas pengelolaan hutan. Hal ini, antara lain tercermin dari berbagai tuntutan masyarakat akan peningkatan partisipasi, distribusi manfaat yang lebih merata serta pengakuan terhadap berbagai hak hak masyarakat setem¬pat. Dalam beberapa kasus yang bersifat ekstrim ketidakmam¬puan untuk mengakomodir berbagai dinamika sosial, ekonomi dan budaya masyarakat tersebut di atas telah mendorong timbulnya berbagai konflik sosial.Sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari merupakan salah satu instrumen untuk mengukur sejauh mana sebuah mana¬jemen unit HPH telah mengakomodir prinsip prinsip kelola sosial dalam rangka mewujudkan kelestarian fungsi sosial, ekonomi dan budaya dalam pengelolaan hutan. Karena itu, pemahaman terhadap wacana kelola sosial, parameter serta kriteria dan indikator yang merefleksikan aspek aspek terse¬but di atas termasuk dalam konteks kesesuaian prinsip prinsip kelestarian fungsi hutan lainnya menjadi sangat penting. Hal ini sesungguhnya bukan hanya terbatas untuk kepentingan sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari semata. Namun lebib jauh hal ini akan berkembang pula dalam kegiatan penge¬lolaan hutan itu sendiri sesuai dengan dinamika sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta kesesuaian dengan prinsip prinsip kelestarian fungsi produksi dan prinsip prinsip kelestarian fungsi lingkungan.Kelestarian fungsi sosial adalah salah satu dimensi hasil pengelolaan hutan festari yang menjamin keberlangsungan manfaat ekonomi, sosial maupun budaya yang dicirikan oleh penerapan prinsip prinsip kesetaraan (equity) dan partisipasi masyarakat. Kesetaraan adalah kebijakan yang melibatkan peran warga, sistem pengetahuan, sistem perilaku dan sistem kelem¬bagaan yang ada pada komunitas komunitas yang terkait dengan kegiatan manejemen unit. Sementara partisipasi masyarakat adalah peran aktif masyarakat dalam menentukan arah kebi¬jakan kebijakan manajemen unit. Dalam konteks sistem pengelo¬laan hutan, kedua aspek tersebut di atas dapat terwujud apabila prinsip prinsip dasar yang diterapkan menggunakan sistem pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat.Dalam perspektif sosial budaya, prinsip kelola sosial berupa kesetaraan akan dapat terwujud bila manajemen unit HPH mengakui dan menghormati berbagai pranata sosial masyarakat setempat sehingga dalam melakukan kegiatan pengelolaan hu¬tannya senantiasa mempertimbangkan berbagai aspek sosial, religiusitas dan adat istiadat masyarakat setempat. Dalam perspektif sosial politik hal ini direfleksikan dengan penga¬kuan hak hak adat atau hak ulayat masyarakat setempat. semen¬tara dalam perspektif hukum, manajemen unit HPH mengakui adanya gejala kemajemukan hukum dalam kegiatan pengelolaan hutan, dimana manajemen unit HPH mendasarkan hak pengelolaan hutannya pada hukum positip sementara masyarakat setempat mendasarkan hak pengelolaan hutannya berdasarkan hukum adat.Pengakuan dan penegakan prinsip kesetaraan akan mengha¬silkan sistem pengelolaan hutan yang bersifat sejajar (equal) dimana tidak ekonomi dan (supordinat ada satLI pihak pun yang merdi liki posisi sosial , po I It i k d i bawah ( subordinat ) at au di at as pihak lain. Hal ini akan mendorong tumbuhnya proses proses dialog, negosiasi dan musyawarah yang obyektif, seimbang dan adil dalam menetapkan setiap masalah yang diha¬dapi bersama. 'rimbulah mekanisme dan prosedur kelola sosial, termasuk kelola konflik. Dalam perspektif politik

Page 15: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

ekonomi kehutanan, penerapan aspek aspek di atas akan menegakkan demokratisasi dalam aktivitas pengelolaan hutan. Demokratisasi pengelolaan hUtan mengharuskan setiap pihak vang ber kompeten terhadap sumberdaya hutan terlibat dalam berbagai proses pengatUran kegiatan pengelolaan hutan. Dengan kata lain dibutuhkan partisipasi atau peran aktif sosial, ekonomi dan politik setiap stakeholder. Pengelolaan hutan yang mengakomodir prinsip prinsip dasar kelestarian fungsi sosial hutan akan sangat mempertimbangkan kepentingan masyarakat setempat. Karenanya partisipasi masyarakat menjadi salah satu prinsip dasar terwujudnya fungsi kelola sosial secara optimal. Pada akhirnya hal ini akan menghasilkan suatu sistem pengelolaan hutan yang bersifat multidimensi serta berbasiskan ekosistem.

Beberapa Kendala Dalam Mewujudkan Prinsip Kelestarian Fungsi SosialSalah satu kendala utama terhadap upaya pencapaian kelestarian fUngsi sosial hutan adalah kuatnya jaringan serta lamanya jangka periode berlakunya wacana pengelolaan hutan berbasis negara. Kondisi tersebut telah menghasilkan perilaku dan budaya manaiemen unit HPH yang cenderung bersifat dominan (superordinat) terhadap masyarakat setempat. Kondisi tersebut tentu menyebabkan posisi manajemen unit dengan masyarakat setempat menjadi tidak sejajar. Karena tidak seiajar dimana salah satu pihak berada di atas yang lain maka segala bentuk kebijakan pengaturan pengelolaan hutan didominasi oleh salah satu pifiak. Baik dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam perspektif antropologi , kacafnata Yang digunakan dalam kegiatan pengelo¬laan hutan adalah kacamata manajemen unit HPH Yang bersifat sangat etnosentris. Kondisi demikian yang terus berlangsung pada akhirnya mengakibatkan kepentingan masyarakat setempat menjadi terpinggi rkan (mai ginal ) . Dampak lebih lanjut hal ini akan menimbulkan berbagai potensi konf lik sosial .Sistem pengelolaan hutan Yang hanya mengutamakan kegiatan eksti aksi kayu menyebabkan manajemen unit HPH cen¬derung hanya mempei timbangkan pengembangan sumber daya manu¬sia rimbawan yang relevan. Sementara perkembangan sistem pengelolaan hutan terus mengalami percepatan evolusi, termasuk d 1 L) I da n ~, I ingkungan dan sosial kemasyarakatan. Akibatnva. mana,jemen unit HPH tidak cukup memiliki sumberdaya manusia i imbawzin vang memi I iki pengetahuan, pemahaman serta penga I ama n d i 1) i d ang so s i a I kema sya raka t an. Banyak pe rbedaan pe r s ep s I , p e i~ s e I I s a n a t a u p u n ma s a 1 a h Yang t i mbu I I e b i h bersifat sosial bUdaya. Namun manajemen unit HPH memperlaku¬kannya secai a ekonomi dengan menggunakan pendekatan pende¬katan for mal (Baca : kekuasaan/keamanan). Masalah atau kon¬flik Yang bersifat sepele tidak dapat diatasi secara cepat, bahkan cendel Ling ber larut larut sehingga menimbulkan akumula¬si dan stei eotip negatip terhadap manajemen unit HPH. Hal inilah yang kCMUCliZin ineledak menjadi konflik sosial Yang bersifat tei buka.K~tiadaan SUmber daya i imbawan Yang bersifat multidimen¬si, k1luSLIsnya dai i disiplin i1mu sosial budaya menyebabkan manajemen unit 11111 SLI]it untUk dapat mengidentifikasi secara baik dan tepat bei bagai sistem sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Padahal data dan informasi mengenai hal ini sangat dibutuhkan dalam konteks kepentingan menegosiasi¬kan secara sejaiar (setara) pengaturan distribusi hak dan kewajiban dalam sistem pengelolaan hutan sehingga dapat mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. Secara teoritis, sumber daya.

Page 16: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

manusia manajemen unit HPH lemah terhadap konsep¬konsep dasar masyarakat, seperti hak pemilikan lahan (tenuri¬al), pranata adat, kelembagaan lokal, kearifan dan pengetahuan lokal serta sistem-sistem sosial, ekonomi, budaya, hukum dan politik masyarakat setempat. Demikian juga kemampuan identifikasi terhadap sejauh mana perkembangan kontemporer berbagai sistem sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat yang diakibatkan oleh adanya pengaruh interaksi dengan berbagai pihak luar. Dengan kondisi yang demikian, menjadi sangat naif untuk berbicara partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan dalam arti yang sesungguhnya. Kondisi di atas menjadikan semakin tidak berarti untuk berbicara tentang pencapaian kelestarian fungsi sosial, ekonomi dan budaya di tingkat manajemen unit dalam realitas kegiatan pengelolaan hutan.

Beberapa Parameter Praktis Perwujudan Prinsip Prinsip Sosial Di Tingkat Manaiemen UnitSecara teoritis parameter prinsip kesetaraan dan parti¬sipasi masyarakat yang tertuang dalam kriteria clan indikator pengelolaan hutan produksi lestari memiliki dimensi yang sangat kompleks. Hal ini antara lain membutuhkan pemahaman berbagai konsep yang meliputi pengertian indikator, derajad, data yang dibutuhkan, metodologi, serta verifikasi data. Selain itu dibutuhkan pula waktu dan tenaga yang tidak sedi¬kit, baik untuk mengumpulkan data clan informasi maupun untuk kegiatan analisa datanya, Dalam konteks disiplin ilmu sosial kemampuan mengidentifikasi clan mengukur berbagai kriteria indikatoi aspuk sosial tei sebUt di atas secara rinci clan lengkap membUtUlikan bei bagai perangkat teori yang dalam perspektif lapangan menjadi tidak praktis. Karena i tu dibutuhkan k i at k i at atau st rategi khusus untuk mengatas i berbagai kenciala tei sebut di atas.Bagi seot ang internal asesor untuk mengetahui apakah suatu manajemen unit telah mengakomodir kriteria dan indika¬tor dalam kegiatan kelola sosial, lebih dibutuhkan cara cara praktis namun secara faktual clan realitas di lapangan benar¬benar dapat merefleksikan perwujudan prinsip prinsip clasar kelestarian fungsi sosial hutan yang sesungguhnya. Beberapa huan lokal ser ta sistem sistem sosial, ekonomi, budaya, hukum dan politik masyarakat setempat. Demikian juga kemampuan identifikasi tet hadap sejauh mana perkembangan kontemporer berbagai sistem sosial, ekonomi clan budaya masyarakat setem¬pat yang diakibatkan oleh adanya pengaruh interaksi dengan berbagai pihak luar. Dengan kondisi yang demikian, menjadi sangat naif untuk berbicara partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan dalam arti yang sesungguhnya. Kondisi di atas menjadikan semakin ticlak berarti untuk berbicara tentang pencapaian kelestarian fungsi sosial, ekonomi clan budaya di tingkat manaiemen unit dalam realitas kegiatan pengelolaan hutan.parameter prakt is yang secara umum mencerminkan real itas perwujudan prinsip prinsip kelola sosial di tingkat manajemun unit antara lain adalah :1. Bebas konflik, yang dicerminkan dari rendahnya kasus kasus tuAtutan ataU klaim masyarakat setempat kepada Pihak manajemen unit IiPli. Bakk kasus tuntutan hak hak adat atau hak ulayat, pelanggaran kegiatan pembalakan, serta tun¬tutan atau klaim lainnya.2. Terdapat banyak konfl ik, namun manajemen unit HPH memiliki sistem atau mekanisme kelola konflik Yang baik, transparan dan diterima olch masyarakat setempat sehingga setiap konflik dapat cliselesaikan secara memuaskan bagi kedua belah piliak. Ila] ini dapat di I ihat pada

Page 17: agaimana Tujuan Pengelolaan Hutan.docx

keharmonisan hubingan kedua belah pihak pasca konflik. 3. Kuatnya jaringan sosial manajemen unit HPH terhadap insti¬tusi formal (Kecamatan, Polsek, Koramil, Kades, LKMD, LMD, dsb) dan kelembagaan informal (lembaga adat) di masyarakat setempat serta kedekatan manaiemen unit HPH terhadap tokoh tokoh masyarakat setempat baik tokoh formal maupun tokoh informal. 4. Besarnya keterlibatan masyarakat dalam aktivitas pengelo¬laan hutan Yang dicerminkan dari besarnya penyerapan tenaga keria di manajemen unit HPH Yang berasal dari masyarakat setempat serta banyaknya kelompok masyarakat Yang terlibat dalam setiap segmentasi kegiatan pengusahaan hutan. 5. Tingkat pemakaian fasilitas umum (transportasi, olah raga, kantin, dsb) dan fasilitas sosial (poliklinik, sarana pendidikan dsb) manajemen unit HPH oleh masyarakat setem¬pat, baik kuantitas maupun kualitas. 6. Tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat setempat seba¬gai dampak langsung maupun tak langsung dari keberadaan kegiatan pengelolaan hutan oleh manajemen unit HPH.