pengelolaan sampah terpadu
TRANSCRIPT
Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat : Memanfaatkan Sampah Organik menjadi Kompos, Arang dan Asap Cair
Pendahuluan
Tentu kita masih ingat dengan berita akhir tahun 2010, akibat dari penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah oleh warga menyebabkan tumpukan sampah yang menggunung, menggangu badan jalan dan mengakibatkan kemacetan serta menimbulkan polusi. Sebenarnya sampah menjadi masalah tapi hampir semua wilayah perkotaan baik di Indonesia maupun kota-kota lain di dunia mengalami hal yang sama.
Sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, ekonomi dan pembangunan suatu kota, terjadi peningkatan volume sampah yang dihasilkan. Peningkatan jumlah sampah tanpa diikuti dengan perbaikan sarana dan prasarana pengelolaan sampah mengakibatkan permasalahan sampah menjadi komplek. Permasalahan sampah ini timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan pengolahannya dan semakin menurun daya dukung alam sebagai tempat pembuangan sampah. Masalah sampah ini telah mengakibatkan pencemaran lingkungan secara berantai, seperti bau busuk yang menggangu, sumber penularan penyakit serta tersumbatnya drainase dan sungai yang mengakibatkan banjir. Sektor limbah (waste sector) juga turut berkontribusi menyumbang Gas Rumah Kaca ke atmosfer sebesar 3-4% dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang ada. Proses degradasi bahan organic dalam sampah menghasilkan gas berupa metan (CH4) dan CO2, yang merupakan sumber penyebab pemanasan global. Semua hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.
Pengelolaan dan penanganan sampah secara konvensional yang selama ini dilakukan adalah dengan pewadahan, pengumpulan, pemindahan dan mengangkutnya tempat pembuangan sampah akhir, belum sampai pada tahap memikirkan proses daur ulang. Masyarakat juga masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan.
Paradigma pengelolaan dan penanganan sampah secara konvensional sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigm baru dimana sampah merupakan sumber daya yang dapat yang memiliki nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk energi, kompos, pupuk, bahan pengawet, dsb. Pengelolaan sampah sudah harus dilakukan sejak dari hulu sampai hilir. Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan dapat dilakukan dengan prinsip 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Replant), sedangkan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir.
Sampah
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan atau zat anorganik, baik benda logam maupun benda non logam, yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar, yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kaleng, dsb.
Sampah pada umumnya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Sampah organik, yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, karena itu tersusun dari unsur-unsur seperti C,H,O,N, dll. Umumnya sampah organic dapt terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan, sisa sayuran dan kulit buah-buahan, sisa ikan dan daging karton, kain, kertas dan sampah kebun (daun-daunan, rumput, dan sampah yang mudah busuk lainnya.
2. Sampah anorganik, yaitu sampah yang bahan kandungannya non organik, umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca, kaleng, alumunium, debu, dan logam-logam lainnya.
Secara umum kondisi sampah di perkotaan memperlihatkan karakteristik yang khas yaitu sampah kota memiliki komposisi sampah organik sebesar 80 % dan sampah anorganik 20 %. Dengan komposisi sampah organik yang cukup besar tersebut, potensi pemanfaatan sampah organik untuk pembuatan kompos, arang dan asap cair juga cukup besar.
Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau merubah bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran, pemgomposan, penghancuran, pengeringan dan pendaur-ulangan. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah yang dapat menjadi solusi adalah dengan pengelolaan sampah terpadu dengan melibatkan masyarakat.
Teknik operasional pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah terpadu yang dilakukan dengan membagi area dalam sistem Node, Sub point dan Center point, dimana dalam suatu daerah dibagi menjadi 5 area, yaitu timur, selatan, barat, utara dan tengah. Di setiap area terdapat 2 Sub point, dimana dari tiap sub point terdiri dari banyak node yang merupakan tempat pengumpulan dari pemulung. Di tengah area
terdapat center point yang merupakan tempat pengumpulan hasil pemilihan dari sub point.
Proses ini dilakukan dengan pewadahan sampah dari limbah rumah tangga, bak sampah maupun sumber sampah lainnya. Pada proses pewadahan ini sudah langsung dapat dipisahkan antara sampah organik, maupun sampah anorganik. Kemudian sampah tersebut diangkut menuju node, dimana di node ini dilakukan pemilahan ulang jenis sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik dari node-node yang ada di bawa ke sub point, lalu dipisahkan lebih detail lagi. Hasil pemilahan dari sub point kemudian di kirim ke center point. Pemrosesan sampah terpadu dilakukan di center point. Kegiatan dalam sistem ini selain melibatkan masyarakat juga dengan membentuk badan usaha skala mikro untuk mengelola sampah tersebut. Keuntungan yang dapat diperoleh dari konsep ini antara lain :
1. Tidak memerlukan lahan besar untuk TPA.
2. Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis.
3. Ekonomis dan ekologis
4. Dapat menambah lapangan pekerjaan dengan berdirinya badan usaha yang mengelola sampah menjadi bahan yang lebih bermanfaat.
5. Dapat lebih memberdayakan masyarakat dalam mengelola kebersihan.
pengelolaan sampah terpadu ini dikembangkan dengan konsep community based development, dengan melibatkan swadaya masyarakat. Peran serta masyarakat dapat secara pasif maupun secara aktif. Peran serta pasif dapat dilakukan dengan kesadaran akan kebersihan terhadap lingkungan, serta kesadaran akan kewajiban membayar retribusi. Sementara peran serta aktif,
Pengelolaan sampah terpadu sistem Node, Sub point dan Center point
misalnya dengan pengumpulan sampah baik secara individu maupun komunal, kontrol sosial
untuk saling mengingatkan, ikut serta dalam kegiatan gotong royong. Konsep ini bisa diterapkan mulai dari node yang ada. Node yang dibuat dapat merupakan kompleks perumahan atau kampung atau skala yang lebih besar di tingkat desa atau kelurahan. Prinsip pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini adalah partisipasi masyarakat, kemandirian, efisiensi, perlindungan lingkungan dan keterpaduan.
Pengelolaan sampah terpadu tersebut dilakukan dengan pemilahan menjadi sampah organik, anorganik, campuran dan residu yang tak terolah. Sampah organik yang ada masih dibagi lagi menjadi sampah organik yang mudah dikomposkan, misal daun, sisa sayuran dan sampah organik yang sukar dikomposkan (digunakan untuk bahan arang), misal kayu. Sampah anorganik seperti botol plastik, kaleng bekas dapat dimanfaatkan ulang sebagai hand made. Residu yang tak terolah dapat dibakar di insenerator, dimana abu hasil pembakaran dapat digunakan untuk campuran kompos atau campuran pembuatan paving block. Sementara uap air yang dihasilkan digunakan sebagai penggerak turbin untuk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS).
Kompos
Kompos adalah bentuk akhir dari bahan organik setelah mengalami pembusukan,dekomposisi melalui proses biologis yang dapat berlangsung secara aerobik dan anaerobik. Sedang proses pengomposan sendiri adalah suatu cara untuk menghancurkan sampah secara biologis menjadi pupuk alami sehingga dapat mengembalikan sampah ke tanah dimana telah terdegradasi oleh mikroorganisme pengurai dan hasilnya tidak berbahaya bagi lingkungan. Proses pengomposan bisa terjadi dengan sendirinya lewat proses alami, rumput, daun-daunan dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama-kelamaan membusuk karena adanya kerjasama antara mikroorganisme pengurai dengan cuaca.
pengomposan
Pemilihan
Daur ulang
sortir
Arang Asap cair
Briket Arang Arang aktifKompos
Mesin pencacah
Reaktor pirolisis
Sampah
Organik Anorganik Campuran Residu tak terolah
Insenerator
Abu Uap air
Produk solidifikasi
Campuran kompos
Penggerak turbin
Paving block Listrik
Kompos memiliki karakteristik, antara lain : (1) mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal, (2) menyediakan unsur hara secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas, (3) mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah, (4) memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah, (5) memperbaiki struktur tanah padat menjadi gembur sehingga mempermudah pengolahan tanah.
Proses pengomposan merupakan proses perombakan bahan organik yang terjadi secara biofisika-kimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna. Proses peruraian tersebut biisa dalam keadaan aerob (dengan O2) maupun anaerob (tanpa O2). Proses tersebut adalah sebagai berikut :
Mikroba aerob
Bahan organik + O2 ----------------------- H2O + CO2 + hara + humus + energi
N, P, K
Mikroba anaerob
Bahan Organik --------------------- CH4 + hara + humus
N, P, K
Pada kondisi alami, perombakan/pembusukan bahan organik dapat terjadi, namun memerlukan waktu yang lama. Untuk mempercepat proses pembusukan bahan organik ini, dapat digunakan biodekomposer yang sudah banyak dipasaran. Biodekomposer itu antara lain : Effective microorganism-4 (EM-4), Orgadec dan Biodec. Dalam pembuatannya, kompos ini dapat ditambahkan arang untuk menambah daya serap air. Salah satu contoh pembuatan kompos ini adalah sebagai berikut :
Arang
Sampah yang berupa bahan padat yang berukuran
besar dan relatif susah untuk dikomposkan (kayu,
bambu, kulit buah-buahan, dsb) dapat dilakukan
pembakaran secara terkontrol menjadi arang. Arang
merupakan bahan padat berpori hasil pembakaran
kayu atau limbah kayu pada kondisi yang terkontrol.
Pembuatan arang ini dapat mengutungkan karena
bisa mengurangi volume sampah, sekaligus dapat dijadikan sumber energi. Kebutuhan energi
yang semakin meningkat pada saat ini, ditambah dengan pertumbuhan penduduk dunia yang
terus meningkat, mendorong manusia untuk mencari alternatif sumber energi baru dengan
memanfaatkan sumber-sumber energi yang telah ada secara baik. Pemanfaatan limbah organik
ini merupakan alternatif sumber energi yang potensial.
Arang mempunyai keuntungan dibandingkan dengan kayu bakar, karena memiliki nilai kalor
yang lebih tinggi, selain tiu asap yang dihasilkan juga lebih sedikit. Dari proses pembuatan arang
ini juga dapat dikembangkan produk lain seperti briket arang yang memiliki nilai kalor lebih
tinggi dibandingkan dengan produk arang biasa. Selain itu, arang tersebut juga dapat diaktifkan
sehingga mempunyai daya serap yang lebih tinggi. Produk lain yang dapat dihasilkan dari proses
pembuatan arang ini adalah cuka kayu yang dapat digunakan sebagai biopestisida maupun
pengawet makanan.
Proses pembuatan arang ini juga relatif mudah dengan bahan yang digunakan pun banyak
terdapat disekitar kita, misalnya dengan drum bekas.
Bahan baku yang digunakan adalah sisa potongan cabang dan ranting atau kulit buah (durian,
tempurung kelapa). Bahan baku dimasukkan ke dalam tungku setelah pada bagian dasar tungku
diberi potongan kayu bakar atau sisa sabut kelapa sebagai umpan bakar. dibawah tungku diberi
kayu bakar yang agak kering sebagai umpan, kemudian diberi minyak tanah, lalu diberi api
sampai nyala bara api sampai merembet ke dalam melalui lubang udara sehingga bahan yang
terdapat dalam tungku dapat terbakar. Proses pengarangan biasanya kalau kayu agak basah ± 7 –
9 jam, pendinginan ± 4 - 5 jam, setelah dingin tutup dibuka dan arang dikeluarkan, selesai.
Selain arang kayu, serbuk dari hasil pembakaran ini atau arang berukuran kecil dapat ditumbuk
dan dimanfaatkan untuk pembuatan briket arang. Namun juga, serbuk ini dapat dibuat secara
khusus dari serbuk gergaji atau sekam padi. Briket arang merupakan arang yang dibentuk
kembali menjadi bentuk dan ukuran sesuai keinginan, yang terlebih dahulu dicampur bahan
perekat. Perekat yang digunakan adalah kanji tapioka.
Proses pembuatan briket ini relatif mudah, dimana limbah dari proses pembuatan arang yang
berukuran kecil (tidak laku dijual), digiling kemudian diayak hingga didapat serbuk arang.
Arang serbuk dicampur dengan perekat kanji tapioka (2,5 – 5 % b/b) kemudian diaduk sampai
rata. Dimasukan ke dalam lubang cetakan briket dan dikempa. Briket arang yang masih basah
dikeringkan dengan cara dijemur di bawah panas matahari selama 2 – 3 hari.
Dibandingkan dengan arang kayu biasa, briket arang memiliki keunggulan, antara lain : Bersih
dan tidak berdebu, mengeluarkan sedikit asap dan tidak berbau, abu sisa pembakaran kecil,
menghasilkan kalor panas yang tinggi dan konstan, menyala terus tanpa dikipas.
Cuka Kayu
Cuka kayu adalah cairan organik berwarna kuning
sampai hitam, baunya menyengat, diproduksi dari limbah
uap/gas proses pembuatan arang dengan cara
mengkondensasikan/mendinginkan uap/gas tersebut
dengan alat pendingin dalam satu proses dengan produksi
arang. Pada proses ini akan dihasilkan campuran cuka
kayu dan ter.
Proses produksi cuka kayu juga relatif sederhana, karena
merupakan satu kesatuan dengan proses produksi arang.
Batang bambu berukuran sedang yang masih hijau dan
basah, dipotong dengan panjang kira-kira 3 meter. Kemudian hilangkan buku pembatas pada
bagian dalam bambu dan dibersihkan. Batang bambu yang sudah dipotong dan dilubangi
dipasangkan pada bagian atas cerobong asap, serta diusahakan agar sebagian besar asap masuk
melewati batang bambu. Asap yang melewati bambu tersebut akan terkondensasi menjadi
campuran cuka kayu dan ter. Campuran ini masih berbahaya karena ter yang dihasilkan bersifat
kasrinogen. Untuk memisahkan antara cuka kayu dan ter tersebut dapat dilakukan kembali
dengan pengendapan alami, penyaringan dan redestilasi. Penyaringan dapat dilakukan dengan
melewatkan campuran cuka kayu dan ter dalam zeolit atau karbon aktif. Redestilasi dilakukan
dengan memanaskan campuran ter dan cuka kayu tersebut kemudian uap yang keluar
dikondensasikan atau didinginkan kembali.
Cuka kayu ini masih relatif baru dan belum banyak dikenal oleh masyarakat, meski secara
manfaat, banyak hal yang bisa di dapat. Manfaat dari cuka kayu ini antara lain : Menghilangkan
bau tidak sedap, mampu menolak kehadiran binatang kecil (kucing, tikus, rayap), mempercepat
pertumbuhan tanaman, mengatasi pertumbuhan tanaman liar / gulma, sebagai pengawet kayu,
sebagai pengawet makanan (ikan, bakso, tahu, tempe, mie).
Penutup
Pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat dengan memanfaatkannya menjadi arang,
briket dan cuka kayu seperti apa yang disampaikan di atas merupakan kumpulan dari berbagai
sumber bacaan yang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam
rangka mengurangi permasalahan sampah beserta dampak yang ditimbulkannya. Untuk
menerapkannya perlu koordinasi dan sinergisitas secara terpadu berbagai pihak yang terkait, baik
pemerintah, swasta maupun masyarakat itu sendiri. Peran serta yang dapat dilakukan oleh
pemerintah atau swasta adalah dengan penyuluhan intensif dalam pengelolaan dan teknologi
pengolahan sampah. Selain itu juga dapat dilakukan dengan pemberiaan reward terhadap
masyarakat yang telah melakukan pengelolaan dan pengolahan sampah dan punishment bagi
masyarakat yang sembarangan atau melanggar peraturan terkait dengan sampah.
Referensi
Anonim, 2008 . Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
Murbandono, L. 2000. Membuat Kompos (edisi revisi) . Jakarta : Penebar Swadaya .
Nisandi, 2007 . Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Briket Arang dan Asap
Cair. Diunduh dari http://p3m.amikom.ac.id/p3m/82%20-%20PENGOLAHAN%20DAN
%20PEMANFAATAN%20SAMPAH%20ORGANIK%20MENJADI%20BRIKET%20ARANG
%20DAN%20ASAP%20CAIR.pdf pada 28 oktober 2010
Pratmaja, Wahyu Adi . 2008. Pengelolaan Sampah Secara Terpadu di Dusun Karang Bendo
Banguntapan Bantul Yogyakarta (Tugas Akhir). Diunduh dari
http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/20080605111807SKRIPSI%2002513052.pdf pada 21
November 2010.
Purwendro, Setyo dan Nurhidayat . Mengolah Kompos untuk Pupuk dan Pestisida Organik .
Jakarta : Penebar Swadaya.
Sejati, Kuncoro . 2009. Pengolahan Sampah Terpadu dengan Sistem Node, Sub Point dan
Center Point. Jogjakarta : Penerbit Kanisius.